Anda di halaman 1dari 89

Bedah

Randy Richter
Catatan Koas | Bedah
“DASAR-DASAR BEDAH”

 Jika pasien tidak sadar  cek kesadaran  minta bantuan  cek nadi
karotis selama 10 detik  jika nadi tidak teraba  RJP (prinsip CAB),
jika nadi teraba  ABCDE
 A  Airway
- Bebaskan jalan nafas + lindungi C-spine (collar brace)
- Jika pasien dapat bicara (look, listen, feel)  jalan napas aman /
paten
- Jika ada masalah airway  head tilt-chin lift (kontraindikasi curiga
trauma cervical) atau jaw thrust (aman curiga trauma cervical)
- Hambatan pada airway
 Snoring  lidah jatuh  dilakukan OPA (oropharyngeal airway)
 Gargling  cairan  dilakukan suction
 Stridor  penyempitan  dilakukan intubasi
- Periksa trakea apakah ditengah atau tidak
- Periksa apakah ada tidaknya penggunaan otot bantu napas
 B  Breathing
- Cek RR dan saturasi oksigen
- Beri bantuan oskigen  suplementasi oksigen (nasal canule, simple
mask, NRM, bagging)
- Periksa apakah ada tanda-tanda pneumothorax (gerakan napas,
apakah ada otot bantu napas, pola napas, perkusi, auskultasi)
 C  Circulation
- Cek tekanan darah, denyut nadi dan akral perifer
- Jika ada tanda-tanda syok  hentikan dengan pemberian infus
(kristaloid 10-20 cc/kgBB dalam 30 menit)
- Akral  hangat/basah, kering/basah, merah/pucat dan CRT
 D  Disability
- Periksa GCS
- Periksa pupil
- Periksa neurologis (sensorik dan motorik)
- Periksa apakah ada tanda peningkatan TIK
 E  Exposure
- Menilai apakah ada jejas lain pada tubuh
- Buka baju dan celana  cegah hipotermi
 Head tilt-chin lift (kontraindikasi curiga trauma cervical)
- Tangan yang satu memegang dahi
- jari-jari dengan tangan yang lainnya diletakkan di bawah mandibular,
sambil mengangkat mandibular ke atas sehingga dagu berada di
depan
 Jaw thrust
- Memegang angulus mandibular dengan 2 tangan
- Masing-masing 1 tangan pada 1 sisi dan mendorong mandibular ke
depan, jempol mendorong ke arah atas/depan

 Pemasangan OPA (oropharyngeal airway)


- Masukkan pipa orofaring dalam posisi menghadap ke belakang
ketika masuk mulut lalu ketika sudah mendekati dinding posterior
faring putar pipa 1800
- Diukur dari tepi bibir ke tragus
- Kontraindikasi jika masih ada refleks muntah atau GCS > 10
 Pemasangan NPA (nasopharyngeal airway)
- Masukkan pipa nasofaring melalui lubang hidung dengan arah
posterior membentuk garis lurus dengan permukaan wajah lalu
masukkan secara lembut hingga dasar nasofaring
- Diukur yang mana diameternya sama dengan jari kelingking tangan
kanan pasien dan panjangnya dari tragus sampai ujung hidung, ujung
NPA mengarah ke lateral hidung
- Dilakukan jika masih ada refleks muntah
 Curiga trauma cervical  ada jejas pada supraclavicula, adanya trauma
maksilofasial, adanya penurunan kesadaran akibat trauma, adanya
defisit neurologis
 Pola nafas :
- Cheyne-stokes respiration
 Pola napas bergantian (hiperpneu dan apneu)
 Level kerusakan  hemisfer bilateral
- Hyperventilation (Kusmaul)
 Pola napas cepat dan dalam dengan amplitudo / kedalaman
nafas yang sama
 Level kerusakan  mesensefalon dan pons superior
- Apneustic breathing
 Pola napas yang dominan apneu
 Level kerusakan  pons tengah
- Cluster breathing
 Pola napas yang berkelompok-kelompok, dimana masing-
masing kelompok terdiri dari pola napas yang ireguler
 Level kerusakan  pons inferior
- Ataxic breathing
 Pola napas yang sama sekali ireguler, amplitudo dan
frekuensi tidak jelas
 Level kerusakan  medula oblongata
 Syok  kegagalam sirkulasi yang menyebabkan perfusi dan
penghantaran oksigen di tingkat seluler tidak memadai sehingga
kebutuhan metabolisme jaringan tidak terpenuhi dan akhirnya terjadi
gangguan fungsi sel, jaringan dan organ
 Jenis-jenis syok :
1. Syok hipovolemik  disebabkan hilangnya sirkulasi volume
intravaskular >20-25% akibat dari perdarahan akut, dehidrasi,
kehilangan cairan pada ruang ketiga  masalah di cairannya
2. Syok kardiogenik  akibat kerusakan primer fungsi atau kapasitas
pompa jantung untuk mencukupi volume jantung semenit, berkaitan
dengan terganggunya preload, afterload, kontraktilitas, frekuensi
atau ritme jantung  masalah di pompanya
3. Syok distributif  akibat menurunnya tonus vaskuler mengakibatkan
vasodilatasi arterial, penumpukan vena dan redistribusi aliran darah
(syok anafilaksis, syok sepsis, dan syok neurogenik)  masalah di
pembuluh darahnya
4. Syok obstruktif  berkaitan dengan terganggunya mekanisme aliran
balik darah karena peningkatan tekanan intratorakal atau
terganggunya aliran darah keluar arterial jantung (emboli paru,
diseksi aorta, hipertensi pulmonalis dan tamponade jantung) 
masalah di tekanannya

Kehilangan Sampai 750


750-1500 cc 1500-2000 cc >2000 cc
darah cc
Persentase
kehilangan Sampai 15% 15-30% 30-40% >40%
volume darah
Denyut nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan
Normal Menurun Menurun Menurun
darah
Frekuensi
14-20 20-30 30-40 >40
napas
Penggantian Kristaloid dan Kristaloid dan
Kristaloid Kristaloid
cairan darah darah

 Kristaloid  hukum 3:1  kehilangan 500 cc darah ganti dengan 1500 cc


kristaloid
 Darah  hukum 1:1  kehilangan 500 cc darah ganti dengan 500 cc
darah
 Terapi syok hipovolemik
- Bebat lokasi perdarahan
- Arahkan ke posisi trendelenburg  dengan mengangkat kaki darah
akan mengalir ke jantung dan otak
- Pasang akses vena 2 line  ukuran besar minimal 16G, vena sentral
jika diperlukan
- Resusitasi cairan  RL atau NaCl 0,9% 10-20 cc/kgBB dalam 30
menit lalu observasi
- Pantau urine output  normal 0,5 ml/kgBB/jam (dewasa), 1
ml/kgBB/jam (anak)
- Jika sudah masuk 3000 cc kristaloid  bisa diberikan koloid (tapi
hati-hati pemberian koloid)

 Tentukan tingkat kesadaran dengan GCS


 Nilai pupil  diameter, isokor/anisokor, reaksi terhadap cahaya
(langsung/tidak langsung)
 Menilai tanda lateralisasi (tinggal dominan satu anggota gerak) dan level
cedera spinal

 Buka pakaian penderita dengan cara digunting


 Pasien harus diselimuti untuk mencegah hipotermia
 Lihat bagian tubuh lain selain luka utama, apakah ada jejas atau tidak
(sambil logroll)
 Sebelum memasuki secondary survey periksa :
- Monitoring oksigen
- Pasang monitor EKG
- Pasang kateter uretra dan NGT (kecuali jika ada kontraindikasi)
- Pertimbangkan pemeriksaan radiologi

 Riwayat AMPLE  Allergy, Medication, Past illness, Last meal, Events


 Pemeriksaan head to toe :
- Kepala dan maksilofasial
- Vertebra servikalis dan leher
- Thorax
- Abdomen
- Perineum/rektum/vagina
- Muskuloskeletal
 Indikasi
- Memasukkan obat/makanan bagi pasien yang sulit menelan
- Dekompresi cairan lambung
- Bilas lambung pada keracunan (kecuali keracunan korosif)
 Kontraindikasi
- Trauma maksilofasial berat
- Fraktur basis cranii
- Varises esofagus
 Ukuran NGT
- Anak-anak  10-14 FG
- Dewasa  16 FG
 Prosedur
- Posisikan pasien bila sadar (setengah berbaring), bila tidak sadar
(berbaring, kepala diangkat sedikit)
- Perhatikan cavum nasi apakah tampak polip/benda asing
- Pilih cavum nasi yang akan dimasukkan selang NGT
- Ukur panjang selang (dari prosesus xyphoideus ke tragus lalu ke tip
nasal)
- Lubrikasi selang NGT dengan jelly, lalu masukkan selang perlahan
ke dalam cavum nasi (masukkan tegak lurus lubangnya atau 900,
jangan mengarah ke atas)
- Dorong selang melewati faring dan epiglottis, bila ada tahanan
instruksikan pasien untuk menelan agar epiglottis terbuka
- Lalu dorong hingga memasuki lambung
- Nilai apakah NGT masuk tepat pada lambung dengan isi udara ke
dalam spuit 50 cc lalu hembuskan secara cepat ke dalam selang
NGT, dengarkan dengan stetoskop yang telah diletakkan pada
epigastrium (jika ada suara pada epigastrium  selang sudah masuk
ke lambung)
- Fiksasi NGT dengan plester
 Indikasi
- Retensi urine
- Monitoring urine output
- Evaluasi urine pada pasien tidak sadar atau terbatas pergerakannya
- Evaluasi urine selama prosedur bedah dan pasca bedah
- Irigasi saluran kemih
- Pengambilan sampel urine
 Kontraindikasi
- Trauma uretra (menetes darah dari meatus uretra)
 Jenis kateter
- Kateter Nelaton  kateter tanpa cabang, untuk mengalirkan urin
sesaat
- Kateter Folley  kateter dengan 2 cabang, untuk mengalirkan urin
dalam waktu lama, cabang digunakan untuk pengembangan balon
- Kateter Three Way  kateter dengan 3 cabang, 1 cabang untuk
mengalirkan urin, 1 cabang untuk mengembangkan balon, dan 1
cabang untuk irigasi
 Ukuran
- Bayi  5 Fr
- Anak  8-12 Fr
- Dewasa  14-16 Fr
 Prosedur (pada laki-laki)
- Pegang glans penis ke arah atas dengan satu tangan (tangan yang
tidak dominan)
- Lakukan desinfektan pada penis dan daerah sekitarnya dengan
teknik sirkuler (ulang hingga 2-3 kali)
- Pasang doek steril pada daerah penis
- Cek folley kateter apakah balonnya berfungsi baik atau tidak
- Lubrikasi kateter dari ujung kateter dengan jelly
- Masukkan folley kateter yang telah dihubungkan dengan urine bag
ke dalam meatus uretra sedikit demi sedikit
- Setelah folley kateter masuk sebagian besar hingga tersisa bagian
percabangan selang kateter  isi aquades steril pada spuit 10 cc
(biasanya 10-20 cc) untuk mengembangkan balon kateter
- Tarik perlahan kateter urin hingga terjadi tahanan akibat balon
- Fiksasi kateter urin pada abdomen bawah dengan posisi meatus
uretra mengarah ke atas
- Untuk mencabut  lepas plester yang memfiksasi, masukkan spuit
kosong ke dalam lubang pengembangan balon kateter  sedot
seluruh cairan yang berada dalam balon kateter sambil minta pasien
menarik napas lalu keluarkan kateter perlahan dari dalam uretra
 Fungsi  membuat insisi pada kulit atau jaringan
 Gagang scalpel
- Gagang no. 3  untuk bisturi yang 10-an dan ganjil
- Gagang no. 4  untuk bisturi yang 20-an dan genap
 Memegang mata pisau  menggunakan needle holder/klem, jangan
memegang mata pisau dengan tangan
 Memegang scalpel  dipegang seperti memegang pisau dapur, ibu jari
tangan kiri untuk fiksasi kulit dan jari telunjuk untuk menentukan
kedalaman kulit, pisau mengarah ke horizontal

 Fungsi  memotong jaringan dan diseksi jaringan secara tumpul


 Jenis gunting
- Gunting benang
 Tipe tumpul dan lancip
 Tipe tumpul dan tumpul
 Tipe lancip dan lancip
 Tipe lurus dan setengah lingkaran
- Gunting jaringan
 Gunting mayo (lurus)
 Gunting metzenbaum (bengkok)
 Memegang gunting  jari tidak boleh masuk lebih dari satu phalanx,
dimasukkan pada ibu jari dan jari manis, saat memotong benang gunting
harus dimiringkan sehingga dapat terlihat panjang benang yang
tertinggal

 Fungsi  memegang jaringan, diseksi tumpul jaringan dan menjepit


pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan
 Jenis klem
- Pean (tidak bergigi)
- Kocher (bergigi)
 Membuka klem  gerakan yang berlawanan dari ibu jari dan jari tengah
 Fungsi  memegang jaringan
 Jenis
- Pinset anatomis (tidak bergigi)  memegang mukosa
- Pinset sirurgis (bergigi)  memegang jaringan subkutis, otot atau
fascia
 Memegang pinset  prinsipnya perpanjangan dari telunjuk dan ibu jari,
biasanya dipegang dengan tangan kiri, pinset disimpan ditangan kiri
dengan menjepit menggunakan jari manis dan kelingking

