Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS BERDASARKAN


KONSEP
EVIDENCE BASED

DISUSUN OLEH :

NAMA : WAHYUNI, AMd Keb

NIM : BK2212117

KELOMPOK : VI (ENAM)

STIKES GRAHA EDUKASI MAKASSAR


JURUSAN D IV KEBIDANAN
TAHUN
2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat
dan karunianya. Sehingga dengan izinnya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ”
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS BERDASARKAN KONSEP
EVIDENCE BASED” yang diberikan oleh dosen sebagai salah satu syarat memenuhi tugas
kelompok.

Sangat disadari bahwa penulis tugas makalah ” ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU
NIFAS BERDASARKAN KONSEP EVIDENCE BASED” ini jauh dari kesempurnaan,
penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran demi tugas makalah kelompok kami.
Selesainya tugas ini tidak lepas dari dukungan teman teman kelompok oleh karena itu sudah
sepantasnya penulis dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati mengucapkan banyak
terima kasih sebesar besarnya terutama pada Ibu dosen.

Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang sangat bersifat membangun sangat penulis harapkan dalam
penyempurnaan tugas makalah ini serta sebagai bahan pembelajaran dalam penyusunan tugas
makalah selanjutnya

Kendari,23 Desember 2022

Penulis,

2
DAFTAR ISI

JUDUL ....................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ................................................................................. 2

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4

A. LATAR BELAKANG .............................................................................................. 4


B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................................... 6
C. TUJUAN .................................................................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 6

A. PENGERTIAN EVIDENCE BASED............................................................................ 6


B. ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN KONSEP

AVIDENCE BASED..................................................................................................... 8

C. INFEKSI NIFAS........................................................................................................... 12

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 25

A. KESIMPULAN ...................................................................................................... 25
B. SARAN ................................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 26

3
BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas atau puerperium adalah masa setelah partus selesai sampi pulihnya
kembali alat-alat kandungan seperto sebelum hamil. Lamanya masa nifas ini yaitu kira-
kira 6-8 minggu. (Abidin, 2011) Tahap-tahap masa nifas meliputi : puerperium dini,
puerperium intermedial, remot puerperium.
Tidak dapat dipungkiri bahwa periode nifas adalah masa yang beresiko terhadap
ibu dan bayi baru lahir, namun mendapat perhatian yang sangat sedikit oleh petugas
kesehatan, tidak sebesar pada masa hamil dan melahirkan. Hal yang sama juga terjadi di
Indonesia, dimana cakupan kunjungan nifas hanya mencapai 86,64%, sementara cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 90,88%.
Fakta lain menyebutkan bahwa dari 30 negara sedang berkembang yang disurvey
sejak tahun 1999 – 2004, terdapat 40% ibu melahirkan yang tidak pernah memperoleh
perawatan nifas. Di antara ibu melahirkan di luar fasilitas kesehatan, rata-rata lebih dari
70% tidak menerima perawatan postpartum. Di antara semua ibu yang menerima
perawatan postpartum, 57% diperoleh dari tenaga kesehatan dan sisanya menerima
perawatan dari dukun bersalin tradisional (Traditional Birth attendance / TBA) sebesar
36% dan dari sumber lainnya sebesar 7%.
Pada jam, hari dan minggu pertama setelah persalinan adalah waktu yang
berbahaya bagi ibu dan bayi yang baru lahir. Di antara lebih dari 500.000 wanita yang
meninggal setiap tahun karena komplikasi kehamilan dan persalinan, sebagian besar
kematian terjadi selama atau segera setelah melahirkan. Setiap tahun tiga juta bayi
meninggal pada minggu pertama kehidupan, dan 900.000 lainnya mati dalam tiga
minggu ke depan. Adapun proporsi kematian ibu dan bayi pada masa nifas dalam satu
minggu pertama persalinan dapat dilihat pada grafik berikut ini.

4
Sumber: WHO (2010)

Sumber: WHO (2010)

Perdarahan dan infeksi setelah proses persalinan untuk banyak kematian ibu,
sementara kelahiran prematur, asfiksia dan infeksi berat berkontribusi pada dua pertiga
dari semua kematian neonatal. Perawatan yang tepat di jam-jam pertama dan hari-hari
setelah melahirkan dapat mencegah sebagian besar kematian ini. WHO
merekomendasikan agar para ahli kesehatan yang terampil menghadiri semua kelahiran,
untuk memastikan hasil terbaik bagi ibu dan bayi yang baru lahir.
Namun, sebagian besar wanita masih kurang peduli. Rata-rata, penolong kelahiran
terampil mencakup 66% kelahiran di seluruh dunia, dan beberapa bagian Afrika dan Asia
memiliki tingkat cakupan yang jauh lebih rendah. Fakta bahwa dua pertiga kematian ibu
dan bayi baru lahir terjadi pada dua hari pertama setelah kelahiran membuktikan
kurangnya perawatan.

