175 380 1 SM
175 380 1 SM
Sabaria Niapele
Staf Pengajar FAPERTA UNIV. NUKU-Tidore, e-mail: -
ABSTRAK
sehingga menjadi pembeda antara satu masyarakat adat mewarisi tanah ulayat milik
komunitas ekosistem dengan komunitas dan nenek moyang mereka dengan sistem hidup
ekosistem lainnya. Keanekaragaman hayati yang terkadang sangat ketat diberlakukan.
merupakan sumber daya alam yang dapat Pedalaman hutan hujan tropis, pinggiran hutan
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan sepanjang garis pantai adalah beberapa
manusia dengan melihat kaidah-kaidah lokasi dimana masyarakat adat tinggal,
kelestarian hutan. menetap permanen, nomaden dan semi
Hubungan masyarakat asli atau lokal nomaden. Sehingga kita boleh menyimpulkan
yang dekat dengan lingkungan sumber daya bahwa selama ini, 30% hutan asli Indonesia
alam membuat mereka memiliki pemahaman dijaga dan dilestarikan oleh Masyarakat Adat.
tersendiri terhadap sistem ekologi dimana Selama waktu itu pula muncullah kecerdasan
mereka tinggal. Lingkungan sendiri dan local spirit bagaimana kita mengelola dan
seharusnya dipersepsikan bukan hanya sekedar melesatarikan sumber daya alam khususnya
sebagai objek yang harus digunakan untuk sumber daya hutan yang dimiliki Indonesia.
memenuhi kebutuhan manusia (human centris), Masyarakat adat merupakan suplemen dari
melainkan juga harus dipelihara dan ditata Negara Indonesia, bukan komplemen.
demi kelestarian lingkungan itu sendiri (eco Masyarakat adat memiliki motivasi yang
sentris). Oleh karena itu, adanya ikatan antara kuat dalam melindungi hutan dibandingkan
manusia dengan alam akan melahirkan pihak-pihak lain karena menyangkut
pengetahuan dan pikiran bagaimana mereka keberlanjutan kehidupan mereka, pengetahuan
memperlakukan alam lingkungannya. Mereka asli yang dimiliki bagaimana memelihara dan
menyadari betul akan segala perubahan dalam memanfaatkan sumberdaya hutan yang ada di
lingkungan sekitarnya dan mampu dalam habitat mereka. Memiliki hukum adat
mengatasinya demi kepentingannya. Salah satu untuk ditegakkan serta memiliki kelembagaan
cara ialah dengan mengembangkan sikap adat yang mengatur interaksi harmonis antara
kelakuan, gaya hidup, dan tradisi-tradisi yang mereka dengan ekosistem hutannya.
mempunyai implikasi positif terhadap Masyarakat adat Togutil memiliki pola
pemeliharaan dan pelestarian lingkungan kehidupan secara nomaden, dan karena itu
hidup (Salim, 1979). Tradisi - tradisi inilah yang kehidupan mereka masih sangat tergantung
disebut sebagai salah satu aplikasi sebuah pada keberadaan hutan-hutan asli. Pada
kearifan lokal. umumnya mereka bermukim secara
Masyarakat adat dalam tradisi modern berkelompok di sekitar sungai Dodaga dan
dikenal dengan istilah “indigenous memiliki wilayah teroterial kekuasaan yang
society”, yang secara harafiah berarti seseorang masing-masing kelompok saling menghormati
yang di anggap memiliki keaslian kehidupan. wilayah Teroterial masing-masing kelompok.
