Drainase - 11 18 2014
Drainase - 11 18 2014
LAPORAN AKHIR
(Final Report)
PENYUSUNAN MASTERPLAN
JARINGAN DRAINASE SKALA KAWASAN/KOTA
KABUPATEN PIDIE JAYA
KATA PENGANTAR
LAPORAN AKHIR
Dalam laporan ini diuraikan tentang gambaran umum daerah studi, pendekatan dan
metodologi pelaksanaan pekerjaan, inventarisasi dan identifikasi sistem drainase eksisting.
Demikian Laporan ini disampaikan, saran dan masukan dari direksi pekerjaan diharapkan
dapat menyempurnakan laporan ini.
Team Leader
LAPORAN FINAL
Penyusunan Masterplan Drainase Skala Kawasan/Kota i
Kabupaten Pidie Jaya
`
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Kabupaten Pidie Jaya
DAFTAR ISI
Halaman
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... I -1
1.2 Maksud dan Tujuan. ............................................................................ I -2
1.3 Lokasi dan Gambaran umum Lokasi Pekerjaan................................ I -2
1.4 Lingkup Pekerjaan............................................................................... I -3
1.5 Keluaran Hasil Studi. ........................................................................... I -4
1.6 Sistimatika Laporan. ............................................................................ I -4
LAPORAN FINAL
Penyusunan Masterplan Drainase Skala Kawasan/Kota ii
Kabupaten Pidie Jaya
`
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Kabupaten Pidie Jaya
Halaman
LAPORAN FINAL
Penyusunan Masterplan Drainase Skala Kawasan/Kota iii
Kabupaten Pidie Jaya
`
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Kabupaten Pidie Jaya
Halaman
LAPORAN FINAL
Penyusunan Masterplan Drainase Skala Kawasan/Kota iv
Kabupaten Pidie Jaya
`
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Kabupaten Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
Penyusunan Masterplan Drainase Skala Kawasan/Kota v
Kabupaten Pidie Jaya
`
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Kabupaten Pidie Jaya
DAFTAR GAMBAR
Halaman
LAPORAN FINAL
Penyusunan Masterplan Drainase Skala Kawasan/Kota vi
Kabupaten Pidie Jaya
`
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Kabupaten Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
Penyusunan Masterplan Drainase Skala Kawasan/Kota vii
Kabupaten Pidie Jaya
`
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Kabupaten Pidie Jaya
DAFTAR TABEL
Halaman
LAPORAN FINAL
Penyusunan Masterplan Drainase Skala Kawasan/Kota viii
Kabupaten Pidie Jaya
`
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Kabupaten Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
Penyusunan Masterplan Drainase Skala Kawasan/Kota ix
Kabupaten Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
BAB 1
PPE
ENND
DAAH
HUULLU
UAAN
N
Pengelolaan air limpasan dan air limbah melalui penyediaan fasilitas drainase yang baik
dan aman mempunyai posisi strategis dalam pengembangan permukiman, khususnya
wilayah perkotaan. Pengelolaan (penanganan) drainase yang tidak baik sering kali menjadi
pangkal masalah, mana kala rasa aman dan nyaman penduduk terhadap gangguan banjir
dan pencemaran tidak terpenuhi.
Drainase merupakan prasarana permukiman yang sangat penting dan strategis dalam
rangka mendukung terciptanya lingkungan yang sehat dan nyaman. Drainase berfungsi
untuk memutus kelebihan air permukaan sehingga tidak mengganggu aktivitas manusia,
merusak infrastuktur lain dan memicu mewabahnya berbagai penyakit. Pengelolaan
drainase yang tidak baik, juga seringkali timbul, dan berkaitan dengan masalah masalah
sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Kabupaten Pidie Jaya sebagai salah satu
kabupaten di Provinsi Aceh juga tidak luput permasalahan di atas.
Sesuai dengan uraian tersebut diatas, bahwa maksud dan tujuan pekerjaan ini
adalah untuk menyiapkan dan perencanaan “Masterplan Drainase Kabupaten Pidie
Jaya yang dapat dijadikan pedoman/perda untuk beberapa tahun mendatang
dengan sasaran Kabupaten Pidie Jaya terbebas dari masalah banjir dan genangan.
Wilayah Kabupaten Pidie Jaya secara geografis terletak antara 9603’16,62” sampai
dengan 96020’40,5” Bujur Timur dan 5018’6,607” sampai dengan 4056’42,1” Lintang Utara.
Kecamatan Meurah Dua merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Pidie Jaya dengan
luas 307,85 km2. Sedangkan kecamatan Jangka Buya merupakan kecamatan terkecil
dengan luas 33,47 km2.
Lebih jelasnya mengenai letak wilayah administrasi Kabupaten Pidie Jaya dapat dilihat
pada Gambar 1.1
Kegiatan Persiapan
o Pengumpulan data dan Informasi.
o Penyiapan Peta Dasar.
Kegiatan Survey Lapangan.
o Inventarisasi Drainase Eksisting
o Identifikasi Banjir dan genangan.
Kegiatan Analisis dan Pengkajian.
o Analisa Penyebab dan Alternatif Pemecahan
o Penentuan Prioritas Penanganan.
Kegiatan Penyusunan Masterplan Drainase.
o Penyusunan Sistem Jaringan Drainase.
o Perhitungan Hidrologi
o Perhitungan Hidrolika
o Penyusunan Kriteria Drainase.
o Operasi dan Pemeliharaan.
o Rencana Program Investasi.
Keluaran hasil studi penyusunan Masterplan Drainase ini dituangkan dalam bentuk
laporan-laporan, yaitu:
1). Laporan Pendahuluan (Inception Report).
2). Laporan Antara (Interim Report).
3). Konsep Laporan Akhir (Draft Fianal Report).
4). Laporan Akhir (Final Report).
Bab 1 Pendahuluan.
Berisi penjelasan umum, antara lain uraian latar belakang pekerjan,
maksud dan tujuan, lingkup pekerjaan dan sistimatika laporan.
Bab 2 Pengumpulan data dan informasi.
Berisi mengenai hasil kerja konsultan dalam kegiatan pengumpulan data
sekunder dan data primer, inventarisasi saluran eksisting, studi yang
pernah dilakukan, gambaran kondisi fisik, kependudukan; tata guna lahan;
perekonomian, fasilitas dan utilitas Kota, serta informasi rencana
pengembangan kota.
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
Bab ini berisi tentang pendekatan dan metodologi pelaksanaan pekerjaan yang
akan dilaksanakan dalam perencanaan kajian ini.
Bab 4 Inventarisasi Identifikasi Permasalahan Drainase.
Menguraikan hasil temuan konsultan terhadap kondisi dan permasalahan
drainase yang dihadapi Kabupaten Pidie Jaya yang ditujukan pada spot
daerah yang mengalami banjir genangan.
Bab 5 Analisa Data
Menguraikan hasil analisa permasalahan drianase, kriteria pemilihan dan
penentuan prioritas penanganan dan penetapan prioritas penanganan.
BAB IV Rencana Kerja dan Jadwal
Bab ini berisi tentang tahapan pekerjaan yang dilakukan dalam mulai dari awal
pelaksanaan sampai penyelesaian akhir.
Contents
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan. ............................................................................................... 2
1.3 Lokasi dan Gambaran umum Lokasi Pekerjaan .................................................... 2
1.4 Lingkup Pekerjaan .................................................................................................. 3
1.5 Keluaran Hasil Studi............................................................................................... 4
1.6 Sistimatika Laporan. ............................................................................................... 4
BAB 2
G
GAAM
MBBA
ARRA
ANNU
UMMU
UMMW
WIILLA
AYYA
AHHS
STTU
UDDII
Kabupaten Pidie Jaya adalah salah satu kabupaten baru di Provinsi Aceh, dengan
ibukotanya Meureudu. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2007, dengan luas wilayah Kabupaten Pidie Jaya 1.162,84 km2.
Wilayah Kabupaten Pidie Jaya secara geografis terletak antara 9603’16,62” sampai
dengan 96020’40,5” Bujur Timur dan 5018’6,607” sampai dengan 4056’42,1” Lintang
Utara. Kecamatan Meurah Dua merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Pidie Jaya
dengan luas 307,85 km2. Sedangkan kecamatan Jangka Buya merupakan kecamatan
terkecil dengan luas 33,47 km2.
Lebih jelasnya mengenai letak dan luas wilayah administrasi Kabupaten Pidie Jaya
dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Tabel 2.1.
2-1
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
TABEL 2. 1 Luas Wilayah dan Jarak Tempuh Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten dan
Ibukota Provinsi
Jarak Tempuh Ke
Luas
Kecamatan Ibukota Kabupaten Provinsi
(Km2)
(Km) (Km)
1. Meureudu Meureudu 143,96 0 155
2. Meurah Dua Meurah Dua 307,85 3 157
3. Bandar Dua Ulee Glee 172,00 9 164
4. Jangka Buya Jangka Buya 33,47 11 166
5. Ulim Ulim 64,67 5 159
6. Trienggadeng Trienggadeng 119,94 10 147
7. Panteraja Panteraja 52,39 15 142
8. Bandar Baru Lueng Putu 268,57 25 132
Jumlah 1.162,84
Sumber : Pidie Jaya Dalam Angka 2013
2-2
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
TABEL 2. 2 Data Curah Hujan dan Hari Hujan Station SMPK BPN Meureudu
Selama Kurun Waktu 4 Tahun
Tahun
No Bulan 2007 2008 2009 2010
MM HH MM HH MM HH MM HH
1 Januari 241 5 276 7 316 6 259 11
2 Februari 211 6 117 2 61 7 83 7
3 Maret 115 7 258 8 175 6 373 7
4 April 325 8 193 5 14 2 225 12
5 Mei 175 5 98 5 80 14 72 2
6 Juni 131 7 27 3 46 3 16 5
7 Juli 31 3 220 9 17 7 122 4
8 Agustus 74 5 319 12 112 12 17 3
9 September 166 8 21 4 103 9 168 16
10 Oktober 211 9 5 15 124 8 85 9
11 November 251 11 438 18 156 10 176 16
12 Desember 296 10 507 15 251 13
Jumlah 2227 84 2599 103 1204 84 1847 105
Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Pidie Jaya, 2011
2-3
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
2-4
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
2.1.4 Topografi.
Kabupaten Pidie Jaya memiliki klasifikasi kelerengan < 8%, 8-15%, 16-25%, 26-40%,
dan >40%. Berdasarkan kelompok kelerengan tersebut dominan berkelerengan 8% -
15% di Kecamatan Meurah Dua dengan luasan 11.312,27 Ha atau sebesar 12% dari
total luas wilayah kabupaten. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 2.3 dan Gambar 2.2.
Kondisi ketinggian Kabupaten Pidie Jaya dibedakan menjadi 2.000 – 2.500 Dpl,
<2.000 Berdasarkan kelompok ketinggian tersebut dominan memiliki ketinggian
<2.000 dpl atau sebesar 29% dari total luas wilayah kabupaten berada di Kecamatan
Meurah Dua. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 2.4 dan Gambar 2.3.
2-5
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
2-6
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
Kondisi penggunaan lahan di Kabupaten Pidie Jaya ditunjukkan pada Gambar 2.5.
sebagian besar penggunaan lahan di kabupaten ini masih didominasi oleh hutan dan
lahan terbuka serta pertanian dan perkebunan.
Pola penggunaan lahan eksisting di kabupaten Pidie Jaya, dilihat dari perkembangan
pemanfaatan lahan cenderung berorientasi ke bagian utara, terutama kegiatan budidaya
pertanian (pertanian tanaman pangan, Perkebunan, perikanan/tambak), permukiman
penduduk, pariwisata, serta jasa dan perdagangan. Secara morfologi wilayah Pidie Jaya
terbagi dalam tiga bagian yaitu : dataran rendah atau pesisir, daerah perbukitan, dan
daerah pegunungan.
