Anda di halaman 1dari 28

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Pengolahan Kelapa Sawit


Secara umum pengolahan kelapa sawit terbagi menjadi dua hasil akhir, yaitu
pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) dan pengolahan inti sawit (kernel).
Pengolahan minyak kelapa sawit adalah untuk memperoleh minyak sawit
yang berasal dari daging buah (mesocarp) kelapa sawit, sedangkan
pengolahan inti sawit adalah untuk memperoleh inti sawit yang berasal dari
biji (nut) kelapa sawit. Sebelum Tandan Buah Segar (TBS) masuk kedalam
proses pengolahan, TBS terlebih dahulu ditimbang dan disortir.

Proses penimbangan dilakukan di jembatan timbang (weight bridge) yang


berfungsi untuk mengetahui berat TBS tersebut. Setelah melakukan
penimbangan, selanjutnya TBS tersebut dibawa ke loading ramp untuk
dilakukan sortasi TBS untuk menyortir buah antara yang baik dengan yang
mentah maupun yang busuk. Setelah disortir, TBS kemudian dibawah ke
stasiun rebusan menggunakan lori untuk horizontal sterilizer dan
menggunakan scrapper jika menggunakan vertical sterilizer.

Setelah buah direbus didalam sterilizer, Tandan Buah Rebus (TBR) kemudian
dibawa menuju stasiun pemipilan (thresher) untuk memisahkan antara tandan
dengan berondolan. Tandan yang sudah terpipil dari berondolannya kemudian
akan di bawah menggunakan empty bunch conveyor, yang kemudian akan
menuju empty bunch hopper. Berondolan yang telah terpipil tersebut
kemudian akan menuju stasiun press. Berondolan tersebut dilumat
menggunakan mesin digester agar proses press berodolan akan lebih mudah.
Setelah pelumatan berondolan yang sudah dilumat kemudian tersebut akan
dipress menggunakan screw press. Di mesin ini berondolan akan diperas

5
sehingga akan terpisah antara cake (campuran antara serat dan nut sawit) dan
crude oil (minyak kasar sawit) (Naibaho,1996).

Berikut ini adalah gambar flow proses pada pabrik kelapa sawit.

Gambar 2.1 Flow Proses PKS

Cake yang berasal dari screw press akan menuju Cake Breaker Conveyor
(CBC). Disini cake tersebut akan digemburkan sehingga serat yang lengket
akan terpisah dari nut. Kemudian nut yang sudah terpisah antara serabut dan
nut akan dipisahkan menggunakan depericarper, nut akan ke bawah menuju
nut polishing drum dan serabut akan menuju boiler sebagai bahan bakar. Nut
yang di polishing drum akan dihaluskan kembali dari serat yang masih
melengket. Setelah dari nut polishing drum, maka nut tersebut akan
dipecahkan menggunakan Ripple Mill. Dari Ripple mill akan terpisah antara
cangkang dan inti sawit. Cangkang akan dipisahkan yang kemudian akan
menjadi bahan bakar boiler sedangkan inti sawit yang telah dipisahkan akan
dipisahkan antara cangkang di Light Tenera Dust Separator dan

6
Claybath/Hydrocyclone dan dikeringkan di Kernel Dryer dan dikumpulkan di
Kernel Storage (Naibaho,1996).

Crude oil yang berasal dari screw press kemudian akan dibersihkan pertama
di sand trap tank, untuk memisahkan antara crude oil dengan pasir-pasir
dengan cara sedimentasi. Kemudian Crude Oil tersebut akan menuju ayakan
getar (vibro separator) yang akan memisahkan antara Crude Oil dengan
Sludge yang masih melekat dengan Crude Oil. Setelah dari ayakan getar,
Crude Oil akan disedimentasikan kembali di Crude Oil tank untuk
memisahkan antara Crude Oil dengan kotoran. Dari Crude Oil tank, minyak
dipompakan menuju Vertical Continuous Tank.

Di alat ini minyak akan disedimentasikan kembali sehingga akan terpisah


antara minyak, sludge dan non oil solid. Minyak dari Vertical Continuous
Tank kemudian akan menuju oil tank, di alat ini minyak akan dimurnikan
kembali dengan cara sedimentasi. Setelah dari oil tank, minyak sawit menuju
oil purifier, untuk memisahkan minyak sawit dengan air dengan cara
sentrifugal. Kemudian minyak sawit dari oil purifier akan dipompakan
menuju vacuum dryer, untuk meminimalisasi air dalam minyak dengan cara
kehampaan udara.

Setelah dari vacuum dryer maka minyak sawit tersebut akan dikumpulkan di
dalam tangki timbun (Storage Tank), Sedangkan sludge dari Vertical
Continuous Tank akan menuju Sludge tank. Di alat ini sludge akan terpisah
antara minyak dan sludge, minyak akan menuju Vertical Continuous Tank
sedangkan sludge tersebut kemudian akan dipisahkan lagi di sludge separator
dengan cara sentifugal, sehingga akan terpisah antara minyak dan sludge.
Minyak akan menuju Vertical Continuous Tank sedangkan sludge akan
menuju fatfit yang selanjutnya akan menuju ke kolam limbah (Naibaho,1996).