Adat dapat diartikan “pribumi” digunakan Rumah-rumah mereka terbuat dari kayu,
semata-mata sebagai suatu kata sifat, orang- bambu dan beratap daun palem sejenis
orang yang berasal dari suatu kultur atau Livistonia sp. Umumnya rumah mereka tidak
kelompok menghormati asal usul mereka berdinding dan berlantai papan panggung.
dengan perasaan, pemaknaan dan pengertian Walaupun mereka masih primitif karena
yang mendalam atas suatu wilayah yang pola hidup secara nomaden tanpa merubah dan
mereka tempati. Masyarakat adat memiliki merusak alam, namun keberadaan mereka
karakter yang membatasi diri dan seperti itu telah memberikan pelajaran
mengidentikan diri mereka sebagai sebuah berharga kepada kita semua dalam hal
kelompok kecil yang memiliki otoritas dalam melestarikan hutan. Seakan-akan mereka
menempati sebuah wilayah tertentu berpesan ; janganlah sekali-kali merusak alam
berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati (Latif, 2009).
secara konvensional (Aman, 2008). Dalam pandangan masyarakat adat
Keberadaan masyarakat adat tersebar di Tugutil bahwa tumbuh-tumbuhan pada
berbagai penjuru Nusantara dengan keragaman dasarnya perlu dan ingin diperhatikan atau
ekosistem tempat mereka hidup. Mayoritas diperlakukan secara baik. Karena diyakini
63
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 3 (Januari 2014)
64
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 3 (Januari 2014)
65
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 3 (Januari 2014)
tahun 2005 untuk tidak lagi hidup berpindah Struktur fisik rumah masyarakat adat
pindah tempat hingga saat ini. Tugutil dibagi atas tipe sederhana, sedang dan
Kelompok masayarakat adat Tugutil lengkap. Tipe paling sederhana hanya terdiri
Totoduku/Totipah memiliki wilayah dari satu bangunan (gubuk / o tau ma amoko)
kekuasaan meliputi disekitar gunung es, dengan ukuran 1,5 x 2 m yang terbuka semua
gunung uni-uni sampai di sekitar wilayah sisinya. Didalam gubuk tersebut terdapat balai-
transmigrasi wayamli balai (o dangiri) sebagai tempat menerima tamu
c. Kelompok Masyarakat Adat Tugutil Raki sekaligus tempat tidur. Dapur hanya berupa
Lamo sebuah tungku api (o rikana) yang pada malam
Masyarakat adat Tugutil di Raki Lamo, hari berfungsi sebagai perapian untuk pengusir
merupakan kelompok masyarakat adat Tugutil nyamuk dan penghangat badan. Tipe sedang
yang bermukim disekitar Sungai kalimeja biasanya ditandai dengan penambahan 1
dimana meraka mengusai kawasan sagu raja gubuk untuk dapur diluar gubuk utama.
yang merupakan sumber pokok utama untuk Sedangkan Tipe lengkap ditandai dengan
memenuhi kebutuhan karbohidrat. Untuk penambahan beberapa gubuk biasa untuk
kelompok masyarakat adat Tugutil di Dusun tempat tidur anak-anak yang telah dewasa tapi
Raki Lamo tidak sebanyak kelompok- belum berkeluarga atau gubuk untuk tamu.
kelompok lainnya. Untuk masyarakat adat Martodirjo (1991) mengemukakan bahwa
tugutil yang tinggal di dusun raki lamo secara umum masyarakat Tugutil mengenal tiga
berjumlah 10 kk. tingkatan bentuk atau konsep tempat tinggal
Kelompok masyarakat adat Tugutil di atau pemukiman, yang masing-masing
Dusun Raki Lamo memiliki wilayah kekuasaan memiliki arti dan fungsi saling mengisi dan
meliputi Akedaga, Dakaino sepanjang sungai melengkapi dalam kehidupan mereka yaitu
Kali meja dan Gulapapo. kesatuan rumah (o tau), kesatuan Pemukiman(o
d. Kelompok Masyarakat Adat Tugutil gorere) dan kesatuan hutan (o hogana).
