DISUSUN OLEH :
NIM : BK2212117
KELOMPOK : VI (ENAM)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat
dan karunianya. Sehingga dengan izinnya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ”
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS BERDASARKAN KONSEP
EVIDENCE BASED” yang diberikan oleh dosen sebagai salah satu syarat memenuhi tugas
kelompok.
Sangat disadari bahwa penulis tugas makalah ” ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU
NIFAS BERDASARKAN KONSEP EVIDENCE BASED” ini jauh dari kesempurnaan,
penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran demi tugas makalah kelompok kami.
Selesainya tugas ini tidak lepas dari dukungan teman teman kelompok oleh karena itu sudah
sepantasnya penulis dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati mengucapkan banyak
terima kasih sebesar besarnya terutama pada Ibu dosen.
Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang sangat bersifat membangun sangat penulis harapkan dalam
penyempurnaan tugas makalah ini serta sebagai bahan pembelajaran dalam penyusunan tugas
makalah selanjutnya
Penulis,
2
DAFTAR ISI
JUDUL ....................................................................................................... 1
AVIDENCE BASED..................................................................................................... 8
C. INFEKSI NIFAS........................................................................................................... 12
A. KESIMPULAN ...................................................................................................... 25
B. SARAN ................................................................................................................... 25
3
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas atau puerperium adalah masa setelah partus selesai sampi pulihnya
kembali alat-alat kandungan seperto sebelum hamil. Lamanya masa nifas ini yaitu kira-
kira 6-8 minggu. (Abidin, 2011) Tahap-tahap masa nifas meliputi : puerperium dini,
puerperium intermedial, remot puerperium.
Tidak dapat dipungkiri bahwa periode nifas adalah masa yang beresiko terhadap
ibu dan bayi baru lahir, namun mendapat perhatian yang sangat sedikit oleh petugas
kesehatan, tidak sebesar pada masa hamil dan melahirkan. Hal yang sama juga terjadi di
Indonesia, dimana cakupan kunjungan nifas hanya mencapai 86,64%, sementara cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 90,88%.
Fakta lain menyebutkan bahwa dari 30 negara sedang berkembang yang disurvey
sejak tahun 1999 – 2004, terdapat 40% ibu melahirkan yang tidak pernah memperoleh
perawatan nifas. Di antara ibu melahirkan di luar fasilitas kesehatan, rata-rata lebih dari
70% tidak menerima perawatan postpartum. Di antara semua ibu yang menerima
perawatan postpartum, 57% diperoleh dari tenaga kesehatan dan sisanya menerima
perawatan dari dukun bersalin tradisional (Traditional Birth attendance / TBA) sebesar
36% dan dari sumber lainnya sebesar 7%.
Pada jam, hari dan minggu pertama setelah persalinan adalah waktu yang
berbahaya bagi ibu dan bayi yang baru lahir. Di antara lebih dari 500.000 wanita yang
meninggal setiap tahun karena komplikasi kehamilan dan persalinan, sebagian besar
kematian terjadi selama atau segera setelah melahirkan. Setiap tahun tiga juta bayi
meninggal pada minggu pertama kehidupan, dan 900.000 lainnya mati dalam tiga
minggu ke depan. Adapun proporsi kematian ibu dan bayi pada masa nifas dalam satu
minggu pertama persalinan dapat dilihat pada grafik berikut ini.
4
Sumber: WHO (2010)
Perdarahan dan infeksi setelah proses persalinan untuk banyak kematian ibu,
sementara kelahiran prematur, asfiksia dan infeksi berat berkontribusi pada dua pertiga
dari semua kematian neonatal. Perawatan yang tepat di jam-jam pertama dan hari-hari
setelah melahirkan dapat mencegah sebagian besar kematian ini. WHO
merekomendasikan agar para ahli kesehatan yang terampil menghadiri semua kelahiran,
untuk memastikan hasil terbaik bagi ibu dan bayi yang baru lahir.
