Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PEREKAMAN DAN PENYUSUNAN AL-QUR’AN


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Al-Qur’an
DosenPengampu: HAERUL, M.Pd

Disusun oleh :
JULFIKRI
AHMAD RIDWAN
ONIANSYAH
RAHMIATI
SRI ENDANG KURNIATI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


(STAI AL- AMIN DOMPU) – NTB
TAHUN 2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat Muslim yang menjadi sumber ajaran islam yang
pertama dan utama. Al-Qur’an yang yang ada saat ini kita gunakan tidak terle[as dari adanya
sejarah yang membuatnya tersusun menjadi sekarang ini. Yaitu oleh para sahabat yang sanagat
berjasa dalam penulisan al-Qur’an itu sendiri. Bermula dari masa Rasulullah SAW, kemudian
masa Abu Bakar Ash Siddiq, dan masa Utsman bin Affan. Terdapat dua hal yang membuat al-
Qur’an sangat terjaga keaslianya dari keutuhan, yang pertama yaitu hafalan yang tersimpan
rapi oleh para sahabat. Kedua, tersusunnya al-Qur’an dalam tulisan-tulisan yang belum teratur.
Ayat-ayat dan surah-surahnya masih tertulis dalam lembaran-lembaran yang terdiri dari kulit,
pelepah korma, batu, kayu, dan tulang. Yang pada akhirnya al-Qur’an dibukukan seperti yang
ada pada sekarang ini kita gunakan sebagai pedoman dalam kehidupan.
B. Rumusan Masalah
1. Penulisan al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW.
2. Penulisan al-Qur’an pada masa Abu Bakar Ash Siddiq
3. Penulisan al-Qur’an pada masa Utsman bin Affan
4. Penyusunan ayat-ayat al-Qur’an
5. Penyusunan surah-surah al-Qur’an
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Penulisan al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW.
2. Untuk mengetahui Penulisan al-Qur’an pada masa Abu Bakar Ash Siddiq
3. Untuk mengetahui Penulisan al-Qur’an pada masa Utsman bin Affan
4. Untuk mengetahui Penyusunan ayat-ayat al-Qur’an
5. Untuk mengetahui Penyusunan surah-surah al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penulisan al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW.
1. Selama Periode Mekkah
Pada dasarnya ayat al-Qur’an tertulis sejak awal perkembangan Islam, meski masyarkat
yang baru lahir itu masih menderita berbagai permasalahan yang terjadi pada masa itu. Berikut
cerita Umar bin al-Khaththab sejak awal masuk Islam:
“Suatu hari Umar keluar rumah menenteng pedang berhunus hendak melibas leher Nabi
Muhammad. Beberapa sahabat sedang berkumpul dalam sebuah rumah di bukit Shafah. Jumlah
mereka sekitar 40 termasuk wanita. Di antranya adalah paman Nabi Muhammad, Hamzah, Abu
Bakr, Ali dan juga yang lainnya yang tidak pergi berhijrah ke Ethiopia. Nu’am tak sengaja
berpapasan dan bertanya ke mana Umar hendak pergi. “Saya hendak menghabisi Muhammad,
manusia yang telah membuat orang Quraisy khianat terhadap agama nenek moyang dan
mereka tercabik-cabik serata ia ( Muhammad ) mencaci maki tata kehidupan, agama, dan
tuhan-tuhan kami. Sekarang akan aku libas dia. “Engkau hanya akan menipu diri sendiri Umar,
katanya.” “Jiak engkau menganggap bahwa Bani Abdu Manaf mengizinkanmu menapak di
bumi ini hendak memutus nyawa Muhammad, lebih baik pulang temui keluarga kamu dan
selesaikan permasalahan mereka.” Umar pulang sambil bertanya-tanya apa yang telah
menimpa keluarganya. Nu’am menjawab,”Saudara ipar, keponakan yang bernama Said serta
adik perempuanmu telah mengikuti agama baru yang dibawa Nabi Muhammad. Oleh karena
itu, akan lebih baik jika kamu kembali menemui mereka.” Umar cepat-cepat memburu iparnya
di rumah, tempat Khabba sedang membaca surah Thaahaa dan sepotong tulisan al-Qur’an. Saat
mereka dengar suara Umar, Khabbab lari masuk ke kamar kecil, sedang Fatimah mengambil
kertas kulit yang bertulisakn al-Qur’an dan diletakan di bawah pahanya...”1[1]
Masalah utama dalam cerita ini berkaitan dengan kulit kertas bertulisakn al-Qur’an.
menurut Ibnu Abbas ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah terekam dalam bentuk tulisan sejak
dari sana,2[2]seperti dapat dilihat dalam ucapan az-Zuhri. Adapun orang lain sebagai penulis
resmi adalah Khalid bin Said bin al-Ash di mana ia menjelaskan, “Saya orang pertama yang
menulis ‘Bismillahirrahmanirrahhim’.3[3]