O’oboy Beberapa kesatuan rumah akan membentuk
Masyarakat adat Tugutil di Dusun satu kesatuan pemukiman (o gorere moi) dan
O’Oboy, merupakan kelompok masyarakat secara keseluruhan mereka menyatakan dirinya
adat Tugutil yang bermukim di sekitar Sungai satu kesatuan hutan.
o’Oboy. Umumnya mereka membangun tempat
Untuk masyarakat adat Tugutil yang tinggal atau pemukiman di tepi sungai di
tinggal di Dusun O’oboy berjumlah sekitar 46 dalam kawasan hutan atau dalam jarak 20 – 100
kk yang sudah tercatat secara resmi di Kantor m dari tepi sungai. Kesatuan rumah atau
Desa Tutuling Jaya . kesatuan pemukiman tersebut biasanya
Kelompok masayarakat adat Tugutil di dibangun dalam jarak yang berjauhan yaitu
Dusun O’oboy memiliki wilayah kekuasaan berkisar 20 sampai 500 atau lebih.
meliputi Tutuling Jaya, sepanjang sungai Menurut Martodirdjo (2001) Jarak
O’oboy hingga hutan di sekitar Lolobata. tersebut bisa lebih dari 500 m jarak terjauh
antara 1- 6 km, namun berdasarkan hasil
3.3. Karakteristik Sosial, Ekonomi dan Budaya pengamatan selama penelitian diperoleh data
Suku Tugutil jarak antara satuan pemukiman ternyata ada
3.3.1. Pola Pemukiman yang lebih dari 6 km yaitu antara Satuan
Kesatuan rumah (o tau moi) adalah pemukiman Totodoku dan Tukur-tukur. Pola
bentuk pemukiman atau tempat tinggal yang Pemukiman tradisional ini dibangun melingkar
terkecil bagi masyarakat Tugutil sebagai yang berdekatan atau berhadapan namun
tempat tinggal, pusat aktivitas individunya adapula yang menyebar dengan jarak antar
sebagai warga masyarakat. Tiap o tau moi rumah 10-50 m dalam satu satuan pemukiman.
dihuni oleh satu keluarga inti yang tandai 3.3.2. Mata Pencaharian dan Tingkat
dengan sebuah atau beberapa bangunan gubuk Pendapatan Masyarakat
yang merupakan milik dari keluarga inti Saat ini sebagian masayarakat adat
tersebut. Tugutil merupakan petani (Tugutil kategori
66
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 3 (Januari 2014)
Menetap) dan sebagian lagi masih tergantung adalah milik bersama yang harus dimanfaatkan
pada hasil hutan meskipun telah mengenal dan dikelola secara bersama.
sistem bercocok tanam (Tugutil kategori Lahan milik bersama dapat pula berupa
Menetap sementara). Mata pencaharian suatu lahan yang ditetapkan secara bersama-
tambahan adalah berburu binatang damar sama untuk dikelola satu jenis tanaman atau
maupun telur maleo untuk dijual atau beberapa jenis tanaman yang telah disepakati
ditukarkan dengan penduduk di kampung bersama-sama yang disebut kebun jemaat, atau
pada saat hari pasar. pun kebun/lahan masyarakat.
Tingkat pendapatan penduduk
berdasarkan hasil penelitian dilapangan sangat 3.4. Bentuk - Bentuk Kearifan Lokal
bervariasi yaitu antara Rp. 50.000 sampai Masyarakat Adat Tugutil
dengan Rp. 750.000,- per bulan. Sumber 3. 4. 1. Larangan Merusak Kawasan Sagu Raja
penghasilan umumnya berasal penjualan hasil Berdasarkan hasil wawancara terhadap
buruan atau hasil yang diperoleh dari hutan responden dan beberapa informan bahwa dari
maupun dari hasil kebun yang dikelola dahulu sampai sekarang setiap orang yang
disekitar satuan pemukiman atau satuan masuk dalam suatu areal kawasan Sagu Raja
rumahnya. Pendapatan diatas 500.000 Kali Meja dilarang memasuki dan merusak.
