Pelaporan Biodiversity - Teori Kelembagaan
Pelaporan Biodiversity - Teori Kelembagaan
Manajer 7 8 8 7 8 9 8 55
Staf 12 10 9 11 9 12 12 75
Total 19 18 17 18 17 21 20 130
OPEN CODE
Open code % of Axial code
Participants
(2) Kontrol organisasi 80 (1) Motif pelaporan biodiversity
(5) Kekuasaan 78
(7) Promosi wilayah 85
(16) Menarik investor 87
(10) Antroposentris 80
(13) Insentif 77
(6) Kemampuan staf 86 (2) Profesionalisme staf
(8) Sistem pelaporan biodiversity 87
(3) Alokasi anggaran 78
(17) Aktivitas publik 90 (3) Budaya manajerial
(4) Pengukuran kinerja 87
(14) Sistim akuntabilitas 88
(12) Akuntabilitas 89 (4) Budaya organisasi
(1) Efisiensi organisasi 90
(15) Profesionalisme manajer 87
(9) Pelatihan profesional 88
(11) Gaya kepemimpinan 86
THEORITICAL MEMO
Axial code Open code Theoretical memos
(1) Motif pelaporan (2) Kontrol organisasi Motif antroposentris menyebabkan pelaporan biodiversity bukan merupakan
biodiversity (5) Kekuasaan prioritas bagi pemerintah daerah. Demikian pula, perlindungan biodiversity,
(7) Promosi wilayah pada akhirnya, menjadi terabaikan
(16) Menarik investor
(10) Antroposentris Motif perlindungan biodiversity tampak sangat didorong oleh legitimasi dan
(13) Insentif cenderung pada pemanfaatan potensi alam
Intention to report
Contextual conditioners
KONSTRUKSI TEORI (2)
• Sistem akuntansi pelaporan biodiversity pada pemerintah daerah di Indonesia
demikian kompleks sehingga fungsi ini seringkali tidak berjalan secara efektif dan
efisien. Pelaporan biodiversity sarat dengan intervensi kekuasaan dan informasi
yang disajikan bertujuan untuk melegitimasi kebijakan pemerintah daerah.
Konsekuensinya, semua informasi biodiversity dalam sistem akuntansi hanya
mencerminkan hal-hal yang dianggap penting oleh para pimpinan politik daerah,
dan hal ini telah mendorong pemerintah daerah melakukan cara-cara untuk
melegitimasi kebijakannya.
• Ide atau cara berpikir demikian semakin berkembang dari waktu ke waktu dan,
pada akhirnya, membentuk bahasa dan simbol yang diterima sebagai norma
budaya pada organisasi pemerintahan. Menurut Scott (2014), norma budaya yang
menjadi bahasa keseharian dan diinstitusionalisasikan dapat mempengaruhi
persepsi dan perilaku dari aktor-aktor secara individu dalam organisasi.
KONSTRUKSI TEORI (3)
• Studi ini menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya seperti sikap dan perilaku staf dalam
manajemen pemerintah daerah sangat mempengaruhi keinginan untuk melaporkan
biodiversity. Contohnya, profesionalime staf yang rendah menyebabkan rendahnya
tingkat kepercayaan staf terhadap pentingnya akuntabilitas publik.
• Profesionalime dapat diterjemahkan melalui perspektif para staf terhadap lingkungan dan
alam, dimana alam menurut mereka adalah sesuatu yang terpisah dari manusia dan alam
tersedia untuk dikelola oleh pemerintah untuk melaksanakan program kegiatan kerja
mereka. Jadi, dapat dikatakan bahwa sistem budaya untuk mencapai tujuan organisasi
cenderung berorientasi antroposentris.
• Akibatnya, pengungkapan untuk tujuan akuntabilitas khususnya akuntabilitas lingkungan
seperti pelaporan biodiversity menjadi terabaikan. Oleh karenanya, sesuai dengan
pengungkapan Elkington (2001), perlu adanya tekanan eksternal yang bersifat informal
dan opini publik yang dapat mempengaruhi sistem budaya organisasi terkait penerapan
pelaporan biodiversity.
TEORI BUILDING
• Proposisi yang diajukan adalah sebagai berikut:
• Budaya organisasi, profesionalime staf, dan budaya manajer, serta motif pelaporan
merupakan faktor yang mempengaruhi keinginan untuk membuat pelaporan
biodiversity.
• Budaya organisasi dan budaya manajerial secara bersama-sama mempengaruhi
profesionalisme staf dan motif pelaporan dalam melaporkan biodiversity.
• Konsep lain yang dikembangkan adalah isomorfis koersif pada
suatu negara yang sangat luas (seperti Indonesia) tidak akan
efektif karena rentang jarak dan struktur kekuasaan. Selanjutnya,
keterbatasan profesionalisme staf dapat menjadi pemicu
diabaikannya perintah atasan (terkait isomorfis koersif).