7
2.1.1 Bahan Baku
Buah sawit adalah bahan baku yang digunakan di pabrik kelapa sawit.
Buah kelapa sawit terdiri dari beberapa variates berdasarkan
karakteristiknya, antara lain :
1. Dura
Dura adalah jenis variates kelapa sawit yang mempunyai buah agak
bulat dengan karakteristik lainnya adalah :
a. Tebal daging buah : 2-6 mm
b. Tebal cangkang : 2-5 mm
c. Persen pericarp tarhadap buah : 50-70 %
d. Tebal cangkang terhadap buah : 30%
e. Persen inti terhadap buah : 8-10%
2. Pesifera
Pesifera adalah jenis variates kelapa sawit yang mempunyai buah
agak lonjong dengan karakteristik lainnya adalah :
a. Tebal pericarp : sangat tebal
b. Tebal cangkang : 0-0,1mm
c. Persen pericarp terhadap buah : 95-100%
d. Persen inti terhadap buah : 0-5%
3. Tenera
Tenera adalah jenis kelapa sawit yang mempunyai buah lonjong
dengan karakteristik sebagai berikut:
a. Tebal pericarp : 4-10mm
b. Tebal pericarp terhadap buah : 70-80%
c. Panen cangkang terhadap buah : ± 10%
d. Panen inti terhadap buah : 8-10%

2.2 Stasiun Penebah (Thressing Station)


Untuk memisahkan berondolan dari tandan sawit yang sebelumnya telah
melalui proses perebusan pada sterilizer, selanjutnya TBS dikirim ke stasiun
penebah untuk proses pemisahan antara tandan dan brondolan. Proses

8
pemisahan antara brondolan dengan tandan sawit dimulai dengan
pengangkatan lori menggunakan hoisting crane yang berisikan tandan buah
sawit yang sudah direbus terlebih dahulu ke automatic feeder yang berfungsi
untuk penampungan buah masak dan mengatur pemasukan janjangan ke alat
penebah. Pada mesin penebah yang berbentuk drum, janjangan yang sudah
masuk kedalam akan dibanting dengan menggunakan bantuan putaran dengan
kecepatan ± 22-25 rpm. Buah yang sudah terlepas dari tandan akan jatuh
melalui kisi-kisi drum menuju under thresher conveyor, sedangkan tandan
yang kosong akan terdorong keluar dan masuk ke empty bunch conveyor.
Sehingga dapat diketahui bahwa keluaran dari proses pembantingan ada 2
yaitu brondolan sawit yang akan menuju stasiun kempa untuk diproses lebih
lanjut dan tandan kosong yang dikirim melalui empty bunch conveyor menuju
tempat penimbunan sementara untuk diproses lebih lanjut. Berikut ini adalah
mesin dan peralatan yang digunakan pada stasiun penebahan :
1. Hoisting Crane
Hoisting Crane berfungsi untuk mengangkat lori berisi buah masak dan
menuangkan ke dalam automatic feeder serta menurunkan lori kosong
ke posisi semula. Untuk menjaga keamanan hoisting crane, dilengkapi
dengan beberapa alat pengaman yaitu :
a. Alat pengaman naik turun.
b. Alat pengaman maju mundur.
c. Alat pengaman penuangan.
d. Penggunaan hoisting crane harus kontinyu sesuai dengan kapasitas
pabrik sehingga proses selanjutnya berjalan tanpa gangguan.
2. Thresher
Alat ini berfungsi untuk memisahkan buah dari tandannya dengan cara
membanting TBS dengan bantuan putaran pada Thressing. Dimana buah
masak hasil rebusan terlebih dahulu di tampung pada automatic feeder dan
secara otomatis mengumpan pemasukan ke dalam thresher. Thresher
berbentuk drum yang berputar dengan kecepatan ± 22-25 rpm. Bantingan
ini berdiameter 2 meter dan panjang 4 meter. Buah yang sudah dibanting

9
akan jatuh melalui kisi-kisi drum menuju under thresher conveyor,
sedangkan tandan yang kosong akan terdorong keluar dan masuk ke empty
bunch conveyor untuk proses lebih lanjut.
3. Under thresher conveyor
Merupakan alat yang digunakan untuk mengangkut brondolan hasil
pemipilan menuju fruit elevator yang terletak dibawah thresher.
4. Fruit Elevator
Fruit elevator atau timba buah adalah alat untuk mengangkut
buah/brondolan dari bottom cross conveyor (ularan silang bawah) ke top
cross conveyor (ularan silang atas), untuk kemudian dibawa ke distribution
conveyor (ularan pembagi). Alat ini terdiri dari sejumlah timba yang diikat
pada rantai dan digerakkan oleh elektromotor.
5. Empty Bunch Conveyor
Alat ini digunakan untuk membawa tandan kosong dari thresher ke
penampungan sementara tandan kosong (hopper / incenerator).

2.2.1 Karakteristik TBS Sebelum Proses Threshing


Hasil panen TBS diangkut ke pabrik dengan menggunakan truk. Lalu
dilakukan penimbangan buah untuk mengetahui jumlah TBS yang
masuk. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan jembatan
timbang. Buah yang telah berada di loading ramp dilakukan proses
sortasi untuk mengetahui mutu buah yang akan diolah yang didasarkan
pada jumlah yang membrondol yang sampai di loading ramp yang
dinyatakan sebagai fraksi. Fraksi adalah merupakan tingkat kematangan
TBS yang diterima di pabrik.

