Anda di halaman 1dari 88

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Pertumbuhan ekonomi yang cepat dan stabil merupakan keinginan dari setiap Negara
yang sedang berkembang. Berbagai usaha yang dilakukan untuk dapat mencapai pertumbuhan
ekonomi yang baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara meningkatkan
produksi barang-barang dan jasa dalam berbagai kegiatan ekonomi.

Berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, penting pula ditinjau pemerataan


pembangunan terhadap setiap individu yang berarti pemerataan dalam hal kesempatan berusaha
untuk menikmati kehidupan yang layak, sebab dengan adanya kesempatan berusaha tersebut
maka setiap masyarakat dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dan berusaha
semaksimal mungkin untuk mendapatkan penghasilan yang akan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.

Kebijakan pertumbuhan ekonomi nasional diarahkan dalam upaya pemerataan,


pemantapan, pemberdayaan pendalaman struktur, perluasan tenaga kerja serta penyebaran lokasi,
didukung system distribusi nasional yang tangguh. Khusus sektor industri, kebijakan diarahkan
untuk lebih meningkatkan industri kecil dan kerajinan rakyat antara lain melalui penyempurnaan,
pengaturan, pembinaan, dan pengembangan usaha serta meningkatkan produktivitas dan
perbaikan mutu produksi dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan pengrajin kecil, serta
kemampuan untuk memasarkan dan mengekspor hasil-hasil produksinya.

Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di Ibukota Pekanbaru yang


memiliki potensi cukup besar mengingat letaknya yang strategis dilalui jalur transportasi darat
dan laut, selain itu Kecamatan Rumbai memiliki aneka usaha kecil yang dapat berkembang
dengan pesat. Salah satu industri rumah tangga yang cukup berkembang di Kecamatan Rumbai
Kota Pekanbaru adalah industri kerajinan rotan. Industri ini merupakan industri kecil yang
dikerjakan secara turun temurun, dengan karakteristik tenaga kerja yang digunakan 1 – 4 orang
yang sebagian besar merupakan anggota keluarga itu sendiri, modal yang digunakan relatif kecil
dan teknologi yang digunakan masih sederhana.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 1


Hasibuan (2010) mendefinisikan industri menjadi yaitu lingkup mikro dan makro. Dalam
lingkup mikro didefinisikan sebagai kumpulan perusahaanperusahaan yang menghasilkan barang
yang sama (homogen) atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang erat,
sedangkan dalam lingkup makro industri berarti kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai
tambah.

Menurut Kamar Dagang dan Industri (KADIN) memberikan batasan untuk industri kecil
yaitu sektor industri dengan asset minimal Rp. 250.000.000.- , tenaga kerja paling banyak 30
orang dan nilai penjualan (omzet) dibawah Rp. 100.000.000.-. Sedangkan kriteria menurut Dinas
Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) industri kecil adalah suatu industri yang memiliki
investasi peralatan dibawah Rp. 70.000.000.- dan investasi pertenaga maksimal Rp. 625.000.-
dengan jumlah tenaga kerja dibawah 20 orang serta memiliki asset perusahaan tidak lebih dari
Rp. 100.000.000.-. Usaha kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru merupakan
industri kecil yang bersifat tradisional dan merupakan bisnis keluarga.

Menurut Justin Longenecker (2003) bisnis keluarga mempunyai karakteristik dengan


kepemilikannya atau keterlibatan lainnya dari dua orang atau lebih anggota keluarga yang sama
dalam kehidupan dan fungsi bisnisnya. Lingkup dan luas keterlibatan tersebut bervariasi dalam
beberapa perusahaan. Sebuah perusahaan juga diakui sebagai bisnis keluarga ketika perusahaan
tersebut dialihkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Kerajinan rotan merupakan industri kreatif yang memanfaatkan bahan dasar dari rotan
yang diolah menjadi barang furniture (perabot) seperti meja, kursi dan barang handicraft
(anyaman) seperti kursi goyang, tudung makanan, ayunan bayi dan lain-lainnya.

Usaha Kerajinan rotan ini dimulai pada tahun 80-an beberapa pengusaha yang dulunya
terpencar di beberapa tempat pindah ke Kecamatan Rumbai, melihat potensi banyaknya pembeli
yang datang ke Rumbai maka pengrajin yang terpencar bergabung disertai untuk meningkatkan
penjualan, bahkan ada pengrajin diluar Kota Pekanbaru ikut bergabung. Hingga saat ini puluhan
pengrajin rotan masih menggelar dagangannya di sepanjang jalan Yos Sudarso Kecamatan
Rumbai Kota Pekanbaru.

Perkembangan pada usaha kerajinan rotan ini tidak lepas dari kerja keras pengrajin rotan
dan konsistensi mereka dalam menjalankan usaha kerajinan rotan tersebut serta peluang yang

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 2


tersedia sehingga usaha ini dapat berkembang dengan baik. Perkembangan yang telah dicapai
masyarakat yang menjadi pengrajin rotan di Kecamatan Rumbai akankah bertahan dan
berkembang untuk masa yang akan datang.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui profil perkembangan usaha
kerajinan rotan dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh pengusaha kerajinan
rotan di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru.

1.2 Kehidupan Kota

Kota Pekanbaru terletak antara 101°14' - 101°34' Bujur Timur dan 0°25' - 0°45' Lintang
Utara. Dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar 5 - 50 meter.
Permukaan wilayah bagian utara landai dan bergelombang dengan ketinggian berkisar antara 5 –
11 meter.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1987 Tanggal 7 September 1987 Daerah
Kota Pekanbaru diperluas dari ± 62,96 Km² menjadi ± 446,50 Km², terdiri dari 8 Kecamatan dan
45 Kelurahan/Desa. Dari hasil pengukuran/pematokan di lapangan oleh BPN Tk. I Riau maka
ditetapkan luas wilayah Kota Pekanbaru adalah 632,26 Km².
Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan menyebabkan meningkatnya kegiatan penduduk
disegala bidang yang pada akhirnya meningkatkan pula tuntutan dan kebutuhan masyarakat
terhadap penyediaan fasilitas dan utilitas perkotaan serta kebutuhan Lainnya. Untuk lebih
terciptanya tertib pemerintahan dan pembinaan wilayah yang cukup luas, maka dibentuklan
Kecamatan Baru dengan Perda Kota Pekanbaru No. 4 Tahun 2003 menjadi 12 Kecamatan dan
Kelurahan/Desa baru dengan Perda tahun 2003 menjadi 58 Kelurahan/Desa.

Kota Pekanbaru merupakan Ibukota Propinsi Riau yang mempunyai jarak lurus dengan
kota-kota lain sebagai Ibukota Propinsi lainnya sebagai berikut :

Pekanbar
Taluk Kuantan = 118 Km
u
  Rengat = 159 Km
  Tembilahan = 21.3,5

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 3


Km
  Kerinci = 33,5 Km
  Siak = 74,5 Km
  Bangkinang = 51 Km
Pasir
  = 132,5 Km
Pangaraian
  Bengkalis = 128 Km
  Bagan = 192,5 Km
  Dumai = 125 Km

Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan menyebabkan meningkatnya kegiatan


penduduk disegala bidang yang pada akhirnya meningkatkan pula tuntutan dan kebutuhan
masyarakat terhadap penyediaan fasilitas dan utilitas perkotaan serta kebutuhan Lainnya. Untuk
lebih terciptanya tertib pemerintahan dan pembinaan wilayah yang cukup luas, maka dibentuklan
Kecamatan Baru dengan Perda Kota Pekanbaru No. 4 Tahun 2003 menjadi 12 Kecamatan dan
Kelurahan/Desa baru dengan Perda tahun 2003 menjadi 58 Kelurahan/Desa.

Kota Pekanbaru berbatasan dengan daerah Kabupaten/Kota :

 Sebelah Utara    :     Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar


 Sebelah Selatan :     Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan
 Sebelah Timur    :    Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan
 Sebelah Barat    :     Kabupaten Kampar

Kota Pekanbaru dibelah oleh Sungai Siak yang mengalir dari barat ke timur. Memiliki
beberapa anak sungai antara lain : Sungai Umban Sari, Air Hitam, Siban, Setukul, Pengambang,
Ukui, Sago, Senapelan, Limau, Tampan dan Sungai Sail.

Sungai Siak juga merupakan jalur perhubungan lalu lintas perekonomian rakyat pedalaman
ke kota serta dari daerah lainnya.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 4


Kota Pekanbaru pada umumnya beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar
antara 34,1º C - 35,6º C dan suhu minimum antara 20,2º C - 23,0º C
Curah hujan antara 38,6 - 435,0 mm/tahun dengan keadaan musim berkisar :

  Musim hujan jatuh pada bulan Januari s/d April dan September s/d Desember.
  Musim Kemarau jatuh pada bulan Mei s/d Agustus

Kelembapan maksimum antara 96% - 100%. Kelembapan minimum antara 46% - 62%.

Kerajinan rotan menjadi salah satu andalan warga Pekanbaru(Riau).selama bertahun-


tahun,puluhan perajin rotan menggelar dagangannya disepanjang Jln.Yos Sudarso. Usaha mareka
kebanyakan berupa mebel rotan dengan berbagai kreasi.

Mebel akan terasa fungsinya jika tidak ada dirumah.kita akan terpaksa duduk berselonjor,
tidur dilantai, membuka laptop dilantai bahakan pakaian akan tergeletak dilantai.akan terasa
manfaat mebel jika hala tersebut tidak kita alami.mebel bukan hanya bermanfaat untuk
kenyamanan dan kerapian semata. Tetapi juga mengusung makna-makna social yang
menegaskan status social.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru. Pemilihan lokasi ini
berdasarkan pertimbangan karena di daerah ini merupakan yang paling potensial pada unit usaha
kerajinan rotan yang akan dijadikan sebagai sentra kerajinan rotan di Kota Pekanbaru. Penelitian
ini dilakukan dari bulan April sampai dengan awal Juni 2013.
Populasi dalam penelitian ini adalah usaha kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru yang terdiri dari 23 usaha. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
metode sensus, jadi sampel dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh usaha kerajinan rotan di
Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru.
Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua jenis data, yaitu
data primer yaitu data yang diperoleh dari responden yang berupa: identitas responden yang
terdiri dari tingkat pendidikan responden, pengalaman usaha, tentang bahan baku, modal usaha,
tenaga kerja, pemasaran produk, biayabiaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan
pendapatan yang diterima dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi dan badan
usaha yang bersangkutan dengan penelitian ini.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 5


Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Teknik observasi yaitu dengan cara pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis
terhadap fakta-fakta yang nampak pada objek penelitian.
b. Wawancara yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan
c. Mengadakan tanya jawab langsung dengan responden dan pihak-pihak lain.
d. Kuisioner, yaitu memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden untuk mendapatkan
data yang diinginkan.
Operasionalisasi Variabel
a. Pendapatan usaha kerajinan rotan adalah pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan
produk (TR) setelah dikurangi biaya produksi (TC).

Π = TR – TC
b. Total Revenue (TR) adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari jumlah barang yang
terjual pada saat tingkat harga tertentu. Menghitung pendapatan total (TR) dengan
mengalikan jumlah barang (Q) dengan harga (P) atau jika dibuat ke dalam rumus fungsi:

TR = Q . P
c. Total Cost (TC) adalah seluruh pengeluaran dari proses produksi yang diperoleh dari biaya
tetap (FC) dijumlahkan dengan biaya variabel (VC), rumus fungsinya:

TC = TFC + TVC
d. Biaya tetap (FC) adalah biaya ataupun pengeluaran yang tidak berubah sebagai fungsi dari
aktivitas suatu bisnis dalam periode yang sama. Dalam usaha Kerajinan rotan, biaya yang
selalu dikeluarkan dalam jumlah yang tetap dalam kurun waktunya yaitu biaya sewa tempat
usaha, dan biaya mesin ataupun peralatan yang dipakai dalam produksi yang mengalami
penyusutan dari aktivitas produksi tersebut. Jadi biaya tetap dalam usaha kerajinan rotan
yaitu total biaya dari sewa tempat usaha dan penyusutan peralatan.
e. Biaya Variabel (VC) adalah pengeluaran yang berkaitan dengan volume produksi, dengan
kata lain pengeluaran bisnis yang tergantung pada tingkat barang yang dihasilkan. Jadi Biaya
Variabel berubah-ubah, sesuai dengan volume produksi yang di kerjakan. Pada usaha
kerajinan rotan Biaya Variabel terdiri dari biaya bahan baku yaitu rotan, biaya tenaga kerja,
paku, cat, dan biaya pendukung produksi lainnya dan dibayar per barang yang diproduksi.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 6


1.3 Prospek Wirausaha

Setelah perjuangan panjang dan melelahkan, akhirnya fajar baru penuh harapan akhirnya
tiba. Adanya kesepakatan tiga menteri yakni Menteri Perdagangan Gita Irawan, Menteri
Perindustrian Mohammad S. Hidayat, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Pekanbaru 3
September 2011, telah memberikan semangat dan harapan baru bagi para pelaku usaha mebel
dan Kerajinan rotan Indonesia untuk kembali dapat memenangkan pasar Internasional yang
selama beberapa waktu telah menghilangkan dari kita.

Respon positif para pembeli luar negeri dalam waktu sangat singkat terasa sangat Kentara
dan semakin Kuat Ketika Menteri Perdagangan Gita Irawan Wirjawan, mengeluarkan Peraturan
yang tertuang dalam Permendag No. 35 tentang Ketentuan Ekspor Rotan yang berisi larangan
ekspor bahan baku rotan, Permendag No.36 tentang 5 Pengangkutan Rotan Antar Pulau, dan No.
37 tentang barang yang dapat disimpan digudang dalam penyelenggaraan sistem resi gudang.

 Pekanbaru yang merupakan sentra industri mebel rotan terbesar di Indonesia sangat merasakan
imbas dari kebijakan tersebut. Perusahaan-perusahaan mebel rotan yang hampir mati mulai
berbenah menyambut order-order dari buyer yang pada mulanya membeli di China.

 Importir yang datang merupakan pelanggan lama dari berbagai negara seperti AS, Kanada,
dan negara-negara Eropa lainnya. Mereka sudah lama menghilang dan mulai mengontak lagi
setelah mendengar ekspor bahan baku rotan di hentikan.

 Dengan di tutupnya ekspor bahan baku rotan, industri mebel dan Kerajinaan rotan yang
bertebarkan di Pekanbaru dan Sentra-sentra lainnya mulai di hampiri para buyer.

 Adanya lapangan ekspor bahan baku rotan tersebut membuat China tidak lagi berani
berpameran mebel rotan di IMM Cologne dari 2 tahun lalu. Trend Perkembangan Ekspor Mebel
dan Kerajinan Rotan yang terus Meningkat Pasca Ditutupnya Ekspor Bahan Baku rotan.

Dalam penyusunan analisa keuangan, digunakan beberapa asumsi-asumsi dasar yang


mengacu pada hasil-hasil perhitungan yang telah dilakukan pada aspek-aspek yang lain, standar

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 7


pembangunan pabrik dan peraturan-peraturan pemerintah yang berkenaan dengan hal itu.
Asumsi-asumsi dasar yang dipakai dalam pengkajian pendirian furnitur rotan ini adalah :

1. Umur ekonomis proyek adalah 11 tahun, dimana 1 tahun merupakan masa persiapan lahan dan
konstruksi serta 10 tahun adalah periode produksi/operasi sesuai dengan umur ekonomis mesin
dan peralatan.

2. Kapasitas produksi adalah sebagai berikut :

 Kapasitas olah : 1.620 Kg rotan /bulan


 Jam operasi : 8 jam per hari
 Hari operasi : 25 hari/bulan atau 300 hari/tahun
 Produksi akhir : kursi single, kursi double, meja
 Bahan baku : rotan
3. Sumber dan struktur permodalan berasal dari modal sendiri 100%.

4. Tingkat suku bunga bank per tahun diasumsikan adalah 20% untuk kredit investasi dan 20%
untuk kredit modal kerja.

5. Perhitungan finansial dilakukan dalam mata uang rupiah dengan nilai tukar (exchange rate) 1
US$ = Rp 13.000,-.
6. Harga bahan baku dan produksi akhir didasarkan pada harga tahun 2015.

7. Pabrik mulai beroperasi pada tahun ke-1 dengan kapasitas 50%, tahun ke-2 beroperasi 75%
dan tahun ke-3 sampai ke-10 pabrik beroperasi penuh (100%) dan tahun ke-0 digunakan untuk
masa persiapan dan konstruksi.

8. Biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus (straight-line method) yang disesuaikan
dengan umur ekonomis masing-masing modal tetap.
9. Biaya perbaikan dan perawatan modal tetap dengan kisaran 2,5 – 5% pertahun dari nilai
investasi barang.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 8


10. Pajak Penghasilan (PPh) dihitung berdasarkan SK. Menteri Keuangan RI No.
598/KMK.04/1994 pasal 21 tentang Pajak Pendapatan Badan Usaha dan Perseroan, sehingga
besarnya pajak yang harus dibayarkan sebagai berikut : apabila pendapatan mengalami
kerugian  maka tidak dikenakan pajak, apabila pendapatan per tahun kurang dari Rp
25.000.000,- maka dikenakan pajak sebesar 10%, selanjutnya bila pendapatan berada antara Rp
25.000.000,- sampai Rp 50.000.000,- maka dikenakan pajak 10% dari Rp 25.000.000,- ditambah
dengan 15% dari pendapatan yang telah dikurangi dengan Rp 25.000.000,-, maka ditetapkan
pajak 10% dari Rp 25.000.000,- ditambah 15% dari Rp 25.000.000,- dan ditambah lagi 30% dari
pendapatan yang telah dikurangi dengan Rp 50.000.000,-.

