Anda di halaman 1dari 9

NAMA : SARTIKA (186210496)

KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mata Kuliah : Al-islam III

Dosen pengampu : Dr. Hamzah, M.Ag


SEJARAH PEMBUKUAN AL-QUR’AN

1. Periode Nabi Muhammad SAW

Pada periode ini, Rasulullah SAW menunjuk Zaid bin Tsabit untuk menuliskan wahyu-
wahyu Al-Qur’an yang diterima langsung oleh Rasulullah. Beliau menunjuk Zaid karena
memang dia memiliki bakat yang lebih dalam hal tulis-menulis. Selain ditulis “resmi” oleh
Zaid, para sahabt lainnya pun ada yang menghafal kemudian menuliskannya di pelepah
kurma, tulang-belulang, maupun kulit hewan. Pada zaman itu memang belum di mushafkan
secara utuh karena Rasul masih menunggu wahyu lainnya.

2. Periode Abu Bakar RA

Setelah Rasul wafat, banyak para pengikut nabi yang kembali ke zamn jahiliyah serta
kekafiran. Karena hal itulah pada periode ini terjadi perang Yamamah yang dipimpin oleh
Umar Bin Khatab. Rupanya dalam peperangan tersebut banyak para hafidzah yang syahid.
Melihat hal ini Umar pun mengusulkan pada Abu Bakar agar Al-Qur’an ditulis dijadikan
mushaf. Sempat terjadi penolakn dari Abu Bakar karena takut melanggar, namun akhirnya
Umar berhasil menyakinkan Abu Bakar sehingga ditunjuklah Zaid bin Tsabit dalam proses
penulisan dan juga pengumpulan Al-Qur’an. Setelah selesai dan mengerjakannya dnegan
hati-hati, Zaid pun menyerahkan pada Abu Bakar dan beliau pun menyimpannya sampai
wafat dan “diwariskan” pada Umar Bin Khatab.

3. Periode Umar Bin Khatab

Pada periode ini karena sudah disepakati sebelumnya oleh para sahabat dan juga pengikut
Nabi Muhammad SAW. Maka, tak ada perubahan berarti dalam penyusunan mushaf. Pada
periode ini Umar lebih konsentrasi terhadap perluasan wilayah untuk menyebarkan agama
Islam.

1
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mata Kuliah : Al-islam III

Dosen pengampu : Dr. Hamzah, M.Ag


4. Periode Ustman Bin Affan

Karena daerah perluasan wilayah penyebaran agama Islam sudah semakin luas, dalam
periode terjadi perbedaan dalam qiro’ah atau membaca Al-Qur’an. Dimana pada setiap
tempat mengklaim Qiro’ahnya lah yang tepat. Karena dikhawatirkan terjadi perpecahan,
Hufaidzah pun mengusulkan agar Ustman segera menindaklanjuti perbedaan tersebut.

Usulan tersebut pun akhirnya ditanggapi dengan baik dan dibuatlah lajnah untuk membahas
hal tersebut. Lajnah tersebut dipimpin oleh Zaid Bin Harist dengan anggotanya Abdullah bin
Zubair. Said ibnu Ash dan Abdurahman bin Harits. Ustman Bin Affan memerintahkan
kepada Zaid untuk mengambil Mushaf yang berada dirumah Hafsah dan menyeragamkan
bacaan dengan satu dialek yakni dialek Qurays, mushaf yang asli dikembalikan lagi ke
hafsah. Ustman Bin Affan menyuruh Zaid untuk memperbanyak mushaf yang diperbaruhi
menjadi 6 mushaf, yang lima dikirimkan kewilayah islam seperti Mekkah, Kuffah, Basrah
dan Suria, yang satu tersisa disimpan sendiri oleh Ustaman dirumahnya. Mushaf ini dinamai
Al-Imam yang lebih dikenal mushaf Ustmani.

RINGKASAN

2
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mata Kuliah : Al-islam III

Dosen pengampu : Dr. Hamzah, M.Ag


1. Bentuk Al-quran pada masa Rasul

Ayat Al-Qur’an tidak dikumpulkan atau dibukukan seperti sekarang ini karena
disebabkan oleh beberapa faktor, maka ayat Al-Qur’an barulah mulai dikumpulkan atau
dibukukan, yaitu dikumpulkan dalam satu mushaf. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Nabi
hanya dilakukan melalui dua cara yakni dituliskan pada benda-benda seperti yang terbuat dari
kulit binatang, batu yang tipis dan licin, pelepah kurma, tulang binatang dan lain-lain.
Tulisan-tulisan dari benda-benda tersebut dikumpulkan untuk Nabi dan beberapa di antaranya
menjadi koleksi para sahabat yang pandai baca tulis.

