Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya (Kisah Sufi dari Madura) mengangkat
tema sensitif agama dengan pertanyaan-pertanyaan kritis. Dikemas dengan kisah sederhana di
sebuah desa terpencil dengan tokoh utamanya yang bernama Cak Dlahom, seseorang yang
terpinggirkan dan dianggap gila tapi sering membuat seisi desa merenungi kata-kata dan
perbuatannya. Hanya ada seseorang yang menganggap Cak Dhalom istimewa yaitu bernama
Mat Piti. Disaat orang-orang kampung tidak memedulikan Cak Dhalom, namun Mat Piti tetap
perhatian dan peduli kepadanya.
Di kampungnya, Mat Piti sebetulnya orang yang biasa-biasa saja. Tidak miskin dan
tidak kaya, tapi orang-orang mengenalnya sebagai sosok dermawan. Sedangkan Cak Dlahom
adalah seseorang yang hidup sendirian. Istri tidak punya dan anak entah kemana. Pekerjaannya
hanya luntang-lantung ke sana kemari. Mat Piti suka mendengarkan Cak Dlahom berbicara.
Dia merasa sering ada pesan tertentu di balik ocehan Cak Dlahom yang belum tentu dipahami
semua orang di kampungnya.
Selain Mat Piti yang peduli terhadap Cak Dlahom, ada Romlah (anak Mat Piti) yang juga ikut
peduli terhadap beliau. Romlah sering mengantarkan makanan buka puasa ke rumah Cak
Dlahom atau menyampaikan pesan dari bapaknya. Romlah dengan kekhawatirannya karena di
usia 29 tahun masih belum menikah mencoba meminta saran kepada Cak Dhalom. Hal ini
membuat orang-orang di kampungnya penasaran dengan hubungan Romlah dan Cak Dlahom.
Mat Piti, Romlah, dan Cak Dhalom memiliki suatu ikatan yang tidak diketahui orang-orang di
kampungnya.
Cerita di buku ini menggunakan sudut pandang ketiga dengan tokoh utama Cak
Dlahom. Tokoh utama yang “nyeleneh” mampu menghidupkan cerita melalui tingkah lakunya,
dialognya, maupun pemikirannya. Buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya ini
menggunakan rentang waktu selama ramadhan, terbagi menjadi dua yaitu ramadhan pertama
14 cerita dan ramadhan kedua 16 cerita yang setiap ceritanya bisa memberikan wawasan yang
cukup dalam. tapi tidak serta merta membuat ceritanya terlampau serius, Tipe buku yang tidak
mudah membuat pembacanya merasa bosan. Setiap cerita memiliki pelajaran tersendiri.
Penulis menggunakan alur maju, meskipun setiap sub-bab menceritakan persoalan yang
berbeda-beda, namun jalan ceritanya tetap berkesinambungan.
Di dalam buku ini, setiap cerita dapat diambil hikmah dan pelajarannya oleh pembaca.
Tanpa terkesan menggurui, buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya menyampaikan
maksud penulis kepada pembaca dengan dialog-dialog yang dekat dengan kehidupan sehari-
hari, sehingga pembaca dapat dengan mudah memahaminya.
Mari Minta Maaf dan Telanjang Bulat. Bagian “Minta Maaf” menceritakan tentang
Dullah, orang yang pernah menjadi imam masjid dan penceramah namun memilih berhenti.
Dullah bertanya bagaimana caranya Kembali meyakini apa yang dianutnya dan merasakan
ketenangan. Dullah bertanya bagaimana caranya Kembali meyakini apa yang di anutnya dan
merasakan ketenangan. Diketahui Dullah bermasalah dengan Ibunya, masa lalunya belum
selesai sehingga membuatnya tidak nyaman. Dullah berkata,”saya sudah memaafkan Ibu kok,”
Kemudian,Cak dhalom menjawab, “Memaafkan itu gampang ,Meminta maaf dan mengakui
salah, itu yang susah. Tak semua orang mampu melakukannya kecuali orang-orang tertentu.”
Mungkin yang dimaksud dengan “bodoh” pada buku ini adalah tentang bagaimana manusia
dengan segala kekurangannya adalah makhluk yang bodoh jika disandingkan dengan Tuhan.
Tentang bagaimana manusia sudah merasa pintar memahami perintah-perintah Tuhan, yang
sebenarnya jika digali lebih dalam bisa membuat tersadar bahwa kita adalah makhluk yang
bodoh. Bahkan lebih dari bodoh. Merasa pintar, bodoh saja tak punya.