1[1] Ibnu Hisyam, sira, vol. 1-2, h. 343-346

2[2]

3[3] As-Suyuti, ad-Dur al-Mantur, i: 11


2. Selama Periode Madinah
Pada periode ini terdapat banya informasi mengenai para sahabat yang ditugaskan oleh
Rasulullah SAW untuk menulis wahyu. Kurang lebih 65 sahabat, di antaranya: Abban bin
Sa’id, Abu Umamah, Abu Ayyub al-Anshari, Abu Bakar ash Shiddiq, abu Huzhaifah, Abu
Sufyan, Abu Salamah, Abu Abbas, Ubay bin Ka’ab, al-Arqam, Usaid bin al-Hudhair, Aus, dan
lainnya.4[4]
3. Pemeliharaan al-Qur’an di Msa Nabi SAW.
Pada dasarnya, ada dua jalur yang ditempu oleh Rasulullah SAW, dan para sahabat dalam
upaya pemelihharaan al-Qur’an pada masa itu.
a. Pemeliharaan al-Qur’an melalui Hafalan
Rasulullah SAW ialah hafizh(penghafal) al-Qur’an pertama dan sekaligus contoh terbaik
bagi para sahabat khususnya ktika itu, dan bagi kaum muslimin umumnya sampai hari akhir.
Rasulullah SAW adalah juga paling gemar menghafal dan sekaligus paling gemar membaca
al-Qur’an. beliau selalu menghidupkam hafalan dan ajaran-ajaranya melaui ibadah salat
disertai dengan perenungan dan penghayatan terhadap maknanya. Tidak mengherankan jika
Rasulullah SAW digelari sebagai Syyid al-Huffazh dan Awwal al-Jumma’, sehingga beliu
menjadi muara dan tempat kembalinya pasa sahabat kaum muslim secara keseluruhan dalam
mengkaji dan mempelajari al-Qur’an.5[5]
Seiring dengan semakain banyaknya para sahabat yang menghafal dan memahami al-
Qur’an, Rsulullah SAW mengutus sebagian dari mereka ke barbagai daerah, untuk
membacakan dan mengajarkan al-Qur’an kepada para penduduk. Di antaranya Mash’ab bin
‘Umair dan Ibnu Ummi Maktum sebelum berhijrah ke Madianah . hal serupa juga dilakukan
oleh Rasulullah SAW setelah berhijrah ke Madinah, dengan mengutus Mu’adz bin Jabal ke
Makkah dengan maksud tujuan yang sama. Sehubungan dengan itu, ‘Ubaid bin Shamit(salah
seorang sahabat Nabi) ketiak itu berkata:” Apapbila ada seseorang yang berhijrah(dari Mkkah
ke Madinah) Rasulullah SAW memerintahkan salah seorang dari kami untuk mengajarkan al-
Qur’an kepada mereka, sehingga selalu kedengaran hiruk-piruk suara membaca al-Qur’an di
masjid Rasul. Karena beliau memerintahkan agar para sahabat mengecilkan suaranya supaya
tidak kedengaran gaduh.6[6]

4[4] Untuk lebih jelas harap dilihat M.M al-A’zami, kuttab an-Nabi.

5[5] Muhammad Ali al-Shabinuy, op.cit., h. 57.

