Anda di halaman 1dari 11

BAB 1.

KEGIATAN KHUSUS DAN PEMBAHASAN


STUDI POTENSI LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI BAHAN
BAKU BIOBRIKET PENGGANTI KAYU BAKAR UNTUK
TUNGKU PEMBAKARAN MASONDRYER DI PDP
KAHYANGAN
1.1 Tahap Pelaksanaan Studi Potensi Limbah Kulit Kopi
Tahap pelaksanaan studi potensi limbah kulit kopi sebagai bahan baku
biobriket pengganti kayu bakar untuk tungku pembakaran masondryer di PDP
Kahyangan Kebun Sumberwadung terdiri dari beberapa diagram alir. Diagram
alir ditunjukkan pada gambar 4.1 berikut.
Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Data Primer :1.Luas


kebun kopi2. Jumlah
pohon kopi3. Hasil
panen kopi4. Limbah
kulit kopi5. Luas
kebun karet6. Jumlah
pohon karet7. Pohon
karet tidak produktif

Analisis Data dan


Pembahasan

Perbandingan limbah kulit kopi dengan kayu bakar Tidak

Layak

Ya
Selesai

Gambar 4.1 Diagram Alir Studi Potensi Biobriket

1
Diagram alir studi potensi biobriket limbah kulit kopi dimulai dari studi
literatur atau mencari referensi mengenai teori yang sesuai dengan topik yang
diambil, dilanjutkan dengan pengumpulan data berupa data primer (data
mentah dari industri) seperti luas kebun kopi dan karet lalu limbah kulit kopi
dan lain-lain, Setelah pengumpulan data selesai dilakukan kemudian analisis
data dan pembahasan. Setelah itu melakukan perbandingan antara limbah kulit
kopi dengan kayu bakar apakah limbah kulit kopi layak untuk menggantikan
kayu bakar atau tidak. Lalu dilanjutkan dengan penyusunan laporan.

1.2 Biomassa
Keseluruhan materi yang berasal dari makhluk hidup, termasuk bahan
organik baik yang hidup maupun yang mati, baik yang ada di atas permukaan
tanah maupun yang ada di bawah permukaan tanah, misalnya pohon, hasil
panen, rumput, serasah, akar, hewan dan sisa /kotoran hewan.(Sutaryo, 2009)
[7] Biomassa termasuk salah satu energi terbarukan yan7 melimpah dan
mudah ditemui dimana saja yang pada umumnya berasal dari sisa pengolahan
pertanian, peternakan dan perkebunan. Biomassa menjadi salah satu sumber
energi yang menjanjikan untuk mensubtitusi ketergantungan kita terhadap
energi fosil. Komponen utama dari biomassa adalah selulosa dan lignin.

Tabel 4.1 Potensi Energi Limbah Biomassa di Indonesia

Nilai Kalor Jumlah Limbah Energi Potensial


No Jenis Tanaman
(KJ/kg) (ton/tahun) (Mwh)
1 Kelapa sawit ‘)
Tandan kosong 5000 4.627.7444 6.427.422
Cangkang 15000 1.234.065 5.141.938
Serabut 11000 2.262.453 6.913.051
2 Tebu ‘)
Bagasse 7700-8000 8.068.416 17.257.445
3 Karet ‘)
Kayu karet 16536 2.808.833 12.901.906
4 Kelapa “)

2
Cangkang, 18200 3.046.463 15.401.563
Serabut 16700 6.763.148 31.373.492
5 Kayu ‘)
Limbah kayu 8400-17000 8.345.932 19.473.841
6 Padi ‘)
Sekam padi 14000 13.585.326 52.831.823
7 Ketela ‘)
Limbah Ketela 18180 7.322.800 36.980.140
8 Jagung ‘)
Limbah jagung 13000-15000 17.697.670 68.824.272
9 Kopi’)
Kulit Kopi 12000-16000 375.000[8] 1.872.742
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS, 2021) [8], Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 9 No. 2 Agustus 2007 Hlm. 65-
75

1.3 Biobriket
Briket merupakan bahan bakar padat yang terbuat dari campuran
biomassa, bahan bakar padat ini merupakan bahan bakar alternatif yang paling
murah dan dapat dikembangkan secara massal dalam waktu yang relatif
singkat mengingat teknologi dan peralatan yang relatif sederhana. Pada
pembuatan biobriket membutuhkan campuran dengan biomassa, dimana
biomassa yang telah dikembangkan selama ini sebagai campuran dalam
biobriket adalah ampas tebu, jerami, sabut kelapa, serbuk gergaji, kulit kopi,
ampas aren dan jarak pagar. Bahan baku pembuatan biobriket dalam studi
potensi kali ini yaitu menggunakan kulit ari kopi. Patabang (2012) melaporkan
briket arang dapat dibuat dengan dua cara, yaitu dengan membuat arang
kemudian dihaluskan dan dibuat briket atau dapat juga membentuk briket
dengan cara dimampatkan, kemudian diarangkan. Proses pembuatan briket
arang dilakukan dengan cara pirolisis atau proses karbonasi dengan bahan
baku sekam padi dan tempurung kelapa. Pembuatan briket arang atau
biomassa lainnya meliputi tahapan : pengarangan, penggilingan, pencampuran
dengan perekat, pencetakan / pengempaan dan pengeringan.(Suhartoyo &
Sriyanto, 2017)[9]

