Anda di halaman 1dari 12

FINAL

(STUDI AL-QUR’AN)

Dosen Pembimbing
Prof. Dr. H. Abdullah Karim, M. Ag.
OLEH
Rizqullah Shofi Ramadhan

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


PASCASARJANA
2019
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
PASCASARJANA PROGRAM MAGISTER (S-2)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)
BANJARMASIN

Alamat: Jalan Jenderal Ahmad Yani KM 4,5 Banjarmasin (70235)


================================================
UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
SIFAT UJIAN: TAKE HOME
WAKTU: 14-20 DESEMBER 2019
DOSEN: PROF. DR. H. ABDULLAH KARIM, M. AG.

KETENTUAN:

1. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan menggunakan minimal 7 (tujuh)


referensi dan satu yang berbahasa Arab serta satu lagi yang berbahasa Inggris (bukan
kamus)
2. Tugas ini dikumpul melalui ketua kelas paling lambat tanggal 20 Desember 2019,
selanjutnya diserahkan kepada dosen pengasuh mata kuliah dalam bentuk print out, dan
filenya dikirim ke WA group Studi Al-Qur’an 19.
3. Makalah minimal 10 (sepuluh) halaman, tidak termasuk sampul, kata pengantar dan
daftar referensi.

PERTANYAAN:

1. Jelaskan upaya penghimpunan Al-Qur’an yang dilakukan pada masa Abu Bakar ra. dan
pada masa Usman bin Affan ra., meliputi:
a. Latar belakang munculnya ide penghimpunan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar ra.
dan pada masa Usman bin Affan ra.,
b. Tim dan cara kerja masing-masing tim pada masa Abu Bakar ra. dan pada masa
Usman bin Affan ra.,
c. Lengkapi jawaban Anda dengan memberikan komentar terhadap riwayat Ibnu Sīrīn
yang dikutip oleh Prof. Dr. M. M. al-A’zhamiy dalam bukunya The History of The
Qur’anic Text from Revelation to Compilation berikut:

,‫ أن عثمان مجع اثين عشر رجال من قريش واألنصار‬:‫عن حممد بن سريين‬


‫َُب بن كعب و زيد بن ثابت يف مجع القرآن‬
ُّ‫ أ ي‬:‫فيهم‬
SELAMAT BEKERJA, SEMOGA SUKSES!!!
Jawaban:
1. Latar belakang munculnya ide penghimpunan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar ra.
dan pada masa Usman bin Affan ra.,
a. Latar belakang munculnya ide penghimpunan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar ra
Ketika masa kekhalifahan Abu Bakar, beliau banyak dihadapkan dengan peristiwa-peristiwa
pemurtadan. Karena itu beliau menyusun kekuatan dan mengirimkan pasukan untuk menumpas
gerakan tersebut. Dari sekian banyak pasukan yang dihimpun termasuk di dalamnya adalah
sahabat-sahabat senior yang menyimpan alquran di dalam dadanya
Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal
Alquran. Dalam peperangan ini tujuh puluh qari’ (penghafal Alquran) dari para sahabat gugur. Umar
bin Khatab ra. merasa sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar ra. dan
mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Alquran karena dikhawatirkan
akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qari’.
Dalam peperangan yamamah jumlah yang terbunuh dari pihak musuh adalah 10.000 orang dan
ada juga yang meriwayatkan 21.000 orang. Sedangkan dari pihak ummat islam yang terbunuh
adalah 600 orang, ada yang mengatakan 500 orang. Di antara yang terbunuh banyak terdapat
sahabat Nabi yang senior. Tujuh puluh diantaranya adalah para qori‟. Hal tersebut membuat
Umar ibnu Khattab merasa khawatir akan keberlangsungan alqur’an. Lalu ia menghadap khalifah
Abu Bakar dan mengajukan usul untuk mengumpulkan dan membukukan Alqur‟an. Abu Bakar
al-Siddiq mengemban tugas pemeliharaan al-Qur’an dengan melakukan penghimpunan naskah-
naskah al-Qur’an yang berserakan menjadi satu mushaf. Faktor pendorong usaha penghimpunan
tersebut, adanya kekhawatiran hilangnya sesuatu dari al-Qur’an disebabkan banyak para sahabat
penghafal al-Qur’an yang gugur di medan perang Yamamah. Perang ini terjadi tahun 12 H antara
kelompok muslim melawan kelompok yang menyatakan diri keluar dari Islam (murtad) di bawah
pimpinan Musailamah al-Kazzab1
Di segi lain Umar merasa khawatir juga kalau-kalau peperangan di tempat tempat lain akan
membunuh banyak qari’ pula, sehingga Alquran akan hilang dan musnah, awalnya Abu Bakar ra.
menolak usulan itu dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah.
Tetapi Umar ra. tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar ra. untuk
menerima usulan tersebut, kemudian Abu Bakar ra. memerintahkan Zaid bin Sabit ra, mengingat