Rasulullah SAW telah mengangkat para sahabat-sahabat terkemuka untuk menulis


wahyu Al-Qur’an, yaitu: Ali, Muawiyah, Ubai bin K’ab dan Zaid bin Tsabit, jika ayat turun
Nabi memerintahkan mereka untuk menulis dan menunjukan tempat ayat tersebut dalam
surah, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan di dalam hati. Sebagian
sahabat menuliskan Al-Qur’an yang turun itu atas kemauan sendiri, tanpa diperintahkan oleh
Nabi.

Allah menurunkan Al-Qur’an  kepada Nabi yang Ummi (tidak bisa baca-tulis) dan
diutus di kalangan orang-orang yang Ummi. Karena itu perhatian Nabi hanyalah menghafal
dan menghayati agar beliau dapat menguasai Al-Qur’an yang diturunkan. Jadi bentuk al-
quran pada masa Rasul masih terbuat dari kulit binatang, batu yang tipis dan licin, pelepah
kurma, tulang binatang dan lain-lain.

2. Perdebatan Abu Bakar dengan Umar bin Khattab

Seperti halnya suku yang datang untuk menerima Islam, Nabi ingin memilih
pemimpin untuk mereka. Tentu, orang yang paling layak untuk hal tersebut adalah dua orang
sahabat yang paling dekat dengan Nabi, Abu Bakar dan ‘Umar bin Khattab ra. Abu Bakar
merekomendasikan agar Nabi menunjuk al-Qa’qā bin Ma’bad, anggota Bani Mujāshi’,
mengambil posisi itu. Namun ‘Umar tidak setuju. Umar menganjurkan Nabi untuk memilih
seorang pria bernama Al-Aqra’ bin Hābis. Ketidaksepakatan antara kedua sahabat tersebut

3
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mata Kuliah : Al-islam III

Dosen pengampu : Dr. Hamzah, M.Ag


berubah menjadi perdebatan, berdebat untuk berdebat, dan segera keduanya mulai
meninggikan suara mereka dengan sangat keras, mereka menenggelamkan suara Nabi.

Saat itulah, Allah mengungkapkan ayat berikut kepada Nabi, sal Allahu ‘alayhi wa sallam.
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan
janganlah kamu berkata kepadannya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara
sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak terhapus (pahala) amalanmu,
sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. al-Hujurat: 2)

3. Al-qur’an dicetak seperti sekarang dan daerah penyebarannya

Sebelum ditemukan mesin cetak, Al-Qur’an disalin dan diperbanyak dari mushaf
Utsmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad ke-16 M. Pada
tahun 1456, Johan Guttenberg (1400-1468) asal Mainz Jerman menciptakan mesin cetak. Ia
juga sempat mencetak Injil yang dikenal dengan ‘Injil Guttenberg’.  Tapi tidak mencetak al-
Qur’an. Dalam sebuah artikel di Journal of Qur’anic Studies bertajuk Early Printed Qur’ans:
The Dissemination of The Qur’an in the West yang ditulis oleh Arjan van Dijk,
[20] dikisahkan tentang pencetakan pertama kali al-Qur’an secara singkat.
 
Dalam tulisan tersebut dinyatakan bahwa jauh sebelum abad ke-15, cetak-mencetak
merupakan kegiatan yang dilarang dan ini menjadi fenomena khas di dunia Barat. Sebelum
percetakan dengan tipe-bergerak (movable type) menjadi kegiatan biasa dan umum di dunia
Islam pada awal abad ke-19, mencetak buku khusunya kitab suci telah  lama dilarang.  Pada
masa Imperium Ottoman Turki, mencetak kitab suci dianggap sebagai kejahatan besar. Oleh
sebab itu, pencetakan al-Qur’an pertama kali dalam bahasa Arab adalah produksi orang
Barat. Al-Qur’an pertama kali dicetak di kota Bunduqiyyah atau Venice oleh Paganino and
Alesaandro Paganini pada antara  9 Augustus 1537 dan 9 Augustus 1538 M.
 
