Anda di halaman 1dari 9

LINIERITAS PENDIDIKAN DOSEN

Nori Agustini
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia
noriagustiniaslin@yahoo.co.id

Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan tanggapan atas kebijakan


pendidikan nasional tentang pemegang gelar linier dan gelar tidak linier.kebjakan
tersebut masih mempunyai kerancuan dalam menentukan model kelinieritasan
bagi dosen dan calon guru besar. Ada tiga model linieritas menurut Santosa,
yaitu: 1) linieritas institusi penyelenggara; 2) linieritas bidang ilmu; 3) linieritas
focus interest. Kebijakan tersebut di suatu sisi bertujuan untuk memajukan
pendidikan tinggi di indonesia dengan mempunyai dosen atau guru besar sesuai
dengan kualifikasi, kepakaran ilmu, dan memiliki karya ilmiah yang bisa menjadi
acuan bagi penelitian dan diterapkan. Di sisi lain menghambat dosen yang akan
mengajukan jabatan fungsional ke jenjang guru besar, menghambat
perkembangan ilmu pengetahuan karena dalam perkembangannya ilmu
pengetahuan tidak bisa berdiri sendiri. selain itu juga negara kita hanya akan
mempunyai mempunyai guru besar dengan kepakaran ilmu yang ditentukan oleh
kebijakan Dikti saja.

Kata kunci: Linieritas, Jabatan fungsional Dosen, Perguruan Tinggi

A. Pedahuluan
Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan tinggi, atau suatu wahana utama dalam mempersiapkan sumberdaya
manusia yang unggul dalam bidang pengetahuan dan teknologi. Direktur jenderal
pendidikan tinggi dalam sambutannya pada buku himpunan peraturan tentang
perguruan tinggi di indonesia, menyatakan bahwa:
“Pembangunan pendidikan tinggi yang berkualitas, dosen yang
profesional sesuai dengan kualifikasi, kompenetsi dan bersetifikasi serta proses
pendidikan, penelitian dan pengabdian mesayarakat yang sesuai dengan
perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah tugas berat dan
tantangan yang harus dapat dijawab oleh perguruan tinggi bersama pemerintah,
masyarakat dan steakholder sebagai prasyarat kemajuan bangsa ditengah-tengah
persaingan dan globlaisasi yang mau tidak mau suka tidak suka harus dimaknai
sebagai konsekwnsi dari perubahan, yang lebih-lebih juga dipengaruhi dengan
kecepatan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi”

Oleh karena itu timbulah berbagai ketentuan dan norma dari undang-
undang, peraturan pemerintah dan peraturan menteri, peraturan dan surat edaran

1201542_Nori Agustini | 1
dari direktorat perguruan tinggi Indonesia sebagai ketentuan dan pedoman yang
terkait untuk menuntun perguruan tinggi melakasanakan pendidikan yang bermutu
dan bermartabat, sehingga dapat menjadi acuan bagi civitas academia suatu
perguruan tinggi. Salah satunya aturan yang dikeluarkan oleh dikti yaitu tentang
linieritas pendidikan dalam jabatan dosen. Hal ini akan bersinggungan dengan
dosen yang akan mengajukan jabatan fungsional ke jenjang guru besar, dan
tentunya akan memupus harapan bagi para dosen yang memiliki jenjang ilmu
kepakaran tidak linier.
Pada dasarnya memang tidak adil bagi dosen mengambil S2 atau S3 yang
tidak sesuai dengan jalur pendidikan yang diambilnya sebelumnya. Jenjang karir
mereka akan terhambat karena terlanjur mengambil rumpun ilmu yang berbeda
hanya karena peraturan tersebut. Mungkin yang menjadi salah satu pertimbangan
bagi dosen yang mengambil S2 atau S3 yang berbeda dari sebelumnya adalah
sesuai dengan kebutuhan yang ada di perguruan tinggi tempat mereka mengajar.
Faktanya sebagai seorang pendidik atau dosen sering dihadapkan dengan masalah
pendidikan yang terkadang bukan dibidang ilmu yang dimilikinya, hal ini
membuat seorang dosen harus mempunyai lintas disiplin ilmu yang baik.
Namun, di lain pihak sebagai seorang dosen juga harus mempunyai ilmu
yang mendalam supaya kita bisa dikatakan ahli atau pakar dalam bidang ilmu,
supaya dalam menyelesaikan masalah pendidikan bisa tuntas. Dilemanya
bagaimana jika dosen dihadapkan dengan masalah keilmuan yang berbeda dengan
kepakaran yang mereka punya. Di sini dosen dituntut untuk melakukan kerja sama
dengan sesama dosen lain yang mempunyai kepakaran ilmu yang berbeda, supaya
mereka bisa menyelesaikan masalah keilmuan dengan tuntas. Namun hal ini bisa
terlaksana di perguruan tinggi yang sudah mempunyai banyak dosen dengan
kepakaran dan keahlian yang mendalam, bagaimana dengan perguruan tinggi
yang belum. Misalnya di Indonesia bagian timur.
Hal di atas menjadi problematika bagi dosen itu sendiri. Pertama, dosen
sering dihadapkan dengan masalah pendidikan yang berbeda dengan kepakaran
ilmu sehingga megaharuskan mereka memiliki lintas disiplin ilmu, dan yang
kedua, dosen juga dituntut untuk mempunyai kepakaran ilmu yang mendalam.

