PENDAHULUAN
Menurut Kamar Dagang dan Industri (KADIN) memberikan batasan untuk industri kecil
yaitu sektor industri dengan asset minimal Rp. 250.000.000.- , tenaga kerja paling banyak 30 orang
dan nilai penjualan (omzet) dibawah Rp. 100.000.000.-. Sedangkan kriteria menurut Dinas
Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) industri kecil adalah suatu industri yang memiliki
investasi peralatan dibawah Rp. 70.000.000.- dan investasi pertenaga maksimal Rp. 625.000.-
dengan jumlah tenaga kerja dibawah 20 orang serta memiliki asset perusahaan tidak lebih dari Rp.
100.000.000.-. Usaha kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru merupakan industri
kecil yang bersifat tradisional dan merupakan bisnis keluarga.
Kerajinan rotan merupakan industri kreatif yang memanfaatkan bahan dasar dari rotan
yang diolah menjadi barang furniture (perabot) seperti meja, kursi dan barang handicraft
(anyaman) seperti kursi goyang, tudung makanan, ayunan bayi dan lain-lainnya.
Usaha Kerajinan rotan ini dimulai pada tahun 80-an beberapa pengusaha yang dulunya
terpencar di beberapa tempat pindah ke Kecamatan Rumbai, melihat potensi banyaknya pembeli
yang datang ke Rumbai maka pengrajin yang terpencar bergabung disertai untuk meningkatkan
penjualan, bahkan ada pengrajin diluar Kota Pekanbaru ikut bergabung. Hingga saat ini puluhan
pengrajin rotan masih menggelar dagangannya di sepanjang jalan Yos Sudarso Kecamatan Rumbai
Kota Pekanbaru.
Perkembangan pada usaha kerajinan rotan ini tidak lepas dari kerja keras pengrajin rotan
dan konsistensi mereka dalam menjalankan usaha kerajinan rotan tersebut serta peluang yang
tersedia sehingga usaha ini dapat berkembang dengan baik. Perkembangan yang telah dicapai
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui profil perkembangan usaha kerajinan
rotan dan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh pengusaha kerajinan rotan di
Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru.
Kota Pekanbaru terletak antara 101°14' - 101°34' Bujur Timur dan 0°25' - 0°45' Lintang Utara.
Dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar 5 - 50 meter.
Permukaan wilayah bagian utara landai dan bergelombang dengan ketinggian berkisar antara 5 –
11 meter.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1987 Tanggal 7 September 1987 Daerah
Kota Pekanbaru diperluas dari ± 62,96 Km² menjadi ± 446,50 Km², terdiri dari 8 Kecamatan dan
45 Kelurahan/Desa. Dari hasil pengukuran/pematokan di lapangan oleh BPN Tk. I Riau maka
ditetapkan luas wilayah Kota Pekanbaru adalah 632,26 Km².
Dengan meningkatnya kegiatan pembangunan menyebabkan meningkatnya kegiatan penduduk
disegala bidang yang pada akhirnya meningkatkan pula tuntutan dan kebutuhan masyarakat
terhadap penyediaan fasilitas dan utilitas perkotaan serta kebutuhan Lainnya. Untuk lebih
terciptanya tertib pemerintahan dan pembinaan wilayah yang cukup luas, maka dibentuklan
Kecamatan Baru dengan Perda Kota Pekanbaru No. 4 Tahun 2003 menjadi 12 Kecamatan dan
Kelurahan/Desa baru dengan Perda tahun 2003 menjadi 58 Kelurahan/Desa.
Kota Pekanbaru merupakan Ibukota Propinsi Riau yang mempunyai jarak lurus dengan
kota-kota lain sebagai Ibukota Propinsi lainnya sebagai berikut :
Kota Pekanbaru dibelah oleh Sungai Siak yang mengalir dari barat ke timur. Memiliki
beberapa anak sungai antara lain : Sungai Umban Sari, Air Hitam, Siban, Setukul, Pengambang,
Ukui, Sago, Senapelan, Limau, Tampan dan Sungai Sail.
Sungai Siak juga merupakan jalur perhubungan lalu lintas perekonomian rakyat pedalaman
ke kota serta dari daerah lainnya.
Kota Pekanbaru pada umumnya beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar
antara 34,1º C - 35,6º C dan suhu minimum antara 20,2º C - 23,0º C
Musim hujan jatuh pada bulan Januari s/d April dan September s/d Desember.
Musim Kemarau jatuh pada bulan Mei s/d Agustus
Kelembapan maksimum antara 96% - 100%. Kelembapan minimum antara 46% - 62%.
Mebel akan terasa fungsinya jika tidak ada dirumah.kita akan terpaksa duduk berselonjor,
tidur dilantai, membuka laptop dilantai bahakan pakaian akan tergeletak dilantai.akan terasa
manfaat mebel jika hala tersebut tidak kita alami.mebel bukan hanya bermanfaat untuk
kenyamanan dan kerapian semata. Tetapi juga mengusung makna-makna social yang menegaskan
status social.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru. Pemilihan lokasi ini
berdasarkan pertimbangan karena di daerah ini merupakan yang paling potensial pada unit usaha
kerajinan rotan yang akan dijadikan sebagai sentra kerajinan rotan di Kota Pekanbaru. Penelitian
ini dilakukan dari bulan April sampai dengan awal Juni 2013.
Populasi dalam penelitian ini adalah usaha kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru yang terdiri dari 23 usaha. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
metode sensus, jadi sampel dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh usaha kerajinan rotan di
Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru.
Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua jenis data, yaitu data
primer yaitu data yang diperoleh dari responden yang berupa: identitas responden yang terdiri dari
tingkat pendidikan responden, pengalaman usaha, tentang bahan baku, modal usaha, tenaga kerja,
pemasaran produk, biayabiaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan pendapatan yang
diterima dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi dan badan usaha yang
bersangkutan dengan penelitian ini.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Π = TR – TC
b. Total Revenue (TR) adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari jumlah barang yang terjual
pada saat tingkat harga tertentu. Menghitung pendapatan total (TR) dengan mengalikan jumlah
barang (Q) dengan harga (P) atau jika dibuat ke dalam rumus fungsi:
TR = Q . P
c. Total Cost (TC) adalah seluruh pengeluaran dari proses produksi yang diperoleh dari biaya
tetap (FC) dijumlahkan dengan biaya variabel (VC), rumus fungsinya:
TC = TFC + TVC
d. Biaya tetap (FC) adalah biaya ataupun pengeluaran yang tidak berubah sebagai fungsi dari
aktivitas suatu bisnis dalam periode yang sama. Dalam usaha Kerajinan rotan, biaya yang
selalu dikeluarkan dalam jumlah yang tetap dalam kurun waktunya yaitu biaya sewa tempat
usaha, dan biaya mesin ataupun peralatan yang dipakai dalam produksi yang mengalami
penyusutan dari aktivitas produksi tersebut. Jadi biaya tetap dalam usaha kerajinan rotan yaitu
total biaya dari sewa tempat usaha dan penyusutan peralatan.
e. Biaya Variabel (VC) adalah pengeluaran yang berkaitan dengan volume produksi, dengan kata
lain pengeluaran bisnis yang tergantung pada tingkat barang yang dihasilkan. Jadi Biaya
Variabel berubah-ubah, sesuai dengan volume produksi yang di kerjakan. Pada usaha
kerajinan rotan Biaya Variabel terdiri dari biaya bahan baku yaitu rotan, biaya tenaga kerja,
paku, cat, dan biaya pendukung produksi lainnya dan dibayar per barang yang diproduksi.
Setelah perjuangan panjang dan melelahkan, akhirnya fajar baru penuh harapan akhirnya
tiba. Adanya kesepakatan tiga menteri yakni Menteri Perdagangan Gita Irawan, Menteri
Perindustrian Mohammad S. Hidayat, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Pekanbaru 3
September 2011, telah memberikan semangat dan harapan baru bagi para pelaku usaha mebel dan
Kerajinan rotan Indonesia untuk kembali dapat memenangkan pasar Internasional yang selama
beberapa waktu telah menghilangkan dari kita.
Respon positif para pembeli luar negeri dalam waktu sangat singkat terasa sangat Kentara
dan semakin Kuat Ketika Menteri Perdagangan Gita Irawan Wirjawan, mengeluarkan Peraturan
yang tertuang dalam Permendag No. 35 tentang Ketentuan Ekspor Rotan yang berisi larangan
ekspor bahan baku rotan, Permendag No.36 tentang 5 Pengangkutan Rotan Antar Pulau, dan No.
37 tentang barang yang dapat disimpan digudang dalam penyelenggaraan sistem resi gudang.
Pekanbaru yang merupakan sentra industri mebel rotan terbesar di Indonesia sangat merasakan
imbas dari kebijakan tersebut. Perusahaan-perusahaan mebel rotan yang hampir mati mulai
berbenah menyambut order-order dari buyer yang pada mulanya membeli di China.
Importir yang datang merupakan pelanggan lama dari berbagai negara seperti AS, Kanada, dan
negara-negara Eropa lainnya. Mereka sudah lama menghilang dan mulai mengontak lagi setelah
mendengar ekspor bahan baku rotan di hentikan.
Dengan di tutupnya ekspor bahan baku rotan, industri mebel dan Kerajinaan rotan yang
bertebarkan di Pekanbaru dan Sentra-sentra lainnya mulai di hampiri para buyer.
Adanya lapangan ekspor bahan baku rotan tersebut membuat China tidak lagi berani
berpameran mebel rotan di IMM Cologne dari 2 tahun lalu. Trend Perkembangan Ekspor Mebel
dan Kerajinan Rotan yang terus Meningkat Pasca Ditutupnya Ekspor Bahan Baku rotan.
