Anda di halaman 1dari 79

UMI ONLINE

I LM U P E N YA K I T M ATA - 1
DR.ERIC JANSEN
CURRICULUM VITAE

• Nama Lengkap : dr. Eric Jansen


• Email : ericjansenn@gmail.com
• IG : @ericjansenn
• No HP: 081362262858
• Pekerjaan :
• Tutor @optimapreparationmedan
MATA MERAH

MATA MERAH MATA MERAH


VISUS NORMAL VISUS TURUN

Tidak mengenai struktur Mengenai struktur media


media refraksi refraksi

• Konjungtivitis
• Keratitis
• Pterigium
• Ulkus Kornea
• Episkleritis
• Uveitis
• Skleritis
• Endoftalmitis
• Perdarahan sub
• Panoftalmitis
konjungtiva
PTERIGIUM
PTERIGIUM
• Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva,
bersifat degeneratif dan invasif
• Terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas
ke daerah kornea
• Mudah meradang
• Etiologi: iritasi kronis karena debu, cahaya
matahari, udara panas
• Keluhan : asimtomatik, mata iritatif, merah,
mungkin terjadi astigmat (akibat kornea
tertarik oleh pertumbuhan pterigium), tajam
penglihatan menurun
• Tes sonde (-) → ujung sonde tidak kelihatan
→pterigium
Grade Pterigium

• Grade I : terbatas pada limbus kornea


• Grade II : melewati tepi limbus kornea, ≤2 mm
• Grade III : melewati tepi limbus kornea, > 2 mm
• Grade IV : melewati pupil -> (+) gangguan penglihatan
PTERIGIUM vs PSEUDOPTERYGIUM
Pertumbuhan jaringan fibrovaskular subepitelial berbentuk segitiga pada
jaringan konjungtiva bulbar meliputi limbus hingga kornea
Etiologi: Respon terhadap factor lingkungan seperti pajanan sinar matahari
(sinar UV), udara panas, angin, dan debu berupa degenerasi dan hiperplasi
jaringan
Terapi: Artificial tears, ekstirpasi pterygium

Jaringan konjungtiva bulbi yang menempel dengan kornea.


Etiologi: Inflamasi, trauma kimia, infeksi trakoma
Pterygium Pseudopterygium
Etiologi Degeneratif Inflamasi
Staging Progresif Tetap
Probe (Sonde) Negatif Positif
Pterygium- Management
➢ Observation
– Asymptomatic , grade 1 pterygium

➢ Medical Management
– Symptomatic Grade 1 and 2 pterygium
– Eye drops – Tear substitutes, Decongestants
– Local injections – anti VEGFs, Steroid

➢ Surgical Management
Surgery for pterygium is indicated in the following situations:
– Induced astigmatism that causes visual impairment
– Opacity in the visual axis
– Documented growth that is threatening to affect the visual axis via astigmatism or
opacity
– Restriction of eye movement
– Significant cosmetic impact or intractable irritation

7
EPISKLERITIS &
SKLERITIS
Episkleritis vs Skleritis
Episcleritis Scleritis
Patofisiologi Peradangan pada sclera superfisial Peradangan pada sclera profunda
sering disertai dengan penyakit
penyerta lainnya

Gejala Mata merah, lakrimasi dan fotofobia Mata merah, lakrimasi, fotofobia dan
nyeri, Visus dapat turun
Pemeriksaan Tes fenilefrin → blanching (+) Tes fenilefrin → blanching (-)
Slit lamp → injeksi berwarna lebih Slit lamp → pembuluh yang lebih dalam
kemerahan dan tidak ada edema + edema → gangguan penglihatan

Terapi Topikal: artificial tears, NSAID, KS Sistemik: NSAID, KS, rituximab


Classification of Scleral inflammation

Lalit Varma. Scleral Inflammations: An update. 2013


1. Diffuse anterior scleritis
2. Nodular Anterior Scleritis
KO N J U N G T I V I T I S
Konjungtiva

Klinis: Hiperemis, injeksi konjungtiva, Discharge


Jenis discharge:
• Serosa : infeksi virus dan iritasi
• Mukoid : alergi
• Mukopurulen : infeksi bakteri dan klamidia
• Purulen : infeksi gonococcal
Patologi Etiologi/Jenis Gejala dan tanda Pengobatan