merupakan pendapatan masyarakat adat Hal ini karena kawasan tersebut merupakan
Tugutil menetap yang memiliki profesi sebagai areal Mialolingiri (kawasan sumber
petani kopra maupun usaha sampingan lainnya pencaharian bahan makanan pokok)
seperti pedagang dan tukang ojek. Masyarakat adat Togutil yang harus dapat
dimanfaatkan secara bersama-sama dan dijaga
3.3.3. Pola Kepemilikan Lahan. kelestariaanya. Setiap orang yang tertangkap
Bagi Masyarakat adat Tugutil pola melakukan pengrusakan maka dia akan
kepemilikan lahan dibagi atas : milik sendiri dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang
(ahiraki) dan lahan milik bersama (miaraki). berlaku yaitu berupa penyitaan semua
Lahan milik sendiri selain merupakan warisan peralatan memukul Sagu ataupun denda
turun-temurun dari keluarga, ada juga berupa uang yang telah disepakati jumlahnya.
merupakan lahan yang diperoleh dari Bagi orang yang akan memasuki
pemerintah melalui program pemukiman kawasan meskipun tidak melakukan aktivitas
kembali yang dilakukan pada tahun 1980. apapun di dalamnya tersebut harus mendapat
Umumnya masyarakat adat Tugutil memiliki izin dari kepala suku (o dimono). Masyarakat
lahan atau kebun milik sendiri tidak lebih dari Tugutil menyadari bahwa merusak kawasan
2 Ha. Dari hasil wawancara ternyata rata-rata sagu raja merupakan pengrusakan terhadap
petani yang memiliki lahan atau kebun tetap sumber daya alam sekaligus penghianatan
dengan luas 0,25 - 1,25 Ha. Bagi masyarakat terhadap leluhur sebagai pemilik. Bentuk
Tugutil tipe menetap sementara umumnya larangannya yaitu apa bila ada sekelompok
memiliki lahan atau kebun yang kurang dari masyarakat tersebut masuk kekawasan sagu
0,25 ha. Lahan yang menjadi milik sendiri dapat raja untuk mengambil sagu terus tidak
diperjual belikan sesuai kebutuhan, namun meminta izin pada Tetua adat (o’dimono) maka
bagi lahan milik bersama tidak boleh di perjual meraka akan mendapat sangsi atau di bunuh
belikan. kelompok lain yang menjaga kawasan sagu
Lahan milik bersama dalam masyarakat raja, bentuk-bentuk sangsi diatas masih
adat Tugutil biasanya berupa areal hutan atau digunakan dan bentuk-bentuk sangsinya
suatu kawasan dimana terdapat sumber mata sudah menurun dari dibunuh menjadi berupa
pencaharian berupa bahan makanan pokok denda.
atau areal perburuan yang biasanya sebut Umumnya orang lebih mengenal sebagai
”mialolingiri”. Bagi masyarakat adat Tugutil boboso atau dalam bahasa Togutil Larangan
suatu areal hutan atau lahan yang telah tersebut disebut bohono. Istilah Bohono sendiri
dijadikan sebagai wilayah (mialolingiri) yaitu artinya sangat luas karena larangan ini juga
berlaku untuk pekerjaan, ataupun perkawinan
67
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 3 (Januari 2014)
dengan kekerabatan dekat. Larangan Merusak (pemimpin adat) yaitu berupa peletakan tanda
Kawasan sagu raja dalam bahasa Togutil di Buko di areal dimana sering dilalui masyarakat
sebut : Bohono nasrusaha dumule opeda atau ditempat yang mudah dilihat. Tidak ada
makoano atau Mihigu maya ua mangi opeda upacara ritual adat apapun untuk dalam
idimono (kalimat dalam terjemahan bebas pemasangan buko. Adanya Buko ini maka
berarti ”dilarang untuk merusak kawasan sagu secara tidak langsung sebenarnya masyarakat
raja”atau dilarang merusak tanaman sagu tanpa telah melakukan upaya mengeksploitasi
izin dari orang yang dituakan/ kepala suku) keanekaragaman tumbuhan secara bijaksana
Meskipun saat ini banyak masyarakat atau tidak berlebihan.