 Fungsi  memegang jarum


 Prinsip
- Jarum tidak boleh dipegang dengan jari
- Jarum dipegang pada 1/3 pangkal (1-2 mm) dari ujung needle holder

 Jenis needle
- Cutting  untuk kulit  bermata tajam
- Round  untuk jaringan lunak bawah kulit (otot)  bermata bulat
 Bahan dasar
- Absorbable  monofilamen (> 6 jahitan, minimal 7 simpul)
 Alami  plain catgut, chromic catgut
 Buatan  polygactin (vicryl, safil, monocryl)
- Non-absorbable  polifilamen (> 3 jahitan, minimal 4 simpul)
 Alami  silk
 Buatan  nylon

Ukuran benang Bahan dasar benang

Tanggal kadaluarsa Deskripsi jarum


 Anestesi lokal yang digunakan  lidokain 2%
 Infiltrat anestesi  dilakukan secara intrakutan/subkutan dan jangan
sampai masuk pembuluh darah
 Rule of three lidokain
- Waktu paruh 30 menit
- Waktu obat mulai bekerja 3 menit
- Dosis maksimal 300 gram (60 cc lidokain)  dewasa

Lesi Kecil Lesi Besar

1. Simple interrupted  penjahitan luka pada umumnya


2. Continous suture  satu benang untuk seluruh panjang luka
3. Jahitan matras  luka dapat tertutup rapat hingga ke dasar luka
4. Jahitan subkutikuler  benang jahit tidak terlihat
5. Jahitan dalam  hasil simpul berada di dasar luka
6. Figure of eight  menjahit tendon

Simple interrupted
Continous suture

Matras Horizontal

Matras Vertikal
Jahitan subkutikuler

Jahitan dalam

Figure of eight
 Indikasi
- Onikokruptosis (ingrown nail)
- Onikomikosis
- Paronikia kronik dan berulang
- Trauma kuku
 Prosedur
- Menyiapkan alat dan bahan (spuit, lidokain, nail elevator, gunting,
karet, klem lurus, alkohol dan kapas, kasa steril, perban dan larutan
povidon iodine)
- Cuci tangan dan informed consent
- Desinfeksi kuku dan anestesi lokal (cukup banyak)
- Memasang torniquet pada jari
- Gunakan nail elevator untuk mengangkat bagian kuku yang ingin
diekstraksi
- Gunting bagian kuku yang telah diangkat
- Gunakan klem untuk memegang bagian kuku yang akan diekstraksi
 lakukan pengangkatan kuku dengan gerakan memutar ke arah
medial/lateral
- Lepaskan torniquet, bersihkan bagian atas jari yang kukunya telah
diangkat dengan larutan normal saline
- Letakkan antibiotik ointment diatas luka atau menggunakan kasa
yang mengandung antibiotik (sofratulle)  lalu tutup dengan kasa
steril
- Lakukan pembalutan luka
“BEDAH THORAKS”

 Hemothorax  akumulasi darah pada rongga pleura


 Pembagian kehilangan darah pada hemothorax
- Minimal  <300 ml
- Moderate  300-1500 ml
- Massive  >1500 ml
 Pemeriksaan fisik
- Inspeksi  gerakan dada asimetris serta tertinggal pada lesi, serta
respirasi meningkat
- Palpasi  stem fremitus meningkat
- Perkusi  redup, pada masif hemothorax sampai costa II
- Auskultasi  suara napas menurun atau hilang
 Gejala lain  tanda-tanda syok
 Tatalaksana  Chest tube atau WSD (water seal drainage)

 Tension pneumothorax  adanya udara berlebihan pada rongga pleura


akibat trauma sehingga membuat tekanan udara diluar lebih besar
dibanding tekanan dalam cavum pleura
 Gejala khas
- Sesak napas seperti orang tenggelam
- Pulsus paradoksus (denyut nadi semakin lemah selama inspirasi
bahkan menghilang sama sekali pada bagian akhir ekspirasi)
- Deviasi trakea (terdorong ke kontralateral lesi / ke arah sehat)
- Peningkatan JVP
- Syok
 Tatalaksana
- Needle thoracocentesis  langkah pertama  ICS II linea
midclavicularis
- Chest tube  langkah berikutnya membuat tension pneumothorax
menjadi open pneumothorax ICS V linea midaxillaris anterior
 Beri oksigen aliran tinggi dan ventilasi sesuai kebutuhan
 Identifikasi ICS II linea midclavicularis di sisi tension pneumothorax (raba
angulus sternalis, disampingnya itulah ICS II)
 Asepsis dan antisepsis dinding dada
 Gunakan abocath ukuran besar (14 G) sambung dengan spuit 10-20 cc
berisi aquades
 Gelembung udara akan keluar maka benar penusukan, jika air terhisap
ke dalam tidak apa-apa tetapi jarum segera ditarik sebelum air habis
 Kemudian sambungkan dengan infus set untuk membuat chest tube mini
 Supaya tidak lepas buat tepian dengan spuit yang sudah dipotong
dengan ujung-ujungnya terbuka (seperti tabung) lalu selimutkan agar
tidak kolaps jarumnya
 Hubungkan infus set dengan larutan NaCl dibawah bed, lubangi sedikit
sesuai infus set (sedikit aja) lalu tutup celah-celahnya (jangan sampai
ada udara masuk lagi)
 Masukkan selang 2 cm dibawah air

 Tentukan tempat insersi biasanya setinggi ICS V linea midaxillaris


anterior (setinggi putting)
 Anestesi lokal
 Insisi transversal 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan diseksi
tumpul melalui jaringan subkutan
 Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam
tempat insisi untuk mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan
perlekatan (gambar D-G)
 Klem ujung proksimal tube torakostomi dan dorong tube ke dalam
rongga pleura sesuai panjang yang diinginkan (gambar H)
 Sambungkan ujung tube torakostomi ke WSD  jahit tube ditempatnya
 tutup dengan plester
 Periksa foto thorax
 Open pneumothorax  pneumothorax yang diakibatkan oleh adanya
luka penetrasi pada rongga thorax
 Tanda khas
- Mediastinal flutter (menggetarkan organ-organ mediastinum)
- Sucking wound (suara seperti peluit waktu bernapas)
- Adanya luka yang menyebabkan mekanisme ventil
 Tatalaksana  occlusive dressing tape 3 sisi

 Tamponade jantung  adanya darah pada cavum jantung sehingga


menekan jantung
 Tanda khas (trias Beck)
- Peningkatan JVP
- Hipotensi
- Suara jantung menjauh (muffle heart sound)
 Pemeriksaan fisik
- Pulsus paradoksus
- Pernapasan Kusmaul
 Tatalaksana  perikardiosintesis (pada area processus xyphoideus)
 Emfisema subkutis  dapat terjadi akibat trauma pada saluran
pernapasan, trauma paru atau blast injury
 Tanda khas  terabanya krepitasi udara di bawah kulit dan pada
pemeriksaan radiologis didapatkan radiolusent semua lapang paru
 Hati-hati emfisema subkutis
- Tidak ada luka terbuka di dinding dada  hati-hati mengarah ke
tension pneumothorax
- Dimulai dari daerah leher karena dapat menandakan
pneumomediastinum

 Flail chest  fraktur pada minimal > 2 tempat pada 1 costa ataupun
fraktur mengenai > 3 costa yang berurutan baik pada anterior maupun
lateral
 Gejala khas
- Pernapasan paradoksal (ketika inspirasi rongga thorax mengembang
sedangkan pada bagian patah mengempis begitupun saat ekspirasi)
- Distress pernapasan berat
- Nyeri hebat
- Krepitasi pada saat palpasi rongga thorax (tanda fraktur)
- Bisa mengakibatkan sianosis
 Tatalaksana  ABCDE, ventilasi dan oksigenasi adekuat
 Kontusio paru  terjadi akibat trauma tumpul pada daerah dada yang
ditandai oleh perdarahan dan edema pada parenkim paru
 Gambaran klinis
- Trauma tumpul / jejas pada thorax
- Batuk disertai darah (hemoptisis)
- Sesak napas
- Pemeriksaan radiologis  bercak yang terletak pada daerah trauma
akibat benturan maksimal
 Tatalaksana  terapi suportif, ventilasi dan oksigenasi adekuat

 Ruptur aorta traumatika  penyebab kematian mendadak pasca


kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian
 Pemeriksaan fisik  tidak spesifik biasanya nyeri hebat di dada
 Pemeriksaan radiologis
- Mediastinum melebar
- Batas aorta menghilang
- Pleural cap di apeks kiri
- Hemothorax sebelah kiri
- Deviasi trakea ke kanan
“BEDAH VASKULER”

 Tromboangitis obliteran (Buerger disease)  iskemia yang


berhubungan dengan kebiasaan merokok, bersifat progresif
 Gambaran klinis
- Nyeri saat istirahat, pada waktu malam hari dan keadaan dingin
- Perubahan kulit yang awalnya hanya memucat pada ujung jari, jika
sudah lama bisa sampai sianosis-kemerahan
- Perabaan kulit terasa dingin
- Allen test (+)
- Pulsasi arteri menghilang
 Pemeriksaan penunjang  doppler
 Tatalaksana  Menghentikan kebiasaan merokok

 Sindrom raynaud  kumpulan gejala akibat serangan vasospasme


arteriol yang memberikan gambaran iskemik setempat di jari-jari
 Gambaran klinis
- Jari tampak pucat sampai kebiruan saat spasme pembuluh darah dan
saat kemerahan karena vasodilatasi bila spasme hilang
- Denyut arteri perifer dan tekanan darah normal
 Tatalaksana  simpatektomi

Raynaud Syndrome
Tromboangitis Obliterans
 Tromboflebitis superfisialis  trombosis akut dengan peradangan akut
yang tidak mengakibatkan emboli
 Gambaran klinik
- Nyeri daerah vena + nyeri tekan
- Kulit disekitar vena kemerahan dan panas
- Adanya penggembungan vena
- Biasanya riwayat pemasangan infus
 Tatalaksana  istirahat, pemberian kompres hangat pada keadaan akut,
analgetik

 DVT  kondisi dimana terbentuk bekuan dalam vena sekunder / vena


dalam oleh karena inflamasi / trauma dinding vena atau karena obstruksi
vena sebagian
 Patofisiologi (trias virchow)
- Statis dari aliran darah
- Disfungsi endotel pembuluh darah
- Hiperkoagulabilitas darah
 Gejala
- Nyeri tekan pada tungkai atau betis bila terjadi di tungkai dan di
lengan atau leher jika mengenai ekstremitas atas  biasanya akibat
duduk yang terlalu lama
- Pembengkakan terlokalisir pada daerah yang terkena  pitting
edema
- Perabaan kulit hangat dan kemerahan di sekitar DVT
 Tanda
- Homan sign  dorsofleksi pada kaki maka akan didapatkan
peningkatan rasa nyeri pada betis belakang
- Pratt sign  squeezing pada otot betis maka akan timbul peningkatan
rasa nyeri
- Lowenberg sign  nyeri pada betis saat diberikan tekanan pada betis
> 180 mmHg
 Pemeriksaan penunjang  D-dimer (gold standard)
 Tatalaksana
- Medikamentosa  antikoagulan dan fibrinolitik
- Non medikamentosa  penggunaan stocking, elevasi tungkai dan
mobilisasi
 Anatomi vena tungkai
- Superfisial (vena safena magna dan vena safena parva)
- Profunda
- Komunikans (penghubung vena superfisialis dan vena profunda)
 Varises  pelebaran pembuluh balik (vena) yang berkelok-kelok dan
ditandai oleh katup di dalamnya yang tidak berfungsi lagi
 Gambaran klinis
- Nyeri tungkai bawah terutama betis
- Rasa nyeri bersifat tumpul, seperti dipukul, terutama timbul bila
duduk atau berdiri lama dan berkurang atau menghilang bila
berbaring dengan tungkai ditinggikan  klaudikasio intermitten
- Tampak dilatasi vena yang berkelok-kelok, telangiektasis, spider vein
pada permukaan tungkai, dan adanya thrill saat palpasi
- Riwayat berdiri dalam jangka waktu yang lama
 Pemeriksaan fisik
- Trendelenburg  menilai fungsi katup (kaki di angkat 30-450 selama
beberapa menit untuk mengosongkan vena)
- Perthes  menilai katup vena komunikans (pasien berdiri beberapa
saat lalu dipasang ikatan elastis dibawah lutut untuk membendung
vena tepi, kemudian berjingkat beberapa kali agar otot-otot betis
berkontraksi sehingga darah dipompa dari sinusoid vena dan
sekitarnya)
 Interpretasi
- Trendelenburg sign (+)  pengisian bertambah cepat dan terlihat
aliran darah dari atas saat ikatan pada betis dibuka
- Perthes sign (+)  vena tepi bertambah besar
 Tatalaksana
- Non operatif  penggunaan stocking elastis sepanjang hari (dari
ujung kaki sampai paha)
- Operatif  ligasi tinggi vena safena magna
- Suntikan sklerotik
“BEDAH SARAF”