Adenovirus, Artificial tears,antihistamin-


sekret serosa, fotofobia, edema pada
HSV dan dekongestan topikal
Viral kedua mata, reaksi folikular.
varicella Antiviral pada HSV dan
Pseudomembran (+/-)
zoster varicella zoster

usia anak-anak (terutama laki-laki),


Hindari pencetus
sekret mukoid (ropey, benang maxwell-
Suportif: basic eye care
Vernal lyons), cobblestone (tarsal), horner
seperti no eye rubbing,
trantas dots (limbus), shield ulcer,
kompres dingin dan
bersifat seasonal
refrigerated artificial tears
1st line:
Alergi
Antihistamin topical dan cell
mast stabilizer
usia dewasa, sekret serosa Lainnya: NSAID topikal (less
Atopi
reaksi papilar, bersifat sepanjang effective than AH); KS topikal
tahun (only for refractory
symtomps)
Patologi Etiologi/Jenis Gejala dan tanda Pengobatan

Staphylococcus Antibiotic topical seperti:


, Eritromisin salep
Streptococcus, Kotrimoksasol eye drops
Akut, sekret purulent, reaksi papiler
Hemophillus Ofloxacin/ Ciprofloxaxin Eye
drops (t.u jika pengguna lensa
kontak)

Hiperakut, bisa bersifat berat dan


Bakteri mengancam penglihatan
(menyebabkan ulserasi dan perforasi Ceftriaxone 1 gram IM SD
N. Gonorrhea
kornea), sekret purulen profuse + AB topikal
dengan masa inkubasi 2-5 hari, KGB
preaurikular membesar dan nyeri

Azitromisin 1 gram PO SD
bersifat akut s.d kronik (minggu-
Doksisiklin 2x 100 mg PO (1-4
C. trachomatis bulan), sekret mukopurulen, reaksi
minggu)
(konjungtivitis folikular + papilar
Erytromisin 4x500 mg PO (1-4
inklusi dewasa) Masa inkubasi 5-14 hari
minggu)
bisa ditambah AB topikal
Konjungtivitis Neonatal
Neisseria gonorrhoeae Chlamydia trachomatis
• manifests in the first five days of life • 5 to 12 days after birth
• marked bilateral purulent discharge • Mucopurulent discharge
• local inflammation → palpebral edema • less inflamed → eyelid swelling,
• Complication → diffuse epithelial edema chemosis, and pseudomembrane
and ulceration, perforation of the cornea formation
and endophthalmitis • Microscopic: PMNs, lymphocytes, plasma
• Gram-negative intracellular diplococci cells, Leber cells, intracytoplasmic
on Gram stain basophilic inclusions
• Culture → Thayer-Martin agar • Complication → pneumonitis (range 2
• Terapi: ceftriakson 50 mg/kgBB IM/IV weeks – 19 weeks after delivery)
SD maksimal dosis 125 mg + irigasi • Blindness →rare and much slower to
sekret + Ab topikal menifest →caused by eyelid scarring and
• Pencegahan: Erythromycin (0.5%) pannus
ophthalmic ointmen atau Tetracycline • Terapi eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari
(1%) ophthalmic ointment pada dibagi 4 dosis PO selama 14 hari; alternatif
neonatus azitromisin 20 mg/kg/hari PO selama 3 hari
D RY E Y E SY N D R O M E
Dry Eye Syndrome
(Keratokonjungtivitis Sicca)
• Mata kering merupakan penyakit multifaktorial pada produksi air
mata dan permukaan mata yang menyebakan rasa tidak nyaman,
gangguan penglihatan, dan instabilitas lapisan air mata yang
beresiko menyebabkan kerusakan permukaan okular.
• Kondisi ini disertai pula dengan peningkatan osmolaritas lapisan air
mata dan peradangan pada permukaan mata.

Klasifikasi:
• Tear-deficient dry eye:
– There is a disorder of lacrimal function or a failure of transfer of
lacrimal fluid into the conjunctival sac
• Tear-sufficient dry eye (peningkatan evaporasi):
– Lacrimal function is normal, the tear abnormality is due to increased
tear evaporation
Dry Eye Syndrome
Gejala Pemeriksaan
• Burning or itching • Slit lamp examination
• Fluctuating vision • Demonstration of tear instability
(Tear film break up time, TBUT)
• Foreign body sensation
with Tearscope/ Xeroscope
• Grittiness or irritation • Ter film measurement (e.g: tear
• Sore or tired eyes meniscus height)
• History of Styes • Demonstration of ocular surface
• Ocular discharge damage
– Schirmer’s test
• Light sensitivity
– Fluorescein Staining
• Contact lens discomfort – Rose bengal stain
• Watering or excessive tearing – Lissamine Green Staining
• Demonstration of tear
hyperosmolarity
SCHIRMER’S TEST