Aiyub Abbas
2.2 Kependudukan
Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk pada suatu wilayah dapat digunakan
sebagai tolok ukur untuk mengetahui kecenderungan penyebaran penduduk. Jumlah
penduduk yang besar cenderung mengelompok pada tempat-tempat tertentu
sehingga menyebabkan pola penyebaran bervariasi. Kepadatan penduduk yang tinggi
pada umumnya dapat dijumpai pada daerah-daerah yang mempunyai aktifitas tinggi,
adanya sarana transportasi yang memadai, dan keadaan sosial ekonomi yang lebih
baik. Sebaliknya kepadatan penduduk yang rendah pada umumnya terdapat pada
daerah-daerah yang aktifitas ekonomi yang relatif masih rendah dan keadaan sarana
transportasi yang masih sulit.
Jumlah penduduk Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2011 yaitu 151.379 jiwa.
Dibandingkan dari tahun sebelumnya, penduduk Pidie Jaya mengalami kenaikan
jumlah. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Pidie Jaya tidak selalu memperlihatkan
jumlah yang terus meningkat, beberapa faktor turut mempengaruhi. Selain sebagai
kabupaten baru, mobilitas penduduk yang terus terjadi memberi kesulitan bagi dinas
terkait untuk dapat memaparkan jumlah yang signifikan. Penyebaran penduduk
terpadat berada di Kecamatan Bandar Baru , yaitu 35.088 jiwa dengan kepadatan
penduduk sebesar 156,643 jiwa/km2. Jumlah penduduk terkecil adalah di Kecamatan
Panteraja, yaitu 8.544 jiwa dengan kepadatan penduduk 474,667 jiwa/km2.
Kepadatan dan distribusi penduduk pada masa yang akan datang memberikan
informasi terhadap kemampuan lahan/ketersediaan atas jumlah penduduk. Kondisi
kepadatan pada tiap kecamatan tidak mengalami perubahan besar dari kepadatan
pada tahun-tahun proyeksi jika dibandingkan antara kepadatan tahun sebelumnya,
hanya saja terlihat bahwa kepadatan penduduk di kecamatan-kecamatan meningkat.
Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
TABEL 2. 6 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Pidie Jaya 2007-2011
2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan
No Kecamatan
Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk
(Jiwa) (Jiwa/Km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2)
1. Meureudu 18.580 146,299 19.961 157,173 21.893 172,386 18.387 144,780 22.468 176,913
2. Meurah Dua 9.670 33,693 10.331 35,997 11.249 39,195 10.090 35,157 11.733 40,882
3. Bandar Dua 23.691 137,738 24.437 142,076 25.147 146,203 23.656 137,535 25.572 148,674
4. Jangka Buya 7.362 818,000 9.374 1041,556 9.396 1044,000 8.714 968,222 9.417 1046,333
5. Ulim 11.671 284,659 14.885 363,049 14.733 359,341 13.338 325,317 15.475 377,439
6. Trienggadeng 18.523 250,311 21.490 290,405 22.230 300,405 19.901 268,932 23.082 311,919
7. Pante Raja 8.106 450,333 8.279 459,944 8.006 444,778 7.533 418,500 8.544 474,667
8. Bandar Baru 42.176 188,286 33.192 148,179 34.310 153,170 31.337 153,170 35.088 156,643
Jumlah 139.779 2309,320 141.949 2638,378 146.964 2659,479 132.956 2451,613 151.379 2733,470
Proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Pidie Jaya sampai tahun 2015 dilakukan dengan
memproyeksikan jumlah penduduk setiap kecamatan agar diperoleh hasil yang lebih
akurat. Dasar pertimbangannya adalah bahwa setiap kecamatan memiliki karakteristik
perkembangan yang berbeda-beda dan terdapat faktor-faktor tertentu yang
mempengaruhi perkembangan penduduk wilayah tersebut. Jumlah penduduk hasil
proyeksi pada tahun-tahun perencanaan akan menjadi dasar dalam penentuan jumlah
sarana dan utilitas wilayah perencanaan, sehingga pemenuhan sarana-sarana akan
menjadi lebih efesien dan efektif.
Pn = P0 (1+r)n
n = Jumlah tahun 0 ke n
Wilayah Kabupaten Pidie Jaya dilalui jalan negara lintas Medan – Banda Aceh,
kondisi jalan di Kabupaten Pidie Jaya relatif cukup memadai, dimana sebagian
besar sarana jalan sudah ada perkerasan.
Kepadatan yang terjadi di jalan negara, juga menuntut dibuatnya jalan lingkar
untuk mengurangi kemacetan dan kepadatan jalan. Saat ini juga sedang
dilakukan pelebaran jalan provinsi dan jalan kabupaten yang berada di wilayah
kecamatan Meureudu dan Trienggadeng.
Sebagian besar jalan di pusat kota sudah ada sarana drainasenya, namun
demikian, masih sering terjadi genangan yang diakibatkan oleh masalah
kapasitas dan belum adanya sistem drainase yang terencana dengan baik.
Fungsi drainase jalan selain untuk mengatasi kerusakan badan jalan dari
genangan, juga dimanfaatkan sebagai saluran lingkungan untuk mengalirkan air
hujan ke Badan penerima.
Gambaran jaringan Jalan di wilayah Kabupaten Pidie Jaya dapat dilihat pada
Tabel 2.8 dan Gambar 2.5.
Sistem distribusi dalam penggadaan air bersih di Kabupaten Pidie Jaya masih
mengikuti pola lama yaitu pada saat masih dalam bagian wilayah Kabupaten
Pidie, yaitu ada 2 cara, melalui sistem perpipaan (PDAM) dan sistem
nonperpipaan (swadaya masyarakat). Sampai saat sekarang pusat pelayanan
PDAM di Kabupaten Pidie Jaya terdapat di beberapa tempat, yaitu di Meureudu,
Panteraja, Ulim serta PDAM Pidie. Sedangkan untuk daerah–daerah yang
belum terlayani oleh PDAM, kebutuhan air bersih pada umumnya menggunakan
pompa tangan, sumur gali, mata air dan sungai.
Penyediaan air bersih untuk wilayah Kabupaten Pidie Jaya dapat memanfaatkan
aliran sungai yang tersebar di seluruh wilayah perencanaan. Aliran sungai yang
dapat dimanfaatakan sebagai air baku diantaranya Krueng Meureudu dengan
debit air dapat melayani air bersih untuk Kecamatan Meureudu dan sekitarnya
termasuk Kecamatan Meurah Dua, Kecamatan Ulim, Kecamatan Bandar Dua,
dan sebagian Kecamatan Trienggadeng. Sedangkan sumber air baku Krueng
Panteraja melayani air bersih untuk Kecamatan Panteraja, Kecamatan Bandar
Baru, dan Sebagian wilayah Kecamatan Trienggadeng.
Contents
2.1 Kondisi Fisik Wilayah Perencanaan. ...................................................................... 1
2.1.1 Kondisi Geografis. ........................................................................................... 1
2.1.2 Curah Hujan..................................................................................................... 3
2.1.3 Wilayah Sungai................................................................................................ 3
2.1.4 Topografi. ........................................................................................................ 5
2.1.5 Penggunaan Lahan ......................................................................................... 9
2.2 Kependudukan ..................................................................................................... 11
2.2.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk ............................................................... 11
2.2.2 Pertumbuhan Penduduk ............................................................................... 13
2.3 Fasilitas dan Utilitas Kota...................................................................................... 14
2.3.1 Sarana Jalan dan Transportasi. .................................................................... 14
2.3.2 Sarana Limbah dan Air Kotor........................................................................ 19
2.3.3 Sarana Air Bersih........................................................................................... 19
BAB 3
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
PELAKSANAAN PEKERJAAN
3.1.1 Umum
Secara realitas pertumbuhan penduduk perkotaan relatif tinggi di Indonesia, pada
umumnya melampaui kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan
diantaranya permasalahan drainase perkotaan. Akibatnya Permasalahan banjir /
genangan semakin meningkat pula. Pada umumnya penanganan sistem drainase
di banyak kota di Indonesia masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan
permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase
perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu pada SIDLACOM
dimulai dari tahap Survey, Investigasi perencanaan, pembebasan lahan,
konstruksi, operasi dan pemeliharaan, serta ditunjang dengan peningkatan
kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat. Peningkatan
pemahaman mengenai sistem drainase kepada pihak yang terlibat baik pelaksana
maupun masyarakat perlu dilakukan secara berkesinambungan. Agar
penanganan permasalahan sistem drainase dapat dilakukan secara terus
menerus dengan sebaik-baiknya.
Sistem drainase lokal ( Minor Urban Draiange ) adalah suatu jaringan sistem
drainase yang melayani suatu kawasan kota tertentu seperti kompleks
permukiman, daerah komersial, perkantoran dan kawasan industri, pasar dan
kawasan parawisata. Sistem ini melayani area sekitar kurang lebih 10 Ha.
Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggungjawab masyarakat,
pengembang atau instansi pada kawasan masing-masing.
GAMBAR 3.2. Skematik lay-out dari drainase minor dan mayor sistem drainase
perkotaan
Saluran primer adalah saluran yang menerima masukan aliran dari saluran-
saluran sekunder. Saluran primer relatif besar sebab letak saluran paling hilir.
Aliran dari saluran primer langsung dialirkan ke badan air.
Saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran-
saluran tersier dan meneruskan aliran ke saluran primer.
F. Sistem Saluran Tersier
Drainase lapangan terbang, jalan raya, dan jalan kereta api, termasuk di
dalam sistem drainase perkotaan, namun pada kondisi tertentu seperti
lokasi di luar kota, sistem drainase lapangan terbang, jalan raya dan jalan
kereta api ditangani secara terpisah dan khusus. Drainase ini secara
khusus berfungsi mengalirkan air hujan dari permukaan jalan, mengontrol
tinggi muka air pada subgrade, mencegah air mengalir melintasi
permukaan jalan, mengalirkan aliran memotong ruas jalan.
Single Purpose, hanya berfungsi mengalirkan air hujan atau air limbah
saja.
Multi Purpose, berfungsi mengalirkan secara bercampur air hujan dan air
limbah.
Saluran terbuka , biasanya untuk mengalirkan air hujan atau air limbah
yang tidak membahayakan kesehatan lingkungan dan tidak mengganggu
keindahan.
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Cabang
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Cabang
Grid Iron, cocok untuk daerah yang sungainya terletak di pinggir kota.
saluran cabang terlebih dahulu dialirkan ke saluran pengumpul (collector)
(Gambar 3.5)
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Pengumpul
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Cabang
+ 90.00
+ 80.00
Saluran
Interseptor + 70.00
+ 60.00
GAMBAR 3. 9 Letak Saluran Interceptor
B. Saluran Kolektor
Saluran kolektor berfungsi sebagai pengumpul aliran dari saluran drainase yang
lebih kecil, misalnya saluran interseptor. Outlet saluran ini berada pada saluran
konveyor atau langsung ke sungai. Letak saluran kolektor ini di bagian terendah
lembah dari suatu daerah sehingga secara efektif dapat berfungsi sebagai
pengumpul dari anak cabang saluran yang ada (Gambar 3.10)
Saluran
Kolektor
+ 90.00
+ 80.00
Saluran
Interseptor
+ 70.00
+ 90.00
GAMBAR 3. 10 Letak Saluran Kolektor
C. Saluran Konveyor
Daerah
Genangan
+ 80.00
+ 80.00
Saluaran
Konvevor
+ 70.00
+ 60.00
Daerah pelayanan adalah suatu daerah yang memiliki jaringan drainase mulai dari
hulu hingga ke satu muara pembuang tersendiri sehingga jaringan drainasenya
terpisah dengan jaringan drainase daerah pelayanan lainnya. Daerah pelayanan
dapat terdiri dari satu atau lebih daerah aliran. Daerah aliran adalah daerah yang
Pada area perumahan, aliran hujan yang turun ke masing-masing atap rumah
diusahakan tidak langsung masuk ke saluran drainase tapi ditahan melalui sumur
resapan individual agar sebagian debit air dapat diserap langsung ke dalam
tanah. Sebagian lagi masuk langsung melalui saluran drainase perumahan yang
kemudian ditampung/dikumpulkan terlebih dahulu dalam sebuah kolam
konservasi air hujan drainase ramah lingkungan permukiman. Setelah itu baru
dialirkan ke longstorage saluran pengendali banjir dengan debit aliran yang dapat
dikontrol melalui outlet pembuang dari kolam tersebut.