1201542_Nori Agustini | 2
Kebijakan ini membuat para dosen bingung dalam menentukan program studi apa
yang akan diambil untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi nantinya.

B. Dosen dan Linieritas Pendidikan


Menurut UU No 14 Tahun 2005 dan PP No 37 Tahun 2009, Dosen adalah
pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dari
pengertian dosen diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa seorang dosen
adalah orang yang mempunyai keahlian, kemahiran dan kecakapan yang sesuai
dengan standar mutu perguruan tinggi. Hal ini mungkin menjadi salah satu acuan
bagi dikti dalam mengeluarkan aturan tentang linieritas pendidikan dosen.
Menurut kamus besar Indonesia online, linier adalah terletak pada sautu
garis lurus. Hal ini tidak mungkin dalam dunia pendidikan, karena sewajarnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak terlepas dari gabungan ilmu
yang ada. Namun kita juga tidak bisa langsung menyelahkan dikti, mungkin
tujuan dikti mengluarkan peraturan tentang linieritas dosen tidak lain untuk
memperbaiki kulitas dosen itu sendiri. dengan asumsi bahwa semakin tinggi
kualitas dosen atau guru besar semakin baik pula karya ilmiah yang berbobot yang
akan dihasilkan atau tidak lain untuk memperbaiki mutu perguruan tinggi saat ini.
Ketentuan tentang linieritas pendidikan yang dikeluarkan oleh dikti masih
menimbulkan kerancuan bagi dosen itu sendiri, Menurut Urip Santosa (2011) ada
tiga level model linieritas pendidikan yang ada yaitu:
a. Model pertama adalah Linieritas institusi penyelenggara pendidikan
Misalnya : S1 Fakultas ekonomi, S2 Fakultas Ekonomi, S3 Fakultas Ekonomi
b. Model Kedua adalah linieritas bidang ilmu
Misalnya: S1 Keahlian ilmu ekonomi di fakultas ekonomi, S2 Keahlian ilmu
manajemen di fakultas ekonomi, dan S3 keahlian managemen pendidikan di
fakultas pendidikan
c. Model yang ketiga adalah linieritas focus interest
Misalnya : S1 mengambil skripsi budidaya katuk di fakultas pertanian, S2
mengambil tesis berjudul teknologi daun katuk untuk dibuat jamu di fakulatas

1201542_Nori Agustini | 3
farmasi, S3 Mengambil disertasi berjudul penggunaan daun katuk sebagai
obat pelangsing dan efek sampingnya di fakultas kedokteran.
Menurut beliau kalau ketiga model tersebut berlaku bagi dosen maka hal
ini tidak terlalu menjadi masalah bagi dosen yang terlanjur mengambil S2 atau S3
yang tidak begitu linier, namun jika hanya model pertama yang berlaku maka hal
ini mejadi batu rintangan bagi dosen yang akan mengajukan fungsional jabatan ke
guru besar.

