Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

“ EVIDENT BASED PADA ASUHAN BAYI”

OLEH :

KELOMPOK 4
KELAS B.20

RAMLAWATI (20.1302.039)
SITI HAJAR (20.1302.032)
NURHASANAH (20.1302.031)

PROGRAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIK


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIATIMUR
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Bayi Evidence Based”

dalam Mata Kuliah Praktek Klinik Kebidanan.

Dalam penulisan makalah ini penyusun mendapat bantuan dari berbagai pihak yang

berupa bimbingan, pengarahan maupun dukungan moral yang sangat membantu penyusun.

Untuk itu pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini penyusun berusaha untuk membuat yang terbaik,

akan tetapi dengan keterbatasan yang ada penyusun menyadari dalam makalah ini masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun, supaya makalah ini menjadi lebih baik. Semoga ini bermanfaat

khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca.

3 Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR IS

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. Ii

DAFTAR ISI…...……………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang….……………….………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah….………………………...……......………………… 4
C. Tujuan Penulisa………...…………….…………………………………… 4

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan tentang evidence based....………………………………………….. 5


B. Tinjauan tentang Asuhan pada bayi.....……………………………………… 7

C. Tinjauan tentang Hubungan evidence based Deangan Asuhan pada bayi…… 16

BAB III PEMBAHASAN.....…………………………………………………………….. 32

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………….………………………………… 33
B. Saran………………………………………………………………………… 34

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang

Dalam beberapa tahun terakhir atau tepatnya beberapa bulan terakhir kita sering mendengar

tentang evidence based. Evidence based Merupakan salah satu syarat utama untuk memfasilitasi keputusan klinik

yang berdasarkan bukti tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata semua harus berdasarkan

bukti dan bukti inipun tidak sekedar bukti tapi bukti ilmiah terkini yang bisa dipertanggungjawabkan.

Evidence based midwifery (practice)/EBM didirikan oleh RCM dalam rangka untuk

membantu mengembangkan kuat profesional dan ilmiah dasar untuk pertumbuhan tubuh

bidan berorientasi akademis. RCM Bidan Jurnal telah dipublikasikan dalam satu bentuk sejak

1887 (Rivers, 1987), dan telah lama berisi bukti yang telah menyumbang untuk kebidanan

pengetahuan dan praktek. Pada awal abad ini, peningkatan jumlah bidan terlibat dalam

penelitian, dan dalam membuka kedua atas dan mengeksploitasi baru kesempatan untuk

kemajuan akademik. Sebuah kebutuhan yang berkembang diakui untuk platform untuk yang

paling ketat dilakukan dan melaporkan penelitian. Ada juga keinginan untuk ini ditulis oleh

dan untuk bidan. EBM secara resmi diluncurkan sebagai sebuah jurnal mandiri untuk

penelitian murni bukti pada konferensi tahunan di RCM Harrogate, Inggris pada tahun 2003

(Hemmings et al, 2003). Itu dirancang 'untuk membantu bidan dalam mendorong maju yang

terikat pengetahuan kebidanan dengan tujuan utama meningkatkan perawatan untuk ibu dan

bayi '(Silverton, 2003).

Bayi adalah anak yang baru lahir sampai berumur 1 tahun dan mengalami proses tumbuh

kembang. Tumbuh kembang merupakan proses yang berbeda tetapi keduanya tidak dapat

berdiri sendiri, terjadi secara simultan, saling berkaitan dan berkesinambungan dari masa

konsepsi hingga dewasa. Masa bayi adalah masa keemasan sekaligus masa kritis

perkembangan seseorang. Dikatakan masa kritis karena pada masa ini bayi sangat peka

1
terhadap lingkungan dan dikatakan masa keemasan karena masa bayi berlangsung sangat

singkat dan tidak dapat diulang kembali (Departemen Kesehatan, 2009).

Evidence baesd suatu istilah yang digunakan menuju pada paradigma baru untuk

mengambil keputusan medis. Asuhan bayi baru lahir berdasarkan evidence based merupakan

suatu kegiatan asuhan yang dilakukan pada bayi baru lahir berdasaran pengambilan

keputusan klinik yang telah ditetapkan oleh medis untuk menyelesikan masalah dan

menentukan asuhan yang di perlukan oleh bayi.

Pada tahun 2012 jumlah angka kematian Bayi Baru Lahir (neonatal) di Indonesia

mencapai 31 per 1000 kelahiran hidup. Masalah ini perlu mendapatkan perhatian yang serius.

Adapaun penyebab kematian bayi tersebut diantaranya adalah Bayi Berat Lahir Rendah,

Asfiksia, Trauma Jalan Lahir, Infeksi dan lain-lain. Komplikasi ini sebenarnya dapat

segera dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan,

kemampuan tenaga kesehatan, keadaan ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan

dengan baik, terlambatnya detekeksi dini, dan kesadaran orangtua untuk mencari

pertolongan (Kemenkes RI, 2015:129).

Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta)

dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di

Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL (usia

dibawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu bayi meninggal. Penyebab kematian bayi baru

lahir (BBL) di Indonesia adalah Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) 29%, Asfiksia 27%, trauma

lahir, Tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital (JNPK-KR, 2008). Angka

Kematian Bayi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan Negara berkembang lainnya.

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama

kehidupan per 1.000 kelahiran hidup. Tingginya Angka Kematian Bayi ini dapat menjadi

petunjuk bahwa pelayanan maternal dan neonatal kurang baik, untuk itu dibutuhkan upaya

2
untuk menurunkan angka kematian bayi tersebut (Saragih, 2010). Berdasarkan data hasil

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 Angka Kematian Neonatal

(AKN) di Indonesia sebesar 19 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian

Bayi (AKB) sebesar 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup (Soepardi, 2013).