1
Saad Abdul Wahid, Penghimpunan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar, 2010
kedudukannya dalam masalah qiraat, kemampuan dalam masalah penulisan, pemahaman dan
kecerdasannya, serta kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali. Abu Bakar ra. menceritakan
kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid ra. menolak seperti halnya Abu Bakar
ra. sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid ra. dapat menerima dengan
lapang dada perintah penulisan Alquran itu. 2
b. Latar belakang munculnya ide penghimpunan Al-Qur’an pada masa Usman bin
Affan ra
Ketika pasukan muslim mulai mengarahkan kosentrasinya pada penaklukan Armenia dan
Azarbaijan, pasukan terdiri dari penduduk Syam dan Iraq, terjadilah pertentangan dan
perpecahan diantara mereka. Peristiwa ini terekam dalam hadits yang di riwayatkan Bukhori
dalam shahihnya dengan asnad Ibnu Syihab, bahwasanya Anas bin Malik memberitahukan
kepadanya (Ibnu Syihab) yang intinya hudzaifah Ibn yaman datang kepada Utsman bin affan
setelah ia berperang menaklukan Armenia dan azerbijan bersama penduduk irak. Huzaifah
berkata kepada utsman,” wahai amirul mukminin! Lakukanlah suatu tindakkan sebelum umat
terpecah belah seperti perpecahan kaum yahudi dan nasrani.” Maka utsman mengirim sepucuk
surat kepada hafsah meminta agar Hafsah mengirim kepadanya mushaf Abu Bakar ra. yang ada
padanya untuk digandakan dan disalin menjadi beberapa mushaf, setelah selesai penyalinan
mushaf akan dikembalikan lagi. Hafsah mengirimkannya kepada utsman. Lalu ustman
menugaskan zaid bin tsabit, Abdullah ibn zubair, said ibn abi waqqash dan abdurahman ibn al-
haris untuk menyalin mushaf. Utsman berkata kepada 3 orang quraisy,”jika kalian dan zaid bin
tsabit (kaum anshor) berbeda dalam bacaan al-Qur’an maka tulislah dengan bahasa quraisy
Karena al-Qur’an diturunkan dalam bahasa mereka. Lalu melakuakan tugas mereka pada tahun
25 H dan setelah selesai dikirim ke setiap kota satu salinan mushaf serta memerintahkan untuk
membakar mushaf yang lain.
Perbedaan dalam bacaan al Qur’an itu ternyata tidak hanya terjadi di tempat tempat yang jauh
dari madinah saja, bahkan di madinah sendiri juga terjadi hal yang serupa, Penduduk Syam
membaca al-Qur'an mengikuti bacaan Ubay ibnu Ka’ab, penduduk Kufah mengikuti bacaan
Abdullah Ibnu Mas'ud, dan sebagian yang lain mengikuti bacaan Abu Musa al-Asy’ari. Diantara
mereka terdapat perbedaan tentang bunyi huruf dan bentuk bacaan. Masalah ini membawa