1. Umur ekonomis proyek adalah 11 tahun, dimana 1 tahun merupakan masa persiapan lahan dan
konstruksi serta 10 tahun adalah periode produksi/operasi sesuai dengan umur ekonomis mesin
dan peralatan.
4. Tingkat suku bunga bank per tahun diasumsikan adalah 20% untuk kredit investasi dan 20%
untuk kredit modal kerja.
5. Perhitungan finansial dilakukan dalam mata uang rupiah dengan nilai tukar (exchange rate) 1
US$ = Rp 13.000,-.
6. Harga bahan baku dan produksi akhir didasarkan pada harga tahun 2015.
7. Pabrik mulai beroperasi pada tahun ke-1 dengan kapasitas 50%, tahun ke-2 beroperasi 75% dan
tahun ke-3 sampai ke-10 pabrik beroperasi penuh (100%) dan tahun ke-0 digunakan untuk masa
persiapan dan konstruksi.
8. Biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus (straight-line method) yang disesuaikan
dengan umur ekonomis masing-masing modal tetap.
9. Biaya perbaikan dan perawatan modal tetap dengan kisaran 2,5 – 5% pertahun dari nilai
investasi barang.
Biaya Operasional
Biaya operasional terdiri atas biaya produksi dan modal kerja. Biaya produksi adalah semua
pengeluaran yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku
menjadi produk jadi. Biaya operasional dikelompokan dalam dua komponen yaitu biaya tetap dan
biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya selalu konstan tidak tergantung pada
tingkat produksi pabrik. Biaya variabel adalah semua biaya yang akan mengalami perubahan
dengan berubahnya tingkat produksi. Yang termasuk dalam biaya variabel dalam industri furnitur
rotan meliputi biaya bahan bakar, biaya bahan baku, biaya kemasan, biaya bahan pembantu dan
gaji tenaga kerja langsung.
Rincian Biaya Perbaikan dan Perawatan Industri Furnitur Rotan di Provinsi Jawa Barat
Proyeksi Pendapatan
Produksi dan Penjualan per Tahun Industri Furnitur Rotan di Provinsi Jawa Barat
Laba bersih merupakan nilai yang diperoleh dari pengurangan total penerimaan dengan biaya
operasi, bunga pinjaman dan pajak penghasilan. Industri furniture rotan pada tahun kedua setelah
operasi sudah menghasilkan laba bersih positif. Hal ini menunjukan bahwa industri furniture rotan
berdasarkan penghitungan proyeksi rugi laba yang dilakukan cukup menguntungkan.
Hasil perhitungan NPV berdasarkan aliran kas bersih pada proyeksi arus kas industri furnitur rotan
dengan discount factor (DF) 20%, menghasilkan jumlah Rp. 783,427,083,-
Nilai IRR untuk industri furnitur rotan adalah 30,70 lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku
bunga yang ditetapkan yaitu 20%.
Masa pengembalian modal (PBP) furnitur rotan adalah tercapai selama periode 4.4666 tahun.
Berdasarkan analisis terhadap keempat indikator tersebut, dapat diketahui bahwa industri
furnitur rotan layak secara finansial.
1. Untuk mengetahui sejauh mana prospek usaha rotan yang di jalankan oleh para
wirausahawan khusunya dikota Pekanbaru
2. Untuk mengetahui peran pemerintah daerah dalam mengembangkan usaha kecil.
3. Untuk mengetahui bagaimana cara pengusaha rotan dalam menjalankan atau mengelola
bisnis yang di jalankan.
kong yan wen (八角孔眼纹) atau pola anyaman 6 arah (6-way pattern/diamond) menggunakan
material menyerupai bambu yang tercetak dengan baik pada artefak gerabah dari era dinasti
Shang (1766-1050 SM), disebutkan bahwa teknik menganyam yang tercetak pada artefak
tersebut membuktikan bagaimana teknik ini telah dikuasai dengan baik oleh bangsa Cina. Walau
belum tersedia bukti piktorial terhadap aplikasi pola anyaman 6 arah sebagai alas duduk pada era
tersebut, namun temuan tersebut menjadi indikasi bahwa anyaman pola 6 arah dari Cina menjadi
satu-satunya jenis anyaman yang diadopsi Eropa pada periode awal perdagangan internasional
kursi dengan anyaman rotan (Gambar1.)
Ketika Perusahaan English East India Company merapat pertamakali di pelabuhan Hirado,
Jepang, di sebelah barat laut Pulau Kyushu pada 1613-1623 sempat dicatat oleh John Osterwick,
staff dari pos dagang tersebut tentang rotan yang diperdagangkan pada September 1615
tertulis ‘rotane…bundells’ yang kemungkinan dikapalkan dari Batavia(Jakarta) dengan kapal
berjuluk Hoziander dimana selanjutnya dikirim kepada pedagang Cina sebagai bahan dasar
pintalan kawat tali. Penggunaan rotan oleh penjelajah Cina sebagai tali kawat pengikat kapal
Fakta tentang bangsa Cina telah mulai menggunakan kursi duduk, menjadi penting
diinformasikan untuk memberikan gambaran bahwa selain keterampilan teknik juga gaya kursi
Cina pada masa dinasti Ming juga turut mempengaruhi perkembangan gaya kursi bagi bangsa
Eropa. Kursi gaya Ming dengan sandaran punggung kurva S (Gambar 5) merupakan representasi
kemodernan Cina yang memberi pengaruh besar terhadap perkembangan kursi di Inggris. Queen
Anne, kursi dengan sandaran berbentuk vas yang popular di inggris dan daerah-daerah koloni
Amerika utara adalah contoh dari inspirasi kursi pada dinasti Ming (Gambar 5a & 5b)
baik styling maupun adopsi anyaman rotan. Seorang tokoh Taiwan, Fang Hai menerapkan
anyaman pada sandaran punggung kurva S pada kursi Ming yang menjadi arus baru inovasi
adopsi rotan. Sebelumnya sandaran punggung pada kursi Inggris hanya diisi dengan kulit atau
bordir turki (turkey works). Penggunaan anyaman rotan pada sandaran punggung menjadi inovasi
sekaligus genre baru pada industrialisasi kursi.
Kota Pekanbaru terletak antara 101°14´ - 101°34´ Bujur Timur dan 0°25´ - 0°45´ Lintang
Utara. Dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar 5 - 50 meter.
Permukaan wilayah bagian utara landai dan bergelombang dengan ketinggian berkisar antara 5 –
11 meter. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1987 Tanggal 7 September 1987
Daerah Kota Pekanbaru diperluas dari ± 62,96 Km² menjadi ± 446,50 Km², terdiri dari 8
Kecamatan dan 45 Kelurahan/Desa. Dari hasil pengukuran/pematokan di lapangan oleh BPN Tk.
I Riau maka ditetapkan luas wilayah Kota Pekanbaru adalah 632,26 Km².
Berbicara tentang mata pencaharian, tentulah setiap kota atau daerah memiliki ciri khas yang
berbeda. Seperti yang kita tahu, masyarakat kota Riau terbagi 2 yaitu Riau daratan dan Riau
kepulauan yang dipisahkan oleh selat malaka, mata pencaharianya pun terlihat agak sedikit
berbeda, sebagian besar masyarakat Pekanbaru-Riau daratan (dumai, pekanbaru) ber mata
pencaharian sebagai petani, karena itulah pemerintah sangat menjaga kelestarian pedesaan dan
sector pertanian Riau. Tidak heran bila kita melihat banyak sekali sawah disana, masyarakat Riau
ini ada yang mempunyai sawah sendiri atau bahkan menyewa dengan dengan orang lain untuk
mendapatkan penghasilan. Masyarakat Riau senang bertani karena daerahnya masih subur dan
hijau. Selain bertani, mereka juga mengandalkan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit
yang biasanya dibentuk di daerah dataran tinggi. Kelapa sawit ini biasanya diekspor ke kota-kota
besar, seperti Jakarta, Bandung dll. Selain itu ada sebagian kecil masyarakatya yang bermata
pencaharian melalui pertambangan minyak bumi.
Berbeda dengan Riau kepulauan (batam, tanjung pinang), masyarakatnya lebih banyak yang
mencari penghasilan melalui memancing atau menjadi nelayan, karena mereka tinggal
dikepulauan tentulah mereka menyenangi laut, ikan yang terkenal di daerah ini yaitu ikan salai,
yang biasa dimasak cabai hijau oleh masyarakat sana.
Riau merupakan salah satu suku bangsa yang kaya akan sumber daya alam, baik kekayaan yang
terkandung di perut bumi yaitu berupa minyak dan gas bumi, emas, dll. maupun kekayaan hutan
dan perkebunannya, belum lagi kekayaan sungai dan lautnya. Dalam perekonomian, tenaga kerja
masyarakat Riau salah satunya yaitu perkebunan. Perkebunan yang berkembang adalah
perkebunan karet dan perkebunan kelapa sawit, baik itu yang dikelola oleh negara ataupun oleh
Selain perkebunan, kurang lebih sekitar 55 % masyrakat Riau bermata pencaharian petani, dan
sektor pertanianlah yang memiliki potensi utama yang harus dikembangkan. karena kepulauan
Riau memiliki tanah yang subur sehingga termotivasi untuk menjadikan lahan pertanian. Mereka
menanami berbagai macam tanaman yang sangat baik untuk dikembangkan contohnya seperti
buah-buahan, sayuran, kelapa, kopi, nenas, cengkeh, palawija, holtikultura. Penanaman tersebut
pun juga disesuaikan dengan lahan-lahan yang strategis. Masyarakat Riau pun juga
mengembangkan usaha budidaya perikanan.