Tabel 2.1 Derajat Kematangan Tandan Buah Sawit (Fraksi TBS)


Fraksi Derajat Kematangan Jumlah Brondolan
00 Sanagat Mentah Tidak ada berondolan
0 Mentah 12,5% dari permukaan luar

10
1 Kurang Matang 12,5-25% dari permukaan luar
2 Matang I 25%-50% dari permukaan luar
3 Matang II 50%-70% dari permukaan luar
4 Lewat Matang 75%-100% dari permukaan luar
5 Sangat Matang Buah dalam ikut membrondol

Selesai disortasi, buah kemudian dimasukkan ke loading ramp dengan


tujuan untuk memudahkan masuknya buah kedalam lori. Untuk
selanjutnya dikirim ke sterilizer untuk proses perebusan. Sterilizer
adalah bejana uap tekan yang digunakan untuk merebus buah. Kapasitas
sterilizer adalah 10 lori dengan tekanan 2,5-3,0 kg/cm2 dan temperature
sebesar 1250 – 1300C. Proses perebusan berlangsung sekitar 90-100
menit.

Perebusan yang dilakukan pada Pabrik Kelapa Sawit adalah perebusan


dengan sistem 2 puncak (double peak sterilization). Jumlah puncak
dalam proses perebuan ditunjukkan dari jumlah pembukaan atau
penutupan dari steam inlet.

Proses perebusan dengan menggunakan sistem dua puncak adalah


seperti berikut :
1. Buang udara : 5 menit
2. Menaikkan tekanan sampai 1,8kg/cm2 : 10 menit
3. Buang steam : 10 menit
4. Menaikkan tekanan 2,8 -3,0 kg/cm2 : 10 menit
5. Merebus pada tekanan 2,8 -3,0kg/cm2 : 60 menit
6. Buang steam : 5 menit

2.2.2 Penebah (Thresher)


Mesin thresher adalah mesin yang digunakan di pabrik pengolahan
kelapa sawit yang fungsinya untuk melepaskan buah (brondolan) dari

11
tandanya (bunch). Prinsip kerja mesin thresher yang berupa silinder
yang berputar pada porosnya yang dipasang secara horizontal (Erson,
2004:2).

Pabrik kelapa sawit memiliki 2 mesin thresher dengan kapasitas


masing-masing 30 ton/jam, dimana cara kerja dilapangan telah
dimodifikasi secara parallel yaitu dengan menjalankan 2 (dua) mesin.
Pengolahan dimulai dari mesin pertama (1) untuk melakukan pemipilan
selanjutnya tandan hasil pemipilan dimesin pertama didistribusikan ke
mesin ke 2 (dua) agar berondolan lepas dari tankos. Ketika mesin tidak
berjalan sempurna maka hanya satu saja yang digunakan.

Silinder (drum) yang dihubungkan keporos oleh 2 buah thresher arm


yang dipasang pada jarak tertentu di sepanjang poros. Kulit silinder
terbuat dari plat-plat strip baja yang disusun memenjang dan diikat
dengan sambungan las pada ring-ring dari plat baja sedemikian
sehingga kulit silinder tersebut berupa celah-celah untuk melewatkan
brondolan yang sudah terlepas dari tandanya. Didalam silinder terdapat
juga plat pengarah yang fungsinya mengangkat tandan sawit dan
mengarahkannya keujung silinder yang berlawanan arah masuknya
tandan buah sawit. Proses pelepasan buah dari tandannya adalah dengan
menjatuhkan kelapa sawit di dalam silinder sebelum akhirnya keluar
menjadi brondolan dan tandan kosong.

12
Gambar 2.2 Thresher

Tabel 2.2 Spekfikasi mesin thresher


Thresher Body
Gearbox elektromotor Gearmotor
drum thressing

Merek PRBTN SEW-EURO Electrim Machinery PRBTN Westar

Type Cylinder 3PC25OPOM Foot Mounted _ WEH 107/75

Kapasitas 30 Ton

Satuan Power 7,5 KW 3,7 KW

Rpm 3000 1500

Rasio 57.329/1 50 Hz 30

Panjang 6000

Lebar (mm) 5500 2700

Tinggi (mm) 2,400 3400

Diameter (mm) 3000

Pada drum thresher dipasang pelat pelempar (stripper) yang berfungsi


mengangkat tandan buah sawit adapun prinsip dari pemasangan stripper
ini memiliki sudut/kemiringan plate pelempar 7° sampai 15° untuk
panjangnya ± 80 cm, ketinggiannya sama dengan rata-rata brondolan,
jumlah stripper mengikuti jumlah kolomnya dan tiap kolom dipasang
stripper bentuk spiral mengarah keluar.

Pengaruh jarak antar pelempar dengan proses pemipilan terhadap


berondolan tandan buah sawit memiliki pengaruh yang berbeda beda,
jika jarak antar pelempar 180° dimana waktu tandan dilempar langsung
diangkut oleh pelempar lainnya sehingga tandan tidak ada waktu untuk
bergulir pada drum. Adapun jarak antar pelempar 120° , dimana pada
waktu tandan dilempar jatuh punya waktu bergulir sedikit lalu langsung
diangkut pelempar lainnya. Jika jarak yang digunakan antar pelempar
90° dimana saat tandan dilempar memiliki waktu yang lebih lama untuk

13
bergulir sebelum diangkut pelempar lainnya.Pemasangan jarak pelat
kisi-kisi ideal pada drum biasanya 40-50 mm. jarak kisi-kisi drum
dikontrol secara periodik untuk memantau adanya penyempitan,
peregangan dan kerusakan sehingga janjangan tidak terangkut ke
stasiun press.

