PENYAJI
PEMBIMBING
i
2.2.1.15. Nukleus Drop ...................................................... 34
2.2.1.16. Tekanan Positif ................................................... 34
2.2.1.17. Perdarahan Ekspulsif ........................................... 35
2.2.2. Komplikasi Pasca Operasi Pada MSICS.............................. 36
2.2.2.1. Komplikasi Penyembuhan Luka Pasca Operasi ..... 37
2.2.2.2. Komplikasi Pada Kornea ....................................... 38
2.2.2.3. Uveitis................................................................... 39
2.2.2.4. Peningkatan TIO Pasca Operasi............................. 39
2.3. Keadaan Sulit Pada MSICS ............................................................. 40
2.3.1. Katarak Hipermatur ............................................................ 40
2.3.2. Katarak Polaris Posterior ..................................................... 41
2.3.3. Pupil Kecil ........................................................................... 42
2.3.4. Pseudoeksfoliasi .................................................................. 43
2.3.5. Katarak Traumatik ............................................................... 44
2.3.6. Katarak dengan Miopia Tinggi............................................. 45
2.3.7. Katarak Pasca Uveitis .......................................................... 45
2.3.8. Operasi Katarak Disertai dengan Gangguan Zonul ............... 45
2.4. Konversi Pada Teknik Operasi MSICS .......................................... 48
2.4.1. Indikasi Konversi ................................................................. 48
2.4.1.1. Prematur Entry ..................................................... 49
2.4.1.2. Pupil Kecil ............................................................ 49
2.4.1.3. Komplikasi pada zonula dan kapsul ....................... 49
2.4.1.4. Nukleus yang besar dan keras ................................ 50
2.4.2. Teknik Konversi .................................................................. 50
BAB III. PENUTUP ................................................................................ 52
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Meskipun MSICS memiliki banyak kelebihan, ahli bedah mata perlu terus
berlatih meningkatkan kemampuan teknik operasi yang baik serta waspada pada
beberapa komplikasi yang mungkin terjadi. Tinjauan kepustakaan ini akan
membahas komplikasi yang mungkin terjadi dan penangannya pada MSICS.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Instrumen
2
a. Konstruksi tunnel : Razor blade and holder / 15 blade, Crescent knife,
Keratome -3.2 mm – 5.2 mm.
i. Kaliper
Bridle suture ditempatkan pada dasarnya untuk melakukan manuver bola mata
selama berbagai prosedur bedah dan juga membantu mengangkat posisi bola mata
yang dalam. Tahap ini penting dalam manual sics karena merupakan langkah
penting yang tidak hanya memberikan fiksasi bola mata selama langkah awal
operasi seperti tunneling dan parasintesis, tetapi juga memberikan kekuatan kontra
selama prosedur seperti ekstraksi nukleus dan epinukleus, sehingga meningkatkan
efisiensi pada teknik ini.6
Pada posisi tunnel pada umumnya yaitu di area superior, bridle suture dikaitkan di
bawah tendon muskulus rektus superior. Pada kondisi tunnel di area temporal
maka dapat dikaitkan pada muskulus rektus lateralis.
3
proses ini maka bola mata diposisikan mengarah ke bawah dengan bantuan
muscle hook atau menggunakan sepasang forceps yang atraumatik. Dinilai
berhasil apabila suture terletak tepat di belakng insersi tendon. Perhatikan secara
seksama dan hati-hati saat proses pemasangan untuk menghindari perforasi sklera
iatrogenik dan kerusakan otot.
Conjungtival flap yang dibuat untuk mengekspos sklera disarankan tidak terlalu
lebar. Dengan menggunakan forceps, konjungtiva digenggam dan dengan gunting
yang melengkung (conjungtival scissors) membuat lubang atau potongan kecil di
dekat limbus, secara perlahan bebaskan sklera dari tenon dan membentuk flap
konjungtiva dengan ukuran sklera yang terekspose ± 8 mm panjang dan 4 mm
lebar. Dengan menggunakan kauter bipolar seperlunya untuk kontrol perdarahan. 6
A. B.
4
endotel, membran decemet dan sebagian stroma kornea (Gambar 2.2).
Keuntungan dengan teknik tiga tahap ini :
a. Kaliper
c. Crescent knife
5
d. Keratome 3.2mm -5.2 mm
Insisi yang ideal berlokasi 2.0 – 3.0 mm dari batas anterior limbus, dengan
kedalaman satu per tiga hingga setengah ketebalan sklera, dan tinggi bibir pada
pemotongan di kornea 1.5 mm. Komponen pada insisi pembentukan tunnel adalah
(Gambar 2.3) :
b. Tunnel sklero-kornea
Pengertian secara detail dan latihan yang rutin merupakan kunci keberhasilan
dalam proses pembuatan tunnel :6
ii. Lebar Tunnel : Jarak tunnel yang dibentuk dari insisi awal pada
sklera menyusur hingga batasan tinggi bibir yang ingin dibentuk
(1.5 mm dari limbus pada stroma kornea). Jarak terbaik dari limbus
adalah 2 mm dan jarak terjauh antara limbus ke garis luka pada
sklera adalah 4 mm. Perlu diingat bahwa jarak yang terlalu dekat
6
dapat menginduksi terjadinya astigmatisme. (panjang tunnel
diwakili dalam lebar pada konstruksi luka)
Flap konjungtiva yang dibuat harus proposional dengan kebutuhan lebar luka pada
insisi sklera. Membuat insisi panjang ± 6.00 - 6.50 mm, jarak dari limbus 1.5 - 2
mm. Alat yang dapat digunakan adalah razor blade / #15 surgical blade / crescent
knife bergantung pengalaman operator. Bentuk sayatan dapat berupa garis lurus,
garis pararel dengan lumbus atau frown-shaped. Frown-shaped memberikan hasil
yang lebih baik dalam menghindari induksi astigmatisme, Begitu pula saat
mengapilkasikan kauter sebaiknya secara tipis dan hati-hati.
