Anda di halaman 1dari 3

SIKAP kritis dalam kajian berbagai ilmu yang dilakukan sarjana Barat telah membuahkan banyak hasil.

Kemajuan tekhnologi adalah sebagai bukti nyatanya. Namun tidak begitu halnya dalam Islamic studies.

Sikap kristis para orientalis akan mulai bermasalah jika memasuki wilayah Studi Islam terutama Qur’an.
Bukan memajukan malah-malah bisa memporak-porandakan sendi-sendi Islam itu sendiri. Dan hasilnya,
keasliannya digugat, kesakralannya dimentahkan, hukum hukumnya dibatalkan, bahkan proses
kodifikasinyapun dipermasalahkan.

Di antara hal yang paling rawan menjadi sasaran tembak kaum orientalis adalah isu mengenai mushaf
Usmani. Mushaf Usmani adalah mushaf yang dilegalkan sebagai satu-satunya mushaf legal di dunia.
Namun sebetulnya masih banyak lagi mushaf sahabat lainnya yang akhirnya malah dibakar. Ada apa
dengan pembakaran ini? bagaimana keabsahan mushaf sahabat?

Sekilas Sejarah Mushaf Al-Qur’an

Dr. Adnan Muhammad Zarzur dalam Ulumul Qur’an Wa I’jazuhu Wa Taarikhu Taustiqihi menyatakan
bahwa tadwinul Qur’an terjadi pada 3 priode.

Pertama, kodifikasi pada zaman Nabi

Pada masa ini nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassallam mengajarkan al-Qur’an kepada para sahabat
dengan cara menghafal. Bahkan qiroah tujuh (sab’ah) seluruhnya bersumber dari nabi sendiri.

Setiap sahabat yang menghafal al-Qur’an langsung menyetorkan hafalannya kepada Rasulullah
Shalallallahu ‘Alaihi Wassallam. Dengan begitu hafalan para sahabat telah dikonfirmasi dan dicek
kebenarannya oleh Rasulullah. Bukan hanya menghafal, beberapa sahabat juga menulis ayat-ayat al-
Qur’an. Penentuan susunan ayat dan surat sudah ditetapkan oleh nabi.

Kedua, zaman Abu Bakar Ashiddiq

Pada masa ini dilakukan pengumpulan al-Qur’an dalam satu mushaf. Sebenarnya Abu Bakar tidak berani
melakukan perbuatan yang mana Rasulullah tidak melakukannya, namun Umar dan para sahabat
mendesak agar al-Qur’an agar segera diumpulkan. Hal ini dilakukan, mengingat banyaknya korban
dalam perang yamamah dan ditakutkan al-Qur’an pun akhirnya punah.

Ketiga, pada zaman Ustman bin Affan

Pada masa ini terjadi banyak penaklukan atas sebagian negara non-Arab, maka muncul berbagai bacaan
yang penuh kekeliruan akibat masuknya lisan non Arab pada bacaan Al-Qur’an. Artinya muncul lahn
(kekeliruan pengucapan) dalam bacaan Al-Qur’an. Oleh sabab itu, Usman bin Affan r.a. memutuskan
untuk melakukan kodifikasi al-Qur’an. Mushaf al-Qur’an yang telah digandakan, dikirim ke berbagai
daerah dengan para qurra’ (ahli membaca) sebagai pengajarnya.

Isu seputar Mushaf Usmani


Pembicaraan mengenai mushaf Usmani telah ramai dibicarakan. Para ulama telah membahas secara
meyakinkan dalam berbagai buku. As-syuyuti, Ibn Abi Dawud, Zarkasyi adalah contoh dari mereka.
Sedangan Dr. Syamsuddin arif, dalam Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran menyebutkan, Thedore
Noldeke, Artur Jeffery, John Burton, Christof Luxemberg sebagai deretan para orientalis yang aktif
berbicara dalam isu ini.

Ada banyak aspek terakit dengan mushaf Usmani yang dijadikan isu perdebatan. Di antaranya ada 2 isu
penting dalam wacana ini. Hal ini sering dijadikan celah untuk menghembuskan keraguan ke dalam dada
umat Islam terhadap kitab sucinya .

Pertama, Isu tentang eksistensi mushaf-mushaf sahabat pra-Usmani. Kedua, Peristiwa pembakaran
mushaf sahabat selain mushaf Usmani.

Isu tentang eksistensi mushaf-mushaf pra-Usmani.

Tidak dapat dipungkiri tentang eksisnya mushaf-mushaf sahabat. Hal ini terekam salah satunya dalam
kitab al-mashahif karya Ibn Abi Dawud. Para orientalis juga bayak merujuk pada kitab ini sebagai bahan
utama dalam analisisnya. Adalah Artur Jeferry yang memberikan banyak perhatiannya dalam isu ini
dengan ditulisnya buku Materials For The History Of The text Of The Qur’an.

Oleh karena itu tidak berlebihan jika pembahasan ini akan banyak menyoroti pandangannya yang
dianggap mewakili para orientalis lainnya.

Artur Jefferi menyebutkan ada berbagai mushaf diataranya ; Mushaf Salim Ibn Ma’qil, Mushaf Umar Ibn
khattab, Mushaf Ubai Ibn ka’ab, Mushaf Ibn Mas’ud, Mushaf Ali Ibn Abi Tholib, Mushaf Abu Musa Al-
Asy’ary, Mushaf Hafshah bnt Umar, Mushaf Zaid Ibn Tsabit, Mushaf Aisyah bnt Abu Bakar, Mushaf
Ummu Salamah, Mushaf Abdullah Ibn ‘Amr, Mushaf Ibn Abbas, Mushaf Ibn Al-Zubair, Mushaf Ubaid Ibn
Umair, Mushaf Anas Ibn Malik.

Menurut Taufik Adnan Amal menulis dalam Rekontruksi Sejarah Al-Qur’an, mushaf-mushaf ini
mempunyai peranan penting. Ia dibaca oleh pemiliknya yaitu para sahabat sepeninggal Rasulullah.

Sehingga memungkinan timbulnya variasi dan perbedaan-perbedaan tulisan dan bacaan pada setiap
mushaf. Dari sinilah awal mula kritik para orientalis terhadap keabsahan mushaf Usmani secara khusus
dan keraguan otentitas al-Qur’an secara umum.

Pemikiran para orientalis dalam wacana ini nyaris seragam. Artur Jeffery, John Burton, maupun Cristhof
Luxemberg sebenarnya terpengaruh oleh pendahulunya Theodore Noldeke. Secara umum pandangan
orientalis terhadap variasi mushaf sahabat terangkum pada poin berikut:

Masalah vokalisasi

Perbedaan terpenting adalah vokalisasi. Perbedaan vokalisasi dapat saja terjadi pada contoh lafaz ‫تسالون‬
(tanpa titik dan baris), dapat dibaca Tus alun ataupun Tas alun. Tulisan ‫( لعب‬tabpa titik dan baris) dapat
dibaca la’iba, atau la’bun, dan masih banyak contoh lain.
Menurut Artur Jeffery kekurangan tanda titik dalam mushaf berarti merupakan peluang bebas bagi
pembaca memberi tanda sendiri sesuai dengan konteks mana yang ia pahami. Menurutnya penggunaan
tanda titik dan tanda lainnya amat diperlukan guna menyesuaikan pemahaman sendiri terhadap ayat
itu.

Anda mungkin juga menyukai