Untuk mendapatkan pemipilan yang maksimum pada drum thresher,


maka putaran harus diperhitungkan antara 22-25 rpm. Bila rpm tidak
seimbang dengan jumlah pengumpan dari automatic feeder misalnya
rpm terlalu lambat atau terlalu cepat, maka hal ini akan mengakibatkan
kerugian, rpm terlalu cepat berakibat kapasitas/throughput lebih cepat
tercapai tetapi oil loss akan tinggi meskipun perlakuan di sterilizer
sudah baik. Karena waktu pemipilan tidak optimal. Jika rpm terlalu
lambat dari ketentuan waktu pemipilan cendrung menyebabkan oil loss
tinggi pada empty bunch bahkan dapat menyebabkan kemacetan dan
penumpukan yang berlebih pada hopper.

2.2.3 Komponen-Komponen Mesin Thresher


Secara umum bagian-bagian utama dari mesin thresher adalah:
1. Automatic feeder
Adalah wadah yang digunakan untuk menampung tandan buah sawit
dari rebusan dan berfungsi untuk mengatur pemasukan tandan buah
sawit secara teratur kedalam thresher.

14
Gambar 2.3 Automatic feeder
Berikut spesifikasi Automatic Feeder:
a. Panjang : 2 meter
b. Kapasitas : 30 ton / jam
c. Menggunakan Elekromotor
• Tega ngan : 380 volt
• Power : 3 kw
• Putaran : 1440 rpm
• Frekuensi : 50 Hz

2. Drum thresher
Adalah sebuah silinder yang memiliki kisi-kisi yang berputar dan
terpasang pada sebuah poros berfungsi untuk memisahkan antara
berondolan dan tandan kosong.

15
Gambar 2.4 Drum Thresher
Spesifikasi:
Bentuk/model : Horizontal
Lebar : 5500 mm
Panjang drum : 4000 mm
Diameter : 3000 mm
Jarak kisi-kisi : 4-5 cm
Kapasitas : 30 ton/jam

3. Plummer block bearing


Sebuah rumah bantalan poros thresher yang berfungsi untuk
memegang bantalan/bearing antara bagian luar yang diam (stator)
terhadap bagian dalam yang berputar (rotasi cincin) agar tetap pada
posisinya masing-masing.

16
Gambar 2.5 Plummer block bearing

4. Elektro motor
Elektro motor digunakan untuk menggerakkan dan memutar drum
thresher yang dihubungkan melalui v-belt ke gearbox untuk
mentransmisikan putaran pada thresher.

Gambar 2.6 Elektro motor


Spesifikasi :
Merk : TECO/AEEBAC
Power : 7,5 KW
Daya : 30 HP
Frekuensi : 50 Hz
RPM : 3000
Made in : Singapore

17
5. Stripper
Stripper adalah plat letter L yang memanjang dan terikat pada drum
threshar yang berfungsi sebagai pendorong dan pembanting TBS.

Gambar 2.7 Stripper

6. V- belt
V-belt sebagai alat yang digunakan untuk mendistribusikan daya
putar yang dihasilkan oleh elektro motor untuk memutar drum
thresher, adapun masalah yang sering dijumpai pada V-belt adalah
putus ataupun melonggar sehingga keefektifan putaran menurun.

Gambar 2.8 V-belt.

18
Tabel 2.3 Peluang kerusakan komponen mesin thresher

NO Komponen Thresher Fungsi Peluang Kegagalan

Pelat yang berfungsi Permukaan plat dorong


mengangkat dan mendorong Bengkok akibat
1 Stripper
TBS untuk melakukan pembebanan
bantingan. Sambungan plat terputus
Drum yang memiliki kisi-
Pelat kisi-kisi mengalami
kisi tempat penebahan TBS
patah pada sambungan
2 Drum Thresher dan memisahkan antara
pengelasan akibat
berondolan dan tandan
pembebanan dari TBS
kosong.
Digunakan untuk Kumparan rusak
3 Elektro Motor menggerakkan dan memutar Cooling fan patah
drum thresher Shaft unbalance
Wadah yang digunakan untuk
menampung TBS sementara
4 Automatic Feeder
Aus Pada roller bearing
dan pengumpan TBS kedalam
TBS slip dan tersangkut
thresher.
Meneruskan putaran pulley
5 V-belt dari elektro motor ke drum Terjadi over heating
thresher. V-belt longgar dan putus
Bantalan yang digunakan
6 Plummer block bearing untuk putaran shaf drum Aus pada bushing.
thresher Ball bearing pecah

2.2.4 Komponen Utama dan Cara Kerja Mesin Thresher


Cara kerja mesin thresher adalah tandan buah sawit yang sudah direbus
didalam rebusan (sterilizer), diangkut menggunakan hoisting crane
dimasukkan ke automatic feeder selanjutnya tandan buah sawit masuk
secara otomatis dengan pengaturan masukan tertentu kedalam thresher.
Komponen utama mesin thresher yang berupa drum silinder yang
berputar pada porosnya yang dipasang secara horizontal. Silinder

19
(drum) dihubungkan ke poros oleh tiga buah thresher arm yang
dipasang pada jarak tertentu disepanjang poros. Kulit silinder yang
terbuat dari pelat-pelat baja yang disusun memanjang dan diikat
dengan sambungan las pada ring-ring dari pelat-pelat baja sedemikian
sehingga kulit silinder tersebut berupa celah celah untuk melepaskan
berondolan yang sudah terlepas dari tandannya.
Silinder (drum) yang terdapat didalamnya pelat pengarah yang
berfungsi untuk mengangkat tandan sehingga terbanting dan
mengarahkannya ke ujung silinder yang berlawanan dengan arah
masuknya tandan buah sawit. Proses pelepassan buah adalah dengan
dengan menjatuhkan tandan kelapa sawit yang disertai putaran didalam
silinder sehingga akhirnya berondolan dan tandan kosong terpisah.