Tabel Asumsi dan Parameter Teknis Industri Rotan di Provinsi Riau

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 9


Biaya Investasi
Pembangunan industry furniture rotan membutuhkan modal investasi
sebesar Rp.2,278,350,000,-. Modal investasi ini meliputi biaya penyiapan tanah dan studi amdal,
pengerjaan bangunan sipil, pengadaan alat dan mesin, peralatan kantor,dan biaya pra operasi.
Biaya Investasi Industri Furnitur Rotan di Provinsi Riau

Biaya Operasional 
Biaya operasional terdiri atas biaya produksi dan modal kerja. Biaya produksi adalah semua
pengeluaran yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku
menjadi produk jadi. Biaya operasional dikelompokan dalam dua komponen yaitu biaya tetap
dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya selalu konstan tidak tergantung pada
tingkat produksi pabrik. Biaya variabel adalah semua biaya yang akan mengalami perubahan
dengan berubahnya tingkat produksi. Yang termasuk dalam biaya variabel dalam industri
furnitur rotan meliputi biaya bahan bakar, biaya bahan baku, biaya kemasan, biaya bahan
pembantu dan gaji tenaga kerja langsung.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 10


Rincian Gaji Upah Karyawan Industri Furnitur Rotan di Provinsi Riau

Rincian Biaya Perbaikan dan Perawatan Industri Furnitur Rotan di Provinsi Jawa Barat

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 11


Rincian Biaya Penyusutan Industri Furnitur Rotan di Provinsi Riau

Biaya Operasi Industri Furnitur Rotan di Provinsi Riau

Proyeksi Pendapatan
Produksi dan Penjualan per Tahun Industri Furnitur Rotan di Provinsi Jawa Barat

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 12


Proyeksi Laba Rugi
Proyeksi laba rugi merupakan ringkasan penerimaan dan pembiayaan perusahaan setiap periode
akuntansi dan memberikan kemajuan perusahaan dari waktu ke waktu. Net Benefit Cost Ratio
(Net B/C Ratio) merupakan perbandingan antara nilai sekarang (present value) dari net benefit
yang positif dengan net benefit yang negatif.

Laba bersih merupakan nilai yang diperoleh dari pengurangan total penerimaan dengan biaya
operasi, bunga pinjaman dan pajak penghasilan. Industri furniture rotan pada tahun kedua setelah
operasi sudah menghasilkan laba bersih positif. Hal ini menunjukan bahwa industri furniture
rotan berdasarkan penghitungan proyeksi rugi laba yang dilakukan cukup menguntungkan.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 13


Proyeksi Laba Rugi Industri Furnitur Rotan di Provinsi Riau

Proyeksi Aliran Kas (Cash Flow)


Arus kas merupakan laporan penerimaan dan pengeluaran kas yang menunjukkan transaksi uang
tunai yang berlangsung selama periode akuntansi tertentu. Kas masuk yang dimaksud meliputi
laba bersih, penyusutan, nilai sisa modal, modal sendiri dan modal pinjaman. Sedangkan yang
dikategorikan sebagai kas keluar adalah biaya investasi, biaya modal kerja, biaya fasilitas dan
biaya pembayaran pinjaman.

Analisis Kelayakan Usaha


Kriteria kelayakan yang dipakai meliputi NPV, PBP, Net B/C dan IRR yang dapat
menggambarkan apakah proyek masih atraktif untuk direalisasikan.

Hasil perhitungan NPV berdasarkan aliran kas bersih pada proyeksi arus kas industri furnitur
rotan dengan discount factor (DF) 20%, menghasilkan jumlah Rp. 783,427,083,-

Nilai IRR untuk industri furnitur rotan adalah 30,70 lebih besar dibandingkan dengan tingkat
suku bunga yang ditetapkan yaitu 20%.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 14


Nilai B/C ratio industri furnitur rotan adalah 1.1647.

Masa pengembalian modal (PBP) furnitur rotan adalah tercapai selama periode 4.4666 tahun.

Berdasarkan analisis terhadap keempat indikator tersebut, dapat diketahui bahwa  industri
furnitur rotan layak secara finansial.

Proyeksi Aliran Arus Kas industri Furnitur Rotan di Provinsi Riau

Analisis Kelayakan Industri Furnitur Rotan di Provinsi Riau

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 15


1.4 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah sebagaimana disebutkan diatas timbullah
permasalahan yang jika dirumuskan berkisar pada pertanyaan sebagai berikut :

1.      Bagaimanakah prospek usaha industri rotan di kota Pekanbaru?


2.      Adakah kiat-kiat usaha tertentu untuk mengembangkan prospek usaha industri rotan
tersebut?

1.5 Batasan Masalah/Tujuan


Dari hasil penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah :

1.      Untuk mengetahui sejauh mana prospek usaha rotan yang di jalankan oleh para
wirausahawan khusunya dikota Pekanbaru
2.      Untuk mengetahui peran pemerintah daerah dalam mengembangkan usaha kecil.
3.      Untuk mengetahui bagaimana cara pengusaha rotan dalam menjalankan atau mengelola
bisnis yang di jalankan.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 16


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Diambil Dari Buku Literatur

Junaidy, D. W. (2011). Sejarah Singkat Awal Perdagangan Kursi Rotan Internasional,


(A research of Andrew J. Cookson & Ishimura Shinnichi). Rattan Icon Magazine, Vol. 2.
Menjadi mahasiswa riset (kenkyuusei) di Lab. Sejarah dan Budaya Desain di Kyushu University,
Jepang dibawah bimbingan professor Ishimura Shinnichi, pakar sejarah desain furnitur dan
kerajinan menjadi pengalaman sangat berharga. Saya diminta memberikan masukan bagi
penelitian seorang mahasiswa doktoral yang juga historian furnitur. Penelitian disertasi  Andrew
J. Cookson tentang ‘The Early Development of English Rattan Seated Chairs’ yang dilakukan
dengan observasi ke beberapa museum di Cina, Jepang, Indonesia, Inggris dan Belanda. Saya
ikut menyaksikan bagaimana Ia berjuang keras dengan berbagai literatur kuno berkarakter kanji
Cina dan Jepang dalam menghimpun data, dan pada akhirnya, sisi lain dari penelitian tersebut
mencatat kronologi awal industrialisasi rotan di Hindia Timur termasuk di Indonesia.
Periode awal aplikasi anyaman rotan
Pada satu catatan tentang ekskavasi di Provinsi Henan, Cina dituliskan temuan berupa ba jiao
kong yan wen  (八角孔眼纹) atau pola anyaman 6 arah (6-way pattern/diamond) menggunakan
material menyerupai bambu yang tercetak dengan baik pada artefak gerabah dari era dinasti
Shang (1766-1050 SM), disebutkan bahwa teknik menganyam yang tercetak pada artefak
tersebut membuktikan bagaimana teknik ini telah dikuasai dengan baik oleh bangsa Cina. Walau
belum tersedia bukti piktorial terhadap aplikasi pola anyaman 6 arah sebagai alas duduk pada era
tersebut, namun temuan tersebut menjadi indikasi bahwa anyaman pola 6 arah dari Cina menjadi
satu-satunya jenis anyaman yang diadopsi Eropa pada periode awal perdagangan internasional
kursi dengan anyaman rotan (Gambar1.)

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 17


Melalui sebuah literatur, anyaman rotan dalam konteks alas dudukan juga telah ada sejak Dinasti
Liao (916-1125) dalam puisi Sushi (蘇軾) dimana pada salah satu baitnya tertulis bahwa si
penulis terbaring diatas tempat tidur dengan anyaman rotan. Bukti-bukti lainnya tentang awal
mula anyaman rotan dituliskan pada buku instruksi manual ahli kayu Cina yang terkenal Lu Ban
Jing (魯班經) tentang teknik anyaman rotan yang dililitkan pada struktur rangka atap tempat
tidur.
Cukup menarik, Jepang, dimana bahan baku rotan bukan merupakan potensi sumberdaya
alamnya justeru menjaga dengan baik contoh-contoh awal artefak kursi dengan dudukan
anyaman rotan dengan palang sandar bergaya torii-gate jepang, artefak kursi berusia sangat tua
tersimpan dengan baik dalam koleksi di beberapa museum, salah satunya koleksi Shōsōin
periode Nara abad 710-794 (Gambar 3) hingga catatan administrasi pelabuhan di Hirado Jepang
tentangn arus masuk komoditi perdagangan termasuk rotan (Tabel 1). Dari koleksi
preservasi Chinese Craft di Japanese National Heritage Collection memperlihatkan bahwa rotan
kupas untuk anyaman dan lilitan telah populer digunakan kemungkinan sebelum abad ke-8.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 18


Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 19
Periode awal komersialisasi rotan sebagai komoditi perdagangan
Pada awalnya material rotan belum dianggap sebagai komoditas bernilai dalam sejarah okupasi
dan perdagangan bangsa Eropa di belahan Hindia Timur, walaupun material rotan juga
dibungkus dan dipak seperti barang lain yang diperdagangkan namun bahan rotan tidak dianggap
produk komersil sehingga selama berada pada pelayaran maka kumpulan rotan tersebut
dimanfaatkan sebagai balas (penyeimbang) yang ditempatkan pada lambung kapal.

Ketika Perusahaan English East India Company merapat pertamakali di pelabuhan Hirado,


Jepang, di sebelah barat laut Pulau Kyushu pada 1613-1623 sempat dicatat oleh John Osterwick,
staff dari pos dagang tersebut tentang rotan yang diperdagangkan pada September 1615
tertulis ‘rotane…bundells’ yang kemungkinan dikapalkan dari Batavia(Jakarta) dengan kapal
berjuluk Hoziander dimana selanjutnya dikirim kepada pedagang Cina sebagai bahan dasar
pintalan kawat tali. Penggunaan rotan oleh penjelajah Cina sebagai tali kawat pengikat kapal

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 20


yang berlabuh dengan reputasi daya tahannya terhadap beban, sifat kedap air, daya apung,
demikian selanjutnya rotan semakin populer turut digunakan untuk tali berlabuh bagi kapal-kapal
Eropa.
Disebutkan dalam sebuah catatan oleh Georg Meister, seorang berkebangsaan Belanda di Jepang
pada 1682-1685 yang memiliki catatan administrasi tentang perdagangan di Dejima. Ia mencatat
penjualan 30 buah stik tongkat rotan dilengkapi dengan sebuah lambang perusahaan yang dicetak
timbul (jockadeki/rottangth met silver beslach), dalam catatan tersebut juga tertera bahwa
tongkat rotan tersebut diimpor dari Batavia. Demikian pula catatan perdagangan Belanda di
kepulauan Formosa (Taiwan) menuliskan impor produk sejenis tongkat rotan ‘Javanese
Rottangth’ juga dengan lambang pada pada bagian pegangan yang digunakan  sebagai simbol
seremonial bagi otoritas belanda di wilayah tersebut.

Awal apresiasi rotan untuk produk gaya hidup


Sejarah perdagangan rotan sebagai bahan baku dan produk memiliki keterkaitan yang sangat
kuat terhadap ekspansi dagang dan industri bangsa Eropa khususnya Inggris (English East India
Company), Belanda (Dutch East India Company/VOC) serta diaspora Cina pada berbagai pos
dagang Eropa di Hindia Timur seperti Indonesia, Srilanka, India, Taiwan, dls. Berbagai literatur
tentang ekspansi dagang Eropa di Hindia Timur, istilah cane chair bermakna sebagai payung
istilah dari berbagai produk dari keluarga tumbuhan rerumputan seperti bambu, rotan, ilalang
hingga tanaman rambat yang berupa kursi, keranjang, dls.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 21


 a. Pengaruh Cina terhadap inovasi material rotan   
Seiring dengan ekspansi perdagangan Eropa di belahan Hindia Timur, diaspora Cina melalui
misi dagang dan keberadaan tenaga terampil bangsa Cina di pos-pos dagang Eropa sepanjang
pantai Coromandel hingga Indonesia merupakan transfer pengetahuan masif dari bangsa Cina
kepada penduduk lokal. Gaya kursi dinasti Ming dengan dudukan dan sandaran anyaman rotan
menyebar dan terbawa meluas ke Eropa.

Fakta tentang bangsa Cina telah mulai menggunakan kursi duduk, menjadi penting
diinformasikan untuk memberikan gambaran bahwa selain keterampilan teknik juga gaya kursi
Cina pada masa dinasti Ming juga turut mempengaruhi perkembangan gaya kursi bagi bangsa
Eropa. Kursi gaya Ming dengan sandaran punggung kurva S (Gambar 5) merupakan representasi
kemodernan Cina yang memberi pengaruh besar terhadap perkembangan kursi di Inggris. Queen
Anne, kursi dengan sandaran berbentuk vas yang popular di inggris dan daerah-daerah koloni
Amerika utara adalah contoh dari inspirasi kursi pada dinasti Ming (Gambar 5a & 5b)
baik styling maupun adopsi anyaman rotan. Seorang tokoh Taiwan, Fang Hai menerapkan
anyaman pada sandaran punggung kurva S pada kursi Ming yang menjadi arus baru inovasi
adopsi rotan. Sebelumnya sandaran punggung pada kursi Inggris hanya diisi dengan kulit atau
bordir turki (turkey works). Penggunaan anyaman rotan pada sandaran punggung menjadi inovasi
sekaligus genre baru pada industrialisasi kursi.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 22


b. Pengaruh era okupasi English East-india Company
Selain gaya kursi Cina era akhir dinasti Ming atau awl dinasti Qing yang memberikan pengaruh
adopsi rotan pada produksi kursi Eropa, beberapa historian furnitur juga memiliki kesimpulan
lain terhadap momen penting masuknya rotan pada kursi-kursi Eropa. Seperti coba David
Dewing, direktur Geffrye Museum, Inggris menduga ‘borhas’,sebuah alat duduk sederhana
untuk menopang ketika jongkok berbentuk drum (Stool) berbalut anyaman rotan dari bagian
selatan India menjadi satu inspirasi adopsi rotan bagi kursi Inggris pada masa okupasi Inggris di
Hindia Timur.
Dari banyaknya peristiwa sehubungan dengan adopsi rotan pada kursi-kursi Eropa, peristiwa
menarik dibalik peningkatan ekspor impor rotan dalam Industri furnitur di Inggris adalah
bersamaan dengan upaya membangkitkan optimisme industri di London atas tragedi kebakaran
besar di London pada 1666 yang membumihanguskan banyak pabrik di Inggris. Optimisme
industri tersebut disebutkan menjadi awl keterbukaan munculnya bentuk kursi yang lebih
sederhana termasuk menerima ide-ide dari timur seperti pilinan spiral (spiral baluster) sekaligus
penggunaan anyaman rotan. Peristiwa lain yang paling menarik adalah protes asosiasi industri
fabrikasi bahan pelapis (upholstery) yang ketika itu terpuruk karena popularitas anyaman rotan
sebagai substitusi pelapis dudukan wol. Petisi asosiasi industri wol  (London’s Joiners Company)
pada 1689/90 memprotes popularitas penggunaan anyaman rotan yang dianggap menghancurkan
industri wol yang kala itu menjadi pilihan utama bahan pelapis kursi. Sebagian petisi tersebut
berbunyi ”…dudukan kursi dengan bahan rotan Hindia (Indian canes) semakin banyak
digunakan; konsumsi wol Inggris, sutra dan kulit dari Russia demikian pesat menurun; dan
lebih dari 50.000 pekerja dibidang ini kehilangan pekerjaan…”. Maraknya produksi kursi rotan
(cane chair) dengan puluhan ribu kursi termasuk stool dan sofa diproduksi di Inggris setiap

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 23


tahun dan lebih dari 2000 lusin setiap tahun dikirim ke berbagai daerah di dunia, fleksibilitas
rotan pada daerah berkelembaban tinggi jelas mengungguli wol.
Kepopuleran kursi anyaman rotan dengan penampilan stylish dan ringan ini merupakan
terobosan dari gaya furnitur inggris periode sebelumnya yang berat, masif. Perkembangan
selanjutnya hingga akhir abad ke-17 diwarnai dengan peninggian sandaran punggung,
penempatan palang mahkota dengan ornamen ukir berupa malaikat kecil memegang mahkota
(boyes and crowne) dilengkapi anyaman rotan pada dudukan dan sandaran yang
sangat fashioned ketika itu.

c. Pengaruh era okupasi Dutch East-india Company (VOC)


Persaingan ekspansi perdagangan internasional Eropa di Hindia Timur (East India) pada awl
abad ke 16 membentuk jaringan distribusi geografis dari pabrik-pabrik asing di wilayah timur
dan Asia Tenggara dengan berbagai bangsa bekerja pada industri ini yang menjadi dasar
kompleksitas bertemunya berbagai pengaruh seperti ukiran, anyaman, lacquer, motif, dll. 
Komponen furnitur oleh bangsa Eropa dikirim ke Timur kemudian diberi anyaman dan dikirim
ke Negara-negara Eropa. Meskipun tercatat pula batang rotan yang diekspor dari Hindia Timur
ke Eropa selanjutnya dikupas menjadi kulit siap anyam setibanya di London.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 24