Segala upaya telah dilakukan untuk dapat menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi

salah satu dengan membentuk suatu tujuan (Goals) atau program Sustainable Development

Goals (SDGs). Dalam hal ini terdapat tujuan yang ke3 yaitu dapat menurunkan Angka

Kematian Bayi dan Ibu yaitu menjadi dibawah 70 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH) dan

Angka Kematian Bayi (AKB) dibawah 12 per 1000 KH pada tahun 2030 (Kementerian

Kesehatan RI, 2015). Salah satu program SDGs adalah untuk menurunkan Angka Kematian

Ibu dan Angka Kematian Bayi sehingga disusunlah Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) untuk tahun 2015-2019. Upaya yang dilakukan yaitu dengan

melaksanakan program Nawa Citta yaitu Sembilan Agenda atau program yang akan

dilakukan untuk pembangunan Indonesia dalam lima tahun. Pada program Nawa Citta yang

ke-5 yang maknanya lebih menekankan pada kualitas hidup manusia agar terwujud

Indonesia Sejahtera, sehingga dengan adanya program tersebut diharapkan dapat

mewujudkan Indonesian Sejahtera yang menurunnya Angka Kematian Bayi dan Ibu. Upaya

yang dilakukan juga dengan Program Pendekatan Indonesia Sehat dengan Pendekatan

Keluarga (PISPK), yang telah ditetapkannya 12 indikator utama sebagai penanda status

kesehatan kelurga. Upaya lain kesehatan untuk menurunkan angka kematian bayi seperti

pelayanan ANC yang berkualitas dan terpadu, menggencarkan kembali pelaksanaan P4K,

selalu memantau dan mengingatkan untuk melakukan K1 dan K4, meningkatkan fungsi

keluarga dalam perawatan bayi dan balita melalui kelas 3 ibu balita, meningkatkan

3
pemanfaatan buku KIA, serta pemantapan pelaksanaan dari pelayanan obstetric neonatal

esensial dasar (PONED) dan pelayanan obstetric emergensi komprehensif (PONEK).

C. Rumusan masalah

1. Jelaskan tentang Evidence based?

2. Jelaskan tentang asuhan pada bayi?

3. Jelaskan tentang hubungan Evidence based degan asuhan pada bayi?

D. Tujuan

1. Mengetahui tentang Evidence based

2. Mengetahui tentang asuhan pada bayi

3. Mengetahui tentang hubungan Evidence based dengan asuhan pada bayi

4
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Evidence Based

Evidence based adalah proses sistematis untuk mencari, menilai dan menggunakan hasil
penelitian sebagai dasar untuk pengambilan keputusan klinis Jadi pengertian Evidence Base-
Midwifery dapat disimpulkan sebagai asuhan kebidanan berdasarkan bukti penelitian yang telah
teruji menurut metodologi ilmiah yang sistematis.
Menurut Sackett et al. (2000), Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan
medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan
penderita. Dengan demikian, dalam praktek, EBM memadukan antara kemampuan dan
pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya.Dengan
demikian, maka salah satu syarat utama untuk memfasilitasi pengambilan keputusan klinik
yang evidence-based adalah dengan menyediakan bukti-bukti ilmiah yang relevan dengan
masalah klinik yang dihadapi, serta diutamakan yang berupa hasil meta-analisis, review
sistematik, dan randomized double blind controlled clinical trial (RCT)

1. Secara ringkas, ada beberapa alasan utama mengapa EBM diperlukan:


- Bahwa informasi yang selalu diperbarui (update) mengenai diagnosis, prognosis, terapi dan
pencegahan, promotif, rehabilitatif sangat dibutuhkan dalam praktek sehari-hari. Sebagai
contoh, teknologi diagnostik dan terapi selalu disempurnakan dari waktu ke waktu.
- Bahwa informasi-informasi tradisional (misalnya yang terdapat dalam textbook) tentang
hal-hal di atas sudah sangat tidak adekuat pada saat ini; beberapa justru sering keliru dan
menyesatkan (misalnya informasi dari pabrik obat yang disampaikan oleh duta-duta
farmasi/detailer), tidak efektif (misalnya continuing medical education yang bersifat
didaktik), atau bisa saja terlalu banyak, sehingga justru sering membingungkan (misalnya
majalah (journal-journal) biomedik/ kedokteran yang saat ini berjumlah lebih dari 25.000
jenis).
- Dengan bertambahnya pengalaman klinik seseorang, maka kemampuan/ketrampilan untuk
mendiagnosis dan menetapkan bentuk terapi (clinical judgement) juga meningkat. Namun
pada saat yang bersamaan, kemampuan ilmiah (akibat terbatasnya informasi yang dapat
diakses) serta kinerja klinik (akibat hanya mengandalkan pengalaman, yang sering tidak
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah) menurun secara bermakna (signifikan).

5
- Dengan meningkatnya jumlah pasien, waktu yang diperlukan untuk pelayanan semakin
banyak. Akibatnya, waktu yang dimanfaatkan untuk meng-update ilmu (misalnya membaca
journal-journal kedokteran) sangat kurang.
2. Secara lebih rinci, EBM merupakan keterpaduan antara:
- Best research evidence.
Di sini mengandung arti bahwa bukti-bukti ilmiah tersebut harus berasal dari studi-studi
yang dilakukan dengan metodologi yang sangat terpercaya (khususnya randomized double
blind controlled clinical trial), yang dilakukan secara benar. Studi yang dimaksud juga
harus menggunakan variabel-variabel penelitian yang dapat diukur dan dinilai secara
obyektif (misalnya tekanan darah, kadar Hb, dan kadar kolesterol), di samping
memanfaatkan metode-metode pengukuran yang dapat menghindari resiko “bias” dari
penulis atau peneliti.
- Clinical expertise.
Untuk menjabarkan EBM diperlukan suatu keterampilan klinik (clinical skills) yang
memadai. Di sini termasuk keterampilan untuk secara cepat mengidentifikasi kondisi
pasien dan menentukan diagnosis secara cepat dan tepat, termasuk mengidentifikasi faktor-
faktor resiko yang menyertai serta memperkirakan kemungkinan manfaat dan resiko (risk
and benefit) dari bentuk intervensi yang akan diberikan. Keterampilan klinik ini hendaknya
juga disertai dengan pengenalan secara baik terhadap nilai-nilai yang dianut oleh pasien
serta harapan- harapan yang tersirat dari pasien.
- Patient values.
Setiap pasien, dari manapun berasal, dari suku atau agama apapun, tentu mempunyai nilai-
nilai yang unik tentang status kesehatan dan penyakitnya. Pasien juga tentu mempunyai
harapan-harapan atas upaya penanganan dan pengobatan yang diterimanya. Hal ini harus
dipahami benar oleh seorang klinisi atau praktisi medik, agar setiap upaya pelayanan
kesehatan yang dilakukan, selain dapat diterima dan didasarkan pada bukti-bukti ilmiah,
juga mempertimbangkan nilai-nilai subyektif yang dimiliki oleh pasien.Mengingat bahwa
EBM merupakan suatu cara pendekatan ilmiah yang digunakan untuk pengambilan
keputusan terapi, maka dasar-dasar ilmiah dari suatu penelitian juga perlu diuji
kebenarannya untuk mendapatkan hasil penelitian yang selain update, juga dapat digunakan
sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.