Perekonomian
Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2005 adalah sebesar 6,57%.
Sektor-sektor yang tumbuh dengan baik (lebih cepat dari pertumbuhan total PDRB) pada tahun
2005 antara lain sektor pengangkutan dan komunikasi (8,51%), sektor industri pengolahan
(7,41%), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (6,89%), sektor jasa (6,77%), serta
sektor perdagangan, hotel dan restoran (6,69%).
PDRB Perkapita Provinsi Kepulauan Riau dalam lima tahun terakhir (2001-2005) cenderung
mengalami kenaikan. Pada tahun 2001 PDRB Perkapita (Atas Harga Berlaku – Tanpa Migas)
sebesar Rp.22,808 juta, dan pada tahun 2005 meningkat sehingga menjadi sebesar Rp.29,348 juta.
Namun secara riil (tanpa memperhitungkan inflasi) PDRB Perkapita (tanpa gas) pada tahun 2001
hanya sebesar Rp.20,397 juta dan pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar Rp.22,418 juta.
Profil Pemilik :
1. Nama pemilik : Sugianto
2. Tempat, tanggal lahir : Padang, 01 Desember 1962
3. Asal : Padang, sumatra barat
4. Agama : Islam
5. Pendidikan terakhir : SLTA
Sejarah Usaha :
Usaha ini dimulai dari tahun 1993/1994 oleh pak Sugianto, usaha ini merupakan usaha
yang memang diwariskan secara turun temurun oleh keluarga pak sugianto. Usaha ini dibuka
jauh sebelum jembatan Siak III dibangun dan akses untuk menyeberangi sungai siak dengan
menggunakan fery. Tak hanya itu kondisi rumbai masa itu masih bisa terbilang sepi.
Tempat Usaha :
Usaha ini beralamat di Rumbai pekanbaru. Disisi kiri dari jembatan siak 3
Tenaga Kerja :
Jumlah tenaga kerja yang diberdayakan terdiri dari 15 orang, dari 15 itu seluruhnya berjenis
kelamin laki-laki Dan setiap satu orang pekerja dapat menghasilkan produk biasa dengan tingkat
kesulitan kecil maksimal 4 unit/hari. Dan untuk produk dengan tigkat kesulitan besar, setiap
pekerja dapat menghasilkan 1 unit/3 hari.
Untuk tenaga kerja, pemilik usaha menggunakan 3 orang tenaga kerja skill dan 12 tenaga
kerja biasa. Untuk tenaga kerja skill digunakan untuk memproduksi mebel yang tingkat
kesulitannya besar sedangkan tenaga kerja biasa diberdayakan untuk memproduksi produk yang
tingkat kesulitannya kecil.
Tenaga kerja yang memiliki skill didapat bukan melalui instansi khusus, melainkan
tenaga kerja bisa yang gigih dan mau bila pemilik usaha melatihnya. Perektutan tenaga kerja
yang dilakukan pak sugianto bukan melalui promosi dan iklan, namun melalui perekrutan kepada
kerabat maupun tetangga yang tingkat kesulitannya besar sedangkan tenaga kerja biasa
diberdayakan untuk memproduksi produk yang tingkat kesulitannya kecil.
Jenis Produksi
Sedang :
1. Bakul nasi
2. Tempat lampu
3. Keranjang sawit
4. Keranjang pakaian
5. Jemuran pakaian
6. Pemukul kasur
7. Pembatas
Sulit :
1. Mainan kuda – kudaan
2. Ayunan bayi
3. Kursi goyang
4. Satu set kursi ruang tamu
Omset Penjualan :
Untuk omset penjualan, pemilik usaha tidak dapat memastikan seberapa banyak dia dapat
menjual produknya karena keuntungan penjualan diperoleh berdasarkan pemesanan yang
dilakukan konsumen secara langsung.
Laporan Keuangan :
Komponen biaya :
Biaya tetap :
· Tempat : Rp.500.000/bulan
· Bunga : Rp. 20.000/bulan (0,1 %)
Total pengeluaran/bulan : Rp.520.000
Dari tabel diatas, hasil penjualan dari 3 industri rotan tersebut berbeda. Dari yang dilihat, perabot
rotan berada pada posisi pertama untuk omset penjualan, Dona rotan yang kedua dan pelangi
rotan yang ketiga.perbedaan omset ini terjadi karena beberapa kemungkinan. Yaitu :
1. Selera dari konsumen berbeda-beda
2. Kualitas dari produk yang dihasilkan dari masing-masing industri juga berbeda
3. Letak industri yang kurang strategis, jika dibandingkan dengan industri rotan yang omset
penjualannya besar(perabot rotan)
1. Gergaji
2. Mesin jahit
3. Kertas pasir
4. Paku
5. Palu
6. Cat pernis
7. Cat biasa
8. Gas
Kendala Usaha :
METODOLOGI
Sentra kerajinan Rotan yang berada di Jalan Yos Sudarso, Rumbai, Pekanbaru. Foto: Rio Sunera
/ tripriau.com
Furniture rotan seakan tidak pernah ada matinya. Meskipun penggunaan furniture dari
material lain seperti kayu, bambu dan besi sempat mendominasi, rotan tetap mendapat tempat bagi
para pecintanya.
Furniture rotan sudah terkenal dari dulu. Di Riau sendiri, pada tahun 90an rotan sudah
mendominasi pasaran furniture. Berbagai perabotan dan alat-alat rumah tangga dari rotan menjadi
incaran. Baik bagi masyarakat sendiri, maupun dijadikan oleh-oleh bagi para wisatawan.
Sentra rotan di Riau terletak di Jalan Yos Sudarso, Rumbai. Di sepanjang kiri jalan – bila
menuju ke luar kota - Anda akan melihat berbagai macam perabotan dan hiasan rumah terbuat dari
rotan. Deretan hasil kerajinan rotan ini akan langsung mencuri perhatian Anda.
Di sini Anda juga akan menemukan berbagai barang rumah tangga lainnya yang menarik.
Anda juga bisa memiliki gantungan lampu, keranjang loundry, hulahup, kuda-kudaan untuk anak,
anak, bahkan pot bunga yang terbuat dari rotan. Banyak pilihan yang bisa Anda temukan ketika
menyambangi sentra rotan di Rumbai.
Salah satu pengrajin sedang mengerjakan pesanan keranjang di sentra kerajinan rotan Rumbai,
Pekanbaru. FotoL Rio Sunera / tripriau.com
Salah satu pedagang rotan yang kita jumpai , Sugianto, mengaku sudah berjualan di
Rumbai sejak tahun 1994. Tak hanya sebagai penjual, Sugianto juga merupakan pengrajin rotan
yang handal. Meskipun sudah memiliki sejumlah karyawan, Sugianto tetap turun tangan dalam
proses pembuatan produk, untuk memastikan kualitas.
Hingga saat ini Sugianto memiliki sekitar 13 orang pengrajin yang membantunya untuk
memenuhi permintaan pelanggan terhadap perabotan dan barang rumah tangga dari rotan.
Pengrajin tidak menyediakan produk dalam jumlah banyak, “Kalau mau beli dalam jumlah
banyak, harus dipesan dulu, baru kita buatkan,” jelas Sugianto.
Sugianto juga mengatakan, untuk membuat satu kursi tamu dengan model yang rumit,
membutuhkan waktu sekitar 6-7 hari, sedangkan dengan model sederhana membutuhkan 3-4 hari.
Untuk barang-barang lain yang lebih simple tentunya tak memakan waktu lama dalam
pembuatannya.
Untuk bahan baku rotan, Sugianto dan pengrajin lainnya menggunakan rotan hasil
Indonesia. Baik itu rotan pabrikan, atau pun rotan yang diambil dari pencari rotan langsung.
Biasanya, rotan yang digunakan oleh pengrajin di sini merupakan Rotan setengah jadi yang
siap olah.
Adapun jenis-jenis rotan yang mereka gunakan adalah rotan getah, rotan danar, rotan
semambu dan rotan sega. Adapun rotan pabrikan yang mereka pakai adalah rotan manau yang
telah dipoles, ritrit, kor dan tali pengikat.
Harga yang ditawarkan untuk produk rotan ini pun tidak terlalu mahal, jika kita bandingkan
dengan perabotan dari material lainnya.
Untuk satu kursi tamu atau kursi santai, Sugianto menawarkan dengan harga Rp 450.000.
Kursi anak-anak seharga Rp 100 ribu, kuda-kudaan Rp 120 ribu. Sedangkan untuk piring rotan,
hanya berkisar Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu saja.
Hasil kerajinan rotan ini sering dijadikan cindera mata bagi pemudik untuk kerabat di
kampung. “Yang sering beli itu orang-orang dari Pekanbaru yang mau pulang ke daerahnya.
Makanya semua kedai-kedainya menumpuk di sebelah kiri, biar pelanggan gak susah-susah mutar
lagi,” ujar Sugianto sambil tersenyum.
Secara garis besar penataan tempat usaha industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai
Kota pekanbaru belum tertata dengan baik, adapun permasalahannya sebagai berikut:
1) Lahan yang dipakai berada di sepanjang koridor jalan Yos Sudarso yang mana mengalami
pelebaran sehingga mengakibatkan pengggusuran dan penyempitan areal usaha.
3) Kondisi bangunan usaha tidak teratur sebagian besar memakai lahan drainase jalan sehingga
memaksa bentuk bangunan usaha menjadi bangunan panggung, bangunan fisiknya non permanen
dan semi permanen (dindingnya terbuat dari papan, atapnya berupa seng).
Dari permasalahan diatas akan mempengaruhi pemasaran produk industri kerajinan rotan
di Kecamatan Rumbai Kota pekanbaru, semakin bagus penataan usaha maka pemasaran produk
lebih mudah dilakukan.
Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan penataan tempat usaha
pada industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru adalah perlu adanya
pembangunan tempat usaha yang khusus untuk kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru (Sentra Rotan). Pemerintah Kota Pekanbaru telah merencanakan pembangunan sentra
rotan di Kecamatan Rumbai pada lahan seluas 3,1 hektar. Dengan adanya sentra rotan ini akan
menunjang produktivitas usaha kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai hanya saja pada saat ini
pembangunan sentra rotan ini terhambat karna status kepemilikan tanah yang belum jelas.
a. Data Primer
Sumber data primer yang digunakan adalah data hasil wawancara yang dilakukan
oleh bapak Sugianto selaku pengusaha kerajinan rotan di daerah kecamatan Rumbai. Wawancara
ini membahas tentang hal-hal dasar dari wirausaha kerajinan rotan meliputi cara memulai bisnis
kerajinan rotan, kekurangan dan kelebihannya, omzetnya, persaingan usahanya, dan alasan
narasumber memilih kelapa sawit sebagai ladang bisnis.
Sumber data skunder yang digunakan adalah dokumntasi studi atau dapat disebut
dengan literatur dari berbagai sumber studi, baik itu buku maupun internet. Sumber data skunder
dalam hal ini sangat membantu dalam melengkapi kebutuhan data. Dari buku dan internet kita
dapat memperoleh data yang lebih variatif dan aktual.
Dalam penyusunan makalah ini ada beberapa metode pengumpulan data yang dilakukan
oleh penulis, yaitu :
a. Wawancara
Proses wawancara dilakukan via telepon pada Sabtu, 26 November 2016 pukul
19.00 – 20.00. Narasumber adalah seorang pegawai direktorat pajak yang baru merintis
usaha kerajinan rotan selama 2 tahun terakhir. Pada proses wawancara, wawancara tidak
berlangsung secara terstuktur namun dengan cara bertukar pikiran dengan narasumber.
Hasil wawancara yang dilakukan bukan dalam bentuk data kuantitatif melainkan data
kualitatif, dimana keteangan – keterangan tersebut dapat dijadikan informasi tambahan
pada penulisan makalah.
Metode dokumentasi makalah ini didapatkan dari berbagai variabel berupa buku,
surat kabar, profil daerah, dan informasi lain yang berhubungan dengan makalah ini. Materi
– materi tersebut didapat dari buku maupun literatur internet.
Dalam analisis data ini penulis menggunakan analisis deskriptif, yaitu metode pengambilan
data dari objek penelitian dengan mengumpulkan data melalui penyajian pertanyaan atau
kuesioner. Informasi yang diperoleh dari responden ditabulasikan dan diolah serta dijabarkan
dengan memberikan gambaran-gambaran keadaan atau kondisi tentang industri kerajinan rotan di
Kecamatan Rumbai serta dikaitkan dengan teori-teori yang ada hubungan nya dengan
permasalahan-permasalahan yang dibahas.
Jenis barang yang diproduksi dalam industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru tergolong dalam dua kelompok, yaitu perabotan rumah tangga (furniture) dan barang-
barang anyaman. Yang membedakan antara produk furniture dengan anyaman adalah harga jual
Sesuai dengan fungsinya, rotan yang dipakai dalam industri produk jadi rotan di
Kecamatan Rumbai adalah rotan rangka dan rotan anyaman. Jenis rotan yang digunakan sebagai
rangka dalam produk yaitu rotan manau, danan, tabutabu, semambu, getah, karena sifatnya yang
kuat dan lentur sedangkan jenis rotan seperti rotan core dan fitrit digunakan untuk anyaman karena
sifatnya lebih lentur.
Bahan baku yang digunakan untuk industri produk jadi rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru berupa rotan bulat dan belahan yang sudah mengalami proses Wased dan Sulphurized
(W and S). Jadi rotan yang digunakan dalam industri kerajinan rotan merupakan rotan yang sudah
menjadi barang setengah jadi. Bahan baku industri rotan di Kecamatan Rumbai diperoleh dari
beberapa daerah di Provinsi Riau, yaitu dari Desa Pantai Raja Kecamatan Kampar kiri, Desa
Rantau Berangin, Ujung Batu Rohil dan beberapa pengumpul rotan yang ada di Kuansing.
Disamping itu bahan baku rotan ini juga didatangkan dari beberapa daerah di luar Provinsi Riau
seperti Sumatera Barat, Medan dan Jawa Barat. Modal awal atau dana merupakan salah satu faktor
yang sangat penting untuk memulai suatu usaha. Dana berfungsi sebagai biaya pembelian bahan
baku dan peralatan barang guna melakukan kegiatan produksi disamping untuk membayar upah
tenaga kerja dan biaya-biaya lainnya.
Berdasarkan data yang didapat, terdapat 6 pengusaha atau 26,08% yang menggunakan
modal Rp. 15.000.000 – Rp. 20.000.000, kemudian ada 4 orang pengusaha atau 17,40% yang
menggunakan modal antara Rp. 9.000.000 – Rp. 14.000.000, dan sebanyak 13 orang pengusaha
Perkembangan modal usaha industri kerajinan rotan dilihat dari total asset ataupun
kekayaan usaha, terdapat 2 orang pengusaha atau 8,70% yang memiliki asset usaha diatas Rp.
58.000.000, 1 orang pengusaha atau 4,35% memiliki asset usaha antara Rp. 48.000.000 – Rp.
58.000.000 dan Rp. 37.000.000 – Rp. 47.000.000. Sedangkan total asset usaha yang paling banyak
dimiliki pengusaha industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai yaitu antara Rp. 15.000.000 –
Rp. 25.000.000 sebanyak 13 orang atau 56,52%.
Tenaga kerja pada industri kerajinan rotan pada umumnya tidak menggunakan tenaga ahli
karena proses produksi rotan masih menggunakan alatalat yang sederhana dan bersifat tradisional.
Berdasarkan data di lapangan terdapat 18 orang pengusaha atau 78,26% yang menggunakan tenaga
kerja antara 1-4 orang. Sebanyak 3 orang pengusaha atau 13,04% menggunakan tenaga kerja
antara 5-8 orang dan 1 orang pengusaha yang menggunakan tenaga kerja antara 9- 12 serta diatas
12 orang dan pendidikan tenaga kerja pada industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru paling banyak berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak 55
Orang atau 56,70%. 26 Orang tenaga kerja atau 26,80% berpendidikan Sekolah Dasar (SD)
selebihnya sebanyak 16 orang yang rata-rata adalah pengusaha industri kerajinan rotan sendiri atau
16,50% berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Rata-rata hasil produksi kerajinan rotan, pada kursi tamu penjualan terbanyak berkisar
antara 1-2 set perbulan yaitu sebanyak 20 orang pengusaha atau 86,96%, untuk kursi teras
penjualan terbanyak antara 1-2 set perbulan yaitu sebanyak 18 orang pengusaha atau 78,26%,
untuk kursi goyang penjualan terbanyak berkisar antara1-4 unit perbulan yaitu sebanyak 19 orang
atau 82,61%, sedangkan untuk ayunan bayi penjualan terbanyak berkisar antara 1-4 unit perbulan
yaitu sebanyak 16 orang pengusaha atau sekitar 69,58%.
Pendapatan bersih usaha antara 2.000.000 – 2.999.999 sebanyak 6 pengusaha atau 26,09%,
pendapatan bersih usaha antara 4.000.000 – 4.999.999 sebanyak 2 pengusaha atau 8,70%, dan
pendapatan usaha antara 1.000.000 – 1.999.999 sebanyak 1 pengusaha atau 4,35%.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh
pengusaha kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai adalah tergantung kepada seberapa besar total
penjualan produk jadi rotan, total biaya produksi, dan seberapa banyak para pengusaha tersebut
dapat menguasai pasar dan memperluas segmen pasarnya sehingga dapat menjaring banyak
konsumen.
a. Strengths / Kekuatan
Kelebihan dari usaha ini ialah produk yang dipasarkan atau yang dipesan cenderung dalam
jumlah yang banyak. Sehingga walaupun keuntungan per satu barang relative sedikit, tetap akan
mendatangkan penghasilan yang banyak jika pesananya besar. Selain itu, usaha ini juga memiliki
sumber tenaga kerja yang luas. Sehingga tidak terjadi ketergantungan pada produksi di satu daerah
saja, akan tetapi tetap memiliki pemasok yang lain.
b. Weakness / Kelemahan
Kelemahan dari usaha rotan ini ialah terjadinya ketergantungan terhadap pesanan dari
perusahaan dagang. Maksutnya ialah bahwa produksi kerajinan dilakukan jika ada pesanan,
sehingga pengerajin tidak bisa memproduksi barang secara besar-besaran. Sebenarnya bias-bisa
saja kita produksi barang secara besar. Akan tetapi, barang-barang yang sudah diproduksi harus
menunggu pesanan dulu untuk kemudian bias dipasarkan. Jika barang sudah diproduksi akan tetapi
tidak ada pesanan, maka ada kemungkinan untuk terjadinya kerugian.