 Trauma kapitis  trauma mekanik terhadap kepala baik secara


langsung atau tidak langsung
 Jenis trauma kapitis
- Akselerasi  benda yang sedang bergerak membentur kepala yang
diam
 Coup  akselerasi tengkorak ke arah dampak
 Countrecoup  akselerasi tengkorak berlawanan arah dampak
- Deselerasi  kepala membentur benda yang tidak bergerak
 Klasifikasi
- Cedera kepala ringan  GCS 13-15
- Cedera kepala sedang  GCS 9-12
- Cedera kepala berat  GCS 3-8
 Penanganan
- Primary survey
- Secondary survey
 Indikasi CT Scan kepala non kontras
- GCS < 15 setelah 2 jam pasca trauma
- Curiga adanya fraktur impresi terbuka atau tertutup (tulang tengkorak
patah melebihi 1 diplo) atau fraktur depresi (tulang tengkorak patah
seperti cekungan)
- Adanya tanda fraktur basis cranii
- Muntah > 2 kali
- Usia > 65 tahun
- Hilangnya kesadaran > 5 menit
- Amnesia sebelum kejadian > 30 menit
 Evaluasi CT Scan kepala
- Periksa komponen SCALP (skin, connective tissue, aponeurosis,
loose areolar tissue, perikranium)
- Periksa osteum (tabula eksterna, diplo, tabula interna) apakah ada
fraktur impresi (tidak melewati 2 tabula) atau fraktur depresi
(melewati 2 tabula)
- Periksa parenkim (duramater, araknoid, piamater) apakah ada
perdarahan atau tidak
- Periksa hemisfer kiri dan kanan
- Periksa apakah ada pergeseran garis tengah (midline shift)
 Kontusio serebri (memar otak)  ada defisit neurologis (hiperdens area
pungtata)
 Komosio serebri (gegar otak)  tidak ada defisit neurologis (konkusio
serebri)
 Pingsan (-)
Minimal 15  Amnesia pasca trauma (-) Normal
 Defisit neurologis (-)
 Pingsan <10 menit
 Amnesia pasca trauma <24
Ringan 13-15 Normal
jam
 Defisit neurologis (-)
 Pingsan 10 menit – 6 jam
 Amnesia pasca trauma 6 jam
Sedang 9-12 Abnormal
– 7 hari
 Defisit neurologis (-/+)
 Pingsan >6 jam
Berat 3-8  Amnesia pasca trauma 7 hari Abnormal
 Defisit neurologis (+)

Perdarahan diantara tabula interna


Perdarahan diantara duramater dan
dan duramater  robeknya a.
araknoid
meningen media
Lesi hiperdens dan membentuk
Lesi hiperdens dan membentuk
gambaran bulan sabit / crescent
gambaran bikonveks (cembung)
shape / bikonkaf (cekung)
Indikasi operasi jika : Indikasi operasi jika :
 Pasien tanpa melihat GCS  Pasien tanpa melihat GCS
dengan volume > 30 cc atau dengan ketebalan > 10 mm atau
ketebalan > 15 mm atau midline midline shift > 15 mm
shift > 5 mm  GCS < 9 dengan ketebalan SDH
 Pasien akut GCS < 9 dan pupil < 10 mm + midline shift + pupil
anisokor anisokor + TIK meningkat
Volume darah = A x B x jumlah slice yang menunjukkan hiperdens x 0,5
 Tatalaksana
- Posisi tidur lurus  head up 15-300
- Jaga tekanan darah  NaCl 0,9% 1,5 ml/kgBB
- Atasi kejang  Diazepam 10 mg IV pelan, dapat ditambah hingga
kejang berhenti
- Awasi depresi nafas  dilanjutkan Fenitoin bolus 15 mg/kgBB
encerkan dengan aqua steril 20 ml IV pelan, dilanjutkan 8 ml/kgBB
- Jaga suhu tubuh normal  Paracetamol 3 x 500 mg
- Atasi hipoksia dan kelainan asam basa darah
- Ada tanda-tanda peningkatan TIK + tidak ada hipotensi / gagal ginjal
/ gagal jantung  Manitol 20% 0,25-1 mg/kgBB

 Fraktur linear  fraktur dengan bentuk garis tunggal/stellata pada tulang


tengkorak, mengenai seluruh ketebalan tulang kepala
 Fraktur diastasis  fraktur yang terjadi pada sutura tulang tengkorak
yang mengakibatkan pelebaran sutura
 Fraktur kominutif  fraktur lebih dari 1 fragmen tulang dalam satu area
fraktur
 Fraktur impresi  fraktur yang disertai fragmen patahan tulang
terdorong ke dalam, bermakna bila segmen tabula eksterna yang impresi
masuk di bawah segmen tabula interna tulang yang sehat (>1 diplo)

Fraktur Impresi Fraktur Depresi


 Raccon eyes  Tidak ada  Otorrhea
 Rhinorrhea gambaran khas (kebocoran LCS)
 Halo sign  Battle sign

Halo sign  ambil sehelai tissue


kemudian tampung 1-2 tetesan
darah dari hidung, tunggu beberapa
saat kemudian diamati jika darah
dikelilingi oleh cairan kekuningan 
fraktur basis cranii

 Cedera otak difus / diffuse axonal injury 


cedera otak berat dengan bentuk variasi
 Konkusio  gangguan neurologis non
fokal sesaat disertai hilangnya kesadaran
 Prognosis  buruk
 Caput succadeneum  melewati sutura, tidak ada gangguan
hemodinamik
 Cephal hematoma  tidak melewati sutura
 Perdarahan subgaleal  melewati sutura, ada gangguan hemodinamik
 Paling sering terjadi dari burst fracture (fraktur Jefferson)
 Mekanisme  axial loading  kepala tertimpa secara vertikal dimana
jatuh dengan puncak kepala dulu
 Pemeriksaan penunjang  X-ray proyeksi open mouth

 Fraktur axis
- Fraktur odontoid  mengenai prosesus odontoid
- Fraktur elemen posterior C2 (Hangman)  mengenai pars
interartikularis (trauma tipe ekstensi  gantung diri)
 Pemeriksaan penunjang  X-ray cervical lateral

Fraktur
Odontoid

Fraktur Elemen
Posterior C2
 Cedera kompresi wedge anterior  akibat gerakan fleksi dengan axial
loading
 Burst injury  akibat kompresi vertikal aksial
 Fraktur chance  fraktur transversum yang melewati badan tulang
vertebra (tertahan sabuk pengaman ketika kecelakaan mobil)

 Hidrosefalus  penumpukan cairan serebrospinal akibat peningkatan


TIK dan penekanan jaringan otak sekitarnya
 Etiologi
- Kongenital  neural tube defect (defisiensi asam folat), sindrom
Dandy-Walker (penumpukan CSS pada inferior cerebellum sehingga
drainase terhalang dan tertumpuk di ventrikel 1, 3 dan 4), dan
malformasi Arnold-Chiari (herniasi dari cerebellum ke foramen
magnum sehingga menghambat drainase CSS)
- Didapat  tumor otak, meningitis, abses otak, cedera kepala,
perdarahan intrakranial non traumatik
 Tipe
- Komunikans  akibat gangguan produksi atau penyerapan CSS
tanpa disertai gangguan aliran
- Non komunikans  akibat obstruksi atau gangguan aliran CSS
 Manifestasi klinis
- Anak-anak
 Makrokrania (ukuran kepala besar)
 Sunset phenomenon (adanya gangguan gerak bola mata,
gangguan retraksi kelopak mata dan gangguan pada palpebra
untuk menutup sempurna)
- Dewasa
 Nyeri kepala
 Penurunan kesadaran bertahap (akibat desakan CSS)
 Pemeriksaan fisik  transiluminasi (menyinari kepala dengan lampu
senter di ruangan gelap, positif jika lebar halo dari tepi sinar di regio
frontal > 2,5 cm dan di regio oksipital > 1 cm)
 Pemeriksaan penunjang
- CT scan  untuk menyaring kemungkinan hidrosefalus kongenital
- USG  menilai hidrosefalus untuk pemasangan shunt (otak ke
peritoneal)
“BEDAH KEPALA DAN LEHER”

 Fraktur maksilofasial  rudapaksa yang mengenai wajah dan jaringan


sekitarnya yang menyebabkan hilangnya kontinuitas tulang-tulang
wajah
 Tipe trauma maksilofasial
- Sepertiga bawah  fraktur mandibula
- Sepertiga tengah  fraktur le fort, fraktur zygoma, fraktur nasal
- Sepertiga atas  fraktur frontalis

 Tanda dan gejala


- Nyeri saat menggerakkan rahang untuk berbicara, mengunyah atau
menelan
- Perdarahan dari rongga mulut
- Maloklusi gigi
- Trismus (ketidakmampuan membuka mulut lebih dari 35 mm)
- Ketidakmampuan menutup rahang (fraktur prosesus alveolar,
angulus, atau ramus dari simfisis)
- Krepitasi tulang
- Mati rasa pada bibir dan pipi
- Deviasi mandibula
 Pemeriksaan fisik  palpasi pada batas bawah mandibula dan area
preauricular  nyeri tekan (+)
 Pemeriksaan penunjang  foto panoramik
 Fraktur Le Fort  tipe fraktur pada tulang-tulang wajah
 Fraktur Le Fort 1  fraktur pada horizontal bagian bawah antara maxilla
dan palatum atau arkus alveolar kompleks yang menyebabkan
terpisahnya prosesus alveolaris dan palatum durum
- Floating jaw (rahang atas mengalami pergerakan)
- Ekimosis palatum durum
- Maloklusi gigi (open bite)
- Edema pada wajah
- Hipestesia pada nervus infraorbital
- Fraktur maxilla unilateral
 Fraktur Le Fort 2  fraktur pada tulang hidung dan diteruskan ke tulang
lakrimalis, dasar orbita, pinggir infraorbita dan menyebrang ke bagian
atas sinus maxilla juga ke arah lamina pterigoid sampai ke fossa
pterigopalatina
- Floating maxilla (maksila yang melayang)
- Racoon eyes (ekimosis periorbital)
- Maloklusi gigi (open bite)
- Edema pada wajah
- Hipestesia pada nervus infraorbital + perdarahan subkonjungtiva
- Epistaksis + keluarnya CSS
 Fraktur Le Fort 3  fraktur pada sutura nasofrontal diteruskan sepanjang
etmoid junction melalui fisura orbitalis superior melintang ke arah dinding
lateral orbita, sutura zigomaticofrontalis dan sutura temporozigomatikum
- Floating face
- Racoon eyes (ekimosis periorbital)
- Gangguan penglihatan + perdarahan subkonjungtiva
- Epifora (mata berair)
- Edema pada wajah
- Epistaksis + keluarnya CSS

Fraktur Le Fort 1 Fraktur Le Fort 2 Fraktur Le Fort 3


 Trias tanda fraktur zygoma
- Floating maxilla
- Parestesia daerah lateral hidung dan bibir bagian atas
- Diplopia (rusak muskulus rektus inferior)
 Pemeriksaan fisik  nyeri pada sendi temporomandibular

 Trias tanda fraktur nasal


- Deviasi septum nasal
- Epistaksis atau rhinorea CSS
- Krepitasi pada nasal

 Fraktur frontalis  bersifat depresi ke dalam atau hanya mempunyai


garis fraktur linear yang dapat meluas ke daerah wajah yang lain
 Trias tanda fraktur supraorbital
- Krepitasi pada daerah supraorbital
- Emfisema subkutan
- Parestesia nervus supraorbital

 Tortikolis  kekakuan leher (spasme otot) dimana terputarnya leher


sehingga leher menjadi bengkok
 Etiologi  pemendekan otot sternokleidomastoideus akibat trauma
selama proses persalinan
 Manifestasi klinik
- ROM rotasi lateral leher terbatas
- Kepala miring ipsilateral
- Dagu rotasi kontralateral
- Teraba massa pada inferior otot
 Tatalaksana
- Injeksi toksin botulinum
- Tenotomi
 Kista duktus tiroglossus  adanya benjolan digaris tengah leher, dapat
diatas atau dibawah tulang hyoid
 Manifestasi klinik
- Massa teraba kistik, bulat, batas tegas, mudah digerakkan dan
warnanya sama dengan kulit disekitarnya
- Tidak nyeri
- Massa bergerak saat menelan dan menjulurkan lidah
 Pemeriksaan penunjang  USG
 Tatalaksana  operasi