Pada areal perkebunan dan pertanian, sistem drainase kawasan yang dibentuk
sebaikanya berbentuk parit-parit konservasi areal. Dari parit-parit tersebut
kemudian dialirkan melalui saluran sekunder yang akan dimasukan ke
longstorage pengendali banjir.
Pada tahap pertama, air hujan dari atap rumah disalurkan ke bunker air. Air
yang ditampung pada bungker ini di kemudian hari dapat digunakan untuk
berbagai keperluan, seperti untuk menyiram tanaman, mencuci kendaraan,
dll. Jika air untuk keperluan-keperluan di atas dapat diambil dari bungker air
yang ada maka hal ini dapat secara langsung mengurangi beban air yang
harus disuplai dari PAM.
Pada tahap kedua, air hujan yang tidak tertampung di bungker air dialirkan
menuju sumur resapan. Air dari sumur resapan ini berfungsi sebagai
pengisian kembali air tanah.
Pada tahap ketiga, air hujan yang tidak tertampung di sumur resapan
kemudian dialirkan ke selokan/saluran pembuangan air hujan. Hal ini
merupakan tahapan terakhir jika semua usaha untuk menahan air agar dapat
meresap ke dalam tanah telah dilakukan.
Saluran akhir dapat saja difungsikan sebagai long storage. Long storage
diperlukan jika air tidak dapat dibuang langsung ke laut akibat adanya
pengaruh pasang surut. Namun untuk beberapa kawasan lain, long storage
ini dapat berfungsi sebagai bagian dari proses retensi air hujan, agar volume
air yang menyerap ke dalam tanah semakin besar. Pada musim kemarau,
keberadaan air di saluran drainase cukup penting untuk menghindari
pengendapan dan tertumpuknya berbagai kotoran yang dapat menimbulkan
bau tidak sedap. (penggelontoran).
Untuk perencanaan kawasan perumahan baru, kolam taman ini dapat dibangun
satu unit untuk setiap sekian unit rumah yang dibangun di kompleks yang
bersangkutan (Gambar 3.14).
Secara umum proses terjadinya banjir diakibatkan oleh faktor kondisi alam
dan ulah manusia sebagai berikut :
Faktor Alam
1. Geografi
B. Konsep Penanganan
3.2 METODOLOGI
Metodologi pelaksanaan studi ini dilakukan sesuai dengan bagan alir seperti
gambar di bawah ini.
KEGIATAN I :
Tahap Persiapan
KEGIATAN II :
Pengumpulan & Analisa
Data
KEGIATAN III :
Permasalahan & Penanganan
KEGIATAN IV :
Penyusunan Masterplan
A. Data Primer
B. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mencari informasi secara
ilmiah pada instansi maupun lembaga yang terkait dengan rencana
penanganan banjir.
2. Data nonteknis
3.2.6 Literatur
Masukan (input) yang didapat adalah:
(1) Penanganan banjir
(2) Beberapa alternatif penanganan.
Dari beberapa masukan (input) di atas, kemudian diolah secara bertahap. Adapun
langkah-langkah pengolahan data tersebut adalah:
a. Pengumpulan Data
Data primer dan sekunder baik secara teknis maupun nonteknis dipadukan
dan dianalisa secara seksama. Bila terjadi kekurangan data dalam
menganalisa maka data terlebih dahulu harus dilengkapi.
b. Pengolahan Data
A. Teknis
tinggi genangan
B. Nonteknis
Hasil yang didapat dari analisis data dan pengamatan di lapangan, maka
didapat himbauan dan saran bagi masyarakat sekitar dalam menangani banjir
di daerah studi.
a. Skope Pekerjaan
b. Metode Pelaksanaan
Kalibrasi Alat
Base Camp
3. Semua patok beton dan kayu dicat merah dan diberi nomor patok yang
jelas, misal Sungai Cipunagara (CPG 1).
a. Pengukuran Poligon
2. Orientasi arah awal dan akhir pada pengukuran poligon akan dilakukan
dengan melakukan pengamatan matahari. Jarak diukur minimal 2 (dua)
kali (ke muka dan belakang) dengan pegas ukur. Kesalahan jarak
tunggal maksimum yang ditetapkan adalah 1 : 5000. Ketelitian poligon
mempunyai kesalahan penutup sudut 10 N , dimana N = banyaknya
titik poligon dan kesalahan penutup jarak 1 : 2500.
e. Analisis/Perhitungan
log Xi
log X =
N
(log Xi log X ) 2
Si = standar deviasi =
N 1
(log Xi log X ) 2
Cs = Koefisien skewness =
( N 1).( N 2) Si 3
dimana : G = Koefisien frekuensi didapat dari tabel.
Mengalirkan air hujan/air secepat mungkin keluar dari permukaan jalan dan
selanjutnya dialirkan lewat saluran samping menuju saluran pembuang
akhir.
Mencegah aliran air yang berasal dari daerah pengaliran disekitar jalan
masuk ke daerah perkerasan jalan.
Mencegah kerusakan lingkungan di sekitar jalan akibat aliran air.
1 Beraspal , Beton 2% - 3%
2 Japat 4% - 6%
3 Kerikil 3% - 6%
4 Tanah 4% - 6%
Tanah Asli
Pasir halus
Napal kepasiran 0-5
Lanau aluvial
Kerikil halus
Lempung padat/kokoh 5 - 10
Kerikil kasar
Batu-batu besar
Pasangan :
Pasangan batu
Beton - 10
Beton bertulang
Pada suatu selokan samping yang panjang dan mempunyai kemiringan cukup
besar, diperlukan pematah arus (check dam) untuk mengurangi kecepatan aliran.
Pemasangan jarak check dam (L) biasanya ditentukan sebagai berikut:
Kisaran yang dapat dipakai dari rumus ini sangat terbatas, tetapi rumus ini
mempunyai nilai ketelitian baik jika intensitas hujan berkisar 50 mm/jam.
2 nd 0.167
t1 = x3,28 xLtx
3 k
dimana :
t1 = inlet time, dalam (menit)
Lt = panjang dari titik terjauh sampai sarana drainase, (m)
K = kelandaian permukaan
L3
CL
L1 L2
a) L3>(L1+L2 )
Perkerasan Bahu
CL L3
b) L1 L2
L3>(L1+L2 )
Tc = t 1
+t 2
Untuk kemiringan jalan yang kecil (landai), curb inlet mempunyai kapasitas
memasukkan debit yang menyampai kapasitas gutter inlet, apabila panjang lubang
curb inlet ditambah dengan 20 – 30 cm.
Lubang curb inlet adalah lubang yang diletakkan pada bidang depan batu tepi
dengan arah masuk yang tegak lurus pada arah aliran got tepi, sehingga curb inlet
hanya dapat bekerja seperti suatu pelimpah samping.
Lubang curb inlet hanya dapat bekerja, apabila bidang depan batu tepi betul-betul
vertikal. Air yang memasuki lubang curb inlet harus merubah arahnya, tegaklurus
pada arah semula ( arah aliran got tepi).
Apabila kemiringan melintang perkerasan jalan sangat kecil maka aliran got tepi
akan menyebar sepanjang lebar jalan yang sangat besar sehingga lubang curb
inlet harus sangat panjang pula agar perubahan arah aliran dapat terlaksana
dengan baik. Oleh karena itu, lubang curb inlet hanya dapat bekerja dengan baik,
apabila kemiringan melintang perkerasan jalan cukup besar. Kurva dibawah ini
menunjukkan kapasitas lubang curb inlet dinyatakan dalam debit per satuan
panjang bardasarkan hasil eksperimen.
Panjang lubang inlet = La yang diperlukan untuk memasukan seluruh debit adalah
sama dengan debit got tepi Qa dibagi dengan kapasitas inlet per satuan panjang.
Apabila panjang inlet tidak cukup untuk memasukkan seluruh aliran got tepi,
maka debit Q yang dapat dimasukkan melalui lubang inlet, diperlihatkan oleh
Gambar 3.21 sebagai fungsi dari perbandingan a dan perbandingan L/La, dimana L
b
= Panjang sesungguhnya dari inlet. Apabila aliran got tepi menggenang di depan
lubang inlet, dan ketinggian genangan lebih kecil dari ketinggian lubang inlet, maka
lubang curb inlet ini dapat dianggap sebagai suatu sekat (weir), yang memenuhi
formula umum:
a
GAMBAR 3. 21 Kurva Perbandingan dan Perbandingan L/La
b
Perkerasan jalan disekitar lubang hilir inlet menjadi lebih tinggi dari lantai dibagian
udik, agar supaya air dipaksa untuk kedalam inlet dalam jumlah lebih banyak.
Curb inlet didesain untuk menyalurkan beban drainase dari ruas jalan, bahu jalan
dan trotoir menuju ke saluran tepi.
Artinya bahwa semua kebutuhan dari aspek sumber daya air termasuk
prasarana/sarana dan konsep penanganan banjir harus dituang kedalam RTRW
secara tertulis dan sebaiknya juga dalam bentuk peta lampiran walaupun masih
tentatif. Keterpaduan aspek air dan keberlanjutan ruang agar tetap produktif, aman
dan nyaman harus diakomodasi dalam RTRW. Mengingat pentingnya penggunaan
Peta Daya Dukung Lahan (Land Capability Map) dan/atau Peta Kesesuaian Lahan
(Land Suitability Map) dalam penyiapan RTRW sebagaimana tertuang dalam UU
Penataan Ruang No 26 tahun2007, PP 15 tahun 2010 dan Pedoman Penyusunan
RTRW Provinsi, Kabupaten/kota maka harus diusahakan disiapkan peta-peta
tersebut sesuai skala minimum peta RTRW agar perencanaan peruntukan ruang
akan berkelanjutan, produktif, aman dan nyaman.
Sungai (Pola PSDA WS) yang sudah selesai apalagi Rencana Pengelolaan SDA WS
(Rencana PSDA WS). Hal ini disebabkan karena tidak ada perintah batas waktu
dalam UU No 7 tentang SDA untuk penyelesaian penyusunan Pola PSDA WS dan
Rencana PSDA WS. Dilain pihak untuk menyusun Pola dan Rencana PSDA WS
memerlukan data yang cukup rumit dan analisa multi sektor yang cukup dalam
untuk memenuhi kebutuhan air 20 tahun mendatang dengan lingkungan yang
sangat berubah. Diperlukan keahlian dalam penyiapan skenario, strategi dengan
menganalisa berbagai data yang berhubungan dengan air, sosial, pertanian,
industri, dll. serta pemodelan perencanaan antara kebutuhan dan alokasi serta
pengelolaan wilayah sungai dan banjir.
Melihat kondisi ruang Daesrah Aliran Sungai (DAS) dan/atau Wilayah Sungai (WS)
maka dimasa depan komoditas air yang siap digunakan akan merupakan unsur
penting didunia atau komoditas yang mahal dan langkah, akan menjadi unsur
penting dalam perdamaian atau perang dunia. Agar SDA disetiap wilayah sungai
berkelanjutan maka penataan ruang yang berkelanjutan dilihat dari aspek air juga
harus menjadi penting termasuk didalamnya yang berhubungan dengan banjir.
Perencanaan SDA wilayah sungai yang berkualitas sehingga bisa berkelanjutan
merupakan unsur penting dalam penyiapan RTRW.