Kalau kita lihat dari keadaan usaha, sebenarnya bayak peluang untuk lebih
mengembangkan usaha ini. Diantaranya dengan lebih mengembangkan jenis produk-produk yang
bisa dipasarkan di dalam negeri walau tanpa perantara perusahaan dagang. Hal ini bisa dilakukan
dengan memasarkannya secara on line, karena pasar on line memiliki cangkupan pasar yang
cukup luas. Jika usaha bisa diperlebar, maka tenaga kerjapun akan lebih banyak lagi yang bisa
ditampung.
d. Threats / Ancaman
Ada dua macam hal yang bias berpengaruh terhadap usaha ini, ancaman yang dataang dari
luar, dan yang berasal dari dalam usaha ini sendiri. Ancaman dari luar bisa berupa langkanya bahan
baku yang tersedia kaerna tidak dapat memproduksi bahan baku sendiri. Sedangkan kemungkinan
ancaman dari dalam berupa menurunnya kualitas produk jika tidak diawasi dengan baik, hal ini
berhubungan dengan barang ekspor yang kualitasnyapun harus tetap dijaga. Karena orang luar
cenderung melihat kualitas dari pada kuantitas. Jika kualitas ini tidak bias dipertahankan, maka
ada kemungkianan penolakan produk yang sudah dikirim.
BAB IV
Untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan rotan nasional dapat dilihat
dari perkembangan industri rotan sebagai berikut :
Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia, diperkirakan 80% bahan baku
rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, sisanya dihasilkan oleh Negara lain seperti :
Philippina, Vietnam dan negara-negara Asia lainnya.
Daerah penghasil rotan yaitu P. Kalimantan, P. Sumatera, P. Sulawesi dan P. Papua dengan
potensi rotan Indonesia sekitar 622.000 ton/Tahun
Volume ekspor Rotan olahan mengalami penurunan dari 193.078 ton pada tahun 2003 menjadi
172.782 ton pada tahun 2006 atau turun rata-rata sebesar – 3,63% per tahun, namun di sisi lain
nilainya meningkat dari US$ 359 juta menjadi US$ 399 juta atau naik rata-rata 3,58% per tahun.
Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan harga jual ekspor per satuan produk rotan olahan.
Sementara itu untuk impor rotan olahan, meskipun volume dan nilainya relatif kecil dibandingkan
dengan volume dan nilai ekspornya, namun pertumbuhannya sangat pesat, sehingga perlu
diwaspadai baru pada periode 2003 – 2006, impor rotan olahan meningkat dari 788 ton (senilai
US$ 1,41 juta) meningkat menjadi 2.709 ton (senilai US$ 3,74 juta) atau volume impor
mengalami pertumbuhan sebesar rata-rata 50,92% per tahun, sedangkan nilainya naik rata-rata
sebesar 38,43% per tahun.
Industri rotan sebagian besar berlokasi di Pekanbaru dan sekitarnya. Pada periode 2001 – 2004,
baik jumlah perusahaan, produksi, ekspor maupun penyerapan tenaga kerja di sub sektor industri
pengolahan rotan di Pekanbaru mengalami peningkatan, dimana jumlah perusahaan meningkat
dari 923 unit usaha menjadi 1.060 unit usaha, produksi meningkat dari 62.707 ton menjadi 91.181
ton, ekspor meningkat dari 32.871 ton (senilai US$ 101,67 juta) menjadi 51.544 ton (senilai US$
116.572 juta) dan penyerapan tenaga kerja meningkat dari 51.432 orang menjadi 61.140 orang.
Namun sejak tahun 2005, baik produksi, ekspor maupun penyerapan tenaga kerja di sub sektor
industri pengolahan rotan di Pekanbaru mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dan
penurunan tersebut berlanjut pada tahun 2006.
Pada tahun 2007, beberapa produsen mebel rotan di Pekanbaru mengalami penurunan produksi,
diantaranya yang semula dapat mengekspor sebanyak 120 kontainer per bulan, saat ini hanya
mampu mengekpor 15–20 kontainer, bahkan sudah ada yang tidak berproduksi lagi. Hal tersebut
disebabkan oleh sulitnya memperoleh bahan baku rotan yang berkualitas, namun sebaliknya di
negara pesaing bahan baku tersebut lebih mudah didapatkan. Akibatnya banyak pengusaha rotan
Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 48
kecil yang semula sebagai sub kontraktor tidak memperoleh pekerjaan lagi, sehingga
menimbulkan banyak pengangguran. Disamping itu, juga berdampak terhadap terhambatnya
pengembalian kredit oleh industri pengolahan rotan ke perbankan (alias kredit macet). Apabila hal
ini tidak segera diatasi, maka bisa jadi industri pengolahan rotan akan menjadi semakin terpuruk.
Penurunan industri pengolahan rotan, baik yang terjadi pada skala nasional maupun di sentra
industri Cirebon sejak tahun 2005 disinyalir penyebabnya adalah dikeluarkannya SK Menteri
Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan, yang
memperbolehkan ekspor bahan baku rotan dan rotan setengah jadi (ditambah lagi dengan
mengalirnya bahan baku rotan ke luar negeri secara illegal), mengakibatkan industri pengolahan
rotan di dalam negeri sulit mendapatkan bahan baku. Di lain pihak, industri pengolahan rotan di
negara-negara pesaing, terutama China dan Taiwan berkembang lagi secara pesat, sehingga
merebut pangsa pasar dan potensi pasar ekspor produk rotan dari Indonesia.
Disisi lain ekspor produk rotan China yang pada pada tahun 2002 masih berimbang dengan
Indonesia sebesar US $ 340.000, pada tahun 2006 telah meningkat 4 kali lipat, sementara Indonesia
sebagai penghasil bahan baku rotan kegiatan ekspor produk rotannya menurun.
Sebelum tahun 1986, Indonesia merupakan pengekspor bahan baku rotan terbesar di dunia,
sedangkan industri pengolahan rotan nasional pada saat itu belum berkembang.
Sejak tahun 1986, yaitu dengan dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 274/KP/X/1986
tentang larangan ekspor bahan baku rotan, industri pengolahan rotan nasional mengalami
perkembangan yang sangat pesat yaitu meningkat dari hanya 20 perusahaan menjadi 300
perusahaan. Sementara itu, industri pengolahan rotan di luar negeri (Taiwan dan Eropa) yang
bahan bakunya mengandalkan pasokan dari Indonesia banyak yang mengalami kebangkrutan dan
mengalihkan usahanya ke Indonesia, khususnya di daerah Pekanbaru.
Dalam perkembangan selanjutnya ketika ekspor bahan baku rotan dibuka kembali pada tahun
2005, yaitu dengan dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005 tentang
· Bahan Baku
Industri pengolahan rotan nasional mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku yangdisebabkan
antara lain adanya kebijakan ekspor bahan baku rotan serta masih maraknya penyelundupan rotan
ke luar negeri
Produksi penguasaan teknologi finishing masih ketinggalan serta desain produk-produk rotan
olahan masih ditentukan oleh pembeli dari luar negeri (job order).
· Pemasaran
5. Strategi Pengembangan
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh industri pengolahan rotan tersebut diatas
dikembangkan strategi sebagai berikut :
Peninjauan kembali kebijakan ekspor bahan baku rotan serta peningkatan pemberantasan
penyelundupan rotan ke luar negeri.
Untuk membangkitkan kembali industri pengolahan rotan nasional diperlukan dukungan dari
semua pihak (pemangku kepentingan) untuk saling bekerjasama secara sinergis dengan
mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi, kelompok maupun sektoral.
Perlu dilakukan peninjauan kembali tentang Ketentuan Ekspor Rotan yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005, dalam rangka menjamin kontinuitas
pasokan bahan baku rotan di dalam negeri, serta peningkatan daya saing produk barang jadi rotan
di luar negeri.
Kerajinan rotan telah memiliki pasar ekspor yang cukup besar, dan akan terus memiliki
peluang pasar yang besar di luar negeri hal ini disebabkan :
Indonesia adalah salah satu negara penghasil rotan terbesar. Karena Indonesia memiliki
hutan yang luas, dan rotan hanya akan tumbuh di wilayah yang masih banyak hutannya.
Proses pembuatan produk kerajinan rotan, furniture maupun accessories, yang kebanyakan
berbentuk anyaman, mengandalkan kerajinan tangan dan hanya sedikit alat atau mesin
yang digunakan. Dimana orang-orang Indonesia sudah memiliki keahliannya sejak jaman
dahulu, dan terus berkembang hingga sekarang.
Tenaga kerja di Indonesia relatif lebih murah dibandingkan dengan negara-negara maju,
sehingga membuat harga produk menjadi lebih kompetitif. Hanya negara-negara
berkembang dan memiliki bahan baku rotan yang akan selalu menjadi kompetitor
Indonesia seperti Vietnam, Myanmar, Thailand dan Philipina.
Namun, akhir-akhir ini kejayaan ekspor kerajinan rotan mendapat ancaman yang cukup besar
justru datang dari pemerintah sendiri, di mana Kementerian Perdagangan membuat kebijakan
tentang diperbolehkannya ekspor rotan mentah.
Analisa kerugian dan dampak negatif dari kebijakan Ekspor Bahan Baku Rotan (bahan mentah)
Tidak ada nilai tambah untuk ekspor rotan mentah, sebagaimana apabila rotan telah diolah
menjadi produk seperti furniture dan aneka kerajinan lainnya. Yang tentunya akan
memiliki nilai ekspor yang jauh lebih tinggi.
Melihat bahan baku rotan sebagai sebuah asset yang memiliki nilai strategis untuk
menguasai pasar kerajinan rotan di dunia. Sehingga menjualnya ke luar negeri sebagai
produk jadi merupakan sebuah kebenarann. Dan menjualnya dalam keadaan bahan mentah
adalah sebuah kesalahan dalam konteks manfaat yang sebesar-besarnya untuk kepentingan
rakyat.
Melihat rotan sebagai asset yang mempunyai nilai tambah dan sumber daya alam yang
bisa membuka lapangan pekerjaan dan menarik investasi. Menarik investasi untuk
pengembangan ekspor produk jadi rotan, bukan untuk ekspor rotan mentah.