B. Tunnel Sklero-Kornea
Proses pembuatan tunnel menggunakan crescent knife dan harus dengan gerakan
menggeliat (wriggling) kemudian menyapu (swiping) ke arah kanan dan kiri luka
spanjang dan selebar yang diinginkan. Ketebalan tunnel harus sama dan
panjangnya harus mencapai kornea 1-1.5 mm. Terlihatnya bagian crescent di
bawah flap sklera dapat dijadikan acuan bahwa ketebelan yang dibuat tidak terlalu
dalam. Selama proses tunnel posisi ujung pisau harus mengarah ke atas mengikuti
kontur bola mata agar menghindari terjadinya prematur entry.
7
C. Side Port Entry (Parasintesis)
Side port dibuat menggunakan 15° blade di arah jam 10 atau tidak terlalu dekat
dengan tunnel. Teknik side port entry harus sejajar dengan iris dengan lebar 2mm.
Berikut peranan side port :
Insisi pada sisi dalam kornea menggunakan keratom 3.2mm – 5.2 mm. Insisi
diawali dengan memasukkan keratom melalui tunnel hingga menyetuh puncak
atau akhir dari tunnel pada stroma kornea. Lakukan gerakan menukik ke arah
bawah hingga merubah tampilan bentuk kornea, baru melakukan insisi awal tegak
lurus ke dalam bilik mata depan. Kemudian lakukan gerakan maju mundur untuk
memotong ke arah kiri dan kanan secara sejajar dan sama tinggi. Hasil yang baik
membentuk garis lurus pada potongan kornea bagian dalam.
Pada beberapa situasi posisi tunnel perlu dilakukan pada daerah temporal, seperti :
8
d. Pada konsisi soket mata yang sangat dalam yang mempersulit pembuatan
tunnel superior atau manuver lainya.
b. Jarak insisi pada kornea harus lebih ke anterior agar lebih kedap. (perbedaan
lebar pada meridian horisontal di limbus lebih kecil)
b. Lokasi temporal memungkinkan ruang kerja yang lebih baik daripada karena
tidak adanya alis yang menghalangi, terutama dalam kasus soket yang dalam.
c. Bola mata yang sejajar dengan sumbu mikroskop, cahaya merah/red reflex
tampak lebih jelas dari sisi temporal dan memberikan visibilitas yang lebih
baik.
2.1.4. Kapsulotomi
Kapsulotomi dengan teknik rhexis / CCC merupakan teknik rhexis yang paling
ideal pada MSICS, namun teknik canopener dapat dilakukan dalam situasi
tertentu di mana capsulorhexis sulit, yaitu :
a. Katarak matur.
b. Pupil kecil.
d. Klasifikasi sklerosis nuklear Grade III dan Grade IV. Dalam kasus ini,
kapsulotomi canopener lebih disarankan daripada capsulorhexis dan akan
memfasilitasi prolaps nukleus lebih mudah ke bilik mata depan, dan
pertimbangan terjadinya dialisis zonular jika memaksa nukleus besar keluar
dari kantong lensa.
10
Keuntungan mengunakan teknik canopener :
c. Pada kasus katarak traumatik dan terjadi robekan yang irregular pada kapsul
anterior.
b. Trauma pada zonule lebih besar pada titik-titik tertentu pada tahap prolaps
nukleus.
CCC merupakan teknik yang ideal untuk kapsulotomi, namun ada beberapa
kondisi yang tidak memungkinkan dilakukan CCC. Berikut keuntungan teknik
rehxis CCC :
11
b. Fiksasi IOL dalam kantung lensa lebih terjaga.
e. Apabila terjadi ruptur kapsul posterior, ccc yang baik akan memudahkan
pemasangan IOL pada sulkus.
b. Rhexis yang tidak adekuat atau terlalu kecil akan mempersulit langkah
selanjutnya.
b. Membuat falp : membuat flap 2/3 dari setengah diameter kapsul apabila
memulai dari tengah dan membuat flap ke arah berlawanan jarum jam. Saat
pemotongan awal dan pembuatan flap jangan menekan terlalu dalam karena
akan menyebabkan materi lensa keluar dan akan mempersulit pandangan dan
proses merobek kapsul.
c. Merobek flap : merobek flap bisa dengan kekuatan atau gerakan merobek atau
dengan menggeser. (shearing force atau ripping force). Tenaga yang
digunakan sifatnya tidak menekan ke arah dalam. Disarankan menggunakan
shearing force pada pangkal flap karena lebih mudah mengendalikan robekan.
Dalam proses ini flap harus terus terbentuk hingga ingin mengakhiri rhexis.
12
d. Mengakhiri rhexis : Menggunakan gerakan dari luar ke dalam.
Prosedur hidro merupakan teknik untuk melepaskan nukleus dari kapsul lensa
yang telah dilakukan kapsulotomi tanpa manipulasi yang berlebihan pada zonula.
Terdiri dari hidrodiseksi (memisahkan kapsul dengan korteks) dan hidrodelineasi
(memisahkan nukleus dengan korteks)
Pada kondisi pupil kecil sebelum hidrodiseksi dapat dilakukan ccc tahap ke 2 dan
melakukan hidro minimal di beberapa sisi rhexis yang berlawanan. Terkadang
dapat terjadi pupil snap sign (kontraksi pupil selama hidrodiseksi) terjadi
13
penurunan ukuran pupil hingga 30%, yang merupakan akibat dari hidrodiseksi
(vigorous hydrodisection) yang dicurigai terjadi ruptur kapsul posterior.
Gambar 2.6. Hidrodiseksi di bawah kapsul anterior sedikit lebih dalam dari
margin rhexis
Prolaps nukleus ke bilik mata depan hanya dilakukan pada teknik MSIC. Tekink
prolaps nukleus akan berbeda bergantung pada teknik kapsulotomi yang dipakai
dan keadaan kantung kapsul dan zonula.
Ekastraksi nukleus hanya dapat dilakukan apabila nukleus sudah berada pada bilik
mata depan. Nukleus dapat dikeluarkan melalui beberapa teknik, diantaranya :
b. Teknik phacodandwich
c. Teknik phacofracture
14
Teknik irigasi vectis merupakan cara yang paling efektif, dan lebih dari 95%
dipakai oleh ahli bedah mata karena mengkombinasikan kekuatan mekanik dan
hidrostatik untuk pengeluaran nukleus.
a. Dapat dibalik keluar dari kantung dengan menyuntikkan kanula atau mengairi
vektis di bawah tepi kapur anterior dan mengangkat keluar epinukleus ke
dalam anten. ruang belakang. (Gambar 4.8-1) Oleh karena itu, epinukleus
yang prolaps dapat diekstraksi dengan menekan bibir sklerus inferior dengan
kanula simcoe dan menarik jahitan rektus superior pada waktu yang
bersamaan.
