KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Pada periode ini, Rasulullah SAW menunjuk Zaid bin Tsabit untuk menuliskan wahyu-
wahyu Al-Qur’an yang diterima langsung oleh Rasulullah. Beliau menunjuk Zaid karena
memang dia memiliki bakat yang lebih dalam hal tulis-menulis. Selain ditulis “resmi” oleh
Zaid, para sahabt lainnya pun ada yang menghafal kemudian menuliskannya di pelepah
kurma, tulang-belulang, maupun kulit hewan. Pada zaman itu memang belum di mushafkan
secara utuh karena Rasul masih menunggu wahyu lainnya.
Setelah Rasul wafat, banyak para pengikut nabi yang kembali ke zamn jahiliyah serta
kekafiran. Karena hal itulah pada periode ini terjadi perang Yamamah yang dipimpin oleh
Umar Bin Khatab. Rupanya dalam peperangan tersebut banyak para hafidzah yang syahid.
Melihat hal ini Umar pun mengusulkan pada Abu Bakar agar Al-Qur’an ditulis dijadikan
mushaf. Sempat terjadi penolakn dari Abu Bakar karena takut melanggar, namun akhirnya
Umar berhasil menyakinkan Abu Bakar sehingga ditunjuklah Zaid bin Tsabit dalam proses
penulisan dan juga pengumpulan Al-Qur’an. Setelah selesai dan mengerjakannya dnegan
hati-hati, Zaid pun menyerahkan pada Abu Bakar dan beliau pun menyimpannya sampai
wafat dan “diwariskan” pada Umar Bin Khatab.
Pada periode ini karena sudah disepakati sebelumnya oleh para sahabat dan juga pengikut
Nabi Muhammad SAW. Maka, tak ada perubahan berarti dalam penyusunan mushaf. Pada
periode ini Umar lebih konsentrasi terhadap perluasan wilayah untuk menyebarkan agama
Islam.
1
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Karena daerah perluasan wilayah penyebaran agama Islam sudah semakin luas, dalam
periode terjadi perbedaan dalam qiro’ah atau membaca Al-Qur’an. Dimana pada setiap
tempat mengklaim Qiro’ahnya lah yang tepat. Karena dikhawatirkan terjadi perpecahan,
Hufaidzah pun mengusulkan agar Ustman segera menindaklanjuti perbedaan tersebut.
Usulan tersebut pun akhirnya ditanggapi dengan baik dan dibuatlah lajnah untuk membahas
hal tersebut. Lajnah tersebut dipimpin oleh Zaid Bin Harist dengan anggotanya Abdullah bin
Zubair. Said ibnu Ash dan Abdurahman bin Harits. Ustman Bin Affan memerintahkan
kepada Zaid untuk mengambil Mushaf yang berada dirumah Hafsah dan menyeragamkan
bacaan dengan satu dialek yakni dialek Qurays, mushaf yang asli dikembalikan lagi ke
hafsah. Ustman Bin Affan menyuruh Zaid untuk memperbanyak mushaf yang diperbaruhi
menjadi 6 mushaf, yang lima dikirimkan kewilayah islam seperti Mekkah, Kuffah, Basrah
dan Suria, yang satu tersisa disimpan sendiri oleh Ustaman dirumahnya. Mushaf ini dinamai
Al-Imam yang lebih dikenal mushaf Ustmani.
RINGKASAN
2
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Ayat Al-Qur’an tidak dikumpulkan atau dibukukan seperti sekarang ini karena
disebabkan oleh beberapa faktor, maka ayat Al-Qur’an barulah mulai dikumpulkan atau
dibukukan, yaitu dikumpulkan dalam satu mushaf. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Nabi
hanya dilakukan melalui dua cara yakni dituliskan pada benda-benda seperti yang terbuat dari
kulit binatang, batu yang tipis dan licin, pelepah kurma, tulang binatang dan lain-lain.
Tulisan-tulisan dari benda-benda tersebut dikumpulkan untuk Nabi dan beberapa di antaranya
menjadi koleksi para sahabat yang pandai baca tulis.
Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi yang Ummi (tidak bisa baca-tulis) dan
diutus di kalangan orang-orang yang Ummi. Karena itu perhatian Nabi hanyalah menghafal
dan menghayati agar beliau dapat menguasai Al-Qur’an yang diturunkan. Jadi bentuk al-
quran pada masa Rasul masih terbuat dari kulit binatang, batu yang tipis dan licin, pelepah
kurma, tulang binatang dan lain-lain.
Seperti halnya suku yang datang untuk menerima Islam, Nabi ingin memilih
pemimpin untuk mereka. Tentu, orang yang paling layak untuk hal tersebut adalah dua orang
sahabat yang paling dekat dengan Nabi, Abu Bakar dan ‘Umar bin Khattab ra. Abu Bakar
merekomendasikan agar Nabi menunjuk al-Qa’qā bin Ma’bad, anggota Bani Mujāshi’,
mengambil posisi itu. Namun ‘Umar tidak setuju. Umar menganjurkan Nabi untuk memilih
seorang pria bernama Al-Aqra’ bin Hābis. Ketidaksepakatan antara kedua sahabat tersebut
3
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Saat itulah, Allah mengungkapkan ayat berikut kepada Nabi, sal Allahu ‘alayhi wa sallam.
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan
janganlah kamu berkata kepadannya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara
sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak terhapus (pahala) amalanmu,
sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. al-Hujurat: 2)
Sebelum ditemukan mesin cetak, Al-Qur’an disalin dan diperbanyak dari mushaf
Utsmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad ke-16 M. Pada
tahun 1456, Johan Guttenberg (1400-1468) asal Mainz Jerman menciptakan mesin cetak. Ia
juga sempat mencetak Injil yang dikenal dengan ‘Injil Guttenberg’. Tapi tidak mencetak al-
Qur’an. Dalam sebuah artikel di Journal of Qur’anic Studies bertajuk Early Printed Qur’ans:
The Dissemination of The Qur’an in the West yang ditulis oleh Arjan van Dijk,
[20] dikisahkan tentang pencetakan pertama kali al-Qur’an secara singkat.
Dalam tulisan tersebut dinyatakan bahwa jauh sebelum abad ke-15, cetak-mencetak
merupakan kegiatan yang dilarang dan ini menjadi fenomena khas di dunia Barat. Sebelum
percetakan dengan tipe-bergerak (movable type) menjadi kegiatan biasa dan umum di dunia
Islam pada awal abad ke-19, mencetak buku khusunya kitab suci telah lama dilarang. Pada
masa Imperium Ottoman Turki, mencetak kitab suci dianggap sebagai kejahatan besar. Oleh
sebab itu, pencetakan al-Qur’an pertama kali dalam bahasa Arab adalah produksi orang
Barat. Al-Qur’an pertama kali dicetak di kota Bunduqiyyah atau Venice oleh Paganino and
Alesaandro Paganini pada antara 9 Augustus 1537 dan 9 Augustus 1538 M.
Tak seorang pun menyebarkan cetakan tersebut bahkan sampai berabad-abad
berikutnya. Di dalam buku yang berjudul Rudimenta lingua Arabicae (diterbitkan di Leiden
tahun 1620), orientalis Belanda Thomas Erpenius menyebutkan bahwa al-Qur’an berbahasa
4
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
5
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
4. Pada masa Mu’awiyah bin Abi Sofyan Al-qur’an diberi titik dan baris
Dalam sejarah al-Qur’an disebutkan bahwa sebagian para sahabat Nabi Muhammad
saw, menuliskan ayat-ayat al-Qur’an dalam potongan kain, pelepah kurma, batu dan tulang
dengan tinta jelaga, dan ada juga yang menyimpannya dalam ingatan (hapalan). Atas anjuran
Umar ra., Abu Bakar ra. memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan ayat-
ayat Al-Qur’an dari para penulis wahyu menjadi satu mushaf (manuskrip). Setelah
dikumpulkan, atas perintah Usman bin Affan, al-Qur’an ditulis dalam satu mushaf untuk
pertama kalinya. Penulis-penulisnya adalah Zaid Bin Tsabit, Abdullah Bin Zubair, Sa’id bin
‘Ash dan Abdur-Rahman, bin Al Haris bin Hisyam. Mushaf tersebut ditulis tanpa titik dan
baris.