adat Togutil yang tidak mengetahui hal ini Meskipun tidak ada sanksi yang diatur
namun dalam praktek kesehariannya mereka dalam aturan adat bagi pelanggarnya namun
tetap menjaga kelestarian kawasan rawa sagu masyarakat adat Togutil sangat percaya bahwa
kali meja ini dengan pemanfaatan sagu hanya bila ada yang melanggar akan bisa sakit atau
untuk mengambil kebutuhan pokok (sagu) saja mengalami hal-hal yang tidak baik bahkan
sedangkan untuk keperluan atau kebutuhan dapat mencelakai dirinya. Itulah sebabnya
lainnya saat ini sebagian masyarakat adat mereka sangat menghormati ataupun
Togutil (Dodaga) telah melakukan penanaman menghindari melakukan pelanggaran. Selain
di kebun (dumule). itu setiap anggota masyarakat yang pasti
3.4.2. Buko dikenai nagimi atau denda baik untuk lahan
Buko adalah istilah yang menjelaskan pribadi maupun lahan bersama Kebiasaan
adanya larangan untuk merusak atau membayar denda ini merupakan suatu hal yang
mengambil tanaman dalam suatu kebun atau sudah sering dilakukan dalam kehidupan
kawasan tertentu dalam satu periode waktu masyarakat adat Togutil apabila melakukan
tertentu pula. Buko ini umunya dilakukan pada pelanggaran terhadap suatu lahan milik pribadi
areal atau kawasan yang menjadi milik pribadi biasanya berhubungan langsung dengan
maupun yang umum. Suatu kawasan yang pemiliknya. Bila itu merupakan lahan
telah dikenai Buko biasanya ditandai dengan masyarakat secara umum atau areal Mialolingiri
tanda khusus seperti rumah-rumahan kecil maka pembayaran denda di lakukan di depan o
berukuran 50 x 50 cm lalu digantungkan sebuah dimono (orang yang dituakan/semacam kepala
botol yang diikat pita/kain kecil atau adanya suku). Denda tersebut akan dimanfaatkan
pohon tertentu yang digantung botol dengan untuk keperluan bersama.
pita kecil atau tanda khusus lainnya. Tanda ini Bila dikaji lebih dalam sebenarnya
kemudian diletakkan di setiap penjuru jalan sistem ini dapat bermanfaat bila diterapkan
menuju ke kawasan yang dilarang baik kebun bagi upaya pelestarian plasma nutfah terutama
milik sendiri (Dumule), Dumule ngone mata- bagi jenis-jenis plasma nutfah tumbuhan yang
mata (kebun milik bersama) ataupun areal bernilai ekonomis tinggi ataupun yang
mialolingiri. Bila ada yang melanggarnya akan berpotensi untuk dikembangkan. Namun hal
sakit ataupun mengalami hal-hal yang tidak ini tentu saja diperlukan sosialisasi lebih lanjut
menyenangkan ataupun bahkan dapat dan harus ikuti dengan adanya suatu aturan
membayakan dirinya. Larangan ini berlaku yang jelas atau minimal aturan yang disepakati
umum bagi siapa saja tidak terbatas pada disepakati bersama. Hal ini disebabkan karena
masyarakat adat Togutil. sistem buko ini dalam kenyataannya masih
Pemasangan Buko umumnya dilakukan dipahami dan dikaitkan dengan hal-hal yang
secara perorangan maupun kelompok dengan bersifat magis dan belum dapat diterima oleh
maksud untuk melindungi jenis-jenis tanaman semua kalangan masyarakat terutama
atau sumber mata pencaharian yang dimiliki masyarakat lokal lainnya.