Namun, sebagian besar wanita masih kurang peduli. Rata-rata, penolong kelahiran
terampil mencakup 66% kelahiran di seluruh dunia, dan beberapa bagian Afrika dan Asia
memiliki tingkat cakupan yang jauh lebih rendah. Fakta bahwa dua pertiga kematian ibu
dan bayi baru lahir terjadi pada dua hari pertama setelah kelahiran membuktikan
kurangnya perawatan.
5
Karena permasalahan tersebut, pelayanan kesehatan harus lebih ditingkatkan
menjadi lebih baik. Cara yang dilakukan salah satunya dengan menerapkan evidence
based practice, dimana semua tindakan didasarkan pada bukti penelitian yang telah
dilakukan. Tujuan dari evidence base pada masa nifas yaitu untuk mengetahui
kesejahteraan ibu dan bayi, baik dari kesehatan, kebersihan, nutrisi, pemberian ASI,
tanda bahaya masa nifas dan perdarahan. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan
kompetensi tenaga kesehatan dan ibu nifas beserta bayi dapat sehat dan terhindar dari
kematian.
.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan evidence based?
2. Apa saja asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan memanfaatkan evidence based?
3. Apa yang dimaksud dengan infeksi nifas dan jenis-jenis infeksi nifas?
C. TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian evidence based.
2. Untuk mengetahui bagaimana asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan
memanfaatkan konsep evidence based.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan infeksi nifas dan jenis-jenisnya.
6
BAB II
PEMBAHASAN
2. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan Evidence Based antara lain:
a. Keamanan bagi tenaga kesehatan karena intervensi yang dilakukan
berdasarkan bukti ilmiah.
b. Meningkatkan kompetensi (kognitif).
c. Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagai professional dalam memberikan
asuhan yang bermutu.
7
d. Memenuhi kepuasan pelanggan yang mana dalam asuhan kebidanan klien
mengharapkan asuhan yang benar sesuai dengan bukti dan teori serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
8
3) Mendorong ibu untuk menyusui ayinya dengan meningkatkan rasa
nyaman.
4) Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang berkaitan ibu
dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
5) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
6) Memberikan informasi dan konseling untuk ibu dan keluarganya
mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya,
menjaga gizi yang baik, serta mempraktikan kebersihan yang aman.
7) Melakukan menejemen asuhan kebidanan dengan cara mengumpulkan
data, menetapkan diagnose dan rencana tindakan serta melaksanakannya
untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas.
8) Memberikan asuhan kebidanan secara professional.
9) Mendukung pendidikan kesehatan termasuk pendidikan dalam peranannya
sebagai orangtua.
d. Tahapan Masa Nifas
Nifas dapat dibagi ke dalam 3 periode :
1) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan
2) Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu
3) Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali dan
sehat sempurna baik selama hamil ataupun sempurna berminggu-minggu,
berbulan-bulan atau tahunan.
e. Perubahan fisik masa nifas
1) Rasa kram dan mules dibagian bawah perut akibat penciutan rahim
(involusi)
2) Keluarnya sisa-sisa darah dari vagina (Lochia)
3) Kelelahan kaena proses melahirkan
4) Pembentukan ASI sehingga payudara membesar
5) Kesulitan buang sir besar (BAB) dan BAK
6) Ganggun otot (betis, dada, perut, panggul dan bokong).
7) Perlukaan jalan lahir (lecet atau jahitan)
9
Perubahan psikis masa nifas
1) Perasaan ibu berfokus pada dirinya, berlangsung setelah melahirkan
sampai hari ke 2 (Fase Taking In)
2) Ibu merasa kuatir akan ketidakmampuan merawat bayi, muncul perasaan
sedih (Baby Blues disebut Fase Taking Hold hari ke 3-10)
3) Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayinya disebut Fase
Letting Go. (hari ke 10-akhir masa nifas)
f. Pengeluaran lochea terdiri dari:
1) Lochea rubra : Hari ke 1-2 : Terdiri dari darah yang bercampur sisa-sisa
ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa vernix kaseosa, lanugo dan mekonium.