5
Karena permasalahan tersebut, pelayanan kesehatan harus lebih ditingkatkan
menjadi lebih baik. Cara yang dilakukan salah satunya dengan menerapkan evidence
based practice, dimana semua tindakan didasarkan pada bukti penelitian yang telah
dilakukan. Tujuan dari evidence base pada masa nifas yaitu untuk mengetahui
kesejahteraan ibu dan bayi, baik dari kesehatan, kebersihan, nutrisi, pemberian ASI,
tanda bahaya masa nifas dan perdarahan. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan
kompetensi tenaga kesehatan dan ibu nifas beserta bayi dapat sehat dan terhindar dari
kematian.
.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan evidence based?
2. Apa saja asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan memanfaatkan evidence based?
3. Apa yang dimaksud dengan infeksi nifas dan jenis-jenis infeksi nifas?

C. TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian evidence based.
2. Untuk mengetahui bagaimana asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan
memanfaatkan konsep evidence based.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan infeksi nifas dan jenis-jenisnya.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EVIDENCE BASED


1. Pengertian
Pengertian evidence base jika ditinjau dari pemenggalan kata (Inggris) maka
evidence base dapat diartikan sebagai berikut evidence artinya bukti atau fakta dan
based artinya dasar. Jadi evidence based adalah: Praktik berdasarkan bukti.
Evidence Based Midwifery (Practice) didirikan oleh RCM dalam rangka untuk
membantu mengembangkan kuat professional dam ilmiah dasar untuk
pertumbuhan tubuh bidan berorientasi akademis. EBM secara resmi diluncurkan
sebagai sebuah jurnal mandiri untuk penelitian murni bukti pada konferensi
tahunan di RCM Harrogate, Inggris pada tahun 2003 (Hemmings et al, 2003). Itu
dirancang ‘untuk membantu bidan dalam mendorong maju yang terikat
pengetahuan kebidanan dengan tujuan utama meningkatkan perawatan untuk ibu
dan bayi’ (Silverton, 2003). EBM mengakui nilai yang berbeda jenis bukti harus
berkontribusi pada praktik dan profesi kebidanan. Jurnal kualitatif mencakup aktif
serta sebagai penelitian kuantitatif, analisis filosofis dan konsep serta tinjauan
pustaka terstruktur, tinjauan sistematis, kohor studi, terstruktur, logis dan
transparan, sehingga bidan benar dapat menilai arti dan implikasi untuk praktik,
pendidikan dan penelitian lebih lanjut.
Jadi pengertian Evidence Base-Midwifery dapat disimpulkan sebaagai asuhan
kebidanan berdasarkan bukti penelitian yang telah teruji menurut metodologi
ilmiah yang sistematis.

2. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan Evidence Based antara lain:
a. Keamanan bagi tenaga kesehatan karena intervensi yang dilakukan
berdasarkan bukti ilmiah.
b. Meningkatkan kompetensi (kognitif).
c. Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagai professional dalam memberikan
asuhan yang bermutu.

7
d. Memenuhi kepuasan pelanggan yang mana dalam asuhan kebidanan klien
mengharapkan asuhan yang benar sesuai dengan bukti dan teori serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

B. ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN KONSEP AVIDENCE


BASED
a. Pengertian Asuhan Postnatal Care
Postnatal artinya suatu periode yang tidak kurang dari 10 atau lebih
dari 28 hari setelah persalinan. Dimana selama waktu itu kehadiran yang
continue dari bidan kepada ibu dan bayi sedang diperlukan bertujuan untuk
mendeteksi dini adanya komplikasi dan penyulit pada masa postnatal.
b. Konsep Dasar Masa Nifas
Nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang berlangsung
selama 6 minggu ata +- 40 hari (Prawirohardjo, 2002).
Masa nifas (puerperium) adalah pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandung kembali seperti pra hamil. Lamanya masa
nifas ini yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 1998).
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-
alat kandung kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-
kira 6 minggu. (Abdul Bari, 2000: 122).
Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah
kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran
reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. (F.Gary
Cunningham, Mac Donald, 1995:281).
c. Peran dan Tanggung Jawab Bidan
Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan
post partum. Adapun peran dan tanggung jawab dalam masa nifas antara lain
:
1) Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas
sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan
psikologis selama masa nifas.
2) Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.

8
3) Mendorong ibu untuk menyusui ayinya dengan meningkatkan rasa
nyaman.
4) Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang berkaitan ibu
dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
5) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
6) Memberikan informasi dan konseling untuk ibu dan keluarganya
mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya,
menjaga gizi yang baik, serta mempraktikan kebersihan yang aman.
7) Melakukan menejemen asuhan kebidanan dengan cara mengumpulkan
data, menetapkan diagnose dan rencana tindakan serta melaksanakannya
untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas.
8) Memberikan asuhan kebidanan secara professional.
9) Mendukung pendidikan kesehatan termasuk pendidikan dalam peranannya
sebagai orangtua.
d. Tahapan Masa Nifas
Nifas dapat dibagi ke dalam 3 periode :
1) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan
2) Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu
3) Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali dan
sehat sempurna baik selama hamil ataupun sempurna berminggu-minggu,
berbulan-bulan atau tahunan.
e. Perubahan fisik masa nifas
1) Rasa kram dan mules dibagian bawah perut akibat penciutan rahim
(involusi)
2) Keluarnya sisa-sisa darah dari vagina (Lochia)
3) Kelelahan kaena proses melahirkan
4) Pembentukan ASI sehingga payudara membesar
5) Kesulitan buang sir besar (BAB) dan BAK
6) Ganggun otot (betis, dada, perut, panggul dan bokong).
7) Perlukaan jalan lahir (lecet atau jahitan)