6
3. Langkah –langkah evidence based Medikin
Evidence based medicine dapat dipraktekkan pada berbagai situasi, khususnya jika timbul
keraguan dalam hal diagnosis, terapi, dan penatalaksanaan pasien. Adapun langkah-langkah
dalam EBM adalah:
- Memformulasikan pertanyaan ilmiah yang berkaitan dengan masalah penyakit yang
diderita oleh pasien.
- Penelusuran informasi ilmiah (evidence) yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi.
- Penelaahan terhadap bukti-bukti ilmiah yang ada.
- Menerapkan hasil penelaahan bukti-bukti ilmiah ke dalam praktek pengambilan keputusan.
- Melakukan evaluasi terhadap efikasi dan efektivitas intervensi.
B. Tinjauan tentang asuhan pada bayi

1. Pengertian Asuhan Pada Bayi

a. Asuhan bayi  merupakan suatu asuhan yang diberikan kepada bayi mulai dari bayi

lahir sampai umur 12 bulan.

b. Neonatus adalah bayi yang berusia 0-28 hari (Kementerian kesehatan RI,2010.

Bayi baru lahir adalah bayi yang berusia satu jam yang lahir pada usia

kehamilan 37-42 minggu dan berat badannya 2.500-4000 gram (Ni Komang

Yuni Rahyani, 2020).

c. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan lebih

dari atau sama dengan 37 minggu dengan berat badan lahir 2.500-4000 gram

(Ni wayan Arwini, 2017 Hal.1)

2. Ciri-ciri bayi baru lahir normal

Bayi baru lahir normal mempunyai ciri-ciri:

a. Berat badan lahir 2500-4000 gram

b. Umur kehamilan 37-40 minggu, bayi segera menangis, bergerak aktif, kulit

kemerahana, mengisap ASI dengan baik, dan tidak ada cacat bawaan (Kementerian

Kesehatan RI,2010).

7
c. Bayi baru lahir normal memiliki panjang badan 48-52 cm

d. Lingkar dada 30-38 cm

e. Lingkar lengan 11-12 cm

f. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit

g. Pernafasan 40-60 x/menit

h. Lanugo tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan

lemas, nilan APGAR >7

i. Reflex-refleks sudah terbentuk dengan baik (rooting, sucking, moro,grasping)

j. Organ genitalia pada bayi laki-laki testis sudah berada pada skrotum dan penis

berlubang, pada bayi perempuan vagina dan uretra berlubang serta adanya labia

minora dan mayora

k. Mekonium sudah keluar dalam 24 jam pertama berwarna hitam kecoklatan (Ni

Komang Yuni Rahyani, 2020).

3. Penilaian bayi baru lahir

Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL Untuk menilai apakah bayi mengalami

asfiksia atau tidak dilakukan penilaian sepintas setelah seluruh tubuhbayi lahir dengan

tiga pertanyaan :

a. Apakah kehamilan cukup bulan?

b. Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?

c. Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?

Jika ada jawaban “tidak” kemungkinan bayi mengalami asfiksia sehingga harus segera

dilakukan resusitasi.Penghisapan lendir pada jalan napas bayi tidak dilakukan secara

rutin (Kementerian Kesehatan RI, 2013)

8
4. Asuhan kebidanan pada bayi

a. Penilaian bayi

1) Penilaian sekilas sesaat setelah bayi lahir

Sesaat setelah bayi lahir bidan melakukan penilaian sekilas untuk menilai

kesejahteraan bayi secara umum. Aspek yang dinilai adalah warna kulit dan

tangisan bayi, jika warna kulit adalah kemerahan dan bayi yang menagis

spontan maka ini sudah cukup untuk dijadikan data awal dalam kondisi baik.

2) Menit pertama kelahirn

Pertemuan SAREC di Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan

parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana yang disebut

SIGTUNA (SIGTUNA SCORE), sesuai dengan nama tempat terjadinya

consensus. Penilaian ini digunakan terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan

dasar karena hanya menilai dua parameter yang penting namun cukup

mewakili indicator kesejahteraan bayi baru lahir.

Cara menentukan SIGTUNA skor :

1) Nilai bayi sesat lahir (menit pertama) dengan kriteria penilaian seperti pada

table

2) Jumlah skor yang didapat

3) Kesimpulan dari total SIGTUNA skor

4 : asfiksia ringan atau tidak asfiksia

1.3 : Asfiksia sedang

1 : Asfiksia berat

0 : Bayi lahir mati fresh stillbirth

9
Tabel 1.1 Sigtuna skor

Skor
Krteria
2 1 0
Pernafasan Teratur Mengap-megap Tidak ada
Denyut jantung >100 <100 Tidak ada
Sumber : Ari Sulistyawati,2012

3) Menit ke 5 sampai 10

Segera setelah bayi lahir, bidan mengobservasi keadaan bayi dengan

berpatokan pada AFGAR skor dari 5 menit hingga 10 menit. Uraian cara

penilaian APGAR skor

Tabel 1.2 APGAR skor

Skor 0 1 2
Appearance/warna kulit pucat Badan merah Seluruh tubuh

ekstremitas kemerahan

kebiruan
Pulse/denyut jantung Tidak ada <100x/menit >100x/menit
Grimace/reaksi Tidak ada Batuk/menangi Batuk/menangis
s
terhadap rangsangan
Activity/kontraksi otot Tidak ada Ekstremitas Gerakan aktif

sedikit fleksi
Resoiration/pernafasan Tidak ada Lemah/tidak Menangis kuat

teratur
Sumber :Ari Sulistyawati,2012

10
b. Membersihkan jalan nafas (Kemenkes,2010)

Bayi normal menangis spontan segera setelah lahir. Apabila bayi tidak langsung

menangis, penolong segera membersihkan jalan napas dengan cara sebagai berikut:

1) Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat

2) Gulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu sehingga leher bayi lebih

lurus dan kepala tidak menengkuk. Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah

ke belakang

3) Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jaritangan yang

dibungkus kasa teril

4) Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi dengan

kain kering dan kasar. Dengan rangsangan ini biasanya bayi segera menangis

c. Mempertahankan suhu tubuh (Kemenkes,2010)

Pada waktu baru lahir, bayi belum mau mengatur tetap suhu badannya, dan

membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat. Bayi baru

lahir harus dibungkus hangat. Suhu tubuh bayi merupakan tolak ukur kebutuhan

akan tempat tidur yang hangat sampai suhu tubuhnya sudah stabil

d. Memotong dan merawat tali pusat (Kemenkes,2010)

Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah plasenta lahir tidak begitu menentukan

dan tidak akan mempengaruhi bayi, kecuali pada bayi kurang bulan. Apabila bayi

lahir tidak menagis, maka tali pusat segera dipotong untuk memudahkan

melakukan tindakan resusitasi pada bayi.

