Kelas x
I. Materi Pembelajaran
A. Ibadah Kurban
1. Pengertian Kurban
Kurban adalah menyembelih hewan dengan niat beribadah untuk
mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan syarat-syarat dan waktu
tertentu.
2. Hukum Kurban
Sebagian ulama berpendapat bahwa berkurban itu hukumnya wajib,
sedangkan Jumhur Ulama (sebagian besar ulama) berpendapat hukum
berkurban adalah sunat muakkad.
3. Waktu dan Tempat Menyembelih Kurban
Waktu yang ditetapkan untuk menyembelih kurban yaitu sejak selesai
shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) sampai terbenam matahari tanggal
13 Dzulhijjah.
4. Ketentuan Hewan kurban
Hewan yang dapat dipergunakan untuk kurban adalah unta, sapi,
kerbau dan kambing atau domba. Adapun hewan-hewan tersebut
dapat dijadikan hewan kurban dengan syarat telah cukup umur dan
tidak cacat, misalnya pincang, sangat kurus, atau sakit.Seekor
kambing atau domba hanya untuk kurban satu orang, sedangkan
seekor unta, sapi atau kerbau masing-masing untuk tujuh orang.
5. Pemanfaatan Daging Kurban
Daging kurban sebaiknya dibagikan kepada fakir miskin berupa daging
mentah segar, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) 1/3 untuk yang berkurban dan keluarganya
2) 1/3 untuk fakir miskin
3) 1/3 untuk hadiah kepada masyarakat sekitar atau disimpan agar
sewaktu-waktu bisa dimanfaatkan
6. Sunat dalam Menyembelih
Pada waktu menyembelih hewan kurban, disunatkan:
a. Melaksanakan sunah-sunah yang berlaku pada penyembelihan
biasa, seperti: membaca basmallah, membaca shalawat,
menghadapkan hewan ke arah qiblat, menggulingkan hewan ke
arah rusuk kirinya, memotong pada pangkal leher, serta
memotong urat kiri dan kanan leher hewan.
b. Membaca takbir ( )
c. Membaca doa sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw.
d. Orang yang berkurban menyembelih sendiri hewan kurbannya.
Jika ia mewakilkan kepada orang lain, ia disunatkan hadir ketika
penyembelihan berlangsung.
B. Akikah
1. Pengertian Akikah
Akikah adalah binatang yang disembelih pada saat hari ketujuh atau
kelipatan tujuh dari kelahiran bayi disertai mencukur rambut dan
member nama pada anak yang baru dilahirkan.
2. Hukum Akikah
Akikah hukumnya sunat bagi orang tua atau orang yang mempunyai
kewajiban menanggung nafkah hidup si anak.
3. Syariat Akikah
Disyariatkan Akikah lebih merupakan perwujudan dari rasa syukur
akan kehadiran seorang anak. Sejauh ini dapat ditelusuri, bahwa yang
pertama dilaksanakan Akikah adalah dua orang saudara kembar, cucu
Nabi Muhammad saw. dari perkawinan Fatimah dengan Ali bin Abi
Thalib, yang bernama Hasan dan Husein.
4. Jenis dan Syarat Hewan Akikah
Akikah untuk anak laki-laki dua ekor dan untuk anak perempuan
seekor. Adapun binatang yang dipotong untuk Akikah, syarat-
syaratnya sama seperti binatang yang dipotong untuk kurban. Kalau
pada daging kurban disunatkan menyedekahkan sebelum dimasak,
sedangkan
daging Akikah sesudah dimasak.
5. Waktu Menyembelih Akikah
Penyembelihan Akikah dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran
anak. Jika hari ketujuh telah berlalu, maka hendaklah menyembelih
pada hari keempat belas. Jika hari keempat belas telah berlalu, maka
hendaklah pada hari kedua puluh satu.
I. Materi Pembelajaran
A. Kepemilikan
Kepemikian adalah suatu harta atau barang yang secara hukum dapat
dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan untuk
dipindahkan penguasaannya kepada orang lain. Menjaga dan
mempertahankan hak milik hukumnya wajib.