Aspirasi korteks pada arah jam 12 sulit jika melalui tunnel karena keterbatasan
yang disebabkan oleh:
b. Capsulorhexis.
15
Berbagai metode untuk mengelola korteks jam 12o 'adalah:
b. Kanula berbentuk J
d. Irigasi bimanual dan aspirasi melalui dua entri port sisi dibuat pada posisi jam
10 dan 2 '. dapat dilakukan dengan kanula simultan.
Karena ukuran kmapsulotomi berkisar 6mm atau lebih, lebih baik untuk
menempatkan IOL optik berukuran 6.0mm, juga dimungkinkan untuk
menempatkan IOL diameter lebih kecil (5.0 atau 5.5mm) di kasus katarak lunak,
katarak traumatis pada individu muda di mana nukleusnya lunak, dimana teknik
phacofracture digunakan untuk ekstraksi inti, implantasi PCIOL sekunder dan
pertukaran IOL.
16
menempatkan haptik inferior dalam kantong kapsuler. Kemudian optik superior
dengan menggerakkan optik menuju posisi arah jam 6.
Masalah umum yang dihadapi oleh ahli bedah SICS selama operasi yaitu, pupil
sering menjadi kecil setelah ekstraksi nukleus dan menggangu pandangan margin
rhexis. Karenanya penempatan lensa intraokular 'dalam kantong' memerlukan
pengalaman dan kehati-hatian bahwa kantong tersebut harus diisi dengan bahan
viskoelastik, dan IOL ditanamkan dengan dorongan yang lebih dalam dengan
menggunakan sinskey untuk penempatan IOL.
Untuk memastikan IOL terdapat dalam kantung lensa operator dapat menggeser
iris dan mengkonfirmasi penempatan "di dalam kantung". Petunjuk lain untuk
mengkonfirmasi implantasi di dalam kantong adalah garis peregangan yang
terlihat pada kapsul posterior. Dalam kasus ini, karena kantong kapsuler lebih
besar, ada kemungkinan retensi bahan viskoelastik antara permukaan posterior
PCIOL dan kantong kapsuler yang menyebabkan peningkatan TIO segera pasca
operasi. Sebelum luka ditutup, operator harus berhati-hati untuk membersihkan
bahan viskoelastik dari ruang anterior dan kantong kapsuler terutama di belakang
IOL.
Konstruksi luka dengan teknik three plane incision terbukti memberikan efek
kedap terhadap konstruksi luka. Pada beberap kondisi penjahitan diperlukan
apabila :
a. Tunnel pada sklera terlalu panjang ( > 6.5 mm ). Meskipun luka kedap
penjahitan dilakukan untuk menghindari terjadinya astigmatisme “againts the
rule astigmatism” pasca operasi.
c. Prematur entry.
17
Penjahitan luka dapat ditempatkan secara vertikal dan horisontal. Penempatan
vertikal terutama digunakan untuk penutupan luka namun akan membentuk jarak
antara sklera dan kornea pada bibir internal luka dan dapat mengurangi besaran
nilai astigmatisme akibat operasi.
Penjahitan secara horisontal akan membuat tunnel pada sklera menjadi lebih datar
dan lebih kedap. Penjahitan ini kurang disukai karena lebih besar menyebabkan
astigmatisme. Terdapat 2 bentuk penjahitan, yaitu :6
Meskipun MSICS memiliki banyak keuntungan, setiap dokter bedah mata harus
tetap waspada akan terjadinya komplikasi dalam setiap tahapan operasi. Berikut
kompikasi yang mungkin dapat muncul dan penangananya :
Tujuan pembuatan luka adalah terciptanya luka operasi yang kedap. Luka dengan
konstruksi yang tidak baik akan menciptakan masalah atau membuat operasi
menjadi lebih sulit. Komplikasi yang mungkin didapatkan berrhubungan dengan
lokasi luka, panjang dan dalam dari insisi antara lain :6
A. Lokasi luka
Insisi idealnya berada pada jarak 2 – 3 mm dari batas posterior dari garis biru.
Perubahan posisi mendekat atau mejauh dari limbus memiliki beberapa
18
keuntungan pada beberapa situasi, tetapi juga dapat mengakibatkan efek yang
tidak diinginkan.
B. Panjang luka
C. Dalamnya jahitan
Idealnya, dalamnya insisi adalah ½ hingga 1/3 dari kedalaman sclera. Beberapa
kondisi mengakibatkan sulitnya ahli bedah untuk menemukan daerah yang tepat
pada sclera dan kornea. Misalnya miopia (sckera yang tipis), riwayat pembedahan
(scar) dan socket yang dalam sulit mengatur instrument.
19
a. Button- holing ini terjadi karena diseksi superfisial dari flap sclera.
Meninggalkan diseksi ini dan membuat diseksi yang lebih dalam pada sisi
berlawanan dari insisi tunnel biasanya cukup untuk mengatasi komplikasi ini.
b. Premature entry. Ketika hal ini terjadi, diseksi pada area ini harus dihentikan
dan membuat diseksi baru dimulai dari ujung lain pada tunnel dengan
kedalaman yang lebih dangkal, di sapukan kearah lateral. Jahitan pada tunnel
ini dilakukan pada akhir dari pembedahan
Setiap insisi penetrasi kedalam kornea atau objek dimasukkan kedalam insisi
kornea dapat mengakibatkan Descement Membrane Strip (DM strip). DM strip
penuh dapat terjadi ketika cairan atau viscoelastic disuntikkan melalui parasintesis
dan ujung cannula tida diletakkan pada bilik mata anterior tetapi pada kanal
kornea dari parasintesis. Cairan yang disuntukkan mengakibatkan hidrodiseksi
interlammelar dari kornea, membuat adanya ruang antara stroma dalam dan DM. 6
Biasanya, membrane descement yang terkupas tidak langsung diketahui oleh ahli
bedah pada durante operasi, terutama ketika membrannya mengapung dengan
bagian yang longgar pada bilik mata depan. Biasanya membrane yang terlepas ini
diperkirakan sebagai kapsul anterior dan tidak sengaja dikeluarkan. Hal ini
mengakibatkan komplikasi yang dapat diatasi menjadi komplikasi yang tidak
dapat diatasi dan mengakibatkan opasitas korneal permanent. 6
20
Keadaan ini lebih buruk jika terjadi pada pasien dengan kelainan lapisan endotel
kornea. Sebuah penelitian yang dilakukan pada 8 mata menemukan bahwa
kombinasi antara Descemet’s stripping endothelial keratoplasty dan medium
incision cataract surgery. Pembuatan tunnel yang lebar dan glide pada bilik mata
anterior menurunkan risiko trauma pada kornea dan secara umum memberikan
hasil yang lebih baik.16
a. keadaan ini dapat dihindari dengan penggunaan instrument yang hati – hati.