2
Muhammad Bakr Isma’il, Dirasah fi Ulumul al-Qur’an dalam Mardan, Al-Qur’an Sebuah Pengantar Memahami
al-Qur’an secara Utuh, (Jakarta: Pustaka Mapan, 2009) h. 68
mereka kepada pintu pertikaian dan perpecahan sesamanya. Hampir satu sama lainnya saling
kufur-mengkufurkan karena berbeda pendapat dalam bacaan. 3
Diriwayatkan dari Abi Qilabah bahwasanya ia berkata: “Pada masa pemerintahan Utsman guru-
pengajar menyampaikan kepada anak didiknya, guru yang lain juga menyampaikan kepada anak
didiknya. Dua kelompok murid tersebut bertemu dan bacaannya berbeda, akhirnya masalah
tersebut sampai kepada guru/pengajar sehingga satu sama lain saling mengkufurkan. Berita
tersebut sampai kepada Utsman. Utsman berpidato dan seraya mengatakan: “Kalian yang ada di
hadapanku berbeda pendapat, apalagi orang-orang yang bertempat tinggal jauh dariku pasti
lebih-lebih lagi perbedaannya”.
Karena latar belakang dari kejadian tersebut, Utsman dengan kehebatan pendapatnya dan
kebenaran pandangannya ia berpendapat untuk melakukan tindakan prefentip menambal pakaian
yang sobek sebelum sobeknya meluas dan mencegah penyakit sebelum sulit mendapat
pengobatannya. Ia mengumpulkan sahabat-sababat yang terkemuka dan cerdik cendekiawan
untuk bermusyawarah dalam menanggulangi fitnah (perpecahan) dan perselisihan.
Sebagai khalifah yang ketiga Utsman tidak lagi menginginkan adanya variasi tersebut dan
memerintahkan dituliskannya sebuah versi tunggal dalam bentuk bahasa Quraisy, dan Utsman
menyerahkan tugas baru ini kepada Zaid bin Tsabit untuk memimpin pembakuan al-Qur’an
dalam satu bahasa agar keragaman dialek tidak menjadi sebab disharmonisnya dalam komunitas
muslim. 4
Mereka semua sependapat agar Amirul Mu'minin menyalin dan memperbanyak mushhaf
kemudian mengirimkannya ke segenap daerah dan kota dan selanjutnya menginstruksikan agar
orang-orang membakar mushhaf yang lainnya sehingga tidak ada lagi jalan yang membawa
kepada pertikaian dan perselisihan dalam hal bacaan al-Qur'an.
2. Tim dan cara kerja masing-masing tim pada masa Abu Bakar ra. dan pada masa
Usman bin Affan ra.
a. Tim dan cara kerja masing-masing tim pada masa Abu Bakar ra
Pengumpulan Quran yang dilakukan Abu Bakar Ash-shiddiq ialah memindahkan satu tulisan atau
catatan Qur‟an yang semula bertebaran di kulit-kulit binatang, tulang, dan pelepah kurma, kemudian