agar tidak dirusakkan atau diambil dalam Sebagaimana halnya masyarakat adat
jangka waktu tertentu, sekaligus sebagai Togutil, Adat budaya yang mengarah
bentuk penghormatan terhadap leluhur. keperlindungan lingkungan dalam masyarakat
Pemasangan buko biasanya dilakukan oleh sebenarnya masih nampak dalam keseharian
pemilik kebun sendiri, dukun atau o dimono masyarakat maluku utara pada umumya antara
68
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 3 (Januari 2014)
lain budaya adat “Sasi”, “Matakao”, “Uru”, dan Nanaku juga berfungsi untuk
penentuan waktu panen sesuatu tanaman mengetahui umur seorang anak yang lahir
secara bersama-sama, atau penanaman tanaman kemudian di tanam pohon tersebut dan sebagai
langka dan tebang pilih. Budaya ini ternyata tanda kenangan bagi kelompok yang pernah
telah menahan laju kepunahan tanaman, tinggal di daerah tersebut. Ketika pohon yang
seperti ditemukannya beberpa pohon tanaman ditanam sudah besar maka pohon tersebut
cengkeh AFO yang telah berumur 400 tahun di merupakan hak untuk bayi yang dilahirkan di
Ternate, hutan pala di Calabay Bacan dan hutan tempat tersebut. Selain itu nonaku juga
cengkeh di Kabosa Bacan, Dokiri di Tidore dan berfungsi sebagai tanda atas bayi yang
Halmahera serta hutan kenari di Bacan dan meningal dimana ketika kelompok tersebut
Halmahera yang telah berumur sekitar 350 melewati tempat tersebut dan melihat pohon
tahun (Hadad et al. 2002). yang ditanam sebagai tanda lahir maka
Konsep pandangan hidup masyarakat kelompok tersebut akan mengingat kembali
adat Togutil bahwa tumbuhan sebagaimana bahwa apabila anak mereka yang meninggal
halnya manusia diyakini memiliki jiwa dalam masih hidup maka akan sudah besar seperti
arti bahwa tumbuhan juga berhak untuk hidup. pohon yang ditanam.
Untuk itu maka manusia harus dapat 3.4.4. Mang Ngadodo Gamu Pahiyara (Batasan
memperhatikan ataupun memanfaatkan secara Pemeliharaan)
bijaksana karena sebagai-mana sumberdaya Dalam hal ini yang menjadi batasan
lainnya seperti tanah dan air, tumbuhan adalah masyarakat adat Togutil adalah batasan akan
sumber kehidupan bagi manusia. Anak cucu (o pengrusakan–pengrusakan lingkungan hutan
ngofa-ngofaka) atau dapat disebut juga manusia yang bisa mengakibatkan berkurangnya
yang masih hidup tidak boleh menguasainya sumber-sumber kehidupan mereka. Dengan
secara berlebihan, namun berkewajiban untuk adanya batasan – batasan pemeliharaan akibat
memanfaatkan secara bijaksana bagi kegiatan pengrusakan lingkungan hutan,
kehidupan mereka. Hal ini bermakna bahwa diharapkan dapat menjadi solusi dalam
tidak boleh melakukan kerusakan di areal atau mengatasi semakin berkurangnya sumber-
kawasan yang menjadi milik bersama. sumber kehidupan yang terkandung didalam
Kewajiban memelihara sumberadaya alam hutan. Saat ini yang menjadi permasalahan di
termasuk tumbuhan erat kaitannya dalam masyarakat adat Togutil adalah mulai
kepercayaan asli suku ini yang masih melekat adanya perubahan-perubahan kultur budaya
dalam kehidupan masyarakat adat Togutil. akibat pola pikir dari sebagian penduduk yang
Konsep penghormatan terhadap leluhur masih telah mau berbaur dengan masyarakat dari luar.
tetap berpengaruh dalam kehidupan Selain factor–faktor di atas, juga dikarenkan
masyarakat adat Togutil terutama berkaitan adanya kegiatan pengrusakan hutan dari
dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang aktivitas -aktivitas Kegitan pertambangan
dimiliki bersama. dengan dalih meningkatkan pembangunan dan
3.4.3. Nonaku (Tanda lahir) peningkatan PAD daerah, yang dilakukan di
Nonaku merupakan suatu tradisi dimana daerah sekitar hutan tempat tinggal mereka.
setiap anak yang lahir dalam suatu kelompok
diberi tanda dengan cara menanam pohon di 3.5. Cara Memelihara Dan Mempertahankan
tempat dimana bayi dilahirkan dan apa bila Kearifan Lokal
bayi dilahirkan tersebut meninggal maka Dalam hal dan memelihara dan
kelompok tersebut akan meningalkan tempat mempertahankan kearifan lokalnya masyarakat
tersebut dan mencari tempat lain sebagai adat Tugutil, berpegang teguh pada aturan-
tempat tinggal baru. Tradisi nonaku dilakukan aturan adat yang telah ada dan dijalan oleh para
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Jou Madi leluhur meraka dimana didalam ada
Hutu atas anugerah31- yang telah diberikan. seperangkat aturan-aturan yang mewajiban
Tradis ini terus dijaga dan dipertahankan kepada anak cucu meraka untuk terus menjaga
hingga saat ini. dan mempertahakan kearifan lokal yang ada.