Tak seorang pun menyebarkan cetakan tersebut bahkan sampai berabad-abad
berikutnya. Di dalam buku yang berjudul  Rudimenta lingua Arabicae (diterbitkan di Leiden
tahun 1620), orientalis Belanda Thomas Erpenius menyebutkan bahwa al-Qur’an berbahasa

4
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mata Kuliah : Al-islam III

Dosen pengampu : Dr. Hamzah, M.Ag


Arab dicetak pertama kali sekitar tahun 1530 in Venice, namun dengan catatan bahwa
cetakan al-Qur’an tersebut tidak tersebarkan. Tidak tersebarnya al-Qur’an cetakan tersebut
memunculkan isu atau rumor bahwa Gereja Katolik telah memerintahkan pembakaran
pencetakan al-Qur’an tersebut. Isu dan rumor tersebut ditampik dengan pertanyaan  mengapa
para pendeta Katolik memerintahkan melenyapkan al-Qur’an yang ditulis dengan bahasa
Arab sedangkan hampir semua orang Venice pada saat itu tidak membaca. Padahal selang 10
tahun kemudian Arrivabene mencetak al-Qur’an dengan bahasa daerah di kota yang sama.
 
Kasus mengapa cetakan pertama al-Qur’an tidak tersebar menjadi misteri hingga
hingga tahun 1987. Pada tahun 1987, sarjana Itali Angela Nuovo menemukan sebuah kopian
al-Qur’an yang terselamatkan di sebuah biara di Venice. Ketika dilakukan rekonstruksi,
ternyata diketahui bahwa Paganino and Alesaandro Paganini mencetak al-Qur’an dengan
tujuan untuk dikirim ke Kerajaan Ottoman, Turki. Konon, Kaisar Ottoman yang memesan.
Sayangnya, al-Qur’an yang dicetak tersebut masih memiliki banyak kesalahan cetak di sana-
sini sehingga dikhawatirkan bisa mengurangi kandungan makna teks suci atau bahkan
menyesatkan. Di samping itu al-Qur’an Surah al-Waqi’ah [56]: 76 sendiri dengan tegas
melarang ‘mereka yang tidak suci untuk menyentuh al-Qur’an.’ Jadi, ketika Alessandro
Paganini pergi ke Istanbul untuk menjual produknya, Kaisar Ottoman tidak menerimanya
dengan hangat.

Melalui karya Jean Bodin yang berjudul  Colloquium heptaplomeres (ditulis sekitar


tahun 1580), ada asumsi bahwa pemerintah Ottoman melenyapkan seluruh cetakan tersebut.
Hingga akhirnya kedua nama tokoh tersebut tidak terdengar lagi. Oleh sebab itu, al-Qur’an
cetakan Alessandro Paganini jarang sekali disinggung dalam sejarah pencetakan al-Qur’an.
Seandainya disinggungpun hanya sebatas informasi sekilas tanpa data-data sejarah yang
valid. Setelah itu, pada tahun 1698, di kota Padoue (Itali Utara) Maracci mencetak al-Qur’an.
Sayang tak satupun juga cetakan tersebut bisa dilihat sampai sekarang, karena tidak ada
bekasnya sama sekali.
 

5
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mata Kuliah : Al-islam III

Dosen pengampu : Dr. Hamzah, M.Ag


Kemudian pada tahun 1787 berdirilah percetakan Islam di kota St Peterbeurg, Russia yang
didirikan oleh Maulana Usman (Sultan Ottoman). Di sinilah al-Qur’an pertama kali dicetak
oleh orang Islam. Cetakan ini dikenal dengan ‘Maulana Usman edition’. Pencetakan di
Russia ini kemudian diikuti oleh orang-orang Islam di Kazan pada tahun 1828, dan Persia
pada tahun 1833 dan  Istanbul 1877.
Pada tahun yang sama 1787, Yang Agung Tsarina Catherine memerintahkan agar al-Qur’an
dicetak untuk tujuan politk, sebagai isyarat toleransi keagamaan. Dia ingin agar penduduk
muslim keturunan Turki mudah mengakses kitab suci mereka. Al-Qur’an cetakan ini telah di-
tashih oleh sarjana-sarjana Islam dan memuat kutipan tafsir.
 