3
Muhammad Aly Ash-Shabunny, Pengantar Studi Al-Qur’an (At-Tibyan), (Bandung: PT. Alma’arif, 1984), 94.
4
Farid Wadji, Fenomena Al-Qur’an : Pemahaman Baru Kitab Suci Agama-Agama Ibrahim, (Bandung : PT. Marja,
2002), 41.
dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya yang tersusun serta terbatas
dalam satu mushaf
Proses pengumpulan al-quran pada masa Abu Bakar dimulai ketika Rasulullah SAW berpulang ke
rahmatullah setelah beliau selesai menyampaikan risalah dan amanah, menasehati ummat serta
memberi petunjuk pada agama yang lurus. Setelah beliau wafat, kaum muslimin melakukan
konsensus untuk mengangkat Abu Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah dan pada saat itulah kekuasaan
dipegang oleh Abu Bakar Ash-siddik ra. Pada awal pemerintahan Abu Bakar, terjadi kekacauan
akibat ulah Musailamah al-Kazzab beserta pengikut-pengikutnya. Mereka menolak membayar zakat
dan murtad dari Islam. Pasukan Islam yang dipimpin Khalid bin al-Walid segera menumpas gerakan
itu. Peristiwa tersebut terjadi di Yamamah tahun 12 H. Akibatnya, banyak kalangan sahabat yang
hafal Al-Qur‟an dan ahli bacanya mati syahid yang jumlahnya lebih dari 70 orang huffazh ternama.
Oleh karenanya, kaum muslimin menjadi bingung dan khawatir. Umar sendiri merasa prihatin lalu
beliau menemui Abu Bakar yang sedang dalam keadaan sedih dan sakit. Umar mengajukan usul
(bermusyawarah dengannya) supaya mengumpulkan Al-Qur‟an karena khawatir lenyap dengan
banyaknya Khuffazh yang gugur. Awalnya, Abu Bakar merasa ragu. Setelah dijelaskan oleh Umar
tentang nilai-nilai positifnya, ia pun menerima usul dari Umar. Dan Allah melapangkan dada Abu
Bakar untuk melaksanakan tugas yang mulia tersebut
Kemudian, Abu Bakar mengutus utusan kepada Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu dikarenakan
kedudukannya qira'at, tulisan, pemahaman, kecerdasan dan kehadirannya pada penyimakan
(memperlihatkan bacaan al-Qur'an kepada Nabi) yang terakhir kali. Dan dia menceritakan kepadanya
perkataan 'Umar radhiyallahu 'anhu, akan tetapi Zaid menolak hal itu sebagaimana Abu Bakar
menolak hal itu pada awalnya karena merasa ragu. Maka keduanya pun (Abu Bakar dan 'Umar
radhiyallahu 'anhuma) bertukar pendapat dengan Zaid bin Tsabit dan kemudian ia pun dilapangkan
Allah dadanya sebagaimana halnya Allah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar
Zaid bin tsabit berkata, “ Abu Bakar Ash-shidiq mengirim surat kepadaku tentang orang-orang yang
terbunuh pada perang Yamamah. Ketika aku mendatanginya, kudapati Umar bin Khatthab berada
disampingnya, maka Abu Bakar berkata, „Umar mendatangiku dan berkata,‟ Sesungguhnya banyak
para Qurra’ penghafal alqur‟an yang telah gugur dalam peperangan Yamamah. Aku takut jika para
qorri‟ yang masih hidup kelak terbunuh dalam peperangan, dan itu akan mengakibatkan hilangnya
sebagian besar dari ayat alqur‟an, menurut pendapatku, engkau harus menginstruksikan untuk segera
mengumpulkan dan membukukan alqur’an.”
Aku bertanya kepada Umar,‟ Bagaimana aku melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan
Rasulullah SAW?, Umar menjawab,‟ Demi Allah ini adalah kebaikan! Dan Umar terus
menuntutku hingga Allah melapangkan dadaku untuk segera melaksanakannya, akupun setuju
dengan pendapat Umar. Setelah mengambil keputusan untuk membukukan alqur‟an. Abu Bakar
memerintahkan Zaid bin Tsabit agar mengumpulkan alqur‟an dari berbagai tempat penulisan.
Baik yang ditulis pada kulit-kulit, dedaunan, maupun yang dihafal oleh kaum muslimin. Awal
penulisan ini terjadi pada tahun 12 H. Zaid bin Tsabit berkata,” Kemudian Abu Bakar berkata