Contents
3.1 KONSEP PENDEKATAN......................................................................................... 1
3.1.1 Umum .............................................................................................................. 1
3.1.2 Pendekatan Teknis .......................................................................................... 2
3.1.3 Konsep-Konsep Dasar dalam Sistem Drainase ............................................. 4
3.1.4 Jenis-Jenis Drainase ....................................................................................... 4
3.1.5 Fungsi Saluran Drainase ................................................................................. 9
3.1.6 Daerah Pelayanan dan Daerah Aliran........................................................... 10
3.1.7 Konsep Penataan Sistem Drainase Ramah Lingkungan ............................. 11
3.1.8 Mekanisme Banjir dan Konsep Penanganan ............................................... 14
3.2 METODOLOGI ...................................................................................................... 17
3.2.1 Kegiatan I : Tahap Persiapan ........................................................................ 17
3.2.2 Kegiatan II : Pengumpulan Data ................................................................... 18
3.2.3 Kegiatan II : Analisis dan Pengolahan Data.................................................. 19
3.2.4 Kegiatan III : Analisa Permasalahan dan Alternatif Penanganan ................. 20
3.3 PENGUKURAN TOPOGRAFI................................................................................ 22
3.4 ANALISA HIDROLOGI........................................................................................... 26
3.4.1 Analisis Intersitas hujan................................................................................. 26
3.4.2 Analisis Debit Aliran (Q) ................................................................................ 26
3.4.3 Analisa Frekuensi .......................................................................................... 27
3.5 Kriteria Perencanaan Sistem Drainase................................................................. 27
3.5.1 Kemiringan Melintang Perkerasan Dan Bahu Jalan .......................................... 28
3.5.2 Selokan Samping................................................................................................ 29
3.5.3 Debit Limpasan ................................................................................................... 31
3.5.4 Waktu Konsentrasi .............................................................................................. 31
3.5.5 Luas Daerah Pengaliran...................................................................................... 33
3.5.6 Penentuan Dimensi Saluran Samping ............................................................... 34
3.5.1 Curb Inlet ....................................................................................................... 34
3.6 Perencanaan BANGUNAN ................................................................................... 37
3.7 KONSEP TATA RUANG AIR DALAM PENANGANAN BANJIR KOTA.................. 38
BAB 4
IIN
NVVE
ETTA
ARRIIS
SAAS
SII D
DAAN
N IID
DEEN
NTTIIFFIIK
KAAS
SII D
DRRA
AIIN
NAAS
SEEE
EKKS
SIIS
STTIIN
NGG
Identifikasi permasalahan drainase di Kabupaten Pidie Jaya tidak terlepas dari faktor-
faktor utama yaitu ; kondisi sarana drainase yang ada, kondisi alam setempat (dareah
pantai), masalah pemeliharaan.
Pendekatan yang dilakukan untuk mendapatkan data lebih detail mengenai
permasalahan drainase di Kabupaten Pidie Jaya dilakukan dengan cara pengamatan
dan menelusuran secara langsung di lapangan, dan mencari informasi dari masyarakat
yang mengalami atau dari individu pejabat desa/kelurahan, instansi terkait yang pernah
terlibat dalam upaya-upaya penanganan masalah drainase.
Hasil survey lapangan terhadap kondisi drainase yang ada, disajikan pada
Lampiran Tabel Inventarisasi.
4-1
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
- Saluran ada yang sudah terbuat lining dari beton dan masih ada
saluran alam
- Saluran ada yang sudah terbuat lining dari beton dan masih ada
saluran alam
- Saluran ada yang sudah terbuat lining dari beton dan masih ada
saluran alam
4-2
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
e. Kecamatan Meuredu
- Saluran ada yang sudah terbuat lining dari beton dan masih ada
saluran alam
4-3
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
f. Kecamatan Panteraja
- Umumnya saluran di lkoasi ini dalam kondisi rusak dan tidak terawatt
- Saluran ada yang sudah terbuat lining dari beton dan masih ada
saluran alam
g. Kecamatan Triengadeng
h. Kecamatan Ulim
4-4
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
Kabupaten Pidie Jaya terdiri dari 7 DAS (Daerah Aliran Sungai) sungai utama
yaitu.
Kondisi sistem tata air dan sistem jaringan drainase di Pidie Jaya dapat dilihat
pada GAMBAR 4. 1.
4-5
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
4-6
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
Sebagai akibat dari luapan sungai ini, penagangan drainase di kabupaten Pidie Jaya
harus terintegrasi degan baik baik system drainase yang akan direncanakan maupun
hubungannya dengan system sungai yang ada.
4-7
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
Data pasang surut merupakan data fluktuasi muka air laut dimana muka air
mencapai ketinggian maksimum pada saat pasang, dan terkadang muka air
turun sampai elevasi terendah pada saat surut. Data pasang surut sangat
penting di dalam perencanaan bangunan drainase. Hasil data pasut dari
pengukuran pasut di Muara Krueng Meureudu diperoleh rentang pasang surut
adalah 1.50 m. Grafik pasang surut untuk lokasi Kr. Meredu seperti ditunjukkan
pada gambar 3.3 di bawah ini.
2.20
2.00
1.80
1.60
Peil Schaal (m)
1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
Pengukuran Ramalan
0.20
0 100 200 300 400 500 600 700
Waktu (jam )
Sistem drainase yang ada di Kabupaten Pidie Jaya secara umum masih
bercampur dengan dengan pembuangan air kotor rumah tangga. Kondisi
medan yang landai juga tidak memungkinkan dilakukannya sistem
penggelontoran secara gravitasi.
4-9
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
4 - 10
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
4 - 11
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
4 - 12
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
4 - 13
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
4 - 14
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
4 - 15
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
4 - 16
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
4 - 17
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
4 - 19
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
BAB 5
INFORMASI DAN PENINJAUAN
PERMASALAHAN DRAINASE
Sistem pembuangan dan sistem drainase secara makro di Pidie Jaya terdiri dari
beberapa sungai utama. Sungai utama tersebut adalah:
1. Kr. Putu
2. Kr. Panteraja
3. Kr. Trienggadeng
4. Kr. Beuracan
5. Kr. Meuredu
6. Kr. Kayangan/Kr. Ulim
7. Kr. Kiran
Luas daerah pengaliran sungai untuk masing das ditunjukkan pada Tabel 5.1
Skema aliran untuk masing-masing sungai ditunjukkkan pada gambar 5.2 sampai
dengan gambar 5.5
A.Putu Ki. 1
A. Panteraja
Ki. 1
A. Panteraja
Ka. 1
A. Panteraja A. Panteraja
Ka. 2 Ka. 2
GAMBAR 5.2 . Skema Aliran Kr. Putu dan Kr. Pante Raja
SELAT MELAKA
A. Meuredu Ka.2
A. Meuredu Ka.3.1
A. Meuredu Ka.3
A. Beracan Ka.2
A. Meuredu Ka.3.2
A. Meuredu Ka.4
A. Beracan Ka.3 S. Meuredu Ki.1
S. Meuredu Ki.2 A. Meuredu Ka.5
A. Beracan Ki. 1
S. Meuredu Ki.3
A. Meuredu Ki.4
A. Beracan Ka.6.1
A. Trienggadeng Ka. 2 A. Meuredu Ki.5
A. Beracan Ka.6
S. Meuredu Ka.8
A. Beracan Ki. Ka.2
A. Beracan Ka.6.2 A. Meuredu Ki.6
Kr. Meuredu
A. Meuredu Ki.6
A. Trienggadeng Ka. 3
A. Meuredu Ki.7
A. Beracan Ka.7
A. Meuredu Ka.5
A. Beracan Ki. Ka.3
S. Meuredu Ki.8
A. Meuredu Ka.6
A. Beracan Ka.8
GAMBAR 5.3 . Skema Aliran Kr. Trienggadeng, Kr. Beuracan dan Kr. Meuredu
A.Kiran Ki.4
A.Kayangan Ka.3
Sungai-sungai utama ini semenya melintasi daerah pemukiman dan daerah pusat perkotaan
dimana berdasarkan informasi yang diperoleh sungai sering meluap terutama di pusat kota
meuredu yang dilintasi oleh sungai Kr. Meuredu. Pada sungai ini dan beberapa sungai lainnya
fenomena banjir luapan dari sungai ini sangat terjadi dimana frekwensi kejadiannya hampir setiap
tahunnya walaupun dibeberapa tempat telah ada kontruksi pelindung sungai seperti jetty tanggul
dan lainnya.
Berdasarkan informasi dari data RTRW Pidie Jaya tahun 2014, penggunaan lahan pada kawasan
DAS ini seperti ditunjukkan pada Gambar 5.5.
Kondisi jaringan drainase Pidie Jaya dapat dikategorikan dalam jenis pola aliran jaring-
jaring. Pola aliran ini dinilai sudah sesuai dengan kondisi topografi Pidie Jaya yang
datar dan trase saluran mengikuti jaringan jalan yang ada. Selain saluran drainase dan
alur alam yang terdapat system pengaliran drainase di Kabupaeten Pidie Jaya,
terdapat juga saluran Irigasi yang melintasi kawasan Sistem pola aliran tersebut secara
tipikal dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Saluran
Saluran Saluran Utama
Cabang
Cabang
Secara lebih jelas, arah aliran drainase Pidie Jaya dapat dilihat pada Gambar 5.6.
GAMBAR 5.6 Pola Aliran Drainase Pidie Jaya Kecamatan Bandar Baru
Sistem jaringan drainase Pidie Jaya pada saat ini pada banyak tempat masih
bercampur antara saluran pembawa irigasi, pembuang irigasi dan saluran drainase
tersendiri. Hal ini dikarenakan saluran irigasi melintasi daerah pemukiman perkotaan
yang pada penduduk seperti:
1. Pada lokasi Bandar Baru tepatnya pada lokasi Pusat Kota Leungputu dilintasi oleh
saluran irigasi dari Tiro dan Teupin Raya.
2. Pada lokasi Pusat Kota Meuredu dilintasi oleh saluran irigasi DI Meuredu.
3. Pada Lokasi Babah jurong/Kota Rentang yang merupakan ibukota kecamatan
Muara Dua juga dilintasi oleh saluran irigasi DI Meuredu.
4. Pada kawasan pusat pemukiman di ibukota ulim dan Ulee Glee juga dilintasi oleh
saluran irigasi DI Meuredu.
Kondisi jaringan drainase di Pidie Jaya sampai saat ini masih mengalami masalah
dimana sistem drainase belum belum berfungsi secara optimal dan seriang terjadinya
luapan sungai yang ada tersebar diseluruh Kabupaten Pidie Jaya. Lokasi banjir dan
genangan ditunjukkan pada Gambar 5.9.
Identifikasi permasalahan drainase di Pidie Jaya tidak terlepas dari faktor-faktor utama
yaitu ; kondisi sarana drainase yang ada, kondisi alam setempat (dareah pantai),
masalah pemeliharaan.
Secara umum sumber genangan air (banjir) di Pidie Jaya dibedakan menjadi 3
macam, yaitu :
1. Banjir Kiriman, merupakan aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu sungai
di luar kawasan yang tergenang. Hal ini diakibatkan oleh hujan yang terjadi di
daerah hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungainya,
sehingga terjadi limpasan.
2. Banjir Lokal, merupakan genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di
daerah itu sendiri, dimana drainase yang ada tidak mampu menampung debit
air hujan. Pada banjir lokal , ketinggian genangan air mencapai 30-50 cm dan
lama genangan antara 1-3 jam.
3. Banjir rob, merupakan banjir yang terjadi baik akibat aliran langsung gelombang
pasang atau air balik dari saluran drainase akibat terhambat oleh gelombang
pasang. Banjir rob rutin terjadi akibat pasang air laut yang terjadi di wilayah
pesisir laut. Ketinggian genangan air pada saat terjadi banjir rob di Pidie Jaya
berkisar anatar 50 cm sampai 100 cm.
Beberapa lokasi yang bermasalah terhadap banjir genangan ini diperlihatkan pada
Gambar 5.9.