6[6] Ibid., h.57


Diantara para sahabat yang menghafal al-Qur’an pada masa hidupnya Rasulullah SAW dari
golongan Muhajirin ialah; Khalifah yang empat ( Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khaththab,
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib). Thalhah, Sa’ad, Abdullah bin Mas’ud, Khudzaifah,
Salim Maula Abi Khudzaifah, Abu Hurairah, Abdullah bin ‘Umar, ‘Abullah bin ‘Abbas, ‘Amr
bin al-‘Ash, anaknya yakni Abdullah, Mu’awiyah, ‘Abullah bin Zubair, Abdullah bin al-Sa’ib,
A’isyah, Hafsah, Ummu Salamah dan Lain-lain. Sedangkan yang hafal al-Qur’an dari
golongan Anshar pada masa Rasulluah SAW ialah: Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal, Zaed
bin Tsabit, Abu Darda’, Majma’ bin Haritsah, Anas bin Malik, Abu Zaed dan lain-lain.7[7]
Menurut satu riwayat, sebagian dari sahabat ada yang merampungkan hafalan al-Qur’an
setelah wafatnya Rsulullah SAW. Namun demikian, bagaimana pun juga, yang jelas para
sahabat yang menghafal al-Qur’an yang terbunuh sebagai syahid pada pertempuran Bi’ri
Ma’unah di zaman Rasulullah dan pertmpuran di Yamamah ketika melawan Musailamah al-
Kadzdzab di zaman kekhalifahan Abu Bakar saja kurang dari 140 orang. Adapaun faktor-faktor
yang tamapaknya dapat dijadikan sebagai acuan dan sekaligus sebagai pendorong kaum
muslimin unutk menghafal al-Qur’an, antara lain adalah:8[8]
1. Al-Qur’an berisi aturan hidup yang harus dijalankan. Tuntutan itu membuat kaum muslimin
tergugah kesadaranya untuk memahami petunjuk mengenai halal haram, perintah larangan dan
lain-lain, yang harus dipatuhi.
2. Al-Qur’an adalah merupakan tanda keagungan Allah yang memiliki keindahan balaghah dan
sekaligus mengandung i’jaz, yang menyebabkan orang-orang arab bertekuk lutut, karena
susunan bahasanya yang melampaui tingkatan mereka.
3. Para huffazh mempunyai kedudukan terhormat di kalangan kaum muslimin umumnya, seta di
hadapan Allah SWT dan Rasulullah SAW
b. Pemeliharaan al-Qur’an Melalui Tulisan
Ketika pada masa itu, para sahabat menggunakan segala media yang bisa digunakan untuk
menulis, seperti daun, pelepah, dan lain-lain.
Menurut riwayat, alat-alat yang digunakan sebagai sarana untuk memelihara al-Qur’an, guna
mengabadikan kemurnian al-Qur’an, antara lain melalui:9[9]
1. ‘Usub, yaitu; pelepah kurma yang sudah dipisahkan dari batang-batang daunnya.

7[7] Muhammad ‘Abd. ‘Azhim al-Zarqaniy, op.cit., h. 242.

8[8] Dawuh al-‘Aththar, mujaz ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut: al-Mu’assasah al-A’lami li al-
Mathbu’at, 1979), h.125.

9[9] Dawud al-‘Aththar, op.cit,. h.123. lihat, Shubhi, Mabahits..., h.69.