Jika diketahui dini, injeksi udara pada daerah yang terjadi detachment dapat
menempelkan kembali robekan. Pada kasus detachment descement yang kecil,
gelembung udara cukup untuk memperbaiki hal ini. Sangat penting bahwa
gelembung udara ditempatkan pada bilik mata anterior adalah gelembung
yang ketat.
b. Apabila terjadi kebocoran dari udara melalui luka, maka, luka tersebut harus
dijahit lagi hingga terdapat luka yang kedap. Pada kasus dimana detachment
terjadi pada setengah inferior dari kornea, maka, gelembung udara tidak
berguna dalam hal ini. Membrane descement ditempelkan kembali dengan
menggunakan viscoelastic.
c. Pada robekan detachment yang luas, jahitan full thickness kornea diperlukan.
Jika pengelupasan ini lebih besar dari aera pupil, hal ini dapat mengakibatkan
komplikasi besar dan mengakibatkan dekompensasi kornea yang tidak dapat
diperbaiki.6
Ketika peritomi konjungtiva tidak adekuat, cairan yang keluar dari luka dapat
masuk kedalam kapsul tenon. Hal ini akan menghidrasi konjungtiva dan
mengakibatkan pembengkakan massif dan gangguan penglihatan pada bilik mata
anterior ketika prsedur dilakukan. Ini dapat diatasi dengan membuat insisi
21
konjungtiva 1 – 2 mm posterior untuk membiarkan regresi cairan. Ini harus
dilakukan sebelum hidrasi konjungtival irreversible terjadi. 6
2.2.1.4. Parasintesis
Side port tambahan dibuat dengan menggunakan insisi stab pada sisi kanan atau
kiri, bergantung kepada pilihan operator. Apabila terlalu dekat dengan sentral
kornea mengakibatkan DM stripping, terlalu perifer ke sclera mengakibatkan
perdarahan, terlalu kecil untuk instrument mengakibatkan DM stripping, terlalu
besar mengakibatkan kebocoran.6
2.2.1.5. Kapsulotomi
Beberapa kemungkinan komplikasi yang terjadi pada saat kapsulotomi antara lain
:6
a. Runaway rhexis. Jika ekstensi perifer terjadi, protocol berikut ini dapat
digunakan:
ii. Pegang lipatan yang dekat dengan robekan dan tarik lipatan
tersebut kearah sentral.
iii. Gunakan forsep kapsul untuk control yang lebih baik dari
rhexis.
22
v. Angkat flap yang berlawanan, jika perlu dengan membuat
insisi kecil pada kapsul dengan gunting Vannas.
2.2.1.6. Hidrodiseksi
23
Hidrodiseksi yang benar seharusnya membuat terlepasnya perlengketan korteks
dari kapsul. Namun, hal ini jarang tercapai, namun jika tercapai, maka tidak perlu
dilakukan pembersihan korteks setelah melahirkan nukleus. Idealnya hidrodiseksi
dilakukan di keempat kuadran. Jika prosedur hidrodiseksi dilakukan dengan paksa
di tempat lain, terdapat risiko yang terpendam dari tekanan pada kapsul posterior
yang mengarah ke rupturnya kapsul posterior dan kemungkinan terjadinya
nukleus drop.6
Pada 30 persen dari kasus katarak polar posterior, terdapat rupture kapsul
posterior (PCR) kongenital. Bahkan pada hidrodiseksi normal dalam kasus –
kasus ini dapat mengakibatkan PCR yang mengarah ke nukleus drop. Pada kasus
seperti ini, diseksi tanpa hydro dan hidrodelineation digunakan. Ini dicapai dengan
menyapu spatula cyclodialisis dibawah cincin kapsul anterior hingga kutub dari
lensa berada pada semua sisi.6
c. Kerusakan zonula.
e. Nukleus drop.
Pelepasan kantung korteks kapsular yang kurang baik terjadi pada hidrodiseksi
yang tidak sempurna dan mengakibatkan rotasi nukleus lebih sulit terjadi.
Hidrodiseksi pada tiap kuadran untuk 360 derajat dikombinasikan dengan gaya
rotasi bimanual pada nukleus atau dengan viscodissection yang lembut dapat
mengatasi situasi ini.6
24
Fluid misdirection terjadi jika kanul hidrodiseksi tidak tepat diletakkan di dalam
iris tetapi superior pada kapsul anterior. Injeksi dari normal salin dapat melewati
hingga ke zonula kedalam vitreous body. Peningkatan secara tiba – tiba dari
volume segmen posterior dan hidrasi vitreous kemudian menyebabkan
pendangkalan dari bilik mata anterior. Keadaan yang mirip terjadi jika viscoelastic
tertinggal di dalam mata.6
d. Menekan bibir posterior dari insisi untuk melepaskan normal salin dan
viskoelastis.
Satu dari beberapa langkah yang diperlukan dalam manual SICS adalah
memprolapskan dan melahirkan nukleus. Langkah- langkah ini sulit terutama
pada katarak yang sangat lembut dan pada sclerosis nuclear. Beberapa titik
penting yang perlu diketahui oleh ahli bedah sebelum melakukan prolapse nukleus
adalah :6
a. Status kornea.
b. Status pupil.
c. Densitas katarak.