BAB 6
KONSEP PENANGANAN BANJIR/GENANGAN DAN ROB
Konsep yang diterapkan untuk pemecahan masalah banjir pada lokasi kajian dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan investigasi penyebab banjir yang terjadi di lokasi kajian, serta
mengidentifikasi faktor-faktor yang dominan terhadap terjadinya banjir dan rob;
2. Melakukan evaluasi terhadap metode penanganan banjir dan rob yang ada di
lokasi kajian, termasuk sistem drainase eksisting;
3. Pengembangan alternatif penanganan banjir dan rob dengan mempertimbangkan
aspek teknis dan keberadaan sebagai konsekuensi dari lahan dan infrastruktur
yang ada.
4. Pengembangan tahapan pelaksanaan, baik jangka pendek mapun jangka
menengah dan panjang.
Sesuai dengan konsep pendekatan tersebut di atas, maka di bawah ini dijelaskan
detail dari masing-masing langkah tersebut secara sistematis.
Dari hasil investigasi pada daerah Kajian dan sekitarnya, diperkirakan banjir yang
terjadi pada lokasi kajian akibat dari hal-hal sebagai berikut:
Akibat terjadinya air pasang dari laut/Rob.
Terjadinya limpasan air dari sungai yang disebabkan debit air yang mengalir di
sungai tersebut melebihi kapasitas pengalirannya (hujan di hulu);
Genangan banjir akibat terjadinya hujan setempat dimana genangan terjadi;
Ketiga peristiwa tersebut bisa terjadi secara bersamaan maupun terpisah.
Dilihat dari kondisi yang menyebabkan banjir dan rob di lokasi kajian, dapat
6-1
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
Faktor penyebab terjadinya banjir dan rob dapat dibedakan dalam dua katagori,
tergantung dari peristiwa dan pengaruhnya.
Peristiwa alam :
6-3
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
A. Saluran Alam
Perancangan hidrolik saluran alam dibagi dalam 2 tahap. Tahap pertama ialah
merancang kestabilan saluran, yaitu menentukan ukuran saluran berdasarkan
keadaan tingkat hambatan yang rendah, dan tahap kedua ialah mengulang
perancangan kapasitas maksimum, yaitu menentukan peningkatan kedalaman aliran
yang diperlukan untuk mempertahankan kapasitas maksimum pada keadaan tingkat
hambatan yang lebih tinggi.
B. Saluran Buatan
Sebagian besar saluran yang diberi lapisan (penguat) dan saluran yang bahan-
bahannya merupakan hasil rakitan pabrik, dapat menahan erosi dengan baik
sehingga dianggap sebagai saluran tahan erosi. Dalam merancang saluran tahan
erosi, faktor-faktor seperti kecepatan maksimum dan gaya tarik yang diijinkan tidak
perlu dipertimbangkan. Perancang cukup menghitung ukuran-ukuran saluran dengan
rumus aliran seragam, kemudian memutuskan ukuran akhir berdasarkan efisiensi
hidrolika atau hukum pendekatan untuk penampang terbaik, praktis dan ekonomis.
Sedangkan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan adalah jenis bahan pembentuk
saluran, koefisien kekasaran, kecepatan minimum yang diijinkan, kemiringan dasar
saluran, dinding dan jagaan.
Siklus Kegiatan
Untuk pengelolaan ruang kawasan rawan banjir diarahkan pada penanganan banjir yang
berupa pencegahan dini (preventif) dan pencegahan sebelum terjadinya bencana banjir
(mitigasi), yang terdiri dari kombinasi antara upaya struktur (bangunan pengendali banjir)
dan non-struktur (perbaikan atau pengendalian DAS). Kebijakan yang terkait dengan
upaya pengelolaan meliputi:
1) Rekayasa Teknik
2) Mekanisme Perijinan
3) Kelembagaan dan Peran Serta Masyarakat.
Rekayasa Non-Struktural
Bentuk upaya pengendalian pemanfaatan ruang secara Non-Struktural (Pengendalian
DAS), meliputi :
a. pengelolaan daerah pengaliran sungai (watershed management), yang diharapkan
dapat mengurangi limpasan runoff pada DPS tersebut ke sungai utama;
b. pengelolaan kawasan banjir (floodplain management) termasuk penerapan zona tata
guna lahan (land use zoning regulation) dan peraturan bentuk, struktur dan jenis
bahan bangunan;
c. flood proofing dari bangunan yang ada pada kawasan tersebut; dan
d. prakiraan banjir dan sistem peringatan dini.
Rekayasa Struktural
a. menurunkan elevasi muka air banjir dengan perbaikan alur sungai, normalisasi
saluran, sudetan, banjir kanal dan interkoneksi sungai;
b. mencegah terjadinya luapan air sungai pada debit banjir dengan periode ulang
(return period) tertentu, dengan tanggul penahan banjir;
c. mengurangi genangan dengan membuat sistem polder, pompa, waduk dan
perbaikan sistem drainase;
d. memperkecil debit banjir atau mengurangi puncak banjir dengan waduk retensi,
banjir kanal, dan interkoneksi sungai.
e. mengoptimalkan dan mengembangkan sistem drainase.
Berdasarkan dugaan dan mekanisme banjir dan rob yang terjadi pada daerah Langsa dan
sekitarnya, konsep penanggulangannya dapat mengacu pada konsep umum yang sudah
dijelaskan di atas.
Dari hasil perbadingan di atas dapat dilihat bahwa ada beberapa cara yang mungkin
dapat digunakan dalam penanggulangan banjir di Langsa (lahan rendah). Dari segi
non struktural dapat dilakukan dengan peninggian lahan dan dasar bangunan (flood
proofing)) dan prakiraan banjir serta sistem peringatan dini. Metode food proofing
dapat dikatakan sulit untuk dilaksanaan. Hal ini dikarenakan kondisi lahan dan
bangunan di lokasi kajian sudah mapan (kemungkinan untuk restrukturisasi lahan
dan bangunan tidak mungkin dilakukan lagi). Sedangkan prakiraan banjir dan sistem
peringatan dini dapat dikatakan secara tidak langsung merupakan kebijakan yang
memang sudah dilakukan secara kontinu (walaupun tidak dilembagakan).
Konsep tersebut diperkuat lagi dengan kondisi topografi lahan rendah dan
sekitarnya yang kalau diplot pada konsep sistem pembuangan air ke laut/sungai
seperti gambar 6.1 akan berada pada alternatif sistem polder.
Langsa
Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab 5, integrasi konsep penanganan pada kajian ini
merupakan gabungan anatar hasil studi terdahulu dengan konsep polder untuk wilayah
pesisir dalam rangka menangani banjir rob. Adapun argumentasi keanpa diusulkan sistem
polder pada penangan ini adalah sebagai berikut.
1. Kondisi topografi dan sistem drainase yang ada di sangat sulit untuk penanganan
drainase menggunakan sistem drainase konvensional. Kondisi ini dikarenakan muka
air tinggi lebih tinggi dari elevasi lahan yang ada, apalagi dengan elevasi dasar
saluran.
2. Wilayah pesisir pada umumnya sangat datar dan jenis tanahnya alluvial sehingga jika
digunakan konsep atau sistem drainase konvensional memerlukan kelengkapan
pompa.
Berdasarkan masalah yang ada dan kondisi existing saluran drainase kawasan pidie jaya
maka diusulkan untuk direncanakan saluran induk. Lokasi saluran induk ini ditunjukkan
pada lampiran.
BAB 7
A
ANNA
ALLIIS
SAAD
DAATTA
A
maksimum harian tahunan berkisar antara 72 mm/hari yang terjadi pada tahun
2012 dan 149 mm/hari yang terjadi pada tahun 2011. Data Hujan Bulanan
berkisar dari 107 – 224 mm/bulan Data curah hujan maksimum tahunan secara
lebih terperinci ditunjukkan pada Tabel 7.1 dan gambar 7.1.
1 2004 102.00
2 2005 118.00
3 2006 104.00
4 2007 80.00
5 2008 89.00
6 2009 125.00
7 2010 131.00
8 2011 149.00
9 2012 72.00
10 2013 125.00
Sumber. Hasil Perhitungan
120.0 118.0
Hari Hujan
100.0 102.0 104.0 20.0
89.0
80.0 80.0 15.0
72.0
60.0
10.0
40.0
5.0
20.0
0.0 0.0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
Hasil Perhitungan ketiga metode ini disajikan pada Tabel 5.2 sampai dengan
Xi 2 3 4
NO TAHUN
(mm)
(Xi-Xrt) (Xi-Xrt) (Xi-Xrt)
1 2004 102 56.25 -421.88 3164.06
2 2005 118 72.25 614.125 5220.0625
3 2006 104 30.25 -166.375 915.0625
4 2007 80 870.25 -25672.375 757335.0625
5 2008 89 420.25 -8615.125 176610.0625
6 2009 125 240.25 3723.875 57720.0625
7 2010 131 462.25 9938.375 213675.0625
8 2011 149 1560.25 61629.875 2434380.063
9 2012 72 1406.25 -52734.375 1977539.063
10 2013 125 240.25 3723.875 57720.0625
Jumlah
1095 5358.5 -7980 5684278.625
(mm)
Jumlah Data
10
(n) =
Rata-rata
109.50
(mm) =
Std Dev, SD
24.40
=
Koef Skew,
-0.08
Cs =
Cv = 0.22
Ck = 0.20
Data = 23
Xrt = 109.50
Sn = 0.950
Yn = 0.495
SD = 24.40
Cs ≤ 1.1396 Cs = -0.076 Ok
Gumbel
Ck ≤ 5.4002 Ck = 3.182
Log Pearson Cs = 0 Cs = 0.000 Ok
2 2
Cs = 3Cv + Cv = 3 3Cv + Cv = 0.15
Log Normal
Ck = 5.383 Ck = 1.63 Tidak
Dari Hasil Distribusi dapat disimpulkan bahwa unutk lokasi Pidie Jaya
Perhitungan curah hujan rencana yang memenuhi syarat adalah metode Gumbel
dan Log Person.
Grafik yang menampilkan curah hujan berdasarkan periode ulang unutk metode
Gumbel dan Log Person dapat dilihat pada Gambar 5.3
a. Cathment area
Berdasarkan saluran yang direncana dan kondisi topography hasil pengukuran, cathment area
untuk masing-masing saluran seperti ditunjukkan pada Lampiran.
Perhitungan debit saluran menggunakan metode modifikasi rasional. Grafik intensitas hujan
ditunjukkan pada Gambar dan hasil dari perhitungan untuk debit rencana saluran periode ulang
5 tahunan ditunjukkan pada Gambar 7.4
Gambar 7.5 Hubungan antara waktu konsentrasi (tc) dengan intensitas hujan untuk curah hujan
rencana periode ulang 5 tahun
Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat bahwa ada sebagian saluran yang tidak mampu
menampung debit dimana debit banjir lebioh besar dari debit yang mampu di tampung oleh
saluran. Untuk itu pada saluran yang kapasitasnya tidak cukup ini akan direncanakan kembali
berdasarka debit banjir rencana. Untuk saluran lainnya dimana dimensi saluran sudah
mencukupi tetapi masih diperlukan adanya pembersihan dari sedimen dan sampah yang ada di
dalam saluran sehing tidak mengurangi kapasitas dari saluran tersebut.