 Struma  benjolan didepan leher akibat pembesaran kelenjar tiroid


(gondok/goiter)
 Klasifikasi struma
- Eutiroidisme  hipertrofi kelenjar tiroid akibat stimulasi kelenjar tiroid
yang berada dibawah normal sedangkan TSH meningkat
- Hipotiroidisme  kelainan kelenjar tiroid sehingga sintesis hormon
tiroid berkurang
- Hipertiroidisme  dikenal sebagai tirotoksikosis atau Graves akibat
sintesis hormon tiroid yang berlebihan
 Klasifikasi klinis
- Toksik  struma difusa toksik (menyebar luas ke jaringan) dan
struma nodusa toksik (teraba benjolan)  perubahan bentuk anatomi
- Non toksik  struma difusa non toksik dan struma nodusa non toksik
 kekurangan yodium yang kronik
 Manifestasi klinis
- Tidak nyeri
- Sulit menelan (disfagia)
- Sesak napas (dispnea)
- Ada benjolan di leher
 Pemeriksaan penunjang  FNAB, X-ray leher, USG tiroid dan fungsi
tiroid (TSH dan T4)
 Tatalaksana  tiroidektomi atau isthmolobektomi
“BEDAH ANAK”

 Stenosis pilorus hipertrofi  hipertrofi lapisan otot sirkuler pilorus 


menyebabkan terbentuknya lipatan longitudinal mukosa lambung 
lumen sempit dan saluran pilorus lebih panjang  obstruksi
 Anamnesis
- Muntah proyektil usia 2-3 minggu, muntah tidak berwarna hijau (tidak
bercampur empedu)
- Kegagalan pertumbuhan (intake tidak adekuat akibat muntah)
- Bayi selalu rewel dengan kesan lapar dan selalu ingin minum lagi
setelah muntah
 Pemeriksaan fisik
- Kontur dan peristaltik lambung terlihat di abdomen bagian atas
- Teraba benjolan/massa di daerah epigastrium atau hipokondrium
kanan
 Pemeriksaan penunjang
- Foto x-ray  single bubble, caterpillar sign
- Oesophagomaagduodenum  string sign, mushroom sign
- USG  olive shaped mass
 Tatalaksana
- Puasa
- Pasang infus  mencegah dehidrasi dan keadaan umum
- Dekompresi  pasang NGT
- Antibiotik profilaksis
- Pembedahan  piloromiotomi
 Atresia esofagus  tidak terbentuknya esofagus secara sempurna
sehingga esofagus tidak terhubung ke gaster atau dapat disertai fistula
trakeoesofagus
 Manifestasi klinis
- Polihidramnion saat kehamilan (AFI score >25 cm)
- Kesulitan menyusu (batuk tersedak-sedak)
- Drooling (air liur tidak bisa ditelan)
- Coiled NGT (selang NGT tidak masuk gaster >10 cm bahkan
terpuntir)
- Distress pernapasan (RR meningkat, retraksi napas, sianosis)
- Distensi abdomen dan udara subdiafragma (tipe C dan D)
 Pemeriksaan penunjang  x-ray thorax  tidak ada udara pada
abdomen (tipe A dan B), udara subdiafragma (tipe C dan D), dan
radiolusen pada daerah leher bawah
 Klasifikasi atresi esofagus
- Tipe A  tanpa fistula trakeoesofagus
- Tipe B  dengan fistula trakeoesofagus proksimal
- Tipe C  dengan fistula trakeoesofagus distal
- Tipe D  dengan fistula trakeoesofagus proksimal dan distal
- Tipe E  fistula trakeoesofagus tanpa atresia
 Tatalaksana
- Puasa
- Pasang infus  mencegah dehidrasi dan keadaan umum
- Dekompresi  pasang NGT
- Antibiotik profilaksis
 Tanda dan gejala
- Beberapa jam setelah dilahirkan, bayi akan muntah proyektil dan
berwarna hijau (bercampur dengan bilirubin karena sudah melewati
ampula Vateri)
- Abdomen kembung (distensi abdomen)
- Kehamilan dengan penyulit polihidramnion dan down syndrome
harus dicurigai adanya atresia duodenum
 Pemeriksaan radiologis
- Atresia duodenum  double bubble
- Atresia jejunum  triple bubble
 Tatalaksana
- Puasa
- Pasang infus  mencegah dehidrasi dan keadaan umum
- Dekompresi  pasang NGT
- Antibiotik profilaksis

Atresia duodenum Atresia jejunum


 Intususepsi / invaginasi  masuknya sebagian usus proksimal ke bagian
yang lebih distal
 Kegawatdaruratan abdomen tersering pada anak usia <2 tahun, dengan
lokasi terbanyak pada ileocaecal junction
 Trias intususepsi
- Nyeri abdomen intermiten sehingga menangis yang tidak bisa
ditenangkan (crying spells)
- Massa seperti sosis pada sisi kanan abdomen (sausage sign)
- BAB berdarah (currant jelly stool)
 Manifestasi lain
- Muntah dari tidak hijau menjadi hijau
- Caecum teraba kosong (Dance’s sign)
- Saat rectal touche  tonus sfingter ani lemah dan teraba massa
seperti portio (portio like appearance)
 Pemeriksaan penunjang (USG abdomen)
- Target sign
- Bull’s eye
- Doughnut sign
 Tatalaksana
- Reduksi non operatif  USG atau fluoroskopi guided dengan
pneumatic enema
- Operatif

Intussuscipens  segmen distal

Intussusceptum  segmen
proksimal
 Volvulus  malrotasi segmen gastrointestinal yang menyebabkan
obstruksi usus
 Malrotasi 180-3600  gangguan obstruksi
 Malrotasi >3600  gangguan perfusi usus, gangrene dan perforasi
 Manifestasi klinis
- Nyeri perut progresif yang bersifat kolik
- Distensi abdomen
- Muntah bilier (muntah hijau)
- Gejala obstruktif (konstipasi atau tidak bisa flatus)
 Pemeriksaan penunjang
- Foto polos abdomen
 Volvulus caecum  multiple air fluid level
 Volvulus sigmoid  coffee bean shaped, air fluid level
- CT scan abdomen (gold standard)  whirlpool pattern dan tidak ada
gas pada rektum
 Tatalaksana
- Stabilisasi ABC
- Pasang infus  mencegah dehidrasi dan keadaan umum
- Dekompresi  pasang NGT
- Reseksi bila terdapat jaringan usus nekrotik

Permulaan Kuadran kanan bawah Kuadran kiri bawah


Ekstensi Kuadran kiri atas Kuadran kanan atas
Haustra Terlihat Tidak terlihat
Distensi Usus halus Kolon
Air fluid level >1 (multiple) 1 saja

Volvulus caecum Volvulus sigmoid


Organ terbungkus membran tipis Organ tidak tertutup membran
Lokasi pada umbilikus Lokasi disebelah kanan umbilikus
Tidak urgent untuk dioperasi Urgent untuk dilakukan operasi
Dry treatment  diberikan silver Wet treatment  dibungkus dengan
sulfadiazine (membuat selaput plastik yang sudah diberikan NaCl
terbentuk jaringan epitelisasi, sehingga (membuat lembap agar usus tidak
ususnya akan terdorong ke dalam) terjadi penguapan)

Omfalokel Gastroskisis

 Hirschsprung / congenital aganglionic megacolon  obstruksi usus


besar yang disebabkan kelainan perkembangan saraf pleksus Meissner
(submukosa) dan pleksus Auerbach (mienterik)
 Manifestasi klinis
- Mekonium terlambat keluar (>24 jam)
- Tanda obstruksi (distensi abdomen, BAB sedikit, muntah kehijauan,
muntah menyemprot)
- Feses menyemprot saat di rectal touche
- Frog-belly shaped appearance
 Pemeriksaan penunjang
- Foto polos abdomen  dilatasi usus proksimal
- Fluoroskopi dengan barium enema  zona transisi dan saw tooth
appearance
- Full thickness biopsi  gold standard  membuktikan tidak ada sel
ganglion
 Tatalaksana
- Puasa
- Pasang infus  mencegah dehidrasi dan keadaan umum
- Dekompresi  pasang NGT dan kateter urine
- Antibiotik profilaksis
- Pemasangan rectal tube  1/3 gelatin + 2/3 NaCl fisiologis dengan
spuit 20 cc
- Operasi  kolostomi dan pull through

 Malformasi anorektal
- Anus imperforata  anus tidak terbentuk sama sekali atau terbentuk
anus namun tidak sempurna
- Kloaka persisten  pemisahan antara traktus urinarius, traktus
genitalia dan traktus gastrointestinal
 Definisi
- Menurut Berdon
 Atresia ani letak tinggi  bagian distal rektum berakhir diatas otot
levator ani (>1,5 cm dengan kulit luar)
 Atresia ani letak rendah  bagian distal rektum melewati otot
levator ani (<1,5 cm dari kulit luar)
- Menurut Stephen
 Atresia ani letak tinggi  bagian distal rektum terletak diatas garis
pubococcygeal
 Atresia ani letak rendah  bagian distal rektum terletak dibawah
garis pubococcygeal
 Pemeriksaan lain  VACTERL (Vertebra defect, Anal atresia, Cardiac
defect, Tracheoesophageal fistel, Esophagus atresia, Renal dysplasia,
Limb defect
 Pemeriksaan penunjang  Invertogram
 Tatalaksana  Kolostomi (pembuatan stoma) sambil menunggu BB (6-
8 kg) atau usia (3-12 bulan) baru dilakukan PSARP
“BEDAH ONKOLOGI”

 Tujuan terapi kanker


- Kuratif  menyembuhkan dan memperpanjang survival
- Paliatif  memperbaiki kualitas hidup dengan menghilangkan gejala
yang mengganggu
- Suportif  memperbaiki kekurangan dan memberikan dukungan
 Bedah insisional  mengambil sebagian kecil jaringan untuk diperiksa
secara histo PA (untuk tumor ukuran besar)
 Bedah eksisional  mengangkat seluruh massa tumor (untuk tumor
ukuran <3 cm)
 Radioterapi  penyinaran yang menyebabkan ionisasi pada sasaran
sehingga merusak DNA sel yang berada dalam salah satu fase
pembiakan sel dan menimbulkan apoptosis sel
 Kemoterapi  tatalaksana kanker secara sistemik dengan obat-obatan
atau bahan kimia
- Neoadjuvant  sebelum operasi (untuk mengecilkan tumor)
- Adjuvant  sesudah operasi (mencegah tumbuhnya sel-sel kanker
yang tidak terambil)

Biasanya 2-3 cm, Dapat membesar


Ukuran Biasanya >15 cm
berbatas tegas hingga 5-6 cm
Wujud Padat Padat Kistik
Nyeri Tidak nyeri Tidak nyeri Menjelang haid

Tidak ada
Discharge Tidak ada discharge Serous/kehijauan
discharge
Kapsul yang robek,
Tidak Memiliki
Histopatologi proyeksi seperti jari Memiliki kapsul
kapsul
(leaf-like form)
 Faktor risiko  wanita, usia >50 tahun, riwayat keluarga, riwayat
penyakit payudara sebelumnya, riwayat menstruasi dini (<12 tahun),
riwayat menopause lambat (>55 tahun), tidak memiliki anak, faktor
hormonal, obesitas, konsumsi alkohol, riwayat radiasi dinding dada
 Tanda dan gejala
- Benjolan pada payudara yang padat keras
- Perubahan bentuk puting (retraksi, mengeluarkan nanah, eksema di
sekitar puting, krusta pada areola)
- Perubahan kulit (lesung pada kulit / dimpling, seperti kulit jeruk / peau
d’orange, adanya ulserasi, edema, eritema, nodul satelit)
- Benjolan di aksila  pembesaran kelenjar getah bening
 Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium  darah rutin, kimia darah dan tumor marker (BRCA-1
dan BRCA-2)
- Radiologi  Mammografi
- Patologi  pemeriksaan sitologi (FNAB)
- Histopatologi  gold standard
 Tatalaksana
- Breast conserving therapy  eradikasi tumor secara onkologi
dengan mempertahankan bentuk payudara dan fungsi sensasi 
lumpektomi atau kuadrantekomi + diseksi KGB axilla level 1 dan 2
(stadium 1 dan 2)
- Mastektomi simpel  pengangkatan seluruh payudara beserta
kompleks puting areolar, tanpa diseksi KGB axilla (tumor phylloides
besar, paget, dan keganasan payudara stadium lanjut)
- Mastektomi radikal modifikasi (MRM)  pengangkatan seluruh
payudara beserta kompleks puting areolar + diseksi KGB axilla level
1 dan 2 secara en bloc (kanker payudara stadium 1,2,3A dan 3B)
- Mastektomi radikal klasik  pengangkatan payudara, kompleks
puting areolar, otot pektoralis mayor dan minor, KGB axilla level 1,2,
3 secara en bloc
 Screening kanker payudara  SADARI
- Pemeriksaan payudara sendiri untuk menemukan kemungkinan
kanker payudara
- Pemeriksaan dilakukan mulai usia 20 tahun, setiap bulan pada hari
ke 7-10 setelah hari pertama haid, atau pada tanggal yang sama
setiap bulan pada wanita yang sudah menopause
- Usia 20-30 tahun  pemeriksaan payudara ke dokter setiap 3 tahun
- Usia 40 tahun  setiap 1 tahun
- Usia >40 tahun  pemeriksaan mammografi atau USG 1 kali/tahun
 6 langkah SADARI (Periksa Payudara Sendiri)
1. Didepan cermin angkat tangan dan periksa apakah ada kemerahan
atau bengkak di payudara
2. Letakkan tangan di pinggang dan periksa payudara seperti pada
langkah pertama
3. Tekan payudara dari atas ke bawah seperti pada gambar no.3 dan
rasakan apakah ada benjolan
4. Tekan payudara secara melingkar seperti pada gambar no.4 dan
rasakan apakah ada benjolan
5. Tekan payudara ke arah puting dan lihat apakah ada cairan yang
keluar
6. Posisi berbaring dan tekan kembali payudara secara melingkar
 Tumor jinak  tidak ada destruksi korteks, tidak ada reaksi periosteal,
dan orientasinya masih jelas (osteoid osteoma, osteokondroma, giant
cell tumor, displasia fibrosa)
 Tumor ganas  ada destruksi korteks, ada reaksi periosteal, dan
orientasinya tidak jelas (osteosarkoma, kondrosarkoma, ewing sarkoma)