25
Kegagalan dalam memperhatikan poin – poin di atas dan tidak membuat
pembedahan sesuai prosedur yang sesuai dapat mengakibatkan :6
a. Kerusakan endotel.
b. Iridodialisis.
c. Kerusakan iris.
d. Dialisis zonular.
a. Prosedur hidro yang tidak sempurna. Ini dapat dihindari dengan membuat
hidrodiseksi yang benar dan dengan memasukkan hook sinskey kedalam
substansi nukleus tetapi tidak terlalu dalam yang dapat mengakibatkan
robekan kapsul posterior. Bersihkan epinukleus superficial dan korteks untuk
dapat memperoleh penglihatan yang jelas pada nukleus.
c. Sinekia diantara iris, kapsul dan massa nukleus. Pupil middilatasi perlu
mendapat perhatian dari ahli bedah akan kemungkinan terjadinya adhesi yang
yang dapat terjadi pada satu tempat atau di beberapa tempat. Penting untuk
meyakinkan bebasnya nukleus jika tidak, tarikan zonular mengacu kepada
robekan zonular, subluksasi atau dislokasi lensa.
d. Nukleus yang sangat lembut. Daripada prolapse, ahli bedah dapat menggali
korteks dan material epinuclear dengan sinskey hook, obstruksi penglihatan
dan pengurangan material yang tersedia untuk mengendalikan nukleus.
26
e. Nukleus hard brown wooden. Ini adalah katarak nuclear hipermatur berukuran
besar. Dengan konsistensi abnormal dari kapsul yang dapat terpecah – pecah
dan membuat proses capsulorhexis sulit, mengakibatkan nukleus drop dan
robekan kapsul posterior. Ini dapat dihindari dengan maneuver yang lembut,
penggunaan viscoelastic dan prolapse yang hati – hati dari polus superior
nukleus.
f. Pupil kecil. Pada pupil kecil atau konstriksi, operator dapat menggunakan
teknik bimanual untuk memprolapskan nukleus atau menggunakan strategi
pupil kecil.
a. Kerusakan endotel.
c. Sandwich iris dapat terjadi ketika iris pada arah jam 6 terperangkap diantara
Vectis inferior dan nukleus dibagian superior. Ini dapat terjadi jika salah
menempatkan Vectis karena sulitnya melihat posisi karena katarak yang keras.
Sebagai akibatnya, dapat terjadi dialysis inferior dan diikuti perdarahan.
Pada kasus dimana terdapat masalah, operator tidak perlu ragu untuk
memperbesar tunnel dan untuk melahirkan lesa dan perlu menempatkan satu
jahitan jika tunnel yang dibuat lebih dari 6.5 mm. Permasalahan diatas lebih
sering ditemukan pada keadaan :6
a. Tunnel kecil.
b. Tunnel irregular.
d. Kebocoran bilik ata anterior melalui main port dan sideport yang irregular.
27
e. Premature entry pada bilik mta anterior dengan prolapse iris menyumbat
outletnya.
2.2.1.9. Hifema
Hifema dapat disebabkan baik pada tahap awal dari pembedahan dengan insisi
sclera pada bagian posterior atau karena insisi yang dalam. Ini dapat juga terjadi
kemudian mengikuti luka pada iris terutama karena iridodialisis ketika melahirkan
lensa.6
Trauma pada iris dapat terjadi karena.6 Trauma langsung pada iris- robekan
sphincter/iridodialisis.
A. Iridodialisis.
Setelah prolapse nukleus, ketika Vectis diletakkan dibawah nukleus, jika operator
tidak berhati – hati, iris dapat terjepit diantara Vectis dan nukleus dan berakibat
pada iridodialisis6
28
Tindakan yang dianjurkan : Jika kecil misalnya kurang dari 1 jam, dapat dibiarkan
saja. Tetapi jika lebih lebar dari 1 jam, iridodialisis harus diperbaiki dengan
jahitan McCannel.6
B. Iris Prolapse.
29
c. Iridektomi perifer mungkin diperlukan.
b. Irigasi permukaan posterior dari iris (irigasi dengan cairan yang mengandung
adrenalin).
Dialisis zonular dapat terjadi karena pembedahan sebagai akibat dari trauma yang
sudah ada atau berhubungan kelainan spesifik seperti pseudoexfoliation dan
sindrom marfan.
30
Ketika terjadi dalam operasi, dialysis zonular dapat disebabkan oleh :6
a. Traumatic kapsulotomi.
g. Gerakan buta dari nukleus yang disebabkan visualisasi yang buruk sebagai
akibat dari korteks yang longgar.
Deteksi dari robekan zonular : Jika nukleus tampak bebas dan berrotasi in the bag
tetapi tidak prolapse kedalam bilik mata depan dan menunjukkan kemiringan
kearah bawah atau ke satu sisi, operator harus mencurigai adanya dehiscence.6
d. Jika dialysis zonular terbatas pada satu kuadran, iol yang diletakkan di
posterior chamber harus di letakkan dalam sulkus silier pada sudut yang benar
dari dialysis.
31
e. Jika dialysis zonular lebih dari dua quadran, seluruh kapsul dan korteks
sebaiknya di keluarkan, diikuti miosis dan IOL pada bilik mata anterior di
implantasikan.
b. Ketika prolapse nukleus, rupture yang tidak disengaja pada kapsul posterior
dengan hook sinskey.
c. Rupture yang tidak disengaja dari kapsul posterior ketika aspirasi korteks.
d. Manipulasi berlebihan dari rotasi nukleus yang keras dengan minimal korteks
di sekitar bag, mengacu kepada terjadinya rupture capsul posterior.
a. Jangan hidrasi vitreousnya. Rendahkan botol infus dan gunakan cairan irigasi
sesedikit mungkin. jika tidak ada gangguan vitreous, blok robekan dengan
injeksi viscoelastic diatas bidang dari kapsul posterior. Korteks yang tersisa
jika ada diaspirasi dibawah viscoelastic tanpa infuse (aspirasi kering).
32
Sebagian besar pasien dengan komplikasi Robekan kapsul posterior masih
memiliki visus yang memuaskan setelah operasi dengan penanganan yang
adekuat.17
d. Capsulorhexis kecil.
c. Gunakan side port untuk aspirasi korteks pada arah jam 12.
33
Tindakan yang dianjurkan :
b. Ketika nukleus tenggelam kedalam vitreous, tidak perlu diambil. Kasus ini
harus langsung dirujuk ke ahli vitreoretinal. 6
Salah satu keuntungan dari insisi tunnel adalah mata menjadi lebih kurang rentan
terhadap komplikasi ini. Jika ini terjadi, tunnel akan sangat membantu dalam
menangani situasi ini. Tekanan vitreous positif dapat diketahui dari displacement
anterior dari kapsul posterior dan iris menekan ruangan dalam bilik mata anterior.