Memperbaiki infrastruktur maupun sarana yang berkaitan dengan pengembangan produksi
dan ekspor kerajinan rotan. Salah satu hal yang mendesak adalah membuat pergudangan
Usaha Kerajinan Rotan di daerah Rumbai, Provinsi Pekanbaru Page 53
untuk stok rotan yang dibeli dari petani rotan, sehingga akan berdampak pada :
– Rotan tidak menumpuk pada petani
– Menghilangkan penyelundupan rotan mentah ke luar negeri
– Petani rotan di untungkan dengan harga dari pemerintah, dan bukan dari tengkulak.
– Pengrajin/produsen rotan mudah mendapatkan bahan baku rotan.
Mengatasi ekspor illegal atau penyelundupan rotan mentah ke luar negeri, yang jelas-jelas
merugikan bangsa dan rakyat Indonesia.
Membantu penelitian dan pengembangan bahan baku rotan agar tetap lestari dan
berkelanjutan.
Anda sebagai karyawan di sebuah perusahaan, akan tetap bisa bekerja seperti biasa dan
memiliki penghasilan tambahan dari sumber lain. Besarnya tidak pernah anda bayangkan
sebelumnya. Jika anda seorang ibu rumah tangga, tidak ada salahnya anda mencoba menjalankan
usaha ini. Berangkat dari keterbatasan modal dan waktu sebagai ibu rumah tangga, anda bisa
memberikan kejutan luar biasa kepada suami. Keinginan untuk menjadi kaya bisa terwujud segera
tanpa hambatan yang berarti.
Menjalankan Peluang Usaha Sampingan Kerajinan Rotan memiliki resiko kerugian yang
sangat kecil. Hal ini disebabkan karena kebutuhan masyarakat akan Kerajinan Rotan semakin
meningkat. Apalagi daya beli masyarakat saat ini semakin tinggi. Mereka memilih produk dalam
negeri yang berkualitas yang bisa menunjang pemasukan negara. Dengan demikian berarti anda
telah membantu program pemerintah dalam mengurangi jumlah kemiskinan dan pengangguran.
Hal pertama yang perlu anda persiapkan untuk menjalankan usaha sampingan ini adalah
niat dan mental. Setelah itu, belajarlah lebih lanjut mengenai seluk beluk usaha ini. pengetahuan
anda merupakan modal besar yang harus anda miliki untuk menjalankan usaha dengan baik.
Setelah itu anda bisa memulai usaha Kerajinan Rotan ini dengan kerja keras, keyakinan yang
mantap dan tidak pernah merasa bosan. Ingatlah bahwa dengan kekayaan yang anda dapatkan nanti
anda bisa membeli masa depan sejak dini. Hidup anda dan keluarga akan lebih terjamin. Siapapun
dan bagaimanapun anda, jangan ragu untuk segera melangkah. Kunci sukses finansial yang paling
mujarab adalah Peluang Usaha Sampingan Kerajinan Rotan yang dijalankan secara serius dan
dengan kerja keras yang tinggi.
Rotan merupakan tumbuhan khas tropika yang tumbuh di kawasan hutan tropika basah
yang heterogen. Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah yang berawa, tanah kering, hingga
tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan dapat mencapai 2900 m di atas
permukaan laut. Semakin tinggi tempat tumbuh, maka rotan semakin jarang dijumpai. Rotan juga
akan semakin sedikit di daerah yang berbatu kapur (Januminro 2000).
Pada saat ini sudah ditemukan delapan suku rotan yang tumbuh di Indonesia,
yakni Calamus, Daemonorops, Khorthalasia, Plectocomia, Ceratolobus, Plectocomiopsis,
Myrialepsis, dan Calospatha. Dari 8 suku tersebut, total jenisnya di Indonesia mencapai tidak
kurang dari 306 jenis. Penyebaran rotan tersebut meliputi pulau Kalimantan sebanyak 137 jenis,
Sumatera sebanyak 91 jenis, Sulawesi sebanyak 36 jenis, Jawa sebanyak 19 jenis, Irian sebanyak
48 jenis, Maluku sebanyak 11 jenis dan Sumbawa sebanyak 1 jenis (Januminro 2000). Penyebaran
rotan di Pulau Kalimantan hampir merata, yang paling terbesar adalah Kalimantan Barat dan
Timur sedangkan pusat pembudidayaan rotan yang paling dominan terdapat di Kalimantan
Tengah. Penyebaran rotan di pulau Sulawesi terdapat di sekitar daerah Kendari, Kolaka, Towuti,
Donggala, Gorontalo, Poso, Palopo, Buton, dan Pegunungan Latimojong. Penyebaran rotan yang
paling utama di pulau Sumatera terdapat di daerah Lampung, Jambi, Bangka, Belitung, Riau,
Sumatra Barat (Widodo 1993).
Berdasarkan cara pertumbuhannya, rotan dibedakan menjadi dua yaitu rotan yang tumbuh
secara berumpun dan yang tumbuh secara tunggal. Rotan yang tumbuh secara berumpun biasanya
memiliki ukuran yang lebih kecil dan tumbuh berkelompok di tepi sungai, seperti rotan Sega
(Calamus caesius), rotan Ahas (Korthalsia angustifolia BI), dan rotan Jermasin (Calamus
Rotan Sega
Rotan Manau (Calamus Manan) secara umum memiliki warna batang kuning lansat,
dengan diameter batang berkisar 25 mm, panjang ruasnya 35 cm dengan total panjang batang bila
dewasa mencapai 40 meter. Batang tumbuh dengan cara merambat di antara batang dan ranting
pohon. Batang tersebut tumbuh tunggal dan tidak berumpun. Warna batang hijau tua dan kering
menjadi kekuning-kuningan. Daun Rotan Manau bertipe majemuk menyirip dengan panjang daun
sekitar 4 m.
Rotan Manau
Rotan yang memiliki sifat dan memenuhi syarat serta berkualitas baik untuk berbagai
keperluan industri berjumlah 128 jenis. Sementara itu, rotan yang sudah umum diusahakan atau
diperdagangkan dengan harga tinggi untuk berbagai keperluan baru mencapai 28 jenis saja. Jenis
Bagian dari tanaman rotan yang paling banyak dimanfaatkan adalah bagian batangnya,
terutama batang yang sudah tua. Batang rotan yang sudah tua umumnya dimanfaatkan untuk bahan
baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Disamping bagian batang, bagian lain seperti akar, buah,
dan getah dari beberapa jenis rotan juga dapat dimanfaatkan. Akar dan buah rotan digunakan
sebagai bahan obat tradisional. Sementara getahnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pewarnaan pada industri keramik dan industri farmasi. Tabel 2 menyajikan pemanfaatan dari
beberapa jenis rotan. Setiap batang rotan juga memiliki kegunaan yang beragam, tergantung pada
jenis hasil olahan, diantaranya:
1. Kulit rotan (peel) dimanfaatkan untuk berbagai jenis anyaman, lampit, tikar, tas, keranjang,
dan sebagai bahan pengikat. Pemanfaatan didasarkan pada warna, elastisitas/ kekuatan, dan
kelurusan bukunya.
2. Hati rotan dimanfaatkan untuk berbagai bahan pembuatan keranjang dan tali pengikat.
Penggunaanya didasarkan pada elastisitas, tingkat keawetannya, kehalusan hasil serutan,
dan ada tidaknya cacat.
3. Limbah kulit dan hati rotan dimanfaatkan untuk keperluan industri petasan, pengisian jok
mobil/ kursi, dan lainnya.
Rotan di Indonesia umumnya tumbuh di hutan-hutan lebat yang ditumbuhi oleh pohon karena
rotan termasuk jenis tumbuhan pemanjat. Tabel 3 menyajikan 20 provinsi di Indonesia yang
memiliki potensi dalam menghasilkan bahan baku rotan.
Setelah dipanen bagian ujung rotan dipotong untuk menghilangkan bagian yang muda.
Bagian muda ini dapat merusak rotan dengan terserang jamur dan menurunkan mutu bahan
menjadi keriput setelah mengering. Bagian batang yang tua selanjutnya dibersihkan dari duri,
kelopak dan kotoran. Pada jenis rotan yang mengandung silika dilakukan proses runti, yaitu
dengan melewatkan rotan pada sepotong bambu kemudian ditarik berulang-ulang atau memukul-
mukul rotan dengan kayu. Rotan yang telah dibersihkan selanjutnya dipotong sesuai permintaan.
Rotan berdiameter besar biasanya dipotong sepanjang 3 meter dan rotan diameter kecil dipotong
sepanjang 6 meter. Selanjutnya rotan ikatan menjadi bundelan untuk dibawa kepengumpul.
Pegangkutan dilakukan sesuai dengan jarak dan alat transportasi yang tersedia, biasanya ditarik
oleh pemungut atau hewan ternak, diangkat dengan gerobak atau perahu. Pada proses
pengangkutan terjadi kerusakan baik fisik seperti tergores, retak, pecah dan biologis seperti
serangan jamur.
Pengumpul rotan selanjutnya mensortir untuk mendapatkan rotan yang berkualitas dan
selanjutnya dijemur 2-3 hari menghasilkan rotan asalan/rotan bulat basah/UWS (unwashed and
sulphurized). Rotan ini memiliki kadar air di atas 20%. Selanjutnya adalah proses pengolahan rotan
menjadi bahan mentah.
keterangan:
a. Rotan dari hutan, b. Pengasapan dengan uap belerang, c. Penjemuran, d. Rotan siap dikirim
Pengolahan rotan menjadi bahan mentah: Bahan mentah diperoleh dari rotan asalan mengalami
beberapa proses seperti pencucian, penggorengan, penjemuran, pengasapan disebut rotan bulat
berkulit/WS, pembelahan, pemolesan dan pemotongan disebut bahan mentah. Sortimen yang
dihasilkan berupa berupa rotan bulat berkulit, rotan kikis buku, rotan polis kasar dan rotan belah
kasar. Pelaksanaan pengolahan rotan berdiameter besar berbeda dengan rotan berdiameter kecil
(Dransfield dan Manokaran, 1996 dan Rachman dan Jasni, 2006).