 Manifestasi klinis
- Pada usia muda (10-30 tahun)
- Predileksi pada tulang panjang (femur,
tibia, humerus, tangan dan kaki)
- Nyeri memberat pada malam hari,
membaik saat minum NSAID
 Pemeriksaan penunjang
- Histo PA  gold standard
- X-foto polos  penebalan korteks dengan
area radiolusen (central nidus) yang
dikelilingi reaksi sklerotik di tepinya

 Manifestasi klinis
- Tumor yang tumbuh di sekitar lempeng
epifisis
- Seiring pertumbuhan dapat bergeser ke
metafisis bahkan diafisis
 Pemeriksaan penunjang
- X-foto polos  tumor menonjol dan
bertangkai (pedunculated mushroom)

 Manifestasi klinik
- Tumor terletak eksentrik pada daerah
tulang
- Merusak korteks tulang dan tembus ke
jaringan lunak
- Tumor tumbuh aktif, agresif dan cepat
membesar
 Pemeriksaan penunjang
- X-foto polos  osteolitik dengan tepi tegas
(soap bubble appearance)
 Manifestasi klinik
- Biasanya menyerang remaja laki-laki
- Predileksi  costa, ekstremitas atas dan bawah
- Jaringan medulla diganti dengan fibrosa
- Menyerang daerah diafisis
 Pemeriksaan penunjang
- X-foto polos  lesi kistik dengan batas sklerotik
disertai pembengkakan tulang

 Manifestasi klinis
- Nyeri tulang, lebih terasa pada malam hari atau setelah aktivitas
- Bengkak, kemerahan dan teraba hangat
- Demam, cepat lelah dan penurunan berat badan
- Menyerang daerah metafisis
 Pemeriksaan penunjang
- Histo PA  biopsi  gold standard
- X-foto polos  Sunburst appearance dan Codmann triangle

Sunburst Codmann
appearance triangle
 Manifestasi klinik
- Tumor pada kartilago hyalin
- Predileksi tulang panjang tubuler (femur,
tibia dan humerus) dan tulang aksial (os
ileum, os ischium, os pubis)
- Mengenai area medulla dan meluas ke
korteks
 Pemeriksaan penunjang
- X-foto polos  kalsifikasi intramedular
(popcorn apperance)

 Manifestasi klinis
- Menyerang pada daerah diafisis
- Biasanya pada usia 10-20 tahun
- Nyeri hilang timbul, membaik dengan pemberian analgesik
- Demam, bengkak dan eritema
 Pemeriksaan penunjang
- Histo PA  Blue cell  gold standard
- X-foto polos  lesi destruktif (moth eaten appearance) dan dikelilingi
reaksi periosteal (onion skin appearance)

Moth eaten appearance Onion skin appearance


“BEDAH UROLOGI”

 Nyeri pada urologi


- Nyeri ginjal  akibat regangan kapsul ginjal karena terjadi
pielonefritis akut yang menimbulkan edema, obstruksi saluran kemih
yang menyebabkan hidronefrosis, nyerinya terus-menerus
- Nyeri kolik  akibat spasme otot polos ureter karena gerakan
peristaltiknya terhambat oleh batu, bekuan darah, atau benda asing
lain, nyerinya bersifat menjalar
- Nyeri vesika  akibat overdistensi buli-buli yang mengalami retensi
urine atau terdapat inflamasi
- Nyeri prostat  akibat inflamasi yang menyebabkan edema kelenjar
prostat dan distensi kapsul prostat
- Nyeri testis  akibat torsio testis, epididimitis atau orkitis akut atau
trauma pada testis
- Nyeri penis  nyeri alih dari inflamasi pada mukosa buli-buli atau
uretra
 Keluhan pada miksi
- Anuria  tidak ada produksi atau ekskresi urin di ginjal
- Oliguria  sekresi jumlah urin berkurang (<400 ml/24 jam pada
dewasa; <1 ml/kg/hari pada bayi; 0,5 ml/kg/hari pada anak)
- Poliuria  sekresi urin meningkat (>400 cc/kg/24 jam)
- Polakisuria  frekuensi miksi meningkat (interval antar 2 kali miksi
kurang dari 2 jam)
- Disuria  nyeri/rasa tidak nyaman saat miksi, disebabkan oleh
infeksi mukosa uretra
- Urgency  miksi yang tidak dapat ditunda
- Hesitansi  awal keluarnya urine menjadi lebih lama dan seringkali
pasien harus mengejan untuk mulai miksi
- Intermitensi  pada pertengahan miksi tiba-tiba berhenti dan
kemudian memancar lagi
- Retensi  urin tertimbun dalam buli-buli akibat ketidakmampuan
mengosongkan buli-buli
 Pemeriksaan fisik urologi
- Sudut kostovertebra (palpasi dan perkusi)
- Vesika urinaria (palpasi)
- Genitalia eksterna (inspeksi)
- Rectal touche (tonus sfingter ani, mukosa, massa, nilai BPH pada
pria, refleks bulbokavernosus, dan nilai handscoon)
 Trauma ginjal  trauma langsung atau tidak langsung yang disebabkan
oleh trauma tajam atau trauma tumpul
 Manifestasi klinik
- Riwayat trauma
- Jejas pada daerah pinggang
- Rasa nyeri pada daerah jejas
- Hematuria
- Tanda syok dan mungkin cedera organ lain
 Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium  darah lengkap, urinalisis, ureum, kreatinin
- USG FAST (focused assessment sonography for trauma)
- CT scan dengan kontras  gold standard
 Indikasi imaging trauma ginjal
- Hematuria
- Hipotensi
- Trauma penetrasi
- Kontusio area pinggang (flank)
- Fraktur costa bawah
 Derajat trauma ginjal (AAST)

Kontusio Mikroskopis atau gross hematuria


I
Hematoma Subkapsular, tanpa laserasi parenkim
Hematoma Hematoma perirenal retroperitoneum
II
Laserasi <1 cm korteks renal, tanpa ekstravasasi urine
>1 cm korteks renal, tanpa ruptur atau ekstravasasi
III Laserasi
duktus kolektivus
Laserasi parenkim meluas ke korteks, medulla dan
Laserasi
IV duktus kolektivus (ada ekstravasasi urine)
Vaskular Injuri vena atau arteri renalis
Laserasi Ruptur total (ginjal hancur)
V Avulsi hilum renal, devaskularisasi renal (rusaknya
Vaskular
arteri dan vena renalis)
 Tatalaksana
- Derajat 1, 2 dan 3  konservatif (observasi terlebih dahulu)
- Derajat 4 dan 5  agresif (operasi  laparatomi eksplorasi)

Sering terjadi Jarang terjadi


Hematuria masif

Berasosiasi dengan cedera langsung


Berasosiasi dengan fraktur pelvis
pada kandung kemih yang penuh
Sistografi  ekstravasasi kontras
Sistografi  kontras masuk hingga ke
berbentuk seperti pijaran api (flame
ruang intraperitoneum (masuk ke
shaped) ke regio obturator atau ruang
atas), adanya tanda-tanda peritonitis
prevesikular Retzius
Tatalaksana  kateter Folley (7-14
Tatalaksana  repair laparoskopi
hari)

Ekstraperitoneal Intraperitoneal
 Manifestasi klinik
- Tidak bisa kencing (retensi urine)
- Nyeri perut bawah
- Darah menetes dari uretra (bloody discharge)
- Jejas pada area suprapubik
 Pemeriksaan penunjang  retrograde uretrografi
 Batas uretra anterior dan posterior  diafragma urogenital
 Tatalaksana
- Simptomatik
- Retensi urin  sistostomi suprapubik (kontraindikasi pemasangan
kateter urin)
- Rujuk

 Straddle injury  Trauma tumpul


 Instrumentasi urologi  Fraktur pelvis
(pemasangan kateter)
Butterfly hematoma (hematoma
Floating prostat (prostat letak tinggi
perineal), robekan pada fascia Buck
atau melayang) pada rectal touche
(profunda) hingga fascia colles

Butterfly hematoma

Floating prostat
 Striktur uretra  penyempitan atau penyumbatan lumen uretra akibat
pembentukan jaringan parut pada uretra atau daerah periuretra
 Etiologi  infeksi (gonokokus) atau trauma (straddle injury)
 Manifestasi klinis
- Sulit kencing
- Pancaran urine bercabang
- Meatus uretra eksterna sempit
- Teraba jaringan parut sepanjang uretra anterior
 Pemeriksaan penunjang
- Uroflowmetri  pola pancaran urin  obstruksi bila <10 ml/detik
- Uretrografi  melihat letak penyempitan
 Tatalaksana
- Retensi urine  sistostomi suprapubik
- Businasi  dilatasi dengan busi logam
- Uretrotomi interna  memotong jaringan sikatriks

Nyeri di regio flank, nyeri ketok kostovertebra, massa ginjal


Nefrolithiasis
bila ada hidronefrosis
Nyeri pinggang dan menjalar hingga :
 Ureter proksimal  pinggang sampai umbilikus (T10)
Ureterolithiasis  Ureter media  medial paha, inguinal dan skrotum (L1-
L3)
 Ureter distal  ujung penis (S2-S3) + disuria
 Gejala LUTS iritatif (frekuensi, urgensi, nokturia)
 Miksi tiba-tiba berhenti dan membaik ketika berubah
Vesikolithiasis posisi tubuh
 Pada pria  sering menarik-narik penisnya
 Pada wanita  sering menggosok-gosok vulva
 Miksi tiba-tiba berhenti dan menjadi lancar kembali
dengan perubahan posisi tubuh
Urethrolithiasis
 Teraba benjolan keras di penis (uretra anterior)
 Nyeri perineum dan rektum (uretra posterior)
 Jenis batu
- Kalsium  radioopak (berlebihan suplemen kalsium)
- Urat/sistin  radiolusen (pasien penderita HIV)
 Batu staghorn  disebabkan oleh batu struvit dan berbentuk seperti
pelvic-calyx (tanduk rusa)
 Pemeriksaan penunjang  CT stonografi (CT scan non kontras)  gold
standar
 Tatalaksana

 Open (pielolitotomi)  batu


staghorn atau obesitas
Ginjal Nefrostomi
 ESWL  ukuran batu <2,5 cm
 PCNL  ukuran batu 2,5-5 cm
 Open
 ESWL  ukuran batu <2,5 cm
Ureter (-)
 URS (litotripsi)  ukuran batu
>2,5 cm
Vesika  Open (vesikolitotomi)
Sistostomi
urinaria  URS (litotripsi)
 Ekstraksi langsung
Urethra (-)
 URS (ureterorenoskopi)

 Derajat hidronefrosis
- Normal  Capping
- Derajat 1  Blunting
- Derajat 2  Flattening
- Derajat 3  Clubing
- Derajat 4  Ballooning

Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4


 BPH  pembesaran prostat
 Lokasi tersering pembesaran
- BPH  zona transisional
- Carcinoma prostat  zona perifer
 Manifestasi klinik
- Ukuran prostat >3 cm, teraba kenyal dan simetris
- Hilangnya sulcus prostat (saat RT tidak teraba pole atas)
- Gejala LUTS iritatif (frekuensi, urgensi, nokturia, inkontinensia,
disuria) dan LUTS obstruktif (hesitansi, intermitensi, strain, terminal
dribbling, weak stream)
 Frekuensi (jumlah urin)
 Urgensi (susah tahan kencing)
 Nokturia (kencing malam hari)
 Disuria (sulit BAK)
 Inkontinensia (mengompol)
 Hesitansi (menunggu pada awal BAK)
 Intermitensi (pancaran BAK terputus-putus)
 Strain (perlu mengedan saat BAK)
 Terminal dribbling (menetes pada akhir BAK)
 Weak stream (pancaran urine lemah)
 Diagnosis banding
- Carcinoma prostat  massa keras, berbenjol-benjol, asimetris,
nodul, metastasis tersering ke tulang
- Prostatitis  teraba nyeri dan didahului ISK atau sindroma duh tubuh
uretra
 Pemeriksaan penunjang
- Transabdominal ultrasonography  menilai prostat
- Prostat Specific Antigen (PSA)  laju pertumbuhan prostat, spesifik
ke prostat tetapi tidak spesifik ke kanker (normal < 4 ng/ml)
 Derajat BPH (berdasarkan skor IPSS)
- Mild (1-7)  watchful waiting (evaluasi berkala 3,6 dan 12 bulan
kemudian dilanjutkan 1 kali/tahun
- Moderate (8-19)  farmakologi (dimulai monoterapi  alpha 1
blocker)
- Severe (20-35)  kombinasi alpha 1 blocker + 5 alpha reductase
inhibitor atau operasi
 Obat
- Alpha 1 blocker  blokade alfa 1 adrenoreseptor untuk menghambat
kontraksi otot polos prostat  Terazosin, Doksazosin, Alfuzosin,
Tamsulosin  efek samping hipotensi atau ejakulasi retrograde
- 5 alpha reductase inhibitor  induksi apoptosis epitel prostat
sehingga mengecilkan ukuran prostat  Finasteride (ukuran >40 ml)
atau Dutasteride (ukuran >30 ml)  efek samping disfungsi ereksi,
libido menurun atau ginekomastia