• Measurement of the aqueous layer quantity only


• 5x30 strips of Whatman filter paper
• The amount of moistening is of the exposed paper is recorded
at the end of 5 minutes
• Normals will wet approximately 10 to 30mm at the end of
5minutes.
Treatment
• Education and environmental or dietary
modifications
• Elimination of offending systemic medications
• Preserved artificial tear substitutes, gels,
and ointments
• Eyelid therapy: warm compress for meibomian
obstruction
• Topical cyclosporin (solution 0,09%)
• Topical lfitegrast 5% (integrin antagonist)
K E R AT I T I S & U L KU S
KO R N EA
GEJALA KLINIS:
Mata merah, penurunan visus, nyeri, fotofobia, blefarospasme, edema
kornea, infiltrate seluler, dan injeksi siliar

Bakteri Viral Jamur Acantamoeba


Faktor Resiko • Kontak lensa • HSV : vesikel hanya • Riwayat Trauma • Kontak Lensa
• Higenitas buruk pada palpebra Tumbuhan • Riwayat berenang
• Etiologi: • HZV : mengenai N. • Etiologi : Fusarium, • Higenitas air buruk
Staphylococcus, Opthalmikus, terdapat Aspergilllus
etc vesikel di dahi
(unilateral)

Fluoresensi - • HSV : dendritic • Lesi satelit • Ring shaped lesion


• HZV : pseudo dendritic • Hipopion
Terapi • Chloramphenicol • HSV: Asiklovir 5x400mg • Natamisin, • Neomisin
• Polidemisin • HZV: Asiklovir 5x800mg • Amfoterisin B
Fluorescein Staining (Test)
• Assessment of ocular surface integrity
• Fluorescein staining helps identify a corneal epithelial
defect.
• Frequently used to detect lesions of ocular surface owing to
its high degree of ionization, it neither penetrates the intact
corneal epithelium nor forms a firm bond with any vital
tissue.
• Instillation of dye in cul-de-sac allows determination of
corneal & conjunctival lesions such as abrasions ulcers &
edema & aids in detection of foreign bodies.
• Epithelial defect appears as vivid green fluorescence
Staining of corneal infiltrate

Corneal abrasion Conjunctival lesion


Keratitis Herpes Simpleks
• Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit herpes simpleks
lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk: primer atau rekuren.
• Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1, namun
pada balita dan orang dewasa, dapat juga disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi
kornea yang disebabkan kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan.
• Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel raksasa berinti
banyak.
• Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik embrio telur ayam
dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa .
• Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
• Tanda dan gejala:
– Infeksi primer biasanya berbentuk
blefarokonjungtivitis vesikular, kadang disertai
keterlibatan kornea. Umumnya self-limmited tanpa
menyebabkan kerusakan mata yang signifikan.
– Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata,
penurunan penglihatan, anestesi pada kornea,
demam.
– Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat
bilateral
– Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion --
dendritic ulcer -- Geographic ulcer
• Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV.
Berbentuk linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki
tonjolan di ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan
tes flurosensi.
• Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt
amuba
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
Tatalaksana Keratitis Herpes Simpleks
• Tatalaksana:
– Dokter umum: RUJUK SEGERA
– Debridement
– Antivirus topikal, kortikosteroid (pertimbangan khusus)
– Trifluorothymidine 1% is given one drop every two hours (eight or nine doses
daily) and leads to healing in 89 percent after one week and 99 percent after
two weeks
– Topical ganciclovir 0.15% gel is given as one drop five times daily until
epithelial healing occurs and then three times daily for one week.
– Oral acyclovir, 400 mg five times daily, is equivalent to topical treatment and
avoids corneal epithelial toxicity
– Other oral antiviral drugs, such as valacyclovir, famciclovir, and ganciclovir are
thought to be effective for ocular infection
– Bedah
– Mengontrol reaktivasi HSV: hindari demam, pajanan sinar matahari
berlebihan, imunosupresi, dll
Slit lamp photo demonstrating classic epithelial dendrites in our
patient after fluorescein staining.
Herpes Zooster Ophtalmicus
• First described by Hutchinson in 1865
• Involves the reactivation of VZV in the trigeminal ganglia with
ophthalmic involvement
• Accounts for 10%-25% of zoster episodes
– Nasociliary branch of the ophthalmic nerve innervates the skin of the
eyelids, conjunctiva, sclera, cornea, iris, choroid, and the tip of the
nose
• Hutchinson’s sign Signs
– Presence of vesicles at the • External
side of the tip of the nose
– Lid edema and vesicles
– Indicator of nasociliary
– Conjunctival hyperemia
involvement
– Episcleritis and scleritis
– Associated with a 50-76%
chance of ocular – Cornea
complications • Punctate epithelial keratitis
• Pseudodendrites
– The risk lowers to 34%
• Anterior stromal infiltrates
without nasociliary
involvement • Keratouveitis
• Uveitis
Figure 1A