11
e. Inisiasi menyusui dini (IMD) (Kemenkes,2010)

Untuk mempererat ikatan batin antara ibu-anak, setelah dilahirkan sebaiknya bayi

langsung diletakkan di dada ibunya sebelum bayi itu dibersihkan. Sentuhan kulit

dengan kulit mampu menghadirkan efek psikologis yang dalam antara ibu dan

anak. IMD dilanjutkan dengan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dan

diteruskan hingga dua tahun dengan pemberian makanan tambahan (PMT).

f. Posisi menyusui dan metode menyendawakan bayi (Kelly, Paula 2003 dalam

Wahyuningtyas, Esty dan Tiar, Estu 2010)

Posisi menyusui bayi ada tiga macam yaitu digendong, berbaring dan football

hold. Metode menyendawakan bayi ada tiga metode yakni disandarkan di bahu

ibu, bayi duduk di pangkuan ibu dan bayi berbaring dengan kepala miring

g. Pemberian salep antibiotik(Prawirohardjo,2010)

Dibeberapa negara perawatan mata bayi baru lahir secara hukum di haruskan untuk

mencegah terjadinya oftalmia neonatorum. Di daerah dimana prevalensi gonorea

tinggi, setiap bayi baru lahir perlu di beri salep mata sesudah 5 jam bayi lahir.

Pemberian obat mata eritromisin 130,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan untuk

pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit menular seksual).

h. Pemberian vitamin K

Kejadian perdarahan karena defisiensi vitamin K pada bayi baru lahir dilaporkan

cukup tinggi berkisar 0,25-0,5 %. Untuk mencegah terjadinya perdarahan tersebut

semua neonatus fisiologis dan cukup bulan perlu vitamin K peroral 1mg/hari

selama 3 hari, sedangkan bayi risiko tinggidiberi vitamin K parenteral dengan

dosis 0,5-1 mg I.M. (Prawirohardjo, 2009). Semua neonatus yang lahir harus diberi

12
penyuntikan vitamin K1 (Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri.

(Kemenkes, 2010)

i. Pemberian imunisasi bayi baru lahir (Depkes RI, 2010)

Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah penyuntikan

Vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui jalur

ibu ke bayi yang dapat menimbulkan kerusakan hati. Selanjutnya Hepatitis B dan

DPT diberikan pada umur 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Dianjurkan BCG dan

OPV diberikan pada saat bayi berumur 24 jam (pada saat bayi pulang dari klinik)

atau pada usia 1 bulan. Selanjutnya OPV diberikan sebanyak 3 kali pada umur2

bulan, 3 bulan, dan 4 bulan

j. Pemantauan bayi baru lahir (Prawirohardjo, 2010)

Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui aktivitas bayi

normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir yang

mememerlukan perhatian keluarga dan penolong persalinan serta tindak lanjut

petugas kesehatan.

1) Dua jam pertama sesudah lahirHal-hal yang dinilai waktu pemantaun bayi pada

jam pertama sesudah lahir meliputi:

a) Kemampuan mengisap kuat atau lemah

b) Bayi tampak aktif atau lunglai

c) Bayi kemerahan atau biru

13
2) Sebelum penolong persalinan meninggalkan ibu dan bayinyaPenolong

persalinan melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap ada tidaknya

masalah kesehatan yang memerlukan tindak lanjut seperti:

a) Bayi kecil untuk masa kehamilan atau bayi kurang bulan

b) Gangguan pernapasan

c) Hipotermia

d) Infeksi

e) Cacat bawaan dan trauma

k. Pemeriksaan fisik dan refleks bayi(Kemenkes, 2010)

Pemeriksaan bayi baru lahir dilakukan pada saat bayi berada dalam klinik (dalam

24 jam) dan dalam kunjungan neonatus sebanyak tiga kali kunjungan

C. Tinjauan tentang hubungan Evidence based Dengan Asuhan pada bayi

EBM mengakui nilai yang berbeda jenis bukti harus berkontribusi pada praktek

dan profesi kebidanan. Jurnal kualitatif mencakup aktif serta sebagai penelitian

kuantitatif, analisis filosofis dan konsep serta tinjauan pustaka terstruktur, tinjauan

sistematis, kohort studi, terstruktur, logis dan transparan, sehingga bidan benar dapat

menilai arti dan implikasi untuk praktek, pendidikan dan penelitian lebih lanjut.

Contoh Evidence Based pada bayi sebagai berikut :

1. Memulai pemberian ASI dini dan eksklusif

Menurut WHO (World Health Organization)dan UNICEF (United Nations

International Children's Emergency Fund), Protocol Evidence Based yang telah

diperbaharui tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam pertama mendapat kontak

14
kulit ke kulit dengan ibunya segera setelah lahir minimal satu jam, bayi harus

dibiarkan untuk melakukan inisiasi menyusu dan ibu dapat mengenali bayinya siap

untuk menyusui, menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada bayi

sampai dengan Inisiasi Menyusu selesai dilakukan.

Kesehatan untuk menjalankan proses Inisiasi Menyusu Dini, kewajiban ini berarti

memberikan Hak bagi ibu dan bayi untuk melakukan proses Inisiasi Menyusu Dini.

Dengan demikian, bidan berperan sangat penting dalam penerapan inisiasi menyusu

dini untuk menurunkan AKB. Upaya untuk mencegah kematian bayi baru lahir

dengan cara melakukan inisiasi menyusu dini yang sudah disosialisasikan di

Indonesia sejak agustus 2007 dengan cara melakukan inisiasi menyusu dini.

Berdasarkan evidence based yang up to date, upaya untuk peningkatan sumber daya

manusia antara lain dengan jalan memberikan ASI sedini mungkin (IMD) yang

dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan dan gizi bayi baru lahir yang akhirnya

bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB).