4. Pada masa Mu’awiyah bin Abi Sofyan Al-qur’an diberi titik dan baris

Dalam sejarah al-Qur’an disebutkan bahwa sebagian para sahabat Nabi Muhammad
saw, menuliskan ayat-ayat al-Qur’an dalam potongan kain, pelepah kurma, batu dan tulang
dengan tinta jelaga, dan ada juga yang menyimpannya dalam ingatan (hapalan). Atas anjuran
Umar ra., Abu Bakar ra. memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan ayat-
ayat Al-Qur’an dari para penulis wahyu menjadi satu mushaf (manuskrip). Setelah
dikumpulkan, atas perintah Usman bin Affan, al-Qur’an ditulis dalam satu mushaf untuk
pertama kalinya. Penulis-penulisnya adalah Zaid Bin Tsabit, Abdullah Bin Zubair, Sa’id bin
‘Ash dan Abdur-Rahman, bin Al Haris bin Hisyam. Mushaf tersebut ditulis tanpa titik dan
baris.
Pada masa Mu’awiyah bin Abi Sofyan menugaskan Abul Asad Ad-Dualy untuk
meletakkan tanda bacaan (i’rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari
kesalahan dalm membaca. Terus berlanjut pada Abdul Malik bin Marwan. Beliau
menugaskan Al-Hajjaj bin Yusuf untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf
dengan lainnya (Ba’; dengan satu titik di bawah, Ta; dengan dua titik di atas, Tsa; dengan tiga
titik di atas). Sedangkan  peletakan baris atau tanda baca (i’rab) seperti: Dhammah,  Fathah, 
Kasrah dan Sukun, mengikuti cara pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin

6
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mata Kuliah : Al-islam III

Dosen pengampu : Dr. Hamzah, M.Ag


Ahmad Al-Farahidy. Seiring perkembangan zaman dan sejak ditemukan mesin cetak, al-
Qur’an sudah berubah bentuk.

5. Di masa khalifah Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu  cara membaca Al-


qur’an yg terkenal, 7 macam bacaan

Penyebab utama penyeragaman bacaan Alquran di zaman Utsman bin


Affan radhiallahu ‘anhu adalah perbedaan bacaan yang menjurus pada saling menyalahkan
antara kaum muslimin.Utsman pun mengambil kebijakan menyatukan suara umat. Ia
memutuskan adanya satu mushhaf yang sama. Bermula dari kabar sahabat Hudzaifah bin al-
Yaman radhiallahu ‘anhu yang datang dari wilayah Azerbaijan dan Armenia. Ia menemui
penduduk Syam dan Irak yang berselisih karena bacaan Alquran. Hudzaifah khawatir timbul
fitnah dan masalah dari hal ini. Ia berkata, “Wahai Amirul Mukminin, aku jumpai umat ini
berselisih dalam permasalahan al-Kitab (Alquran), sebagaimana orang-orang Yahudi dan
Nasrani berselisih (di antara mereka)”.
Diriwayatkan Ibnu Abi Dawud dari Qilabah, ia berkata, “Pada masa kekhalifahan
Utsman, ia mengangkat seorang pengajar qiraat (bacaan Alquran) dan seorang lainnya untuk
mengajarkan qiraat pula. Kemudian dua orang pemuda (pelajar qiraat) bertemu dan berselisih
tentang bacaan mereka. Hingga permsalahan ini sampai kepada para guru. Ayub mengatakan,
‘Yang aku ketahui, sampai-sampai mereka saling mengkafirkan karena bacaan Alquran (yang
asing menurut mereka)’.

Di tengah kisruh tersebut, Utsman mengeluarkan kebijakan yang berhasil membuat


suasana reda dan tenang. Utsman mengumpulkan tokoh-tokoh sahabat Rasulullah. Berdiskusi
bersama mereka. mencari solusi atas peristiwa besar yang sedang mereka hadapi. Akhirnya
keluarlah kebijakan untuk menyeragamkan bacaan Alquran. Ditetapkanlah satu qiraat
(bacaan) yang jadi sandaran untuk umat. Kemudian qiraat tersebut ditulis dan disebarkan ke
seluruh wilayah Islam. Tidak hanya itu, Utsman menutup celah perselisihan dengan
membakar mush-haf yang berbeda (Kitab al-Mashahif. 1/211-214).

7
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mata Kuliah : Al-islam III

Dosen pengampu : Dr. Hamzah, M.Ag


Kebijakan yang diambil Utsman ini adalah keputusan yang luar biasa. Sikap yang
beliau ambil mampu menenangkan. Bukan malah menghangatkan suasana dan menimbulkan
perpecahan. Ibnu Abi Dawud meriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib berkata, “Janganlah
kalian berlebihan dalam menyikapi (kebijakan) Utsman. Jangan kalian membicarakan dia,
kecuali yang baik-baik saja. Demi Allah, apa yang ia lakukan terhadap mush-haf Alquran
diputuskan setelah bermusyawarah dengan kami (para sahabat)”.