9
Perubahan psikis masa nifas
1) Perasaan ibu berfokus pada dirinya, berlangsung setelah melahirkan
sampai hari ke 2 (Fase Taking In)
2) Ibu merasa kuatir akan ketidakmampuan merawat bayi, muncul perasaan
sedih (Baby Blues disebut Fase Taking Hold hari ke 3-10)
3) Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayinya disebut Fase
Letting Go. (hari ke 10-akhir masa nifas)
f. Pengeluaran lochea terdiri dari:
1) Lochea rubra : Hari ke 1-2 : Terdiri dari darah yang bercampur sisa-sisa
ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa vernix kaseosa, lanugo dan mekonium.
2) Lochea sanguinolenta : Hari ke 3-7, terdiri dari : Darah bercampur lender,
warna kecoklatan/
3) Lochea serosa : Hari ke 7—14, berwarna kekuningan
4) Lochea alba : Hari ke 14- selesai nifas, hanya merupakan cairan putih
lochea yang berbau busuk dan terinfeksi disebut lochea purulent
g. Tujuan kunjungan masa nifas yaitu :
1) Menilai kondisi kesehatan Ibu dan bayi
2) Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya
gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya
3) Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas
4) Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibu nifas maupun bayinya.
h. Kunjungan masa nifas terdiri dari :
1) Kunjungan 1 : 6-8 jam setelah persalinan, tujuannya:
a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, merujuk bila
perdarahan berlanjut.
c) Memberian konseling pada Ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d) Pemberian ASI awal.
e) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
f) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
i. Kunjungan II : 6 hari setelah persalinan, tujuannya:
1. Memastikan, fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal.

10
2. Menilai adanya tanda-tanda demam infeksi atau perdarahan abnormal.
3. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, minuman dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan dan memperhatikan tanda-tanda
penyakit.
5. Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
j. Kunjungan III : 2 minggu setelah persalinan, Tujuannya: sama dengan di atas (6
hari setelah persalinan).
k. Kunjungan IV : 6 minggu setelah persalinan, Tujuannya : Menanyakan ibu
tentang penyakit-penyakit yang di alami, Memberikan konseling untuk KB
secara dini (Mochtar, 1998).

Table 5. Perkembangan Evidence Base dalam Praktik Kebidanan Postnatal Care :


Kebiasaan Keterangan
Tampon vagina Tampon vagina menyerap darah tetapi
tidak menghentikan perdarahan, bahkan
perdarahan tetap terjadi dan dapat
menyebabkan infeksi.
Gurita atau sejenisnya Selama 2 jam pertama atau selanjutnya
penggunaan gurita akan menyebabkan
kesulitan pemantauan involusio rahim.
Memisahkan Ibu dan Bayi Bayi benar-benar siaga selama 2 jam
pertama setelah kelahiran. Ini merupakan
waktu yang tepat untuk melakukan
kontak kulit ke kulit kulit ke kulit untuk
mempererat bounding attachment serta
keberhasilan pemberian ASI.

Asuhan Kebidanan Postnatal : Deteksi dini komplikasi masa postnatal, Persiapan


pasien pulang. Home visit dalam asuhan postnatal, Suport system dalam asuhan
postnatal breastfeeding, Peran menjadi orangtua, Kelompok ibu postpartum.

11
C. INFEKSI NIFAS
1. Definisi
Infeksi nifas merupakan infeksi yang terjadi setelah ibu bersalin sampai
hari ke 42 hari pasca persalinan. Infeksi nifas dapat dicegah tanda gejala infeksi
masa nifas adalah demam, nyeri panggul, lochea berbau dan sub involusi uterus.
Infeksi masa nifas masih berperan sebagai penyebab utama kematian ibu
terutama di negara berkembang seperti di Indonesia. Adapun faktor-faktor
penyebab terjadinya infeksi nifas diantaranya yaitu daya tahan tubuh yang kurang,
perawatan nifas yang kurang baik, kurang gizi/mal nutrisi, hygiene yang kurang
baik, serta kelelahan. Dan yang menjadi faktor utama penyebab terjadinya infeksi
pada masa nifas yaitu adanya perlukaan pada perineum (Widyastuti, 2016). Dalam
persalinan normal (pervaginam) dapat terjadi perlukaan pada perineum baik itu
karena robekan spontan maupun episiotomi. Di Indonesia luka perineum dialami
oleh 75% ibu yang melahirkan pervaginam. Pada tahun 2013 ditemukan bahwa
dari total 1951 kelahiran spontan pervaginam, 57% ibu mendapat jahitan
perineum yaitu 28% karena episiotomi dan 29% karena robekan spontan (Depkes
RI, 2013). Infeksi pada masa nifas menyokong tingginya mortalitas maternal di
Indonesia. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu nifas, penelitian
oleh Eka & Heliyanah (2018), menunjukkan 60% ibu nifas kurang mengetahui
tentang perawatan luka perineum. Umumnya luka perineum membutuhkan waktu
untuk sembuh 6 hingga 7 hari, namun ada yang mengalami keterlambatan dalam
penyembuhannya. Perawatan perineum yang tidak benar dapat mengakibatkan
kondisi perineum yang terkena lokhea akan lembab dan sangat menunjang
perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada
perineum. Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat
juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan
menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka
(Marmi, 2014). Untuk mencegah infeksi pada ibu nifas karena luka perineum,
dilakukan upaya untuk mempercepat penyembuhan pada luka perineum.