Gambar 2.9 Prinsip kerja mesin thresher

2.3 Perawatan Mesin


2.3.1 Perawatan (Maintenance)
Perawatan adalah suatu konsepsi dari semua aktivitas yang diperlukan
untuk menjaga atau mempertahankan kualitas agar tetap dapat berfungsi
dengan baik seperti dalam kondisi sebelumnya. Perawatan juga
didefinisikan sebagai suatu kegiatan merawat fasilitas dan
menempatkannya pada kondisi siap pakai sesuai dengan kebutuhan.
Dengan kata lain perawatan merupakan aktivitas dalam rangka

20
mengupayakan fasilitas produksi berada pada kondisi/kemampuan
produksi yang dikehendaki. Perawatan merupakan suatu fungsi utama
dalam suatu unit organisasi/usaha/industri. Fungsi lainnya diantaranya
adalah pemasaran, keuangan, produksi dan sumber daya manusia.
Fungsi perawatan harus dijalankan dengan baik, karena fasilitas-
fasilitas yang diperlukan dalam organisasi dapat terjaga
kondisinya.(Widrianda, TM,2013).
Masalah perawatan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan
tindakan pencegahan kerusakan (preventive) dan perbaikan
kerusakan (corrective). Tindakan tersebut dapat berupa:
1. Inspection (Pemeriksaan)
Yaitu tindakan yang ditujukan terhadap sistem atau mesin untuk
mengetahui apakah sistem berada pada kondisi yang diinginkan.
2. Service (Servis)
Yaitu tindakan yang bertujuan untuk menjaga kondisi suatu
sistem yang biasanya telah diatur dalam buku petunjuk pemakaian
sistem.
3. Replacement (Pergantian Komponen)
Yaitu tindakan pergantian komponen yang dianggap rusak atau tidak
memenuhi kondisi yang diinginkan. Tindakan penggantian ini
mungkin dilakukan secara mendadak atau dengan perencanaan
pencegahan terlebih dahulu.
4. Repair (Perbaikan)
Yaitu tindakan perbaikan minor yang dilakukan pada saat terjadi
kerusakan kecil.
5. Overhoul
Yaitu tindakan perubahan besar-besaran yang biasanya dilakukan di
akhir periode tertentu.

21
2.3.2 Tujuan Umum Perawatan (Maintenance)
Tujuan perawatan merupakan bagian dari kegiatan pendukung bagi
kegiatan komersil, maka seperti kegiatan lainnya, perawatan ini harus
efektif, efesien dan ekonomis. Dengan diaplikasikan perawatan ini maka
alat atau mesin yang digunakan sesuai dengan rencana tidak mengalami
kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan akan
tercapai (Ahyari, 2002).
Tujuan utama dari sistem perawatan itu dilakukan untuk
menghindarkan suatu mesin agar tidak mengalami kerusakan yang
berat, sehingga tidak diperlukan waktu yang cukup lama dan juga biaya
yang terlalu mahal untuk melakukan perawatan. Sehingga mesin-mesin
dapat beroperasi seoptimal mungkin dan kegiatan produksipun berjalan
dengan lancar dan mendapatkan keluaran (output) produk yang
berkualitas. Prinsip utama dari sistem perawatan terdiri dari dua hal
yaitu:
1. Menekan (memperpendek) periode kerusakan (breakdown) periode
sampai batas minimum dengan pertimbangan aspek ekonomis.
2. Menghindari kerusakan (breakdown) tidak terencana, kerusakan tiba-
tiba.
Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain :
1. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin dan peralatan.
2. Menjaga agar setiap mesin/peralatan dalam kondisi baik dan dalam
keadaan baik.
3. Dapat menjamin ketersediaan optimum perlatan yang dipasang
untuk produksi.
4. Untuk menjamin kesiapan operasional dari selutruh perlatan yang
diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktunya.
5. Memaksimumkan ketersediaan semua mesin/peralatan sistem
produksi (mengurangi downtime).
6. Dapat menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana
tersebut.

22
7. Dapat mendukung upaya memuaskan pelanggan.

2.3.3 Tugas dan Kegiatan Maintenance


Semua tugas-tugas dan kegiatan dari pada maintenance dapat
digolongkan kedalam salah satu dari lima tugas pokok yang berikut,
(Joko Agung,2013):
a. Inspeksi (Inspection)
Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan dan pemeriksaan
secara berkala (routine,schedule check) terhadap mesin/peralatan
sesuai dengan rencana yang bertujuan untuk mengetahui apakah
perusahaan selalu mempunyai fasilitas mesin/peralatan yang baik
untuk menjamin kelancaran proses produksi.
b. Kegiatan teknik (Engineering)
Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang
baru dibeli dan kegiatan pengembangan komponen atau peralatan
yang perlu diganti, serta melakukan penelitian-penelitian terhadap
kemungkinan pengembangan komponen atau peralatan, juga
berusaha mencegah terjadinya kerusakan.
c. Kegiatan produksi
Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang
sebenarnya yaitu dengan memperbaiki seluruh mesin/peralatan
produksi.
d. Kegiatan administrasi
Kegiatan administrasi merupakan kegiatan yang berhubungan
dengan pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi
didalam melakukan kegiatan pemeliharaan, penyusunan planning
dan scheduling, yaitu rencana kapan kegiatan suatu mesin/peralatan
tersebut harus diperiksa, diservice dan diperbaiki.
e. Pemeliharaan bangunan
Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan yang tidak

23
termasuk dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian
maintenance.