2) Lochea sanguinolenta : Hari ke 3-7, terdiri dari : Darah bercampur lender,
warna kecoklatan/
3) Lochea serosa : Hari ke 7—14, berwarna kekuningan
4) Lochea alba : Hari ke 14- selesai nifas, hanya merupakan cairan putih
lochea yang berbau busuk dan terinfeksi disebut lochea purulent
g. Tujuan kunjungan masa nifas yaitu :
1) Menilai kondisi kesehatan Ibu dan bayi
2) Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya
gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya
3) Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas
4) Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibu nifas maupun bayinya.
h. Kunjungan masa nifas terdiri dari :
1) Kunjungan 1 : 6-8 jam setelah persalinan, tujuannya:
a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, merujuk bila
perdarahan berlanjut.
c) Memberian konseling pada Ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d) Pemberian ASI awal.
e) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
f) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
i. Kunjungan II : 6 hari setelah persalinan, tujuannya:
1. Memastikan, fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal.
10
2. Menilai adanya tanda-tanda demam infeksi atau perdarahan abnormal.
3. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, minuman dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan dan memperhatikan tanda-tanda
penyakit.
5. Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
j. Kunjungan III : 2 minggu setelah persalinan, Tujuannya: sama dengan di atas (6
hari setelah persalinan).
k. Kunjungan IV : 6 minggu setelah persalinan, Tujuannya : Menanyakan ibu
tentang penyakit-penyakit yang di alami, Memberikan konseling untuk KB
secara dini (Mochtar, 1998).
11
C. INFEKSI NIFAS
1. Definisi
Infeksi nifas merupakan infeksi yang terjadi setelah ibu bersalin sampai
hari ke 42 hari pasca persalinan. Infeksi nifas dapat dicegah tanda gejala infeksi
masa nifas adalah demam, nyeri panggul, lochea berbau dan sub involusi uterus.
Infeksi masa nifas masih berperan sebagai penyebab utama kematian ibu
terutama di negara berkembang seperti di Indonesia. Adapun faktor-faktor
penyebab terjadinya infeksi nifas diantaranya yaitu daya tahan tubuh yang kurang,
perawatan nifas yang kurang baik, kurang gizi/mal nutrisi, hygiene yang kurang
baik, serta kelelahan. Dan yang menjadi faktor utama penyebab terjadinya infeksi
pada masa nifas yaitu adanya perlukaan pada perineum (Widyastuti, 2016). Dalam
persalinan normal (pervaginam) dapat terjadi perlukaan pada perineum baik itu
karena robekan spontan maupun episiotomi. Di Indonesia luka perineum dialami
oleh 75% ibu yang melahirkan pervaginam. Pada tahun 2013 ditemukan bahwa
dari total 1951 kelahiran spontan pervaginam, 57% ibu mendapat jahitan
perineum yaitu 28% karena episiotomi dan 29% karena robekan spontan (Depkes
RI, 2013). Infeksi pada masa nifas menyokong tingginya mortalitas maternal di
Indonesia. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu nifas, penelitian
oleh Eka & Heliyanah (2018), menunjukkan 60% ibu nifas kurang mengetahui
tentang perawatan luka perineum. Umumnya luka perineum membutuhkan waktu
untuk sembuh 6 hingga 7 hari, namun ada yang mengalami keterlambatan dalam
penyembuhannya. Perawatan perineum yang tidak benar dapat mengakibatkan
kondisi perineum yang terkena lokhea akan lembab dan sangat menunjang
perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada
perineum. Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat
juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan
menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka
(Marmi, 2014). Untuk mencegah infeksi pada ibu nifas karena luka perineum,
dilakukan upaya untuk mempercepat penyembuhan pada luka perineum.
12
2. Jenis-jenis infeksi nifas
a. Endometritis
Endometritis adalah infeksi atau inflamasi pada jaringan
endometrium uterus. Lapisan muskular atau miometrium sering ikut
terlibat, sehingga sering pula digunakan istilah “endomiometritis” untuk
menggambarkan penyakit ini.
