Anda di halaman 1dari 44

Oftalmologi

Randy Richter
Catatan Koas | Mata

Catatan :
Media refraksi  kornea, aqueous humor, bilik mata depan, bilik mata
belakang, iris, pupil, lensa, corpus vitreous, dan retina
 Skleritis  Keratitis akut
 Episkleritis  Ulkus kornea
 Pterigium  Uveitis anterior
 Konjungtivitis  Glaukoma akut
 Perdarahan subkonjungtiva  Endoftalmitis
 Pterigium
 Dry eye

 Katarak  Oklusi arteri / vena sentral


 Retinopati diabetik  Ablasio retina
 Retinopati hipertensi  Uveitis posterior
 Kelainan refraksi  Perdarahan vitreous
 Neuritis optik
“KELOPAK MATA”

Blefaritis  peradangan subakut atau kronis pada tepi kelopak mata

Blefaritis anterior Blefaritis posterior


Etiologi : Etiologi : Etiologi :
 Inflamasi kelenjar  Inflamasi kronis  Tersumbatnya
zeis, moll atau stafilokokus muara kelenjar
meibom dan meibom yang
berkaitan dengan mengakibatkan
dermatitis hipertrofi dan
seboroik inflamasi
Tanda dan Gejala : Tanda dan Gejala Tanda dan Gejala :
 Penumpukan  Krusta  Muara kelenjar
sisik putih pada kekuningan keras meibom tanpak
bulu mata dengan meninggalkan hipertrofi dengan
dasar hiperemis keropeng dan sekret keputihan
(tanpa ulkus) mudah
menimbulkan
ulkus (+)
Terapi : Terapi : Terapi :
 Eye hygiene  Eye hygiene  Pemijatan
(shampo bayi) (shampo bayi) kelopak mata
 Kompres hangat  Kompres hangat  Kompres hangat
5-10 menit (2-4 5-10 menit (2-4  Antibiotik topikal
x/hari) x/hari) dan sistemik
 Antibiotik topikal  Antibiotik topikal
(gentamisin, (gentamisin,
basitrasin, basitrasin,
eritromisin) eritromisin)
 Steroid  Antibiotik oral
(doksisiklin 1x100
mg selama 2-4
minggu atau
azitromisin 1x500
mg selama 5 hari)
Hordeolum  nodul infeksi atau inflamasi akut pada satu atau lebih kelenjar
di palpebra
Etiologi  Staphylococcus aureus

Kelenjar Meibom Kelenjar Zeis dan Moll

 Akut, bengkak, nyeri, lembut  Tidak nyeri dan bengkak,


 Kompres hangat 4-6 x/hari hanya benjolan merah
selama 15 menit  Insisi dan kuretase
 Eyelid hygiene  Hordeolum interna dilakukan
 Antibiotik topikal (oxytetrasiklin insisi arah vertikal
salep mata tiap 8 jam,  Hordeolum eksterna dilakukan
kloramfenikol salep mata tiap 8 insisi arah horizontal
jam, kloramfenikol tetes mata
12x1 tetes)
 Antibiotik oral (eritromisin
2x500 mg)
Chalazion  inflamasi kronis, steril, dan fokal pada palpebra akibat sumbatan
pada kelenjar meibom
Tanda dan Gejala  benjolan lunak hingga keras, tidak merah dan tidak nyeri
Terapi :
 Eksisi (ekskokleasi)  vertikal
 Lesi kecil  injeksi steroid intralesi (0,1-0,2 ml triamnisolon)
 Jika nodul tidak membaik  insisi dan drainase + salep antibiotik

Tepi kelopak Bulu mata salah Bulu mata salah


Tepi kelopak mata
mata terlipat ke tumbuh ke arah tumbuh di muara
terlipat ke luar
dalam belakang kelenjar meibom
Gejala : Gejala : Gejala : Gejala :
 Iritasi dan  Iritasi dan  Berhubung  Sensasi
perih pada perih pada an dengan benda
mata mata inflamasi asing,
 Sensasi kronis iritasi,
benda (blepharitis) perih,
asing  Sensasi larimasi
benda  Penyebab
asing, dari
iritasi, kongenital
perih, atau
lakrimasi inflamasi
Terapi : Terapi : Terapi : Terapi :
 Pemberian  Pemberian  Epilasi  Epilasi
lubrikan lubrikan  Elektrolisis,  Elektrolisis
 Lensa  Terapi laser, , laser,
kontak penyebab krioterapi, krioterapi,
(melindung (contoh lid surgery lid surgery
i kornea horizontal
dari shortening
abrasi) of the lid,
 Terapi repair skar,
penyebab removal of
dan repair neoplasm)
Celah pada Perlekatan antara Perlekatan Lipatan vertikal
kelopak mata margo palpebra antara palpebra pada medial
superior dan inferior dan bola mata canthus
Etiologi : Etiologi : Etiologi : Tipe tersering
Kelainan Kongenital, trauma, Trauma,  epicanthus
kogenital (gagal blefaritis ulseratif konjungtivitis, tarsalis (tipikal
fusi) SJS orang Asia)

Terapi : Terapi : Terapi : Terapi :


Surgical Eksisi dan separasi Simblefarektomi Surgical
reconstruction palpebra correction (bila
diperlukan)
Posisi kelopak mata atas yang rendah
Tidak bisa menutup mata
(tidak bisa membuka mata)
Etiologi : Etiologi :
 Kongenital  Miogenik
 Neurogenik (kelemahan N.III,  Trauma
Horner’s syndrome)  Paralitik ektropion
 Miogenik (myasthenia gravis)  Simblefaron
Terapi  repair Terapi  konservatif, artifisial tears,
tarsorafi
Catatan : Catatan :
Pseudoptosis  bisa membuka mata Lid lag  bisa menutup mata tetapi
tapi lambat lambat
“APPARATUS LAKRIMAL”