Sebab-sebab Kepemilikan
a. Barang atau harta itu belum ada pemiliknya secara sah (Ihrajul
Mubahat).
b. Barang atau harta itu dimiliki karena melalui akad (bil Uqud),
c. Barang atau harta itu dimiliki karena warisan (bil Khalafiyah)
d. Harta atau barang yang didapat dari perkembangbiakan (minal
mamluk).
Macam-Macam Kepemilikan
a. Kepemilikan penuh (milk-taam), yaitu penguasaan dan pemanfaatan
terhadap benda atau harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan
secara hukum.
b. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau
barang terbatas kepada penguasaan materinya saja.
c. Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda
atau barang terbatas kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan
secara hukum untuk menguasai harta itu.
Ihrazul Mubahat dan Khalafiyah
a. Ihrazul Mubahat adalah bolehnya seseorang memiliki harta yang tidak
bertuan (belum dimiliki oleh seseorang atau kelompok).
b. Khalafiyah ( )
1). Pengertian Khalafiyah
Khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang
baru ditempat yang lama yang sudah tidak ada dalam berbagai
macam hak.
2). Macam-macam Khalafiyah
a) Khalafiyah Syakhsyun ’an syakhsyin yaitu kepemilikan suatu
harta dari harta yang ditinggalkan oleh pewarisnya
b) Khalafiyah syai’un ‘an syai’in adalah kewajiban seseorang
untuk mengganti harta / barang milik orang lain yang
dipinjam karena rusak atau hilang sesuai harga dari barang
tersebut.
Ihyaul Mawat
Ihyaul Mawat ialah upaya untuk membuka lahan baru atas tanah
yang belum ada pemiliknya. Misalnya, membuka hutan untuk lahan
pertanian, menghidupkan lahan tandus menjadi produktif yang
berasal dari rawa-rawa yang tidak produktif atau tanah tandus lainnya
agar menjadi produktif.
B. Akad
Akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang
menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan
suatu perbuatan.
Rukun Akad dan Syarat Akad
Adapun rukun akad adalah :
a. Dua orang atau lebih yang melakukan akad (transaksi) disebut Aqidain.
b. Sighat (Ijab dan Qabul).
c. Ma’qud ‘alaih (sesuatu yang diakadkan).
Macam-macam Akad
a. Akad lisan, yaitu akad yang dilakukan dengan cara pengucapan lisan.
b. Akad tulisan, yaitu akad yang dilakukan secara tertulis
c. Akad perantara utusan (wakil), yaitu akad yang dilakukan dengan
melalui utusan atau wakil kepada orang lain
d. Akad isyarat, yaitu akad yang dilakukan dengan isyarat atau kode
tertentu.
e. Akad Ta’athi (saling memberikan), akad yang sudah berjalan secara
umum.
I. Materi Pembelajaran
A. Jual Beli
1. Pengertian dan Dasar hukum Jual Beli
Jual beli adalah suatu transaksi tukar menukar barang atau harta yang
mengakibatkan pemindahan hak milik sesuai dengan syarat dan rukun
tertentu. Dasar hukum jual beli bersumber dari Al-Qur’an dan Al-
Hadis :
Firman Allah Swt :
B. Khiyar
Khiyar ialah : memilih antara melangsungkan akad jual beli atau
membatalkan atas dasar pertimbangan yang matang dari pihak penjual
dan pembeli.
1. Jenis-jenis Khiyar
Khiyar ada 3 macam, yaitu :
a. Khiyar Majlis, artinya memilih untuk melangsungkan atau
membatalkan akad jual beli sebelum keduannya berpisah dari
tempat akad.
b. Khiyar Syarat, yaitu khiyar yang dijadikan syarat waktu akad
jual beli, artinya si pembeli atau si penjual boleh memilih antara
meneruskan atau mengurungkan jual belinya selama persyaratan
itu belum dibatalkan setelah mempertimbangkan dalam dua atau
tiga hari.
c. Khiyar Aibi, yaitu memilih melangsungkan akad jual beli atau
mengurungkannya bilamana terdapat bukti cacat pada barang.
D. Syirkah
1. Pengertian dan Macam-Macam Syirkah
Syirkah adalah suatu akad dalam bentuk kerjasama antara dua orang
atau lebih dalam bidang modal atau jasa, untuk mendapatkan
keuntungan.