3
1.3.1 Karakteristik Biobriket Kulit Kopi
Bahan bakar padat seperti biobriket memiliki spesifikasi dasar
antara lain sebagai berikut:

1.3.1.1 Nilai Kalor


Nilai Kalor terdiri dari HHV (high heating value) dan LHV (low
heating value). Nilai kalor bahan bakar adalah besarnya panas yang
diperoleh dari pembakaran. Perhitungan nilai kalor menggunakan
standar metode ASTM - 2015 dengan rumus [10]:

HHV : (T2 – T1 – Tkp) x cv (kj/kg) (1)


LHV : HHV – 3240 (kj/kg) (2)

dimana,
T1 = Suhu air pendingin sebelum dinyalakan (oC)

T2 = Suhu air pendingin sesudah dinyalakan (oC)

Tkp = Kenaikan suhu kawat penyala = 0,05 (oC)

cv = Panas jenis alat = 73.529,6 (KJ/kgoC)

1.3.1.2 Kadar Air (Moisture)


Kadar air adalah perbandingan berat air yang terkandung dalam
bahan bakar padat dengan berat kering bahan bakar padat tersebut.
Prosedur perhitungan kadar air briket arang menggunakan standar
ASTM D-3173 dengan rumus [10]:

W 0−W
Kadar air (%) = x 100 % (3)
Ws0

dimana,

W0 = berat sampel dan cawan sebelum dikeringkan (gr)

W = berat sampel dan cawan sesudah dikeringan (gr)

4
WS0 = berat sampel awal (gr)

1.3.1.3 Kadar Abu (Ash)


Abu adalah bahan yang tersisa apabila bahan bakar padar
dipanaskan hingga berat konstan. Semakin tinggi kadar abu maka akan
semakin sulit terbakar. Prosedur perhitungan kadar abu menggunakan
standar ASTM D-3174 dengan rumus [10]:

W 0−W
Kadar Abu (%) ¿ 100 %− (4)
W ds0

dimana,

W0 = berat sampel dan cawan sebelum pengabuan (gr)

W = berat cawan + berat abu (gr)

Wdso berat sampel sebelum pengabuan (gr)

1.3.1.4 Volatile matter


Semakin banyak kandungan volatile matter pada biobriket
maka semakin mudah biobriket untuk terbakar dan menyala, sehingga
laju pembakaran semakin cepat. Biasanya zat mudah menguap
dihitung menggunakan standar ASTM D-3175 dengan rumus [10]:

W 0−W
Kehilangan Berat (%) ¿ A=
W ds 0

VM (%) = kehilangan berat – kadar air (5)

dimana,

W0 = berat sampel dan cawan awal (gr)

W = berat cawan + berat abu setelah pemanasan (gr)

Wdso berat sampel awal (gr)

5
1.3.1.5 Fixed Carbon (FC)
Kadar karbon terikat mempengaruhi nilai kalor, semakin tinggi,
kadar karbon terikat akan semakin tinggi pula nilai kalornya. Prosedur
perhitungan kadar karbon terikat dilakukan dengan standar ASTM D-
3172 dengan rumus [10]:

FC (%) ¿ 100 %−( %air+ %abu+%VM )

Berikut merupakan tabel standar kualitas briket arang dari


berbagai negara yang ditunjukkan pada tabel 4.2 seperti dibawah ini

Tabel 4.2 Standar Kualitas Briket Arang di Jepang, Inggris, USA dan Indonesia

Standar Mutu
Karakteristik
Jepang Inggris USA SNI
Kadar air (%) 6–8 3,6 6,2 <8
Kadar abu (%) 3-6 5,9 8,3 <8
Kadar zat terbang (%) 15 – 30 16,4 19 – 24 <15
Kadar karbon terikat 60- 80 75,3 60 > 77
(%)
Kerapatan (gr/cm3) 1 – 1,2 0,46 1 > 44
Kuat tekan (kg/cm2) 60 – 65 12,7 62 50
Nilai Kalor (kcal/gr) 6000 – 7000 7300 6500 >5000
Sumber : Mangkau, dkk (2011)