Endometritis dapat dibagi menjadi dua yakni terkait kehamilan atau obstetrik
dan tidak terkait kehamilan. Pada kondisi yang tidak terkait dengan kehamilan,
endometritis dikenal dengan istilah penyakit radang panggul (Pelvic
Inflammatory Disease/ PID). PID sendiri terdiri atas spektrum gangguan
peradangan pada traktus genitalia wanita atas meliputi
endometritis, salpingitis, abses tuboovarium, dan peritonitis pelvis.
13
dan invasi neutrofil pada epitel superfisial dari endometrium, kelenjar lumina,
dan kavum uteri.
14
yaitu clindamycin 900 mg intravena tiap 8 jam, dikombinasikan
dengan gentamicin 5 mg/kg intravena tiap 24 jam.
Meskipun terapi endometritis kronis utamanya adalah pemberian
antibiotik oral, namun regimen dan pendekatannya memiliki perbedaan
dengan endometritis akut. Tidak ada regimen antibiotik khusus untuk
endometritis kronis, pemberian antibiotik didasarkan pada hasil kultur dan
pewarnaan Gram dari aspirasi atau biopsi endometrium diikuti dengan aspirasi
endometrium ulang setelah pengobatan selesai.
b. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum, yaitu selaput tipis
yang membatasi dinding perut bagian dalam dan organ-organ
perut. Peradangan ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri atau
jamur. Jika tidak ditangani, infeksi pada peritonitis dapat menyebar
ke seluruh tubuh.
Normalnya, peritoneum bersih dari mikroorganisme. Lapisan ini
berfungsi untuk menyangga organ di dalam rongga perut dan melindunginya
dari infeksi. Namun, pada kondisi tertentu atau jika terdapat penyakit atau
masalah pada saluran pencernaan, peritoneum dapat mengalami peradangan.
Peritonitis primer (spontan), yang terjadi akibat infeksi bakteri atau jamur
langsung di peritoneum
15
Peritonitis sekunder, yang terjadi ketika bakteri atau jamur dari dalam
organ sistem pencernaan masuk ke peritoneum karena adanya suatu kondisi
pendahulu
1. Penyebab Peritonitis
Peritonitis primer paling sering terjadi karena sirosis hati yang disertai
penumpukan cairan di rongga perut (asites). Namun, kondisi lain yang juga
dapat menyebabkan asites, seperti gagal jantung atau gagal ginjal, turut bisa
menyebabkan peritonitis primer.
Selain itu, prosedur medis cuci darah untuk gagal ginjal yang
dilakukan dengan memasukkan cairan ke dalam rongga perut (CAPD) juga
merupakan penyebab umum peritonitis primer.
2. Gejala Peritonitis
Gejala yang umumnya dialami oleh penderita peritonitis, antara lain:
Nyeri perut yang makin terasa jika bergerak atau disentuh
Perut kembung
Mual dan muntah
Demam
Lemas
16
Nafsu makan menurun
Terus-menerus merasa haus
Diare
Sembelit dan tidak bisa buang gas
Jumlah urine yang keluar sedikit
Jantung berdebar
c. Bendungan Asi
d. Infeksi Payudara
17
Mastitis atau infeksi payudara adalah peradangan di jaringan
payudara. Kondisi ini umumnya terjadi pada ibu menyusui, terutama
pada 6–12 minggu pertama setelah persalinan.
Mastitis biasanya hanya menyerang salah satu payudara, tetapi juga
tidak menutup kemungkinan terjadi pada kedua payudara. Mastitis
menyebabkan penderitanya sulit menyusui sehingga aktivitas menyusui
menjadi terhambat atau terhenti.
Meski demikian, menyusui sebaiknya tetap dilakukan karena kondisi
ini tidak berbahaya bagi bayi. Kandungan antibakteri dalam ASI membuat
bayi terlindungi dari infeksi dan malah mempercepat penyembuhan mastitis.