Merah  kelenjar lakrimalis


 jika radang 
DAKRIOADENITIS

Biru  sistem drainase


lakrimalis (saluran)  jika
radang  DAKRIOSISTITIS

Biasanya akut pada anak-anak akibat


Radang pada sakus lakrimalis karena
komplikasi mumps, EBV, campak,
sumbatan duktus nasolakrimalis,
influenza. Pada dewasa akibat infeksi
biasanya unilateral
Neisseria gonorrheae
Tanda dan Gejala : Tanda dan Gejala :
 Nyeri dan bengkak pada orbita  Bengkak, nyeri, merah dan
bagian superotemporal nyeri tekan orbita bagian nasal
(bentukan S terbalik)  Epifora (+)
 Biasanya unilateral
 Discharge purulen
 Annel test (-)
Terapi : Terapi :
 Nonfarmakologi  kompres  Nonfarmakologi  kompres
hangat hangat
 Farmakologi  NSAID,  Farmakologi  NSAID,
antibiotik oral (cephalexin atau antibiotik oral (cephaxelin,
cefazolin IV) amoxiclav, cefazolin IV)
“KONJUNGTIVA”

Konjungtivitis  inflamasi pada konjungtiva, kronis  >4 minggu


Etiologi :
 Infeksi  bakteri, virus, jamur, parasit, trakoma
 Non infeksi  trauma/iritasi, autoimun, penyakit penyerta, alergi)
Jenis eksudat :
 Serosa  infeksi virus dan iritasi
 Mukoid  alergi
 Mukopurulen  klamidia
 Purulen  infeksi bakteri (contoh infeksi gonococcal)

 Konjungtivitis viral  Konjungtivitis bakteri


(avaskular/nodul putih, terisi (bintik merah/red dots pada
dengan limfosit) sentral pembuluh darah)
Etiologi : Etiologi :
 Staphylococcus aureus  Neisseria gonorrheae
 Staphylococcus epidermidis
 Haemophilus influenza
 Streptococcus pneumoniae
 Moraxella catarrhalis
Tanda dan Gejala : Tanda dan Gejala :
 Mata merah  Mata merah
 Sensasi benda asing  Sensasi benda asing
 Sekret mukopurulen atau  Sekret purulen berat
purulen  Hiperakut (dalam 12-24 jam)
 Akut  Kemosis berat
 Kemosis  Pembengkakan preaurikular
 Jarang menyebabkan node
pembesaran preauricular node  Edema palpebra
 Pseudomembran
Terapi : Terapi :
 Salep mata kloramfenikol 3x1 Tetes mata kloramfenikol 0,5-1%
selama 3 hari tetes per jam, dengan :
 Tetes mata kloramfenikol 6x1  Ceftriaxon 1 gr IM + Azitromisin
selama 3 hari 1 gr oral (jika mengenai
kornea, rawat inap, dan
Ceftriaxon diberikan secara IV
setiap 12/24 jam)
 Jika tidak ada/alergi
Ceftriaxone  Gemifloksasin
320 mg oral dosis tunggal +
Azitromisin 2 gr oral dosis
tunggal, atau
 Gentamisin 240 mg IM dosis
tunggal + Azitromisin 2 gr oral
Etiologi  chlamydia trachomatis Etiologi  chlamydia trachomatis
serotype D-K serotype A, B, Ba dan C
Tanda dan Gejala : Tanda dan Gejala :
 Mata merah  Mata merah
 Sensasi benda asing  Sensasi benda asing
 Sekret mukopurulen  Sekret mukopurulen
 Kronis  Kronis
 Unilateral  Pannus
 Pannus  Sikatriks
 Pembengkakan preaurikular  Trikiasis
 Potensi kebutaan rendah  Potensi kebutaan tinggi
Terapi :
Salep mata tetrasiklin 1% atau eritromisin 0,5% 4x1 selama 3 minggu +
Azitromisin 1 gr oral dosis tunggal atau doksisiklin 100 mg 2x1 selama 7 hari

Klasifikasi : Etiologi : Etiologi :