2.4 Jenis-jenis Maintenance


2.4.1 Planned Maintenance (Pemeliharaan Terencena)
Planned maintenance (pemeliharaan terencana) adalah pemeliharaan
yang diorganisasi dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan,
pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu, program maintenance yang
akan dilakukan harus dinamis dan memerlukan pengawasan dan
pengendalian secara aktif dari bagian maintenance melalui informasi
dari catatan riwayat mesin/peralatan. Konsep planned maintenance
ditujukan untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapi manajer
dengan pelaksanaan kegiatan maintenance. Komunikasi dapat
diperbaiki dengan informasi yang dapat member data yang lengkap
untuk pengambilan keputusan. Adapun data yang penting dalam
kegiatan maintenance antara lain laporan permintaan pemeliharaan,
laporan pemeriksaan, laporan perbaikan, dan lain-lain. (David
ciko,2009)
Pemeliharaan terencana (planned maintenance) terdiri dari 3 bentuk
pelaksanaan yaitu :
a. Preventive Maintenance (Pemeliharaan Pencegahan)
Preventif maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan
yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan kerusakan
yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat
menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu
digunakan didalam proses. Dengan demikian semua fasilitas
produksi yang mendapatkan Preventive Maintenance akan terjamin
kelancaran kerjanya dan selalu diusahakan dalam kondisi atau
keadaan siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi
pada setiap saat sehingga dapatlah dimungkinkan sehingga

24
pembuatan suatu rencana produksi yang lebih cepat. (David
ciko,2009)
b. Corrective Maintenance (Pemeliharaan Perbaikan)
Corrective Maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan
perawatan yang dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau
kelainan pada fasilitas atau peralatan sehingga tidak dapat berfungsi
dengan baik. Kegiatan corrective maintenance yang dilakukan
sering disebut dengan kegiatan perbaikan atau reparasi. Perbaikan
yang dilakukan karena adanya kerusakan yang dapat terjadi akibat
tidak dilakukannya Preventive maintenance ataupun telah dilakukan
preventive maintenance tetapi sampai pada waktu tertentu fasilitas
atau peralatan produksi yang ada. Oleh karena itu kebijaksanaan
untuk melakukan corrective maintenance saja tanpa preventive
maintenance, akan menimbulkan akibat-akibat yang dapat
menghambat kegiatan produksi apabila terjadi suatu kerusakan yang
tiba-tiba pada fasilitas produksi yang digunakan.( David ciko,2009)
c. Predictive Maintenance (Pemeliharaan prediksi)
Predictive maintenance adalah tingkatan-tingkatan maintenance
yang dilakukan pada tanggal yang telah ditetapkan berdasarkan
prediksi hasil analisa dan evaluasi data operasi yang diambil pada
interval- interval waktu tertentu. Data rekaman untuk melakukan
predictive maintenance dapat berupa data getaran, temperature,
vibrasi, flow rate dan lain-lainnya. Perencanaan predictive
miantenace dapat dilakukan berdasarkan laporan oleh operator
lapangan yang diajukan melalui work order ke departemen
maintenance untuk dilakukan tindakan yang tepat sehingga tidak
akan merugikan perusahaan. (Setiawan F,D,2008).

2.4.2 Unplanned Maintenance (Pemeliharaan Tidak Terencana)


Unplanned maintenance biasanya berupa breakdown/emergency
maintenance. Breakdown/emergency maintenance adalah tindakan

25
maintenance yang tidak akan dilakukan pada mesin yang masih dapat
beroperasi sampai mesin tersebut rusak dan tidak dapat berfungsi lagi.
Melalui bentuk pelaksanaan pemeliharaan tidak terencana ini,
diharapkan penerapan pemeliharaan tersebut dapat memperpanjang
umur pakai dari mesin, dan dapat memperkecil frekuensi kerusakan.
(Ebeling,1997).

2.5 Total Productive Maintenance (TPM)


Total Productive Maintenance (TPM) sebagai suatu pendekatan yang inovatif
dalam maintenance dengan cara mengoptimasi keefektifan peralatan serta
mengurangi/menghilangkan kerusakan mendadak (breakdown) dengan
melakukan identifikasi terlebih dahulu (Matrodji,2008).
2.5.1 Defenisi Total Productive Maintenance (TPM)
TPM sesuai dengan namanya terdiri dari 3 suku kata yaitu :
a. Total
Hal ini mengindikasikan bahwa TPM mempertimbangkan berbagai
aspek dan melibatkan seluruh personil yang ada, mulai dari tingkatan
atas hingga tingkatan bawah. Kata total dalam total productive
maintenance mempunyai 3 pengertian yang dikaitkan pada tiga hal
penting dari TPM (Matrodji,2008) :
1. Total Effectiveness, menunjukkan bahwa TPM bertujuan untuk
efisiensi ekonomi-efektifitas dari peralatan/ mesin secara
keseluruhan dan mencapai keuntungan.
2. Total Participation, semua orang ikut terlibat, bertangung jawab
dan menjaga semua fasilitas yang ada dalam pelaksanaan TPM
dari operator sampai top management.
3. Total Maintenace System, pelaksanaan perawatan dan peningkatan
efektifitas dari fasilitas dan kesatuan operasi produksi. Meliputi
maintenance prevention, maintability improvement, dan
preventive maintenance.