C. Jabatan Fungsional Dosen


Jabatan fungsional dosen adalah suatu pengakuan, penghargaan, dan
kepercayaan atas kompetensi, kinerja, integritas dan tanggung jawab dalam
pelaksanaan tugas serta tata karma dosen dalam melaksanakan tugas. Linieritas
menjadi salah satu hal yang dinilai dalam fungsional jabatan dosen tersebut. Pada
Pedoman operasional penilaian angka kredit kenaikan jabatan fungsionlal dosen
ke lektor kepala dan guru besar, terlihat sangat berbeda penilaian angka kredit
bagi dosen yang mengikuti pendidikan sekolah diluar bidang ilmunya. Misalnya
Sesuai bidang ilmu (S1= 100; S2 = 15; S3= 200) dan tidak sesuai dengan bidang
ilmu (S1 = 5; S2 = 10; S3= 15). Dosen yang mengikuti pendidikan sekolah diluar
bidang ilmunya pasti akan merasa penilaian ini sangat tidak adil. Hal ini pastinya
berpengaruh terhadap kinerja dosen kedepannya.
D. Linieritas dan Perguruan Tinggi
Dilihat dari dosen yang mengajar mata kuliah di perguruan tinggi memang
kelinieritasan tidak terlalu menjadi masalah, karena tugas mengajar di perguruan
tinggi menjadi hak otonomi perguruan tinggi, pihak dikti tidak bisa melakukan
intervensi. Namun menurut Djadja (2014) akan menjadi masalah bagi perguruan
tinggi dan dosen itu sendiri, untuk perguruan perguruan tinggi berpengaruh
terhadap angka kredit atau nilai akreditasi Ban-PTnya dan untuk dosen
berpengaruh terhadap kesempatan mengajar ke perguruan tinggi yang diminati
selain itu juga berpengaruh terhadap angka kredit nilai ijazah yang diperoleh.
Oleh karena itu biasanya perguruan tinggi memperkerjakan dosen yang berbakat,
terlatih, dan mempunyai gelar megister atau doktor yang setara dengan disiplin
ilmu yang relevan dengan mata kuliah yang akan diajar.

1201542_Nori Agustini | 4
Seharusnya sebelum dikti mengeluarkan peraturan tentang linieritas, dikti
harus memberikan peraturan tentang perguruan tinggi yang membuka program
pascasarjana. Dimana dibuat peraturan yang mensyaratkan untuk setiap peserta
yang ingin mengikuti program pascasarjana berasal dari S1 atau S2 yang sebidang
atau mempunyai rumpun ilmu yang sama. Rumpun ilmu perguruan tinggi yang
dimaksud diatur dalam UU No 12 tahun 2012 ayat 1 yaitu: 1) rumpun ilmu
agama; 2) rumpun ilmu humaniora; 3) rumpun ilmu sosial; 4) rumpun ilmu alam;
5) rumpun ilmu formal; dan 6) rumpun ilmu terapan. Dari ke enam rumpun ilmu
agar lebih jelas dan detilnya cabang-cabang rumpun ilmu lainnya bisa dilihat pada
http://www.kopertis12.or.id/rumpun.
Indonesia adalah negara kepulauan yang pendidikannya belum merata
sampai saat ini, kualitas pendidikan perguruan tinggi di pulau jawa, biasanya lebih
baik dibanding dengan kepulauan lainnya. Hal ini seharusnya menjadi
pertimbangan bagi pemerintah khususnya pihak dikti, dalam mengeluarkan
peraturan tentang linieritas. Masalah lainnya adalah jurusan yang dibuka pada
program pascasarjana tersebut memang baru dibuka saat-saat ini. Seharusnya ada
ketentuan waktu atau umur bagi dosen yang tidak linier. Kedepanya bisa
diterapkan kelinieritas dengan peraturan yang membuat para dosen lebih leluasa
memilih minat pendidikannya.
E. Dosen dan Kelompok Mata Kuliah
Bisasanya perguruan tinggi membagi kelompok mata kuliah, begitu juga
dengan dosen yang mengajar mata kuliah tersebut. Hal ini akan berhubungan
dengan disiplin ilmu yang dimililiki dosen tersebut. Berikut contoh kelompok
matakuliah baik yang terdapat pada prodi kependidikan maupun nonkependidikan
yang ada di kurikulum UPI:
1) Kelompok mata kuliah umum (MKU), berfungsi mengembangkan dasar-dasar
pengembangan kepribadian.
2) Kelompok mata kuliah profesi (MKP), berfungsi mengembangkan sikap dan
wawasan professional.
3) Kelompok mata kuliah keahlian (MKK) befungsi mengembangan penguasaan
ilmu.

