Anda di halaman 1dari 2

Nama : Rahma Zahra Dwiyanti

NIM : 2230110117
Prodi : IQT D
Matkul : Sejarah teks Al-qur’an
RIVIEW BUKU 4

MUSHAF UTSMANI

Pada awalnya, Nabi Muhammad tidak melarang dan malah membebaskan para sahabat dalam
membaca al-qur’an sebab Nabi Muhammad tidak ingin memberatkan ummatnya dalam
membaca al-qur’an. Berangkat dari situ, yang akhirnya timbulah banyak perbedaan dialek
membaca al-qur’an setelah Nabi Muhammad SAW wafat yang kemudian Khalifah Utsman
Bin Affan bergerak untuk memecahkan masalah yang ada.

Dalam buku ini, Prof. Dr. Al-A’zami menceritakan bahwa ada seorang sahabat yaitu
Hudzaifa bin Al-Yaman melapor kepada Utsman bahwa dia telah berdakwah keluar Madinah
dan mengajarkan al-qur’an dengan dialek selain dialek quraisy. Ketika Utsman tau hal itu ia
langsung naik pitam. Hal yang ditakutkan oleh ustman adalah jika terlalu banyak perbedaan
dialek al-qur’an dikhawatirkannya seperti kaum yahudi dan kristen yang berselisih tentang
kitab mereka. Sebenarnya, perbedaan dialek ini sudah ada sejak zaman nabi dan ketika masa
khalifah Umar bin Khattab beliau sudah mengantisipasinya dengan mengirim sahabat Ibnu
Mas’ud ke Irak untuk menyebartkan dan mengajarkan al-qur’an dengan menggunakan dialek
quraisy. Kemudian usaha ini dilanjutkan oleh Khalifah Utsman bin Affan dengan
mengumpulkan umat muslim untuk menerangkan masalah mengenai perbedaan dan meminta
pendapat mereka tentang bacaan dalam beberapa dialek. Menurut pendapat yang paling
masyhur, khalifah Usman membuat naskah mushaf semata-mata berdasarkan pada shuhuf
yang disimpan oleh sayyidah hafshah, yang mana shuhuf itu memiliki peran peran penting
dalam pembuatan mushaf utsmani. Menurut riwayat tersebut, Khalifah Utsman sungguh-
sungguh dalam melacak keberadaan suhuf yang dibawah penjagaan sayyidah hafshah
kemudian mempercepat penulisan serta memperbanyak naskah. Dalam proses penulisan ini,
Khallifah Utsman bin Affan melibatkan 12 sahabat termasuk Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
Zaubair, zaid bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Diantara tugasnya ialah
menyusun naskah, mengumpulkan shuhuf, mendikte, menulis, serta menabulasi al-qur’an
yang kemudian ditulis diatas kulit. Dalam proses ini, Khalifah Utsman tidak sembarang
menerima shuhuf-shuhuf yang diberikan oleh para sahabat, melainkan harus melewati seleksi
yang sangat ketat, disumpah, ditanya dan lain sebagainya.

Naskah ini berbeda dengan naskah yang lain dikarenakan penyusunannya diulang kembali
dari awal oleh Utsman dengan tidak merubah urutan dan isi. Beliau hanya memvalidasi
perbedaan-perbedaan yang ada. Secara bertahap, mushaf ini muncul dengan
mengesampingkan semua ayat yang tidak pasti dalam ejaan konvensional. Cara Utsman bin
Affan dalam menaanggapio hal ini ialah dengan mengambil shuhuf dari sayyidah Aisyah
sebagai perbandingan. Kemudian mengambil shuhuf milik sayyidah hafshah untuk
melakukan verifikasi. Alasan Utsman bin affan mengumpulkan kembali naskah secara
otonom ialah sebagai simbolik yang kemudian dibandingkan kembali dengan shuhuf. Yang
mana hal tersebut menjadi mushaf Utsman tersendiri (independen).

Dari keterangan diatas sesuai dengan tujuan buku ini ditulis oleh Prof. Dr. Al-A’zami yaitu
menjawab pernyataan-pernyataan miring mengenai al-qur’an yang dilontarkan oleh orientalis
barat. Dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak awal al-qur’an sejak dahulu sudah kukuh dan
benar adanya yang turun dari Allah, bukan karangan Nabi Muhammad Saw sendiri.

Cara Khalifah Utsman mendistribusikan mushafnya ialah dengaan mengumpulkan umat


muslim kembali. Kemudian ketika naskah terakhir dibacakan didepan para sahabat, Khalifah
Utsman yang umum kepada umat muslim ialah “tulislah mushaf”, terkesan bahwaa beliau
menyuruh para sahabat untukn membuat duplikat sebuah mushaf. Menurut Al-Ya’qubi, ada 9
mushaf yang disahkan yang tersebar di Kuffah, Basrah, Madinah, Makkah, Mesir, Suriah,
Baharian, Yaman, dan Al-Jazirah. Dalam penyebaran ini, Khalifah Utsman mengirim mushaf
lengkap dengan Qari’nya. Naskah mushaf utsmani yang dahulu hanya berupa huruf
konsonan, tidak ada huruf vokal (baris), dan titik. Setelah penulisan mushaf utsmani ini
selesai, khalifah Utsman mengutus para sahabat untuk membakar manuskrip yang lain demi
meminimalisir munculnya perbedaan.

Anda mungkin juga menyukai