1. Rotan Besar
Langkah-langkah pengolahan dari rotan asalan menjadi rotan bahan mentah. Pengolahan ini
dilakukan untuk memperoleh bahan mentah yang berkualitas. Pada pengolahan rotan ini banyak
mengadopsi dan pengembangan dari berbagai daerah di Indonesia. Setiap tahapan proses kegiatan
Diagram Pengolahan Rotan Bahan Mentah untuk Ukuran Diameter Besar Sumber: Rachman dan
Jasni (2006)
2. Rotan Kecil
Diagram Pengolahan Rotan Asalan menjadi Rotan Bahan Mentah Sumber: Rachman dan Jasni
(2006)
Pengolahan rotan menjadi barang setengah jadi dan barang jadi: Pengolahan barang setengah jadi
menghasilkan produk seperti rotan bulat kupasan, kulit rotan, hati rotan dan berupa komponen
mebel terpisah. Sedangkan barang jadi adalah produk siap pakai yang terdiri dari mebel, tikar,
Pengolahan barang setengah jadi Proses pengolahan rotan besar dan rotan kecil berbeda sesuai
dengan pemanfaatannya. Pada rotan besar proses yang dilewati meliputi: polis kasar, polis halus
dan pengampelasan (mesin), kikis kulit/scraping (mesin kupas), pemutihan (pengasapan atau
bahan kimia), pembengkokan/pelengkungan (bakar/steaming/bahan kimia). Selanjutnya barang
setengah jadi dapat di bundling untuk dikirim atau diolah untuk memperoleh barang jadi. Pada
rotan kecil biasanya melalui proses pembelahan, kecuali sebagai natural cane pada barang jadi.
Proses yang dilewati meliputi: Perendaman, pembelahan, Trimming kulit, pembentukan hati,
pencucian, pemutihan, conditioning dan selanjutnya dapat di bundling.
Bahan Penolong
Bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan untuk membantu proses produksi maupun
hasil proses diluar dari bahan baku utama. Bahan penolong yang digunakan adalah kayu, besi,
serat pelepah pisang, eceng gondok, pandan laut, dan rotan sintetik (plastik).
Bahan Penunjang
Bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan untuk melengkapi proses produksi adalah
kemasan.
Pengolahan rotan asalan dan setengah jadi menjadi suatu produk sangat tergantung
pada tujuan dan bentuk barang yang diinginkan. Sedangkan proses pembuatan produk sangat
tergantung pada kreasi, imajinasi, dan keterampilan pembuatnya. Proses pembuatan barang jadi
merupakan gabungan proses mekanik (pemotongan dan pengolahan rotan) dan pengerjaan seni
tradisional (pembentukan produk jadi secara manual). Pengusahaan barang jadi rotan merupakan
usaha yang padat karya atau menyerap banyak tenaga kerja manusia yang memiliki keterampilan.
Proses pembuatan furniture rotan secara umum terdiri dari beberapa tahap, sebagai berikut.
Perakitan
Proses ini merupakan kegiatan merangkai komponen-komponen yang telah dibuat
sebelumnya. Perakitan harus dilakukan oleh pekerja yang terampil dan berpengalaman karena
sangat menentukan bentuk, ukuran dimensi, dan proses selanjutnya.
Proses Ikat
Produk Awal
Proses Penganyaman
Finishing furnitur
Produk furniture yang telah selesai dikerjakan oleh pengrajin akan memasuki tahap finishing yang
akan dilakukan di perusahaan. Sebelum dilakukan pewarnaan, produk furniture rotan akan diservis
dasar terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kerusakan kecil yang terdapat pada
produk yang mungkin timbul pada saat pengangkutan dari pengrajin ke pabrik. kemudian
dilakukan kegiatan cabut bulu yang bertujuan untuk menghilangkan bulu-bulu halus yang terdapat
pada anyaman rotan dengan menggunakan kompor. Kegiatan ini dilakukan sebentar saja sampai
bulu-bulu halus hilang. Lalu dilanjutkan dengan proses amplas dasar yang biasanya menggunakan
amplas kasar. Setelah melalui proses amplas dasar, produk furniture akan diperiksa lagi oleh
mandor amplas (QC). Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tingkat kehalusan permukaan
produk furniture.
Setelah melakukan langkah-langkah untuk mengurangi resiko usaha kemudian hal yang
ditempuh selanjutnya dalam pengembangan ide dan gagasan serta peluang usaha yaitu
melakukan langkah inti yaitu melakukan pengembangan ide dan peluang usahanya itu sendiri
dengan cara sebagai berikut:
1. Menetapkan secara jelas ide pengembangan usaha yang akan dikerjakan.
2. Menentukan tujuan khusus dalam operasi pengembangan usaha tersebut.
3. Upayakan setiap karyawan supaya memahami pengembangan usaha tersebut.
4. Membuat catatan daftar apa yang akan dilaksanakan dengan menggunakan pencatatan
prestasi pengembangan usaha.
5. Melaksanakan system yang telah dicacat secara rinci.
6. Memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi.
Kesuksesan yang didapat oleh seorang wirausaha sebenarnya tergantung pada bagaimana
memanfaatkan peluang yang ada dalam menjalankan usahanya,sumber daya
uang, pengembangan ide, ada tidaknya pelanggan dan waktu yang digunakan.
Jasa telah memainkan peran yang semakin penting dalam ketenaga kerjaan dan
perekonomian Indonesia. Sejak Krisis Keuangan Asia. Layanan kini mendominasi sektor-sektor
lain. Walaupun sebagian besar pekerjaan dikaitkan dengan permintaan domestik dan bukan
permintaan internasional, namun pekerjaan yang diciptakan melalui ekspor juga penting. Secara
Rotan merupakan salah satu kekayaan hutan Indonesia sebagai negara tropis yang memberi
sumbangan besar terhadap perekonomian Indonesia. Saat ini ketersediaan rotan sangat banyak di
hutan Indonesia terutama di wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Indonesia merupakan
penghasil 85% rotan mentah dunia yaitu dengan nilai sekitar 699.000ton/tahun. Akan tetapi
sayangnya kondisi ini tidak serta merta menempatkan Indonesia sebagai leading country dalam
perdagangan rotan internasional. Saat ini Indonesia menempati posisi ketiga (7,68%) dalam
perdagangan rotan di pasar global setelah China (20,72%) dan Italia (17,71%). Hal ini tentunya
Pertama, industri pengolahan bahan rotan dan rotan setengah jadi yang sering disebut
sebagai industri antara. Industri antara adalah industri pengolahan rotan yang menghasilkan bahan
baku roran berupa rotan asalan rotan poles, hati rotan, kulit rotan, webbing, split, dan sejenisnya,
dan biasanya pengerjaan produk ini dikerjakan melalui proses semi mekanis.
Kedua, industri furnitur rotan. Dalam industri ini menghasilkan perabotan rumah tangga
seperti sofa, meja, kursi, lemari, dan lainya.
Ketiga, industri barang-barang kerajinan rotan. Industri ini menghasilkan produk barang
kerajinan rotan berdasarkan desain lokal, dan biasanya buatan tangan.
Salah satu faktor yang dianggap sebagai penghambat pertumbuhan industri rotan adalah
semakin maraknya alih fungsi lahan. Rotan yang pada dasarnya merupakan hasil hutan secara
alami akan semakin terus berkurang dan tergerus seiring dengan pembukaan hutan, baik untuk
pertanian maupun perumahan. Penting juga menggaris bawahi bahwa posisi rotan ternyata
dianggap tidak cukup signifikan jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Hal ini sangat jelas
terlihat dari kebijakan alih fungsi hutan sebagai habitat rotan sebagai perkebunan yang dianggap
lebih mendatangkan keuntungan seperti karet dan kelapa sawit. Faktor yang juga kemudian
menjadi determinan dalam pengambilan kebijakan perdagangan rotan adalah tidak adanya
sinergitas antara industri hulu (industri bahan baku) dan hilir (industri barang jadi).
Produk yang bernilai ekonomi dari rotan jernang adalah getah atau yang dikenal sebagai
Jernang. Di dunia internasional dikenal dengan nama DRAGON BLOOD. Jernang merupakan
bahan baku yang di eksport untuk industri-industri di negara China, Singapura dan Hongkong.
Menurut data dari Atase Perdagangan negara RRC, RRC membutuhkan 400 ton jernang tiap
tahunnya dan Indonesia baru mampu mengeksport kurang dari 27 ton per tahun. Perdagangan
jernang sendiri bukanlah hal yang baru di Jambi karena produk ini telah di perdagangkan sejak
zaman Jepang dahulu. Pada tahun 1950 an jernang telah memiliki harga Rp 50,- Per Kg dan
sekarang harganya mencapai Rp 700.000 – Rp 800.000 per Kg, bahkan tahun 2005 kemarin harga
jernang pernah mencapai Rp 1.200.000,- per Kg. Jika pada tahun 2000 harga jernang sekitar Rp
Penentuan harga (pricing) adalah nilai barang yang ditentukan dengan mata uang.
Penentuan harga berpengaruh langsung terhadap laba yang akan diperoleh. Penentuan harga yang
tepat sangat penting dalam upaya mempermudah pemasaran. Harga yang terlalu rendah
menyebabkan keuntungan yang kecil dan akan berakibat pada lesunya produksi sehingga suatu
produk dianggap tidak menarik. Sebaliknya harga yang terlalu tinggi akan menyebabkan proses
pemasaran yang berat sehingga suatu produk bisa tidak laku. Penentuan harga yang baik harus
memperhatikan harga yang telah terbentuk di pasar dan segmen pasar mana yang akan disasar.