2. al-Likhaf, yaitu; lempengan-lempengan batu halus.
3. al-al-Riqa’, yaitu; daun-daun atu kulit-kulit pohon tertentu.
4. al-Aktaf, yaitu; tulang-tulang unta atu domba.
5. al-Aqtab, yaitu; papan yang bisa diletakkan di atas punggung unta.
6. Qitha’ al-Adim, yaitu; potongan-potongan kulit unta atau kulit kambing.
Untuk tugas penulisan ayat-ayat al-Qur’an, Rasulullah SAW mengangkat beberap orang juru
tulis yang amat terpercaya, teliti dan sangat hait-hati dalam urusan itu. Yang paling tersohor di
antara mereka ialah Abu Bkar, Umar, Utsman, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ubay bin
Ka’ab, Mu’adz bin Jabal, Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan lai-lain. Kecuali sahabat-sahabat
besar itu, terdapat juga mereka yang menulis wahyu al-Qr’an sesuai dengan yang mereka
dengar dan mereka hafal dari Rasulullah SAW sebagai dokumen pribadi, seperti mushaf Ibnu
Mas’ud, mushaf Ali, mushaf A’isyah dan lain-lain.10[10]
Para penulis itu, hanya bertugas menulis wahyu al-Qur’an dan meletakkan urutan-urutannya
berdasarkan petunjuk dari Rasulullah SAW (taufiqi) sesuai perintah Allah melalui malaikat
Jibril. Semua ayat-ayat al-Qur’an yang telah ditulis di hadapan Nabi pada benda yang
bermacam-macam itu disimpan di rumah beliau dalam keadaaan yang masih berpencar-pencar
ayatnya, belum dihimpun dalam satu mushaf. Oleh karena itu, al-Qur’an yang ada sekarang
benar-benar terpelihara kemurnianya. Salah satu faktor yang menentukan dalam hubungan
kemurnian dan terpeliharanya al-Qur’an secara aman ialah bahwa “teks” yang sekarang ditulis
menurut tuntunan dan petunjuk Nabi SAW dan dilakukan di hadapan beliau sendiri. Praktek
seperti dikemukakan di atas, mengacu pada salah satu riwayat yang diterima Zaid bin Tsabit,
ia mengatakan: “ Kami menulis dan mengumpulkan al-Qur’an dibenda-benda material seperti
daun-daun atau kulit-kulit pohon tertentu (al-Raqa’ )berdasarkan perintah dan petunjuk dari
Rasulullah SAW, sesuai dengan perintah Allah SWT.” Atas dasar itulah, para ulama sepakat,
bahwa susunan tertib al-Qur’an seperti yang sekarang adalah berdasarkan petunjuk Rasululah
SAW dan sesuai dengan wahyu Allah SWT. Sebab, Jibril sendiri datang kepada Nabi SAW
menyampaikan satu ayat atau beberapa ayat dengan mengatakan kepada beliau: “ Hai
Muhammad, sungguh Allah memerintahkan kepadamu agar meletakan ayat ini .... pada surah
ini .... “. Begitu pula yang dilakukan Nabi SAW kepada para sahabat penulis wahyu dengan
mengatakan:” Letakkanlah( tulisan )ayat ini ... di tempat ini...”.11[11]

10[10] Muhammad ‘Ali al-Shabuniy, op.cit., h. 58.

11[11] Ibid., h. 59. Lihat Shubhi, Mabahits fi ‘Ulum al-qur’an, h. 73


4. Pemeliharaan Al-Qur’an di Masa Abu Bakar al-Shiddiq
Setelah Rasulullah SAW wafat pada awal abad ke-11 Hijriyah, para sahabat secara aklamasi
memilih Abu Bakar unutk memegang tampuk pemerintahan, dan sekaligus menjadi khalifah
pertama.
Pada masa awal pemerintahannya, Abu Bakar di hadapakan pada berbagai persoalan, di
antaranya adalah banyaknya orang islam yang belum kuat imannya, terutama di Najed dan
Yaman, sehingga banyak di antara mereka yang murtad, selain itu, Khalifah juga di hadapkan
gerrakan membangkang pembayaran zakat, sekaligus orang-orang yang menyatakan dirinya
sebagai Nabi yang di pelopori oleh Musailamah al-Kadzdzab.12[12] Terhadap pembangkang-
pembangkan itu, khalifah Abu Bakar sangat tanggap dan bertindak tegas. Hal ini dapat disimak
dan dilihat dari perkataanya:
‫وهللا لو متعو نى عنا قا كا نوا يؤ دو نها لر سول هللا صلى هللا عليه وسلم لقا تلتهم على منعها‬
“Demi Allah, sekiranya mereka menolak untuk menyerahkan seekor anak domba sebagai
zakat, seperti yang mereka serahkan kepada Rasulullah SAW pasti akan aku perangi
meraka.13[13]
Menurut sejarah, perang Yamamah adalah yang menjadikan latar belakang timbulnya
kecemasan Umar bin Khathtahb, kemudian mendorong dan mengusulkan kepada khalifah Abu
Bkar agar seceptanya mengusahakan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an menjadi satu mushaf.
Pada mulanya Khalifah Abu Bakr merasa ragu menerima usulan Umar, tetapi setelah melalui
diskusi dan pertimbangan yang cermat, akhirnya khalifah Abu Bakr menerima usulan itu.
Kemudian khalifah Abu Bakar memanggil dan memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk
menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang masih berserakan.14[14]
Dalam menjalankan tugasnya itu, Zaid bin Tsabit selalu berpegang teguh pada dua hal,
yaitu:
a. Ayat-ayat al-Qur’an yang benar-benar ditulis oleh para sahabat bersama-sama denganya
dihadapan Rasulullah SAW yang tersimpan di rumah beliau.
b. Ayat-ayat al-Qur’an yang dihafal oleh para sahabat penghafal al-Qur’an yang masih hidup
pada masa itu.15[15]