kepadaku,‟Engkau adalah seorang pemuda yang jenius, berakal dan penuh Amanah, dan Engkau
telah terbiasa menulis wahyu untuk Rasulullah, maka carilah ayat alqur’an yang berserakan dan
kumpulkanlah. Zaid berkata,‟ Demi Allah, jika mereka memerintahkan aku untuk memikul
gunung, tentu hal itu lebih ringan bagiku daripada melakukan instruksi Abu Bakar agar aku
mengumpulkan alqur‟an.” Aku bertanya,‟ Bagaimana kalian melakukan sesuatu perbuatan yang
tidak diperbuat oleh Rasulullah? Dia berkata.‟ Demi Allah, ini adalah suatu kebaikan! Dan Abu
Bakar terus berusaha meyakinkan aku hingga Allah melapangkan dadaku untuk menerimanya
sebagaimana Allah melapangkan dada mereka berdua. Kemudian Zaid mulai mengumpulkan
ayat-ayat alqur‟an yang berserakan dan mengumpulkannya menjadi satu buku. Banyak kendala
dihadapi, karena menjaga keaslian ayat al qur‟an sehingga tidak tercampur dengan perkataan-
perkataan yang lain membutuhkan tingkat kecermatan yang tinggi
Berbekal hafalan yang telah disampaikan kepada Rasulullah ketika masih hidup, Zaid dengan
teliti mencari potongan-potongan ayat alqur’an. Termasuk ayat-ayat dari surat At Taubah hingga
surat Al Baro’ah yang hanya dimiliki oleh Abu Khuzaiman Al Anshory. Di samping itu, untuk
lebih hati-hati, catatan-catatan dan tulisan al-Qur’an tersebut baru benar-benar diakui berasal dari
Nabi Saw bila disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.
Imam Bukhori telah berkata,” Ibnu Syihab berkata,’ Telah berkata kepadaku Kharijah bin Zaid
bin Tsabit, bahwasannya dia mendengar Zaid berkata,’ Aku tidak mendapatkan satu ayat dari
surat At-Taubah ketika kami menulis alquran dalam satu mushaf. Sementara aku pernah
mendengar Rasulullah membacanya, akhirnya ayat tersebut kami cari dan ternyata ayat tersebut
ada pada Khuzaimah bin Tsabit Al Anshory, maka segera kami sisipkan ke tempatnya di`dalam
mushaf
Zaid bin Tsabit telah melakukan tugasnya dengan sangat teliti, dia tidak mencukupkan dengan
hafalan tanpa disertai dengan tulisan. Dan ucapan beliau dalam hadits di atas:"Dan aku dapati
bahwa akhir dari surat at-Taubah ada pada Abu Khuzaimah al-Anshari, aku tidak
mendapatkannya pada selain dia" tidak menafikan hal ini, dan juga bukan berarti bahwa ayat ini
tidak mutawatir. Akan tetapi maksudnya adalah dia (Zaid) tidak mendapatkannya secara tertulis
di tangan selain dia (Abu Khuzaimah). Zaid sebenarnya menghafal ayat itu, dan banyak juga
Shahabat yang menghafalnya. Ucapan Zaid itu muncul karena dia bersandarkan pada hafalan
sekaligus tulisan, dan ayat ini dihafal oleh banyak Shahabat, dan mereka bersaksi bahwa ayat ini
tertulis, akan tetapi catatannya hanya ada pada Abu Khuzaimah al-Anshari
b. Tim dan cara kerja masing-masing tim pada masa Usman bin Affan ra.
Untuk merealisasikan keputusan tersebut, maka khalifah Utsman mengirim sepucuk surat kepada
Hafsah, berisi permintaan agar Hafsah mengirimkan mushaf (yang ditulis pada masa khalifah
Abu Bakar) yang disimpannya untuk disalin menjadi beberapa naskah. Selanjutnya khalifah
Utsman menugaskan kepada komisi berempat yang terdiri dari shahabat pilihan yang bacaan dan
hafalannya dapat dihandalkan, yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubeir, Said bin al-‘Ash, dan
Abdurrahman bin Harits untuk bekerjasama menyempurnakan bacaan Al-Qur’an yang tertulis
dalam mushaf Abu Bakar serta menyalinnya menjadi beberapa naskah. Mereka itu semuanya
berasal dari suku Quraisy Muhajjirin kecuali Zaid bin Tsabit. Ia berasal dari kaum Anshar
Madinah.
Pelaksanaan gagasan yang mulia ini dilakukan pada tahun ke-25 hijrah. Namun sebelum komisi
bekerja, khalifah Utsman terlebih dahulu memberikan pengarahan antara lain katanya