Shaikh S, Cristopher N. Evaluation and Management of Herpes zooster ophtalmicus. (Am Fam Physician 2002;66:1723-30,1732.
Keratitis Jamur
• Indolen, disertai infiltrat kelabu, sering dgn hipopion,
peradangan nyata bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit.
• The most common pathogens are Fusarium and Aspergillus
(filamentous fungi) in warmer climates and Candida (a yeast) in
cooler climates.

Tabel 1. Pengobatan Keratitis Fungal


Organisme Rute obat Pilihan pertama Pilihan kedua Alternatif
Organisme Topikal Natamycin Amphotericin B Nystatin
mirip ragi = Subkonjungtiva Natamycin Miconazole -
Candida sp Sistemik Flycytosine Ketoconazole -
Organisme Topikal Natamycin Amphotericin B Miconazole
mirip hifa = Subkonjungtiva Amphotericin B Miconazole -
ulkus fungi Sistemik Fluconazole Ketoconazole -

Sources: Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


Fungal Ulcer
• Gejala → nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
• Pemeriksaan oftalmologi :
– Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
– Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
– Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma
• Faktor risiko meliputi :
– Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
– Terapi steroid topikal jangka panjang
– Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Ulkus Kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur

Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


UVEITIS
Klasifikasi
• The International Uveitis Study Group (IUSG) dan The Standardization of Uveitis
Nomenclatur (SUN) membagi uveitis berdasarkan anatomi, etiologi, dan
perjalanan penyakit
• Anatomi :
– uveitis anterior, uveitis intermediet, uveitis posterior, dan panuveitis
• Etiologi:
– infeksi (bakteri, virus, jamur, dan parasit), non-infeksi, dan idiopatik.
• Perjalanan penyakit
– Akut (onset mendadak dan durasi kurang dari empat minggu),
– Rekuren (episode uveitis berulang),
– Kronik (uveitis persisten atau kambuh sebelum tiga bulan setelah pengobatan
dihentikan), dan
– Remisi (tidak ada gejala uveitis selama tiga bulan atau lebih)
• Four major complications exist
– Cataract
– Secondary glaucoma
– Band keratopathy
– Cystoid macular oedema

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Uveitis anterior
• Inflamasi di iris (iritis) dan badan siliar (siklitis).
Bila inflamasi meliputi iris dan badan siliar maka
disebut iridosiklitis
• Etiologi :
– kelainan sistemik seperti spondiloartropati, artritis
idiopatik juvenil, sindrom uveitis fuchs, kolitis ulseratif,
penyakit chron, penyakit whipple, tubulointerstitial
nephritis and uveitis
– Infeksi yang sering menyebabkan uveitis anterior
adalah virus herpes simpleks (VHS), virus varisela
zoster (VVZ), tuberkulosis, dan sifilis.

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Diagnosis Uveitis Anterior
• Gejala Klinis : • Tanda
– mata merah – injeksi siliar akibat
– visus turun akibat kekeruhan vasodilatasi arteri siliaris
cairan akuos dan edema posterior longus dan arteri
kornea walaupun uveitis tidak siliaris anterior yang
selalu menyebabkan edema memperdarahi iris serta
kornea badan siliar.
– Nyeri tumpul berdenyut, dan – Bilik mata depan : pelepasan
fotofobia akibat spasme otot sel radang, pengeluaran
siliar dan sfingter pupil protein (cells and flare) dan
– Jika disertai nyeri hebat,
endapan sel radang di endotel
perlu dicurigai peningkatan kornea (presipitat keratik).
tekanan bola mata. – Presipitat keratik halus →
– Spasme sfingter pupil inflamasi nongranulomatosa;
mengakibatkan miosis dan – Presipitat keratik kasar →
memicu sinekia posterior. inflamasi granulomatosa