Volume perdagangan di Hindia Timur meningkat tajam, dimana kursi-kursi anyaman dibawa
oleh kapal-kapal dagang melalui pos-pos dagang mulai dari Batavia, pantai koromandel, Surat,
Bombay, Madras, dll. Melalui survey terstruktur berbagai kursi-kursi dengan dudukan ratan di
berbagai koleksi di Inggris dan Indonesia maka gaya kursi pesisir (Coastal chair) dengan bahan
kayu gelap ebony yang diekspor dari Hindia Timur (Pantai Coromandel, Srilanka dan Maluku,
Indonesia) merupakan bibit kursi generasi industri pertama dari Hindia Timur. Kursi pesisir kayu
ebony (Mollucan chair) dengan anyaman rotan yang di bawa melalui kapal melalui pelabuhan
dan pos-pos dagang Belanda di pesisir Jawa selama 350 tahun okupasinya di Indonesia. Sentra
industri ukir kayu di Jepara, yang mereproduksi Kursi  Indo-Dutch & Indo-Portuguese dengan
dudukan dan sandaran anyaman diekspor dengan volume yang tinggi khususnya ke Inggris dan
Belanda. Melalui tulisan singkat ini, nampak bahwa rotan telah menjadi komoditi industri
internasional sejak tahun awal abad 1600, dimana bangsa-bangsa Hindia Timur termasuk
Indonesia, memberikan pengaruh besar bagi perkembangan perdagangan global.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 25


2.2 Kultur Kehidupan Kota

Kota Pekanbaru terletak antara 101°14´ - 101°34´ Bujur Timur dan 0°25´ - 0°45´ Lintang
Utara. Dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar 5 - 50 meter.
Permukaan wilayah bagian utara landai dan bergelombang dengan ketinggian berkisar antara 5 –
11 meter. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1987 Tanggal 7 September 1987
Daerah Kota Pekanbaru diperluas dari ± 62,96 Km² menjadi ± 446,50 Km², terdiri dari 8
Kecamatan dan 45 Kelurahan/Desa. Dari hasil pengukuran/pematokan di lapangan oleh BPN Tk.
I Riau maka ditetapkan luas wilayah Kota Pekanbaru adalah 632,26 Km².
Berbicara tentang mata pencaharian, tentulah setiap kota atau daerah memiliki ciri khas yang
berbeda. Seperti yang kita tahu, masyarakat kota Riau terbagi 2 yaitu Riau daratan dan Riau
kepulauan yang dipisahkan oleh selat malaka, mata pencaharianya pun terlihat agak sedikit
berbeda, sebagian besar masyarakat Pekanbaru-Riau daratan (dumai, pekanbaru) ber mata
pencaharian sebagai petani, karena itulah pemerintah sangat menjaga kelestarian pedesaan dan
sector pertanian Riau. Tidak heran bila kita melihat banyak sekali sawah disana, masyarakat
Riau ini ada yang mempunyai sawah sendiri atau bahkan menyewa dengan dengan orang lain
untuk mendapatkan penghasilan. Masyarakat Riau senang bertani karena daerahnya masih subur
dan hijau. Selain bertani, mereka juga mengandalkan perkebunan, terutama perkebunan kelapa
sawit yang biasanya dibentuk di daerah dataran tinggi. Kelapa sawit ini biasanya diekspor ke
kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung dll. Selain itu ada sebagian kecil masyarakatya yang
bermata pencaharian melalui pertambangan minyak bumi.

Berbeda dengan Riau kepulauan (batam, tanjung pinang), masyarakatnya lebih banyak yang
mencari penghasilan melalui memancing atau menjadi nelayan, karena mereka tinggal
dikepulauan tentulah mereka menyenangi laut, ikan yang terkenal di daerah ini yaitu ikan salai,
yang biasa dimasak cabai hijau oleh masyarakat sana.

Riau merupakan salah satu suku bangsa yang kaya akan sumber daya alam, baik kekayaan yang
terkandung di perut bumi yaitu berupa minyak dan gas bumi, emas, dll. maupun kekayaan hutan
dan perkebunannya, belum lagi kekayaan sungai dan lautnya. Dalam perekonomian, tenaga kerja
masyarakat Riau salah satunya yaitu perkebunan. Perkebunan yang berkembang adalah
perkebunan karet dan perkebunan kelapa sawit, baik itu yang dikelola oleh negara ataupun oleh

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 26


rakyatnya.

Selain perkebunan, kurang lebih sekitar 55 % masyrakat Riau bermata pencaharian petani, dan
sektor pertanianlah yang memiliki potensi utama yang harus dikembangkan. karena kepulauan
Riau memiliki tanah yang subur sehingga termotivasi untuk menjadikan lahan pertanian. Mereka
menanami berbagai macam tanaman yang sangat baik untuk dikembangkan contohnya seperti
buah-buahan, sayuran, kelapa, kopi, nenas, cengkeh, palawija, holtikultura. Penanaman tersebut
pun juga disesuaikan dengan lahan-lahan yang strategis. Masyarakat Riau pun juga
mengembangkan usaha budidaya perikanan.
Perekonomian
Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2005 adalah sebesar 6,57%.
Sektor-sektor yang tumbuh dengan baik (lebih cepat dari pertumbuhan total PDRB) pada tahun
2005 antara lain sektor pengangkutan dan komunikasi (8,51%), sektor industri pengolahan
(7,41%), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (6,89%), sektor jasa (6,77%), serta
sektor perdagangan, hotel dan restoran (6,69%).
PDRB Perkapita Provinsi Kepulauan Riau dalam lima tahun terakhir (2001-2005) cenderung
mengalami kenaikan. Pada tahun 2001 PDRB Perkapita (Atas Harga Berlaku – Tanpa Migas)
sebesar Rp.22,808 juta, dan pada tahun 2005 meningkat sehingga menjadi sebesar Rp.29,348
juta. Namun secara riil (tanpa memperhitungkan inflasi) PDRB Perkapita (tanpa gas) pada tahun
2001 hanya sebesar Rp.20,397 juta dan pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar Rp.22,418
juta.

2.3 Contoh Wirausaha Yang Telah Berhasil

Profil Pemilik :
1.      Nama pemilik              : Sugianto
2.      Tempat, tanggal lahir  : Padang, 01 Desember 1962
3.      Asal                             : Padang, sumatra barat
4.      Agama                         : Islam

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 27


5.      Pendidikan terakhir     : SLTA

6.      Mulai usaha                 : 1993/1994

Sejarah Usaha :
Usaha ini dimulai dari tahun 1993/1994 oleh pak Sugianto, usaha ini merupakan usaha
yang memang diwariskan secara turun temurun oleh keluarga pak sugianto. Usaha ini dibuka
jauh sebelum jembatan Siak III dibangun dan akses untuk menyeberangi sungai siak dengan
menggunakan fery. Tak hanya itu kondisi rumbai masa itu masih bisa terbilang sepi.

Tempat Usaha :
            Usaha ini beralamat di Rumbai pekanbaru. Disisi kiri dari jembatan siak 3 

Tenaga Kerja :
            Jumlah tenaga kerja yang diberdayakan terdiri dari 15 orang, dari 15 itu seluruhnya berjenis
kelamin laki-laki Dan setiap satu orang pekerja dapat menghasilkan produk biasa dengan tingkat
kesulitan kecil maksimal 4 unit/hari. Dan untuk produk dengan tigkat kesulitan besar, setiap
pekerja dapat menghasilkan 1 unit/3 hari.

Untuk tenaga kerja, pemilik usaha menggunakan 3 orang tenaga kerja skill dan 12 tenaga
kerja biasa. Untuk tenaga kerja skill digunakan untuk memproduksi mebel yang tingkat
kesulitannya besar sedangkan tenaga kerja biasa diberdayakan untuk memproduksi produk yang
tingkat kesulitannya kecil. 

Tenaga kerja yang memiliki skill didapat bukan melalui instansi khusus, melainkan
tenaga kerja bisa yang gigih dan mau bila pemilik usaha melatihnya. Perektutan tenaga kerja
yang dilakukan pak sugianto bukan melalui promosi dan iklan, namun melalui perekrutan kepada
kerabat maupun tetangga  yang tingkat kesulitannya besar sedangkan tenaga kerja biasa
diberdayakan untuk memproduksi produk yang tingkat kesulitannya kecil.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 28


Gambar : 2 Karyawan sedang melakukan proses perakitan Rotan

Gambar : Memanaskan Rotan agar lentur

Jenis Produksi

Jenis produksi di Dona Rotan dilihat dari tingkat Kesulitannya.


Mudah :
1.      Tongkat
2.      Hulahup
3.      Tudung saji

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 29


4.      Alas makan / piring

Sedang :
1.      Bakul nasi
2.      Tempat lampu
3.      Keranjang sawit
4.      Keranjang pakaian
5.      Jemuran pakaian
6.      Pemukul kasur
7.      Pembatas

Sulit :
1.      Mainan kuda – kudaan
2.      Ayunan bayi
3.      Kursi goyang
4.   Satu set kursi ruang tamu

Proses pembuatan Kursi Rotan

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 30


Tahap pengecatan

Omset Penjualan :
        Untuk omset penjualan, pemilik usaha tidak dapat memastikan seberapa banyak dia dapat
menjual produknya karena keuntungan penjualan diperoleh berdasarkan pemesanan yang
dilakukan konsumen secara langsung.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 31


Hasil olahan Rotan yang sudah siap dipasarkan

Laporan Keuangan :

Komponen biaya :
Biaya tetap :
·        Tempat                          : Rp.500.000/bulan
·        Bunga                            : Rp. 20.000/bulan (0,1 %)
Total pengeluaran/bulan          : Rp.520.000

Biaya tidak tetap  :


·        Gaji Karyawan      :
-         Tingat mudah       :Rp.8.000/unit x 45 unit/bulan        = Rp.360.000
-         Tingkat sedang     :Rp.15.000/unit x 20 unit/bulan      = Rp.300.000
-         Tingkat sulit         :Rp.150.000/unit x 2 unit/bulan       = Rp.300.000
      Total pengeluaran untuk gaji karyawan                            = Rp.960.000/org

·        Bahan baku                   : Rp.250.000/kwintal x 2,5      = Rp.625.000


·        Kompresor                    : Rp. 1.450.000/unit x 1           = Rp.1.450.000
·        Mesin jahit                    : Rp.1.200.000/unit x 1            = Rp.1.200.000
·        Kuas                              : Rp.10.000/unit x 5                = Rp.50.000
·        Tiner                              : Rp.20.000/unit x 5 kaleng     = Rp.100.000
·        Cat                                 : Rp.30.000/kaleng(500 ml)x  = Rp.150.000
·        Kertas pasir                   : Rp.4.500/lembar x 90 lmbr    = Rp.405.000
·        Gergaji                          : Rp. 75.000/unit x 2                = Rp.150.000
Total pengeluaran                                                                    = Rp.4.130.000/bulan

Perbandingan omset penjualan industri Rotan di Rumbai

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 32


      No           Industri        Penjualan   
       1        Dona Rotan            10jt
       2           Firdau Rotan            13,3 jt
       3        Rian Rotan            8,6 jt

Dari tabel diatas, hasil penjualan dari 3 industri rotan tersebut berbeda. Dari yang dilihat, perabot
rotan berada pada posisi pertama untuk omset penjualan, Dona rotan yang kedua dan pelangi
rotan yang ketiga.perbedaan omset ini terjadi karena beberapa kemungkinan. Yaitu :
1.     Selera dari konsumen berbeda-beda
2.     Kualitas dari produk yang dihasilkan dari masing-masing industri juga berbeda
3.     Letak industri yang kurang strategis, jika dibandingkan dengan industri rotan yang omset
penjualannya besar(perabot rotan)

Perlengkapan yang digunakan :

1.      Gergaji
2.      Mesin jahit
3.      Kertas pasir
4.      Paku
5.      Palu
6.      Cat pernis
7.      Cat biasa
8.   Gas

Rotan yang telah di haluskan

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 33


Gambar : Cat, Tiner dan sebagainya

Sumber Bahan Baku :


Sumber bahan baku 50% berasal dari Mentawai, Sumatra Barat dan 50% lagi
dari Riau( lipat kain, tapung). Bahan yang berasal dari Sumbar sudah setengah jadi yaitu sudah
melalui proses pabrik dan memiliki kualitas yang lebih baik dan harga nya pun lebih tinggi.
Sedangkan bahan baku yang berasal dari Riau kualitasnya tidak sebaik bahan baku
dari Sumatra Barat, hal ini dikarenakan bahan baku dari Riau di proses secara manual.

Program pemerintah terhadap usaha ini :


Dalam hal ini pemerintah tidak memberikan bnatuan dalam bentuk dana langsung,
melainkan memberikan pelatihan wirausaha kepada para pemilik usaha yang pada pelatihan
tersebut akan dihadiri oleh lembaga keuangan bank, dan disanalah nantiknya akan terjadi suatu
kerjasama melalui lobi antara pihak bank dan pengusaha tersebut.

Kendala Usaha :

Kendala yang dihadapi dalam usaha ini :


1.      Kesulitan dalam pengontrolan karyawan karena ada beberapa jenis produk tertentu yang harus
di awasi dari proses pembuatan awal sampai selesai dan karena banyak nya cabang yang dimiliki
2.      Tanah tempat usaha ini berdiri masih milik orang lain dan saat pemilik tanah ini datang dan
ingin menggunankan tanah itu maka pemilik usaha harus mencari tempat baru lagi
3.   Teknologi yang digunakan adalah mesin yang nantimya dignakan untuk menghaluskan rotan dari
hutan atau menjadikan rotan menjadi rotan dengan kualitas baik. Kendalanya adalah jika pemilik
usaha menginginkan penggunaan mesin itu harus join bersama pengusaha rotan lainnya. Karena

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 34


penggunaan mesin ini memerlukan modal besar dan biasa digunakan oleh usaha menengah atas.
Sementara pak sugianto merupakan usaha kecil menengah.

Contoh hasil karya industri rotan yang telah siap di pasarkan

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 35


BAB III

METODOLOGI

3.1 Lokasi Wirausaha

Sentra kerajinan Rotan yang berada di Jalan Yos Sudarso, Rumbai, Pekanbaru. Foto: Rio
Sunera / tripriau.com

Furniture rotan seakan tidak pernah ada matinya. Meskipun penggunaan furniture dari
material lain seperti kayu, bambu dan besi sempat mendominasi, rotan tetap mendapat tempat
bagi para pecintanya.

Furniture rotan sudah terkenal dari dulu. Di Riau sendiri, pada tahun 90an rotan sudah
mendominasi pasaran furniture. Berbagai perabotan dan alat-alat rumah tangga dari rotan
menjadi incaran. Baik bagi masyarakat sendiri, maupun dijadikan oleh-oleh bagi para wisatawan.

Sentra rotan di Riau terletak di Jalan Yos Sudarso, Rumbai. Di sepanjang kiri jalan – bila
menuju ke luar kota - Anda akan melihat berbagai macam perabotan dan hiasan rumah terbuat
dari rotan. Deretan hasil kerajinan rotan ini akan langsung mencuri perhatian Anda.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 36


Mulai dari berbagai macam kursi, seperti kursi tamu, kursi goyang, kursi anak, dan kursi
santai. Tak hanya itu, barang yang sering dicari pelanggan selain kursi adalah tudung saji,
ayunan bayi, piring rotan dan keranjang.

Di sini Anda juga akan menemukan berbagai barang rumah tangga lainnya yang menarik.
Anda juga bisa memiliki gantungan lampu, keranjang loundry, hulahup, kuda-kudaan untuk
anak, anak, bahkan pot bunga yang terbuat dari rotan. Banyak pilihan yang bisa Anda temukan
ketika menyambangi sentra rotan di Rumbai.

Salah satu pengrajin sedang mengerjakan pesanan keranjang di sentra kerajinan rotan Rumbai,
Pekanbaru. FotoL Rio Sunera / tripriau.com

Salah satu pedagang rotan yang kita jumpai , Sugianto, mengaku sudah berjualan di
Rumbai sejak tahun 1994. Tak hanya sebagai penjual, Sugianto juga merupakan pengrajin rotan
yang handal. Meskipun sudah memiliki sejumlah karyawan, Sugianto tetap turun tangan dalam
proses pembuatan produk, untuk memastikan kualitas.

Hingga saat ini Sugianto memiliki sekitar 13 orang pengrajin yang membantunya untuk
memenuhi permintaan pelanggan terhadap perabotan dan barang rumah tangga dari rotan.

Produk yang dijual oleh Sugianto merupakan produk handmade. “Semua proses dalam


pembuatannya dilakukan oleh pengrajin, mbak. Mulai dari kerangka, penganyaman, hingga
finishing,” ujar Sugianto.
Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 37
Pengrajin tidak menyediakan produk dalam jumlah banyak, “Kalau mau beli dalam
jumlah banyak, harus dipesan dulu, baru kita buatkan,” jelas Sugianto.

Sugianto juga mengatakan, untuk membuat satu kursi tamu dengan model yang rumit,
membutuhkan waktu sekitar 6-7 hari, sedangkan dengan model sederhana membutuhkan 3-4
hari. Untuk barang-barang lain yang lebih simple tentunya tak memakan waktu lama dalam
pembuatannya.

Untuk pembuatan rangka dan penganyaman dilakukan di rumahnya, sedangkan unntuk


finishing, Sugianto sengaja membawa hasil kerajinan para pengrajin ke kedai. “Untuk finshing
kita kerjakan di kedai, mbak. Biar  para pembeli yang datang juga dapat melihat proses
pembuatan kerajinan rotan,” jelas Sugianto.