Hasil perhitungan saluran yang direncankan kembali ditunjukkan pada Tabel 6.7
SI. Br. Ka. 1 940 0.00986 3.00 1.50 0.20 0.023 0.010 4.500 6.000 0.750 3.589 16.151 15.559 Ok
SI. Br. Ka. 2 1930 0.00050 2.50 1.50 0.20 0.023 0.010 3.750 5.500 0.682 3.368 12.630 12.209 Ok
SI. Br. Ka. 3 3287 0.00236 6.00 2.00 0.20 0.023 0.010 12.000 10.000 1.200 4.910 58.917 52.930 Ok
SI. Br. Ka. 4 1814 0.00205 5.00 1.60 0.20 0.023 0.010 8.000 8.200 0.976 4.277 34.215 31.603 Ok
SI. M. Ka. 3 1528 0.00154 2.20 1.50 0.20 0.023 0.010 3.300 5.200 0.635 3.211 10.596 10.495 Ok
SI. M. Ka. 4 3846 0.00316 3.00 1.20 0.20 0.023 0.010 3.600 5.400 0.667 3.318 11.945 11.882 Ok
SI. M. Ka. 5 693 0.00329 2.00 1.20 0.20 0.023 0.010 2.400 4.400 0.545 2.903 6.966 5.608 Ok
SI. M. Ka. 6 458 0.00442 4.00 1.50 0.20 0.023 0.010 6.000 7.000 0.857 3.923 23.539 22.566 Ok
SI. M. Ki. 1 965 0.00180 1.30 1.00 0.20 0.023 0.010 1.300 3.300 0.394 2.336 3.037 2.820 Ok
SI. M. Ki. 2 521 0.00172 2.20 1.30 0.20 0.023 0.010 2.860 4.800 0.596 3.079 8.805 8.613 Ok
SI. M. Ki. 3 964 0.00111 2.50 1.30 0.20 0.023 0.010 3.250 5.100 0.637 3.220 10.464 9.840 Ok
Saluran yang direncanakan adalah sebagian besar saluran tersier. Material yang dipakai adalah beton
bertulang. Layout saluran dapat dilihat pada Lampiran 8.1.
Gorong-gorong adalah salah satu fasilitas pelengkap dari suatu system drainase yang
digunakan apabila saluran drainase terhalang oleh jalan, dengan kata lain gorong-gorong adalah suatu
bangunan pelengkap system drainase yang dipasang dibawah permukaan jalan dan melintang jalan
yang berfungsi untuk meneruskan aliran drainase. Debit yang melalui gorong-gorong dapat
digolongkan menjadi tiga kondisi yaitu gorong-gorong terendam, setengah terendam dan tidak
terendam yang menyerupai dengan saluran terbuka. Pada umumnya gorong-gorong terkondisi pada
kondisi yang terakhir dimana besar debit yang mengalir melalui gorong-gorong sama dengan rencana
saluran. Untuk tinggi jagaan di ambil 0.2 m. Gorong-gorong yang direncanakan adalah gorong-gorong
dengan tipe persegi dengan material dari Beton Bertulang. Tipical dari box culvert/slap culvert
ditunjukkan pada Gamabr Design.
BAB 6
KONSEP PENANGANAN BANJIR/GENANGAN DAN ROB
Konsep yang diterapkan untuk pemecahan masalah banjir pada lokasi kajian dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan investigasi penyebab banjir yang terjadi di lokasi kajian, serta
mengidentifikasi faktor-faktor yang dominan terhadap terjadinya banjir dan rob;
2. Melakukan evaluasi terhadap metode penanganan banjir dan rob yang ada di
lokasi kajian, termasuk sistem drainase eksisting;
3. Pengembangan alternatif penanganan banjir dan rob dengan mempertimbangkan
aspek teknis dan keberadaan sebagai konsekuensi dari lahan dan infrastruktur
yang ada.
4. Pengembangan tahapan pelaksanaan, baik jangka pendek mapun jangka
menengah dan panjang.
Sesuai dengan konsep pendekatan tersebut di atas, maka di bawah ini dijelaskan
detail dari masing-masing langkah tersebut secara sistematis.
Dari hasil investigasi pada daerah Kajian dan sekitarnya, diperkirakan banjir yang
terjadi pada lokasi kajian akibat dari hal-hal sebagai berikut:
Akibat terjadinya air pasang dari laut/Rob.
Terjadinya limpasan air dari sungai yang disebabkan debit air yang mengalir di
sungai tersebut melebihi kapasitas pengalirannya (hujan di hulu);
Genangan banjir akibat terjadinya hujan setempat dimana genangan terjadi;
Ketiga peristiwa tersebut bisa terjadi secara bersamaan maupun terpisah.
Dilihat dari kondisi yang menyebabkan banjir dan rob di lokasi kajian, dapat
6-1
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
Faktor penyebab terjadinya banjir dan rob dapat dibedakan dalam dua katagori,
tergantung dari peristiwa dan pengaruhnya.
Peristiwa alam :
6-3
BAPPEDA Pidie Jaya
Master Plan Drainase Pidie Jaya
LAPORAN FINAL
A. Saluran Alam
Perancangan hidrolik saluran alam dibagi dalam 2 tahap. Tahap pertama ialah
merancang kestabilan saluran, yaitu menentukan ukuran saluran berdasarkan
keadaan tingkat hambatan yang rendah, dan tahap kedua ialah mengulang
perancangan kapasitas maksimum, yaitu menentukan peningkatan kedalaman aliran
yang diperlukan untuk mempertahankan kapasitas maksimum pada keadaan tingkat
hambatan yang lebih tinggi.
B. Saluran Buatan
Sebagian besar saluran yang diberi lapisan (penguat) dan saluran yang bahan-
bahannya merupakan hasil rakitan pabrik, dapat menahan erosi dengan baik
sehingga dianggap sebagai saluran tahan erosi. Dalam merancang saluran tahan
erosi, faktor-faktor seperti kecepatan maksimum dan gaya tarik yang diijinkan tidak
perlu dipertimbangkan. Perancang cukup menghitung ukuran-ukuran saluran dengan
rumus aliran seragam, kemudian memutuskan ukuran akhir berdasarkan efisiensi
hidrolika atau hukum pendekatan untuk penampang terbaik, praktis dan ekonomis.
Sedangkan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan adalah jenis bahan pembentuk
saluran, koefisien kekasaran, kecepatan minimum yang diijinkan, kemiringan dasar
saluran, dinding dan jagaan.
Siklus Kegiatan
Untuk pengelolaan ruang kawasan rawan banjir diarahkan pada penanganan banjir yang
berupa pencegahan dini (preventif) dan pencegahan sebelum terjadinya bencana banjir
(mitigasi), yang terdiri dari kombinasi antara upaya struktur (bangunan pengendali banjir)
dan non-struktur (perbaikan atau pengendalian DAS). Kebijakan yang terkait dengan
upaya pengelolaan meliputi:
1) Rekayasa Teknik
2) Mekanisme Perijinan
3) Kelembagaan dan Peran Serta Masyarakat.
Rekayasa Non-Struktural
Bentuk upaya pengendalian pemanfaatan ruang secara Non-Struktural (Pengendalian
DAS), meliputi :
a. pengelolaan daerah pengaliran sungai (watershed management), yang diharapkan
dapat mengurangi limpasan runoff pada DPS tersebut ke sungai utama;
b. pengelolaan kawasan banjir (floodplain management) termasuk penerapan zona tata
guna lahan (land use zoning regulation) dan peraturan bentuk, struktur dan jenis
bahan bangunan;
c. flood proofing dari bangunan yang ada pada kawasan tersebut; dan
d. prakiraan banjir dan sistem peringatan dini.
Rekayasa Struktural
a. menurunkan elevasi muka air banjir dengan perbaikan alur sungai, normalisasi
saluran, sudetan, banjir kanal dan interkoneksi sungai;
b. mencegah terjadinya luapan air sungai pada debit banjir dengan periode ulang
(return period) tertentu, dengan tanggul penahan banjir;
c. mengurangi genangan dengan membuat sistem polder, pompa, waduk dan
perbaikan sistem drainase;
d. memperkecil debit banjir atau mengurangi puncak banjir dengan waduk retensi,
banjir kanal, dan interkoneksi sungai.
e. mengoptimalkan dan mengembangkan sistem drainase.
Berdasarkan dugaan dan mekanisme banjir dan rob yang terjadi pada daerah Langsa dan
sekitarnya, konsep penanggulangannya dapat mengacu pada konsep umum yang sudah
dijelaskan di atas.
Dari hasil perbadingan di atas dapat dilihat bahwa ada beberapa cara yang mungkin
dapat digunakan dalam penanggulangan banjir di Langsa (lahan rendah). Dari segi
non struktural dapat dilakukan dengan peninggian lahan dan dasar bangunan (flood
proofing)) dan prakiraan banjir serta sistem peringatan dini. Metode food proofing
dapat dikatakan sulit untuk dilaksanaan. Hal ini dikarenakan kondisi lahan dan
bangunan di lokasi kajian sudah mapan (kemungkinan untuk restrukturisasi lahan
dan bangunan tidak mungkin dilakukan lagi). Sedangkan prakiraan banjir dan sistem
peringatan dini dapat dikatakan secara tidak langsung merupakan kebijakan yang
memang sudah dilakukan secara kontinu (walaupun tidak dilembagakan).
Konsep tersebut diperkuat lagi dengan kondisi topografi lahan rendah dan
sekitarnya yang kalau diplot pada konsep sistem pembuangan air ke laut/sungai
seperti gambar 6.1 akan berada pada alternatif sistem polder.
Langsa
Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab 5, integrasi konsep penanganan pada kajian ini
merupakan gabungan anatar hasil studi terdahulu dengan konsep polder untuk wilayah
pesisir dalam rangka menangani banjir rob. Adapun argumentasi keanpa diusulkan sistem
polder pada penangan ini adalah sebagai berikut.
1. Kondisi topografi dan sistem drainase yang ada di sangat sulit untuk penanganan
drainase menggunakan sistem drainase konvensional. Kondisi ini dikarenakan muka
air tinggi lebih tinggi dari elevasi lahan yang ada, apalagi dengan elevasi dasar
saluran.
2. Wilayah pesisir pada umumnya sangat datar dan jenis tanahnya alluvial sehingga jika
digunakan konsep atau sistem drainase konvensional memerlukan kelengkapan
pompa.
Berdasarkan masalah yang ada dan kondisi existing saluran drainase kawasan pidie jaya
maka diusulkan untuk direncanakan saluran induk. Lokasi saluran induk ini ditunjukkan
pada lampiran.
LAPORAN FINAL
BAB I PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Untuk menjaga keseimbangan prasarana dan sarana drainase perkotaan yang telah
ada maka kegiatan operasi dan pemeliharaan merupakan kegiatan yang penting
untuk dilakukan, agar prasarana dan sarana drainase dapat terus berfungsi untuk
mengalirkan air permukaan dan genangan sehingga tidak menimbulkan dampak
negatif.
2. RUANG LINGKUP
Mencakup prasarana dan sarana drainase perkotaan, operasi, pemeliharaan dan
pembiayaan.
3. PENGERTIAN
1) Operasi adalah menjalankan atau memfungsikan prasarana dan sarana
drainase perkotaan sesuai dengan maksud dan tujuannya.
2) Pemeliharaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin fungsi
prasarana dan
sarana drainase bekerja sesuai dengan rencana
3) Drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke
badan air atau ke bangunan resapan buatan.
4) Drainase perkotaan adalah sistem pembuangan air yang berfungsi
mengeringkan
bagian-bagian wilayah administrasi kota dan daerah urban dari genangan air,
baik dari hujan lokal dan pasang air laut yang masuk di wilayah kota sehingga
tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan
manusia.
5) Sistem Polder adalah sistem penanganan drainase perkotaan dengan cara
mengisolasi daerah yang dilayani dari pengaruh limpasan air hujan dan
pasang air laut dengan tanggul atau prasarana lain yang dapat difungsikan
sebagai tanggul.
6) Kolam Retensi/Tandon adalah kolam/ waduk penampungan air hujan dalam
jangka waktu tertentu yang berfungsi untuk memotong puncak banjir dan
menyimpan air sementara pada saat air laut pasang.
7) Bangunan pelengkap adalah bangunan yang dibuat dan berfungsi sebagai
pelengkap sistem drainase perkotaan, antara lain: bangunan perlintasan, pintu
air, stasiun pompa, bak penampung, bak pengontrol, trash rake dan bangunan
terjunan.
8) Trash rake adalah bangunan saringan sampah yang dapat dioperasikan
secara mekanik
atau manual.