 Seasonal allergic Konjungtivitis alergika Bentuk dewasa dari
conjungtivitis  rekuren, kronik, bilateral, keratokonjungtivitis
berhubungan self-limiting dengan vernal, reaksi atopi
dengan alergen insidensi musiman terhadap alergen
musiman seperti eksogen, lebih sering
polen pada laki-laki dewasa
 Perennial allergic muda
conjungtivitis 
berhubungan
dengan alergen
tahunan (seperti
debu rumah dan
tungau)
Tanda dan Gejala : Tanda dan Gejala : Tanda dan Gejala :
 Hipersensitivitas  Tidak terdapat  Terdapat
tipe I keterlibatan keterlibatan
 Gatal jaringan jaringan
 Hiperemis periorbital periorbital
 Reaksi papilar  Tipe palpebral 
ringan serupa papila tersusun
dengan reaksi cobble-stone atau
urtikaria ringan pavement-stone
 Tipe bulbar 
bintik keputihan
sepanjang limbus
(Tranta’s dots)
 Tipe campuran 
gambaran
palpebral + bulbar
Terapi : Terapi : Terapi :
 Hindari alergen  Antihistamin  Stabilizer sel
 Artificial tears  Steroid topikal mast (sodium
 Antihistamin (fluorometholone, kromoglikat 2%
 Vasokonstriktor betametasone, tetes mata) 
(ephedrine, dexamethasone) Cromolyn
naphazoline)  Stabilizer sel  Steroid topikal
 Stabilizer sel mast (sodium (fluorometholone,
mast (sodium kromoglikat 2% betametasone,
kromoglikat 2% tetes mata)  dexamethasone)
tetes mata) Cromolyn  Antihistamin
 Steroid topikal  Vasokonstriktor
atau sistemik  Kompres dingin
Etiologi : Etiologi :
Peradangan konjungtiva dengan Merupakan reaksi hipersensitivitas
pembentukan papilla berukuran tipe IV (cell-mediated) terhadap
besar, respon alergi lokal terhadap protein bakteri TBC, stafilokokal, atau
permukaan kasar atau deposit pada bakteri lain
mata (lensa kontak, prosthetis, jahitan
nylon)
Tanda dan Gejala : Tanda dan Gejala :
 Terdapat hipertrofi papilla pada  Terdapat nodul keputihan
palpebra superior dikelilingi area hiperemis pada
konjungtiva bulbar dekat limbus
Terapi : Terapi :
 Hilangkan benda yang menjadi  Steroid topikal (betametasone
pemicu atau dexametasone)
 Stabilizer sel mast (tetes mata  Antibiotik topikal
sodium kromoglikat 2%)
 Antihistamin
 Kortikosteroid
Etiologi : Etiologi : Etiologi :
 Epidemic Herpes simplex virus 1 Varicella-Zoster Virus
keratoconjunctivitis dan 2
 adenovirus tipe 8
dan 19
 Pharyngoconjunctiva
fever  adenovirus
tipe 3 dan 7
Tanda dan Gejala : Tanda dan Gejala : Tanda dan Gejala :
 Epidemic Terdapat lesi primer Penyebaran lesi
keratoconjunctivitis herpetik pada wajah secara dermatomal
 gejala sistemik (-) dan palpebra
80% terjadi keratitis
 Pharyngoconjunctiva
fever  gejala
sistemik (+), 30%
terjadi keratitis
Terapi Terapi :
 Astringen  Salep mata acyclovir 3%, 5x1 selama 10 hari
mengurangi gejala
dan hiperemia
 Antibiotik  infeksi
sekunder (jika ada
membran)
 Steroid  infiltrasi
subepitel
 Mata terasa kering  Schimmer test <14 mm
 Mengganjal  Foamy tears (+)
 Mata terasa panas dan berair  TBUT (tear break up time)
menurun <10 detik

Terapi :
Terapi pada keratokonjungtivitis sicca (dry eye syndrome) :
 Artificial tears 4x1 tetes (untuk kasus ringan)
 Artificial tears 12x1 tetes (untuk kasus berat)

Subconjunctival bleeding  perdarahan pada subkonjungtiva mulai petekie


hingga menyebar ke seluruh konjungtiva bulbi
Etiologi  trauma, peradangan konjungtiva, kongesti vena akibat peningkatan
tekanan mendadak, ruptur spontan dari kapiler, dan hipertensi

Tampak perdarahan tegas pada  Terapi sesuai etiologi


konjungtiva (dapat diabsorpsi  Kompres hangat untuk
sempurna dalam 7-21 hari) membantu reabsorpsi
 Kompres dingin untuk
menemukan titik perdarahan
Corpus alienum di mata  benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai
pada mata. Pada umumnya bersifat ringan, pada beberapa keadaan dapat
berakibat serius terutama pada benda asing yang bersifat asam atau basa

 Nyeri Terapi :
 Mata merah dan  Berikan tetes mata pantokain 2%
berair sebanyak 1-2 tetes pada mata yang
 Sensasi benda terkena benda asing
asing  Gunakan kaca pembesar (lup) dalam
 Fotofobia pengangkatan benda asing
 Angkat benda asing menggunakan lidi
kapas atau jarum suntik ukuran 23-26 G
 Arah pengambilan benda asing dilakukan
dari tengah ke tepi
 Oleskan lidi kapas yang dibubuhkan
betadin pada tempat bekas benda asing
 Berikan antibiotik topikal (salep atau tetes
mata) seperti kloramfenikol tetes mata 1
tetes tiap 2 jam selama 2 hari
Edukasi :
 Tidak menggosok-gosok mata
 Menggunakan alat/kacamata pelindung
saat bekerja
 Bila keluhan memberat  kontrol lagi
Pterygium  pertumbuhan jaringan fibrovaskular subepitelial berbentuk
segitiga pada jaringan konjungtiva bulbar meliputi limbus hingga kornea
Etiologi  respon terhadap faktor lingkungan seperti pejanan sinar matahari
(sinar UV), udara panas, angin, dan debu berupa degenerasi elastotik dan
hiperplasi jaringan

Jaringan fibrovaskular berbentuk


segitiga dengan apeks menuju ke
arah kornea, dapat unilateral atau Ekstirpasi pterygium
bilateral, pada sisi nasal (sebagian
besar) atau sisi temporal

Pterygium hanya terbatas pada limbus kornea


Pterygium sudah melewati limbus kornea, tetapi kurang dari
setengah jarak antara pupil dan limbus atau <2 mm
melewati kornea
Pterygium sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi tepi
pupil (pupil keadaan normal 3-4 mm)
Pterygium sudah melewati tepi pupil sehingga mengganggu
penglihatan
Etiologi  Proses degeneratif Etiologi  Proses inflamasi
Perjalanan penyakit  biasanya Perjalanan penyakit  biasanya
progresif statis
Tempat  selalu terletak di celah
Tempat  dapat dimana saja
palpebra
Probe test  tidak bisa dilalui (-) Probe test  bisa dilalui (+)
Sonde test  (-) Sonde test  (+)
“SKLERA”