Untuk bahan baku rotan, Sugianto dan pengrajin lainnya menggunakan rotan hasil
Indonesia. Baik itu rotan pabrikan, atau pun rotan yang diambil dari pencari rotan langsung.

Biasanya, rotan yang digunakan oleh pengrajin di sini merupakan Rotan setengah jadi
yang siap olah.

Adapun jenis-jenis rotan yang mereka gunakan adalah rotan getah, rotan danar, rotan
semambu dan rotan sega. Adapun rotan pabrikan yang mereka pakai adalah rotan manau yang
telah dipoles, ritrit, kor dan tali pengikat.

Harga yang ditawarkan untuk produk rotan ini pun tidak terlalu mahal, jika kita
bandingkan dengan perabotan dari material lainnya.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 38


Sentra Kerajinan Rotan di Rumbai, Pekanbaru. Foto: Rio Sunera / tripriau.com

Untuk satu kursi tamu atau kursi santai, Sugianto menawarkan dengan harga Rp 450.000.
Kursi anak-anak seharga Rp 100 ribu, kuda-kudaan Rp 120 ribu. Sedangkan untuk piring rotan,
hanya berkisar Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu saja.

Hasil kerajinan rotan ini sering dijadikan cindera mata bagi pemudik untuk kerabat di
kampung. “Yang sering beli itu orang-orang dari Pekanbaru yang mau pulang ke daerahnya.
Makanya semua kedai-kedainya menumpuk di sebelah kiri, biar pelanggan gak susah-susah
mutar lagi,” ujar Sugianto sambil tersenyum.

3.2 Lingkup Wirausaha


Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 39
Secara garis besar penataan tempat usaha industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai
Kota pekanbaru belum tertata dengan baik, adapun permasalahannya sebagai berikut:

1) Lahan yang dipakai berada di sepanjang koridor jalan Yos Sudarso yang mana mengalami
pelebaran sehingga mengakibatkan pengggusuran dan penyempitan areal usaha.

2) Areal usaha bercampur dengan usaha komersil lainnya.

3) Kondisi bangunan usaha tidak teratur sebagian besar memakai lahan drainase jalan sehingga
memaksa bentuk bangunan usaha menjadi bangunan panggung, bangunan fisiknya non
permanen dan semi permanen (dindingnya terbuat dari papan, atapnya berupa seng).

Dari permasalahan diatas akan mempengaruhi pemasaran produk industri kerajinan rotan
di Kecamatan Rumbai Kota pekanbaru, semakin bagus penataan usaha maka pemasaran produk
lebih mudah dilakukan.

Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan penataan tempat
usaha pada industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru adalah perlu adanya
pembangunan tempat usaha yang khusus untuk kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru (Sentra Rotan). Pemerintah Kota Pekanbaru telah merencanakan pembangunan sentra
rotan di Kecamatan Rumbai pada lahan seluas 3,1 hektar. Dengan adanya sentra rotan ini akan
menunjang produktivitas usaha kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai hanya saja pada saat ini
pembangunan sentra rotan ini terhambat karna status kepemilikan tanah yang belum jelas.

3.3 Kebutuhan Data

a. Data Primer

Sumber data primer yang digunakan adalah data hasil wawancara yang dilakukan
oleh bapak Sugianto selaku pengusaha kerajinan rotan di daerah kecamatan Rumbai. Wawancara
ini membahas tentang hal-hal dasar dari wirausaha kerajinan rotan meliputi cara memulai bisnis
kerajinan rotan, kekurangan dan kelebihannya, omzetnya, persaingan usahanya, dan alasan
narasumber memilih kelapa sawit sebagai ladang bisnis.

b. Data Sekunder

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 40


Sumber data skunder yang digunakan adalah dokumntasi studi atau dapat disebut
dengan literatur dari berbagai sumber studi, baik itu buku maupun internet. Sumber data skunder
dalam hal ini sangat membantu dalam melengkapi kebutuhan data. Dari buku dan internet kita
dapat memperoleh data yang lebih variatif dan aktual.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan makalah ini ada beberapa metode pengumpulan data yang dilakukan
oleh penulis, yaitu :

a. Wawancara

Wawancara informasi merupakan salah satu metode pengumpulan data untuk


memperoleh data dan informasi dari siswa secara lisan. Proses wawancara biasanya
dilakukan dengan cara tatap muka secara langsung dengan narasumber, namun dalam hal
ini penulis melakukan wawancara dengan media telepon, hal ini dilakukan mengingat
tidak memungkinkan jika dilakukan wawancra secara langsung.

Penulis melakukan wawancara guna mengganti informasi yang seharusnya dapat


diperoleh dari observasi. Melalui wawancara penulis mendapat informasi mengenai hal-
hal yang terjadi dilapangan tanpa harus melihat secara langsung ke lokai penanaman.

Proses wawancara dilakukan via telepon pada Sabtu, 26 November 2016 pukul
19.00 – 20.00. Narasumber adalah seorang pegawai direktorat pajak yang baru merintis
usaha kerajinan rotan selama 2 tahun terakhir. Pada proses wawancara, wawancara tidak
berlangsung secara terstuktur namun dengan cara bertukar pikiran dengan narasumber.
Hasil wawancara yang dilakukan bukan dalam bentuk data kuantitatif melainkan data
kualitatif, dimana keteangan – keterangan tersebut dapat dijadikan informasi tambahan
pada penulisan makalah.

b. Studi Dokumenter (documentary sudy)

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 41


Studi dokumenter merupakan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,gambar
maupun elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai),
dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu
dan utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau
melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumuen yang dilaporkan
dalam penelitian adalah hasil analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut.
Dibandingkan dengan metode lain, maka metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti
apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode
dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati. Dalam menggunakan
metode dokumentasi ini peneliti memegang check-list untuk mencari variabel yang sudah
ditentukan. Apabila terdapat/muncul variabel yang dicari, maka peneliti tinggal
membubuhkan tanda check atau tally di tempat yang sesuai. Untuk mencatat hal-hal yang
bersifat bebas atau belum ditentukan dalam daftar variabel peneliti dapat menggunakan
kalimat bebas.

Metode dokumentasi makalah ini didapatkan dari berbagai variabel berupa buku,
surat kabar, profil daerah, dan informasi lain yang berhubungan dengan makalah ini.
Materi – materi tersebut didapat dari buku maupun literatur internet.

3.5 Analisa Data

Dalam analisis data ini penulis menggunakan analisis deskriptif, yaitu metode
pengambilan data dari objek penelitian dengan mengumpulkan data melalui penyajian
pertanyaan atau kuesioner. Informasi yang diperoleh dari responden ditabulasikan dan diolah
serta dijabarkan dengan memberikan gambaran-gambaran keadaan atau kondisi tentang industri
kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai serta dikaitkan dengan teori-teori yang ada hubungan nya
dengan permasalahan-permasalahan yang dibahas.

3.6 Gagasan Usaha

Jenis barang yang diproduksi dalam industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru tergolong dalam dua kelompok, yaitu perabotan rumah tangga (furniture) dan barang-

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 42


barang anyaman. Yang membedakan antara produk furniture dengan anyaman adalah harga jual
dan pemakaian bahan baku pada produk furniture lebih besar dari pada produk anyaman. Harga
jual 500 ribu kebawah merupakan harga jual produk anyaman, sedangkan harga jual 500 ribu
keatas merupakan harga jual produk furniture.

Produksi furniture meliputi: seperangkat meja-kursi tamu, meja-kursi teras, meja-kursi


makan. Sementara itu produksi barang anyaman, meliputi: kursi goyang, ayunan anak bayi,
keranjang pakaian, keranjang barang, tudung makanan, parsel, dan barang hiasan lainnya. Pada
umumnya industri produk jadi rotan ini membuat semua jenis barang/produk. Pembuatan barang
anyaman seperti keranjang parsel biasanya memanfaatkan momen perayaan hari-hari besar
seperti hari Idul Fitri, Idul Adha, perayaan Natal, dan Imlek. Sedangkan produk furniture di buat
setiap bulannya hingga satu tahun penuh.

Sesuai dengan fungsinya, rotan yang dipakai dalam industri produk jadi rotan di
Kecamatan Rumbai adalah rotan rangka dan rotan anyaman. Jenis rotan yang digunakan sebagai
rangka dalam produk yaitu rotan manau, danan, tabutabu, semambu, getah, karena sifatnya yang
kuat dan lentur sedangkan jenis rotan seperti rotan core dan fitrit digunakan untuk anyaman
karena sifatnya lebih lentur.

Bahan baku yang digunakan untuk industri produk jadi rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru berupa rotan bulat dan belahan yang sudah mengalami proses Wased dan Sulphurized
(W and S). Jadi rotan yang digunakan dalam industri kerajinan rotan merupakan rotan yang
sudah menjadi barang setengah jadi. Bahan baku industri rotan di Kecamatan Rumbai diperoleh
dari beberapa daerah di Provinsi Riau, yaitu dari Desa Pantai Raja Kecamatan Kampar kiri, Desa
Rantau Berangin, Ujung Batu Rohil dan beberapa pengumpul rotan yang ada di Kuansing.
Disamping itu bahan baku rotan ini juga didatangkan dari beberapa daerah di luar Provinsi Riau
seperti Sumatera Barat, Medan dan Jawa Barat. Modal awal atau dana merupakan salah satu
faktor yang sangat penting untuk memulai suatu usaha. Dana berfungsi sebagai biaya pembelian
bahan baku dan peralatan barang guna melakukan kegiatan produksi disamping untuk membayar
upah tenaga kerja dan biaya-biaya lainnya.

Berdasarkan data yang didapat, terdapat 6 pengusaha atau 26,08% yang menggunakan
modal Rp. 15.000.000 – Rp. 20.000.000, kemudian ada 4 orang pengusaha atau 17,40% yang

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 43


menggunakan modal antara Rp. 9.000.000 – Rp. 14.000.000, dan sebanyak 13 orang pengusaha
atau 56,52% yang menggunakan modal antara Rp. 3.000.000 – Rp. 8.000.000. Jadi dapat
disimpulkan bahwa modal awal para pengrajin rotan tergolong rendah yaitu antara Rp 3.000.000
– Rp 8.000.000. Dan dapat dijelaskan bahwa sumber modal pengusaha industri kerajinan rotan di
Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru paling banyak berasal dari modal sendiri yang berjumlah 17
orang atau 73,91% sedangkan sisanya menggunakan modal pinjaman dari pemerintah yaitu
sebanyak 6 orang atau 26,09%. Dapat disimpulkan bahwa pengusaha rotan kurang mendapatkan
bantuan modal baik dari pihak pemerintah maupun lembaga keuangan lainnya untuk
mengembangkan usahanya.

Perkembangan modal usaha industri kerajinan rotan dilihat dari total asset ataupun
kekayaan usaha, terdapat 2 orang pengusaha atau 8,70% yang memiliki asset usaha diatas Rp.
58.000.000, 1 orang pengusaha atau 4,35% memiliki asset usaha antara Rp. 48.000.000 – Rp.
58.000.000 dan Rp. 37.000.000 – Rp. 47.000.000. Sedangkan total asset usaha yang paling
banyak dimiliki pengusaha industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai yaitu antara Rp.
15.000.000 – Rp. 25.000.000 sebanyak 13 orang atau 56,52%.

Tenaga kerja pada industri kerajinan rotan pada umumnya tidak menggunakan tenaga
ahli karena proses produksi rotan masih menggunakan alatalat yang sederhana dan bersifat
tradisional. Berdasarkan data di lapangan terdapat 18 orang pengusaha atau 78,26% yang
menggunakan tenaga kerja antara 1-4 orang. Sebanyak 3 orang pengusaha atau 13,04%
menggunakan tenaga kerja antara 5-8 orang dan 1 orang pengusaha yang menggunakan tenaga
kerja antara 9- 12 serta diatas 12 orang dan pendidikan tenaga kerja pada industri kerajinan rotan
di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru paling banyak berpendidikan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) yaitu sebanyak 55 Orang atau 56,70%. 26 Orang tenaga kerja atau 26,80% berpendidikan
Sekolah Dasar (SD) selebihnya sebanyak 16 orang yang rata-rata adalah pengusaha industri
kerajinan rotan sendiri atau 16,50% berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Rata-rata hasil produksi kerajinan rotan, pada kursi tamu penjualan terbanyak berkisar
antara 1-2 set perbulan yaitu sebanyak 20 orang pengusaha atau 86,96%, untuk kursi teras
penjualan terbanyak antara 1-2 set perbulan yaitu sebanyak 18 orang pengusaha atau 78,26%,
untuk kursi goyang penjualan terbanyak berkisar antara1-4 unit perbulan yaitu sebanyak 19

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 44


orang atau 82,61%, sedangkan untuk ayunan bayi penjualan terbanyak berkisar antara 1-4 unit
perbulan yaitu sebanyak 16 orang pengusaha atau sekitar 69,58%.

Daerah pemasaran produk yang dihasilkan, dipasarkan dalam Kota Pekanbaru sebesar
65,22% atau 15 pengusaha, luar Kota Pekanbaru sebesar 26,08% atau 6 pengusaha sedangkan
antar provinsi sebesar 8,70% atau 2 pengusaha. Artinya para pengusaha industri kerajinan rotan
di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru sebagian besar terkonsentrasi pemasaran pada pasar local
karena Kota Pekanbaru merupakan Ibu Kota Provinsi Riau. Pendapatan bersih usaha yang
terbanyak adalah antara 3.000.000 – 3.999.999 dan lebih dari Rp. 5.000.000 yaitu sebanyak
masing-masing 7 pengusaha atau 30,43%.

Pendapatan bersih usaha antara 2.000.000 – 2.999.999 sebanyak 6 pengusaha atau


26,09%, pendapatan bersih usaha antara 4.000.000 – 4.999.999 sebanyak 2 pengusaha atau
8,70%, dan pendapatan usaha antara 1.000.000 – 1.999.999 sebanyak 1 pengusaha atau 4,35%.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh
pengusaha kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai adalah tergantung kepada seberapa besar total
penjualan produk jadi rotan, total biaya produksi, dan seberapa banyak para pengusaha tersebut
dapat menguasai pasar dan memperluas segmen pasarnya sehingga dapat menjaring banyak
konsumen.

3.7 Analisis SWOT

a. Strengths / Kekuatan
Kelebihan dari usaha ini ialah produk yang dipasarkan atau yang dipesan cenderung
dalam jumlah yang banyak. Sehingga walaupun keuntungan per satu barang relative sedikit,
tetap akan mendatangkan penghasilan yang banyak jika pesananya besar. Selain itu, usaha ini
juga memiliki sumber tenaga kerja yang luas. Sehingga tidak terjadi ketergantungan pada
produksi di satu daerah saja, akan tetapi tetap memiliki pemasok yang lain.
b. Weakness / Kelemahan
Kelemahan dari usaha rotan ini ialah terjadinya ketergantungan terhadap pesanan dari
perusahaan dagang. Maksutnya ialah bahwa produksi kerajinan dilakukan jika ada pesanan,
sehingga pengerajin tidak bisa memproduksi barang secara besar-besaran. Sebenarnya bias-bisa
saja kita produksi barang secara besar. Akan tetapi, barang-barang yang sudah diproduksi harus

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 45


menunggu pesanan dulu untuk kemudian bias dipasarkan. Jika barang sudah diproduksi akan
tetapi tidak ada pesanan, maka ada kemungkinan untuk terjadinya kerugian.

c. Opportunities / Kesempatan

Kalau kita lihat dari keadaan usaha, sebenarnya bayak peluang untuk lebih
mengembangkan usaha ini. Diantaranya dengan lebih mengembangkan jenis produk-produk
yang bisa dipasarkan di dalam negeri walau tanpa perantara perusahaan dagang. Hal ini bisa
dilakukan dengan  memasarkannya secara on line, karena pasar on line memiliki cangkupan
pasar yang cukup luas. Jika usaha bisa diperlebar, maka tenaga kerjapun akan lebih banyak lagi
yang bisa ditampung.

d. Threats / Ancaman
Ada dua macam hal yang bias berpengaruh terhadap usaha ini, ancaman yang dataang
dari luar, dan yang berasal dari dalam usaha ini sendiri. Ancaman dari luar bisa berupa
langkanya bahan baku yang tersedia kaerna tidak dapat memproduksi bahan baku sendiri.
Sedangkan kemungkinan ancaman dari dalam berupa menurunnya kualitas produk jika tidak
diawasi dengan baik, hal ini berhubungan dengan barang ekspor yang kualitasnyapun harus tetap
dijaga. Karena orang luar cenderung melihat kualitas dari pada kuantitas. Jika kualitas ini tidak
bias dipertahankan, maka ada kemungkianan penolakan produk yang sudah dikirim.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 46


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Uraian Tentang Wirausaha

A. Perkembangan usaha kerajinan rotan


Dalam rangka menampilkan hasil terbaik dari desain produk industri  furniture rotan dan
kerajinan rotan Indonesia serta peningkatan promosi dan pemasaran pengembangan industri
pengolah rotan nasional maka diadakan pameran Produk Furniture Rotan dan Kerajinan Rotan
Indonesia, pameran ini diikuti oleh  produsen furniture dan kerajinan rotan Indonesia,yang
tergabung dalam anggota ASMINDO dan AMKRI.  Pameran ini diselenggarakan dari tanggal 27
sampai dengan 30 Nopember 2007.

Untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan rotan nasional  dapat dilihat dari
perkembangan industri rotan  sebagai berikut :  

1.  Potensi Bahan Baku Rotan

 Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia, diperkirakan 80%  bahan baku
rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, sisanya dihasilkan oleh Negara lain seperti :
Philippina, Vietnam dan negara-negara Asia lainnya.

Daerah penghasil rotan yaitu  P. Kalimantan, P. Sumatera, P. Sulawesi dan P. Papua dengan
potensi rotan  Indonesia sekitar 622.000 ton/Tahun

 2.  Perkembangan Industri Pengolahan Rotan (2003- 2006 )   

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 47


Pada periode 2003 – 2006, kapasitas industri pengolahan rotan nasional hanya mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 0,38% per tahun atau hanya meningkat dari 545.405 ton/tahun
menjadi 551.585 ton/tahun dan realisasi produksinya menurun dari 381.784 ton pada tahun 2003,
menjadi 372.761 ton pada tahun 2006 atau mengalami pertumbuhan sebesar rata-rata - 0,79% per
tahun.

Volume ekspor Rotan olahan mengalami penurunan dari 193.078 ton pada tahun 2003 menjadi
172.782 ton pada tahun 2006 atau turun rata-rata sebesar – 3,63% per tahun, namun di sisi lain
nilainya meningkat dari US$ 359 juta menjadi US$ 399 juta atau naik rata-rata 3,58% per tahun.
Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan harga jual ekspor per satuan produk rotan olahan.
Sementara itu untuk impor  rotan olahan, meskipun volume dan nilainya  relatif kecil
dibandingkan dengan volume dan nilai ekspornya, namun pertumbuhannya sangat pesat,
sehingga perlu diwaspadai baru pada periode 2003 – 2006, impor rotan olahan meningkat dari
788 ton (senilai US$ 1,41 juta) meningkat  menjadi 2.709 ton (senilai US$ 3,74 juta) atau
volume impor mengalami pertumbuhan sebesar rata-rata 50,92% per tahun, sedangkan nilainya
naik rata-rata sebesar 38,43% per tahun.

Industri rotan sebagian besar berlokasi di Pekanbaru dan sekitarnya. Pada periode 2001 – 2004,
baik jumlah perusahaan, produksi, ekspor maupun penyerapan tenaga kerja di sub sektor industri
pengolahan rotan di Pekanbaru mengalami peningkatan, dimana jumlah perusahaan meningkat
dari 923 unit usaha menjadi 1.060 unit usaha, produksi meningkat dari 62.707 ton menjadi
91.181 ton, ekspor meningkat dari 32.871 ton (senilai US$ 101,67 juta) menjadi 51.544 ton
(senilai US$ 116.572 juta) dan penyerapan tenaga kerja meningkat dari 51.432 orang menjadi
61.140 orang. Namun sejak tahun 2005, baik produksi, ekspor maupun penyerapan tenaga kerja
di sub sektor industri pengolahan rotan di Pekanbaru mengalami penurunan yang cukup
signifikan. Dan penurunan tersebut berlanjut pada tahun 2006.

Pada tahun 2007, beberapa produsen mebel rotan di Pekanbaru mengalami penurunan produksi,
diantaranya yang semula dapat mengekspor sebanyak 120 kontainer per bulan, saat ini hanya
mampu mengekpor 15–20 kontainer, bahkan sudah ada yang tidak berproduksi lagi. Hal tersebut
disebabkan oleh sulitnya memperoleh bahan baku rotan yang berkualitas, namun sebaliknya di
negara pesaing bahan baku tersebut lebih mudah didapatkan. Akibatnya banyak pengusaha rotan
Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 48
kecil yang semula sebagai sub kontraktor tidak memperoleh pekerjaan lagi, sehingga
menimbulkan banyak pengangguran. Disamping itu, juga berdampak terhadap terhambatnya
pengembalian kredit oleh industri pengolahan rotan ke perbankan (alias kredit macet). Apabila
hal ini tidak segera diatasi, maka bisa jadi industri pengolahan rotan akan menjadi semakin
terpuruk.

Penurunan industri pengolahan rotan, baik yang terjadi pada skala nasional maupun di sentra
industri Cirebon sejak tahun 2005 disinyalir penyebabnya adalah dikeluarkannya SK Menteri
Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan, yang
memperbolehkan ekspor bahan baku rotan dan rotan setengah jadi (ditambah lagi dengan
mengalirnya bahan baku rotan ke luar negeri secara illegal), mengakibatkan industri pengolahan
rotan di dalam negeri sulit mendapatkan bahan baku. Di lain pihak, industri pengolahan rotan di
negara-negara pesaing, terutama China dan Taiwan berkembang lagi secara pesat, sehingga
merebut pangsa pasar dan potensi pasar ekspor produk rotan dari Indonesia.

Disisi lain ekspor produk rotan China yang pada pada tahun 2002 masih berimbang dengan
Indonesia sebesar US $ 340.000, pada tahun 2006 telah meningkat 4 kali lipat, sementara
Indonesia sebagai penghasil bahan baku rotan kegiatan ekspor produk rotannya  menurun.

3.  Kebijakan di Bidang Perotanan dan Dampaknya Terhadap Industri Rotan Nasional

Sebelum tahun 1986, Indonesia merupakan pengekspor bahan baku rotan terbesar di dunia,
sedangkan industri pengolahan rotan nasional pada saat itu belum berkembang.

Sejak tahun 1986, yaitu dengan dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 274/KP/X/1986
tentang larangan ekspor bahan baku rotan, industri pengolahan rotan nasional mengalami
perkembangan yang sangat pesat yaitu meningkat dari hanya 20 perusahaan menjadi 300
perusahaan. Sementara itu, industri pengolahan rotan di luar negeri (Taiwan dan Eropa) yang
bahan bakunya mengandalkan pasokan dari Indonesia banyak yang mengalami kebangkrutan dan
mengalihkan usahanya ke Indonesia, khususnya di daerah Pekanbaru.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 49


 Dalam perkembangan selanjutnya ketika ekspor bahan baku rotan dibuka kembali pada tahun
2005, yaitu dengan dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005
tentang Ketentuan Ekspor Rotan, industri pengolahan rotan nasional perkembangannya mulai
terhambat dan kegiatan usaha tersebut menjadi lesu, sehingga  berdampak pada terjadinya
pengangguran, kredit macet, berkurangnya perolehan devisa dan menurunnya kontribusi industri
pengolahan rotan nasional dalam pembentukan PDB. Sebaliknya di negara-negara pesaing
seperti China, Taiwan dan Italia industri pengolahan rotannya bangkit kembali dan berkembang
sangat pesat.

4. Permasalahan yang dihadapi Industri Pengolahan Rotan antara lain

·   Bahan Baku

Industri pengolahan rotan nasional mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku


yangdisebabkan antara lain adanya kebijakan ekspor bahan baku rotan  serta masih maraknya
penyelundupan rotan ke luar negeri

Produksi penguasaan teknologi finishing masih ketinggalan  serta desain produk-produk rotan
olahan masih ditentukan oleh pembeli dari luar negeri (job order).

·   Pemasaran

Masih lemahnya market intelligence, mengakibatkan terbatasnya informasi pasar ekspor.

5. Strategi Pengembangan

Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh industri pengolahan rotan tersebut diatas
dikembangkan strategi sebagai berikut :

Peninjauan kembali kebijakan ekspor bahan baku rotan serta   peningkatan pemberantasan
penyelundupan rotan ke luar negeri.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 50


Peningkatan kemampuan market intelligence, dengan mengoptimalkan fungsi Atperindag dan
perwakilan diplomatik di luar negeri, aktif mengikuti event-event pameran produk rotan yang
bergengsi di Luar Negeri.

6.  Tindak lanjut Kebijakan

Untuk membangkitkan kembali industri pengolahan rotan nasional diperlukan dukungan dari
semua pihak (pemangku kepentingan) untuk saling bekerjasama secara sinergis dengan
mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi, kelompok maupun sektoral.

Perlu dilakukan peninjauan kembali tentang Ketentuan Ekspor Rotan yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005, dalam rangka menjamin
kontinuitas pasokan bahan baku rotan di dalam negeri, serta peningkatan daya saing produk
barang jadi rotan di luar negeri.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 51


 

B. Memulai usaha kerajinan rotan

Kerajinan rotan telah memiliki pasar ekspor yang cukup besar, dan akan terus memiliki
peluang pasar yang besar di luar negeri hal ini disebabkan :

 Indonesia adalah salah satu negara penghasil rotan terbesar. Karena Indonesia memiliki
hutan yang luas, dan rotan hanya akan tumbuh di wilayah yang masih banyak hutannya.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 52


 Proses pembuatan produk kerajinan rotan, furniture maupun accessories, yang kebanyakan
berbentuk anyaman, mengandalkan kerajinan tangan dan hanya sedikit alat atau mesin
yang digunakan. Dimana orang-orang Indonesia sudah memiliki keahliannya sejak jaman
dahulu, dan terus berkembang hingga sekarang.
 Tenaga kerja di Indonesia relatif lebih murah dibandingkan dengan negara-negara maju,
sehingga membuat harga produk menjadi lebih kompetitif. Hanya negara-negara
berkembang dan memiliki bahan baku rotan yang akan selalu menjadi kompetitor
Indonesia seperti Vietnam, Myanmar, Thailand dan Philipina.

Namun, akhir-akhir ini kejayaan ekspor kerajinan rotan mendapat ancaman yang cukup besar
justru datang dari pemerintah sendiri, di mana Kementerian Perdagangan membuat kebijakan
tentang diperbolehkannya ekspor rotan mentah.

Analisa kerugian dan dampak negatif dari kebijakan Ekspor Bahan Baku Rotan (bahan mentah)

 Tidak ada nilai tambah untuk ekspor rotan mentah, sebagaimana apabila rotan telah diolah
menjadi produk seperti furniture dan aneka kerajinan lainnya. Yang tentunya akan
memiliki nilai ekspor yang jauh lebih tinggi.
 Tidak ada tenaga kerja yang bisa diserap, yaitu tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
membuat kerajinan rotan. Karena proses pembuatan kerajinan rotan mengandalkan tangan
manusia dan bukan mesin.
 Mematikan atau melemahkan usaha pengrajin/produsen kerajinan rotan, karena akan
kekurangan stok bahan baku rotan. Seperti yang pernah terjadi ketika rotan mentah
diijinkan untuk ekspor, banyak pengrajin rotan yang ikut mati usahanya, karena
kelangkaan bahan baku rotan.
 Semakin melemahkan daya saing pengrajin/produsen/eksporter produk dari rotan
Indonesia terhadap kompetitor dari Negara lain seperti China, Vietnam dan Malaysia. Hal
ini disebabkan negara-negara kompetitor memiliki infrasruktur dan sarana untuk produksi
dan perdagangan ekspor yang lebih maju serta dukungan kebijakan dari pemerintahnya,
yang membuat produk bisa menjadi lebih murah di pasar internasional. Sementara
pengrajin/produsen kita dibiarkan bersaing sendirian dengan sarana infrastruktur yang
minim dan berbagai kebijakan pemerintah yang menyebabkan ekonomi berbiaya tinggi.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 53


 Ekspor rotan mentah ternyata juga tidak akan menaikkan harga rotan mentah di tingkat
petani rotan, dan hanya akan menguntungkan para tengkulak (pengepul rotan mentah dari
petani rotan). Karena tidak ada regulasi dari pemerintah tentang pengadaan barang dan
harga rotan, serta petani tidak memiliki posisi tawar yang cukup baik untuk menaikkan
harga rotan mentah terhadap tengkulak.

Usulan tentang sebaiknya yang dilakukan untuk pengembangan Kerajinan Rotan :

 Melihat bahan baku rotan sebagai sebuah asset yang memiliki nilai strategis untuk
menguasai pasar kerajinan rotan di dunia. Sehingga menjualnya ke luar negeri sebagai
produk jadi merupakan sebuah kebenarann. Dan menjualnya dalam keadaan bahan mentah
adalah sebuah kesalahan dalam konteks manfaat yang sebesar-besarnya untuk kepentingan
rakyat.
 Melihat rotan sebagai asset yang mempunyai nilai tambah dan sumber daya alam yang
bisa membuka lapangan pekerjaan dan menarik investasi. Menarik investasi untuk
pengembangan ekspor produk jadi rotan, bukan untuk ekspor rotan mentah.
 Memperbaiki infrastruktur maupun sarana yang berkaitan dengan pengembangan produksi
dan ekspor kerajinan rotan. Salah satu hal yang mendesak adalah membuat pergudangan
untuk stok rotan yang dibeli dari petani rotan, sehingga akan berdampak pada :
– Rotan tidak menumpuk pada petani
– Menghilangkan penyelundupan rotan mentah ke luar negeri
– Petani rotan di untungkan dengan harga dari pemerintah, dan bukan dari tengkulak.
– Pengrajin/produsen rotan mudah mendapatkan bahan baku rotan.
 Mengatasi ekspor illegal atau penyelundupan rotan mentah ke luar negeri, yang jelas-jelas
merugikan bangsa dan rakyat Indonesia.
 Membantu penelitian dan pengembangan bahan baku rotan agar tetap lestari dan
berkelanjutan.

Anda sebagai karyawan di sebuah perusahaan, akan tetap bisa bekerja seperti biasa dan
memiliki penghasilan tambahan dari sumber lain. Besarnya tidak pernah anda bayangkan
sebelumnya. Jika anda seorang ibu rumah tangga, tidak ada salahnya anda mencoba menjalankan
usaha ini. Berangkat dari keterbatasan modal dan waktu sebagai ibu rumah tangga, anda bisa

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 54


memberikan kejutan luar biasa kepada suami. Keinginan untuk menjadi kaya bisa terwujud
segera tanpa hambatan yang berarti.

Menjalankan Peluang Usaha Sampingan Kerajinan Rotan memiliki resiko kerugian yang


sangat kecil. Hal ini disebabkan karena kebutuhan masyarakat akan Kerajinan Rotan semakin
meningkat. Apalagi daya beli masyarakat saat ini semakin tinggi. Mereka memilih produk dalam
negeri yang berkualitas yang bisa menunjang pemasukan negara. Dengan demikian berarti anda
telah membantu program pemerintah dalam mengurangi jumlah kemiskinan dan pengangguran. 

Hal pertama yang perlu anda persiapkan untuk menjalankan usaha sampingan ini adalah
niat dan mental. Setelah itu, belajarlah lebih lanjut mengenai seluk beluk usaha ini. pengetahuan
anda merupakan modal besar yang harus anda miliki untuk menjalankan usaha dengan baik.
Setelah itu anda bisa memulai usaha Kerajinan Rotan ini dengan kerja keras, keyakinan yang
mantap dan tidak pernah merasa bosan. Ingatlah bahwa dengan kekayaan yang anda dapatkan
nanti anda bisa membeli masa depan sejak dini. Hidup anda dan keluarga akan lebih terjamin.
Siapapun dan bagaimanapun anda, jangan ragu untuk segera melangkah. Kunci sukses finansial
yang paling mujarab adalah Peluang Usaha Sampingan Kerajinan Rotan yang dijalankan secara
serius dan dengan kerja keras yang tinggi. 

Jika Anda ingin mengetahui mengenai informasi Peluang Usaha Sampingan Kerajinan Rotan,
silahkan lihat di bawah ini:

Rotan merupakan tumbuhan khas tropika yang tumbuh di kawasan hutan tropika basah
yang heterogen. Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah yang berawa, tanah kering,
hingga tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan dapat mencapai 2900
m di atas permukaan laut. Semakin tinggi tempat tumbuh, maka rotan semakin jarang dijumpai.
Rotan juga akan semakin sedikit di daerah yang berbatu kapur (Januminro 2000).

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 55


Pada saat ini sudah ditemukan delapan suku rotan yang tumbuh di Indonesia,
yakni Calamus, Daemonorops, Khorthalasia, Plectocomia, Ceratolobus, Plectocomiopsis,
Myrialepsis, dan Calospatha.  Dari 8 suku tersebut, total jenisnya di Indonesia mencapai tidak
kurang dari 306 jenis. Penyebaran rotan tersebut meliputi pulau Kalimantan sebanyak 137 jenis,
Sumatera sebanyak 91 jenis, Sulawesi sebanyak 36 jenis, Jawa sebanyak 19 jenis, Irian sebanyak
48 jenis, Maluku sebanyak 11 jenis dan Sumbawa sebanyak 1 jenis (Januminro 2000).
Penyebaran rotan di Pulau Kalimantan hampir merata, yang paling terbesar adalah Kalimantan
Barat dan Timur sedangkan pusat pembudidayaan rotan yang paling dominan terdapat di
Kalimantan Tengah. Penyebaran rotan di pulau Sulawesi terdapat di sekitar daerah Kendari,
Kolaka, Towuti, Donggala, Gorontalo, Poso, Palopo, Buton, dan Pegunungan Latimojong.
Penyebaran rotan yang paling utama di pulau Sumatera terdapat di daerah Lampung, Jambi,
Bangka, Belitung, Riau, Sumatra Barat (Widodo 1993).
Berdasarkan cara pertumbuhannya, rotan dibedakan menjadi dua yaitu rotan yang
tumbuh secara berumpun dan yang tumbuh secara tunggal. Rotan yang tumbuh secara berumpun
biasanya memiliki ukuran yang lebih kecil dan tumbuh berkelompok di tepi sungai, seperti rotan
Sega (Calamus caesius), rotan Ahas (Korthalsia angustifolia BI), dan rotan Jermasin (Calamus
leocojolis). Sedangkan rotan yang tumbuh secara tunggal hanya menghasilkan satu batang
selama hidupnya, contohnya rotan Tunggal (Calamus laevigatus) dan rotan Besar
(Daemonorops angustifolia) (Rachman 1990, diacu dalam Pramudiarto 2006).

