Pancasilaku….
Dari untaian kata-katamu aku tahu begitu luhur akal budimu,
begitu lembut perangaimu, begitu besar beban dipundakmu sebagai
penjaga moral bangsa, sebagai pijakan rakyat semesta menopang Negeri
agar tetap tegak berdiri. Ada kesan yang teramat dalam, kali ini aku
terpesona dan perlahan mulai jatuh cinta.
Sejak saat itu kita jadi sering bertemu, bertutur sapa dan
bercengkerama. Kadangkala di kampus, di taman, di perpustakaan, di
jalan, atau di warung-warung untuk sekedar ngobrol santai dengan segelas
kopi. Lain hari kau berkata soal konsep hidupmu yang coba kau ajarkan
padaku yaitu “Sosial Nasionalisme, Sosio Demokrasi dan Ketuhanan Yang
Maha Esa”, walau sekali lagi dengan terbata-bata aku memahaminya.
Namun aku tahu bahwa konsep itulah yang menjadi dasar kita berbangsa
dan bernegara, yang membedakan kita dengan Negara dan bangsa lain.
Kita hidup dengan cara kita, yang menghendaki hilangnya setiap
kapitalisme agar semua menjadi sejahtera dan kita harus berjuang untuk
mewujudkannya dengan perjuangan rakyat semesta, begitu kau berucap
dengan lantangnya. Sangat mulia dan semakin membuatku jatuh cinta.
Pancasilaku…
Begitu besar beban dipundakmu untuk menjaga Negeri ini,
menjaga Negara bangsa ini agar tetap kokoh berdiri. Sejarah telah
mencatat kesaktianmu yang kebal dari segala nista, dusta dan serangan
yang membabi-buta, namun dengan tegarnya kau menjaga bangsa ini dari
segala itu. Pemberontakan demi pemberontakan yang hendak
menghancurkanmu terhempas walauh darah harus bercucuran dari anak-
anak bangsa yang setia menjagamu.
Pancasilaku….
Semakin jauh aku mengenalmu, semakin aku mencintaimu.
Aku ingin melindungimu dari anasir-anasir yang tidak baik, dari pihak-pihak
yang menista dan mendustaimu, karena aku yakin; kau menjadi pemersatu
anak-anak bangsa yang beraneka rupa watak, perangai dan budayanya.
Dalam naunganmu kedamaian tercipta.
Pancasilaku……
Hari ini, aku tahu banyak pihak-pihak yang hendak
menggerogotimu, hendak membuatmu redup bahkan mati seketika
melalui Gerakan-gerakan terorisme, radikalisme yang anti terhadapmu.
Tapi sekali lagi, dengan kesaktianmu kau akan tetap kokoh tegak beridiri
dalam perlindungan orang-orang yang mencintaimu seperti halnya aku
yang akan setia menjagamu. Aku bersyukur telah mengenalmu aku
bersyukur telah mencintaimu, hidupku bermakna bersamamu.
Dari balik tembok masa kini kudengar himne kemanusiaan
dikumandangkan atas namamu di kuil-kuil keindahan. Himne itu akan aku
gaungkan dan terus ku teriakkan agar anak-anak bangsa di Negeri ini tetap
mencintaimu sepanjang masa. Cahaya kebenarannmu akan singgah dan
bersemayam di altar suci hati manusia.
Andri Ausini
(Gerakan Pemuda Marhaenis/Pengajar di MTs. Negeri 2 Pandeglang)
Referensi
Turvelis. 2013. Manifestasi Pancasila dalam pasang surut stabilitas dan
partisipasi politik di Indonesia. Bandung : Fokusmedia
https://www.tribunnews.com/nasional/2021/05/31/pidato-lengkap-soekarno-
pada-1-juni-1945-yang-menjadi-tonggak-penetapan-hari-lahir-pancasila?
page=4