L-1
LAPORAN FINAL
L-2
LAPORAN FINAL
BAB II
SARANA DAN PRASARANA DRAINASE PERKOTAAN
1. UMUM
LAPORAN FINAL
L-4
LAPORAN FINAL
3. JENIS PEMELIHARAAN
Jenis pemeliharaan meliputi :
1) Pemeliharaan rutin adalah pekerjaan yang selalu dilakukan berulang-ulang
pada waktu tertentu, misalnya setiap hari, minggu dan bulan.
2) Pemeliharaan berkala merupakan pekerjaan yang dilakukan pada waktu
tertentu,
misalnya setahun sekali atau setahun dua kali.
L-5
LAPORAN FINAL
1) SALURAN
Saluran drainase berfungsi mengalirkan air dari satu tempat ke tempat lain,
mengendalikan banjir atau penggelontoran dengan aliran sistem gravitasi.
Ukuran penampang saluran primer dan sekunder tidak dapat distandarisasi, sebab
tergantung dari:
Luas daerah pengalirannya
L-6
LAPORAN FINAL
L-7
LAPORAN FINAL
saluran/jalan.
a) Penampang saluran tersier adalah penampang saluran terkecil
dibandingkan dengan saluran lainnya dan berfungsi mengalirkan aliran air
hujan dari jalan dan rumah.
b) Saluran tersier umumnya dibuat dari pasangan batu bata, batu pecah
dan plat beton.
c) Bentuk penampang saluran adalah segi empat dengan lantai berbentuk
setengah lingkaran atau trapesium.
L-8
LAPORAN FINAL
2) BANGUNAN PERSILANGAN
Bangunan persilangan pada saluran drainase perkotaan terdiri dari: gorong-gorong,
jembatan, talang air dan siphon.
(1). Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah saluran yang memotong jalan atau media lain. Bentuk
gorong- gorong terdiri dari bentuk lingkaran yang terbuat dari pipa beton dan
bentuk segiempat dari beton bertulang.
L-9
LAPORAN FINAL
3) BANGUNAN TERJUN
Bangunan terjun berfungsi untuk menurunkan kecepatan aliran air dari hulu. Bangunan
terjun direncanakan pada jalur saluran dengan kemiringan eksisting yang kritis dan
curam, sehingga kriteria batas kecepatan maksimum dapat dipertahankan.
4) TANGGUL
Tanggul banjir adalah konstruksi yang berfungsi untuk mencegah terjadinya limpasan
air dari sungai/saluran ke wilayah perkotaan. Tanggul banjir dapat terdiri dari tanggul
tanah,
tanggul pasangan batu kali dan tanggul beton bertulang.
L - 10
LAPORAN FINAL
Gambar 11. Tanggul dari tanah Gambar 12. Tanggul dari beton
bertulang
6) PINTU AIR
Pintu air dipasang pada inlet siphon, inlet dan outlet waduk (kolam retensi), inlet
stasiun pompa dan di ujung saluran yang berhubungan dengan badan air.
(1). Pintu air menurut jenisnya:
o Pintu sorong
L - 11
LAPORAN FINAL
Gambar 15. Pintu air sorong Gambar 16. Pintu air klep
otomatis
L - 12
LAPORAN FINAL
Gambar 18. Pintu katup karet otomatis Gambar 19. Pintu air mekanik
L - 13
LAPORAN FINAL
Ada dua jenis dasar pompa yang biasa digunakan untuk sistem drainase,
menurut jenis impeller ada dua jenis pompa yaitu yaitu:
1. Archemedian Screw
Pompa archemedian screw digunakan untuk kondisi elevasi muka air
yang dipompa relatif aman tidak sesuai untuk elevasi muka air yang
perubahannya relatif besar.
Pompa ini tidak terganggu dengan adanya tumbuhan air dan sampah, oleh
sebab itu pompa ini mampu beroperasi tanpa dijaga dalam jangka waktu
yang lama.
L - 14
LAPORAN FINAL
2. Rotodynamic Pumps
Pompa Rotodynamic terdiri atas 3 jenis;
a. Pompa Centrifugal (aliran radial); dipergunakan untuk memompa air
dengan ketingian yang besar dan aliran sedang.
b. Pompa Axial (baling-baling; dipergunakan untuk memompa air
dengan ketinggian yang rendah sampai aliran yang besar.
c. Pompa Aliran Campuran; digunakan dengan karakteristik tengah-
tengah
antara Pompa Centrifugal dengan Pompa Axial
Pintu air
Pompa Intake
700
L - 15
LAPORAN FINAL
L - 16
LAPORAN FINAL
9) TRASH RAKE
Trash rake atau saringan sampah adalah salah satu sarana drainase untuk
tetap menjaga kebersihan saluran.
Menurut jenisnya Terdapat dua jenis Trash rake yaitu : (1). Tipe saringan permanen
(2). Tipe saringan tidak permanen (dapat diangkat)
Gambar 27. Trash rake manual Gambar 28. Trash rake mekanik
L - 17
LAPORAN FINAL
Gambar 29. Trash rake otomatis Gambar 30. Trash rake otomatis sistem
sistem rotary (tampak rotary (tampak depan)
samping)
L - 18
LAPORAN FINAL
5. METODE KERJA
Untuk keselamatan pekerja maka diperlukan suatu metode kerja yang baik pada
saat pelaksanaan kegiatan pemeliharaan prasarana dan sarana drainase perkotaan.
Salah satu contoh metode kerja dalam perbaikan gorong- gorong dapat dilihat pada
L - 19
LAPORAN FINAL
gambar berikut
L - 20
LAPORAN FINAL
L - 21
LAPORAN FINAL
L - 22
LAPORAN FINAL
L - 23
LAPORAN FINAL
L - 24
LAPORAN FINAL
1. UMUM
Ketentuan umum yang harus dipenuhi meliputi beberapa hal sebagai berikut:
1) Untuk dapat memperoleh hasil yang optimal sebelum pelaksanaan kegiatan
operasi dan pemeliharaan diperlukan kegiatan perencanaan pemrogram dan
analisis biaya.
2) Perencanaan merupakan tahap penyusunan konsep awal kerja di bidang
operasi dan
pemeliharaan.
3) Pemrograman adalah tahap penyusunan rencana kerja rinci berikut kriteria dan
petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan opeasi dan pemeliharaan.
4) Analisis biaya adalah pembuatan perkiraan biaya operasional dari seluruh
aspek yang
terkait dengan kegiatan operasi dan pemeliharaan.
5) Sebagai pelaksana kegiatan operasi dan pemeliharaan adalah penanggung
jawab saluran drainase yang disusun dengan struktur organisasi kerja dan
tanggung jawab yang jelas.
Sistim drainase perkotaan akan beroperasi berdasarkan fungsi dan operasional seluruh
subsistim yang direncanakan meliputi:
A. Saluran yang berfungsi untuk menyalurkan air dari suatu tempat ke tempat lain
dengan
ketentuan teknis:
a. Klasifikasi sistim saluran yang terdiri dari:
i. Saluran terbuka, dengan jenis penampang trapesium, bujur sangkar,
segitiga, setengah lingkaran dlsb.
ii. Saluran tertutup berbentuk bulat (pipa) atau bujur sangkar (box culvert)
b. Sistem atau tata saluran direncanakan sebagai satu kesatuan pola
penanganan drainase perkotaan yang dimulai dari inlet saluran (drain inlet)
hingga ke titik pelepasan (out-fall)
c. Saluran direncanakan dengan dimensi tertentu untuk dapat menampung
beban drainase permukaan atau kawasan, hingga luas penampang bawah
yang diperlukan harus tetap dipertahankan.
d. Prinsip utama operasional saluran adalah untuk mengalirkan air
permukaan dari suatu kawasan ke titik pelepasan (out-fall) sedapat
mungkin ditahan dulu dalam kolam, bangunan resapan alam/buatan agar
mengisi air tanah (drainase berwawasan lingkungan)
B. Bangunan perlintasan diperlukan pada titik silang pertemuan antara saluran
L - 25
LAPORAN FINAL
alam atau
saluran buatan dengan alingnment jalan yang diklasifikasikan menjadi:
a. Gorong-gorong (culvert) atau jembatan kecil dengan ketentuan sebagai
berikut:
i. Digunakan apabila bentang < 6 m
ii. Lubang pemasukan dan pengeluaran gorong-gorong boleh dalam
kondisi tenggelam guna menambah kapasitas hidrauliknya
iii. Mampu mengalirkan air permukaan melintas/keluar dari daerah
kawasan jalan
(ROW) dalam hal ini dapat menjamin kelancaran debit rencana
iv. Mampu memikul beban pada waktu pelaksanaan proyek yang
mencakup beban lalu lintas jalan dan beban tanah
b. Jembatan dengan ketentuan:
i. Digunakan apabila bentang < 6 m
ii. Jembatan tidak boleh berada dalam keadaan tenggelam kecuali hal-hal
tertentu
C. Pintu air dioperasikan pada kondisi tertentu dengan ketentuan meliputi:
a. Pintu ditutup penuh pada saat elevasi muka air disebelah hilir pintu lebih
tinggi daripada elevasi muka air di saluran drainase
b. Pintu dibuka penuh pada saat elevasi muka air disebelah hilir pintu lebih
rendah
daripada elevasi muka air di saluran drainase
c. Untuk lebih mengoptimalkan fungsi pintu air sebagai banguna pelengkap
sistim drainase maka jika memungkinkan pada setiap posisi pintu air
dilengkapi dengan pompa.
D. Pompa dan rumah pompa merupakan bangunan pelengkap dengan ketentuan
operasional meliputi:
a. Dioperasionalkan pada kondisi tertentu yang berfungsi untuk
mempercepat pengaliran pada:
i. Daerah genangan untuk dimasukkan ke dalam jaringan saluran
drainase, atau badan air penerima
ii. Out-fall drainase, akibat naiknya elevasi permukaan air disebelah hilir
karena debit banjir atau pengaruh pasang surut, sehingga sistim gravitasi
tidak dapat berfungsi dengan baik
iii. Kolam tandon (retensi) untuk dialirkan ke jaringan saluran drainase atau
badan air penerima
b. Digunakan secara kombinasi dengan pintu air pada titik-titik out-fall
saluran
drainase, agar sistim yang direncanakan dapat berfungsi optimal
LAPORAN FINAL
banjir pada sungai atau naiknya permukaan air laut akibat pasang/surut
b. Untuk lebih mengoptimalkan fungsi tanggul banjir sebagai salah satu
bangunan pelengkap sistim drainase maka pelaksanaan operasionalnya
dapat dikombinasikan dengan sistim pompa
F. Alat pembersih saluran, terdiri dari truk dan alat berat lainnya seperti hydraulic
excavator
dengan ketentuan operasional:
a. Membersihkan/mengangkat sampah yang ada dalam saluran dan
dilakukan pada lokasi penimbunan seperti pada filter penangkap sampah
atau lokasi yang membutuhkan
b. Membersihkan/mengangkat endapan lumpur atau pasir yang ada pada
dasar saluran, terutama pada lokasi bangunan penangkap pasir
c. Mengangkat sampah dan sedimen ke dalam truk pengangkut untuk
dibuang ke tempat pembuangan akhir
G. Bangunan peangkap pasir atau sedimen (sediment trap) dioperasionalkan
dengan ketentuan:
a. Pengendapan dilakukan dengan melewati aliran pada bangunan tertentu
yang mempunyai kemiringan dasar relatif kecil atau datar, sehingga
terjadi aliran kecepatan minimum
b. Bangunan penangkap pasir atau sedimen digunakan pada daerah
tertentu yang alirannya banyak mengandung endapan layang maupun
dasar.