‫إذا اختلفتم أنتم وزيد بن ثابت يف شيء من‬: ‫)قال عثمان للرهط القرشيني الثالثة‬
.(5‫ففعلوا‬. ‫ فإمنا نزل بلساهنم‬،‫الق آ رن فاكتبوه بلسان قريش‬
“Bila anda sekalian (bertiga, kaum Quraisy) ada perselisihan pendapat tentang bacaan dengan
Zaid bin Tsbait, maka tulislah berdasarkan bacaan (dialek) Quraisy, karena Al-Qur’an (pada
pokoknya) diturunkan dengan bahasa Quraisy”, maka merekapun melakukannya.

Setelah memahami pesan di atas, bekerjalah tim ini dengan ekstra hati-hati, yang kemudian
melahirkan satu Mushaf yang satu dan dianggap sempuna. Mushhaf ini digandakan dan dikirim
ke daerah-daerah untuk disosialsikan kepada masyarakat demi meredam perbedaan bacaan di
antara mereka. Sedangkan Mushhaf yang lainnya dibakar, kecuali yang dimiliki Hafshah
dikembalikan kepadanya.

5
Az-Zakqani, Manahil Al-‘Irfan Fi Ulum Al-Qur’an, (Beirut: Daar Al-Kitab Al-Arabiy, 1995), jilid 1, hlm 213.
Mengenai sistematika surat dalam Al-Qur’an, apakah taqifi atau taufiqi menjadi perdebatan sejak
dahulu dan perdebatan tersebut belum berakhir pada saat ini. Pendapat yang pertama, bahwa Al-
Qur’an adalah hasil tauqif Nabi artinya susunan atau ututan surat didapat melalui ajaran beliau.
Pendapat yang pertama ini berdasarkan ungkapan Ibnu Al-Hasshar yang dikutip dari buku karya
Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA. mengatakan “urutan surat dan letak ayat-ayat pada
tempatnya itu berdasarkan wahyu”. Rasulullah saw. Letakkan ayat ini pada tempat ini. 6
Pendapat yang kedua yaitu pandangan yang mengatakan bahwa urutan surat Al-Qur’an adalah
berdasarkan Ijtihad sahabat. Pendapat ini disandarkan pada banyaknya mushaf yang dimiliki oleh
sahabat yang berbeda, ada yang tertib urutannya seperti mushaf yang dikenal saat sekarang ini,
ada pula yang tertibnya berdasarkan kronologis turunnya ayat.7 Pendapat yang kedua ini juga
diperkuat oleh Teks Hadist Mutawatir mengemukakan mengenai turunnya Al-Qur’an dengan
tujuh huruf.
Sebagai rujukan, Ibnu Abbas Radiallahu Anhuma berkata, sebagaimana dikutif dari karya Syaikh
Manna’ Al-Qaththan dengan Judul Pengantar Study Ilmu Al-Qur’an bahwa; Rasulullah saw.
Bersabda .8
“Jibril membacaka kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku meminta agar
huruf itu ditambah, iapun menambahkannya kepadaku hingga tujuh huruf”
Dalam riwayat lain, disebutkan Umar bin Al-Khattab , ia berkata, “Aku mendengar Hisyam bin
Hakim membaca surat al-Furqan dimasa hidup rasulullah. Aku perhatikan bacaannya. Tiba-tiba
ia membacanya dengan banyak huruf yang belum pernah dibacakan Rasulullah kepadaku,
sehingga hampir saja saya melabraknya saat ia sholat tetapi aku urungkan. Maka aku
menunggunya hingga ia selesai sholat. Begitu selesai, aku tarik pakaiannya dan aku katakan
kepadanya, “siapakah yang mengajarkan bacaan surat itu kepadamu?” ia menjawab, Rasulullah
yang membacakannya kepadaku. Lalu aku katakan kepadanya kamu dusta! Demi Allah,
Rasulullah telah membacakannya juga kepadaku surat yang sama, tetapi tidak seperti bacaanmu.
Namun ketika masalah ini diperhadapkan kepada Rasulullah saw. Rasulullah membenarkan apa
yang dibacakan oleh sahabat berdarakan qiraat yang paling mudah dipahami. Rasulullah saw.