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Uveitis Intermediet
• Peradangan di pars plana yang sering diikuti vitritis dan uveitis posterior.
• Penyakit tersebut biasanya terjadi pada usia dekade ketiga-keempat dan
20% terjadi pada anak.
• Etiologi:
– Idiopatik (69,1%), sarkoidosis (22,2%), multiple sclerosis (7,4%), dan lyme
disease (0,6%). Selain itu, dapat juga disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis, Toxoplasma, Candida, dan sifilis.
• Gejala :
– Gejala biasanya ringan yaitu penurunan tajam penglihatan tanpa disertai nyeri
dan mata merah, namun jika terjadi edema makula dan agregasi sel di vitreus
penurunan tajam penglihatan dapat lebih buruk.
– Pars planitis berupa bercak putih akibat agregasi sel inflamasi dan jaringan
fibrovaskular (snowbank) yang menunjukkan inflamasi berat dan memerlukan
terapi agresif.
– Komplikasinya adalah edema makula (12-51%), glaukoma (20%), dan katarak
(15-50%)

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Uveitis Posterior
• Peradangan lapisan koroid yang sering melibatkan jaringan sekitar seperti
vitreus, retina, dan nervus optik.
• Etiologi:
– Infeksi paling sering disebabkan oleh T.gondii, M.tuberculosis, sifilis, VHS, VVZ,
cytomegalovirus (CMV), dan HIV.
– Non-infeksi, uveitis posterior disebabkan oleh koroiditis multifokal, birdshot
choroidopathy, sarkoidosis, dan neoplasma
• Gejala klinis :
– Penglihatan kabur yang tidak disertai nyeri, mata merah, dan fotofobia.
– Komplikasi dapat berupa katarak, glaukoma, kekeruhan vitreus, edema
makula, kelainan pembuluh darah retina, parut retina, ablasio retinae, dan
atrofi nervus optik.
– Prognosis uveitis posterior lebih buruk dibandingkan uveitis anterior karena
menurunkan tajam penglihatan dan kebutaan apabila tidak ditatalaksana
dengan baik.

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Panuveitis
• Peradangan seluruh uvea dan struktur
sekitarnya seperti retina dan vitreus.
• Etiologi:
– Penyebab tersering adalah tuberkulosis, sindrom
VKH, oftalmia simpatika, penyakit behcet, dan
sarkoidosis.
– Diagnosis panuveitis ditegakkan bila terdapat
koroiditis, vitritis, dan uveitis anterior

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Penatalaksanaan Uveitis
1. Menekan reaksi inflamasi
• Kortikosteroid topikal merupakan terapi pilihan untuk
mengurangi inflamasi : 1).prednisolon 0,5%,; 2). prednisolon
asetat 1%; 3). betametason 1% ; 4). deksametason 0,1%, dan 5).
fluorometolon 0,1%.
• Injeksi kortikosteroid periokular diberikan pada kasus yang
membutuhkan depo steroid dan menghindari efek samping
kortikosteroid jangka panjang.
• Kortikosteroid sistemik diberikan untuk mengatasi uveitis berat atau
uveitis bilateral
• Imunosupresan dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama
pada penyakit behcet, granulomatosis wegener, dan skleritis
nekrotik karena penyakit tersebut dapat mengancam jiwa.
Imunosupresan dibagi menjadi golongan antimetabolit, supresor sel
T, dan sitotoksik.
2. Mencegah dan memperbaiki kerusakan struktur

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
Penatalaksanaan Uveitis
3. Memperbaiki fungsi penglihatan
• Terapi bedah diindikasikan untuk memperbaiki penglihatan.
• Operasi dilakukan pada kasus uveitis yang telah tenang (teratasi)
tetapi mengalami perubahan permanen akibat komplikasi seperti
katarak, glaukoma sekunder, dan ablasio retina.
• Kortikosteroid diberikan 1-2 hari sebelum operasi dan steroid
intraokular atau periokular dapat diberikan pasca-operasi
• Vitrektomi ditujukan untuk memperbaiki tajam penglihatan bila
kekeruhan menetap setelah pengobatan.
3. Menghilangkan nyeri dan fotofobia.
• NSAID digunakan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sedangkan siklopegik diberikan untuk mencegah
sinekia posterior.
• Obat yang diberikan adalah siklopentolat 0,5-2% dan homatropin

Sitompul R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Uveitis dalam Upaya Mencegah Kebutaan. Jurnal universitas Indonesia. Vol. 4, No. 1, April 2016
E N D O F TA L M I T I S
Endophthalmitis
• An inflammation of the inner structures of the
eyeball
– Uveal tissue
– Retina
• associated with pouring of exudates in the
vitreous cavity, anterior chamber and
posterior chamber.
Classification