Inisiasi Menyusui Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan,

di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke

puting susu).

Pada prinsipnya IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi, bayi

ditengkurapkan di dada atau di perut ibu selekas mungkin setelah seluruh badan

dikeringkan (bukan dimandikan), kecuali pada telapak tangannya. Kedua telapak

tangan bayi dibiarkan tetap terkena air ketuban karena bau dan rasa cairan ketuban ini

sama dengan bau yang dikeluarkan payudara ibu, dengan demikian ini menuntun bayi

untuk menemukan puting. Lemak (verniks) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya

15
dibiarkan tetap menempel. Kontak antar kulit ini bisa dilakukan sekitar satu jam

sampai bayi selesai menyusu. Selain mendekatkan ikatan kasih sayang (bonding)

antara ibu dan bayi pada jam-jam pertama kehidupannya, IMD juga berfungsi

menstimulasi hormon oksitosin yang dapat membuat rahim ibu berkontraksi dalam

proses pengecilan rahim kembali ke ukuran semula. Proses ini juga membantu

pengeluaran plasenta, mengurangi perdarahan, merangsang hormon lain yang dapat

meningkatkan ambang nyeri, membuat perasaan lebih rileks, bahagia, serta lebih

mencintai bayi.

Tatalaksana inisiasi menyusu dini :

a. Inisiasi dini sangat membutuhkan kesabaran dari sang ibu, dan rasa percaya diri

yang tinggi dan membutuhkan dukungan yang kuat dari sang suami dan

keluarga, jadi akan membantu ibu apabila saat inisiasi menyusu dini suami atau

keluarga mendampinginya.

b. Obat-obatan kimiawi, seperti pijat, aroma therapi, bergerak, hypnobirthing dan

lain sebagainya coba untuk dihindari.

c. Ibulah yang menentukan posisi melahirkan, karena dia yang akan menjalaninya.

d. Setelah bayi dilahirkan, secepat mungkin keringkan bayi tanpa menghilangkan

vernix yang menyamankan kulit bayi.

e. Tengkurapkan bayi di dada ibu atau perut ibu dengan skin to skin contact,

selimuti keduanya dan andai memungkinkan dan dianggap perlu beri si bayi topi.

f. Biarkan bayi mencari puting ibu sendiri. Ibu dapat merangsang bayi dengan

sentuhan lembut dengan tidak memaksakan bayi ke puting ibunya.

16
g. Dukung dan bantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum

menyusu (pre-feeding) yang dapat berlangsung beberapa menit atau satu jam

bahkan lebih, diantaranya:

a. Istirahat sebentar dalam keadaan siaga, menyesuaikan dengan lingkungan.

b. Memasukan tangan ke mulut, gerakan mengisap, atau mengelurkan suara.

c. Bergerak ke arah payudara.

d. Daerah areola biasanya yang menjadi sasaran.

e. Menyentuh puting susu dengan tangannya.

f. Menemukan puting susu, reflek mencari puting (rooting) melekat dengan mulut

terbuka lebar.

g. Biarkan bayi dalam posisi skin to skin contact sampai proses menyusu pertama

selesai

h. Bagi ibu-ibu yang melahirkan dengan tindakan seperti oprasi, berikan

kesempatan skin to skin contact.

i. Bayi baru dipisahkan dari ibu untuk ditimbang dan diukur setelah menyusu awal.

Tunda prosedur yang invasif seperti suntikan vit K dan menetes mata bayi.

j. Dengan rawat gabung, ibu akan mudah merespon bayi. Andaikan bayi

dipisahkan dari ibunya, yang terjadi kemudian ibu tidak bisa merespon bayinya

dengan cepat sehingga mempunyai potensi untuk diberikan susu formula, jadi

akan lebih membantu apabila bayi tetapi bersama ibunya selama 24 jam dan

selalu hindari makanan atau minuman prelaktal. Setelah pemberian Inisiasi

Menyusu Dini (IMD), selanjutnya bayi diberikan ASI secara eksklusif. Yang

dimaksud dengan pemberian ASI secara eksklusif di sini adalah pemberian ASI

17
tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur 0 - 6

bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, baru ia mulai diperkenalkan dengan

makanan padat, sedangkan ASI dapat terus diberikan sampai bayi berusia 2

tahun atau lebih. ASI eksklusif sangat penting untuk peningkatan SDM di masa

yang akan datang, terutama dari segi kecukupan gizi sejak dini. Memberikan ASI

secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan menjamin tercapainya

pengembangan potensial kecerdasan anak secara optimal. Hal ini karena ASI

merupakan nutrien yang ideal dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan

dengan kebutuhan bayi. 

2. Baby friendly

Baby friendly atau dikenal dengan Baby Friendly Initiative (inisiasi sayang bayi)

adalah suatu prakarsa internasional yang didirikan oleh WHO/ UNICEF pada tahun

1991 untuk mempromosikan, melindungi dan mendukung inisiasi dan kelanjutan

menyusui.Program ini mendorong rumah sakit dan fasilitas bersalin yang

menawarkan tingkat optimal perawatan untuk ibu dan bayi. Sebuah fasilitas Baby

Friendly Hospital/ Maternity berfokus pada kebutuhan bayi dan memberdayakan ibu

untuk memberikan bayi mereka awal kehidupan yang baik. Dalam istilah praktis,

rumah sakit sayang bayi mendorong dan membantu wanita untuk sukses memulai dan

terus menyusui bayi mereka dan akan menerima penghargaan khusus karena telah

melakukannya. Sejak awal program, lebih dari 18.000 rumah sakit di seluruh dunia

telah menerapkan program baby friendly. Negara-negara industri seperti Australia,

Austria, Denmark, Finlandia, Jerman, Jepang, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swiss,

Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat telah resmi di tetapka sebagai rumah sakit

18
sayang bayi.

Dalam rangka mencapai program Baby Friendly Inisiative, semua provider rumah

sakit dan fasilitas bersalin akan:

a. Memiliki kebijakan tertulis tentang menyusui secara rutin dan dikomunikasikan

kepada semua staf tenaga kesehatan.

b. Melatih semua staf tenaga kesehatan dalam keterampilan yang diperlukan untuk

melaksanakan kebijakan ini.

c. Memberi tahu semua ibu hamil tentang manfaat dan penatalaksanaan menyusui

d. Membantu ibu untuk memulai menyusui dalam waktu setengah jam kelahiran.

e. Tampilkan pada ibu bagaimana cara menyusui dan cara mempertahankan

menyusui jika mereka harus dipisahkan dari bayi mereka.

f. Berikan ASI pada bayi baru lahir, kecuali jika ada indikasi medic

g. Praktek rooming-in agar memungkinkan ibu dan bayi tetap bersama-sama

h. Mendorong menyusui on demand

i. Tidak memberikan dot kepada bayi menyusui

j. Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan menganjurkan ibu

menghubungi mereka setelah pulang dari rumah sakit atau klinik.