Ali melanjutkan, Utsman bertanya kepada kami, “Apa pendapat kalian tentang
perselisihan bacaan ini? Sungguh sampai kabar kepadaku orang-orang mengatakan, ‘Qiraatku
lebih baik dari qiraat yang kau baca’ Kami pun menyerahkan kepadanya dengan bertanya,
“Bagaimana solusimu?” Utsman menjawab, “Menurutku kita perlu mempersatukan bacaan
dalam satu mush-haf yang seragam. Sehingga tidak ada kelompok-kelompok. Tidak ada
perselisihan”. Kami menanggapi, “Alangkah bagus solusi itu”. Ali menegaskan, “Demi
Allah, seandainya aku menjadi khalifah, akan aku lakukan seperti yang dilakukan Utsman”.

1) Perbedaan pada bentuk isim, antara mufrad, tasniah, jamak muzakkar atau mu’annath.
Contoh: َ‫ون‬QQ‫ ِد ِه ْم َرا ُع‬Q ‫اتِ ِه ْم َو َع ْه‬QQَ‫( َوالَّ ِذينَ هُ ْم أل َمان‬Al-Mukminun: 8) Yaitu ‫اتِ ِه ْم‬QQَ‫ أل َمان‬dan dibaca
mufrad dalam qiraat lain ‫أل َمانتِ ِه ْم‬.
2) Perbedaan bentuk fi’il madhi , mudhari’ atau amar. Contoh:
ِ َ‫اع ْد بَ ْينَ أَ ْسف‬
ٍ ‫ارنَا‬ ِ َ‫( فَقَالُوا َربَّنَا ب‬Saba’ : 19) Sebaagian qiraat membaca lafaz ‘rabbana’ dengan
rabbuna, dan dalam kedudukan yang lain lafaz ‘ba’idu’ dengan ‘ba’ada’.
َ ُ‫( إِ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم َوال ي‬Al-Baqarah: 282)
3) Perbezaan dalam bentuk ‘irab. Contoh, lafad z ٌ‫ضا َّر َكاتِب‬
dibaca dengan disukunkan huruf ‘ra’ sedangkan yang lain membaca dengan fathah.
4) Mendahulukan (taqdim) dan mengakhirkan (ta’khir). atau lebih dikenal dg taqdim
ta’khir. Contoh :‫ت بِ ْال َحق‬
ِ ْ‫ت َس ْك َرةُ ْال َمو‬
ْ ‫( َو َجا َء‬Surah Qaf: 19) dibaca dengan didahulukan ‘al-
ِ ْ‫ت َس ْك َرةُ ْال َحق بِ ْال َمو‬
haq’ dan diakhirkan ‘al-maut’, ‫ت‬ ْ ‫ َو َجا َء‬. Tapi Qiraat ini dianggap lemah.
5) Perbedaan dalam menambah dan mengurangi. Contoh ayat 3, Surah al-Lail,
‫ق ال َّذ َك َر َواأل ْنثَى‬
َ َ‫ َو َما خَ ل‬. Ada qiraat yang membuang lafaz ‘ma kholaqo’
6) Perbedaan ibdal (pergantian huruf). Contoh, kalimah ‘nunsyizuha’ dalam ayat 259
Surah al-Baqarah dibaca dengan ‘nunsyiruha’ (‘zai’ diibdalkan dengan huruf ‘ra’).

8
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mata Kuliah : Al-islam III

Dosen pengampu : Dr. Hamzah, M.Ag


7) Perbedaan lahjah seperti dalam masalah imalah, tarqiq, tafkhim, izhar, idgham dan
sebagainya. Perkataan ‘wadduha’ dibaca dengan fathah dan ada yang membaca
dengan imalah , yaitu dengan bunyi ‘wadduhe’ (sebutan antara fathah dan kasrah).

Lalu apa kaitannya 7 huruf ini dengan mushaf ‘usmani? Mashaf ‘Uthmani adalah mashaf
yang dicatat dan disempurnakan pada zaman Khalifah ‘Usman ibn ‘Affan yang digunakan
pada hari ini. Menurut jumhur ulama, mashaf ini berjumlah 6 buah yang mencakupi ‘Tujuh
Huruf’. Sebagai contoh,(bahasa Yaman), (bahasa Hawazin), (bahasa Abbas) dan lain-lain
yang terdapat dalam al-Quran rasm ‘Usmani.

Anda mungkin juga menyukai