H. Bangunan terjun dioperasionalkan dengan ketentuan;
a. Ditempatkan pada jalur saluran dengan kemiringan eksisting yang kritis dan
curam, sehingga kriteria batas maksimum dapat dipertahankan
b. Untuk meredam energi akibat terjadi aliran jatuh bebas, maka dalam
struktur bangunan terjun akan dilengkapi dengan kolam olakan
c. Operasional bangunan terjun dilakukan dengan sistim gravitasi
I. Kolam tandon merupakan tampungan sementara dengan ketentuan operasional:
a. Menampung air permukaan atau aliran dari saluran untuk sementara waktu,
sebelum dialirkan ke jaringan saluran drainase atau badan air penerima
b. Penampungan sementara dapat dilakukan berkaitan dengan pengaruh
naiknya muka air di jaringan saluran atau badan air penerima, akibat banjir
atau pasang surut.
c. Untuk lebih mengoptimalkan fungsi kolam tandon, dalam
pelaksanaan
operasionalnya dapat dikombinasikan dengan sistim pompa atau pintu air.
LAPORAN FINAL
L - 28
LAPORAN FINAL
atas:
a) Panjang dan dimensi saluran b) Potongan melintang saluran c) Kondisi
gorong-gorong
d) Kondisi drain inlet, pintu air out-fall
e) Debit dan kondisi pompa f) Dll
3) Berdasarkan dokumentasi yang dibuat lebih lanjut disusun program
pemeliharaan dan perbaikan
4) Untuk mengontrol dan mengendalikan program yang disusun dilakukan supervisi
pelaksanaan program sekaligus sebagai wadah memperbaiki dokumentasi
prasarana dan sarana yang ada.
L - 29
LAPORAN FINAL
BAB IV
TEKNIS OPERASI DAN PEMELIHARAAN SALURAN DRAINASE
a. Jenis pemeliharaan
Mengangkut sampah yang hanyut
Membuang tumbuh-tumbuhan (gulma)
b. Cara pelaksanaan
Membersihkan saluran dari sampah dan tumbuh-tumbuhan pada
saluran yang berpenampang lebar dan dalam.
Persiapan
Peralatan yang diperlukan: perahu dengan kapasitas 2 (dua) orang; dayung;
serokan; tali; gergaji; karung plastik; gerobak dorong; pikulan dan alat
angkut (truck). Sedangkan sumber daya manusia terbagi menjadi regu
dengan setiap regu terdiri atas
1 (satu) mandor dan 7 – 10 pekerja. Pelaksanaan
Melakukan penjelasan terhadap para pekerja tata cara maupun segala
sesuatu
pekerjaan yang akan dikerjakan
Angkat sampah dan tumbuh-tumbuhan dengan menggunakan perahu
pada saluran primer yang dalam dan lebar dengan menggunakan jaring
kecil oleh dua orang petugas
Tarik pohon-pohon yang hanyut dan angkat, apabila kayunya besar
sebaiknya
dipotong-potong lebih dahulu dengan gergaji
31
L - 30
LAPORAN FINAL
a. Jenis Pemeliharaan
Mengangkat sedimen yang ada di saluran, umumnya dilakukan satu
musim sekali, biasanya pada musim kemarau.
A. Perbaikan kerusakan ringan pada saluran primer dan sekunder dari pasangan
L - 31
LAPORAN FINAL
batu.
Dasar saluran primer dan sekunder yang lebarnya lebih dari 7 (tujuh) meter,
dasar salurannya umumnya adalah dari tanah. Oleh karena itu perbaikan hanya
pada dinding saluran yang salah satunya diakibatkan oleh penurunan atau
kerusakan pada pondasi.
1. Persiapan
Peralatan yang digunakan adalah cangkul, skop, linggis, kotak kayu bergagang,
gerobak dorong roda satu, karung plastik, golok, palu, gergaji tangan.
Sedangkan bahan adalah semen, pasir, batu belah, kotak adukan, waterpass,
sendok tembok.
2. Tahap Pelaksanaan
Bersihkan bagian yang rusak
Pada tanah dibagian belakang yang akan dibersihkan
Siapkan batu belah, pasir, semen, dan kotak kayu sebagai tempat
adukan
Buat tanggul penahan air di tempat kerja dengan memasang
karung-karung pasir dua lapis yang diantaranya di isi dengan tanah
liat
Buang air di bagian dalam tanggul agar tempat bekerja menjadi
kering
Buat adukan dengan perbandingan 1 (satu) ember semen dengan
2 (dua) pasir di pinggir saluran
Pasang pasangan batu belah dan buat siar timbul dan rapihkan
kembali sisa-sisa adukan yang tidak terpakai
Bongkar tanggul penahan setelah pasangan selesai dan sudah
kering dengan mengangkut karung-karung pasir sebagai tanggul
Naikkan benda dan peralatan serta karung-karung pasir yang
sudah tidak terpakai lagi.
B. Perbaikan Saluran pada Dinding Plat Beton dan Pondasi pada Saluran Primer
Dasar saluran primer yang lebar, umumnya adalah tanah tanpa pasangan.
Tujuannya agar dapat meresap kedalam tanah. Oleh karena itu perbaikan hanya
pada dinding saluran yang
rusak atau pecah karena pondasinya rusak.
1. Persiapan
Peralatan yang digunakan adalah cangkul, skop, linggis, kotak kayu bergagang,
gerobak dorong roda satu, karung plastik, golok, palu, gergaji tangan.
Sedangkan bahan adalah semen, pasir, batu belah, kerikil/split, kotak adukan,
waterpass, sendok tembok. Dan tenaga kerja adalah tukang batu, tukang kayu,
pembantu tukang.
L - 32
LAPORAN FINAL
2. Tahap pelaksanaan
Hancurkan blok plat beton yang rusak, bongkar, dan berihkan
dengan palu dan sikat.
Buat cetakan sesuai dengan ukuran yang rusak tersebut.
Buat tanggul penahan air ditempat kerja dengan memasang
karung-karung pasir dua lapis yang diantaranya diisi dengan tanah
liat.
Buang air di bagian dalam tanggul agar tempat bekerja menjadi
kering. Angkut material dan peralatan ke lokasi yang akan diganti
plat betonnya. Buat adukan beton tulang 1 semen : 2 pasir : 4 kerikil
(split)
Cor cetakan plat beton yang telah dipasangi besi beton sesuai
dengan ukuran menggunakan campuran 1 semen : 3 pasir : 3 split.
Keringkan coran beton minimal 7 hari
Angkat plat beton yang sudah kering minimal 7 hari setelah
pengecoran ke lokasi yang rusak
Letakkan plat beton pengganti pada bagian yang rusak
dengan mengisi spesi adukan 1 semen : 3 pasir
Bongkar tanggul penahan setelah pasangan selesai dan sudah
kering dengan mengangkut karung-karung pasir sebagai tanggul
Naikkan benda dan peralatan serta karung-karung pasir yang
sudah tidak terpakai lagi
1. Persiapan
Peralatan yang digunakan adalah cangkul; pompa; tangga; tali; katrol; sepatu
boat; topi kerja; linggis; ember; masker.
2. Tahap Pelaksaan
Bersihkan bagian yang rusak dengan memeriksa man-hole untuk
mengetahui dimana tempat sumbatan, ciri-ciri lokasi lubang yang
tersumbat adalah lubang kontrol disebelah hulu penuh dengan
air sedangkan lubang kontrol yang hilir keadaan kering.
L - 33
LAPORAN FINAL
L - 34
LAPORAN FINAL
2) Tahap pelaksanaan:
Gunakan perahu yang dapat membawa minimal 2 (dua) petugas
pendayung dan pengangkat sampah
Angkat sampah terapung dan gulma ke dalam perahu dengan serokan
Tarik dengan tali kayu-kayu besar ke pinggir kolam yang sulit
dimasukan ke perahu
Potong dengan gergaji pohon-pohon dan ranting-ranting yang sulit
diangkat dari kolam tersebut
Ambil sampah yang ada saringan sampah mulut inlet
Masukkan sampah kedalam karung plastik dan ikat
Angkut sampah tersebut dengan pikul jika lokasi waduk dekat
dengan jalan yang dapat dilalui dump truck atau dengan gerobak
dorong beroda tunggal bila lokasi waduk jauh dari jalan
Angkut sampah ke dalam truck dan buang ke tempat pembuangan akhir
2) Tahap pelaksanaan
Tutup pintu di mulut pemasukan (inlet) Buak pintu pada
pengeluaran (outlet) Siapakan 2-3 regu
Gali lumpur pada kolam dimulai dari pinggir kolam masing-
masing regu menuju ke tengah kolam
Masukkan sedimen yang sudah berada di pinggir kolam ke
dalam karung palstik dan ikat
Naikkan karung plastik tersebut dengan katrol ke atas
Pikul karung tersebut ke dekat alat angkut (dump truck) bila
dekat lokasinya atau dengan gerobak bial lokasi kolam jauh dari
jalan
Naikkan karung plastik sedimen ke dalam dump truck dan
buang pada tempat pembuangan yang telah ditentukan
LAPORAN FINAL
angkut. Sedangkan tenaga disiapkan tiap regu terdiri dari 1 (satu) mandor
dan 7 (tujuh) pekerja dan bahan material untuk perbaikan yaitu pasangan
batu kali; adukan pasangan dengan perbandingan 1 pasir : 2 semen ;
adukan untuk cor beton perbandingan 1 semen : 2 pasir : 3-4 split.
2) Tahap pelaksanaan :
Bersihkan bagian yang rusak
Padatkan tanah dasar tempat yang akan diperbaiki
Buat tanggul penahan air di tempat kerja dengan memasang
karung pasir dua lapis yang diantaranya diisi tanah liat
Buang air bagian dalam tanggul agar kering di tempat bekerja
Buat adukan di pinggir kolam 1 ember semen : 2 pasir Pasang
pasangan batu belah dan buat siar tmbul Rapihkan kembali sisa
adukan yang tidak terpakai
Bongkar tanggul penahan setelah pasangan selesai dan sudah
kering
Dengan mengangkat karung pasir sebagai tanggul, naikkan benda
dan peralatan serta karung pasir yang sudah tidak terpakai lagi
b. Pelaksanaan:
L - 36
LAPORAN FINAL
Langkah kerja:
Lakukan perbaikan pada musim kemarau Pasang balok penyekat di sebelah
hulu pintu Pasang balok penyekat disebelah hilir
Isi diantara tiap-tiap balok penyekat dengan dengan tanah liat hingga
kering pada bagian rongga pintu
Siapkan bahan sebagai berikut : plat baja; baja kanal/baja U; sedangkan
alat sebagai berikut : alat pengelas dan tabung gas karbit
Potong bagian yang rusak dengan alat pengelas
Potong baja atau balok baja yang akan digunakan untuk mengganti
yang rusak dengan alat pengelas
Ganti bagian yang rusak tersebut
Lakukan proses pengecatan seperti di atas
Proses pengecatan kering, bukalah balok-balok penyekat (stop log)
Rapihkan semua peralatan dan bahan yang tak terpakai serta bawa
ke tempat penyimpanan yang telah ditentukan
Langkah pekerjaan :
Siapkan bahan seperti pelumas dan cat anti karat
Lumuri poros pintu atau engsel pintu dengan gemuk/stempet
L - 37
LAPORAN FINAL
Angkatlah dan tutup pintu untuk mengetes macet tidaknya pintu atau engsel
Angkat pintu dan beri tunjangan
Bersihkan bagian yang berkarat dengan kertas gosok/ampelas
Catlah seperti pintu sorong
Institusi pengelola pompa harus jelas organisasinya, sebab sifatnya non komersial
sehingga dibutuhkan sumber daya manusia dan dana. Sedangkan instalasi
pompa air terdiri dari: rumah pompa dan bangunan penunjang antara lain kolam
penenang; saringan sampah; pipa inlet; pipa outlet dan pintu air di inlet dan outlet.
Operator pompa bergantung dari jumlah dan sistem pengoperasian, seperti pompa
tunggal dibutuhkan operator minimal 2 orang sedangkan dengan 2 pompa
tergantung dari sistem yang digunakan yaitu bila kendali terpusat cukup 2-3 orang
operator dan kendali terpisah minimal 2 orang operator setiap pompa.
Untuk tenaga penggerak dapat berasal dari listrik PLN yang dapat menjain 24 jam
dan dari listrik pembangkit lokal (diesel)
LAPORAN FINAL
L - 39