3. Regulasi tubuh bayi Bayi Baru Lahir dengan Kontak Kulit ke Kulit

Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan mengalami

stress dengan adanya perubahan lingkungan dari dalam rahim ibu ke lingkungan luar

yang suhunya lebih tinggi. Suhu dingin ini menyebabkan air ketuban menguap lewat

kulit pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil

merupakan usaha utama seorang bayi untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya.

19
Kontak kulit bayi dengan ibu dengan perawatan metode kangguru dapat

mepertahankan suhu bayi dan mencegah bayi kedinginan/ hipotermi. Keuntungan

cara perawatan bayi dengan metode ini selain bisa memberikan kehangatan, bayi juga

akan lebih sering menetek, banyak tidur, tidak rewel dan kenaikan berat badan bayi

lebih cepat. Ibu pun akan merasa lebih dekat dengan bayi, bahkan ibu bisa tetap

beraktivitas sambil menggendong bayinya.

Cara melakukannya:

a. Gunakan tutup kepala karena 25% panas hilang pada bayi baru lahir adalah

melalui kepala.

b. Dekap bayi diantara payudara ibu dengan posisi bayi telungkup dan posisi kaki

seperti kodok serta kepala menoleh ke satu sisi.

c. Metode kangguru bisa dilakukan dalam posisi ibu tidur dan istirahat

d. Metode ini dapat dilakukan pada ibu, bapak atau anggota keluarga yang dewasa

lainnya.

Kontak kulit ke kulit sangat berguna untuk memberi bayi kesempatan dalam

menemukan puting ibunya, sebelum memulai proses menyusui untuk pertama

kalinya. Inilah kunci dari inisiasi menyusui dini yang akan sangat berpengaruh

dalam proses ASI Eksklusif selama 6 bulan setelahnya

4. Pemotongan tali pusat

Berdasarkan evidence based, pemotongan tali pusat lebih baik ditunda karena

sangat tidak menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi ibunya. Mengingat

fenomena yang terjadi di Indonesia antara lain tingginya angka morbiditas ataupun

mortalitas pada bayi salah satunya yang disebabkan karena Asfiksia

20
Hyperbillirubinemia/ icterik neonatorum, selain itu juga meningkatnya dengan tajam

kejadian autis pada anak-anak di Indonesia tahun ke tahun tanpa tahu pemicu

penyebabnya. Ternyata salah satu asumsi sementara atas kasus fenomena di atas

adalah karena adanya ICC (Imediettly Cord Clamping) di langkah APN yaitu

pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir. Benar atau tidaknya asumsi tersebut,

beberapa hasil penelitian dari jurnal-jurnal internasional di bawah ini mungkin bisa

menjawab pertanyaan di atas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinmond, S. et al. (1993)

menunjukkan bahwa pada bayi prematur, ketika pemotongan tali pusat ditunda paling

sedikit 30 menit atau lebih, maka yang akan :

a. Menunjukkan penurunan kebutuhan untuk tranfusi darah

b. Terbukti sedikit mengalami gangguan pernapasan

c. Hasil tes menunjukkan tingginya level oksigen

d. Menunjukkan indikasi bahwa bayi tersebut lebih viable dibandingkan dengan bayi

yang dipotong tali pusatnya segera setelah lahir

e. Mengurangi resiko perdarahan pada kala III persalinan

f. Menunjukkan jumlah hematokrit dan hemoglobin dalam darah yang lebih baik.

Dalam jurnal ilmiah yang dilakukan oleh George Marcom Morley (2007)

dikatakan bahwa seluruh proses biasanya terjadi dalam beberapa menit setelah

kelahiran, dan pada saat bayi mulai menangis dan kulitnya berwarna merah muda,

menandakan prosesnya sudah komplit. Menjepit dan memotong tali pusat pada

saat proses sedang berlangsung, dari sirkulasi oksigen janin menjadi sistem

sirkulasi bayi sangat menggangu sistem pendukung kehidupan ini dan bisa

21
menyebabkan penyakit serius. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa saat talipusat

dilakukan pengekleman, pulse rate dan cardiac out put berkurang 50% karena

50% dari vena yang kembali ke jantung telah dimatikan (clamped off). Banyak

sekali akibat yang tidak menguntungkan pada pemotongan tali pusat segera

setelah bayi lahir dan dalam penelitian ini dikatakan resiko untuk terjadinya brain

injury, cerebral palsy, asfiksia, autis, kejadian bayi kuning bahkan anemia pada

bayi sangatlah banyak.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eillen K. Hutton (2007) bahwa dengan

penundaan pemotongan tali pusat dapat:

a. Peningkatan kadar hematokrit dalam darah

b. Peningkatan kadar hemoglobin dalam darah

c. Penurunan angka Anemia pada bayi

d. Penurunan resiko jaudice/ bayi kuning

Mencermati dari hasil-hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa

pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir sangat tidak menguntungkan baik

bagi bayi maupun bagi ibunya. Namun dalam praktek APN dikatakan bahwa

pemotongan tali pusat dilakukan segera setelah bayi lahir. Dari situ kita bisa lihat

betapa besarnya resiko kerugian, kesakitan maupun kematian yang dapat terjadi.

Penjepitan tali pusat menjadi penting karena dapat menyediakan sumber Felebih

banyak dibanding penjepitan tali pusat dini. Penkepitan tali pusat membiarkan

aliran darah dan oksigen dari plasenta ke bayi melalui tali pusat yang terjadi sejak

dalam kandungan (baby’s lifeline) untuk melanjutkan peran penyuplai darah yang

22
teroksigenisasi, memfasilitasi perfusi paru dan mendukung transisi bayi menuju

pernafasan sendiri yang efektif

5. Perawatan tali pusat

Saat bayi dilahirkan, tali pusar (umbilikal) yang menghubungkannya dan plasenta

ibunya akan dipotong meski tidak semuanya. Tali pusar yang melekat di perut bayi,

akan disisakan beberapa senti. Sisanya ini akan dibiarkan hingga pelan-pelan

menyusut dan mengering, lalu terlepas dengan sendirinya. Agar tidak menimbulkan

infeksi, sisa potongan tadi harus dirawat dengan benar.