12
2. Jenis-jenis infeksi nifas

Adapun jenis-jenis infeksi nifas yang sering terjadi diantaranya :

a. Endometritis
Endometritis adalah infeksi atau inflamasi pada jaringan
endometrium uterus. Lapisan muskular atau miometrium sering ikut
terlibat, sehingga sering pula digunakan istilah “endomiometritis” untuk
menggambarkan penyakit ini.
Endometritis dapat dibagi menjadi dua yakni terkait kehamilan atau obstetrik
dan tidak terkait kehamilan. Pada kondisi yang tidak terkait dengan kehamilan,
endometritis dikenal dengan istilah penyakit radang panggul (Pelvic
Inflammatory Disease/ PID). PID sendiri terdiri atas spektrum gangguan
peradangan pada traktus genitalia wanita atas meliputi
endometritis, salpingitis, abses tuboovarium, dan peritonitis pelvis.

Berdasarkan pada waktu dan gambaran histopatologinya, endometritis


dibagi menjadi dua kategori, yaitu endometritis akut dan kronis. Endometritis
akut terjadi selama <30 hari  dan memiliki ciri khas pembentukan mikroabses

13
dan invasi neutrofil pada epitel superfisial dari endometrium, kelenjar lumina,
dan kavum uteri.

Sementara itu, endometritis kronis terjadi hingga >30 hari dan secara


histopatologis mengalami perubahan berupa edema superfisial endometrium,
kepadatan sel stromal, pematangan terpisah antara epitel dan stroma, serta
infiltrasi plasmasit stroma endometrial (Endometrial Stromal Plasmacytes /
ESPCs).
Penyebab tersering endometritis adalah terbentuknya koloni
polimikroba, yang melibatkan gabungan antara berbagai bakteri aerob dan
anaerob pada lapisan desidua kavum uteri. Infeksi polimikobra ini dapat
disebabkan oleh PMS (Penyakit Menular Seksual), disbiosis dari mikrobium
vagina, atau akibat prosedur invasif pada rahim yang kurang memperhatikan
teknik asepsis.

Pendekatan Manajemen Endometritis


Endometritis akut utamanya merupakan suatu diagnosis klinis. Pada
anamnesis kasus endometritis akut, dapat dijumpai keluhan seperti demam,
nyeri panggul, diikuti dengan perubahan pada duh vagina. Di sisi lain,
endometritis kronis merupakan penyakit tersembunyi yang biasanya
terdiagnosis pada pemeriksaan untuk keluhan amenore sekunder
dan infertilitas. Satu atau lebih kriteria berikut dapat digunakan untuk
meningkatkan spesifisitas diagnosis endometritis:
 Suhu oral di atas 38,3ºC
 Duh serviks abnormal yang mukopurulen atau kerapuhan serviks
 Ditemukan sel darah putih pada sediaan salin cairan vagina
 Peningkatan laju sedimentasi eritrosit
 Peningkatan protein reaktif-C
 Dokumentasi laboratorium terhadap infeksi serviks akibat Neisseria
gonorrhoeae atau Chlamydia trachomatis.
Sesuai dengan penyebab terjadinya penyakit ini, tata laksana utama
pada kasus endometritis yaitu pemberian regimen antibiotik. Regimen
antibiotik yang direkomendasikan pada kondisi endometritis post partum

14
yaitu clindamycin 900 mg intravena tiap 8 jam, dikombinasikan
dengan gentamicin 5 mg/kg intravena tiap 24 jam.
Meskipun terapi endometritis kronis utamanya adalah pemberian
antibiotik oral, namun regimen dan pendekatannya memiliki perbedaan
dengan endometritis akut. Tidak ada regimen antibiotik khusus untuk
endometritis kronis, pemberian antibiotik didasarkan pada hasil kultur dan
pewarnaan Gram dari aspirasi atau biopsi endometrium diikuti dengan aspirasi
endometrium ulang setelah pengobatan selesai.

Endometritis dan Infertilitas


Komplikasi endometritis meliputi penyebaran infeksi ke jaringan
miometrium, peritoneum dan sekitarnya, seperti peritonitis pelvis, abses pelvis
serta dapat sepsis. Peradangan yang tidak ditangani dengan baik dapat
mengakibatkan infertilitas akibat terjadinya adhesi pelvis, distorsi anatomi
pelvis, gangguan tuboovarium, dan adhesi intrauterin. Pasien dengan
endometritis lebih berisiko mengalami infertilitas, recurrent implantation
failure, dan keguguran berulang.

b. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum, yaitu selaput tipis
yang membatasi dinding perut bagian dalam dan organ-organ
perut. Peradangan ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri atau
jamur. Jika tidak ditangani, infeksi pada peritonitis dapat menyebar
ke seluruh tubuh.
Normalnya, peritoneum bersih dari mikroorganisme. Lapisan ini
berfungsi untuk menyangga organ di dalam rongga perut dan melindunginya
dari infeksi. Namun, pada kondisi tertentu atau jika terdapat penyakit atau
masalah pada saluran pencernaan, peritoneum dapat mengalami peradangan.