12[12] Usman, Ulumul Qur’an, h. 66.

13[13] Hasan al-Banna, Muqaddimah fi Tafsir, (al-Kwait: Dar al-Qur’an al-Karim, 1971), h.101.

14[14] Usman, Ulumul Qur’an, h. 68

15[15] Rifa’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, op.cit., h. 123.


Selaku ketua dewan dalam menunaikan yang teramat mulia itu, Zaid bin Tsabit dibantu oleh
beberapa anggota dewan, mereka adalah Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib, ‘Utsman bin
‘Affan, ‘Umar bin Khaththab.
Keseriausan dan kesengguhan Zaid bin Tsabit dalam menjalankan tugasnya terlihat jelas,
ketika ia mengetahui ada satu ayat yang luput ditulis, yang belum ditemukan kepastian
bunyinya, sehingga terus dilacak, sampai akhirnya ditemukan pada Abu Khuzaemah al-
Ansory, yaitu ayat terakhir pada surah al-Taubah. Zaid bin Tsabit tidak menemukan akhir surah
al-Taubah itu dalam bentuk tulisan kecuali pada Abu Khuzaemah.16[16]
Kelebihan Mushaf Abu Bakar , diantaranya:
1. Penelitian yang sangat berhati-hati, detail, cermat dan sempurna.
2. Yang ditulis pada mushaf hanya ayat yang sudah jelas tidak dinasakh bacaannya.
3. Telah menjadi ijmak umat secara mutawatir bahwa yuang tercatat itu adalah ayat-ayat
Al-Qur’an.
4. Mushaf itu memiliki Qira’ah Sab’ah yang dinukil secara sahih.17[17]
5. Pemeliharaan al-Qur’an di Masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan
‘Utsman bin ‘Affan mulai memangku jabatan khalifah pada tahun 24 H. Sejala dengan
perkembangan islam yang luas, umat islam ikut menyebar ke berbagai pelosok negri yang
berada di bawah kekuasaan Islam. Pada periode ini timbul rasa untuk mempelajari al-Qur’an,
termasuk cara membaca dan pengucapanya. Yang akhirnya menyebabkan perselisihan cara
membaca, karena menganggap cara membaca yang diajarkan gurunya yang paling benar(
deferensial bacaan al-Qur’an ). Misalnya, penduduk Syam menggunakan bacaan Ubay bin
Ka’ab, penduduk Kufah mengikuti bacaan Abdullah bin Mas’ud, dan penduduk lainya
menggunakan bacaan Abu Musa al-Asy’ariy.18[18]
Gerakan pemeliharaan al-Qur’an pada masa khalifah ‘Utsman bin ‘Affan mengandung
beberapa faedah dan tujuan, diantaranya:
1. Mempersatukan dan menyeragamkan tulisan dan ejaan serat bacaan al-Qur’an, berdasarkan
yang diajarkan Rasulullah SAW denagn jalan mutawatir.
2. Agar umat islam berpegang pada mushaf yang disusun dengan sempurna atas dasar taufiqi dari
Rasulullah SAW.

16[16] Shubhu al-Shalih, op.cit., h. 75.