1.4 Karakteristik Kayu Karet/Kayu Bakar


Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) merupakan tanaman
perkebunan/industri tahunan yang pertama kali ditemukan di Brazil dan mulai
dibudidayakan pada tahun 1601. Di Indonesia, Malaysia, dan Singapura,
tanaman karet dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Karet cukup baik
dikembangkan didaerah lahan kering beriklim basah. Tanaman karet memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan dengan komoditas lainnya, yaitu: dapat
tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1-600 meter diatas permukaan
tanah, dengan suhu harian 25-30˚C. Derajat keasaman tanah yang paling

6
cocok untuk ditanami karet adalah 5-6, pada berbagai kondisi dan jenis lahan,
masih mampu dipanen hasilnya meskipun pada tanah yang tidak subur.
Tanaman karet memiliki umur ekonomis sekitar 25 - 30 tahun, sebelum
akhirnya direplanting atau peremajaan. Kegiatan peremajaan dilakukan pada
tanaman karet yang sudah tidak produktif dalam menghasilkan lateks.
Tanaman karet akan ditebang sebagai produk samping lateks yang selanjutnya
lahan akan ditanami dengan tanaman karet yang baru. Kegiatan tersebut juga
akan menghasilkan limbah berupa daun, ranting, dan akar. Bahan bakar kayu
karet menghasilkan 20,47% CO, 7,95% H2, dan 1,25 % CH4 dan LHV 3,859
MJ/m3.(Pratiwi, 2020) dimana batang, daun, ranting dan akar memiliki nilai
kalor yang berbeda. Bagian pohon berbeda menunjukkan perbedaan nyata
pada nilai kalor, kadar volatil, kadar abu dan karbon terikat. Sedangkan pada
berat jenis berbeda sangat nyata pada bagian ranting dan daun. Berat jenis
biomasa adalah 0,58, nilai kalor 4724,42 kal/g, kadar volatil 80,01 %, kadar
abu 2,98 %, dan karbon terikat 16,99 %. Kombinasi perlakuan terbaik pada
limbah tebangan kayu karet adalah arang 350oC bagian batang bawah dengan
nilai rata-rata berat jenis sebesar 0,62, kadar abu sebesar 8,93%, kadar volatil
sebesar 20,79%, nilai kalor sebesar 5908,97 kal/g.(H. Afta; Denny Irawati,
2021)

1.5 Spesifikasi Masondryer


Tromol masondryer, merupakan alat pengering dengan media pemanas
berupa udara kering. Di PDP Kahyangan masondryer dikombinasikan dengan
tungku pembakaran dan blower. Tungku pembakaran merupakan tempat
berlangsungnya proses pembakaran kayu karet tidak produktif (sebagai
bahan bakar utama) Pada tahun 2021 ini PDP Kahyangan telah menghabiskan
352 m3 atau jika dikonversi menjadi satuan berat menjadi 188,32 ton kayu
karet tidak produktif untuk memproduksi sebanyak 627,762 ton kopi. Berikut
merupakan tabel rincian konsumsi kayu karet untuk masondryer selama bulan
Juli – September

(TABEL)

7
Pada pembakaran di tungku pembakaran menghasilkan udara panas yang
digunakan sebagai pengering. Blower berfungsi untuk menghisap dan
mengalirkan udara panas yang dihasilkan pada tungku dan selanjutnya
akan dialirkan ke tromol masondryer untuk mengeringkan kopi dengan
kapasitas 15-18 ton dalam waktu 16-18 jam dengan pengaturan suhu yang
berbeda-beda. Untuk 5 jam pertama diatur pada suhu 130° lalu untuk 3 jam
selanjutnya suhunya diturunkan menjadi 120° dan untuk 10 jam terakhir
suhunya menjadi 80° . Fungsi dari pengaturan suhu pada pengeringan biji kopi
di tromol masondryer adalah untuk mendapatkan kadar air yang sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu sebesar 12% - 12,5% sekaligus agar
mutu kopi tetap terjaga dan tidak rusak karena terlalu panas. Indikator
mengetahui biji kopi di dalam tromol masondryer sudah kering atau tidak
dapat ditester kadar airnya menggunakan alat Cera-tester. Pengecekan kadar
air berlangsung pada setiap 16 jam jika didapat 12% - 12,5% artinya kopi
sudah siap untuk diangkat. Atau juga bisa diketahui dengan suara gemerisik
kopi di dalam tromol masondryer dan juga jika ada kulit ari yang keluar
tandanya kopi sudah kering dan dapat dilanjutkan ke proses selanjutnya.