Penyebab Mastitis
Mastitis biasanya dialami oleh ibu menyusui. Meski begitu, kondisi ini
juga bisa dialami oleh wanita yang tidak menyusui dan wanita yang telah
menopause. Bahkan, pada kasus yang jarang terjadi, mastitis juga bisa terjadi
pada pria.
Berikut ini adalah penjelasan penyebab mastitis pada ibu menyusui dan
pada wanita yang tidak menyusui:
18
2. Pada wanita yang tidak menyusui
Meskipun jarang, mastitis juga dapat terjadi pada wanita yang tidak
menyusui dan pria. Kondisi ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti:
Cedera pada payudara
Daya tahan tubuh yang rendah, contohnya pada seseorang yang sedang
menjalani radioterapi
Kondisi medis, seperti diabetes, penyakit kronis, atau HIV/AIDS
Penyakit kulit, seperti eksim
Mencukur atau mencabut bulu di sekitar putting
Tindikan di payudara
Pemasangan implan pada payudara
Gejala Mastitis
Pada tahap awal, gejala mastitis umumnya timbul pada salah satu
payudara dan dapat terjadi secara tiba-tiba. Gejala tersebut berupa:
Pembengkakan pada payudara
Payudara kemerahan dan terasa hangat
Payudara terasa nyeri ketika disentuh
Nyeri atau sensasi terbakar pada payudara yang terjadi terus-menerus atau
saat menyusui
Selain gejala tersebut, ada beberapa keluhan lain yang dapat menyertai, yaitu:
19
Demam
Menggigil
Tubuh terasa lelah dan lemas
Tubuh terasa pegal
Mual
Keluarnya cairan yang mengandung nanah dari puting
Muncul benjolan di payudara
Pembesaran kelenjar getah bening di area ketiak atau leher
Pengobatan Mastitis
Pada pasien ibu menyusui dengan gejala ringan, mastitis sebaiknya
ditangani dengan pengobatan mandiri terlebih dahulu. Ada
beberapa tindakan yang dapat dilakukan di rumah untuk meredakan gejala
yang dialami, yaitu:
Berikan kompres hangat pada area payudara yang mengalami infeksi untuk
meredakan nyeri. Lakukan selama 15 menit, sebanyak 4 kali sehari.
Konsumsi obat pereda nyeri, seperti iburofen dan paracetamol, untuk
membantu meredakan nyeri.
Perbanyak istirahat dan minum cairan.
Konsumsi makanan sehat dan mengandung nutrisi yang seimbang.
Hindari mengenakan pakaian dan bra yang terlalu ketat.
Pijat payudara untuk melancarkan penyumbatan, terutama dengan memijat
area benjolan atau yang terasa nyeri. Pemijatan dilakukan perlahan ke arah
puting untuk melancarkan aliran ASI.
Selain itu, gejala mastitis juga dapat diredakan dengan beberapa teknik
menyusui, seperti:
Mulai menyusui dengan payudara yang mengalami pembengkakan.
Pastikan posisi mulut bayi benar dan bayi dapat menyedot ASI dengan baik.
Lakukan aktivitas menyusui secara teratur setiap 2 jam sekali dengan posisi
yang berbeda-beda.
Perah ASI dari payudara menggunakan pompa ASI atau tangan saat
payudara terasa penuh.
20
Konsultasikan dengan dokter untuk meningkatkan pengetahuan tentang
teknik dan posisi menyusui yang baik.
Jika mastitis pada ibu menyusui tidak dapat diatasi dengan pengobatan
mandiri, atau terjadi pada wanita yang tidak menyusui, dokter dapat
memberikan antibiotik untuk dikonsumsi selama 10–14 hari.
Mastitis umumnya akan membaik dalam waktu 2–3 hari sejak awal
pengobatan. Meski demikian, antibiotik sebaiknya tetap dikonsumsi sampai
habis agar infeksi tidak muncul kembali.
Penting untuk diingat bahwa menyusui saat menderita mastitis aman
untuk dilakukan meski ibu sedang mengonsumsi antibiotik. ASI mengandung
antibakteri yang dapat membantu bayi melawan infeksi.
