Oleh:
Eliani
Hilda Nurul Fauziah
Ineu Rahmawati
Kelas B RPL
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................... 1
DAFTAR ISi................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................ 4
C. Tujuan. ................................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Evidence Based...................................................................... 6
B. Manfaat Evidence Based...................................................................... 6
C. Karakteristik Evidence Based.............................................................. 7
D. Proses Eksplorasi Evidence Based....................................................... 8
E. Etika Pemanfaatan Evidence Based..................................................... 8
F. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Memanfaatkan Evidence
Based................................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................... 18
B. Saran.................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan Asuhan Kebidanan masa sekarang ini terus berkembang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga
seorang bidan dalam memberikan asuhan kebidanan harus menerapkan asuhan
yang sudah berbasis bukti yang disebut Evidence Based. (Kasmiati, 2023).
Evidence based ini digunakan pada setiap asuhan kebidanan termasuk pada
masa nifas, menyusui dan neonatus.
Masa nifas merupakan masa setelah persalinan yaitu terhitung dari setelah
plasenta keluar, masa nifas disebut juga masa pemulihan, dimana alat-alat
kandungan akan kembali pulih seperti semula. Masa nifas merupakan masa ibu
untuk memulihkan kesehatan ibu yang umumnya memerlukan waktu 6-12
minggu (Nugroho,2014). Masa ini adalah masa penting untuk keberlangsungan
kesejahteraan ibu dan bayi pasca melahirkan sehingga membutuhkan perhatian
yang intens dari bidan, keluarga dan masyarakat. Karena pada masa nifas ini
erat kaitannya dengan aspek budaya kebiasaan dimasyarakat yang dapat
mempengaruhi pemulihan ibu nifas.
Dengan adanya evidence base asuhan pada masa nifas, menyusui dan
neonatus diharapkan seorang bidan dapat memperoleh data yang paling baik
sebagai respon dari persoalan di masyarakat mengenai nifas, menyusui dan
neonatus.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi evidence based dalam asuhan nifas, menyusui dan neonatus?
2. Apa manfaat evidence based asuhan nifas, menyusui dan neonatus?
3. Apa saja contoh evidence based dalam asuhan nifas, menyusui dan
neonatus?
4. Bagaimana kajian jurnal asuhan nifas, menyusui dan neonatus?
3
C. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas maka tujuan dari pembahasan ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi evidence based dalam asuhan nifas, menyusui
dan neonatus.
2. Untuk mengetahui manfaat evidence based dalam asuhan nifas, menyusui
dan neonatus.
3. Untuk mengetahui contoh evidence based dalam asuhan nifas, menyusui
dan neonatus.
4. Untuk mengetahui kajian jurnal dalam asuhan nifas, menyusui dan
neonatus.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
4. Memberikan peningkatan kognitif bagi tenaga kesehatan khususnya.
(Kasmiati,2023).
6
D. Proses Eksplorasi Evidance Based
Pada evidence based medicine, pengobatan didasar pada bukti ilmiah yang
dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan evidence based practice, bukti
tidak dapat hanya dikaitkan dengan bukti-bukti ilmiah saja, tetapi juga harus
dikaitkan dengan bukti/data yang ada pada saat praktik profesi dilakukan.
Dengan demikian perbedaan waktu, situasi, kondisi, tempat dan lain-lain,
mungkin akan mempengaruhi tindakan profesi, keputusan profesi, dan hasil
dari swamedikasi. Dan jalannya praktik profesi apoteker tetap harus berjalan
optimal pada setiap situasi dan kondisi termasuk pada swamedikasi. Agar tetap
menghasilkan praktik profesi yang optimal, setiap apoteker atau calon apoteker
harus terlatih dalam penguasaan dan penerapan skill dan knowledge dalam
praktik profesi sesuai kebutuhan.
7
F. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Memanfaatkan Evidence Based
1. Pengertian Asuhan Postnatal Care
Postnatal artinya suatu periode yang tidak kurang dari 10 atau lebih dari
28 hari setelah persalinan. Dimana selama waktu itu kehadiran yang
continue dari bidan kepada ibu dan bayi sedang diperlukan bertujuan untuk
mendeteksi dini adanya komplikasi dan penyulit pada masa postnatal.
2. Konsep Dasar Masa Nifas
Nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang
berlangsung selama 6 minggu ata +- 40 hari (Prawirohardjo, 2002). Masa
nifas (puerperium) adalah pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandung kembali seperti pra hamil. Lamanya masa nifas ini
yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 1998). Masa nifas dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandung kembali seperti keadaan
sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu. (Abdul Bari, 2000:
122).
Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah
kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran
reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. (F.Gary
Cunningham, Mac Donald, 1995:281).
3. Peran dan Tanggungjawab Bidan
Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan
post partum. Adapun peran dan tanggung jawab dalam masa nifas antara
lain :
a. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas
sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan
psikologis selama masa nifas.
b. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
c. Mendorong ibu untuk menyusui ayinya dengan meningkatkan rasa
nyaman.