26
b. Productive
Menitik beratkan pada segala usaha untuk mencoba melakukan
pemeliharaan dengan kondisi produksi tetap berjalan dan
meminimalkan masalah-masalah yang terjadi diproduksi saat
pemeliharaan dilakukan.
c. Maintenance
Berarti memelihara dan menjaga peralatan secara mandiri yang
dilakukan oleh operator produksi agar kondisi peralatan tetap bagus dan
terpelihara dengan cara membersihkannya, memberi pelumasan dan
memperhatikannya. Dengan kata lain Total Productive Maintenance
sering didefinisikan sebagai Productive Maintenance yang dilaksanakan
oleh seluruh pegawai, didasarkan pada prinsip bahwa peningkatan
kemampuan peralatan harus melibatkan setiap orang didalam
organisasi, dari lapisan bawah sampai manajemen puncak. TPM
merupakan bentuk kerjasama yang baik antara bagian pemeliharaan dan
produksi dalam organisasi untuk meningkatkan kualitas produk,
mengurangi pemborosan (waste), mengurangi biaya manufaktur,
meningkatkan ketersediaan peralatan serta meningkatkan kondisi
pemeliharaan perusahaan (Matrodji,2008).

2.5.2 Tujuan Total Productive Maintenance (TPM)


Tujuan TPM (Total Productive Maintenance) adalah mempertinggi
efektifitas peralatan dan memaksimalkan keluaran peralatan produksi,
kualitas, biaya, penyerahan, keselamatan dan moral dengan berusaha
mempertahankan dan memelihara kondisi optimal dengan maksud
untuk menghindari kerusakan mesin, kerugian kecepatan, kerusakan
barang dalam proses. Semua efisiensi termasuk efisiensi ekonomis
dicapai dengan meminimalisasi biaya pemeliharaan, memelihara
kondisi peralatan yang optimal selama umur pakainya atau dengan kata
lain, meminimalisasikan biaya daur hidup peralatan. (Djunaidi,2007)
Sasaran TPM adalah Zero ABCD, yaitu antara lain :

27
1. Accident, yang artinya dengan penerapan TPM yang baik maka
diharapkan dapat meminimalisasi adanya kecelakaan kerja.
2. Breakdown, artinya TPM mempunyai sasaran agar tidak terjadi
adanya kerusakan (breakdown), sebab dengan adanya breakdown
dapat mengganggu aktivitas proses produksi.
3. Crisis, yaitu TPM bertujuan untuk mengurangi semua krisis yang
terjadi yang jelas-jelas sangat merugikan perusahaan.
4. Defect, yang artinya TPM juga mempunyai sasaran untuk
mengurangi atau bahkan menghilangkan segala cacat produk yang
terjadi sehingga produk yang dinikmati oleh konsumen sangat
terjamin kualitasnya.

2.5.3 Konsep Total Productive Maintenance (TPM)


Adapun konsep dari Total Productive Maintenance (TPM) adalah :
1. Memaksimalkan penggunaan peralatan secara efektif.
2. Perawatan secara otomatis oleh operator
3. Kelompok aktivitas kecil.

2.5.4 Prinsip- prinsip Total Productive Maintenance (TPM)


1. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi peralatan secara menyeluruh.
2. Memperbaiki sistem perawatan secara terencana.
3. Mengungsikan operator sebagai pemantau yang baik.
4. Melaksanakan pelatihan untuk meningkatkankemampuan operasional
kualitas maintenance.
5. Membangun keterlibatan setiap orang dan menggunakan kerjasama
lintas fungsi.
2.6 Failure Mode And Effect Analysis (FMEA)
Failure modes and effects analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik
yang sistematis untuk menganalisa kegagalan. Teknik ini dikembangkan
pertama kali sekitar tahun 1950-an oleh para reliability engineer yang sedang

28
mempelajari masalah yang ditimbulkan oleh peralatan militer yang
mengalami malfungsi.
FMEA di golongkan menjadi 2 jenis yaitu :
a. Design FMEA alat yang digunakan untuk memastikan bahwa potensial
failure modes, sebab dan akibatnya telah diperhatikan terkait dengan
katarteristik desain, digunakan oleh Design Responsible Engineer Team
b. Process FMEA yaitu alat yang digunakan untuk memastikan bahwa
potensial failure modes, sebab dan akibatnya telah diperhatikan terkait
dengan karakteristik prosesnya, digunakan oleh Manufacturing Engineer/
Team.
Design FMEA akan menguji fungsi dari komponen, sub sistem dan sistem.
Modus potensialnya dapat berupa kesalahan pemilihan jenis material,
ketidak tepatan spesifikasi dan yang lainnya. Seharusnya dilakukan
sejak dilakukan desain produk awal.

Proses FMEA akan menguji kemampuan proses yang akan digunakan


untuk membuat komponen, sub sistem dan sistem. Modus potensial dapat
berupa kesalahan operator dalam merakit bagian, adanya fariasi proses
yang terlalu besar sehingga produk diluar batas spesifiksi yang telah
ditetepkan serta faktor yang lainnya. Seharusnya dilakukan mendesign
proses menufaktur. Ada bebarapa alasan mengapa kita harus menggunakan
FMEA dianntaranya lebih baik mencegah terjadinya kegagalan dari pada
memperbaiki kegagalan, meningkatkan peluang kita untuk dapat
mendeteksi terjadinya suatu kegagalan, mengidentifikasi penyebab
terjadinya kegagalan terbesar dan eleminasinnya, mengurangi peluang
terjadinya kegagalan dan membangun kualitas dari produk dan proses
keuntungan yang didapat diperoleh dari penerapan FMEA diantaranya
meningkatkan keamanan, kualitas dan andalan, nama baik perusahaan dan
adanya cacat historis dari peristiwa kegagalan (Mulyadi.J,2013).