Rotan Sega

Rotan Manau (Calamus Manan) secara umum memiliki warna batang kuning lansat,
dengan diameter batang berkisar 25 mm, panjang ruasnya 35 cm dengan total panjang batang
bila dewasa mencapai 40 meter. Batang tumbuh dengan cara merambat di antara batang dan
ranting pohon. Batang tersebut tumbuh tunggal dan tidak berumpun. Warna batang hijau tua dan

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 56


kering menjadi kekuning-kuningan. Daun Rotan Manau bertipe majemuk menyirip dengan
panjang daun sekitar 4 m.

Rotan Manau

Rotan yang memiliki sifat dan memenuhi syarat serta berkualitas baik untuk berbagai
keperluan industri berjumlah 128 jenis. Sementara itu, rotan yang sudah umum diusahakan atau
diperdagangkan dengan harga tinggi untuk berbagai keperluan baru mencapai 28 jenis saja. Jenis
rotan lainnya belum begitu tersentuh karena kecilnya potensi dan belum dikenal sifat-sifatnya
(Januminro 2000). Jenis rotan yang bernilai komersial di Indonesia biasanya ada yang dipungut
dari hutan alam dan ada juga yang berasal dari hasil budi daya petani rotan.

Bagian dari tanaman rotan yang paling banyak dimanfaatkan adalah bagian batangnya,
terutama batang yang sudah tua. Batang rotan yang sudah tua umumnya dimanfaatkan untuk
bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Disamping bagian batang, bagian lain seperti
akar, buah, dan getah dari beberapa jenis rotan juga dapat dimanfaatkan. Akar dan buah rotan
digunakan sebagai bahan obat tradisional. Sementara getahnya dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan industri farmasi. Tabel 2 menyajikan
pemanfaatan dari beberapa jenis rotan. Setiap batang rotan juga memiliki kegunaan yang
beragam, tergantung pada jenis hasil olahan, diantaranya:

1. Kulit rotan (peel) dimanfaatkan untuk berbagai jenis anyaman, lampit, tikar, tas,
keranjang, dan sebagai bahan pengikat. Pemanfaatan didasarkan pada warna, elastisitas/
kekuatan, dan kelurusan bukunya.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 57


2. Hati rotan dimanfaatkan untuk berbagai bahan pembuatan keranjang dan tali pengikat.
Penggunaanya didasarkan pada elastisitas, tingkat keawetannya, kehalusan hasil serutan,
dan ada tidaknya cacat.
3. Limbah kulit dan hati rotan dimanfaatkan untuk keperluan industri petasan, pengisian jok
mobil/ kursi, dan lainnya.
Rotan di Indonesia umumnya tumbuh di hutan-hutan lebat yang ditumbuhi oleh pohon karena
rotan termasuk jenis tumbuhan pemanjat. Tabel 3 menyajikan 20 provinsi di Indonesia yang
memiliki potensi dalam menghasilkan bahan baku rotan.

Potensi Produksi Bahan Baku Rotan Indonesia

Taksiran potensi rotan yang dimiliki Indonesia dapat menurun karena luas kawasan hutan yang
dimiliki semakin berkurang yang disebabkan oleh adanya kebakaran hutan, pembukaan lahan

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 58


untuk perkebunan besar, dan gangguan lainnya. Hal tersebut tidak hanya dapat mengurangi
potensi rotan yang dihasilkan, tetapi juga dapat memusnahkan potensi tumbuhan rotan yang
tersedia dan tumbuh di hutan alam.

C. Produk yang dapat di hasilkan dari usaha Kerajinan Rotan


Bahan Baku Utama
Bahan baku utama industri kerajinan rotan adalah rotan olahan setengah jadi baik
berukuran besar maupun kecil. Sebelum diolah menjadi kerajinan rotan, rotan dipanen setelah
masak tebang untuk memperoleh rotan yang berkualitas. Pemanenan yang dilakukan tidak tepat
dapat menghasilkan warna tidak cerah dan keriput. Pada rotan tanaman masak tebang
diperkirakan antara 7-8 tahun untuk rotan berdiameter kecil dan 12-15 tahun untuk rotan
diameter besar. Untuk pemanenan di hutan alam biasanya ditandai: sebagian daun menguning
dan mengering, kelopak daun berwarna coklat kehitaman dan rontok, dan batang berwarna hijau
tua. Pemanenan dilakukan pada musim kemarau untuk memudahkan pengeringan dan tunggak
sisa panen tidak membusuk. Pemanenan dilakukan dengan memotong pangkal batang rotan dan
selanjutnya ditarik dari rumpun atau batang pengait. Penarikan ini dapat menyebabkan batang
rotan putus atau rusak terutama untuk rotan dengan diameter besar.

Setelah dipanen bagian ujung rotan dipotong untuk menghilangkan bagian yang muda.
Bagian muda ini dapat merusak rotan dengan terserang jamur dan menurunkan mutu bahan
menjadi keriput setelah mengering. Bagian batang yang tua selanjutnya dibersihkan dari duri,
kelopak dan kotoran. Pada jenis rotan yang mengandung silika dilakukan proses runti, yaitu
dengan melewatkan rotan pada sepotong bambu kemudian ditarik berulang-ulang atau memukul-
mukul rotan dengan kayu. Rotan yang telah dibersihkan selanjutnya dipotong sesuai permintaan.
Rotan berdiameter besar biasanya dipotong sepanjang 3 meter dan rotan diameter kecil dipotong
sepanjang 6 meter. Selanjutnya rotan ikatan menjadi bundelan untuk dibawa kepengumpul.
Pegangkutan dilakukan sesuai dengan jarak dan alat transportasi yang tersedia, biasanya ditarik
oleh pemungut atau hewan ternak, diangkat dengan gerobak atau perahu. Pada proses

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 59


pengangkutan terjadi kerusakan baik fisik seperti tergores, retak, pecah dan biologis seperti
serangan jamur.

Pengumpul rotan selanjutnya mensortir untuk mendapatkan rotan yang berkualitas dan
selanjutnya dijemur 2-3 hari menghasilkan rotan asalan/rotan bulat basah/UWS (unwashed and
sulphurized). Rotan ini memiliki kadar air di atas 20%. Selanjutnya adalah proses pengolahan
rotan menjadi bahan mentah.

Proses Penanganan Rotan

keterangan:

a. Rotan dari hutan, b. Pengasapan dengan uap belerang, c. Penjemuran, d. Rotan siap dikirim

Pengolahan rotan menjadi bahan mentah: Bahan mentah diperoleh dari rotan asalan mengalami
beberapa proses seperti pencucian, penggorengan, penjemuran, pengasapan disebut rotan bulat
berkulit/WS, pembelahan, pemolesan dan pemotongan disebut bahan mentah. Sortimen yang
dihasilkan berupa berupa rotan bulat berkulit, rotan kikis buku, rotan polis kasar dan rotan belah

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 60


kasar. Pelaksanaan pengolahan rotan berdiameter besar berbeda dengan rotan berdiameter kecil
(Dransfield dan Manokaran, 1996 dan Rachman dan Jasni, 2006).

1. Rotan Besar

Langkah-langkah pengolahan dari rotan asalan menjadi rotan bahan mentah. Pengolahan ini
dilakukan untuk memperoleh bahan mentah yang berkualitas. Pada pengolahan rotan ini banyak
mengadopsi dan pengembangan dari berbagai daerah di Indonesia. Setiap tahapan proses
kegiatan memiliki tujuan yang berbeda. Penggorengan bertujuan mempercepat pengeluaran air,
getah-getah dari dalam batang rotan. Penggosokan bertujuan menghilangkan kotoran dan noda
dari batang rotan. Sedangkan pengasapan bertujuan untuk meningkatkan warna dan kilap batang
rotan.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 61


Diagram Pengolahan Rotan Bahan Mentah untuk Ukuran Diameter Besar Sumber: Rachman dan
Jasni (2006)

2. Rotan Kecil

Pada rotan kecil tidak dilakukan penggorengan karena lebih mudah mengering sehingga tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk menjemur. Pengolahan dilakukan dengan 2 (dua) cara
yang masing-masing menghasilkan rotan kering udara. Natural cane merupakan rotan batang
alami baik kulit maupun warnanya yang dapat dibuat barang jadi dengan harga yang tinggi.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 62


Diagram Pengolahan Rotan Asalan menjadi Rotan Bahan Mentah Sumber: Rachman dan Jasni
(2006)

Pengolahan rotan menjadi barang setengah jadi dan barang jadi: Pengolahan barang setengah jadi
menghasilkan produk seperti rotan bulat kupasan, kulit rotan, hati rotan dan berupa komponen
mebel terpisah. Sedangkan barang jadi adalah produk siap pakai yang terdiri dari mebel, tikar,
lampit, keranjang, krei, lampu dan lain-lain. Pada beberapa industri pengolahan barang setengah
jadi dan barang jadi biasa menjadi satu sehingga sulit membedakan tahap pengolahannya.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 63


Pengolahan barang setengah jadi Proses pengolahan rotan besar dan rotan kecil berbeda sesuai
dengan pemanfaatannya. Pada rotan besar proses yang dilewati meliputi: polis kasar, polis halus
dan pengampelasan (mesin), kikis kulit/scraping (mesin kupas), pemutihan (pengasapan atau
bahan kimia), pembengkokan/pelengkungan (bakar/steaming/bahan kimia). Selanjutnya barang
setengah jadi dapat di bundling untuk dikirim atau diolah untuk memperoleh barang jadi. Pada
rotan kecil biasanya melalui proses pembelahan, kecuali sebagai natural cane pada barang jadi.
Proses yang dilewati meliputi: Perendaman, pembelahan, Trimming kulit, pembentukan hati,
pencucian, pemutihan, conditioning dan selanjutnya dapat di bundling.

Bahan Penolong
Bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan untuk membantu proses produksi maupun
hasil proses diluar dari bahan baku utama. Bahan penolong yang digunakan adalah kayu, besi,
serat pelepah pisang, eceng gondok, pandan laut, dan rotan sintetik (plastik).

Bahan Penunjang
Bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan untuk melengkapi proses produksi adalah
kemasan.

D. Faktor yang harus diperhatikan dalam proses pengembangkan usaha


kerajinan rotan

Pengolahan rotan asalan dan setengah jadi menjadi suatu produk sangat
tergantung pada tujuan dan bentuk barang yang diinginkan. Sedangkan proses pembuatan produk
sangat tergantung pada kreasi, imajinasi, dan keterampilan pembuatnya. Proses pembuatan
barang jadi merupakan gabungan proses mekanik (pemotongan dan pengolahan rotan) dan
pengerjaan seni tradisional (pembentukan produk jadi secara manual). Pengusahaan barang jadi
rotan merupakan usaha yang padat karya atau menyerap banyak tenaga kerja manusia yang
memiliki keterampilan. Proses pembuatan furniture rotan secara umum terdiri dari beberapa
tahap, sebagai berikut.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 64


Proses Produksi Furnitur Rotan

Persiapan bahan baku


Pada tahap ini bahan baku dipersiapkan mulai dari jenis rotan, dan ukuran rotan yang
dipakai. Selain itu dipersiapkan juga bahan penolong seperti dempul, amplas, sending sealer, top
coat, pewarna, dan tinner.
Pembentukan Rotan
Pada tahap ini dilakukan pengukuran bahan baku dengan mempertimbangkan spilasi
ukuran. Setelah itu dilakukan pemotongan bahan baku yang telah dibuat ukurannya. Dalam

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 65


pemotongan akan dilakukan juga pembuatan sambungan antar rangka mebel. Setelah
pemotongan selesai, kemudian dilakukan pembengkokan sesuai dengan model atau tipe yang
direncanakan. Pembengkokan dapat dilakukan dengan cara dipanaskan dengan kompor semprot
atau steaming oven.

Perakitan
Proses ini merupakan kegiatan merangkai komponen-komponen yang telah dibuat
sebelumnya. Perakitan harus dilakukan oleh pekerja yang terampil dan berpengalaman karena
sangat menentukan bentuk, ukuran dimensi, dan proses selanjutnya.

Pre-finishing, Finishing, pengeringan, dan seleksi


Pre-finishing terdiri dari beberapa tahapan yaitu amplas dasar, dempul, dan
pengomporan. Sedangkan pada kegiatan finishing terdiri dari pewarnaan,
penyemprotan melamin sending sealer, amplas sending, penyemprotan melaine top coat.
Pembuatan rangka
Proses pembuatan rangka rotan di pengrajin akan melalui beberapa tahapan. Pada proses
awal rotan akan diberi perlakuan steam (pemanasan) di dalam suatu tabung alumunium
berbentuk silinder memanjang selama 1,5 jam. Tabung steam (pemanasan) dapat memuat
sebanyak 60 batang rotan berdiameter 26-28 mm untuk sekali pemanasan. Proses pemanasan ini
dilakukan dengan uap panas yang dihasilkan dari proses perebusan air yang dihubungan dengan
tungku pembakaran. Kegiatan ini bertujuan untuk memudahkan pengrajin dalam membentuk
rotan sesuai dengan rancangan bentuk produk yang akan dihasilkan karena biasanya rotan akan
menjadi lebih lentur. Setelah proses pemanasan, rotan akan dikeluarkan dari dalam tabung dan
mulai dibentuk dengan menggunakan alat tertentu (catok). Komponen yang sudah dibentuk
tersebut kemudian akan disambungkan atau disatukan dengan menggunakan paku sehingga
terbentuk rangka utama. Bekas sambungan antar komponen pada rangka biasanya akan ditutupi
dengan kulit rotan yang tipis sehingga akan tampak lebih rapi. Kegiatan ini disebut dengan
proses ikat. Pada tahapan akhir akan dilakukan proses dekor yaitu kegiatan penambahan
beberapa komponen kecil pada rangka utama sehingga rangka terlihat menarik dan bernilai
artistik. Proses dekor ini disesuaikan dengan gambar rancangan produk yang telah dibuat oleh

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 66


perusahaan. Setelah itu produk akan diperiksa kelayakannya oleh mandor (QC) sebelum
diangkut ke perusahaan.

Alat Steam

Proses Pembentukan Rotan

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 67


Proses Perakitan Komponen

Proses Ikat

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 68


Proses Dekor

Produk Awal

Proses Pembuatan Rangka Furnitur Rotan


Pembuatan Anyaman
Tahapan yang dilakukan dalam proses pembuatan anyaman rotan tidak terlalu rumit
seperti pembuatan rangka rotan. Dalam pembuatan anyaman diperlukan keterampilan, ketelitian,
dan kesabaran pengrajin sehingga dihasilkan anyaman yang baik dan bernilai seni. Bahan baku
yang biasanya dipakai dalam pembuatan anyaman yaitu filtrit dengan ketebalan 3 mm. Kegiatan
awal yang dilakukan adalah memotong filtrit untuk membentuk rangkaian anyaman dasar yang
akan dilekatkan pada bagian rangka. Rangkaian anyaman dasar tersebut akan ditempelkan

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 69


dengan menggunakan paku. Setelah dasar anyaman terbentuk, filtrit akan dianyam secara
berselang-seling dan bergantian hingga terbentuk suatu anyaman. Produk anyaman yang sudah
jadi akan diperiksa kelayakannya oleh mandor anyam. Hal-hal yang diperhatikan antara lain
kerapihan dan kekuatan anyaman. Setelah dinyatakan layak, produk anyaman tersebut akan
diangkut ke perusahaan untuk diproses lebih lanjut.

Proses Penganyaman

Finishing furnitur
Produk furniture yang telah selesai dikerjakan oleh pengrajin akan memasuki
tahap finishing  yang akan dilakukan di perusahaan. Sebelum dilakukan pewarnaan, produk
furniture rotan akan diservis dasar terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki
kerusakan kecil yang terdapat pada produk yang mungkin timbul pada saat pengangkutan dari
pengrajin ke pabrik. kemudian dilakukan kegiatan cabut bulu yang bertujuan untuk
menghilangkan bulu-bulu halus yang terdapat pada anyaman rotan dengan menggunakan
kompor. Kegiatan ini dilakukan sebentar saja sampai bulu-bulu halus hilang. Lalu dilanjutkan
dengan proses amplas dasar yang biasanya menggunakan amplas kasar. Setelah melalui proses
amplas dasar, produk furniture akan diperiksa lagi oleh mandor amplas (QC). Pemeriksaan ini
dilakukan untuk melihat tingkat kehalusan permukaan produk furniture.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 70


Tahapan awal pada proses finishing adalah memberi warna dasar pada produk dengan
menggunakan cat dasar dan dilanjutkan dengan pemberian sanding sealer. Setelah itu produk
dibiarkan sampai benar-benar kering. Produk yang masih kurang baik penampilan warnanya
akan diamplas kembali. Pengamplasan kembali biasanya terjadi pada produk anyaman karena
sering terdapat penumpukan cat pada bagian sisi-sisi anyaman sehingga penyebaran warna
produk tidak merata. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan amplas kasar untuk
mengurangi gumpalan cat pada sisi anyaman, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan
amplas halus atau amplas bekas yang bertujuan untuk menghaluskan kembali permukaan
anyaman sehingga kelihatan lebih baik. Setelah itu produk furniture akan diwarnai kembali dan
diberi top coat ditahap akhir. Proses pewarnaan sangat berperan dalam menentukan penampilan
produk. Kegiatan finishing  dilakukan dengan menggunakan spray gun agar penyebaran
warnanya lebih merata dan bersifat lebih ekonomis. Kemudian produk akan dikeringkan kembali
dengan menggunakan sinar matahari. Lama pengeringan tergantung pada teriknya sinar
matahari.
Setelah kondisi cat benar-benar kering akan dilakukan quality control untuk memastikan
kelayakan kualitas finishing. Jika pewarnaan pada bagian tertentu masih belum sempurna, maka
akan dilakukan pengecatan pada bagian yang kurang pada service akhir.