Dalam mewariskan kearifan lokal masyarakat
69
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 3 (Januari 2014)
adat tugutil melakukan dengan berapa hal sekaligus permintaan kepada leluhur penghuni
antara lain sebagai berikut: tanaman tersebut. Pengambilan atau
1. Penuturan Secara Lisan pemanfaatan tumbuhan tidak dapat dilakukan
Penyampaian nilai-nilai kearifan lokal oleh sembarangan orang. Pengambilan suatu
secara lisan yang disampaikan oleh tetua adat jenis tanaman terutama obat-obatan hanya
(o dimono) lebih mudah diterima dan dilakukan oleh orang-orang tertentu yang
dilaksanakan oleh masyarakat. memiliki pengetahuan yang baik tentang
2. Sangsi-Sangsi Adat manfaat dari suatu jenis tumbuhan misalnya
Sangsi-sangsi adat akan dilaksanakan bila seorang gomatere (dukun) secara langsung. Di
ada masayarakat yang melakukukan melangar dalam pemanfatan bagian tanaman pun hanya
peraturan-peraturan adat yang ada. Misalnya diambil sesuai kebutuhan dan tidak
pada pelangaranan memasuki kawasan sagu diperkenankan berlebih-lebihan.
raja tanpa melalui ijin kepada tetua adat Dalam pandangan masyarakat adat
(O’Dimono). Maka meraka akan mendapat Tugutil bahwa tumbuh-tumbuhan pada
sangsi atau di bunuh kelompok lain yang dasarnya perlu dan ingin diperhatikan atau
menjaga kawasan sagu raja, bentuk-bentuk diperlakukan secara baik. Karena diyakini
sangsi diatas masih digunakan dan bentuk- bahwa perlaku-kan yang baik terhadap
bentuk sangsinya sudah menurun dari dibunuh tumbuhan yang dimanfaatkan maka setiap
menjadi berupa denda (nagimi) sesuai dengan tumbuhan yang dipelihara akan memberikan
kesepakan antara pelangar dengan tetua adat keuntungan dan kenyamanan bagi manusia.
(O’Dimono). Merusak atau memanfaatkan secara berlebihan
3. Penerapan Langsung Dilapangan (Praktek) berarti akan merusak sumber kehidupan yang
Penerapan lansung maksunya adalah dimiliki sehingga akan menyulitkan
memberikan pelajaran langsung dilapangan kehidupan anak cucu (ngofa ngofaka).
bagaimana cara melakukan penerapan dan Pada umumnya masyarakat adat Tugutil
mempertahankan kearifan lokal yang ada telah mengetahui dan memanfaatkan berbagai
seperti. Buko dimana setiap dilakukan jenis tumbuh-tumbuhan untuk kelangsungan
pembukaan wilayah baru atau membuka lahan hidupnya sehari-hari. Dari Penelitian yang
baru makan harus membuat buko yaitu di dilakukan diperoleh hasil bahwa masyarakat
tandai dengan memasang tali merah di pohon adat Tugutil telah memanfaatkan jenis
atau didekat gubuk dimana lahan tersebut tumbuhan pertanian yang dimanfaatkan untuk
dibuka. Selain itu ada juga nonaku yaitu berbagai keperluan baik sebagai sumber
dimana setiap kelahiran generasi baru harus pangan maupun sebagai bahan obat-obatan.
dilakukan ritual menanam pohon bagi keluarga Terdapat 149 tumbuh-tumbuhan yang terbagi
yang bersangkutan dan ini terus dilakukan dan 100 tumbuh- tumbuhan sumber pertanian (71
dipraktekan oleh masyarakat adat tugutil spesies) yang dimanfaatkan sebagai sumber
Maluku Utara khususnya di Halmahera Timur. pangan dan 49 sumber tumbuh-tumbuhan obat
(45 spesies) dimanfaatkan sebagai bahan obat.