Etiologi : Etiologi :
Peradangan rekuren jinak dari Peradangan kronik dari sklera,
episklera termasuk kapsula Tenon sebagian besar kasus berhubungan
tanpa keterlibatan sklera di dengan penyakit sistemik terutama
bawahnya, idiopatik, berhubungan rheumatoid arthritis
dengan gout, rosacea, dan psoriasis
Tanda dan Gejala : Tanda dan Gejala :
 Mata merah oleh karena  Mata merah gradual
vasodilatasi  Nyeri sedang berat hingga
 Nyeri ringan saat penekanan kepala dan wajah yang
bola mata seringkali membangunkan
 Sensasi benda asing pasien di pagi hari
 Fotofobia
 Lakrimasi
 Pembuluh darah tidak mengecil
meskipun diberi vasokonstriktor
seperti fenilefrin 5%
Terapi : Terapi :
 Vasokonstriktor topikal seperti  Vasokonstriktor topikal seperti
fenilefrin 5%  pembuluh fenilefrin 5%  pembuluh
darah mengecil darah tidak mengecil
 Kortikosteroid topikal  Kortikosteroid topikal
 Kompres dingin
“KORNEA”

Keratitis  peradangan pada kornea (komplikasi  Ulkus Kornea)

 Mata merah  Visus menurun, tidak membaik dengan


 Penglihatan menurun pinhole
 Nyeri  Blefarospasme
 Fotofobia  Mixed injection (conjunctival dan
 Lakrimasi pericorneal)
 Infiltrat kornea
 Fluorescent test (+)  ada gambaran
hijau pada kornea dengan menggunakan
slit lamp dengan lampu biru
 Corneal sensibility test

Jenis-jenis infiltrat kornea :


 Distribusi  diffuse, fokal, multifokal
 Kedalaman  epitelial, stromal
 Lokasi  sentral, parasentral, perifer
 Bentuk  dendritik, disciform, numular, geografik, punktata
Pemeriksaan Laboratorium :
 Mikrobiologi  Swab kornea (Gram  bakteri & KOH  jamur) dan
kultur serta test sensitivitas antibiotik

Kontrol infeksi dan inflamasi :


 Antibiotik topikal broad-spectrum
 Steroid topikal  hanya untuk stromal keratitis (jangan berikan jika ada
defek epitel pada kornea)
Mempercepat penyembuhan :
 Lubrikasi  artificial tears
Ulkus kornea  defek sampai lapisan stroma (merupakan komplikasi dari
keratitis

Manifestasi klinis : Manifestasi klinis :


 Pasien ulkus kornea biasanya  Kasus trauma dengan tumbuh-
datang dengan keluhan onset tumbuhan (petani di kebun
nyeri akut disertai fotofobia, atau sawah)
injeksi kornea, serta penurunan  Penggunaan steroid jangka
visus. panjang
 Pasien sering menggunakan  Tidak adanya respon terhadap
lensa kontak dan jarang antibiotik
mencuci tangan ketika  Adanya infiltrat abu-abu putih,
memakainya kering dan tepi iregular (fungal
filamentous)
 Tampak koloni yang timbul di
superfisial dan berwarna putih
(fungal yeast)
Terapi : Terapi :
 Ulkus kornea  floroquinolone  Natamycin 5%  fungal
topikal setiap 30-60 menit lalu filamentous
diturunkan sesuai respon klinik  Amphotericin B topikal 0,15-
pasien 0,3%  fungal yeast
 Kasus berat  loading dose  Kasus berat :
(tiap 5-30 menit (generasi - Ketoconazole (200-600
kedua floroquinolone  mg/hari)
Ciprofloxacin) - Fluconazole (200-400
 Untuk Pseudomonas dan Gram mg/hari)
positif  floroquinolone - Itraconazole (200 mg/hari)
generasi ketiga (Levofloxacin) - Pemberian intrasomal
larutan amphotericin B (5-
10 mcg/0,1 cc)

 Keratitis bakterial  sekret purulen, pemakaian lensa kontak


 Keratitis herpes simpleks  lesi dendritik
 Keratitis herpes zoster  lesi pseudodendritik
 Keratitis fungal  trauma tumbuhan, lesi satelit, kronis
 Keratitis amuba  riwayat berenang

 Endoftalmitis  inflamasi intraokular yang meliputi kavitas okular dan


struktur disekitarnya tanpa melewati sklera
 Panoftalmitis  endoftalmitis + keterlibatan sklera dan kapsula
tendon hingga jaringan orbital
Rabun senja (nyctalopia atau hemarolopia)  ketidakmampuan untuk
melihat dengan baik pada malam hari atau pada keadaan gelap (xerophtalmia)
Etiologi  defisiensi vitamin A dan retinitis pigmentosa

 Penglihatan menurun pada  Kekeringan (xerosis)


malam hari atau pada keadaan konjungtiva bilateral
gelap  Terdapat bercak bitot pada
 Sulit beradaptasi pada cahaya konjungtiva
yang redup  Xerosis kornea
 Pada defisiensi vitamin A, buta  Ulkus kornea dan sikatriks
senja merupakan keluhan kornea
paling awal  Kulit tampak xerosis dan
bersisik
 Nekrosis kornea difus atau
keratomalasia