17[17] Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, h. 86

18[18] Rifa’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, op.cit., h. 125


3. Memersatukan urutan susunan surat-surat dalam al-Qur’an sesuai petunjuk Rasulullah SAW
yang diterima secara mutawatir.19[19]
Usaha Lanjutan dalam Menyempurnakan Mushaf ‘Usmaniy
Pada mulanya, tulisan yang ada pada masa ke-7 Masehi hanya berupa simbol dasar, yang ditulis
amat sederhana. Dari penulisan tersebut, kemudian berkembang dalam berbagai bentuk, seperti
tulisan huruf Kufi, Maghrib, Nasah, dan lainnya. Seperti yang diketahui, bahwa penulisan
mushaf pada masa Abu Bakar dan juga ‘Usaman tidak disertai dengan tanda baca (Pungtasi).
Hal tersebut terjadi karena para sahabat terbiasa membaca mushaf tanpa harus ada bimbingan.
Menurut Abu Ahmad al-Askariy, Keadaan tersebut tejadi kurang lebih 40 tahun, yaitu sampai
masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan dari khalifah Bani Ummayah. Sampai akhirnya
ada penambahan tanda baca dalam al-Qur’an.
Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat mengenai siapa sebenarnya yang pertama
berupaya untuk itu.
1. Abu Amar al-Daiy dalam hal ini memandang, bahwa tidak mustahil kalau penulisan tanda baca
dilakukan oleh para sahabat, karena mereka jugalah yang membuat gambar-gambar yang
menandai setiap 5 ayat atau setiap 10 ayat di dalam mushaf.20[20]
2. Banyak ulama berpendapat, bahwa yang pertama memberikan tanda baca adalah Abu al-Aswad
al-Du’ali, atas perintah khalifah Ali bin Abi Thalib. Menurut riwayat, suatu ketika Abu al-
Aswad pernah mendengar seseorang Bashrah membaca ayat al-Qur’an dengan cara salah,
sehingga mengubah seluruh pengertian ayat tersebut. Ayat yang dimaksud adalah:
)3 :‫(التوبة‬....‫ان هللا برئ من المشركين ورسولُه‬
Namun malah seseorang Bashrah iru membaca ‫ان هللا برئ من المشركين ور سو ِله‬
sejak itulah Abu al-Aswad mulai bekerja, dan hasilnya sampai pada pembuatan tanda fathah
berupa satu titik di atas huruf, tanda kasrah berupa satu titik di bawah huruf, tanda dlumah
berupa satu titik desela-sela atau disamping huruf, dan tanda sukun berupa dua titik.21[21]
Perbedaan Pengumpulan Al-Qur’an oleh Abu Bakar dan oleh Utsman
Pengumpulan al-Qur’an pada masa Abu Bakar adalah meindahkan ayat-ayat al-Qur’an dari
pelepah kurma, kulit, dan daun ke dalam satu mushaf. Sementara sebab pengumpulan al-
Qur’an adalah karena gugurnya para haffazh. Sedangkan pengumpulan pada masa Utsman

19[19] Usman, Ulumul Qur’an, h. 90

20[20] Shubhi al-Shalihy, op.cit., h. 91.

21[21] Manna’ Khalil al-Qaththan, op.cit., h. 150.


adalah sekedar memperbanyak salinan mushaf yang telah dikumpulkan pasa masa Abu Bakar
untuk dikirim ke berbagai daerah. Adapun sebab lainya adalah terjadi perbedaan qira’ah dalam
membaca al-Qur’an.22[22]