3.6. Pengetahuan Masyarakat Tentang Berbagai jenis tumbuhan tidak
Pemanfaatan Tumbuh - Tumbuhan Hutan. seluruhnya dimanfaatkan dalam kehidupan
Dalam Pandangan masyarakat adat sehari-hari. Misalnya dalam kegiatan meramu
Tugutil setiap jenis tumbuhan yang ada di obat hanya dilakukan pada saat saat tertentu
sekitar kehidupan manusia memiliki jiwa dan saja. Jenis-jenis tumbuhan yang sangat
perasaan seperti halnya manusia. Oleh karena berpengaruh dalam kehidupan keseharian
itu maka dalam pemanfaatannya harus masyarakat adat Tugutil adalah jenis tumbuhan
dilakukan dengan baik. Misalnya bila yang dimanfaatkan sebagai sumber bahan
seseorang akan mengambil atau memanfaat- makanan pokok ataupun karbohidrat
kan sebagian dari suatu tanaman untuk tujuan pengganti bahan makanan pokok. Jenis
pengobatan maka dia harus melakukan ritual tumbuhan tersebut misalnya, sagu (Metroxylon
kecil berupa pemberian makanan dan disertai sago, Ipomoea batatas, Musa sp dan
dengan pengucapan niat sebagai pengahargaan Xantosoma sp.
70
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 3 (Januari 2014)
Saat ini seiring dengan adanya 3. Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh
perubahan dalam pola kehidupan masyarakat masyarakat adat Tugutil sebanyak 149
adat Tugutil maka jenis-jenis tumbuhan tumbuhan . Yang terdiri atas 100 tumbuhan
tersebut diatas selain dimanfaatkan secara bahan pangan (71 spesies) dan 49 tumbuhan
subsisten juga telah ada yang dilakukan secara obat (45 spesies). Pola pemanfaatan
komersil. Dari sekitar 149 jenis tumbuhan yang sumberdaya (tumbuhan) sebagai bahan
telah dimanfaatkan oleh masyarakat Tugutil. makanan utama merupakan milik bersama
Terdapat beberapa jenis tanaman yang yang harus dimanfaatkan secara lestari.
memiliki kultivar sangat banyak yaitu pisang 4.
16 jenis, mangga 5 jenis dan jambu 4 jenis. 4.2. Saran
1. Bagi Pemerintah Kab Halmahera Timur
IV. PENUTUP dalam menentukan suatu kebijakan harus
4.1. Kesimpulan tepat dalam hal pengembangan dan
1. Bentuk-bentuk Kearifan lokal masyarakat memperdayakan masyarakat adat Tugutil
adat Tugutil di Dusun Tukur-tukur ke depan.
Kecamatan Wasile Timur Kabupaten 2. Pemerintah harus membangun sarana dan
Halmahera Timur. Dalam menjaga dan prasarana pendukung yang dapat
mengelola hutan adalah sebagai berikut : menunjang keberlanjutan nilai-nilai
Larangan merusak Kawasan Sagu Raja, kearifan lokal yang ada pada masyarakat
Buko, Nonaku, Ma ngadodo gomu pahiyara adat Tugutil di dusun tukur-tukur Kec.
(Batasan pemeliharaan) Wasile Timur.
2. Untuk Memelihara dan mempertahan 3. Marilah kita jaga dan lestarikan hutan dan
kearifan lokal dalam mengelola hutan lingkungan untuk anak cucu dan generasi
adalah dengan cara sebagai berikut : penerus kita.
Penuturan secara lisan, sangsi-sangsi adat,
penerapan secara lansung (praktek).
DAFTAR PUSTAKA
71
Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 6 Edisi 3 (Januari 2014)
72