Perlu diingat bahwa harga produk juga berpengaruh terhadap kesan/image dari produk itu sendiri.
Harga yang murah belum tentu menjadi daya tarik bagi pembeli tetapi justru kadang kesan/image
yang terbentuk bahwa barang itu murahan/tidak berkualitas dan lain-lain. Rotan jernang memiliki
nilai jual cukup tinggi. Dari hasil survey tahun 2009 – 2011, nilai jual resin merah ini mencapai
700 ribu – 800 ribu/kg (Asra, 2013). Harga ini berpotensi untuk terus naik seiring dengan
pemanfatannya yang makin beragam. Harga ini cukup menarik, dari sisi pengusaha ini adalah
peluang usaha yang menguntungkan. Dari sisi konsumen, harga ini cukup terjangkau melihat
banyak manfaat dan kegunaan dari rotan jernang.
Segmentasi pasar adalah suatu proses membagi pasar ke dalam segmen‐segmen
pelanggan potensial dengan kesamaan karakteristik yang menunjukkan adanya kesamaan perilaku
pembeli dan sebagai suatu proses pembagian pasar keseluruhan menjadi kelompok‐kelompok
pasar yang terdiri dari orang‐orang yang secara relatif memiliki kebutuhan produk yang
serupa.Salah satu hal yang bisa meningkatkan laba perusahaan andalah dengan segmentasi pasar.
Penggolongan pasar dalam proses pemasaran ini tidak lain untuk meningkatkan penjualan produk
dan pada akhirnya untuk memperbesar laba yang andaperoleh (Pride & Ferrel, 1995).
Penetapan segmentasi pasar akan efektif jika perusahaan bisa menempatkan pada segmen
terbaik sehingga dapat mengolahnya menjadi target pemasaran. Pemasaran bukan hanya sekedar
Jenis barang yang diproduksi dalam industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru tergolong dalam dua kelompok, yaitu perabotan rumah tangga (furniture) dan barang-
barang anyaman. Yang membedakan antara produk furniture dengan anyaman adalah harga jual
dan pemakaian bahan baku pada produk furniture lebih besar dari pada produk anyaman. Harga
jual 500 ribu kebawah merupakan harga jual produk anyaman, sedangkan harga jual 500 ribu
keatas merupakan harga jual produk furniture.
Sesuai dengan fungsinya, rotan yang dipakai dalam industri produk jadi rotan di
Kecamatan Rumbai adalah rotan rangka dan rotan anyaman. Jenis rotan yang digunakan sebagai
rangka dalam produk yaitu rotan manau, danan, tabutabu, semambu, getah, karena sifatnya yang
kuat dan lentur sedangkan jenis rotan seperti rotan core dan fitrit digunakan untuk anyaman karena
sifatnya lebih lentur.
Bahan baku yang digunakan untuk industri produk jadi rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru berupa rotan bulat dan belahan yang sudah mengalami proses Wased dan Sulphurized
(W and S). Jadi rotan yang digunakan dalam industri kerajinan rotan merupakan rotan yang sudah
menjadi barang setengah jadi.
Bahan baku industri rotan di Kecamatan Rumbai diperoleh dari beberapa daerah di
Provinsi Riau, yaitu dari Desa Pantai Raja Kecamatan Kampar kiri, Desa Rantau Berangin, Ujung
Batu Rohil dan beberapa pengumpul rotan yang ada di Kuansing. Disamping itu bahan baku rotan
ini juga didatangkan dari beberapa daerah di luar Provinsi Riau seperti Sumatera Barat, Medan
dan Jawa Barat. Modal awal atau dana merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk
memulai suatu usaha. Dana berfungsi sebagai biaya pembelian bahan baku dan peralatan barang
guna melakukan kegiatan produksi disamping untuk membayar upah tenaga kerja dan biaya-biaya
lainnya.
Berdasarkan data yang didapat, terdapat 6 pengusaha atau 26,08% yang menggunakan
modal Rp. 15.000.000 – Rp. 20.000.000, kemudian ada 4 orang pengusaha atau 17,40% yang
menggunakan modal antara Rp. 9.000.000 – Rp. 14.000.000, dan sebanyak 13 orang pengusaha
atau 56,52% yang menggunakan modal antara Rp. 3.000.000 – Rp. 8.000.000. Jadi dapat
disimpulkan bahwa modal awal para pengrajin rotan tergolong rendah yaitu antara Rp 3.000.000
Perkembangan modal usaha industri kerajinan rotan dilihat dari total asset ataupun
kekayaan usaha, terdapat 2 orang pengusaha atau 8,70% yang memiliki asset usaha diatas Rp.
58.000.000, 1 orang pengusaha atau 4,35% memiliki asset usaha antara Rp. 48.000.000 – Rp.
58.000.000 dan Rp. 37.000.000 – Rp. 47.000.000. Sedangkan total asset usaha yang paling banyak
dimiliki pengusaha industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai yaitu antara Rp. 15.000.000 –
Rp. 25.000.000 sebanyak 13 orang atau 56,52%.
Tenaga kerja pada industri kerajinan rotan pada umumnya tidak menggunakan tenaga ahli
karena proses produksi rotan masih menggunakan alatalat yang sederhana dan bersifat tradisional.
Berdasarkan data di lapangan terdapat 18 orang pengusaha atau 78,26% yang menggunakan tenaga
kerja antara 1-4 orang. Sebanyak 3 orang pengusaha atau 13,04% menggunakan tenaga kerja
antara 5-8 orang dan 1 orang pengusaha yang menggunakan tenaga kerja antara 9- 12 serta diatas
12 orang dan pendidikan tenaga kerja pada industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru paling banyak berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak 55
Orang atau 56,70%. 26 Orang tenaga kerja atau 26,80% berpendidikan Sekolah Dasar (SD)
selebihnya sebanyak 16 orang yang rata-rata adalah pengusaha industri kerajinan rotan sendiri atau
16,50% berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Rata-rata hasil produksi kerajinan rotan, pada kursi tamu penjualan terbanyak berkisar
antara 1-2 set perbulan yaitu sebanyak 20 orang pengusaha atau 86,96%, untuk kursi teras
penjualan terbanyak antara 1-2 set perbulan yaitu sebanyak 18 orang pengusaha atau 78,26%,
untuk kursi goyang penjualan terbanyak berkisar antara1-4 unit perbulan yaitu sebanyak 19 orang
atau 82,61%, sedangkan untuk ayunan bayi penjualan terbanyak berkisar antara 1-4 unit perbulan
yaitu sebanyak 16 orang pengusaha atau sekitar 69,58%.
Pendapatan bersih usaha yang terbanyak adalah antara 3.000.000 – 3.999.999 dan lebih
dari Rp. 5.000.000 yaitu sebanyak masing-masing 7 pengusaha atau 30,43%. Pendapatan bersih
usaha antara 2.000.000 – 2.999.999 sebanyak 6 pengusaha atau 26,09%, pendapatan bersih usaha
antara 4.000.000 – 4.999.999 sebanyak 2 pengusaha atau 8,70%, dan pendapatan usaha antara
1.000.000 – 1.999.999 sebanyak 1 pengusaha atau 4,35%.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh
pengusaha kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai adalah tergantung kepada seberapa besar total
penjualan produk jadi rotan, total biaya produksi, dan seberapa banyak para pengusaha tersebut
dapat menguasai pasar dan memperluas segmen pasarnya sehingga dapat menjaring banyak
konsumen.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas serta penulusuran di lapangan
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a) Jenis barang yang diproduksi dalam industri kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru tergolong dalam dua kelompok, yaitu perabotan rumah tangga (furniture) dan barang-
barang anyaman;
b) Rotan yang dijadikan sebagai bahan baku pada industri kerajinan rotan di Kecamatan
Rumbai adalah rotan yang sudah menjadi barang setengah jadi (rotan pabrik) yang mengalami
proses dari pabrik;
c) Modal awal para pengusaha kerajinan rotan tergolong rendah yaitu antara Rp. 3.000.000
– Rp. 8.000.000;
d) Tenaga kerja yang digunakan pada umumnya berasal dari anggota keluarga;
e) Pemasaran pengusaha kerajinan rotan sebagian besar terkonsentrasi pada pasar lokal
yaitu memanfaatkan pasar Kota Pekanbaru yang merupakan Ibu Kota Provinsi;
f) Pendapatan perbulan seluruh unit usaha kerajinan rotan yang ada di Kecamatan Rumbai
Kota Pekanbaru yaitu sebesar Rp. 154.185.375 sedangkan pendapatan rata-rata pengusaha
kerajinan rotan perbulan yaitu sebesar Rp. 6.703.712.
Kendala dalam usaha kerajinan rotan di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru yaitu
keterbatasan modal, pemasaran produk yang terbatas, kesulitan memperoleh bahan baku dan
penataan tempat usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Longenecker. Justin. dkk. 2003. Kewirausahaan Manajemen Usaha Kecil. Salemba Empat.
Jakarta.
Kasmudjo, 2011. Hasil Hutan Non Kayu. Penerbit Cakrawala Media. Yogyakarta.
LamanWeb:http://www.kemenperin.go.id/artikel/471/Pengembangan-Industri-
Pengolahan-Rotan-Indonesia
Semua tentang kayu, 2008. Proses Pengolahan Material Rotan (I). Laman Web
:http://www.tentangkayu.com/2008/06/proses-pengolahan-material-rotan-1.html