B. Penyusunan Al-Qur’an

a. Susunan Ayat ke dalam Surah


Al-Qur’an merupakan sebuah kitab yang tersusun dari ayat-ayat dan surah yang
dikumpulkan menjadi satu mushaf. Karena susunannya yang tidak berurutanlah yang
membuatnya istimewa, hal ini menjadi rahasia, dan hanya Allah SWT yang mengetahui
alasannya. Dalam penyusunan al-Qur’an Nabi Muhammad SAW selalu mendapat petunjuk
dari Allah SWT melaui malaikat Jibril a.s, dimana harus meletakan sebuah ayat pada sebuah
surah atupun susunan surah-surahnya tersebut. Menurut beberapa riwayat meneyebutkan
bahwa Nabi Muhammad memberi instruksi kepada para penulis tentang letak ayat pada setiap
surah. Utsman menjelaskan baik wahyu itu mencakup ayat panjang maupun satu ayat terpisah,
Nabi Muhammad selalu memanggil penulisnya dan berkata, “Letakan ayat-ayat tersebut ke
dalam surah seperti yang beliau sebut.”23[23] Zaid bin Tsabit menegaskan “Kami akan
kumpulkan al-Qur’an di depan Nabi Muhammad.” Menurut Utsman bin Abi al-Ash, malaikat
Jibril menemui Nabi Muhammad memberi perintah akan penempatan ayat tertentu.
1. Utsman bin Abi al-Ash melaporkan bahwa saat sedang duduk bersama Nabi
Muhammad ketika beliau memalingkan pendangan pada suatu titik dan kemudian
berkata, “Malaikat Jibril menemuiku dan meminta agar menempatkan ayat ini. Ayat
yang dimaksud adalah ayat ke 90 pada surah An-Nahl.
2. Al-Kalbi melaporkan dari Abu Sufyan tentang Ibnu Abbas berkaitan dengan ayat, ‫واتقوا‬
.....‫ يو ما تر جعون فيه إلى هللا‬, yaitu ayat 281 pada surah al-Baqarah. Ia menjelaskan adalah
ayat terakhir yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Malaikat Jibril turun
dan meminta meletakanya setelah ayat ke 280 dalam surah al-Baqarah.24[24]
3. Ubay bin Ka’ab menjelaskan, “Kadang-kadang permulaan surah itu diwahyukan pada
Nabi Muhammad, kemudian saya menulisnya, dan wahyu yang lain pada beliau lalu

22[22] Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Iktisar Ulumul Qur’an, Praktis, h. 92

23[23]

24[24] Al-Baqilani, al-Intisar, h. 176-177.


berkat, “Ubay! Tulislah ini dalam surah yang menyebut ini dan itu. Dalam kesempatan
lain wahyu diturunkan pada beliau dan saya menunggu perintah yang hendak diberikan
sehingga beliau memberi tahu tampat yang sesuai dari suatu ayat.25[25]
b. Penyusunan Surah
Keunikan susunan al-Qur’an memberi peluang tiap surah berfungsi sebagai satuan bebas,
independen unit, di mana tidak terdapat kronologi atau sumber cerita lain yang masuk ke dalam
nasakh. Para ulama sepakat bahwa mengikuti susunan dalam al-Qur’an buakn suatu kemestian,
baik dalam shalat, bacaan, belajar, maupun pengjaran hafalan.26[26] Setiap surah berdiri
sendiri dan tidak ada satu pun yang turun kemudian dapat mengklaim memiliki lagalitas lebih
terhadap yang sebelumnya.
Nabi Muhammad pernah membaca surah al-Baqarah, an Nashr, dan kemudian Ali-
Imran, secara berurutan dalam satu raka’at,27[27] tidak seperti yang kita ketahui dalam al-
Qur’an.
Para ulama berbeda pendapat tenang tertib surah surah al-Qur’an:
1. Tertib surah itu berdasarkan taufiqi dan ditangani langsung oelh Nabi sebagaimana
diberitauhan Jibril kepadanya atas perintah Tuhan. Dengan demikian, al-Qur’an pada masa
Nabi telah tersusun surahnya secara tertib sebagaimana yang ada saat ini.
Ibnu Hisar mengatakan: ‘’Tertib surah dan letak ayat-ayat pada tempat-tempatnya itu
berdasarkan wahyu. Rasulullah mengatakan: ‘’Letakan ayat ini di tempat ini,’’ hal tersebut
telah diperkuat pula oleh nukilan yang mutawatir dengan tertib seperti ini, dari bacaan
Rasulullah dan Ijma para sahabat untuk meletakan atau menyusunya seperti ini di dalam
mushaf.28[28]
2. Dikatakan bahwa tertib surah itu berdasarkan ijtihad para sahabat, mengingat adanya
perbedaaan tertib di dalam mushaf-mushaf mereka. Misalnya mushaf Ali disusun menurut
tertib Nuzul, yakni dimulai dengan Iqra’, kemudian al-Muddatsir, lalu Nun, al-Qalam, dan
seterusnya. Dalam mushat Ibn Mas’ud yang pertama ditulis adalah surah al-Baqarah, kemudian