Berdasarkan asal infeksinya, peritonitis dibagi menjadi dua, yaitu:

 Peritonitis primer (spontan), yang terjadi akibat infeksi bakteri atau jamur
langsung di peritoneum

15
 Peritonitis sekunder, yang terjadi ketika bakteri atau jamur dari dalam
organ sistem pencernaan masuk ke peritoneum karena adanya suatu kondisi
pendahulu

1. Penyebab Peritonitis
Peritonitis primer paling sering terjadi karena sirosis hati yang disertai
penumpukan cairan di rongga perut (asites). Namun, kondisi lain yang juga
dapat menyebabkan asites, seperti gagal jantung atau gagal ginjal, turut bisa
menyebabkan peritonitis primer.

Selain itu, prosedur medis cuci darah untuk gagal ginjal yang
dilakukan dengan memasukkan cairan ke dalam rongga perut (CAPD) juga
merupakan penyebab umum peritonitis primer.

Sementara, peritonitis sekunder biasanya terjadi karena adanya


robekan atau lubang di saluran pencernaan. Berikut ini adalah beberapa
kondisi yang dapat meningkatkan risiko terjadinya peritonitis sekunder:

 Cedera pada perut, misalnya akibat tusukan atau tembakan


 Radang usus buntu, divertikulitis, atau tukak lambung yang
bisa pecah atau robek
 Kanker di saluran atau organ pencernaan, misalnya hati dan usus besar
 Peradangan di pankreas (pankreatitis)
 Penyakit radang panggul
 Peradangan di saluran pencernaan, seperti penyakit Crohn
 Infeksi pada kantung empedu, usus kecil, atau aliran darah
 Operasi pada rongga perut
 Penggunaan selang makan

2. Gejala Peritonitis
Gejala yang umumnya dialami oleh penderita peritonitis, antara lain:
 Nyeri perut yang makin terasa jika bergerak atau disentuh
 Perut kembung
 Mual dan muntah
 Demam
 Lemas

16
 Nafsu makan menurun
 Terus-menerus merasa haus
 Diare
 Sembelit dan tidak bisa buang gas
 Jumlah urine yang keluar sedikit
 Jantung berdebar

c. Bendungan Asi

Bendungan ASI adalah penyempitan pada saluran ASI yang


disebabkan karena air susu mengental sehingga menyumbat lumen
saluran. Masa pemulihan pada ibu post seksio sesarea berangsur lebih lambat,
beberapa hari setelah tindakan ibu masih merasakan nyeri.
Gejala klinis bendungan asi yaitu payudara terasa penuh dan panas,
berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan, asi keluar tidak
lancar, payudara membengkak dan sangat nyeri dan puting susu teregang
menjadi rata dan ibu kadang menjadi demam serta bendungan asi ini
biasanya akan hilang dalam 24 jam 

Penyebab bendungan ASI


Bendungan ASI dapat terjadi apabila ibu tidak memperoleh asupan
gizi yang cukup untuk memproduksi ASI untuk bayinya, asupan gizi
merupakan hal yang terpenting dalam memproduksi ASI, kurangnya asupan
gizi membuat ASI akan sukar untuk keluar.

Berikut cara mengatasi bendungan ASI menurut Sundari.

1. Menyusui bayi dengan posisi dan perlekatan yang benar.


2. Menyusui bayi tanpa jadwal atau on demand:
3. Keluarkan ASI dengan tangan/pompa bila produksi melebihi kebutuhan
bayi.
4. Tidak memberikan minuman lain pada bayi.

d. Infeksi Payudara

17
Mastitis atau infeksi payudara adalah peradangan di jaringan
payudara. Kondisi ini umumnya terjadi pada ibu menyusui, terutama
pada 6–12 minggu pertama setelah persalinan.
Mastitis biasanya hanya menyerang salah satu payudara, tetapi juga
tidak menutup kemungkinan terjadi pada kedua payudara. Mastitis
menyebabkan penderitanya sulit menyusui sehingga aktivitas menyusui
menjadi terhambat atau terhenti.
Meski demikian, menyusui sebaiknya tetap dilakukan karena kondisi
ini tidak berbahaya bagi bayi. Kandungan antibakteri dalam ASI membuat
bayi terlindungi dari infeksi dan malah mempercepat penyembuhan mastitis.