Jika tidak diperiksa, ruang anterior dapat kolaps.
Meskipun tidak secara langsung berbahaya untuk mata, signifikansi dari tekanan
vitreous positif membuat pembedahan menjadi lebih sulit. Lebih sedikit ruangan
untuk maneuver di bilik mata anterior, dengan kesulitan aspirasi korteks dan
peningkatan kemungkinan prolapse iris. Bahaya dari ketidak sengajaan dalam
membaut robekan kapsul posterior lebih mudah terjadi dalam kejadian ini. Satu
langkah penting dalam menangani tekanan positif adalah dengan mengidentifikasi
penyebabnya, yang biasanya dapat dengan mudah di eliminasi. 6
d. Valsava manoeuvre (batuk atau tegang) terutama pada orang – orang dengan
leher yang pendek.
34
e. Pasien gemuk.
f. Volume besar dari solusi anestesi yang digunakan pada blockade silier.
e. Gunakan lubang side port untuk cortical clean up. Dengan tunnel yang
terkonstruksi dengan baik, ini akan cukup untuk membentuk bilik mata
anterior dan kantong kapsul.
Kondisi ini jarang terjadi pada insisi tunnel. Biasanya perdarah choroidal terjadi
local dan terbatas. Namun, pada tunnel dengan posisi yang salah, dapat
memberikan komplikasi. Ini terjadi seiring dengan prolapsnya jaringan melalui
luka, hilangnya cahaya merah dan bola mata yang keras. Mata biasanya berada
dalam bahaya kebutaan karena Central retinal Artery Occlusion atau konsekuensi
dari perdarahan choroidal. Komplikasi ini lebih sedikit dibandingkan dengan
menggunakan teknik operasi extracapsular cataract extraction. 19
Dalam hal pencapaian hasil operasi terbaik dalam operasi katarak, penanganan
pasca operasi yang adekuat dan penanganan komplikasi pasca operasi merupakan
hal yang sangat penting. Komplikasi pasca operasi pada MSICS hampir sama
dengan teknik operasi lain seperti fakoemulsifikasi dan ECCE.
a. Dekompensasi kornea.
b. Uveitis.
d. Malposisi IOL.
g. Endoftalmitis.
36
2.2.2.1. Komplikasi Penyembuhan Luka Pasca Operasi
Faktor predisposisi :
c. Prematur entry.
a. Patching
Faktor Predisposisi :
37
a. Kerusakan saat insisi kornea dan side port entry.
a. Edema kornea.
b. Keratopati striate.
c. Keratopati bulosa.
c. Terapi keadaan yang dapat memperburuk kondisi seperti defek pada epitel
yang dapat menurunkan fungsi hidrasi (deturgescence of cornea) pada stroma
kornea dan kejernihan kornea.
d. Anti glaukoma dapat diberikan seperti beta bloker topikal dan sistemik
acetazolamide untuk keadaan epitheliel bedewing (deposit leukosit pada
kornea).
e. Pemberian anti osmotik apabila edema tidak dapat terkontrol dalam jangka
waktu yang lama dengan terapi diatas.
38
Dokter bedah mata sebaiknya mempertimbangkan keratoplasi apabila kondisi
tidak membaik paling tidak dalam waktu tiga bulan.
2.2.2.3. Uveitis
Faktor predisposisi :
b. Sikloplegik.
c. NSAID topikal.
39
Prosedur operasi katarak sering kali menantang meskipun operator sudah sangat
berpengalaman. Berikut kondisi yang menjadi tantangan para dokter bedah mata :
a. Katarak hipermatur
d. Pseudoeksfoliasi
e. Katarak traumatik
a. Kapsulotomi : Rhexis pada kapsul akan lebih sulit dikarenakan tidak adanya
gambaran kemerahan (red glow/red reflex) dan sulit mengidentifikasi kapsul.
Tekanan intra lentikular juga meningkatkan resiko terjadinya robekan
(runaway rhexis) pada kapsul anterior. Apabila terjadi kebocoran materi
korteks lensa selama proses kapsulotomi akan mempersulit lapangan pandang
terutama saat penekanan awal saat melakukan kapsulotomi.
40
b. Pada Katarak Putih untuk mempermudah melihat kapsul dapat menggunakan
trypan blue yang memberikan warna pada kapsul anterior.
c. Saat penekanan atau tusukan awal pada kaspulotomi segera perluas rhexis,
(Gambar. ) Apabila ada kebocoran korteks lensa (milky white lensa cortex)
segera lakukan pencucian untuk membersihkan. Kemudian menggunakan
viscoelastiscs diinjeksi ke dalam bilik mata depan dan ke dalam kantung
kapsul. Kapsulotomi diperluas dengan menggunakan gunting vannas,
membuat lipatan dari masing-masing sisi berbentuk seperti amplop (envelope
kapsulotomi technique). Prolaps nukleus dilakukan ke bilik mata depan
dengan prosedur hidro atau dengan ekspresi visco. Ekstraksi lensa dapat
dilakukan kemudian dengan vectis untuk nukleus yang kecil atau
menggunakan teknik phacofracture atau phacosandwich.
Evaluasi pre operasi sangatlah penting terutama saat pemeriksaan slit lamp yang
dapat menditeksi lesi berbentuk koin (CPCD). Edukasi dan informasi yang akurat
kepada pasien harus dilakukan tentang tingginya terjadi komplikasi pada kondisi
pasien.
41
c. Hidrodelienasi disarankan untuk membentuk lapisan pelindung pada
epinukleus. Meskipun tidak semua kasus katarak polaris posterior memiliki
defek pada kapsul posterior, sebaiknya perlakukan dengan kondisi terburuk.
d. Setelah Hidrodelineasi nukleus sentral akan prolaps ke bilik mata depan dan
lakukan ekstraksi dengan vectis.