8
d. Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang berkaitan
ibu dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
e. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
f. Memberikan informasi dan konseling untuk ibu dan keluarganya
mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya,
menjaga gizi yang baik, serta mempraktikan kebersihan yang aman.
g. Melakukan menejemen asuhan kebidanan dengan cara
mengumpulkan data, menetapkan diagnose dan rencana tindakan serta
melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah
komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode
nifas.
h. Memberikan asuhan kebidanan secara professional.
i. Mendukung pendidikan kesehatan termasuk pendidikan dalam
peranannya sebagai orangtua.
4. Tahapan Masa Nifas
Nifas dapat dibagi ke dalam 3 periode :
a. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan
b. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu
c. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali
dan sehat sempurna baik selama hamil ataupun sempurna berminggu-
minggu, berbulan-bulan atau tahunan.
5. Perubahan Fisik dan Psikis Masa Nifas
a. Rasa kram dan mules dibagian bawah perut akibat penciutan rahim
(involusi)
b. Keluarnya sisa-sisa darah dari vagina (Lochia)
c. Kelelahan kaena proses melahirkan
d. Pembentukan ASI sehingga payudara membesar
e. Kesulitan buang sir besar (BAB) dan BAK
f. Ganggun otot (betis, dada, perut, panggul dan bokong).
9
g. Perlukaan jalan lahir (lecet atau jahitan)
10
3) Memberian konseling pada Ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
4) Pemberian ASI awal.
5) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
b. Kunjungan II : 6 hari setelah persalinan, tujuannya:
1) Memastikan, fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal.
2) Menilai adanya tanda-tanda demam infeksi atau perdarahan
abnormal.
3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan, minuman dan istirahat.
4) Memastikan ibu menyusui dengan dan memperhatikan tanda-tanda
penyakit.
5) Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
c. Kunjungan III : 2 minggu setelah persalinan, Tujuannya: sama dengan
di atas (6 hari setelah persalinan).
d. Kunjungan IV : 6 minggu setelah persalinan, Tujuannya : Menanyakan
ibu tentang penyakit-penyakit yang di alami, Memberikan konseling
untuk KB secara dini (Mochtar, 1998).
11
Memisahkan Ibu dan Bayi Bayi benar-benar siaga selama 2 jam
pertama setelah kelahiran. Ini merupakan
waktu yang tepat untuk melakukan kontak
kulit ke kulit kulit ke kulit untuk
mempererat bounding attachment serta
keberhasilan pemberian ASI.
12
f) Dapat menimbulkan kebugaran dan tenaga yang lebih baik
sehingga mampu meningkatkan mobilisasi pada diri ibu nifas.
3) Hasil penelitian
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan mengenai pengaruh
senam nifas terhadap involusi uterus dan pengeluaran lokia di wilayah
kerja Puskesmas Cilembang Kota Tasikmalaya Tahun 2015 dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pelaksanaan intervensi senam
nifas ini dilakukan pada 32 ibu nifas. Involusi uterus pada ibu yang
melakukan senam nifas terbanyak pada kategori normal sebanyak 24
orang (75%). Pengeluaran lokia pada ibu yang melakukan senam nifas
terbanyak pada kategori normal sebanyak 23 orang (71,9%). Ada
pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus dengan value sebesar
0,005 (<0,05). Ada pengaruh senam nifas terhadap pengeluaran lokia
dengan value sebesar 0,013 (<0,05).
4) Mengapa harus dilakukan senam nifas?
Senam nifas harus dilakukan untuk menyadarkan ibu nifas yang
beranggapan bahwa setelah persalinan tidak boleh banyak melakukan
gerakan-gerakan karena akan mengganggu penyembuhan setelah
persalinan, padahal gerakan-gerakan yang dilakukan pasca
melahirkan dapat merangsang otot-otot untuk cepat kembali normal
dan mobilisasi sangat diperlukan untuk mengurangi ketergantungan
ibu.
13
Perlu, karena ibu nifas dan suami perlu diberikan edukasi yang jelas
dan tepat agar mereka tahu pentingnya memberikan kolostrum pada
bayinya.
2) Manfaat pelaksanaan konseling dan pendampingan suami dalam
pemberian kolostrum
Manfaat dilakukan pemberian konseling agar ibu menyusui dapat
memberikan kolostrum pada bayinya sedini mungkin karena kolostrum
mengandung protein, antibody, dan immunoglobulin yang dapat
berfungsi sebagai perlindungan terhadap infeksi pada bayi karena zat
antibody yang dimiliki dapat mencegah dan menetralisir bakteri, virus,
jamur dan parasit, serta untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit
seperti diare yang menduduki peringkat ke 3 penyebab kematian bayi.
Pendampingan suami dalam pemberian kolostrum ialah memberikan
dukungan penuh pada ibu menyusui untuk memberikan kolostrumnya
dengan baik.