 XN  Night blindness
 X1A  Conjunctival xerosis
 X1B  Bitot spot
 X2  Corneal xerosis
 X3A  Corneal ulcer (<1/3 corneal)
 X3B  Keratomalasia (>1/3 corneal)
 XS  Corneal scar
 XF  Xerophtalmia fundus
XN atau X1A +
Beri kapsul
tanpa pernah
vitamin A dengan (-) (-)
sakit campak 3
dosis sesuai umu
bulan terakhir
Ada salah satu
gejala (X1B
Beri kapsul Beri kapsul Beri kapsul
sampai XF) +
vitamin A dengan vitamin A dengan vitamin A dengan
pernah sakit
dosis sesuai umur dosis sesuai umur dosis sesuai umur
campak 3 bulan
terakhir

<6 bulan 3 x 50.000 SI (1/2 kapsul biru)

6-11 bulan 100.000 SI (1 kapsul biru)

1-5 tahun 200.000 SI (1 kapsul merah)


“BILIK MATA DEPAN”

Hifema  adanya perdarahan di bilik mata depan (camera okuli anterior/COA)


Etiologi  trauma (perlu penanganan darurat)

 Penurunan visus berat atau  Penurunan visus


ada defek pupil  Nyeri bila melihat cahaya
 Prolaps pupil, iris atau korpus akibat kontraksi pupil
siliaris  Darah di COA terlihat sangat
 Perubahan kedalaman COA banyak atau terlihat dari slit
 Isi intraokular keluar atau ada lamp
benda asing yang masuk  Kerusakan struktur lain
kedalam intraokular  Peningkatan TIO (jangan
 Tenting sclera dilakukan bila tidak dapat
 Subconjunctival bleeding yang mengeksklusi kemungkinan
luas ruptur)
 Monitoring TIO
 Bed rest head elevation 300
 Eye shield
 Siklopegik (midriatikum)  mengistirahatkan iris
 Analgesik ringan, hindari sedatif
 Steroid tetes mata jika terdapat uveitis
 Hindari obat-obatan antikoagulan dan antiplatelet
 Evakuasi clot bila
- Hifema (> grade III selama > 10 hari)
- Early corneal blood staining (kornea berwarna merah)
- Peningkatan TIO tidak terkontrol (> 50 mmHg selama > 5 hari atau
> 25 mmHg selama > 24 jam dengan pengobatan adekuat

Hipopion  adanya pus/nanah pada bilik mata depan (COA)


Etiologi  akibat penimbunan sel radang (biasanya diikuti ulkus kornea)
Gejala khas :
 Adanya nanah pada bilik mata depan
 Aqueous flare (+)
 Efek Tyndall di dalam bilik mata depan yang keruh akibat penimbunan
sel radang
Terapi :
 Natamycin 5%  fungal filamentous atau amphotericin B topikal 0,15-
0,3%  fungal yeast
 Antifungal oral  ketoconazole,fluconazole atau itraconazole
“IRIS DAN BADAN SILIARIS”

Uveitis  peradangan pada uvea (iris, badan siliaris, dan koroid)


Anatomi :
 Uveitis anterior (iridosiklitis)  peradangan pada iris hingga pars
plicata corpus siliaris
 Uveitis intermediate (pars planitis)  peradangan pada pars plana
corpus siliaris hingga bagian tepi retina
 Uveitis posterior (koroiditis)  peradangan pada koroid
 Panuveitis  peradangan pada seluruh jaringan uvea
Klinis :
 Uveitis akut  durasi gejala 6 minggu – 3 bulan
 Uveitis kronik  durasi gejala > 3 bulan
Patologis :
 Uveitis supuratif
 Uveitis non-supuratif
- Uveitis non granulomatosa
- Uveitis granulomatosa

 Nyeri terutama saat malam hari  Edema palpebra


 Mata merah  Corneal signs :
 Fotofobia - Edema kornea
 Blefarospasme - Keratic precipitate
 Lakrimasi - Opasitas kornea posterior
 Penurunan visus  Anterior chamber signs :
- Aqueous cells
- Aqueous flare (tyndall
phenomenon)  seperti
butiran debu
- Hipopion
- Hifema
- Perubahan kedalaman dan
sudut bilik mata depan
 Iris signs :
- Perubahan pada warna iris
- Iris nodules (Koeppe’s
nodules atau Busacca’s
nodules)
- Sinekia posterior
- Neovaskularisasi iris
(Rubeosis iridis)
 Pupillary signs :
- Pupil miosis
- Ireguler
- Ektropion
- Hilangnya refleks pupil
- Occlusion pupillae

Topikal :
 Mydriatic-cyclopegic drugs (atropine sulfat, siklopentolat)
 Kortikosteroid (dexametasone, betametasone, hidrokortison,
prednisolone)
 Antibiotik
Sistemik :
 Kortikosteroid
 NSAIDs
 Immunosupresan
“LENSA”

Katarak senilis  kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu di
atas 50 tahun
Etiologi :
 Faktor biologi (usia tua dan genetik)
 Faktor fungsional (akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek
buruk terhadap serabut-serabut lensa
 Faktor imunologik
 Gangguan yang bersifat lokal pada lensa (gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari)
 Gangguan metabolisme umum
Penyulit  Glaukoma dan Uveitis
Gejala :
 Pandangan ganda
 Penglihatan kabur seperti berkabut atau berasap dan warna lebih kuning
 Mata tenang dan tidak ada gangguan lapang pandang
 Penglihatan sangat membaik pada malam hari dan penglihatan dekat
membaik / miopisasi
 Fotofobia, halo, glaring / pecah
 Myopic shift  peningkatan indeks refraksi lensa dan terjadi
perpindahan miopia pada refraksinya  miopia lentikularis