1201542_Nori Agustini | 5
4) Kelompok mata kuliah pendalaman dan perluasan (MKPP) berfungsi
mengembangkan penguasaan kemampuan yang lebih mendalam atau lebih
luas dalam bidang ilmu.
5) Kelompok mata kuliah kemampuan tambahan (MKKT) berfungsi
mengembangkan pengusaan materi dalam bidang studi yang bersangkutan dan
bidang studi lain yang akan membekali kemampuan tambahan.
6) Kelompok mata pilihan bebas (MKPB) dan kelompok mata kuliah konsentrasi
akademik (MKKA)
Sebenarnya ada banyak kelompok mata kuliah lainnya sesuai dengan
program studi yang ada di fakultas atau program studi di perguruan tinggi
tersebut. Hubungan dengan dosen yang mengajar terdapat pada bagian gelar yang
relevan dengan matakuliah yang diajar. Misalnya mata kuliah umum dan mata
kuliah khusus (Profesi, keahlian, pendalaman dll) pada fakultas IPS jurusan
MKDU program studi ilmu pendidikan Agama islam.
1. Mata Kuliah Umum
Mata kuliah Umum adalah mata kuliah yang membutuhkan pengajaran
yang lebih luas namun dengan materi yang tidak teralu dalam. Dosen yang
mengajar mata kuliah ini hendaknya mempunyai kelinieritasan model
kelinieritasan model institusi penyelenggara pendidikan. Contoh matakuliah
pendidikan agama islam. Dosen yang mengajar mata kuliah ini, tentunya dosen
yang mempunyai kepakaran ilmu yang luas tentang matakuliah yang diajarkan.
2. Mata kuliah khusus
Mata kuliah ini adalah mata kuliah yang membutuhkan pengajarann yang
medalam namun tidak terlalu luas. Dalam hal ini dosen dituntut mempunyai
kepakaran ilmu yang lebih mendalam. Dosen yang mengajar mata kuliah ini
hendaknya mempunyai model linieritas bidang ilmu dan linieritas focus interest.
Sebagai contoh :
1) Dosen yang mengajar matakuliah belajar dan pembelajaran PAI, dituntut
mempunyai kepakaran di didang PAI dan kurikulum dan
pembelajaran.(bidang ilmu)
2) Dosen yang mengajara matakuliah Tafsir Alquran, dituntut mempunyai
kepakaran pada tafsir alquran. (focus interest)

1201542_Nori Agustini | 6
Bagaimana dengan dosen yang mengajar landasan pendidikan, filsafat
pendidikan, statistik terapan dan mata kuliah dasar profesi lainnya? kuliah
Faktanya banyak dosen yang mengajar bukan dari program megister atau doktor
Agama. Pengajar mata kuliah tersebut tentu harus berasal dari program megister
atau doktor yang berasal dari ilmu tersebut. Banyak dosen yang mengajar dari
fakultas atau program studi lainnya. Kalau perguruan tinggi menginginkan dosen
yang berasal dari fakultas atau program studi asalnya maka mau tak mau, harus
melakukan lintas disiplin ilmu.
Contoh lain dosen yang mengajar matakuliah bahasa inggris pada jurusan
pendidikan fisika, hal ini menjadi polemik tersendiri. Bagi dosen dan perguruan
tinggi. di sisi lain dosen tersebut harus mengajar bahasa inggris di sisi lainnya lagi
dosen juga harus mengangkat tema yang mempunyai unsur fisika yang benar.
Masalah ini mungkin bisa menjadi pertimbangan dikti. Sebenarnya bisa saja
menugaskan seorang dosen yang memang mempunyai kepakaran ilmu fisika yang
mempunyai kemampuan bahasa inggris yang baik, namun dosen seperti ini masih
sangat sedikit di Indonesia.

F. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.


Lintas disiplin ilmu sudah lama mendukung kemajuan ilmu pengetahuan
di negara-negara maju. Secara tidak langsung ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang tidak hanya karena linieritas yang ada. faktanya kita harus
mempunyai multi kepakaran atau keahlian dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan tersebut, tidak hanya satu disiplin ilmu saja. Di negara-negara maju
sudah banyak guru besar yang mempunyai banyak kepakaran bidang ilmu lainnya
dan hal itu baik-baik saja bagi perkembangan pendidikan mereka. Malah menjadi
suatu inovasi bagi kemajuan dunia pendidikan. Hal ini seharusnya menjadi contoh
bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam menyusun kebijakan. Sehingga
nantinya ilmu pengetahuan di Indonesia akan terus maju dan berkembang.