Kondisi pupil kecil meskipun pre operasi adekuat, merupakan tantangan bagi
seluruh dokter bedah mata. Kondisi ini perlu dibedakan dengan pupil yang
mengecil selama proses operasi dikarenakan manipulasi pada iris. Pupil kecil pada
kasus ini pada umumnya kaku / rigid dan memberikan tahanan meskipun
dilakukan dilatasi secara pasif menggunakan instrumen. Kondisi ini akan
mempersulit saat pemeriksaan katarak, kapsulotomi dan ekstraksi nukleus.
Berikut penyebab terjadinya pupil kecil :
a. Senile Miosis
b. Pseudoeksfoliasi
d. Diabetes
f. Trauma
42
apabila terjadi perdarahan, terutama setelah dilakukan iridectomy atau
sphincterectomy.
2.3.4. Pseudoeksfoliasi
Pada pseudoeksfoliasi resiko terjadinya komplikasi intra operasi dan pasca operasi
sangat besar. Terutama dikarenakan kelemahan pada zonula yang memungkinkan
terjadinya phacodenosis. Sleian itu pada pseudoeksfoliasi juga terjadi pupil kecil
dan kaku, endotel kornea yang tidak sehat adhesi perifer dari iridocapsular,
meningkatnya resiko ruptur kapsul posterior dan tingginya angka kejadian iritis
dan pembentukan membran fibrin. Pada beberapa kasus dapat terjadi glaukoma
pseudoeksfoliasi.
a. Penanganan pupil kecil sperti penanganan pupil kecil yang telah di bahas di
atas.
c. Prosedur ekstraksi lensa dapat menggunakan vectis jika lensa kecil atau
dengan mengunakan teknik phacofracture jika lensa besar.
e. Pemasangan IOL pada kantung lensa atau pada sulkus tergantung pada kondisi
zonula. Hindari penggunaan IOL anterior.
43
Pada kasus trauma pemeriksaan dan penanganan sebelum tindakan operasi harus
dilakukan dengan teliti, seperti robrkan pada kornea dan sklera, subluksasi lensa,
kemungkinan benda asing, dan pemeriksaan segmen posterior menggunakan B
scan jika terjadi kekeruhan di segmen posterior. Penangan kasus trauma
bergantung pada kondisi masing-masing kasus. Pada kasus luka tembus dan umur
perlu juga dipertimbangkan ukuran dan tingkat kekerasan nukleus. Edukasi
tentang prognosis hasil pasca operasi harus diberikan secara jelas dan lengkap.
a. Pada kasus luka perforasi atau luka terbuka,Facial block perlu dilakukan
sebelum ciliary block.
b. Pada kasus hipertoni gunakan manitol intra vena 30 menit sebelum tindakan
operasi sesuai dosis berat badan.
d. Apabila ada robekan pada kornea atau sklera terlebih dahuli dilakukan
penjahitan dan kedap.
e. Apabila curiga ruptur pada kapsul posterior, prosedur aspirasi pada daerah ini
dilakukan pada akhir proses secara hati-hati.
Teknik MSICS terbukti aman pada kondisi miopia tinggi dengan katarak. Tetapi
mengingat tingkat kekakuan sklera yang rendah maka sebaiknya penjahitan pada
luka tunnel dilakukan untuk penutupan luka yang lebih aman
44
.
Tindakan operasi pada kasus katarak pasca uveitis harus dilakukan setelah mata
tenang dan sudah tidak terjadi reaksi inflamasi, setidaknya dilakukan 6 hingga 8
minggu setelahnya. Terapi antibiotika sitstemik dan kortikosteriod diberikan
sbelum tindakan operasi.
d. Pasca operasi : Berikan midriatikum kerja pendek serta steroid topikal dan
sitemik untuk mengontrol reaksi inflamasi.
Zonula yang lemah merupakan penyulit dan tantangan bagi dokter bedah mata.
Dari tahapan kapsulotomi hingga aspirasi sisa vicoelastics sebelum operasi selesai
selalu memiliki resiko terjadinya robekan zonul. Komplikasi intra operasi seperti
vitreus yang bocor dan subluksasi lensa dapat terjadi. Kestabilan posisi IOL
berada tepat di tengah dan ketahanan jangka panjang juga merupakan hal yang
penting. Berikut beberapa keadaan terjadinya gangguan pada zonula :
a. Trauma
b. Pseudoeksfoliasi
c. Sindroma Marfan
d. Homosistenuria
e. Sindroma Weil-Marchesani
45
Evaluasi pre operasi mengharuskan operator untuk menditeksi dan
mengbambarkan defek pada zonul, lokasi defek pada zonul serta ada tidaknya
vitreus pada bilik mata depan.
CTR dipersiapkan pada setiap tindakan operasi mata. Pada kasus subluksasi lensa
CTR dipasangkan dalam kaspul setelah dilakukan prosedur hidro (hidrodiseksi).
Jika dialisi zonul terditeksi slama proses operasi maka CTR dipasangkan segera
sejak terditeksi. Pemasangan CTR dapat mengguanakan injektor atau dengan
forceps yang tidak bergigi / atraumatik. Pemasangan CTR sebaiknya melalui
parasintesis dibandingkan dari tunnel. Dan pemasangan dimulai pada daerah yang
lemah. Berikut tindakan pencegahan yang perlu :
a. Saat insersi CTR harus dirasakan tanpa tahanan. Memaksakan tahanan akan
menyebabkan robekan atau jatuhnya kapsul ke dlam vitreus.
b. Jika margin pada hasil rhexis tidak dapat terlihat, CTR dipasangkan pada
sulkus siliaris.
46
c. Lapisan korteks dapat terjepit dengan adanya CTR. Bersihkan korteks
menggunakan simcoe dengan menarik korteks ke arah yang dapat tebebas
secara hati-hati.
a. Anestesi peribulbar.
d. Kapsulotomi dimulai pada area yang jauh dari lokasi lemah, dengan hati-hati
dan minimal menekan ke arah bawah. Ukuran rhexis harus cukup luas untuk
malekukan manipulasi lensa di tahap selanjutnya tanpa memberikan tekanan
yang besar pada zonula.
f. Apabila terdapat materi vitreus pada bilik mata depan dapat dibersihkan
dengan teknik bimanual viterektomi dan mengisi bilik mata depan
viskoelastik.
i. IOL dipasangkan dalam kapsul apabila CTR sudah menyangga kapsul dengan
baik. Tetapi apabila daerah lemah meluas sebaiknya pertimbangkan
47
pemasangan IOL pada sulkus. Jika kondisi tidak memungkinkan, pemasangan
IOL sebaiknya ditunda untuk pemasangan IOL sekunder.