6
H. Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an (mengungkap makna-makna tersembunyi Al-Qur’an), Jakarta, Al-Gazali
Centre, Juli 2008. H. 152
7
Ibid, h. 153
8
Syaikh Manna’ Al-Qathnhan, Pengantar Studi Ilu Al-Qur’an, Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, Pebruari 2012. H. 195
Berkata “begitulah surat itu diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an itu diturunkan dengan tujuh
huruf, maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu diantaranya”. 9
Islam pada waktu kekhalifahan Utsman bin Affan sudah tersiar luas sampai ke Syam (Syiria)
Iraq, dan lain-lain, disaat itu pun terjadi peristiwa yang tidak diinginkan oleh kaum muslimin.
Ketika tentara Islam dikerahkan ke wilayah Syam dan Irak untuk memerangi penduduk Armenia
dan Azerbaijan, secara tiba-tiba Hudzaifah bin al-Yaman menghadap khalifah untuk
memberitahu bahwa terdapat perselisihan pendapat di kalangan kaum muslimin mengenai
tilawah (bacaan) al-Quran . Perbedaan tersebut terlihat ketika pertemuan pasukan perang Islam
yang datang dari Irak dan Syam.
Pada masa Rasulullah Saw, perbedaan bacaan dikalangan sahabat tidak dipermasalahkan bahkan
diakui. Akan tetapi setelah Rasulullah wafat, perbedaan tersebut semakin meruncing, terutama
pada masa khalifah Utsman bin Affan
Melihat kondisi umat islam yang demikian itu, maka Utsman pun bertindak tegas membuat kitab
induk yang nantinya diharapkan dapat mempersatukan kaum muslimin yang berselisih tentang al
Qur’an. Berkaitan dengan kodifikasi al Qur’an pada masa Utsman , ada beberapa hal penting
yang perlu diperhatikan, diantaranya:
1) Bahwa, yang mendorong utsman untuk melakukan penyalinan mushaf hafshah adalah
adanya variasi bacaan al Qur’an dikalangan muslimin.
2) Komisi yang bertugas untuk menyalin mushaf tersebut terdiri atas empat orang, tiga
orang dari kaum quraisy mekkah yang juga masih keluarga utsman dan seorang dari
kaum anshor madinah. Keempat orang tersebut merupakan para sahabat nabi ynag
terkemuka dan terpercaya, dan menurut Blacere “tak seorang pun dapat meragukan
betapa dalam rasa tanggung jawab anggota anggota komisi itu. Sekalipun mereka belum
mengenal metode penelitian, namun mereka adalah orang yang sangat hati hati dan
soleh”.
3) Penyalinan dilakukan pada tahun 25 H dan menggunakan mushaf Hafshah sebagai dasar
salinan, yang hakekatnya mushaf asli hasil kodifikasi atas perintah Abu bakar as Sidiq ra.
4) Harus berpegang pada bahasa arab dialek Quraisy, sebab al qur’an diturunkan dalam
bahasa tersebut.

9
Ibid, h. 196
5) Setelah selesai penyalinan, mushaf hasil salinan disebar ke dearah daerah islam sebagai
imam induk, dan bila ada mushaf selain merujuk dari mushaf itu diperintahkan oleh
utsman untuk dibakar.10
Mush’ab Ibn Sa’ad mengatakan : “Aku melihat orang banyak ketika Utsman membakar mushaf-
mushaf yang ada, merekapun keheranan melihatnya”, atau dia katakan : “Tidak ada seorangpun
dari mereka yang mengingkarinya, hal itu adalah termasuk nilai positif bagi Amirul Mukminin
Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu yang disepakati oleh kaum muslimin seluruhnya. Hal itu
adalah penyempurnaan dari pengumpulan yang dilakukan Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu. 11
Perintah Usman untuk menjadikan naskah yang disimpan pada Hafsah sebagai standar penulisan
walaupun mereka sendiri adalah para penghafal Al-Qur’an dengan alasan supaya penulisan-penulisan
mushaf mesti meruju’ kepada apa yang dilakukan oleh Abu Bakar dan juga telah dilakukan Umar
Bin Khaththab. Abu Bakar sendiri meruju pada apa yang ditulis para sahabat atas petunjuk Nabi
Muhammad SAW. Hal ini dapat menghilangkan keraguan akan Al-Qur’an itu sendiri. 12