3) Hasil penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan di BPM Kota Cirebon pada tanggal
01 November 2013 – 31 Desember 2013 dengan responder berjumlah
30 ibu hamil aterm dan ibu menyusui, menunjukan bahwa responder
yang diberi tindakan konseling dan pendampingan suami terdapat 14
orang (93,30%) yang memberikan kolostrum pada bayinya, sedangkan
pada responder yang tidak diberikan tindakan konseling dan
pendampingan suami ada 6 orang (40%) yang memberikan kolostrum
pada bayinya.
Hasil : Pengaruh dari tindakan pemberian konseling dan pendampingan
suami adalah bahwa responden yang diberikan tindakan konseling dan
pendampingan suami mempunyai peluang 2,333 kali lebih besar untuk
memberikan kolostrum pada bayinya dibandingkan dengan responden
yang tidak diberikan konseling dan pendampingan suami.
4) Mengapa harus dilakukan pelaksanaan konseling dan pendampingan
suami dalam pemberian kolostrum?
14
Pelaksanaan konseling dan pendampingan suami dalam pemberian
kolostrum harus dilakukan agar wanita hamil, ibu menyusui dan para
suami mendapatkan informasi yang jelas, lengkap dan berkelanjutan
mengenai pemberian kolostrum sedini mungkin sehingga dapat
menurunkan AKB yang terjadi dengan cara pemberian kolostrum yang
memiliki banyak manfaat.
c. Pijat Oksitosin
1) Apakah pijat untuk merangsang hormone oksitosin pada ibu nifas perlu
dilakukan?
Perlu
2) Manfaat pijat untuk merangsang hormone oksitosin pada ibu nifas
a) Meminimalkan jumlah perdarahan post partum
b) Menstimulasi sekresi oksitosin yang merangsang sekresi ASI
c) Memperbanyak jumlah produksi kolostrum
d) Membuat ibu nifas lebih nyaman, rileks dan mengurangi kelelahan
setelh melahirkan
3) Hasil penelitian
Intervensi pijat untuk merangsang hormone oksitosin mampu
memperbanyak produksi ASI yang dalam hal ini di ukur dari
perningkatan berat badan bayi. Adanya pengaruh pijat oksitosin dapat
mempercepat penurunn TFU dari kondisi normal pada umumnya. Rata-
rata perubahan TFU pada ibu nifas primipara tertinggi pada hari ke 7
pada kelompok control sebesar 5,420 dan kelompok perlakuan sebesar
3,330. Terdapat perbedaan penurunan sebesar 2.090 cm.
4) Mengapa harus dilakukan pijat untuk merangsang hormone oksitosin
pada ibu nifas?
15
Karena penyebab kematian ibu pada waktu nifas diantaranya adalah
perdarahan post partum. Upaya untuk mengendalikan terjdinya
perdarahan di tempat plasenta yaitu dengan memperbaiki kontraksi dan
retraksi myometrium yang kuat dengan pijatan yang merangsang
pengeluaran oksitosin. Serta, pemberian ASI saat ini masih terhalang
dengan banyaknya kendala, diantaranya adalah produksi ASI yang
kurang lancar.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa nifas merupakan masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang
berlangsung selama 6-8 minggu. Tahap-tahap masa nifas meliputi : puerperium
dini, puerperium intermedial, remot puerperium. Tujuan dari evidence base
pada masa nifas yaitu untuk mengetahui kesejahteraan ibu dan bayi, baik dari
kesehatan, kebersihan, nutrisi, pemberian ASI, tanda bahaya masa nifas dan
perdarahan.
Based practice dari kajian jurnal yang bisa diterapkan dalam pelayanan
asuhan kebidanan nifas dan menyusui, yaitu:
1. Analisis masukan dan proses asuhan pelayanan nifas oleh bidan pelaksana.
2. Konseling dan pendampingan Suami agar menemani ibu saat memberi
ASI pertama kalinya.
3. pemberian KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) untuk persiapan
persalinan dan nifas.
17
4. Dianjurkannya pijat oksitosin pada ibu nifas primipara.
5. Melakukan senam nifas
6. Melakukan tujuh kontak konseling laktasi.
B. Saran
Dewasa ini penerapan asuhan pada ibu nifas sangat diperlukan karena
sangat membantu ibu dalam menjalankan perannya sebagai seorang ibu ketika
mengalami kesulitan dalam mengasuh bayinya. Serta, dengan adanya
konseling masa nifas ibu menjadi lebih memahami betapa pentingnya menjaga
kebersihan, pemenuhan nutrisi, waspada akan terjadinya kelainan-kelainan
yang dapat membahayakan ibu dan bayi. Sehingga diharapkan setiap bidan
maupun tenaga kesehatan yang lainnya dapat melakukan asuhan pada ibu nifas
dan menyusui dengan benar. Serta untuk mahasiswa kebidanan diharapkan
dapat belajar tentang betapa pentingnya asuhan kebidanan untuk ibu nifas dan
menyusui.
18
DAFTAR PUSTAKA
19