Proses Service Awal

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 71


Proses Cabut Bulu

Proses Amplas Dasar

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 72


Prose Amplas Setelah Cat Awal

Proses Finishing Furnitur Rotan


Pemasangan Aksesoris dan Label
Setelah proses finishing selesai biasanya akan dilakukan pemasangan aksesoris furniture
bagi produk yang memerlukan tambahan aksesoris dan akan diperiksa kembali kelengkapannya
oleh mandor seleksi barang (QC). Kemudian produk furniture akan diberi label yang berasal
dari buyer.
Pengemasan
Setelah pemasangan aksesoris dan label, produk siap untuk dikemas dan cara pengepakan
biasanya disesuaikan dengan permintaan pembeli. Cara pengepakan dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu pengepakan hanya dengan single face dan pengepakan dengan menggunakan single
face  dan box. Pengepakan dengan menggunakan single face memiliki keunggulan yaitu
biayanya lebih murah dan bisa muat lebih banyak pada saat penyusunan di container, tetapi
kelemahannya barang tidak terlalu terlindungi sewaktu pengangkutan dan waktu muat lebih lama
karena pengaturan produknya harus tepat untuk mengurangi resiko kerusakan produk.
Sedangkan keunggulan pengepakan dengan box  yaitu produk lebih terlindungi dari benturan
sewaktu pengangkutan, proses muat ke dalam container lebih cepat, tetapi kelemahannya biaya
pengepakan lebih mahal. Proses pengepakan untuk produk Bahamabiasanya memakai single
face  dan box, sedangkan untuk produk Agent  pengepakan hanya menggunakan single face  saja.
Hasil pengepakan akan diperiksa oleh mandor packing, yang bertujuan untuk memastikan
kondisi pengepakan sudah sesuai dan aman bagi produk furniture sehingga mengurangi resiko
kerusakan produk.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 73


Proses Service Akhir dan proses Pengmasan

4.2 Pengambilan Gagasan Usaha

A.    Tujuan dari pengembangan ide dan peluang usaha


Dalam melakukan tugas kerjanya sebagai wirausaha untuk memperluas pemasaran barang hasil
produksinya dan mengembangkan usahanya seorang wirausaha dapat menempuh beberapa cara,
yang penting dapat dikaitkan dengan kemampuan yang dimiliki oleh seorasng pengusaha itu
sendiri dalam menangani sebuah resiko usaha.
Adapun berbagai cara yang dapat ditempuh dalam mengembangkan ide, gagasan dan peluang
usaha untuk meminimalkan resiko yang mengancam usaha dalam Pengembangan Ide-Ide
Gagasan dan Pengambilan peluang Usaha, berbagai macam cara yang dapat ditempuh antara lain

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 74


yaitu:
•    Mendisain produk atau jasa yang dapat diterima masyarakat.
•    Membuat barang produk atau jasa yang diminati konsumen.
•    Pembuatan dan memperdayakan sumber-sumber produksi.
•    Membuat dan mengembangkan produk atau jasa yang dapat memenangkan persaingan pasar.
•    Melakukan pencegahan konsumen agar tidak bosan dalam memakai produk kita.
•    Membuat produk dengan desain, model, corak, dan kombinasi warna produk yang disenangi
oleh konsumen.
•    Membuat produk atau jasa sesuai dengan trend yang sedang terjadi.

B.    Langakah-langkah yang harus ditempuh dalam mengembangkan ide dan peluang
usaha
Untuk mengurangi adanya resiko dalam menjalankan usaha terutama pada saat melakukan
proses pengembangan ide dan dan gagasan usaha ada berbagai macam pilihan untuk
mengatasinya diantaranya dengan melakukan hal sebagai berikut:
-    Menguraikan ide dan gagasan usaha kepada seluruh karyawan.
-    Mengemukakan ide dan gagasan usaha kepada karyawan dengan cara bertahap pada
karyawan.
-    Memilih tempat, waktu dan sauasana yang tepat untuk menyampaikan ide atau gagasan usaha
pada karyawan.

Setelah melakukan langkah-langkah untuk mengurangi resiko usaha kemudian hal yang
ditempuh selanjutnya dalam pengembangan ide dan gagasan serta peluang usaha yaitu
melakukan langkah inti yaitu  melakukan pengembangan ide dan peluang usahanya itu sendiri
dengan cara sebagai berikut:
1.    Menetapkan secara jelas ide pengembangan usaha yang akan dikerjakan.
2.    Menentukan tujuan khusus dalam operasi pengembangan usaha tersebut.
3.    Upayakan setiap karyawan supaya memahami pengembangan usaha tersebut.
4.    Membuat catatan daftar apa yang akan dilaksanakan dengan menggunakan pencatatan
prestasi pengembangan usaha.
5.    Melaksanakan system yang telah dicacat secara rinci.
6.    Memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 75


7.    Mengupayakan agas setiap karyawan memahami perannya dan memberikan kesempatan
untuk mengembangkan prestasinya dalam menjalankan tugasnya.

Kesuksesan yang didapat oleh seorang wirausaha sebenarnya tergantung pada bagaimana
memanfaatkan peluang yang ada dalam menjalankan usahanya,sumber daya
uang, pengembangan ide, ada tidaknya pelanggan dan waktu yang digunakan.

4.3 Pengambilan Keputusan


a. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap output dalam usaha kerajinan rotan
 Disisi lain, outputdari industri barang yang dapat diperdagangkan dapat menciptakankes
empatan kerja di sektor jasa, misalnya yang secara tidak langsung terkait adalah: sektor perdagan
gan, perkapalan, jasa keuangan danbisnis. Studi ini mendalami pentingnya sektor jasa dan keterk
aitannya dengan sektor-sektor lainnya melalui nilai
tambah dan kesempatan kerja, berdasarkan data neraca nasional, perdagangan dan tenaga kerja s
erta data input-outputdan kebijakanpemerintah dalam ketenagakerjaan di Indonesia. Disamping it
u, penekanan dilakukan pada perdagangan internasional dan investasipada bidang jasa, migrasi i
nternasional, dan kebijakan yang mempengaruhi pasar kerja melalui perjanjian perdagangan sekt
or jasa(terutama pada Moda-4, yaitu perpindahan “orang”). Kami menyampaikan terima kasih ke
pada Dr. Chris Manning dan Dr. HaryoAswicahyono yang telah melakukan studi ini. Laporan ini 
yang menekankan bahwa menghapuskan sebagian dari hambatan persainganasing dan domestik 
patut dipertimbangkan, karena menghasilkan manfaat yang besar dari sisi output dan lapangan ke
rja, bagi penanammodal asing dan domestik. Melakukan reformasi yang adil sangat dianjurkan u
ntuk mencegah terganggunya para pelaku ekonomi didalam negeri. Kebijakan tambahan diantara
nya untuk memperbaiki mutu lembaga pendidikan dan pelatihan yang relevan, hendaknyadiperti
mbangkan. Sangatlah bermanfaat untuk mengembangkan serangkaian standar ketenagakerjaan y
ang umum dan hak-hak pekerjatidak terampil pada sektor industri utama terkait
Dengan migrasi tenaga kerja di ASEAN.Perkembangan rotan Indonesia tidak kunjung
mengarah perbaikan. Data ekspor rotanIndonesia dari tahun ke tahun mengalami penyusutan.
Sekilas balik sejarah awal kemunduran industri rotan dimulai dari negara Jerman. Kerajinan
rotan asal Indonesia masuk ke benua Eropa diperkenalkan oleh negara-negara eropa seperti

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 76


Perancis, Inggris dan Belanda. Para buyers di negara-negara tersebut mengimpor kerajinan rotan
dari negara di kawasan Asia Tenggara. Indonesia salah satu pemasok ekspor kerajinan rotan
terbesar. Prosentase hampir mencapai 80 persen dari total perdagangan internasional. Para
buyers memanfaatkan industri rotan lokal. Para buyers memesan kerajinan rotan dari industri
rotan lokal yang belum bermerek.
Industri rotan lokal menyambut baik penawaran dari para buyers. Dalam definisi perdagangan
industri, istilah produk yang belum bermerek disebut produk stengah jadi. Karena pesanan dari
para buyers begitu banyak, bermunculan industri rotan di daerah-daerah. Mereka saling bekerja
sama memproduksi kerajinan rotan setengah jadi. Daerah industri rotan tersebut antara lain
Pekanbaru, Cirebon, Bekasi dan Tangerang.
Jerman merupakan negara yang Pendapatan Domestik Bruto (PDB) ditopang oleh barang ekspor.
Jerman terkenal dengan kemajuan teknologi di bidang industri yang tinggi dan canggih.
Kerajinan rotan bermerek yang dibuat oleh negara tetangga di benua Eropa menyerbu pasar
dalam negeri Jerman. Jerman membuat proteksi industri rotan di dalam negeri dengan sistem
buka tutup. Tujuannya, industri rotan di dalam negeri tidak hancur. Jerman berhasil membuat
rotan sintetis. Rotan sintetis ini dapat mensubstitusi kerajinan rotan bermerek asal negara-negara
Eropa. Jerman berhasil menjual rotan sintetis. Konsumen di dalam negeri maupun luar negeri
menerima dengan baik produk rotan sintetis ini. Ekspor rotan sintetis asal Jerman berkembang
terus-menerus.
Titik awal kehancuran kerajinan rotan bermerek asal negara Eropa dimulai dari sini. Para
buyers menghentikan pembelian kerajinan rotan setengah jadi. Di samping lesunya perdagangan
internasional kerajinan rotan, Indonesia mengalami tekanan internasional dari pemerhati
lingkungan. Pemerhati lingkungan menyerang Indonesia tentang deforestation. Pemerintah
Indonesia mengeluarkan peraturan tentang produk hutan dan hasil hutan. Pelarangan produk
hutan dan hasil hutan dalam bentuk mentah atau setengah jadi diberlakukan oleh pemerintah.
Ekspor rotan Indonesia mengalami penurunan terus-menerus. Kerajinan rotan yang
berasal dari industri lokal satu persatu bertumbangan. Kerajinan rotan setengah jadi menumpuk
di gudang. Pekebun rotan di Kalimantan, Sulawesi hanya menumpuk rotan mentah di tempat
penampungan. Tidak ada pengepul yang mau mengambil rotan mentah dari pekebun. Biaya
operasional terlalu mahal dibandingkan dengan penerimaan. Kerajinan rotan dari industri rotan

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 77


lokal tidak bisa berproduksi karena bahan baku rotan mentah terbatas dan harga rotan mentah
mahal.
Pemulihan kejayaan ekspor rotan Indonesia seperti dulu tidak mudah dilakukan oleh
pemerintah. Pasar kerajinan rotan Indonesia mengalami kerusakan yang parah. Jika Indonesia
mampu mengembalikan hutan seperti semula, mungkin konsumen luar negeri mau merespon
kerajinan rotan Indonesia dengan baik. Pemerintah Indonesia harus meyakinkan pada dunia
bahwa produk rotan Indonesia ramah lingkungan. Harapannya, konsumen luar negeri mau
membeli kerajinan rotan Indonesia dengan harga yang kompetitif.
b. Dampak Kebijakan Peemerintah terhadap input dalam usaha kerajinan rotan
Impak dari perdagangan bebas, baik perdagangan barang ataupun perdagangan di bidang 
jasa terhadap pasar kerja merupakan salahsatu pertanyaan empiris yang sangat menarik dan menj
adikan kepedulian karena Indonesia terlibat dalam berbagai PerjanjianPerdagangan Bebas. Melal
ui proyek “Memantau PengaruhPerdaganganBebasterhadapKesempatanKerja” yang didanai ol
eh UniEropa, kerjasama Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) di Indonesia dengan para per
umus kebijakan dan mitra sosial pada isuperdagangan dan lapangan kerja semakin meningkat. Pe
nekanan dari studi ini adalah perdagangan di bidang jasa. Peranan sektor jasabaik bagi perekono
mian maupun penyedia kesempatan kerja di Indonesia semakin besar. Jasa penting sebagai baran
g konsumsi danjuga sebagai masukan bagi produksi di sektor barangbarang yang dapat diperdaga
ngkan. Lapangan kerja di sektor jasa cenderungdualistik, jasa “tradisional” dan jasa “modern” be
rjalan bersamaan, dan peran keduanya semakin meningkat. Ekspor jasa relatif kecil
bila dibandingkan dengan ekspor barang, tetapi kontribusi tidak langsungnya sebagai “masukan” 
cukup besar, terutama pada industripengolahan ringan. Karena itu, produktifi tas sektor jasa sang
at penting untuk menunjang daya saing ekspor dan lapangan kerja disektor-sektor lainnya. Dari s
isi penawaran tenaga kerja, mutu tenaga kerja yang terlibat dalam industri jasa penting bagi peni
ngkatanproduktifi tas dan menciptakan kesempatan kerja.
c. Pengaruh perubahan output dan input berdasarkan analisis
sensitivitas terhadap daya saing usaha kerajinan rotan

Jasa telah memainkan peran yang semakin penting dalam ketenaga kerjaan dan
perekonomian Indonesia. Sejak Krisis Keuangan Asia. Layanan kini mendominasi sektor-sektor
lain. Walaupun sebagian besar pekerjaan dikaitkan dengan permintaan domestik dan bukan
permintaan internasional, namun pekerjaan yang diciptakan melalui ekspor juga penting. Secara

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 78


keseluruhan, baik segmen industri modern maupun tradisional menonjol di sektor jasa: sektor
informal yang besar tergantung pada pekerja nonterampil yang relatif murah dan sektor formal
yang sama besarnya dimana banyak peserta memiliki latar belakang pendidikan yang lebih baik
dan memiliki pekerjaan dengan upah tetap di sektor layanan pemerintah, pendidikan, kesehatan
dan layanan lain. Sebagian besar tenaga profesional di Indonesia terkonsentrasi di sektor jasa,
dan partisipasi mereka dalam layanan keuangan dan bisnis memberi kontribusi besar terhadap
tingkat produktivitas rata-rata yang lebih tinggi dari sektor manufaktur.
Kami menganggap penting pertumbuhan kelas menengah selama satu dekade terakhir
untuk memperluas permintaan akan jasa di dalam negeri. Permintaan internasional, di sisi lain,
sangat terkait dengan pariwisata, transportasi dan layanan bisnis, serta migrasi pekerja Indonesia
ke luar negeri. Peningkatan suplai tenaga kerja berpendidikan adalah salah satu faktor yang
membantu pertumbuhan pekerjaan di sektor jasa. Di samping itu, laporan ini menekankan mutu
pendidikan yang rendah di tingkat dasar dan lanjutan sebagai salah satu hambatan utama untuk
mengekspor jasa, serta migrasi pekerja di sektor formal dan tenaga profesional ke luar negeri.
Salah satu peran penting jasa dalam perekonomian dan pasar tenaga kerja adalah input untuk
sektor barang yang dapat diperdagangkan dan ekspor. Kami mendapati bahwa jasa rata-rata
adalah sebesar 15-20 persen dari nilai output untuk industri ekspor. Sebagian besar biaya di
sektor jasa yang ditanggung oleh industri ekspor adalah biaya domestik. Biayanya sangat tinggi
di sektor perdagangan, intermediasi keuangan dan dan real estate serta sektor bisnis. Oleh karena
itu, layanan yang terjangkau dan bermutu tinggi– di sektor perdagangan, transportasi,
komunikasi dan bisnis – mendukung daya saing dalam perdagangan internasional, dan pekerjaan
yang mengalir dari perdagangan tersebut. Dari sisi pasokan, mutu tenaga kerja yang terlibat
dalam industri jasa sangat penting untuk meningkatkanproduktivitas dan menciptakan lapangan
pekerjaan.
4.4 Kelayakan Usaha

Rotan merupakan salah satu kekayaan hutan Indonesia sebagai negara tropis yang
memberi sumbangan besar terhadap perekonomian Indonesia. Saat ini ketersediaan rotan sangat
banyak di hutan Indonesia  terutama di wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Indonesia
merupakan penghasil 85% rotan mentah dunia yaitu dengan nilai sekitar 699.000ton/tahun. Akan
tetapi sayangnya kondisi ini tidak serta merta menempatkan Indonesia sebagai leading
country dalam perdagangan rotan internasional. Saat ini Indonesia menempati posisi ketiga

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 79


(7,68%) dalam perdagangan rotan di pasar global setelah China (20,72%) dan Italia (17,71%).
Hal ini tentunya menjadi isu yang penting untuk dianalisis lebih mendalam dengan melihat
faktor-faktor yang menghambat perdagangan rotan Indonesia.