Pada masa Mu’awiyah bin Abi Sofyan menugaskan Abul Asad Ad-Dualy untuk
meletakkan tanda bacaan (i’rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari
kesalahan dalm membaca. Terus berlanjut pada Abdul Malik bin Marwan. Beliau
menugaskan Al-Hajjaj bin Yusuf untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf
dengan lainnya (Ba’; dengan satu titik di bawah, Ta; dengan dua titik di atas, Tsa; dengan tiga
titik di atas). Sedangkan peletakan baris atau tanda baca (i’rab) seperti: Dhammah, Fathah,
Kasrah dan Sukun, mengikuti cara pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin
6
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
7
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Ali melanjutkan, Utsman bertanya kepada kami, “Apa pendapat kalian tentang
perselisihan bacaan ini? Sungguh sampai kabar kepadaku orang-orang mengatakan, ‘Qiraatku
lebih baik dari qiraat yang kau baca’ Kami pun menyerahkan kepadanya dengan bertanya,
“Bagaimana solusimu?” Utsman menjawab, “Menurutku kita perlu mempersatukan bacaan
dalam satu mush-haf yang seragam. Sehingga tidak ada kelompok-kelompok. Tidak ada
perselisihan”. Kami menanggapi, “Alangkah bagus solusi itu”. Ali menegaskan, “Demi
Allah, seandainya aku menjadi khalifah, akan aku lakukan seperti yang dilakukan Utsman”.
1) Perbedaan pada bentuk isim, antara mufrad, tasniah, jamak muzakkar atau mu’annath.
Contoh: َونQQ ِد ِه ْم َرا ُعQ اتِ ِه ْم َو َع ْهQQَ( َوالَّ ِذينَ هُ ْم أل َمانAl-Mukminun: 8) Yaitu اتِ ِه ْمQQَ أل َمانdan dibaca
mufrad dalam qiraat lain أل َمانتِ ِه ْم.
2) Perbedaan bentuk fi’il madhi , mudhari’ atau amar. Contoh:
ِ َاع ْد بَ ْينَ أَ ْسف
ٍ ارنَا ِ َ( فَقَالُوا َربَّنَا بSaba’ : 19) Sebaagian qiraat membaca lafaz ‘rabbana’ dengan
rabbuna, dan dalam kedudukan yang lain lafaz ‘ba’idu’ dengan ‘ba’ada’.
َ ُ( إِ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم َوال يAl-Baqarah: 282)
3) Perbezaan dalam bentuk ‘irab. Contoh, lafad z ٌضا َّر َكاتِب
dibaca dengan disukunkan huruf ‘ra’ sedangkan yang lain membaca dengan fathah.
4) Mendahulukan (taqdim) dan mengakhirkan (ta’khir). atau lebih dikenal dg taqdim
ta’khir. Contoh :ت بِ ْال َحق
ِ ْت َس ْك َرةُ ْال َمو
ْ ( َو َجا َءSurah Qaf: 19) dibaca dengan didahulukan ‘al-
ِ ْت َس ْك َرةُ ْال َحق بِ ْال َمو
haq’ dan diakhirkan ‘al-maut’, ت ْ َو َجا َء. Tapi Qiraat ini dianggap lemah.
5) Perbedaan dalam menambah dan mengurangi. Contoh ayat 3, Surah al-Lail,
ق ال َّذ َك َر َواأل ْنثَى
َ َ َو َما خَ ل. Ada qiraat yang membuang lafaz ‘ma kholaqo’
6) Perbedaan ibdal (pergantian huruf). Contoh, kalimah ‘nunsyizuha’ dalam ayat 259
Surah al-Baqarah dibaca dengan ‘nunsyiruha’ (‘zai’ diibdalkan dengan huruf ‘ra’).
8
NAMA : SARTIKA (186210496)
KELAS : 4C
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Lalu apa kaitannya 7 huruf ini dengan mushaf ‘usmani? Mashaf ‘Uthmani adalah mashaf
yang dicatat dan disempurnakan pada zaman Khalifah ‘Usman ibn ‘Affan yang digunakan
pada hari ini. Menurut jumhur ulama, mashaf ini berjumlah 6 buah yang mencakupi ‘Tujuh
Huruf’. Sebagai contoh,(bahasa Yaman), (bahasa Hawazin), (bahasa Abbas) dan lain-lain
yang terdapat dalam al-Quran rasm ‘Usmani.