 Varikokel  dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis


akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika
 Derajat varikokel
- Derajat 1  varikokel hanya dapat dipalpasi saat manuver valsava
- Derajat 2  dapat teraba tanpa manuver valsava
- Derajat 3  dapat dilihat dengan mata telanjang (bag of worms)
 Manifestasi klinik
- Nyeri skrotum, rasa tidak nyaman atau
memberat saat berdiri dan berkurang saat
berbaring
- Atrofi testis, akibat apoptosis sel germinal
akibat suhu tinggi
- Infertilitas
- Testis kiri lebih sering dibanding testis
kanan, karena yang kembali ke vena
renalis lebih panjang jalurnya
 Tatalaksana  palomo method
 Hidrokel  penumpukan cairan yang berlebihan akibat kegagalan
obliterasi prosessus vaginalis
 Manifestasi klinik
- Adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri dan konsistensi
kistik serta fluktuatif
- Menyerang unilateral
- Transiluminasi (+)
 Pemeriksaan penunjang  USG abdomen
dan inguinal
 Indikasi operasi
- Hidrokel yang besar sehingga dapat
menekan pembuluh darah
- Indikasi kosmetik
- Hidrokel permagna yang dirasakan
terlalu berat dan mengganggu aktivitas
sehari-hari

 Spermatokel  penumpukan cairan sperma yang berlebihan akibat


kegagalan obliterasi prosessus vaginalis
 Manifestasi klinik
- Aspirasi cairan di spermatokel didapatkan adanya sel sperma dari
aspirat
- Tidak nyeri, fluktuatif, kistik
- Lokasi tersering pada posterosuperior
- Transiluminasi (+)
- Biasanya ada riwayat vasektomi
 Pemeriksaan penunjang  USG abdomen dan inguinal
 Kriptorkismus (undesensus testis / UDT)  kelainan kongenital dimana
salah satu atau kedua testis tidak berada pada skrotum namun setelah
dicari berada pada jalur penurunannya dari perut ke skrotum
 Ektopik testis  jika testis tidak ada dilajur penurunannya dari perut ke
skrotum
 Etiologi  defek sekresi androgen pada prenatal
 Tatalaksana
- Tunggu sampai usia 6 bulan
- Tindakan operasi dilakukan pada 6-12 bulan
- Apabila tidak teraba  eksplorasi abdominal  orkidopeksi
abdominal  USG abdominal dan inguinal
- Terapi hormonal tidak dianjurkan

 Manifestasi klinik
- Keadaan dimana penis terus dalam posisi ereksi
- Tidak berhubungan dengan stimulasi seksual
- Lebih dari 4 jam
 Jenis priapismus
- Iskemik (low flow)  kongesti / iskemik pada penis akibat gangguan
aliran darah karena berbagai kelainan darah dan bukan karena
trauma (emergensi)  sangat nyeri dan ereksi penis yang kaku
- Non iskemik (high flow)  trauma tumpul karena straddle injury 
nyeri ringan dan ereksi penis tidak terlalu kaku
 Pemeriksaan penunjang  aspirasi gas darah di corpus cavernosum
(iskemik  asidosis, non iskemik  normal)
 Tatalaksana  injeksi fenilefrin
 Manifestasi klinik
- Nyeri hebat, mendadak dan luar biasa pada testis terutama saat
beraktivitas, akibat terpelintirnya funikulus spermatikus
- Biasanya pada usia muda
- Ada riwayat trauma
- Belum ada tanda inflamasi
- Testis terletak lebih tinggi daripada posisi biasanya
- Blue dot sign (+)  iskemik atau nekrosis, jika sudah nekrosis nyeri
perlahan berkurang
- Bell clapper deformity  testis tidak menempel sempurna pada
tunika vaginalis, testis tergantung bebas ditandai dengan posisinya
lebih horizontal
- Phren sign (-)
- Refleks kremaster (-)
 Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium  leukosit normal
- Urinalisis  leukosituria (-)
- USG doppler  vaskularisasi menurun

 Manifestasi klinik
- Nyeri hebat yang meningkat (gradual) pada testis
- Biasanya terjadi pada semua usia
- Riwayat mumps (parotitis) atau IMS
- Sudah ada tanda inflamasi
- Phren test (+)  ketika elevasi testis, nyeri akan berkurang
- Refleks kremaster (+)  goresan pada medial inguinal
 Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium  leukositosis
- Urinalisis  leukosituria (+)
- USG doppler  vaskularisasi meningkat (gambaran hipoechoic)
 Tatalaksana
- Detorsi manual (hanya dilakukan apabila terdapat doppler ultrasound
dan < 6 jam)
- Onset < 6 jam  Orchidopexy
- Onset > 6 jam  Orchidectomy
- Ada IMS (< 35 tahun)  Ceftriaxone atau Doksisiklin
- Tidak ada IMS (> 35 tahun)  Cotrimoxazole atau Ciprofloxacine
Preputium tidak dapat
Preputium terperangkap di
ditarik ke belakang (sampai
Gambaran klinis belakang penis, nyeri bahkan
sulcus coronarius),
sampai nekrotik (emergensi)
menggembung saat kencing
ISK berulang, prostatitis,
balanitis (infeksi glans
Komplikasi Nekrosis penis
penis), balanoposthitis
(infeksi preputium)
 Mengembalikan secara
 Steroid topikal 1-2 bulan
Tatalaksana manual
 Sirkumsisi
 Dorsumsisi

OUE berada di dorsum penis atau


urethra tidak berbentuk tabung tetapi OUE berada di ventral penis
terbuka
3 jenis epispadia : Trias hipospadia
 Lubang urethra berada di  Ektopik meatus urethra
puncak kepala penis  Preputium inkomplit (dorsal
 Seluruh urethra terbuka di hood)
sepanjang penis  Chordee (curvature)
 Seluruh urethra terbuka dan
kandung kemih terdapat di
dinding perut
 Inkontinensia urine  urine yang keluar tanpa disadari
 Tipe inkontinensia urine
- Urge  tidak bisa menahan kencing karena adanya overaktivitas dari
muskulus detrusor (sistitis)
- Stress  keluar kencing karena peningkatan tekanan intraabdominal
dan adanya insufisiensi atau sfingter yang kendur (saat batuk,
mengedan, multipara, sering mengangkat berat, kelemahan otot
panggul)
- Overflow  asal mula retensi urin sampai akhirnya volume dalam
kandung kemih meningkat dan melewati batas (BPH)
- Functional  tidak disebabkan karena adanya kelainan saluran
kemih (osteoarthritis)
“BEDAH DIGESTIF”

 Manifestasi klinis
- Jejas dan nyeri pada abdomen kiri atas
- Terdapat redup pada perkusi di area traube (pada daerah kiri atas
menjadi redup yang sebenarnya harus timpani)
- Kehr sign (nyeri alih pada bahu kiri) akibat adanya iritasi pada
peritoneum yang melapisi permukaan bawah diafragma kiri yang
mengiritasi C3-C5
- Ada tanda-tanda syok dan peritonitis

 Manifestasi klinis
- Jejas dan nyeri pada abdomen kanan atas
- Ada tanda-tanda syok dan peritonitis
- Boa sign (nyeri yang berlebihan saat dilakukan palpasi pada daerah
skapula bawah kanan)

 Trauma hollow viscous  ruptur atau perforasi organ berongga


abdomen (lambung atau usus)
 Ruptur organ berongga terjadi peritonitis >24 jam, sedangkan ruptur
organ padat terjadi peritonitis <8 jam
 Pada perforasi saluran cerna  adanya tanda peritonitis, penurunan
pekak hati, bising usus menurun, foto polos abdomen didapatkan
gambaran double wall sign (udara bebas subdiafragma)
 Manifestasi klinik
- Tanda peritonitis
- Ileus paralitik
- Tanda pneumoperitoneum (gambaran radiologis  cupula sign,
football sign dan air fluid level)
 Appendisitis akut  inflamasi pada appendix vermiformis
 Etiologi  obstruksi lumen appendix oleh hiperplasia limfoid, fecalith,
corpus alienum dan neoplasma
 Tanda dan gejala
- Nyeri periumbilikal yang 6-12 jam berpindah ke daerah kuadran
kanan bawah dan menetap
- Demam
- Mual, muntah, anoreksia, obstipasi dan disuria
- Rektal touche  nyeri tekan arah jam 9-12
- Lokasi  nyeri pinggan (retrocaecal), nyeri suprapubik (pelvical),
nyeri testikular (retroileal)
 Jenis appendisitis
- Appendisitis akut simpel  inflamasi dan infeksi lokal pada appendix
- Appendisitis akut supuratif  infeksi yang meluas ke jaringan sekitar
disertai pus
- Appendisitis gangrenosa  iskemia pada vaskuler dan
menyebabkan nekrosis appendix
- Appendisitis perforasi  rupturnya appendix dan menyebabkan
keluarnya isi appendix disertai tanda peritonitis
- Periappendicular infiltrat  appendisitis dengan imunitas yang baik
sehingga ada proses “walling off” dari omentum majus
 Tes khas pada appendisitis
- McBurney sign  nyeri ketika ditekan pada area McBurney (ditarik
garis dari umbilikus ke SIAS kanan, daerahnya 1/3 lateral)
- Obturator sign  nyeri ketika kaki ditekuk kemudian dilakukan
endorotasi paha kanan
- Psoas sign  nyeri ketika hiperekstensi panggul (kaki ditekuk)
- Rosving sign  nyeri tekan alih ketika ditekan di area kiri bawah
(LLQ)
- Blumberg sign  nyeri lepas pada area McBurney (RLQ)

 Alvarado  dewasa
(MANTRELS)
 Pediatric Assessment
Score  anak
 Pemeriksaan penunjang  USG abdomen dan foto polos abdomen
 Tatalaksana
- Antiemetik
- Antibiotik pre operasi (Cefazolin 1-2 gr, 1 jam sebelum operasi)
- Operasi  Appendektomi (definitif)

 Peritonitis  peradangan pada peritoneum yang dapat disebabkan oleh


bakteri atau reaksi kimiawi
 Manifestasi klinik
- Defans muskular (nyeri hebat pada abdomen ketika ditekan) 
ketika ditekan seperti papan
- Bising usus menurun sampai menghilang
- Pekak hepar menghilang
- Rectal touche  tonus sfingter ani longgar, ampula kosong/terisi
feses, mukosa licin dan nyeri tekan diseluruh lapangan
- Radiologis  hilangnya preperitoneal fat line dan psoas line
Lokus minoris  annulus inguinalis Lokus minoris  Trigonum
internus / profundus Hesselbach
Bisa masuk ke skrotum  hernia
Tidak bisa masuk ke skrotum
skrotalis

Timbul dan hilang pelan-pelan Timbul dan hilang cepat


Teraba pada ujung jari Teraba pada sisi jari
Benjolan berbentuk lonjong Benjolan berbentuk bulat
Biasanya kongenital Biasanya didapat
Terletak diatas ligamentum inguinale dan lebih sering terkena pada laki-laki

HIL HIM

 Pemeriksaan hernia inguinalis


- Finger test  telunjuk raba di canalis inguinalis, kemudian suruh
pasien batuk  jika teraba ujung jari (lateralis), jika teraba sisi jari
(medialis)
- Thumb test  memakai ibu jari dengan menutup di annulus internus,
kemudian suruh pasien batuk  jika dia tidak keluar (lateralis), jika
dia keluar (medialis)
- Ziemann test  tutup ketiga lubang (annulus internus, annulus
eksternus dan fossa ovalis), kemudian suruh pasien batuk  jika
teraba di annulus internus (lateralis), jika teraba di fossa ovalis
(femoralis)
Finger test Thumb test Ziemann test

 Lokus minoris  annulus dan canalis femoralis


 Hernia femoralis  terletak dibawah ligamentum inguinale
 Hernia femoralis sering terjadi pada perempuan usia tua

Kantung hernia dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga


Reponible
peritoneum secara manual atau spontan
Kantung hernia tidak dapat masuk kembali ke rongga
Irreponible
peritoneum
Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat didalam
Inkarserata
kantung hernia (mual dan muntah, bising usus meningkat)
Obstruksi usus dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari
Strangulata kantung hernia (mual muntah, bising usus meningkat + tanda-
tanda iskemik usus  bengkak, nyeri, merah dan demam)