,‫ أن عثمان مجع اثين عشر رجال من قريش واألنصار‬:‫عن حممد بن سريين‬


‫َُب بن كعب و زيد بن ثابت يف مجع القرآن‬
ُّ‫ أ ي‬:‫فيهم‬
sesungguhnya usman bin affan mengumpulkan 12 org laki-laki dari Quraisy dan Anshar.
Diantaranya ubay bin Kaab dan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan AlQuran
Atas laporan dan usulan serta melihat kondisi tersebut secara langsung, Utsman bin Affan
mengutus orang untuk meminjam mushaf yang ada di tangan Hafsah untuk dapat diperbanyak.
Lalu dibentuklah panitia penyalin al-Quran yang diketuai Zain bin Tsabit dan Abdullah bin
Zubair, Sa’id bin al-Ash, Abdul al-Rahman bin Harits bin Hisyam sebagai anggotanya. Tugas
panitia ini adalah membukukan, menyalin lembaran-lembaran yang telah dikumpulkan pada
masa Abu Bakar menjadi beberapa mushaf. Utsman menasihati panitia ini agar mengambil
pedoman kepada bacaan mereka yang hafal al-Quran, serta bila ada pertikaian antara mereka
mengenai (bacaan), maka haruslah dituliskan menurut dialek suku Quraisy, sebab al-Quran itu
diturunkan menurut dialek mereka. 13

10
Nashruddin Baidan, Belajar Al Qur’an, Semarang:Rasail, 2005, h. 114
11
Abu Dawud dalam Kitab Al-Mashaahif, Hal. 12
12
Manna’ al-Qaththan, Mabahits Fi Ulumil Qur’an, ( Riyadh : t.tp, t.th.) h. 134
13
Zainal Abidin S, Seluk Beluk Al-Qur’an, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 35
Identitas dua belas orang ini bisa dilacak melalui beberapa sumber. AI-Mu'arrij as-Sadusi
menyatakan, "Mushaf yang baru disiapkan diperlihatkan pada (1) Sa'id bin al-'As bin Sa'id bin
al-'As untuk dibaca ulang;" dia menambahkan (2) Nafi' bin Zubair bin `Amr bin Naufal. Yang
lain termasuk (3) Zaid bin Thabit, (4) Ubayy bin Ka'b, (5) 'Abdullah bin az-Zubair, (6) 'Abrur-
Rahman bin Hisham, dan (7) Kathir bin Aflah. Ibn Hajar menyebutkan beberapa nama lain: (8)
Anas bin Malik, (9) ' Abdullah bin 'Abbas, dan (10) Malik bin Abi 'Amir.12 Dan al-Baqillani
menyebutkan selebihnya (11) 'Abdullah bin `Umar, dan (12) `Abdullah bin 'Amr bin al-'As14
Utsman memercayakan pada dua belas orang di atas tadi untuk mengurusi tugas ini dengan
mengumpulkan dan menabulasikan AI-Qur'an, yang ditulis di atas kertas kulit pada zaman Nabi
Muhammad Sejarawan ulung, Ibn `Asakir (w.571 H.) menyebutkan dalam bukunya History of
Damascus (sejarah Damaskus): Utsman mengatakan, "Orang-orang telah berbeda dalam bacaan
mereka, dan saya menganjurkan kepada siapa saja yang memiliki ayat-ayat yang dituliskan di
hadapan Nabi. 15
Dapatlah dipahami bahwa penulisan teks-teks Alquran pada masa Utsman merupakan masa
pembentukan naskah resmi, yang dimaksudkan untuk meredam berbagai kevariasian dalam
pembacaannya. Berkat usaha Utsman inilah, Alquran yang terwariskan sampai saat ini biasa pula
disebut dengan Mushaf Utsmani.

14
AI-Baqillani, al-Intisar (ringkasan), hal. 358
15
M M Azamy The History of Qur’anis Tex from Revelation toCompilatioab (UK Islamic Academy England T.T)
Hal. 89

Anda mungkin juga menyukai