Proses kekeruhan dimulai


Proses kekeruhan
pada bagian superfisial Proses kekeruhan pada
dimulai pada bagian
dari korteks lensa mata bagian subkapsular
nukleus (inti) dari
sehingga menjadi tebal posterior
lensa mata
dan cembung
Penurunan visus dekat >
Penglihatan jauh
Gejala dominan silau, visus jauh (kebalikan
menurun, mampu
penurunan penglihatan nuklear), penglihatan
melihat dekat tanpa
jauh dan dekat menurun pada cahaya
kacamata
terang
Visus normal Agak menurun Menurun Sangat menurun
(> 6/60) (5/60 -1/60) (1/60 – 1/~) (1/~ - 0)
Cairan lensa Cairan lensa Cairan lensa Cairan lensa
normal bertambah normal berkurang
Iris normal Iris terdorong Iris normal Iris tremulans
COA normal COA dangkal COA normal COA dalam
Sudut bilik mata Sudut bilik mata Sudut bilik mata Sudut bilik mata
normal sempit normal terbuka
Refleks fundus (+) Refleks fundus (-)
Shadow test
Shadow test (+) Shadow test (-) Pseudopositif
normal
Penyulit 
Penyulit  tidak Penyulit  Penyulit  tidak
glaukoma +
ada glaukoma ada
uveitis
Konservatif Indikasi operasi

Dilakukan
kapsulotomi Sama dengan
anterior ECCE tetapi
kemudian mengeluarkan
Sama dengan
Seluruh lensa sebagian kapsul nukleus dengan
ECCE tetapi
dikeluarkan anterior, nuklear cara menhancurkan
insisinya 1-2 mm
secara utuh dan korteks nuklear lalu
dari limbus
dikeluarkan diaspirasi dan
sehingga yang diirigasi bersama
tertinggal kapsul korteks
posterior

 Tahapan maturasi : lamellar separation  katarak insipien  katarak


imatur  katarak matur  katarak hipermatur  katarak morgagni
 Katarak morgagni  likuefaksi korteks lensa katarak hipermatur
berakibatkan nukleus jatuh ke inferior
 ICCE  ekstraksi katarak intrakapsular  katarak hipermatur (sudah
jarang)
 ECCE  ekstraksi katarak ekstrakapsular  katarak nuklear
 SICS  pembedahan katarak insisi kecil  katarak subkapsular
posterior dan kortikalis
 Fakoemulsifikasi  paling canggih dan paling aman
“RETINA”

Ablasio retina (retinal detachment)  terpisahnya lapisan neurosensoris


dari lapisan epitel pigmen retina
Etiologi :
 Primer (usia, miopia tinggi, degenerasi retina perifer, trauma)
 Sekunder (tumor koroid, transudat/eksudat, traksi jaringan yang
terorganisasi)
Klasifikasi :
 Ablasio retina rhegmatogen (ablasio retina primer)
- Robek pada retina dalam
- Faktor risiko  miopia, trauma, degenerasi retina
- Floater, fotopsia, defek lapang pandang tepi lalu menjadi sentral
 Ablasio retina traksional (ablasio retina sekunder)
- Terkelupas akibat tertarik
- Faktor risiko  retinopati diabetik proliferatif
- Penurunan visus, sikatriks/skar pada retina, defek lapang pandang
 Ablasio retina eksudatif (ablasio retina sekunder)
- Terkelupas akibat lepasnya cairan di celah potensial tanpa
didahului robekan
- Faktor risiko  hipertensi, toksoplasma dan neoplasma
- Penurunan visus, tidak ada floaters dan fotopsia, area yang terlepas
berpindah-pindah (shifting fluids)
 Metamorfopia (penglihatan yang  Oftalmoskop :
terdistorsi dimana garis lurus - Retina bergelombang,
tampak bergelombang dan warna abu-abu seperti
mungkin tampak kosong) awan
 Fotopsia (melihat kilatan cahaya) - Pembuluh darah lebih
 Floaters (melihat ada sesuatu gelap, lebih berkelok-
yang bergerak dimata) kelok
 Melihat tirai yang bergerak ke  Refleks cahaya dan fundus
suatu arah atau pandangan seperti (-)
terhalang tirai  Skotoma
 Bila terjadi makula (visus sentral
nol)
 Mata tenang dengan penurunan
visus mendadak
 Ablasio total (persepsi cahaya (-))

 Harus segera dirawat, tindakan harus secepatnya. Bila terlalu lama


lapisan batang dan kerucut menjadi degeneratif sehingga tindakan tidak
berhasil
 Cari tempat robekan, ditutup, cairan subretina dikeluarkan dengan
pungsi
 Sclera buckle
 Drainase
Etiologi :
1. Komplikasi mikrovaskular diabetes mellitus
2. Hiperglikemia kronis
3. Perubahan vaskular karena proses biokimia dan hematologi
4. Penyebab kebutaan meningkat pada usia produktif