Prinsip kerja masondryer adalah tabung dengan sistem rotary diisi biji
kopi yang dialirkan melalui pipa oleh solid pump ke pintu pemasukan. Tabung
Masondryer bergerak berputar pada porosnya yang digerakkan oleh motor
listrik 3 Phase, bertegangan 380 volt, 15 PK yang dihubungkan dengan
gear. Masondryer lebih efisien secara tenaga kerja dan waktu pengeringan
tetapi menurut Bapak Anang selaku Administratur PDP Kahyangan Kebun
Sumberwadung secara kualitas kopi sendiri lebih bagus pengeringan
menggunakan sundryer dan visdryer meskipun keduanya memiliki
kekurangan dari segi tenaga kerja yang lebih banyak dan waktu pengeringan
yang lama menyebabkan biaya produksi yang tinggi.

8
1.6 Analisis data dan pembahasan

1.6.1 Terus ini pembahasannya nanti apa perlu juga membahas nilai
ekonominya pak?

BAB 2. KESIMPULAN DAN SARAN


2.1 Kesimpulan

2.2 Saran

9
DAFTAR PUSTAKA
Ahnam, A. (2019). Pembriketan Limbah Padat Kopi Instan Analisis Prosentase
Keberhasilan Pencetakan. Jurnal Inovasi Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi,
1(1), 21–24.
BPS. (2021). Produksi Tanaman Perkebunan (Ribu Ton), 2018-2020. Badan
Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/indicator/54/132/1/produksi-tanaman-
perkebunan.html
Fitri, N. (2017). Pembuatan Briket dari Campuran Kulit Kopi (Coffea Arabica)
dan Serbuk Gergaji dengan Menggunakan Getah Pinus (Pinus Merkusii)
sebagai Perekat. 1–65.
H. Afta; Denny Irawati. (2021). INTISARI SIFAT ENERGI BIOMASSA DAN
ARANG POHON KARET ABSTRACT ENERGY CHARACTERISTICS OF
BIOMASS AND CHARCOAL OF POST-TAPPING RUBBER TREE ( Hevea
brasiliensis Muell . Arg . ). 1–2.
Hadiyane, A., Rumidatul, A., & Hidayat, Y. (2021). Aplikasi Teknologi Biopelet
Limbah Kopi sebagai Bahan Bakar Alternatif dalam Rangka Pengembangan
Desa Mandiri Energi di Desa Jatiroke Kawasan Sekitar Hutan Pendidikan
Gunung Geulis ITB Application of Biopelet Technology for Coffee Waste as
Alternative Fue. Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(3), 256–265.
Matematika, J. I., & Matematika, P. (2018). OPTIMASI PROSES
PENGERINGAN KOPI DENGAN MENGGUNAKAN MASON DRYER Rusli
Hidayat Jurusan Matematika FMIPA Universitas Jember Firdaus
Ubaidillah Jurusan Matematika FMIPA Universitas Jember Hadi Siswanto
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Jember Keywords : O. 10(2), 17–
30.
Nur, G., Putra, I., & Sumarjo, H. (2018). AKSESIBILITAS TATA LETAK
ELEVATOR PENUMPANG GEDUNG KANTOR PUSAT LAYANAN
TERPADU ( KPLT ) FAKULTAS TEKNIK UNY. XIV(1).
Pratiwi, I. (2020). R Rancang Bangun Alat Gasifikasi Biomassa (Kayu Karet)
Sistem Updraft Single Gas Outlet. Jurnal Teknik Patra Akademika, 11(01),
38–48. https://doi.org/10.52506/jtpa.v11i01.104
Suhartoyo, & Sriyanto. (2017). Effektifitas Briket Biomassa. Fakultas Teknik –
Universitas Muria Kudus, 56(3), 301–326.
http://www.doiserbia.nb.rs/Article.aspx?ID=1452-595X0903301G
Sulistyaningtyas, A. R., & Semarang, U. M. (2001). PENTINGNYA
PENGOLAHAN BASAH ( WET PROCESSING ) BUAH KOPI ROBUSTA
( Coffea robusta Lindl . ex . de . Will ) UNTUK MENURUNKAN RESIKO
KECACATAN BIJI.

10
Sutaryo, D. (2009). Penghitungan Biomassa: Sebuah pengantar untuk studi
karbon dan perdagangan karbon. C, 1–38.

LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Selesai PKL dari Perusahaan
Lampiran 2. Rangkuman Kegiatan Harian PKL (Logbook kegiatan)
Lampiran 3. Daftar Hadir PKL disahkan Pembimbing Lapang
Lampiran 4. Data Pendukung (Lembar Penilian)
Lampiran 5. Gambar/Foto Rangkaian Kegiatan selama PKL
Lampiran 6. Denah/Peta lokasi PKL (google maps)

11

Anda mungkin juga menyukai