Mode of Etiological
Infectivity
entry agent

Infective Exogenous Bacterial

Non-
Endogenous Fungal
infective
Modes of infection

Secondary
Exogenous Endogenous
infections
• Perforating • Bloodstream • Extension of
injuries • Caries teeth infection
• Perforation of • Generalised • Orbital cellulitis
infected corneal septicaemia • Thrombophlebitis
ulcers • Puerperal sepsis • Infected corneal
• Postoperative ulcers
infections
Clinical features Signs
• Sudden onset • Visual acuity may be reduced.
• Severe pain • Lids → red and swollen.
• Redness of eye • Conjunctiva → chemosis and
marked circumcorneal
• Marked visual loss congestion.
• Swollen eyelid • Cornea → oedematous, cloudy
• Lacrimation and ring infiltration may be
• Photophobia formed.
• Anterior chamber → hypopyon
• Iris → oedematous and muddy
• Pupil → yellow reflex, absent red reflex (with
ophthalmoscope)
• Vitreous exudation - yellowish white mass is
seen through fixed dilated pupil (amaurotic
cat’s-eye reflex)
• Intraocular pressure → raised in early stages
• but in severe cases – hypotony
• Edges of wound → yellow and necrotic and
wound may gape
Diagnosis
• Culture and sensitivity studies on aqueous and
vitreous samples
– Anterior chamber tap
– Vitreous tap
– Vitreous biopsy
• Full infection screen
– FBC, blood cultures and culture of all indwelling lines
and catheters
• B-scan ultrasound
– the degree of vitritis and integrity of retina
ENDOFTALMITIS VS PANOFTALMITIS
ENDOFTALMITIS PANOFTALMITIS
Definisi Peradangan struktur internal bola Peradangan purulent berat keseluruhan
mata, yaitu jaringan uvea dan retina bola mata termasuk kapsul Tenon
yang diikuti dengan terbentuknya
eksudat di dalam aqueous dan vitreous
humor
Tanda & Gejala Mata merah, nyeri, lakrimasi, fotofobia, Nyeri mata berat, nyeri kepala,
dan penurunan visus penurunan visus berat (NLP), epifora,
Biasa terjadi dalam 7 hari post-operasi secret purulent, gejala sistemik lain.
intraocular. • Gejala sistemik→ berat
• Gejala sistemik→ relatif ringan • Gerakan bola mata→ terbatas,
• Gerakan bola mata→ masih nyeri saat digerakkan
dapat digerakkan
Gambar
Acute postoperative endophthalmitis
TATALAKSANA Pertimbangkan:

• Antibiotic intravitreus: vancomycin • Moxifloxacin atau gatifloxacin oral


1 mg dlm 0.1 mL (gram positive (broad spectrum dan penetrasi
coverage) dikombinasikan dengan intraokular baik)
amikacin 0.4 mg dlm 0.1 mL atau • Antibiotik topikal (per jam):
ceftazidime 2 mg dlm 0.1 mL (gram- (moxifloxacin or gatifloxacin) atau
negative coverage). vancomycin DS (50 mg/mL), amikacin
• Ceftazidime bisa menimbulkan (20 mg/mL), atau ceftazidime (100
presipitasi dengan vankomisin shg spuit mg/mL)
harus dipisah • Corticosteroids topikal (cth
dexamethasone 0.1%/ jam), intravitreal
• Vitrectomy: jika tajam penglihatan
(dexamethasone 0.4 mg in 0.1 mL),
hanya berupa light perception atau
atau sistemic (prednisone PO 1
lebih buruk
minggu) untuk mengurangi inflamasi.

Oxford American Handbook of Ophthalmology


HIFEMA
Hifema
• Kondisi ketika darah masuk terkumpul pada bilik mata
depan, antara kornea dan iris
• Paling sering disebabkan ruptur pembuluh darah iris atau
badan siliaris anterior
• Bisa terjadi perdarahan sekunder dalam 3-5 hari setelah
kejadian karena lisis bekuan darah serta retraksi pada
pembuluh darah
• Diagnosis:
1. Penurunan tajam penglihatan mendadak tergantung derajat hifema
2. Ditemukan darah pada bilik mata depan, bisa dengan pemeriksaan slit
lamp
3. Gonioskopi untuk menilai luas trauma bisa ditunda sampai setelah fase
akut 5 hari
Penanganan Hifema
Tujuan penanganan:
1. Cegah trauma mata berulang dan perdarahan
ulang
2. Membantu mengurangi darah dari aksis
penglihatan
3. Kontrol uveitis anterior traumatic
4. Monitor untuk menginisiasi pencegahan atau
penanganan pada galukoma sekunder hingga
corneal blood staining
Pasien rawat jalan atau rawat inap?
• Rawat jalan
– Kooperatif, hifema ringan derajat 2 atau kurang
dari derajat 2, tidak ada kondisi sickle cell disease
• Rawat inap
– Bisa dilakukan pada semua pasien yang tidak
memenuhi kriteria diatas atau sulit merawat
luka/tanpa dukungan keluarga yang merawat

Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
Tata Laksana Hifema Traumatik
• Tangani
– life-threatening (pada kasus trauma)
– Vision-theatening:
• Orbital Compartment Syndrome → proptosis, penurunan visus
signifikan, perdarahan subkonjungtiva luas, kelopak mata tegang,
defek pupil aferen, kimosis, penurunan retropulsi → Canthotomy
• Ruptur bola mata → tutup bola mata, obat anti nyeri dan anti
mual-muntah untuk mencegah keluarnya isi okular → Operasi
repair
• Tutup mata + lampu redup
– cegah akomodasi berlebih
• Bedrest & Elevasi kepala 30 derajat
• Cegah mual-muntah
– menghindari peningkatan TIO
• Obat nyeri topikal (ex: proparacaine 0,5%), bila kurang
dapat ditambahkan antinyeri sistemik

Andreoli CM, Gardiner MF. Traumatic hyphema: Management. Uptodate: 2018.


Tatalaksana Hifema Traumatik
• Kortikosteroid topical→ Dexametason 0.1% atau Prednisolon acetate 1% 4x1
gtt
• Tujuan:
• untuk stabilisasi blood ocular barrier→ menurunkan risiko perdarahan ulang
• inhibisi langsung fibrinolysis
• mengurangi inflamasi→mencegah sinekia posterior
• Sikloplegik → Atropine sulfate 1% 1-2 gtt
• Bila tidak ada ruptur bola mata
• Tujuan:
• untuk mengurangi gerak struktur intraokuler,
• mencegah sinekia posterior, dan spasme siliar yang terkait iritis
• Penggunaan antifibrinolitik untuk 5 hari → Asam traneksamat 3x25 mg/kgBB
tidak lebih dari 1.5 gram/hari
• masih kontroversial, namun berpotensi menurunkan perdarahan ulang
• Analgesik→hindari NSAID serta aspirin, bisa gunakan acetaminophene 500-
1000 mg p.o tiap 6 jam
• Paracentesis bila tidak respon dengan medikamentosa
Referensi: https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-b6a9-b470c60c9773
• Monitor TIO harian
– bila hipertensi, terapi menekan aliran aquous humor
• ex: beta adrenergik bloker topikal (timolol) dan karbonik
anhidrase inhibitor topikal (dorzolamide) atau tambahkan
oral asetazolamide/methazolamide bila efek topikal tidak
adekuat
– Rujuk untuk intervensi dan pemberian manitol bila
hipertensi intraokular tidak terkontrol:
• > 50 mmHg selama 5 hari atau
• >35 mmHg selama 7 hari atau
• Pasien dengan hemoglobinopati
• >25 mmHg selama >24 jam
• Hipertensi intraokular, hifema Grade III dan IV lebih dari
10 hari, early corneal blood staining
• evakuasi clot dengan pembedahan
• Rujuk
• pada sindrom kompartemen orbital, ruptur bola mata, hifema
grade III-IV, hifema pada pasien risiko perdarahan, hifema
dengan peningkatan TIO
Andreoli CM, Gardiner MF. Traumatic hyphema:
clinical feature and diagnosis. Uptodate: 2018.
P. SUBKONJUNGTIVA VS HIFEMA
P. SUB KONJUNGTIVA HIFEMA
Definisi • Pecahnya pembuluh darah dibawah • Kondisi ketika darah masuk terkumpul
konjungtiva, seperti arteri pada bilik mata depan (COA)
konjungtiva dan arteri episklera • Paling sering disebabkan rupture
• Bisa akibat batuk rejan, trauma pembuluh darah iris atau badan siliaris
tumpul atau hipertensi anterior karena trauma
Tanda & Gejala • Mata merah hingga kebiruan seperti • Mata merah, visus dapat turun
memar, tidak ada keluhan lainnya. mendadak, nyeri
• Bersifat self limiting. • Dijumpai ada darah di COA