Mikroaneurisma, perdarahan
intraretinal (dot & blot hemorrhage
Non Proliferative Retinopati
dan flame shape hemorrhage),
Diabetika (NPDR)
hard exudate, cotton wool spot
(soft exudate)
Dibagi menjadi 5 :
 Fokal
 Difus
Makulopati Diabetika atau
 Iskemia
Edema Diabetik Makular
 Mixed
 CSME (clinically significant
macular edema)
Preproliferatif Retinopati Nonproliferatif + soft & hard
Diabetika exudate
Proliferatif Retinopati Diabetika
Neovaskularisasi
(PDR)
Penyakit mata diabetik lanjut PDR + perdarahan vitreous
– –
Perubahan minimal pembuluh darah arteriol berupa sklerosis dan
penyempitan ringan  Copper wire
Arteriol retina bertambah sempit, konstriksi setempat dan
sklerosis, dan gejala retinopati (-)  Crossing sclerosis /
Arteriovenous nipping
Sklerosis arteriole, konstriksi setempat, gejala retinopati (+),
eksudat lunak  Cotton wool spots, dan perdarahan retina 
Flame shape hemorrhage
Grade 3 + neuroretinal edema + papiledema, penyempitan
arteriol menyeluruh dengan konstriksi setempat yang luas dan
sklerosis arteriol yang jelas
Oklusi arteri  pucat
Oklusi vena  perdarahan
Oklusi sentral  terjadi pucat/perdarahan seluruh retina
Oklusi perifer/branch  terjadi pucat/perdarahan sebagian retina

 CRAO  Cherry red spot + retinal whitening seluruh kuadran +


groundglass appearance, cattle tract
 BRAO  fundus pucat (iskemik) hanya daerah tertentu saja / sebagian
 CRVO  Flame shaped appearance + cotton wool spot + dot-blot
hemorrhage + retinal edema (seluruh kuadran)
 BRVO  Flame shaped appearance + cotton wool spot + dot-blot
hemorrhage + retinal edema + vena dilatasi & bergerombol (sebagian)

Glaukoma  kelainan mata yang berupa suatu neuropati kronik yang ditandai
oleh pencekungan diskus optikus, menciutnya lapang pandang, dan biasanya
disertai peningkatan tekanan intraokular
Etiologi :
 Raised intraocular pressure (mechanical theory)
Peningkatan IOP  peregangan lamina cribosa  penurunan aliran
darah  deformasi dan iskemik neuron
 Pressure independent factor (vascular insufficiency theory)
Penurunan aliran darah menuju neuron yang diakibatkan oleh 
kegagalan mekanisme autoregulasi, vasospasme, hipotensi sistemik
Klasifikasi :
 Primary adult glaucomas
- Primary open angle glaucoma (POAG)
- Primary angle closure glaucoma (PACG)
 Secondary glaucomas
- Uveitis  blok sinekia posterior total  sudut terbuka
- Fakomorfik  katarak imatur, lensa bersifat menyerap air  lensa
edema  menekan iris  aliran aqueous terhambat  sudut tertutup
- Fakolitik  katarak hipermatur  protein lensa bocor keluar 
menyumbat trabekular meshwork  sudut terbuka
- Luksasi atau sublukasi lensa
- Trauma okuli  menutup trabekular meshwork  sudut terbuka
Pemeriksaan pada glaukoma :
 Tonometri  Schiotz (gold standard  Aplanasi Goldmann)
 Penilaian diskus optikus (oftalmoskop  C/D rasio meningkat >0,3-0,5,
bayonetting, lamina cribossa, nasalisasi)
 Pemeriksaan lapang pandang (konfrontasi atau perimetri)
 Gonioskopi  sudut terbuka atau sudut tertutup
Peningkatan resistensi aliran aqueous
Blokade drainase aqueous humor
humor melalui pupil  tekanan bilik
melalui trabecular meshwork 
posterior meningkat  pupil terangkat
penumpukan aqueous humor dan
ke posterior  menekan trabecular
peningkatan TIO
meshwork
Tanda dan Gejala : Tanda dan Gejala :
 Sifat  akut  Sifat  kronis
 Onset  tiba-tiba  Onset  progresif dan lambat
 Nyeri mata mendadak  Tanpa nyeri
 TIO meningkat secara akut  TIO meningkat perlahan
 Edema kornea  Defek lapang pandang yang
 COA dangkal menyempit
 Mix injeksi  COA normal
 Diskus optikus umumnya  Melihat
normal pelangi/halo/terowongan
 Mual muntah  Diskus optikus atrofi 
 Fotofobia dan larimasi bayonett sign (+)
 Penurunan visus mendadak
Terapi :
Menurunkan produksi aqueous
 Adrenergik beta blocker  Timolol maleat 0,5% 2x1 tetes mata/hari
 Carbonic anhidrase inhibitor  Acetazolamide HCl 500 mg oral
dilanjutkan 4x250 mg/hari
Meningkatkan outflow aqueous
 Parasimparomimetik  Pilocarpine 2%
 Analog prostaglandin  Latanoprost atau Bimatoprost
 Manitol 1-2 gr/kgBB (500 m dari 20%)
AMD  degenerasi progresif dari makula pada pasien usia lanjut
Patogenesis  produk lipid ditemukan di membran Brunch

 Hilang lapangan pandang  Refleks fovea (-)


secara perlahan  Oftalmoskop  drusen yang
 Sulit membaca atau mengenali berwarna kuning dan berbatas
wajah tegas dan area hipo dan
 Metamorphopsia  distorsi hiperpigmentasi
atau melihat garis melengkung  Amsler grid  adanya garis
atau bulat lengkung / distorsi
 Kontras dan warna terganggu

Terapi :
 Antioksidan
 Terapi laser
 Photodynamic therapy (PDT)
 Injeksi inhibitor VEGF intravitreal  pegaptanib atau ranibizumab
“REFRAKSI”