Penyebab Mastitis
Mastitis biasanya dialami oleh ibu menyusui. Meski begitu, kondisi ini
juga bisa dialami oleh wanita yang tidak menyusui dan wanita yang telah
menopause. Bahkan, pada kasus yang jarang terjadi, mastitis juga bisa terjadi
pada pria.
Berikut ini adalah penjelasan penyebab mastitis pada ibu menyusui dan
pada wanita yang tidak menyusui:

1. Pada ibu menyusui

Pada ibu menyusui, mastitis disebabkan oleh penumpukan ASI di


kelenjar payudara sehingga menyebabkan penyumbatan di dalam saluran
air susu. Penumpukan tersebut menyebabkan penyumbatan pada saluran air
susu. Akibatnya, bakteri dari permukaan kulit atau mulut bayi dapat masuk
dari celah kulit atau puting sehingga terjadi infeksi.

Penyumbatan saluran ASI dapat dipicu oleh beberapa hal, yaitu:

 Posisi mulut bayi yang tidak tepat ketika menyusu


 Bayi tidak cukup menyusu
 Pengeluaran ASI tidak dilakukan secara teratur
 ASI yang dihasilkan terlalu banyak
 Proses menyapih bayi terlalu cepat
 Terlalu sering menyusui dari satu payudara

18
2. Pada wanita yang tidak menyusui
Meskipun jarang, mastitis juga dapat terjadi pada wanita yang tidak
menyusui dan pria. Kondisi ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti:
 Cedera pada payudara
 Daya tahan tubuh yang rendah, contohnya pada seseorang yang sedang
menjalani radioterapi
 Kondisi medis, seperti diabetes, penyakit kronis, atau HIV/AIDS
 Penyakit kulit, seperti eksim
 Mencukur atau mencabut bulu di sekitar putting
 Tindikan di payudara
 Pemasangan implan pada payudara

Faktor risiko mastitis


Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko infeksi payudara
atau mastitis, yaitu:
 Pernah mengalami infeksi payudara sebelumnya
 Terlalu lelah atau stress
 Kekurangan nutrisi
 Merokok
 Melakukan olahraga berat, terutama pada tubuh bagian atas
 Menggunakan bra yang terlalu ketat

Gejala Mastitis
Pada tahap awal, gejala mastitis umumnya timbul pada salah satu
payudara dan dapat terjadi secara tiba-tiba. Gejala tersebut berupa:
 Pembengkakan pada payudara
 Payudara kemerahan dan terasa hangat
 Payudara terasa nyeri ketika disentuh
 Nyeri atau sensasi terbakar pada payudara yang terjadi terus-menerus atau
saat menyusui

Selain gejala tersebut, ada beberapa keluhan lain yang dapat menyertai, yaitu:

19
 Demam
 Menggigil
 Tubuh terasa lelah dan lemas
 Tubuh terasa pegal
 Mual
 Keluarnya cairan yang mengandung nanah dari puting
Muncul benjolan di payudara
 Pembesaran kelenjar getah bening di area ketiak atau leher

Pengobatan Mastitis
Pada pasien ibu menyusui dengan gejala ringan, mastitis sebaiknya
ditangani dengan pengobatan mandiri terlebih dahulu. Ada
beberapa tindakan yang dapat dilakukan di rumah untuk meredakan gejala
yang dialami, yaitu:
 Berikan kompres hangat pada area payudara yang mengalami infeksi untuk
meredakan nyeri. Lakukan selama 15 menit, sebanyak 4 kali sehari.
 Konsumsi obat pereda nyeri, seperti iburofen dan paracetamol, untuk
membantu meredakan nyeri.
 Perbanyak istirahat dan minum cairan.
 Konsumsi makanan sehat dan mengandung nutrisi yang seimbang.
 Hindari mengenakan pakaian dan bra yang terlalu ketat.
 Pijat payudara untuk melancarkan penyumbatan, terutama dengan memijat
area benjolan atau yang terasa nyeri. Pemijatan dilakukan perlahan ke arah
puting untuk melancarkan aliran ASI.

Selain itu, gejala mastitis juga dapat diredakan dengan beberapa teknik
menyusui, seperti:
 Mulai menyusui dengan payudara yang mengalami pembengkakan.
 Pastikan posisi mulut bayi benar dan bayi dapat menyedot ASI dengan baik.
 Lakukan aktivitas menyusui secara teratur setiap 2 jam sekali dengan posisi
yang berbeda-beda.
 Perah ASI dari payudara menggunakan pompa ASI atau tangan saat
payudara terasa penuh.

20
 Konsultasikan dengan dokter untuk meningkatkan pengetahuan tentang
teknik dan posisi menyusui yang baik.
Jika mastitis pada ibu menyusui tidak dapat diatasi dengan pengobatan
mandiri, atau terjadi pada wanita yang tidak menyusui, dokter dapat
memberikan antibiotik untuk dikonsumsi selama 10–14 hari.
Mastitis umumnya akan membaik dalam waktu 2–3 hari sejak awal
pengobatan. Meski demikian, antibiotik sebaiknya tetap dikonsumsi sampai
habis agar infeksi tidak muncul kembali.
Penting untuk diingat bahwa menyusui saat menderita mastitis aman
untuk dilakukan meski ibu sedang mengonsumsi antibiotik. ASI mengandung
antibakteri yang dapat membantu bayi melawan infeksi.
Selain itu, menyusui dapat membantu mengatasi infeksi karena
membantu melancarkan penyumbatan. Sebaliknya, menyapih bayi secara tiba-
tiba dapat memperburuk infeksi.