 Tatalaksana
- Bedah  herniotomi, hernioplasty, dan herniorafi (herniotomi +
hernioplasty)
- Reponible dan irreponible  non cito
- Inkarserata dan strangulata  cito
 Ileus obstruktif  adanya sumbatan mekanik yang disebabkan karena
adanya kelainan struktural sehingga mengalami gerak peristaltik usus
 Tanda dan gejala
- Nyeri abdomen kolik, mual, muntah dan obstipasi
- Inspeksi  distensi abdomen, darm contour (gambaran usus di
abdomen), darm steifung (gambaran peristaltik usus di abdomen)
- Auskultasi  bising usus meningkat + metallic sound
- Perkusi  hipertimpani
- RT  ampula rekti kolaps
- Foto abdomen
 Supinasi  gambaran distribusi udara sampai ke distal (obstruksi
parsial), gambaran distribusi udara tidak sampai ke distal
(obstruksi total), dilatasi usus halus (herring bone appearance &
coil-spring appearance  valvula Coniventes), dilatasi kolon
(haustra appearance  valvula Bauhini)
 Erect (tegak)  air fluid level (ada batas antara udara dan cairan)
 LLD (left lateral decubitus)  step ladder appearance

 Ileus paralitik  kelainan fungsional atau terjadinya paralisis gerak


peristaltik usus (biasanya akibat ketidakseimbangan elektrolit)
 Tanda dan gejala
- Mual, muntah, obstipasi
- Inspeksi  distensi abdomen
- Auskultasi  bising usus menurun bahkan menghilang
- RT  ampula rekti intak
- Foto abdomen  dilatasi difus pada usus
 Tatalaksana
- Puasa
- Pasang infus  mencegah dehidrasi dan keadaan umum
- Dekompresi  pasang NGT dan pasang kateter urine
- Antibiotik profilaksis
 Pankreatitis akut  peradangan pada pankreas yang menyebabkan
aktivasi enzim pankreas
 Tanda dan gejala
- Nyeri epigastrium yang menjalar ke punggung
- Mual muntah
- Demam
- Adanya konsumsi alkohol
- Grey turner sign  lesi hemoragik pada regio flank, menandakan
katabolisme hemoglobin
- Cullen sign  lesi hemoragik pada umbilikus, menandakan
hemoperitoneum
- Enzim pankreas (amilase dan lipase)  meningkat >3 kali dari
normal
 Pemeriksaan penunjang  CT scan abdomen (pembesaran pankreas
dengan enhancement)
 Pankreatitis akibat batu empedu  ERCP (endoscopic retrograde
cholangiopancreatography) 24-48 jam sejak dirawat
 Pankreatitis akibat hipertrigliseridemia  insulin (jika ada DM), heparin
dan plasmafaresis
 Tatalaksana
- Resusitasi cairan (kristaloid 15-20 ml/kg IV)
- Analgesik
- Puasa (nothing per oral)
- Diet rendah lemak

Grey turner sign Cullen sign


 Akalasia esofagus  penyempitan pada lower esophageal sphincter
(LES)
 Patogenesis  degenerasi sel ganglion (aganglionosis) akibat inflamasi
pleksus mienterikus dinding esofagus
 Manifestasi klinik
- Kesulitan menelan progresif (awalnya makanan padat sampai yang
cairan sudah tidak bisa ditelan)
- Regurgitasi makanan
- Nyeri retrosternal seperti dibakar
- Cegukan
- Penurunan berat badan
 Pemeriksaan penunjang
- Manometri esofagus  aperistaltis pada 2/3 distal esofagus dengan
relaksasi LES yang tidak sempurna
- Barium  bird beak appearance
 Tatalaksana
- Definitif  pembedahan (dilatasi pneumatic  Miotomi Heller)
- Alternatif
 Injeksi botulinum toksin
 ISDN 5 mg 10-15 menit sebelum makan

Bird beak appearance


Lokasi inflamasi Ileocaecal Rektum
Progresi Skip lesions Kontinu ke arah proksimal
Kedalaman Transmural Submukosa
Diare berdarah dan nyeri Diare berdarah dan nyeri
Gejala
kolik kolik
Komplikasi Fistula Toksik megakolon
Barium x-ray String sign Lead pipe colon
Endoskopi Cobble stone Pseudopolip
Histopatologi Abses kripta (+) Abses kripta (+)
Manifestasi
Eritema nodosum Pioderma gangrenosum
esktrakranial

Crohn Disease Colitis Ulserativa


 Karsinoma kolon  keganasan yang terjadi pada usus besar
 Karsinoma kolon kanan (kolon ascendent)
- Pola BAB dengan konsistensi cair
- Perdarahan sedikit-sedikit  FOBT (fecal occult bleeding test)
- Bentuk tumor polipoid atau fungating
- Nyeri dari daerah epigastrium
 Karsinoma kolon kiri (kolon descendent)
- Pola BAB dengan konsistensi seperti kotoran kambing atau bentuk
pensil (pencil stool)
- Perdarahan makroskopik
- Bentuk tumor sirkuler atau schirrous
- Nyeri berada di bawah umbilikus
 Karsinoma rektum
- Pola BAB  Tenesmus (BAB tidak lampias, karena ada tumor di
rektum)
- Pseudodiare (BAB tetapi yang keluar hanya darah atau lendir bukan
feses)
- RT  sfingter ani menutup dan ampula mengembang
 Tatalaksana  hemikolektomi

 Hemoroid  pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis


 Etiologi  peningkatan tekanan intraabdominal, pola hidup, riwayat
pekerjaan dan partus lama
 Tanda khas  BAB berdarah, darah segar yang menetes pada akhir
defekasi (tissue toilet bleeding) dan BAB berlendir
 Derajat hemoroid
- Derajat 1  prolaps (-), perdarahan (+)
- Derajat 2  prolaps (+), masuk spontan
- Derajat 3  prolaps (+), masuk dengan manual
- Derajat 4  prolaps (+), sudah tidak bisa masuk
 Tatalaksana
- Derajat 1  vasokonstriktor
- Derajat 2  hemoroidektomi
- Derajat 3  hemoroidektomi
- Derajat 4  hemoroidektomi + buat stoma
Berasal dari pleksus vena Berasal dari pleksus vena
hemoroidalis superior dan media hemoroidalis inferior
Terjadi diatas linea dentata Terjadi dibawah linea dentata
(endoderm) (ektoderm)

Terletak 2/3 atas saluran anus Terletak 1/3 bawah saluran anus
Jarang nyeri Sering nyeri
Ditutupi mukosa (epitel thoraks) Ditutupi kulit (epitel gepeng)
“BEDAH PLASTIK”

 Anatomi lapisan kulit


- Epidermis
 Stratum korneum
 Stratum lucidum
 Stratum granulosum
 Stratum spinosum
 Stratum basalis
- Dermis
 Pars papillare  cabang pembuluh darah dan nervus
 Pars retikulare  originate (vasa dan nervus) dan penyokong
(kolagen, retikulin dan jaringan ikat)
- Hipodermis
 Jaringan lemak
 Fascia
 Otot
 Konsep penutupan luka
- Penyembuhan sekunder (membiarkan luka sembuh sendiri)
- Penutupan sederhana dengan penjahitan langsung
- Penutupan menggunakan skin graft
- Transfer jaringan skin flap secara lokal, regional hingga jauh

 Memindahkan sebagian jaringan  Memindahkan jaringan kulit dan


kulit dari satu bagian ke tempat subkutan dari satu bagian ke
lain tempat lain
 Perdarahan bergantung resipien  Satu sisi dilepaskan dan satu sisi
 Jenis skin graft lain dipertahankan (bergantung
- Split thickness skin graft  pada donor  arteri perforantes)
epidermis + sebagian dermis  Jenis skin flap  jaringan kulit
- Full thickness skin graft  (epidermis dan dermis) +
epidermis + seluruh tebal hipodermis (jaringan lemak)
dermis (tanpa lapisan lemak) - Flap acak  mengandalkan
 Indikasi  penutupan luka secara kapiler pembuluh darah kecil
primer tidak dapat ditentukan, dermis dan subdermis
jaringan sekitar luka tidak cukup - Flap aksial  mengandung
baik dan luka pasca eksisi tumor arteri pemasok nutrisi di
ganas dalamnya
 Derajat luka bakar
- Grade 1  mengenai epidermis
 Merah
 Luka kering
 Nyeri (+)  tanda nervus masih baik
 Blanch (+) atau penekanan pada luka menjadi pucat  tanda
pasokan darah masih baik
- Grade 2a  mengenai sampai dermis pars papillare / superficial
thickness
 Merah
 Blister atau bulla (+)
 Sangat nyeri
 Blanch (+)
- Grade 2b  mengenai sampai dermis pars retikulare / deep partial
thickness
 Merah
 Blister atau bulla (+)
 Nyeri mulai menghilang  nyeri jika hanya ada penekanan
 Blanch (-)
- Grade 3  mengenai sampai seluruh lapisan dermis / full dermis
 Putih pucat keriput (waxy white)
 Luka kering
 Blister (-)
 Nyeri (-)
 Blanch (-)
 Kerusakan elastin menjadi kaku
- Grade 4  mengenai sampai hipodermis
 Hitam
 Luka kering
 Sel-sel sudah mati
 Kriteria luka bakar
- Luka bakar ringan
 Luka bakar derajat II <15%
 Luka bakar derajat II <10% (anak-anak)
 Luka bakar derajat III <2%
- Luka bakar sedang
 Luka bakar derajat II 15-25%
 Luka bakar derajat II 10-20% (anak-anak)
 Luka bakar derajat III <10%
- Luka bakar berat
 Luka bakar derajat II >25%
 Luka bakar derajat II >20% (anak-anak)
 Luka bakar derajat III >10%
 Luka bakar mengenai wajah dan genitalia
 Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik dan disertai trauma
lain
 Tatalaksana awal luka bakar
- Airway
 Bebaskan jalan napas
 Nilai adanya trauma inhalasi
 Intubasi bila terdapat indikasi
- Breathing
 Berikan oksigen
 Kenali dan atasi keracunan CO
- Circulation
 Pantau tekanan darah dan nadi
 Resusitasi cairan (syok atau luas luka bakar >20%)
- Disability
 Nilai GCS
- Environment
 Lepaskan pakaian penderita
 Periksa luas luka bakar
 Periksa adanya trauma penyerta lain
 Bila ada luka bakar melingkar khususnya didaerah dada
dipertimbangkan escharectomy (eschar  koagulasi pada
kulit)
Rule of 9
(Dewasa)

Rule of 9
(Anak-anak)
 Jika luka bakar penuh baru dihitung sesuai jumlah persentase luas luka
bakar
 Jika luka bakar tidak penuh dihitung menggunakan (1 telapak tangan =
1%)
 Syok pada luka bakar jika :
- LLB >20%
- Grade III dan IV
 Tatalaksana cairan kristaloid (ringer laktat) pada luka bakar (Modifikasi
Parkland)
Kebutuhan cairan = 3 cc x BB (kg) x luas luka bakar
50% kebutuhan cairan  diberikan dalam 8 jam pertama
50% kebutuhan cairan  diberikan dalam 16 jam selanjutnya
 Luas luka baka pada anak (digunakan pada usia <1 tahun), setiap
penambahan 1 tahun  luas area kepala dikurangi 1% dan jumlah yang
sama ditambah pada setiap ekstremitas bawah kiri 0,5% dan kanan
0,5%
 Jika usia 10 tahun  menggunakan rule of 9 dewasa

 Curiga trauma inhalasi


- Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup
- Riwayat terpapar pada ledakan
- Luka bakar mengenai wajah
- Bulu hidung dan alis terbakar
- Dijumpai deposit karbon dan tanda radang akut daerah orofaring
- Sputum berwarna kehitaman
 Tatalaksana  intubasi endotrakeal

 Luka bakar derajat 2  pencegahan infeksi dengan pemberian salep


antibiotik (silver sulfadiazine) kemudian ditutup dengan sufratulle lalu
dibalut luka dengan kassa steril
 Luka bakar derajat 1  moisturizer exposure burn ointment (aloevera,
vitamin E topikal, dll)
 Luka bakar derajat 3 dan 4  rujuk
 Trauma inhalasi, trauma kimia, terkena petir  rujuk
 Luka bakar grade 1 atau 2 + komorbid  rujuk
 Luka bakar grade 2 dengan LLB >10% atau disertai trauma inhalasi 
rujuk
 Ulkus dekubitus  penekanan yang lama pada kulit  jaringan lunak
yang tertekan mengalami iskemia yang berkepanjangan
 Daerah rentan  tonjolan tulang
 Patofisiologi
- Terbentuk karena berkurangnya mobilitas, penurunan aktivitas atau
penurunan sensorik  pasien tidur terus  peningkatan tekanan
- Peningkatan friksi dan penurunan kelembapan (faktor eksternal),
usia tua dan penurunan nutrisi (faktor internal)  penurunan toleransi
jaringan
- Peningkatan tekanan + penurunan toleransi jaringan  ulkus
dekubitus
 Derajat
- Grade 1  terkena pada epidermis (non-blanch eritema)  kulit utuh,
merah dan hangat
- Grade 2  terkena sampai subkutis (partial thickness skin loss) 
luka superfisial, luka merah muda
- Grade 3  terkena sampai fascia/otot (full thickness skin loss)  luka
pada batas fascia atau otot terlihat
- Grade 4  terkena sampai tulang  terlihat tulang
 Risiko ulkus dekubitus  skala Norton < 14  ulkus dekubitus
 Pencegahan  mengubah tirah baring setiap 2 jam untuk
mengembalikan aliran darah dan penggunaan bantalan lunak
 Tatalaksana  debridement