25[25] Ibid, h. 176

26[26]

27[27]

28[28] Lihat al-Itqan, jilid 1, h. 62.


an-Nisa, dan kemudian Ali-Imran. Dalam mushaf ‘Ubai yang pertama ditulis ialah al-Fatihah,
al-Baqarah, kemudian an-Nisa, dan kemudian Ali-Imran.29[29]

c. Surah-surah dan ayat-ayat al-Qur’an


Surah-surah al-Qur’an itu ada 4 bagian:
1. At-Tiwal ada 7 surah, yaitu al-Baqarah, Ali-Imran, an-Nisa, al-Ma’idah, al-An’am, al-A’raf,
dan yang ke-7 ada yang mengatakan al-Anfal dan al-Baqarah sekaligus karean tidak dipisah
dengan basmalah.
2. Al-Mi’un, yaitu surah-surah yng ayat-ayatnya lebih dari seratus atau sekitar itu.
3. Al-Misani, yaitu surah-surah yang jumlah ayatnya dibawah al-Mi’un. Dikatan Masani, karean
surah itu diulang-ulang bacaanya lebih dari at-Tiwal dan al-Mi’un.
4. Al-Mufassal, dikatakan bahwa surah-surah ini dimulai dari surah Qaf, ada pula yang
mengatakan dimulai dari surah al-Hujurat, juga ada yang mengatakan dimulai dari surah lain.
Mufassal terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Mufassal Tiwal dimulai dari surah Qaf atau al-Hujurat sampai dengan ‘Amma atau al-
Buruj.
b. Mufassal Ausat dimulai dari surah ‘Amma atau al-Buruj sampai dengan ad-Duha atau
Lam Yakun.
c. Mufassal Qisar dimulai dari ad-Duha atau Lam Yakun sampai dengan surah al-Qur’an
yang terakhir.

29[29] Manna khalil al-Khattan, h. 206


BAB III
Kesimpulan

Perekaman dan penyusunan Al-Qur’an ini telah terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW.
Dimana beliau memberikan tugas kepada para sahabat untuk menulis wahyu yang telah turun,
dengan tujuan supaya dibaca oleh sahabat yang lain dan juga supaya mudah untuk difahami.
Penyusuan Al-Qur’an sendiri itu berdasarkan perintah dari Nabi (taufiqi).

Yang menjadikan permasalahan pokok mengenai pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Abu
Bakar adalah dengan pengumplan Al-Qur’an menjadi satu mushaf, dikarenakan ada
kehawatiran para pengahafal akan habis kerena gugur dalam perang.

Selanjutnya, yang menjadi permasalahan pokok pemeliharaan pada masa ‘Utsman bin Affan
adalah karena adanya perbedaan cara membaca Al-Qur’an, dikarenakan mereka membaca Al-
Qur’an dengan megikuti logat kedaerahan mereka sendiri dan juga mengikuti cara membaca
sahabat yang dikirim ke pelosok daerah.
Daftar Pustaka:

Usman. 2009. Ulumul Qur’an. yogyakarta: TERAS


Ash-Shabuni, Syekh Muhammad Ali. At-Tibyan fi Ulumil Qur’an. 2001, diterjemah oleh
Muhammad Qadirun Nur, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, Jakarta: Pustaka Amani.
Al-A’zami, M. M, 2014, The History of The Qur’anic Text: From Revelation to
Complikation, diterjemah oleh Sejarah Teks Al-Qur’an Dari Wahyu Sampai Kompilasi,
Depok: GEMA INSANI.
Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2016. Mabhis fi Ulumil Qur’an. diterjemah oleh Mudzakir AS.
Bogor: Litera Antar Nusa

Anda mungkin juga menyukai