 Miopia  Rabun jauh


 Sumbu bola mata anteroposterior lebih panjang
 Titik fokus jatuh di depan retina
 Lensa terlalu cembung  akomodasi terlalu kuat
 Derajat :
- Miopia ringan  < -3.00 D
- Miopia sedang  -3.00 D sampai -6.00 D
- Miopia berat  > -6.00 D
 Koreksi  lensa sferis (-) terkecil
 Hipermetropia  rabun dekat
 Sumbu bola mata anteroposterior lebih pendek
 Titik fokus jatuh di belakang retina
 Lensa terlalu datar  akomodasi susah
 Derajat :
- Hipermetropia ringan  +0.25 D sampai +3.00 D
- Hipermetropia sedang  +3.25 D sampai +6.00 D
- Hipermetropia berat  > +6.25 D
 Koreksi  lensa sferis (+) terbesar

Tn. A diperiksa visus didapatkan koreksi S+ 2.00 menjadi 6/6,


dengan S+ 3.00 menjadi 6/6. Setelah ditetesi obat siklopegik, visus
menjadi S+ 2.50 menjadi 6/6

1. Hipermetropia Absolut
 Koreksi terendah untuk bisa melihat normal
 Mata tidak dapat berakomodasi
 Memerlukan kacamata lensa (+)
 (dikasus  S+ 2.00)
2. Hipermetropia Manifes
 Absolut + Fakultatif
 Koreksi terbesar untuk bisa melihat normal
 Harus menggunakan kacamata lensa (+) dengan kekuatan
maksimal
 (dikasus  S+ 3.00)
3. Hipermetropia Fakultatif
 Selisih manifes dan absolut
 Mata masih memiliki daya akomodasi
 Penggunaan kacamata lensa (+) akan membantu memperjelas
visus
 (dikasus  S+ 1.00)
4. Hipermetropia Total
 Koreksi dari agen siklopegik
 (dikasus  S+ 2.50)
5. Hipermetropia Laten
 Selisih total dengan manifes
 (dikasus  S+ 0.50)
 Astigmatisma  kelengkungan permukaan kornea atau lensa tidak rata
 Sinar tidak difokuskan pada satu titik tetapi pada 2 garis titik yang
saling tegak lurus
 Tipe :
- Regular (meridien utama konstan dan besar astigmat sama pada
setiap titik yang melalui pupil (saling tegak lurus)
1. With the rule  meridien vertikal too steep, biasanya pada
anak-anak (seperti bola rugby berbaring)
contoh : C- 3.00 D x 180
2. Against the rule  meridien horizontal too sheep, biasanya
pada orang dewasa (seperti bola rugby berdiri)
contoh : C- 3.00 D x 90
3. Oblique  meridien utama tidak berada atau mendekati 90
atau 180
contoh : C- 3.00 D x 45
- Iregular (meridien utama dan besar astigmat berubah/berbeda pada
setiap titik yang melalui pupil  tidak saling tegak lurus)
 Koreksi  lensa silinder (C+ / C-)
1. Astigmatisma miopia simpleks  C-
2. Astigmatisma hipermetropia simpleks  C+
3. Astigmatisma miopia kompositus  S- C- (S>C)
4. Astigmatisma hipermetropia kompositus  S+ C+ (S>C)
5. Astigmatisma mixtus  S- C+ atau S+ C- (C>S)
“GANGGUAN SARAF”

 Eso-  Phoria  deviasi laten


Deviasi mata ke arah nasal  (mekanisme fusi sehingga
strabismus konvergen (paresis mata tetap berada dalam
N. VI) kondisi binokular)
 Exo-  Tropia  deviasi manifes
Deviasi mata ke arah temporal (mekanisme fusi yang melebihi
 strabismus divergen Iparesis kontrol sehingga mata
N. III) mengalami misaligned)
 Hyper-
Deviasi mata ke arah superior
(paresis N. III)
 Hypo-
Deviasi mata ke arah inferior
(paresis N. III)
 Sel batang  berguna untuk penglihatan situasi low light / gelap  tidak
berwarna (hitam dan putih)
 Sel kerucut  berguna untuk penglihatan situasi shine bright / terang 
berwarna (merah, hijau dan biru)
 Klasifikasi :
- Trikromasi  ketiga jenis reseptor warna pada sel kerucut tidak bisa
bekerja dengan baik (ketiganya ada, tetapi kurang maksimal)
1. Protanomali  lemah warna merah
2. Deuteranomali  lemah warna hijau
3. Tritanomali  lemah warna biru
- Dikromasi  matinya satu dari ketiga sel kerucut (hanya tersisa 2
yang baik)
1. Protanopia  tidak adanya sel kerucut yang peka untuk warna
merah
2. Deuteranopia  tidak adanya sel kerucut yang peka untuk
warna hijau
3. Tritanopia  tidak adanya sel kerucut yang peka untuk warna
biru
- Monokromasi  matinya dua dari tiga sel kerucut (hanya tersisa 1
yang baik)
- Akromasi  buta warna total (ketiganya sudah mati)
 Tes buta warna :
- Ishihara  menggunakan lingkaran yang terdiri dari banyak titik
dengan warna dan ukuran berbeda
- Cambridge  menggunakan layar komputer, mengidentifikasi huruf
C yang warnanya berbeda dengan warna di sekitarnya
- Anomaloscope  menggunakan mikroskop, melihat lingkaran yang
dibagi menjadi dua warna
- Farnsworth-Munsell  menggunakan banyak lingkaran berbagai
gradasi dari warna yang sama
- Penyusunan  menyusun objek berdasarkan gradasi warna yang
sedikit
- Holmgren  menggunakan benang-benang wol beraneka warna

Anda mungkin juga menyukai