Gambar
Soal Kuis
1. Seorang pria 50 tahun, datang dengan keluhan mata merah sejak 1
bulan. Rasa perih ketika terkena cahaya, air mata banyak keluar.
Riwayat mata merah sebelumnya (+), sembuh dengan obat tetes.
Pada pemfis tampak konjungtiva hiperemis, injeksi perikornea,
kornea keruh, iris coklat, pupil tidak regular, refleks cahaya
berkurang. Diagnosis yang tepat…
A. Keratitis
B. Konjungtivitis
C. Skleritis
D. Iridosiklitis
E. Retinitis
2. Tn. Heru, berusia 28 tahun, datang dengan keluhan mata merah
sejak 5 hari yang lalu. Disertai nyeri dan silau jika melihat cahaya.
Pasien menggunakan lensa kontak dan sering malas membukanya.
Pada pemeriksaan fluoresen didapatkan lesi satelit. Terapi yang
sesuai..
A. Acyclovir
B. Gentamicin
C. Prednison
D. Kloramfenikol
E. Amfoterisin
3. Tn Paisal, 44 tahun, datang ke RS dengan keluhan kedua mata terasa
gatal berpasir sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga terkadang merasa
silau. Pasien rutin mengkonsumsi kortikosteroid karena sudah lama
didiagnosis oleh dokter menderita Sjorgen syndrome. Keluhan
gangguan penglihatan disangkal. Apa nama pemeriksaan yang
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis?
A. Tonometri
B. Scheidel test
C. Schirmer test
D. Fluorescence test
E. Anel test
4. Ny Lana, 65thn, datang ke UGD dengan keluhan utama penglihatan
mata kiri kabur mendadak disertai nyeri sejak 30 menit yang lalu.
Pasien dipasang pseudofakia post ECCE 5 hari yang lalu.
Pemeriksaan mata kiri didapatkan visus 1/∞, edema palpebra,
hiperemi konjungtiva, injeksi siliar, edema kornea, bilik mata depan
berkabut penuh dengan flare, cell dan hipopion. Pada pemeriksaan
USG didapatkan vitritis. Pada mata kanan visus 6/6 dan dalam batas
normal. Apakah diagnosis yang tepat?
A. Uveitis anterior
B. Konjungtivitis
C. Keratitis
D. Skleritis
E. Endopthalmitis
5. Seorang perempuan, 17 tahun, mengeluh mata merah sejak 2 hari
lalu. Penurunan penglihatan (-), mata berair, rasa mengganjal.
Riwayat kontak dengan kakak yang mengalami gejala yang sama.
Pemfis edema palpebra, folikel, cairan serous, injeksi konjungtiva.
Terapi yang diberikan pada pasien..
A. Pilokarpin
B. Betametason
C. Gentamisin
D. Artificial tears
E. Acyclovir
6. Nn. Mutiara, 18 tahun, datang diantar kedua orang tuanya dengan
mata merah dan kabur. Riwayat penggunaan lensa kontak sehari
yang lalu. Dari pemfis didapatkan visus 1/60. Terdapat bercak putih
pada kornea. Pemeriksaan yang dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa..
A. Tes Anel
B. Tes Schirmer
C. Tes Slit Lamp
D. Tes Sonde
E. Tes Fluorescence
7. Tn. Mason, 45 tahun, datang ke praktek dokter umum dengan
keluhan nyeri pada mata kiri. Pasien merupakan seorang guru. 1
jam sebelumnya pasien terkena lemparan penghapus papan tulis
pada mata kirinya karena kenakalan muridnya. Keluhan disertai
mata nyeri, berair, dan merah. Visus ODS 6/20. Pasien memakai
kacamata minus sejak dulu. Pada pemfis mata didapatkan gambar
berikut. Darimanakah sumber perdarahan pada pasien?
A. Lensa
B. Iris
C. Kornea
D. Koroid
E. Anterior chamber
8. Seorang pasien laki-laki, usia 40 tahun, datang mengeluhkan mata
kanan ada yang mengganjal, sering terasa berair, tidak ada nyeri.
Tidak ada penurunan tajam penglihatan. Riwayat trauma
sebelumnya disangkal. Pada pemeriksaan fisik tampak adanya
selaput dari sisi dalam mata, melewati limbus hingga batas pupil.
Apakah diagnosis pasien kasus diatas?
A. Pseudopterygium
B. Pterygium derajat 1
C. Pterygium derajat 2
D. Pterygium derajat 3
E. Pterygium derajat 4

Anda mungkin juga menyukai