Komplikasi Mastitis
Mastitis yang terlambat ditangani dapat menimbulkan beberapa
komplikasi, yaitu:
 Abses payudara
Abses yaitu benjolan bernanah yang terbentuk di payudara dan terasa nyeri.
Pada kondisi ini, tindakan operasi kecil diperlukan untuk mengeluarkan
nanah dari dalam payudara.
 Infeksi jamur
Penggunaan antibiotik secara berlebihan bisa memicu pertumbuhan jamur
secara berlebihan di dalam tubuh. Kondisi ini dapat menyebabkan infeksi
jamur pada payudara, yang ditandai dengan puting kemerahan, serta nyeri
dan panas di payudara.

Pencegahan Mastitis

21
Ada beberapa tindakan perawatan payudara yang dapat dilakukan
untuk mencegah mastitis, yaitu:

 Kompres payudara dengan handuk hangat untuk meningkatkan aliran ASI.


 Gunakan teknik atau posisi yang berbeda ketika menyusui.
 Gunakan payudara secara bergantian ketika sedang menyusui.
 Kosongkan payudara sepenuhnya ketika sedang menyusui untuk mencegah
pembengkakan dan penyumbatan saluran ASI.
 Gunakan alat pompa ASI untuk mengosongkan payudara jika bayi sudah
berhenti menyusu dan payudara belum sepenuhnya kosong.
 Jangan mengubah jadwal menyusui secara mendadak.
 Hindari penggunaan sabun ketika membersihkan puting.
 Pijat payudara secara teratur untuk memperlancar saluran ASI.
 Pastikan payudara selalu kering dengan mengganti bra atau bantalan
payudara bila sudah basah.
 Perbanyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi.
 Hindari penggunaan bra yang terlalu ketat.
 Cuci tangan dan bersihkan puting sebelum dan setelah menyusui.

e. Luka Perineum
Luka perineum adalah luka karena adanya robekan jalan lahir baik
karena ruptur maupun karena episiotomi pada waktu melahirkan janin.

Jenis Luka Perineum


Luka perineum postpartum dibagi menjadi 2 jenis, berdasarkan
tingkat keparahannya. Pertama, luka robekan tingkat 1 ketika hanya bagian
kulit saja yang robek. Kedua adalah luka robekan tingkat 2, yakni ketika
kulit dan otot vagina robek.
Robekan perineum terkadang bisa menyebabkan rasa sakit
dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk penyembuhannya. Pada
kebanyakan kasus, luka perineum harus dijahit, terutama jika robekannya
lebih dari 2 cm. Setelah dijahit, Mums biasanya akan merasakan nyeri di
sekitar area robekan. Namun, lama-kelamaan akan menghilang.

Lama Luka Perineum Bisa Sembuh

22
Luka pada area perineum akan memakan waktu untuk bisa sembuh,
biasanya hingga 10 hari. Lukanya mungkin masih akan terasi nyeri selama
beberapa minggu. Oleh sebab itu, Mums perlu berhati-hati.

Cara Merawat Luka Perineum Setelah Melahirkan 


Jahitan pada luka perineum tentu akan sembuh setelah beberapa
waktu. Namun, penting bagi Mums untuk mengikuti instruksi dari dokter
mengenai perawatan setelah melahirkan normal. Instruksi tersebut berguna
untuk mengurangi rasa nyeri, mencegah infeksi, dan mempercepat
penyembuhan.
Secara garis besar, biasanya dokter akan menyarankan beberapa tips
berikut untuk merawat luka perineum: 
 Untuk membersihkan vagina dan bagian perineum setelah buang air,
gunakan air hangat.
 Keringkan area vagina dan perineum menggunakan tisu atau kain yang
bersih.
 Ganti pembalut setiap 4-6 jam.
 Biarkan perineum dan vagina sembuh dengan sendirinya. Artinya,
jangan terlalu sering mengecek dan menyentuhnya.
 Jangan takut untuk BAB karena jahitannya tidak akan robek. Namun
untuk memudahkan dan melancarkan BAB, minumlah banyak cairan dan
konsumsilah buah dan sayuran segar.

Cara Mengurangi Nyeri Luka Perineum


Untuk membantu mengurangi nyeri pasca-pemulihan luka perineum,
Mums bisa melakukan beberapa tips berikut:
 Coba tempelkan kompres es batu yang dibungkus dengan kain flanel di
area perineum untuk meredakan peradangan.
 Berendam menggunakan metode sitz bath dengan air hangat selama 20
menit bisa dilakukan 3 kali sehari untuk mengurangi ketidaknyamanan.
 Dokter juga biasanya akan merekomendasikan anestetik supaya bagian
perineum mati rasa.

23
 Hindari melakukan aktivitas yang bisa menyebabkan peregangan. Sebisa
mungkin jangan berdiri atau duduk terlalu lama, karena bisa
meningkatkan nyeri perineum.
 Gunakan bantal berbentuk donat yang biasanya dijual untuk penderita
ambeien. Bantal tersebut dapat memberikan kenyamanan saat Mums
duduk.