29
2.6.1 Pengertian Failure Modes and Effect Analysis (FMEA)
Merupakan salah satu prosedur terstruktur untuk megidentifikasi dan
mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. FMEA digunakan
untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebar dari suatu
masalah. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk
dalam kegagalan diluar batas resifikasi yang telah ditetapkan.
Menurut (Chrysler 1995), FMEA dapat dilakukan dengan cara :
1. Mengenali dan mengefakuasi kegagalan potensi produk dan
efeknya.
2. Mengidentifikasi tindakan yang bisa menghilangkan atau
mengurangi kesempatan dari kegagalan potensi terjadi.

2.6.2 Tujuan Failure Mode dan Efek Analisis (FMEA)


1. Untuk mengidentifikasi mode kegagalan dan tingkat
keparahan efeknya.
2. Untuk mengidentifikasi kritis dan karakteristik signifikan.
3. Untuk membantu fokus dan engineer dalam mengurangi
perhatian terhadap produk dan proses, dan membantu dan
mencegah terjadinya permasalahan.

2.6.3 Langkah Dasar Menentukan Nilai RPN Tertinggi


1. Severity ( Keparahan)
Setelah mengetahui failure effect, maka langkah selanjutnya adalah
menentukan nilai severity. Nilai severity sangat penting untuk
mengetahui efek potensial dari setiap jenis kegagalan. Kriteria
untuk nilai severity berbeda –beda. Adapun penilaian severity untuk
masing-masing efek kegagalan adalah sebagai berikut (Aisyah
siti,2011) :
a. Untuk efek kegagalan jika diputar akan menimbulkan gesekan dan
bunyi akibat proses pembuatan jalur tidak rata, nilainya adalah 7
karena produk tidak dapat dipakai dan harus diperbaiki (di-

30
rework). Produk 100% dapat di-rework karena kerusakannya
tidak terlalu parah dan dapat diperbaiki pada bagian repair.
b. Untuk efek kegagalan bearing menjadi tidak bersih dan pada
permukaan outring terdapat bintik-bintik (black surface) nilainya
adalah 5 karena produk tidak dapat dipakai dan harus diperbaiki
(di-rework). Produk 100% dapat di-rework karena kerusakannya
tidak terlalu parah dan dapat diperbaiki pada bagian repair.
c. Untuk efek kegagalan komponen menjadi tergores dan tidak dapat
digunakan dan harus diperbaiki (di-rework) nilainya adalah 6
karena sebagian dapat dipakai dan sebagian kecilnya menjadi
scrap. Sebagian produk dapat dipakai karena goresan yang
terdapat pada komponen hanya sedikit dan tidak terlalu terlihat
sedangkan sebagian lagi menjadi scrap karena goresannya terlihat
jelas.
d. Untuk efek kegagalan maka permukaan sisi kiri dan sisi kanan
bergaris seperti nanas, masih bisa diperbaiki nilainya adalah 5
karena produk tidak dapat dipakai dan harus diperbaiki (di-
rework). Produk 100% dapat di-rework karena kerusakannya
tidak terlalu parah dan dapat diperbaiki pada bagian repair.
2. Occerance (Frekuensi)
Occurance adalah ukuran yang menunjukkan seberapa sering
kemungkinan penyebab kegagalan yang terjadi. Nilai occurance
ditentukan berdasarkan diagram sebab-akibat untuk mengetahui
akar penyebab masing-masing cacat. Pada Ranking 6,5 dan 4
sedang berhubungan dengan proses serupa ke proses sebelumnya
yang sudah mengalami kegagalan sekali-sekali. Besar nilai
occurance terdiri dari ranking 1-10. Semakin sering penyebab
kegagalan terjadi, semaking tinggi nilai yang diberikan. (Aisyah
siti,2011).
3. Detection ( Deteksi )

31
Detection adalah peringkat yang menunjukkan seberapa telitinya alat
deteksi yang digunakan. Detection berupa angka dari 1 sampai 10,
dimana 1 menunjukan sistem deteksi dengan kemampuan tinggi atau
hampir dipastikan suatu penyebab kegagalan dapat terdeteksi.
Sedangkan 10 menunjukan sistem deteksi dengan kemampuan
rendah, dimana deteksi tidak efektif atau tidak dapat mendeteksi
sama sekali. Sedangkan 6 menunjukan sistem deteksi dengan
kemampuan rendah. Sedangkan 5 menunjukan sistem deteksi dengan
kemampuan sedang (Aisyah siti,2011).
4. Risk Priority Number (RPN) ( Tingkat Keparahan)
RPN adalah mencari suatu nilai tertinggi pada komponen alat yang
mengalami kegagalan terparah alat. Setelah dilakukannya ratingan
nilai severity, occurance, detection maka untuk mencari nilai
tertingginya dilakukan dengan rumus:

RPN = S × O × D

Dimana :
Rpn = Risk Priority Number (nomor prioritas tertinggi)
S = Severity (keparahan)
O = Occurance (Frekuensi kejadian)
D = Detection (deteksi)

32

Anda mungkin juga menyukai