Terlepas dari semua kelebihan dari teknik MSICS, ada kalanya kondisi penyulit
dapat muncul saat dokter bedah mata melakukan prosedur MSCIS yang rutin
dilakukan dan mengharuskan melakukan konversi ke ECCE. Keadaan penyulit
tentunya akan dihadapi selama proses pembelajaran dan diwajibkan setiap dokter
bedah mata dapat mengatasi penyulit dan komplikasi tersebut. Kebutuhan
melakukan konversi dapat muncul secara tak terduga baik karena kesalahan teknis
pada langkah yang ditentukan atau pada dasarnya kasus yang sulit. Berikut
indikasi kapan konversi perlu dilakukan :
a. Prematur Entry
48
Prematur entry mengakibatkan konstruksi luka yang tidak stabil dan dapat disertai
dengan prolaps iris. Sebagai contoh apabila terjadi sebaiknya lakukan penjahitan
pada konstruksi luka dan lanjutkan dengan prosedur ECCE dengan pemotongan
pada limbus. Dapat pula dilakukan lakukan penjahitan pada konstruksi luka
prematur dan membuat tunnel baru lebih ke anterior atau temporal.
Kondisi pupil yang kecil dapat menjadi semakin kecil selama prosedur MSICS
disebabkan karena proses trauma pada iris dalam tiap tahapan. Kondisi ini akan
mempersulit pada proses kapsulotomi, prosedur hidro (hidrodiseksi) dan
menmindahkan nukleus ke bilik mata depan. Apabila menemukan kondisi seoerti
ini disarankan untuk melakukan konversi ke ECCE.
Robekan pada kapsul posterior dengan gangguan pada viteus dapat muncul
terutama saat prosedur hidrasi pada katarak polaris psterior. Dan merupakan
indikasi untuk melakukan konversi ke ECCE.
Dialisis zonula dapat muncul saat proses pemindahan nukleus atau saat ekstraksi
nukleus terutama pada kasus pseudoeksfoliasi, pupil kecil dan kondisi zonul yang
lemah. Ini menyebabkan terlepasnya zonul terutama pada zonul inferior dan
merupakan indikasi dilakukanya konversi ke ECCE.
49
Katarak hipermatur sering kali mengecoh dan terkadamg disertai nukleus
kecoklatan yang besar. Kondisi seperti ini perlu dicurigai adanya dialisis zonul
dan kapsul yang tipis.
Pada saat menemukan katarak yang keras, meskipun sudah dilakukan pelebaran
pada tunnel. Kemungkinan untuk melakukan konversi ke ECCE pun meningkat
apabila dokter bedah mata tidak terbiasa dengan teknik phacofracture atau
phacosandwich yang diindikasikan pada beberapa kasus katarak.
Situasi nukleus yang besar dan keras sebaiknya dilakukan konversi ke ECCE
untuk menghindari kompllikasi seperti ruptur kapsul posterior dan nukleus drop.
Saat melakukan tiap tahap prosedur MSICS dan menemukan indikasi untuk
melakukan konversi, segera lakukan konveri dengan memperhatikan hal-hal
berikut :
b. Pada pupil yang kaku disertai dengan katarak kecoklatan yang besar, lakukan
sector iridectomy untuk mempermudah ekstraksi nukleus.
d. Pada kondisi nukleus sudah di bilik mata depan dan sulit melakukan ekstraksi
lensa, lakukan pelebaran tunnel atau melakukan konversi ke pemotongan luka
hingga ke limbal (regular limbal section). Pemotongan dilakukan
menggunakan gunting kornea dari masing masing sisi tunnel hingga ke limbus
sesuai panjang yang diinginkan. Penutupan luka dilakukan dengan penjahitan
(gambar ).
Perlu diingat bahwa indikasi untuk melakukan konversi adalah relatif dan sangat
bergantung pada pengalaman dan kemampuan dokter bedah mata dalam
menangani kondisi sulit yang dihadapi selama prosedur operasi.
50
A. B.
51
BAB III
PENUTUP
Terlepas dari semua kelebihan dari teknik MSICS, ada kalanya kondisi
penyulit dapat muncul saat dokter bedah mata melakukan prosedur MSCIS yang
rutin dilakukan dan mengharuskan melakukan konversi ke ECCE.
Perlu diingat bahwa indikasi untuk melakukan konversi adalah relatif dan
sangat bergantung pada pengalaman dan kemampuan dokter bedah mata dalam
menangani kondisi sulit yang dihadapi selama prosedur operasi. Penanganan yang
sukses dari komplikasi membutuhkan kombinasi dari deteksi dini, pengetahuan
dan pengalaman. Langkah yang cepat, tenang dan penuh perhitungan merupakan
sebuah keharusan dalam menghadapi komplikasi ini.
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Chua J, Lim B, Fenwick EK, Gan AT, Tan AG, Lamoureux E, Mitchell P,
Wang JJ, Wong TY, Cheng CY. Prevalence, risk factors, and impact of
undiagnosed visually significant cataract: the Singapore Epidemiology of
Eye Diseases Study. PloS one. 2017 Jan 27;12(1):e0170804.
53
10. Signes-Soler I, Javaloy J, Munoz G, Moya T, Montalban R, Albarran C.
Safety and efficacy of the transition from extracapsular cataract extraction
to manual small incision cataract surgery in prevention of blindness
campaigns. Middle East African journal of ophthalmology. 2016
Apr;23(2):187.
14. Riaz Y, de Silva SR, Evans JR. Manual small incision cataract surgery
(MSICS) with posterior chamber intraocular lensa versus
phacoemulsification with posterior chamber intraocular lensa for age-
related cataract. Cochrane Database Syst Rev, 2103;10.
16. Young AL, Chow PP, Jhanji V. Manual medium incision cataract surgery
with Descemet’s stripping endothelial keratoplasty: a novel triple
procedure. International scholarly research notices. 2015 Jan 12;2015.
54
17. Trinavarat A, Neerucha V. Visual outcome after cataract surgery
complicated by posterior capsule rupture. J Med Assoc Thai. 2012 Apr
1;95(Suppl 4):S30-5.
55
56