Selain itu, menyusui dapat membantu mengatasi infeksi karena
membantu melancarkan penyumbatan. Sebaliknya, menyapih bayi secara tiba-
tiba dapat memperburuk infeksi.
Komplikasi Mastitis
Mastitis yang terlambat ditangani dapat menimbulkan beberapa
komplikasi, yaitu:
Abses payudara
Abses yaitu benjolan bernanah yang terbentuk di payudara dan terasa nyeri.
Pada kondisi ini, tindakan operasi kecil diperlukan untuk mengeluarkan
nanah dari dalam payudara.
Infeksi jamur
Penggunaan antibiotik secara berlebihan bisa memicu pertumbuhan jamur
secara berlebihan di dalam tubuh. Kondisi ini dapat menyebabkan infeksi
jamur pada payudara, yang ditandai dengan puting kemerahan, serta nyeri
dan panas di payudara.
Pencegahan Mastitis
21
Ada beberapa tindakan perawatan payudara yang dapat dilakukan
untuk mencegah mastitis, yaitu:
e. Luka Perineum
Luka perineum adalah luka karena adanya robekan jalan lahir baik
karena ruptur maupun karena episiotomi pada waktu melahirkan janin.
22
Luka pada area perineum akan memakan waktu untuk bisa sembuh,
biasanya hingga 10 hari. Lukanya mungkin masih akan terasi nyeri selama
beberapa minggu. Oleh sebab itu, Mums perlu berhati-hati.
23
Hindari melakukan aktivitas yang bisa menyebabkan peregangan. Sebisa
mungkin jangan berdiri atau duduk terlalu lama, karena bisa
meningkatkan nyeri perineum.
Gunakan bantal berbentuk donat yang biasanya dijual untuk penderita
ambeien. Bantal tersebut dapat memberikan kenyamanan saat Mums
duduk.
24
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Masa nifas merupakan masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang berlangsung
selama 6-8 minggu. Tahap-tahap masa nifas meliputi : puerperium dini,
puerperium intermedial, remot puerperium. Tujuan dari evidence base pada masa
nifas yaitu untuk mengetahui kesejahteraan ibu dan bayi, baik dari kesehatan,
kebersihan, nutrisi, pemberian ASI, tanda bahaya masa nifas dan perdarahan.
Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan Evidence Based antara lain:
a. Keamanan bagi tenaga kesehatan karena intervensi yang dilakukan berdasarkan
bukti ilmiah.
b. Meningkatkan kompetensi (kognitif).
c. Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagai professional dalam memberikan
asuhan yang bermutu.
d. Memenuhi kepuasan pelanggan yang mana dalam asuhan kebidanan klien
mengharapkan asuhan yang benar sesuai dengan bukti dan teori serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan menerapkan konsep evidence based pada ibu nifas dapat
meminimalisir terjadinya infeksi nifas dan dapat memberikan pertolongan secara
cepat pada kasus infeksi nifas yang meliputi endometritis, peritonitis, bendungan
ASI, infeksi payudara, dan luka pirenium.
2. SARAN
Dewasa ini penerapan asuhan pada ibu nifas sangat diperlukan karena sangat
membantu ibu dalam menjalankan perannya sebagai seorang ibu ketika mengalami
kesulitan dalam mengasuh bayinya. Serta, dengan adanya konseling masa nifas ibu
menjadi lebih memahami betapa pentingnya menjaga kebersihan, pemenuhan
nutrisi, waspada akan terjadinya kelainan-kelainan yang dapat membahayakan ibu
dan bayi. Sehingga diharapkan setiap bidan maupun tenaga kesehatan yang lainnya
dapat melakukan asuhan pada ibu nifas dan menyusui dengan benar. Serta untuk
mahasiswa kebidanan diharapkan dapat belajar tentang betapa pentingnya asuhan
kebidanan untuk ibu nifas dan menyusui.
25
DAFTAR PUSTAKA
26