G. Kesimpulan

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka linier dan tidak liniernya


pendidikan, bergantung pada kebutuhan perguruan tinggi saat ini, pendidikan

1201542_Nori Agustini | 7
tinggi di Indonesia saat ini sangat belum merata dan berkembang, riset-risetnya
masih sangat sedikit dan melalui perkembangan yang tersendat-sendat karena
aturan disana-sini. Di tambah lagi dengan peraturan tentang linieritas.

Kebijakan pemerintah tentang linieritas, di suatu sisi memang sangat baik


untuk memajukan dunia pendidikan tinggi, dengan memperbaiki mutu perguruan
tinggi, bisa memperbaiki kualitas dosen, mempunyai karya ilmiah yang berbobot
yang bisa dijadikan acuan bagi penelitian atau diterapkan. Di sisi lain suatu
bidang ilmu tidak dapat berdiri sendiri dalam perkembangannya, membutuhkan
dukungan dari ilmu- ilmu lainnya. Seyogyanya perkembangan ilmu pengetahuan
itu tidak boleh dikekang oleh aturan-aturan yang menghambat, apalagi aturan
tersebut tertuang dalam perundang-undangan.

Kekurangan lainnya dari peraturan ini adalah Indonesia nantinya akan


mempunyai guru besar atau dosen yang mempunyai kepakaran bidang ilmu hanya
sesuai dengan yang dikti tentukan. Tentunya bakalan tidak ada inovasi dalam
kepakaran bidang ilmu lainya. Dan nantinya kita akan tertinggal jauh dari negara-
negara lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Djadja. 2014. Gelar pendidikan : linier dan tidak linier pentingkah?: [online].
Tersedia: http://pendidikpembebas.wordpress.com/2014/03/17/gelar-
pendidikan-linear-dan-tidak-linear-pentingkah/. [4 April 2014]
Hardiayanti, Istri dan Tim Penyusun. 2012. Himpunan Peraturan tentang
Perguruan Tinggi di Indonesia. Jakarta: DIKTI. [online]. Tersedia :
http://www.fkm.ui.ac.id/images/Gabungan%20hal%20rom%20i%20-
%201381%20UU%20DIKTI.pdf [5 April 2014]
PP No 37 Tahun 2009 tentang Dosen. [online]. Tersedia :
http://www.kopertis12.or.id/2010/08/02/kumpulan-info-penting-untuk-
dosen.html. [5 April 2014]
Santosa, Urip. 2011. Linieritas pendidikan dalam jabatan dosen. [online].
Tersedia: http://uripsantoso.wordpress.com/2011/11/24/linieritas-
pendidikan-dalam-jabatan-dosen/. [7 April 2014]

Tim Penyusun. 2011. Kurikulum Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung :


UPI

1201542_Nori Agustini | 8
UU No 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, paragraph 2 rumpun ilmu
pengetahuan dan teknologi pasal 10 ayat 2. [online]. Tersedia :
http://www.kopertis12.or.id/2010/08/02/kumpulan-info-penting-untuk-
dosen.html. [8 April 2014]
UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab I tentang ketentuan Umum.
[online]. Tersedia : http://www.kopertis12.or.id/2010/08/02/kumpulan-
info-penting-untuk-dosen.html. [5 April 2014]

Tim Penyusun. 2009. Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit Kenaikan


Jabatan Fungsional Dosen ke Lektor Kepala dan Guru Besar. [online].
Tersedia:
http://www.dikti.go.id/files/atur/PedomanNilaiLektorKepalaGuruBesar.pd
f . [4 April 2014]

______2014. Kamus Bahasa Indonesia. [online]. Tersedia :


http://kamusbahasaindonesia.org/linier [5 April 2014]

Winataputra, Putra dkk. 2013. Pendoman Pengolahan Dosen Universitas Terbuka.


Universitas terbuka. [ppt]

1201542_Nori Agustini | 9

Anda mungkin juga menyukai