Adapun klasifikasi industri rotan di Indonesia dapat dibedakan menjadi:

 Pertama, industri pengolahan bahan rotan dan rotan setengah jadi yang sering disebut
sebagai industri antara. Industri antara adalah industri pengolahan rotan yang menghasilkan
bahan baku roran berupa rotan asalan rotan poles, hati rotan, kulit rotan, webbing, split, dan
sejenisnya, dan biasanya pengerjaan produk ini dikerjakan melalui proses semi mekanis.
 Kedua, industri furnitur rotan. Dalam industri ini menghasilkan perabotan rumah tangga
seperti sofa, meja, kursi, lemari, dan lainya.
 Ketiga, industri barang-barang kerajinan rotan. Industri ini menghasilkan produk barang
kerajinan rotan berdasarkan desain lokal, dan biasanya buatan tangan.
Salah satu faktor yang dianggap sebagai penghambat pertumbuhan industri rotan adalah
semakin maraknya alih fungsi lahan. Rotan yang pada dasarnya merupakan hasil hutan secara
alami akan semakin terus berkurang dan tergerus seiring dengan pembukaan hutan, baik untuk
pertanian maupun perumahan. Penting juga menggaris bawahi bahwa posisi rotan ternyata
dianggap tidak cukup signifikan jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Hal ini sangat
jelas terlihat dari kebijakan alih fungsi hutan sebagai habitat rotan sebagai perkebunan yang
dianggap lebih mendatangkan keuntungan seperti karet dan kelapa sawit. Faktor yang juga
kemudian menjadi determinan dalam pengambilan kebijakan perdagangan rotan adalah tidak
adanya sinergitas antara industri hulu (industri bahan baku) dan hilir (industri barang jadi).

Produk yang bernilai ekonomi dari rotan jernang adalah getah atau yang dikenal sebagai
Jernang. Di dunia internasional dikenal dengan nama DRAGON BLOOD. Jernang merupakan
bahan baku yang di eksport untuk industri-industri di negara China, Singapura dan Hongkong.
Menurut data dari Atase Perdagangan negara RRC, RRC membutuhkan 400 ton jernang tiap
tahunnya dan Indonesia baru mampu mengeksport kurang dari 27 ton per tahun. Perdagangan
jernang sendiri bukanlah hal yang baru di Jambi karena produk ini telah di perdagangkan sejak
zaman Jepang dahulu. Pada tahun 1950 an jernang telah memiliki harga Rp 50,- Per Kg dan
sekarang harganya mencapai Rp 700.000 – Rp 800.000 per Kg, bahkan tahun 2005 kemarin

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 80


harga jernang pernah mencapai Rp 1.200.000,- per Kg. Jika pada tahun 2000 harga jernang
sekitar Rp 300.000 per Kg dan di tahun 2005 mencapai Rp 1.200.000,- per Kg maka dalam
waktu 5 tahun harga jernang naik 4 kali lipat. Harga jernang di salah satu media social (kaskus)
tahun 2014 ada yang menawarkan dengan harga Rp 2,8 juta. Beberapa hal yang penting dalam
proses pemasaran:
1. Penentuan harga
2. Penentuan segmen pasar
3. Strategi promosi

Penentuan harga (pricing) adalah nilai barang yang ditentukan dengan mata uang.
Penentuan harga berpengaruh langsung terhadap laba yang akan diperoleh. Penentuan harga
yang tepat sangat penting dalam upaya mempermudah pemasaran. Harga yang terlalu rendah
menyebabkan keuntungan yang kecil dan akan berakibat pada lesunya produksi sehingga suatu
produk dianggap tidak menarik. Sebaliknya harga yang terlalu tinggi akan menyebabkan proses
pemasaran yang berat sehingga suatu produk bisa tidak laku. Penentuan harga yang baik harus
memperhatikan harga yang telah terbentuk di pasar dan segmen pasar mana yang akan disasar.
Perlu diingat bahwa harga produk juga berpengaruh terhadap kesan/image dari produk itu
sendiri. Harga yang murah belum tentu menjadi daya tarik bagi pembeli tetapi justru kadang
kesan/image yang terbentuk bahwa barang itu murahan/tidak berkualitas dan lain-lain. Rotan
jernang memiliki nilai jual cukup tinggi. Dari hasil survey tahun 2009 – 2011, nilai jual resin
merah ini mencapai 700 ribu – 800 ribu/kg (Asra, 2013). Harga ini berpotensi untuk terus naik
seiring dengan pemanfatannya yang makin beragam. Harga ini cukup menarik, dari sisi
pengusaha ini adalah peluang usaha yang menguntungkan. Dari sisi konsumen, harga ini cukup
terjangkau melihat banyak manfaat dan kegunaan dari rotan jernang.
Segmentasi pasar adalah suatu proses membagi pasar ke dalam segmen‐segmen
pelanggan potensial dengan kesamaan karakteristik yang menunjukkan adanya kesamaan
perilaku pembeli dan sebagai suatu proses pembagian pasar keseluruhan menjadi kelompok‐
kelompok pasar yang terdiri dari orang‐orang yang secara relatif memiliki kebutuhan produk
yang serupa.Salah satu hal yang bisa meningkatkan laba perusahaan andalah dengan segmentasi
pasar. Penggolongan pasar dalam proses pemasaran ini tidak lain untuk meningkatkan penjualan
produk dan pada akhirnya untuk memperbesar laba yang andaperoleh (Pride & Ferrel, 1995).

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 81


Penetapan segmentasi pasar akan efektif jika perusahaan bisa menempatkan pada segmen
terbaik sehingga dapat mengolahnya menjadi target pemasaran. Pemasaran bukan hanya sekedar
untuk menjual barang atau jasa saja namun pemasaran juga harus memperhatikan segmen pasar
yang sudah ada. Bila pemasaran hanya difokuskan sekedar mendapatkan banyak konsumen tanpa
memperhatikan segmen pasar, kadang pemasaran tidak akan berjalan dengan lancar bahkan
hanya beberapa saat saja produk laku dipasaran namun setelah itu akan berhenti sesaat bahkan
selamanya. Segmentasi pasar harus mengarah pada pemasaran produk yang akan dilakukan.
Segmen pasar yang anda tentukan itu sangat menghemat biaya pemasaran namun anda juga
harus menentukan penetapan segmentasi pasar yang baik. Segmentasi pemasaran itu sangat
penting agar anda bisa menentukan target pemasaran yang lebih efektif dan efisien. Jika segmen
pasar bisa dijalankan dengan tepat maka laba perusahaan juga akan mudah didapatkan.
Iklan (1) berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada
barang dan jasa yg ditawarkan; (2) pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa
yang dijual, dipasang di media massa (spt surat kabar dan majalah) atau di tempat umum
Media promosi dapat melalui:
1. Media cetak
2. Media elektronik
3. Media internet
a. Social media (facebook, kaskus, instagram dll)
b. Situs jual beli (OLX.com, Berniaga.com dll.)
c. Website/blog (worldpress, blogspot.com, 123website.co.id)

4.5 Pengembangan Usaha

Jenis barang yang diproduksi dalam industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru tergolong dalam dua kelompok, yaitu perabotan rumah tangga (furniture) dan barang-
barang anyaman. Yang membedakan antara produk furniture dengan anyaman adalah harga jual
dan pemakaian bahan baku pada produk furniture lebih besar dari pada produk anyaman. Harga

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 82


jual 500 ribu kebawah merupakan harga jual produk anyaman, sedangkan harga jual 500 ribu
keatas merupakan harga jual produk furniture.

Produksi furniture meliputi: seperangkat meja-kursi tamu, meja-kursi teras, meja-kursi


makan. Sementara itu produksi barang anyaman, meliputi: kursi goyang, ayunan anak bayi,
keranjang pakaian, keranjang barang, tudung makanan, parsel, dan barang hiasan lainnya. Pada
umumnya industri produk jadi rotan ini membuat semua jenis barang/produk. Pembuatan barang
anyaman seperti keranjang parsel biasanya memanfaatkan momen perayaan hari-hari besar
seperti hari Idul Fitri, Idul Adha, perayaan Natal, dan Imlek. Sedangkan produk furniture di buat
setiap bulannya hingga satu tahun penuh.

Sesuai dengan fungsinya, rotan yang dipakai dalam industri produk jadi rotan di
Kecamatan Rumbai adalah rotan rangka dan rotan anyaman. Jenis rotan yang digunakan sebagai
rangka dalam produk yaitu rotan manau, danan, tabutabu, semambu, getah, karena sifatnya yang
kuat dan lentur sedangkan jenis rotan seperti rotan core dan fitrit digunakan untuk anyaman
karena sifatnya lebih lentur.

Bahan baku yang digunakan untuk industri produk jadi rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru berupa rotan bulat dan belahan yang sudah mengalami proses Wased dan Sulphurized
(W and S). Jadi rotan yang digunakan dalam industri kerajinan rotan merupakan rotan yang
sudah menjadi barang setengah jadi.

Bahan baku industri rotan di Kecamatan Rumbai diperoleh dari beberapa daerah di
Provinsi Riau, yaitu dari Desa Pantai Raja Kecamatan Kampar kiri, Desa Rantau Berangin,
Ujung Batu Rohil dan beberapa pengumpul rotan yang ada di Kuansing. Disamping itu bahan
baku rotan ini juga didatangkan dari beberapa daerah di luar Provinsi Riau seperti Sumatera
Barat, Medan dan Jawa Barat. Modal awal atau dana merupakan salah satu faktor yang sangat
penting untuk memulai suatu usaha. Dana berfungsi sebagai biaya pembelian bahan baku dan
peralatan barang guna melakukan kegiatan produksi disamping untuk membayar upah tenaga
kerja dan biaya-biaya lainnya.

Berdasarkan data yang didapat, terdapat 6 pengusaha atau 26,08% yang menggunakan
modal Rp. 15.000.000 – Rp. 20.000.000, kemudian ada 4 orang pengusaha atau 17,40% yang
menggunakan modal antara Rp. 9.000.000 – Rp. 14.000.000, dan sebanyak 13 orang pengusaha

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 83


atau 56,52% yang menggunakan modal antara Rp. 3.000.000 – Rp. 8.000.000. Jadi dapat
disimpulkan bahwa modal awal para pengrajin rotan tergolong rendah yaitu antara Rp 3.000.000
– Rp 8.000.000. Dan dapat dijelaskan bahwa sumber modal pengusaha industri kerajinan rotan di
Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru paling banyak berasal dari modal sendiri yang berjumlah 17
orang atau 73,91% sedangkan sisanya menggunakan modal pinjaman dari pemerintah yaitu
sebanyak 6 orang atau 26,09%. Dapat disimpulkan bahwa pengusaha rotan kurang mendapatkan
bantuan modal baik dari pihak pemerintah maupun lembaga keuangan lainnya untuk
mengembangkan usahanya.

Perkembangan modal usaha industri kerajinan rotan dilihat dari total asset ataupun
kekayaan usaha, terdapat 2 orang pengusaha atau 8,70% yang memiliki asset usaha diatas Rp.
58.000.000, 1 orang pengusaha atau 4,35% memiliki asset usaha antara Rp. 48.000.000 – Rp.
58.000.000 dan Rp. 37.000.000 – Rp. 47.000.000. Sedangkan total asset usaha yang paling
banyak dimiliki pengusaha industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai yaitu antara Rp.
15.000.000 – Rp. 25.000.000 sebanyak 13 orang atau 56,52%.

Tenaga kerja pada industri kerajinan rotan pada umumnya tidak menggunakan tenaga
ahli karena proses produksi rotan masih menggunakan alatalat yang sederhana dan bersifat
tradisional. Berdasarkan data di lapangan terdapat 18 orang pengusaha atau 78,26% yang
menggunakan tenaga kerja antara 1-4 orang. Sebanyak 3 orang pengusaha atau 13,04%
menggunakan tenaga kerja antara 5-8 orang dan 1 orang pengusaha yang menggunakan tenaga
kerja antara 9- 12 serta diatas 12 orang dan pendidikan tenaga kerja pada industri kerajinan rotan
di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru paling banyak berpendidikan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) yaitu sebanyak 55 Orang atau 56,70%. 26 Orang tenaga kerja atau 26,80% berpendidikan
Sekolah Dasar (SD) selebihnya sebanyak 16 orang yang rata-rata adalah pengusaha industri
kerajinan rotan sendiri atau 16,50% berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Rata-rata hasil produksi kerajinan rotan, pada kursi tamu penjualan terbanyak berkisar
antara 1-2 set perbulan yaitu sebanyak 20 orang pengusaha atau 86,96%, untuk kursi teras
penjualan terbanyak antara 1-2 set perbulan yaitu sebanyak 18 orang pengusaha atau 78,26%,
untuk kursi goyang penjualan terbanyak berkisar antara1-4 unit perbulan yaitu sebanyak 19
orang atau 82,61%, sedangkan untuk ayunan bayi penjualan terbanyak berkisar antara 1-4 unit
perbulan yaitu sebanyak 16 orang pengusaha atau sekitar 69,58%.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 84


Daerah pemasaran produk yang dihasilkan, dipasarkan dalam Kota Pekanbaru sebesar
65,22% atau 15 pengusaha, luar Kota Pekanbaru sebesar 26,08% atau 6 pengusaha sedangkan
antar provinsi sebesar 8,70% atau 2 pengusaha. Artinya para pengusaha industri kerajinan rotan
di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru sebagian besar terkonsentrasi pemasaran pada pasar local
karena Kota Pekanbaru merupakan Ibu Kota Provinsi Riau.

Pendapatan bersih usaha yang terbanyak adalah antara 3.000.000 – 3.999.999 dan lebih
dari Rp. 5.000.000 yaitu sebanyak masing-masing 7 pengusaha atau 30,43%. Pendapatan bersih
usaha antara 2.000.000 – 2.999.999 sebanyak 6 pengusaha atau 26,09%, pendapatan bersih usaha
antara 4.000.000 – 4.999.999 sebanyak 2 pengusaha atau 8,70%, dan pendapatan usaha antara
1.000.000 – 1.999.999 sebanyak 1 pengusaha atau 4,35%.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh
pengusaha kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai adalah tergantung kepada seberapa besar total
penjualan produk jadi rotan, total biaya produksi, dan seberapa banyak para pengusaha tersebut
dapat menguasai pasar dan memperluas segmen pasarnya sehingga dapat menjaring banyak
konsumen.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 85


BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas serta penulusuran di


lapangan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) Profil perkembangan usaha kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru


adalah:

a) Jenis barang yang diproduksi dalam industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai
Kota Pekanbaru tergolong dalam dua kelompok, yaitu perabotan rumah tangga (furniture) dan
barang-barang anyaman;

b) Rotan yang dijadikan sebagai bahan baku pada industri kerajinan rotan di Kecamatan
Rumbai adalah rotan yang sudah menjadi barang setengah jadi (rotan pabrik) yang mengalami
proses dari pabrik;

c) Modal awal para pengusaha kerajinan rotan tergolong rendah yaitu antara Rp.
3.000.000 – Rp. 8.000.000;

d) Tenaga kerja yang digunakan pada umumnya berasal dari anggota keluarga;

e) Pemasaran pengusaha kerajinan rotan sebagian besar terkonsentrasi pada pasar lokal
yaitu memanfaatkan pasar Kota Pekanbaru yang merupakan Ibu Kota Provinsi;

f) Pendapatan perbulan seluruh unit usaha kerajinan rotan yang ada di Kecamatan
Rumbai Kota Pekanbaru yaitu sebesar Rp. 154.185.375 sedangkan pendapatan rata-rata
pengusaha kerajinan rotan perbulan yaitu sebesar Rp. 6.703.712.

Kendala dalam usaha kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru yaitu
keterbatasan modal, pemasaran produk yang terbatas, kesulitan memperoleh bahan baku dan
penataan tempat usaha.

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 86


BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Perindustrian dan Peradagangan. 2012. Pengelompokkan Industri Kecil. Pekanbaru.

Hasibuan. Nurimansyah. 2004. Ekonomi Industri. LP3ES. Jakarta.

Kamar Dagang dan Industri. 2002. Kriteria Industri Kecil. Pekanbaru.

Longenecker. Justin. dkk. 2003. Kewirausahaan Manajemen Usaha Kecil. Salemba Empat.
Jakarta.

Kasmudjo, 2011. Hasil Hutan Non Kayu. Penerbit Cakrawala Media.  Yogyakarta.

Kementerian Perindustrian RI. Artikel: Pengembangan Industri Pengolahan Rotan Indonesia.

LamanWeb:http://www.kemenperin.go.id/artikel/471/Pengembangan-Industri-
Pengolahan-Rotan-Indonesia

Diakses pada tanggal 14 September 2013

NoerDblog, 2011. Pengoahan Rotan. Laman


Web : http://noerdblog.wordpress.com/2011/06/20/pengolahan-rotan/

Diakses pada tanggal 14 September 2013

Rattanwikipedia, 2012. Proses Pengolahan Rotan Batang. Laman


Web :http://rattanwikipedia.blogspot.com/2012/10/proses-pengolahan-rotan-setengah-jadi.html

Diakses pada tanggal 14 September 2013

Rotan Indonesia, 2009. Keunikan Rotan Indonesia. Laman


Web : http://rotantaman.blogspot.com/2009/05/keunikan-rotan-indonesia.html Diakses pada
tanggal 14 September 2013

Semua tentang kayu, 2008. Proses Pengolahan Material Rotan (I). Laman


Web :http://www.tentangkayu.com/2008/06/proses-pengolahan-material-rotan-1.html

Diakses pada tanggal 14 September 2013

Wikipedia, 2013. Rotan. Laman web : http://id.wikipedia.org/wiki/Rotan

Diakses pada tanggal 14 September 2013

Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 87


Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 88

Anda mungkin juga menyukai