Cara merawatnya adalah sebagai berikut :

a. Saat memandikan bayi, usahakan tidak menarik tali pusat. Membersihkan tali

pusat saat bayi tidak berada di dalam bak air. Hindari waktu yang lama bayi di

air karena bisa menyebabkan hipotermi.

b. Setelah mandi, utamakan mengerjakan perawatan tali pusat terlebih dahulu.

c. Perawatan sehari-hari cukup dibungkus dengan kasa steril kering tanpa diolesi

dengan alkohol. Jangan pakai betadine karena yodium yang terkandung di

dalamnya dapat masuk ke dalam peredaran darah bayi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan kelenjar gondok.

d. Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak karena dapat

menjadi media yang baik bagi tumbuhnya kuman.

e. Tetaplah rawat tali pusat dengan menutupnya menggunakan kasa steril hingga

tali pusat lepas secara sempurna.

Perawatan tali pusat untuk bayi baru lahir yaitu dengan tidak membungkus

puntung tali pusat atau perut bayi dan tidak mengoleskan cairan atau bahan

23
apapun ke puntung tali pusat. (JNPK-KR, 2008). Upaya untuk mencegah infeksi

tali pusat sesungguhnya merupakan tindakan sederhana, yang penting adalah tali

pusat dan daerah sekitarnya selalu bersih dan kering. Sudah banyak penelitian

yang dilakukan untuk meneliti bahan yang digunakan untuk merawat tali pusat.

Perawatan tali pusat secara medis menggunakan bahan antiseptik yang meliputi

alkohol 70% atau antimikrobial seperti povidon-iodin 10% (Betadine),

Klorheksidin, Iodium Tinstor dan lain-lain yang disebut sebagai cara modern.

Sedangkan perawatan tali pusat metode tradisional menggunakan madu, Minyak

Ghee (India) atau kolos.

Dore 1998 membuktikan adanya perbedaan antara perawatan tali pusat yang

menggunakan alkohol pembersih dan dibalut kasa steril. Ia menyimpulkan

bahwa waktu pelepasan tali pusat kelompok alkohol adalah 9,8 hari dan

mengalami kering 8,16 hari. Penelitian ini merekomendasikan untuk tidak

melanjutkan penggunaan alkohol dalam merawat tali pusat. Penelitian

Kurniawati 2006 di Indonesia membuktikan bahwa waktu pelepasan tali pusat

menggunakan ASI adalah 127 jam (Waktu tercepat 75 Jam) dan waktu pelepasan

menggunakan tehnik kering terbuka (Tanpa diberi apapun) rata-rata 192,3 jam

(Waktu tercepat 113 jam). Hasil penelitian Triasih, Widowati Haksari dan

Surjono yang belum di publikasikan menemukan rata-rata waktu pelepasan tali

pusat pada kelompok kolostrum lebih pendek bermakna dibanding kelompok

alkohol (133,5±38,0 jam vs. 188,0 ±68,8 jam), Perbedaan rata-rata 54,5 jam. Dan

lebih efektif untuk perawatan tali pusat pada bayi sehat yang lahir cukup

bulan.Dore (1998)dan WHO(1998)tidak merekomendasikan pembersihan tali

24
pusat menggunakan alkohol karena memperlambat penyembuhan dan

pengeringan luka. WHO menjelaskan bahwa aplikasi antimikrobial topikal pada

tali pusat masih kontroversi dan hasil dari beberapa penelitian masih belum dapat

disimpulkan apakah aplikasi antimikrobial topikal adalah zat terbaik dalam

menjaga tali pusat tetap bersih. Penggunaan antimikrobakterial juga cenderung

meningkatkan pembiayaan.

Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa dengan membiarkan tali pusat

mengering, tidak ditutup, hanya dibersihkan setiap hari dengan air bersih,

merupakan cara paling efektif dan murah untuk perawatan tali pusat. (Sodikin,

2009).

BAB III
PEMBAHASAN

JURNAL : DETERMINAN PENERAPAN INISIASI MENYUSUI DINI OLEH


BIDAN BERDASARKAN EVIDENCE BASED DI PUSKESMAS RAWAT
INAP KOTA TOMOHON TAHUN 2017

Fredrika Nancy Losu1, Widiyah Sulawesiana

Abstrak
Latar Belakang : Inisiasi Menyusu Dini di Sulawesi Utara tahun 2010 menunjukkan
20,0 % dan pada tahun 2013menjadi 29,0 %, hanya meningkat 9% selama kurun

25
waktu 2 tahun sedangkan target WHO dikatakan baik jika mencapai 50 –89 %, ini
berarti target belum tercapai.Studi pendahuluan di Puskesmas Rawat Inap Kota
Tomohon dilakukan dengan caraobservasi, masih ditemukan tindakan persalinan
langsung memisahkan bayi dari ibunya setelah dilahirkan, ini berarti tidak
menerapkan inisiasi menyusu dini.
Tujuan :Untuk mengetahui determinan penerapan inisiasi menyusu dini oleh bidan
berdasarkan evidence based.
Metode :Jenis penelitianyang dipakai adalah Survei Analitik. Design yang digunakan
adalah cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah 42 bidan di Puskesmas
Rawat Inap Kota Tomohon, Cara pengambilan sampel berdasarkan besar populasi
yang berjumlah 42 bidan.
Hasil Penelitian :Sebagian besar bidan dengan kategori pengetahuan baik dan tidak
menerapkan IMD berdasarkan evidence basedyaitu 32 bidan (76,2%) dan bidan
dengan kategori pengetahuan kurang juga tidak menerapkan IMD berdasarkan
evidence basedyaitu 10 bidan (23,8%) sedangkan bidan dengan kategori pendidikan
baik dan menerapkan IMD berdasarkan evidence basedyaitu 4 bidan (100,0%) dan
bidan dengan kategori pendidikan kurang dan menerapkan IMD berdasarkan
evidence basedyaitu tidakditemukan.Kesimpulan :Sebagian besar bidan dengan
kategori pengetahuan baik tidak menerapkan IMD berdasarkan evidence basedyaitu
32 bidan (76,2%) dan bidan dengan kategori pengetahuan kurang juga tidak
menerapkan IMD berdasarkan evidence basedyaitu 10bidan (23,8%) sedangkan bidan
dengan kategori pendidikan baik menerapkan IMD berdasarkan evidence basedyaitu
4 bidan (100,0%) dan bidan dengan kategori pendidikan kurang menerapkan IMD
berdasarkan evidence basedyaitu tidak ditemukan.