 Patofisiologi  faktor risiko DM yang tidak terkontrol  kadar glukosa


tinggi dan kurangnya asupan nutrisi dan oksigen  rusaknya neuropati
perifer  tidak bisa regenerasi  ulkus diabetikum (ulkus  non infeksi)
dan (gangrene  infeksi)
 Derajat (Wagner)
- Grade 0  hanya ada faktor risiko  DM (+)
- Grade 1  ulserasi sampai kulit
- Grade 2  ulserasi sampai otot, tetapi tidak sampai tulang
- Grade 3  ulserasi sampai tulang dengan infeksi (selulitis atau
osteomielitis)
- Grade 4  ulserasi sampai lokal gangrene
- Grade 5  ulserasi sampai semua kaki / gangrene ekstensif
 Tatalaksana  kontrol mekanik (istirahat kaki), kontrol luka
(debridement), kontrol infeksi (antibiotik spektrum luas  ciprofloxacin
500 mg 2x per hari + metronidazole 500 mg 3x per hari), atau dilakukan
amputasi (jika sudah keterlibatan tulang atau negatif diberikan antibiotik)
 Kista ganglion  kista yang berasal dari membran synovial (pergelangan
tangan, sendi siku, sendi lutut)  terfiksasi, tidak ada tanda inflamasi,
keras
 Kista lipoma  kista yang berasal dari jaringan ikat dan lemak  lunak,
slipage test (+) tidak terfiksasi / sangat mobile
 Kista ateroma  kista yang berasal dari kelenjar pilosebaseus / kelenjar
minyak  ada punktum dan komedo
 Tatalaksana  eksisi

 Penebalan kulit berupa  Kalus yang tumbuh ke dalam


hiperkeratosis setempat akibat  Terdapat puncak keratinisasi
trauma ringan kronik menuju ke dalam pada tengah
 Timbul pada kulit diatas tonjolan klavus
tulang (tumbuh ke luar)  Tatalaksana  eksisi
 Tatalaksana  bila trauma kronik
dihentikan maka kalus akan
hilang (misalnya jangan pakai
sepatu sempit)

 Parut tumbuh ke atas dan lateral  Terbatas di daerah luka


melampaui batas luka  Terjadi maturasi dan cenderung
 Tidak terjadi maturasi dan sembuh
cenderung membesar  Jaringan parut berlebih akibat
 Kelainan kulit akibat deposisi penyimpangan penyembuhan
kolagen berlebihan selama proses luka
proliferasi penyembuhan luka  Tatalaksana  observasi
 Tatalaksana  eksisi jaringan
parut + triamsinolon
 Labioskisis  celah pada bibir, kegagalan fusi prosesus nares medialis
dengan prosesus maxillaris
- Klasifikasi (unilateral atau bilateral)
 Inkomplit  dari vermilion dan tidak sampai dasar hidung
(Simonart’s band)
 Komplit  dari vermilion dan sampai dasar hidung
- Tatalaksana  labioplasti dengan teknik Millard  rule of 10
 Usia minimal 10 minggu
 BB minimal 10 pon (5 kg)
 Kadar Hb 10 gr/dl
 Leukosit < 10.000

 Palatoskisis  celah pada palatum


- Klasifikasi
 Inkomplit  dari uvula dan tidak sampai foramen incissivum
 Komplit  dari uvula dan sampai foramen incissivum
- Tatalaksana  palatoplasti  18-24 bulan (tidak boleh <18 bulan
karena palatum masih lunak dan tidak boleh >24 bulan karena sudah
ada memori bicara nanti bisa bicara sengau)
 Labiopalatoskisis  celah pada bibir dan palatum
- Klasifikasi
 Inkomplit palatoskisis
 Unilateral labiopalatoskisis
 Bilateral labiopalatoskisis
- Tatalaksana
 Cheiloraphy  syarat rule of 10
 Palatoraphy  syarat usia 18-24 bulan
“BEDAH ORTOPEDI”

 Fraktur  hilangnya kontinuitas tulang akibat trauma, stress berulang


atau kelainan pada tulang
 Klasifikasi fraktur
1. Berdasarkan garis fraktur
- Fraktur komplit  garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang
- Fraktur inkomplit  garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang
2. Berdasarkan bentuk garis fraktur

3. Berdasarkan ada tidaknya pergeseran


- Fraktur displaced  terjadi pergeseran fragmen-fragmen
fraktur
- Fraktur undisplaced  garis patah komplit tetapi kedua
fragmen tidak bergeser
 Derajat fraktur terbuka (Gustilo and Anderson)
- Derajat 1  laserasi < 1 cm, tidak ada kerusakan jaringan, luka
bersih, tidak ada fraktur kominutif
- Derajat 2  laserasi 1-10 cm, tidak ada kerusakan jaringan, ada
kontaminasi, tidak ada fraktur kominutif
- Derajat 3
 A  laserasi > 10 cm, fraktur kominutif, atau luka kotor
 B  terdapat periosteal stripping (butuh flap lokal atau flap jauh)
dan seluruh penampang tulang kelihatan
 C  adanya gangguan vaskular
 Urutan diagnosis fraktur
- Fraktur terbuka/tertutup
- Nama tulang
- Sebelah kanan/kiri
- Bagian tulang (1/3 proximal, 1/3 media, 1/3 distal)
- Jenis bentuk garis fraktur
- Displaced/undisplaced
- Komplikata (terjadi kerusakan neurovaskular) / tidak komplikata
(tidak terjadi kerusakan neurovaskular)
- Grade (untuk fraktur terbuka saja)
 Prinsip penanganan fraktur
- Recognize  mengenali apakah fraktur, terbuka/tertutup, lalu
jaringan yang mana
- Reduction  mengembalikan tulang ke posisi semula
- Retaining  mempertahankan fiksasi dengan traksi atau ORIF
(fraktur displaced) atau OREF (adanya fraktur + luka kotor)
- Rehabilitation  mengembalikan fungsinya secara anatomis untuk
meningkatkan kualitas hidup
 Cara melakukan pembidaian
- Periksa neurovaskuler bagian distal daerah yang cedera
- Stabilisasi manual dengan traksi perlahan hingga alignment tulang
lurus
- Memberi padding (bantalan) pada daerah penonjolan tulang
- Pemasangan bidai (kayu/spalk) melewati sendi proksimal dan distal
dari tulang yang patah
- Lalu fiksasi dengan verban gulung atau verban elastis
- Lakukan pemeriksaan neurovaskuler kembali (cek arteri dan
sensorik)
 Jenis penyembuhan tulang
- Union  stabilitas mekanik tulang kembali normal, tidak ada nyeri
pada lokasi fraktur dan pada radiologi tampak 3 dari 4 korteks dengan
bridging callus
- Delayed union  fraktur belum tersambung dalam waktu 3 bulan,
callus bertambah secara progresif
- Non-union  tidak ada perkembangan callus dan pseudoarthrosis
(+) atau ada sendi palsu
- Malunion  kegagalan fiksasi tulang (tersambung tetapi terjadi
misalignment)
 Manifestasi klinis
- Riwayat trauma terjatuh dengan tangan terulur atau trauma dengan
arah gaya dari sisi lateral bahu
- Nyeri pada bahu
- Floating shoulder appearance  pada fraktur clavicula 1/3 lateral
- Fraktur fragmen medial  otot sternokleidomastoideus menarik
fragmen medial secara posterosuperior
- Fraktur fragmen lateral  otot pektoralis menarik fragmen lateral
secara inferomedial
 Pemeriksaan penunjang  foto polos bahu AP atau foto thorax
 Tatalaksana  imobilisasi dengan arm sling (mitella) atau figure of 8

 Fraktur pada A  collum cirurgicum  rusaknya


n. axillaris  tangan tidak bisa abduksi + atrofi
otot deltoid
 Fraktur pada B  corpus humerus (shaft
humerus)  rusaknya n. radialis  drop hand
 Fraktur pada C  supracondyllar  rusaknya n.
medianus  ape hand / benedict hand
 Fraktur pada D  epicondylus medialis 
rusaknya n. ulnaris  claw hand
Fraktur 1/3 proksimal ulna 1/3 distal radius
Dislokasi Caput radius (proksimal) Sendi radio-ulnar (distal)
Jatuh dalam posisi pronasi
Mekanisme Jatuh dalam posisi fleksi siku
forearm

Monteggia Galeazzi

Fraktur Distal radius


Dislokasi Ke arah posterior Ke arah anterior
Angulasi Dorsal Ventral / Palmar
 I  fraktur pada lempeng epifisis
 II  fraktur pada lempeng epifisis + metafisis
 III  fraktur pada lempeng epifisis + epifisis
 IV  fraktur pada lempeng epifisis + epifisis + metafisis
 V  fraktur akibat impaksi

 Fraktur greenstick  fraktur inkomplit pada tulang anak, ditandai dengan


adanya sisi korteks dan periosteum yang tetap intak pada sisi lainnya
terjadi disrupsi
 Fraktur buckle/torus  fraktur dengan mekanisme terpelintir, yang
dijumpai pada metafisis ditandai dengan korteks kolaps, periosteum
intak, pada sisi lain korteks bengkok menjauhi growth plate

Greenstick Buckle
 Dislokasi  permukaan sendi mengalami perpindahan total dan tidak
ada kontak sama sekali
 Subluksasi  permukaan sendi mengalami perpindahan sebagian dan
masih ada kontak antar permukaan sendi

Os humerus terlepas dari sendi glenohumeral

Pasien dalam keadaan fleksi, abduksi Pasien dalam keadaan fleksi, adduksi
dan rotasi eksternal dan rotasi internal
Radiologis  tidak ada gambaran
Radiologis  light bulb sign
khas

Dislokasi bahu anterior Dislokasi bahu posterior


Caput femoralis terlepas dari acetabulum (rentan avaskular nekrosis)

Pasien dalam keadaan fleksi, abduksi Pasien dalam keadaan fleksi, adduksi
dan rotasi eksternal dan rotasi internal

Cedera n. obturator Cedera n. sciatik

Dislokasi panggul anterior Dislokasi panggul posterior

 Sindroma kompartemen  komplikasi fraktur akibat tidak ditangani


dengan baik
 Manifestasi klinik
- Sebelah ekstremitas lebih besar (edema)
- 5P (pain, pallor, pulseless, paresthesia dan paralysis)
- Nyeri hebat
- Pengukuran tekanan jaringan kompartemen >20-30 mmHg diatas
tekanan diastolik (Wick catheter)
 Tatalaksana  fasciotomi
 Osteomielitis  peradangan pada sumsum tulang
 Etiologi  infeksi Staphylococcus aureus (secara hematogen) atau
trauma terbuka
 Fase osteomielitis
- Akut  tanda-tanda inflamasi, nyeri tekan dan reaksi periosteal
- Subakut  sering muncul abses Brodie (abses pada periosteum)
- Kronik  sinus tract, area tulang terpisah antara jaringan yang mati
dan sehat (sequestrum) dan ketika ada jaringan yang mati akan
terbentuk osteoblast di jaringan sekitar tulang yang mati (involucrum)
 Pemeriksaan penunjang  MRI (gold standard)
 Tatalaksana  Klindamisin 600 mg IV tiap 6 jam atau Vancomycin 1 gr
IV tiap 12 jam (MRSA)

Osteomielitis akut Osteomielitis subakut

Osteomielitis kronik
 Anterior Cruciate Ligament (ACL)  mencegah hiperekstensi 
Lachmann dan anterior drawer test  tangan kiri pegang paha atas dan
tangan kanan pegang kaki bawah kemudian digerakkan ke atas
 Posterior Cruciate Ligament (PCL)  mencegah hiperfleksi  Posterior
drawer test  tangan kiri pegang paha atas dan tangan kanan pegang
kaki bawah kemudian didorong ke bawah
 Meniscus Tear  Mc Murray test  lutut dipegang dengan tangan kiri
dan tangan kanan pegang telapak kaki, kemudian memutar kaki secara
internal sambil meregangkan lutut hingga 90 derajat fleksi
 Lateral Colateral Ligament (LCL)  Varus test  kaki didorong ke
medial atau ke dalam
 Medial Colateral Ligament (MCL)  Valgus test  kaki ditarik ke lateral
atau ke luar
 Ruptur Tendon Achilles  Thompson test  tekan otot gastrocnemius
harusnya fleksi kaki, kalau tidak fleksi berarti positif + berbunyi saat
plantarfleksi + sudah tidak bisa jalan
 Strain Tendon Achilles  Thompson test (+) + berbunyi saat
plantarfleksi + masih bisa berjalan

Anda mungkin juga menyukai