Cara Mempercepat Pemulihan Luka Perineum 


Melakukan olahraga kegel dan pijat perineum 1 bulan sebelum
melahirkan memang membantu area perineum lebih elastis saat meregang
pada proses kelahiran. Setelah melahirkan, tetap lanjutkan senam kegel
sesegera mungkin untuk menstimulasi sirkulasi dan mempercepat proses
pemulihan.
Senam kegel memang baik untuk otot vagina. Selain itu, senam
kegel setelah melahirkan bisa menurunkan risiko Mums terkena
inkontinensia urine, kondisi ketika seseorang kehilangan kontrol kandung
kemih, sehingga bisa buang air kecil secara tiba-tiba.
D.

24
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Masa nifas merupakan masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang berlangsung
selama 6-8 minggu. Tahap-tahap masa nifas meliputi : puerperium dini,
puerperium intermedial, remot puerperium. Tujuan dari evidence base pada masa
nifas yaitu untuk mengetahui kesejahteraan ibu dan bayi, baik dari kesehatan,
kebersihan, nutrisi, pemberian ASI, tanda bahaya masa nifas dan perdarahan.
Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan Evidence Based antara lain:
a. Keamanan bagi tenaga kesehatan karena intervensi yang dilakukan berdasarkan
bukti ilmiah.
b. Meningkatkan kompetensi (kognitif).
c. Memenuhi tuntutan dan kewajiban sebagai professional dalam memberikan
asuhan yang bermutu.
d. Memenuhi kepuasan pelanggan yang mana dalam asuhan kebidanan klien
mengharapkan asuhan yang benar sesuai dengan bukti dan teori serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan menerapkan konsep evidence based pada ibu nifas dapat
meminimalisir terjadinya infeksi nifas dan dapat memberikan pertolongan secara
cepat pada kasus infeksi nifas yang meliputi endometritis, peritonitis, bendungan
ASI, infeksi payudara, dan luka pirenium.

2. SARAN
Dewasa ini penerapan asuhan pada ibu nifas sangat diperlukan karena sangat
membantu ibu dalam menjalankan perannya sebagai seorang ibu ketika mengalami
kesulitan dalam mengasuh bayinya. Serta, dengan adanya konseling masa nifas ibu
menjadi lebih memahami betapa pentingnya menjaga kebersihan, pemenuhan
nutrisi, waspada akan terjadinya kelainan-kelainan yang dapat membahayakan ibu
dan bayi. Sehingga diharapkan setiap bidan maupun tenaga kesehatan yang lainnya
dapat melakukan asuhan pada ibu nifas dan menyusui dengan benar. Serta untuk
mahasiswa kebidanan diharapkan dapat belajar tentang betapa pentingnya asuhan
kebidanan untuk ibu nifas dan menyusui.

25
DAFTAR PUSTAKA

"Postpartum Perineal Care " - Drugs.com


"Postpartum Perineal Care " - E Medicine Health
Ahman E, Zupan J. Neonatal and perinatal mortality: country, region and global estimates 2004. World
Healt Organization, Geneva. 2007.
Asih, Yuri dan Risneni. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui, Dilengkapi dengan
Evidence Based Practice dan Daftar Tilik Asuhan Nifas. Jakarta: TIM.
Fort AL, Kothari MT, Abderrahim N. Postpartum Care: Levels and determinants in developing countries:
DHS Comparative Reports 15. Marylang USA2006.
https://www.alodokter.com/peritonitis
https://www.google.com/search?q=bendungan+asi+adalah&rlz=1C1ONGR_
https://www.guesehat.com/perawatan-perineum-setelah-melahirkan-normal
https://www.sehatq.com/artikel/bendungan-asi
Maternal mortality in 2005; Estimates developed by UNICEF, UNFPA, and The World Bank. World
Healt Organization, Geneva. 2008.
payudara#:~:text=Mastitis%20atau%20infeksi%20payudara%20adalah,kemungkinan
%20terjadi%20pada%20kedua%20payudara.
Pevzner, M., & Dahan, A. (2020). Mastitis While Breastfeeding: Prevention, the Importance
of Proper Treatment, and Potential Complications. Journal of Clinical Medicine, 9(8), pp.
2328.
Boakes, et al. (2018). Breast Infection: A Review of Diagnosis and Management Practices.
European Journal of Breast Health, 14(3), pp. 136–43.
American Cancer Society (2019). Cancer A–Z. Mastitis.
Health Navigator New Zealand (2021). Health A–Z. Mastitis and Breast Abscess.
National Health Service UK (2019). Health A to Z. Mastitis.
Cleveland Clinic (2020). Disease & Conditions. Mastitis.
Mayo Clinic (2020). Diseases & Conditions. Mastitis.
Ali, R. WebMD (2020). Breast Infection.
Case-Lo, C. Healthline (2019). What is A Breast Infection?
Murray, D. Verywell Family (2021). Babies. What is Mastitis?
Pritchard, J. Healthline (2016). Mastitis.
Pitriani, Risa dan Rika Andriyani. 2014. Panduan Lengkap Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Normal (Askeb
III). Yogyakarta : Deepublish.

26

Anda mungkin juga menyukai