JURNAL : PERAWATAN BAYI BARU LAHIR (BBL) PADA IBU USIA PERKAWINAN
KURANG DARI 18 TAHUN (Di Wilayah Puskesmas Tiron Kabupaten Kediri)

 dian Rahmawati akademi kebidanan dharma husada


 Delialika Ady Meiferina akademi kebidanan dharma husada

Abstract
26
Bayi baru lahir (BBL) sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan virus dan
kuman selama proses persalinan maupun beberapa saat setelah lahir. Perawatan BBL yang tidak
tepat dapat menimbulkan masalah kesehatan pada bayi sampai kematian. Kesalahan tersebut
dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kesiapan ibu dalam perawatan BBL. Usia perkawinan
ibu yang terlalu muda (kurang dari 18 tahun) memungkinkan kurangnya pengetahuan dan
kesiapan ibu dalam perawatan BBL. Di Jawa Timur (2015), remaja yang menikah di usia dini
sebanyak 53 per 1000 pernikahan dan angka rata-rata nasional 48 per 1000 pernikahan. Hasil
wawancara terhadap 3 ibu BBL dengan usia kurang dari 18 tahun diketahui bahwa 2 orang
(66,67%) belum mengetahui cara merawat bayinya yang benar. Perawatan BBL yang dimaksud
antara lain perawatan tali pusat, memandikan bayi, memberi minum, membersihkan telinga,
membersihkan alat kelamin, mengganti popok bayi, dan menggunting kuku. Untuk itu penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perawatan BBL pada ibu usia perkawinan kurang dari
18 tahun di wilayah Puskesmas Tiron kabupaten Kediri.

JURNAL : ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS FISIOLOGI PADA BAYI NY. M DI PMB

SRI HARNINGSIH, S.ST PUJODADI PRINGSEWU Siti Marfuah

Abstrak

Neonatus adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah kelahiran. Masa neonatus
merupakan masa kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus. Neonatus harus beradaptasi
dengan keadaannya yang sekarang dan sangat bergantung kepada sang ibu sampai menjadi mandiri.
sehingga ibu harus bisa menjaga kehangatan dan merawat bayinya setiap hari, melakukan perawatan
bayi yang benar dan tepat agar terciptanya hidup yang sehat tujuanya mampu melakukan asuhan
kebidanan Neonatus Normal pada bayi Ny. M secara komprehensif dengan pendekatan manajemen

27
kebidanan dan didokumentasikan dengan menggunakan metode SOAP. Metode penyusunan Laporan
Tugas Akhir ini menggunakan deskriptif dengan study kasus. Sample Laporan Tugas Akhir ini pada bayi
baru lahir yang berjumlah satu orang yang ditunjuk oleh bidan. Bayi baru lahir ini akan diberikan asuhan
kebidanan dengan menggunakan 7 langkah varney dengan metode dokumentasi SOAP. Laporan tugas
akhir ini dilakukan pada periode kedua pada tanggal 28 April–4 Mei 2019. Hasil pemeriksaan ini bahwa
keadaan neonatus yaitu normal BB: 3.200 gram, PB: 50 cm, LK: 31 cm, LD: 33 cm, LL: 11 cm, Suhu : 350C,
Pernafasan 40x/menit, Laju jantung 130x/menit. Bayi Ny. M umur 1 hari cukup bulan sesuai dengan usia
kehamilan. Neonatus mendapatkan asuhan secara komprehensif dan mendapatkan konseling tentang
ASI eksklusif, tanda bahaya neonatus dan cara perawatan tali pusat. Kata Kunci : Neonatus Fisiologi
Referensi : 12 (2010–2017)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Evidence based

Evidence Base-Midwifery dapat disimpulkan sebagai asuhan kebidanan berdasarkan

bukti penelitian yang telah teruji menurut metodologi ilmiah yang sistematis. Dengan

28
demikian, dalam praktek, EBM memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik

dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya dan dipertanggung

jawabkan.

2. Asuhan pada bayi

Jika semua penolong persalinan dan asuhan pada bayi dilatih agar kompeten

untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap

berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara

adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan yang optimal maka semua

upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau

kematian bayi baru lahir.

3. Hubungan evidence based dengan asuhan pada bayi

Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya yang berdasarkan evidence

based terkini, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering

terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya

penurunan angka kematian bayi baru lahir.

B. Saran

1. Evidence based

Adapun saran kami sebagai penyusun, yaitu sebagai seorang yang menggeluti

profesi kebidanan kita bisa lebih membuka wawasan tentang Evidence based

2. Asuhan pada bayi

29
Sebagai seorang bidan kita harus mampu melakukan asuhan pada bayi dengan

selalu meningkatkan Pengetahuan tantang asuhan pada bayi

Sehingga dapat menurungkan AKB.

3. Hubungan evidence based dengan asuhan pada bayi

Sebagai seorang bidan harus mampu memahami hubungan evidence based

dengan asuhan pada bayi sehingga kita dapat memberikan asuhan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:Depkes RI

Dewi, V.N.L. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika.

Ellen Pesak.2017. Determinan penerapan Inisiasi Menyusui Dini oleh Bidan berdasarkan
Evidence Based di Puskesmas rawat inap kota Tomohon.Online :
file:///C:/Users/DEVTEK/AppData/Local/Temp/761-Article%20Text-1315-1-10-
20191112.pdf, diakses tanggal 31 Desember 2020.
Ni wayan Artini.2017. Asuhan kebidanan :neonates, bayi, balita dan prasekolah. Yogyakarta
:Andi

30
Novita Rudiyanti.2013. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Inisiasi
Menyusu Dini. Jurnal Keperawatan. Vol XI, No 1.http://poltekkes-
tjk.ac.id/ejurnal/index.php/JKEP/article/view/2675 29 Desember 2020

Prawirohardjo, Sarwono.2010.Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina PustakaSarwono


Prawirohardjo.
. http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/06/evidence-based-pada-asuhan- neonatus.html

31

Anda mungkin juga menyukai