2. Macam-Macam Syirkah
Secara garis besar syirkah dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Syirkah amlak (syirkah kepemilikan) Syirkah amlak ini terwujud
karena wasiat atau kondisi lain yang menyebabkan kepemilikan
suatu aset oleh dua orang atau lebih.
b. Syirkah uqud (Syirkah kontrak atau kesepakatan), Syirkah uqud
ini terjadi karena kesepakatan dua orang atau lebih kerjasama
dalam syarikat modal untuk usaha, keuntungan dan kerugian
ditanggung bersama. Syirkah uqud dibedakan menjadi empat
macam :
l) Syirkah ‘inan (harta).
Syirkah harta adalah akad kerjasama dalam bidang
permodalan sehingga terkumpul sejumlah modal yang
memadai untuk diniagakan supaya mendapat keuntungan.
2) Syirkah a’mal (serikat kerja/ syirkah ’abdan)
Syirkah a’mal adalah suatu bentuk kerjasama dua orang
atau lebih yang bergerak dalam bidang jasa atau pelayanan
pekerjaan dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan.
Contoh : CV, NP, Firma, Koperasi dan lain-lain.
3) Syirkah Muwafadah
Syirkah Muwafadah adalah kontrak kerjasama dua orang atau
lebih, dengan syarat kesamaan modal, kerja, tanggung jawab,
beban hutang dan kesamaan laba yang didapat.
4) Syirkah Wujuh (Syirkah keahlian)
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang
memiliki reputasi baik serta ahli dalam bisnis.
3. Rukun dan Syarat Syirkah
Rukun dan syarat syirkah dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Anggota yang berserikat, dengan syarat : baligh, berakal sehat,
atas kehendak sendiri dan baligh, dan mengetahui pokok-pokok
perjanjian.
b. Pokok-pokok perjanjian syaratnya :
- Modal pokok yang dioperasikan harus jelas.
- Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga harus jelas.
- Yang disyarikatkan (objeknya) tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariat Islam.
C. WAKAF
1. Pengertian Wakaf
Wakaf yaitu memberikan suatu benda atau harta yang dapat diambil
manfaatnya untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat menuju
keridhaan Allah Swt.
2. Rukun Wakaf
a. Orang yang memberikan wakaf (Wakif).
b. Orang yang menerima wakaf (Maukuf lahu).
c. Barang yang yang diwakafkan (Maukuf).
d. Ikrar penyerahan (akad).
3. Syarat-syarat Wakaf
a. Orang yang memberikan wakaf berhak atas perbuatan itu dan atas
dasar kehendaknya sendiri.
b. Orang yang menerima wakaf jelas, baik berupa organisasi atau
perorangan.
c. Barang yang diwakafkan berwujud nyata pada saat diserahkan.
d. Jelas ikrarnya dan penyerahannya, lebih baik tertulis dalam akte
notaris sehingga jelas dan tidak akan menimbulkan masalah dari
pihak keluarga yang memberikan wakaf.
4. Macam-macam Wakaf
Wakaf dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Wakaf Ahly (wakaf khusus), yaitu wakaf yang khusus
diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik
ada ikatan keluarga atau tidak. Misalnya wakaf yang diberikan
kepada seorang tokoh masyarakat atau orang yang dihormati.
b. Wakaf Khairy (wakaf untuk umum), yaitu wakaf yang
diperuntukkan bagi kepentingan umum. Misalnya wakaf untuk
Masjid, Pondok Pesantren dan Madrasah.
5. Perubahan Benda Wakaf
Menurut Imam Syafi’i menjual dan mengganti barang wakaf dalam
kondisi apapun hukumnya tidak boleh, bahkan terhadap wakaf khusus
(waqaf Ahly) sekalipun, seperti wakaf bagi keturunannya sendiri,
sekalipun terdapat seribu satu macam alasan untuk itu.Sementara
Imam Maliki dan Imam Hanafi membolehkan mengganti semua
bentuk barang wakaf, kecuali masjid. Penggantian semua bentuk
barang wakaf ini berlaku, baik wakaf khusus atau umum (waqaf
Khairy), dengan ketentuan :
a. Apabila pewakaf mensyaratkan (dapat dijual atau digantikan
dengan yang lain), ketika berlangsungnya pewakafan.
b. Barang wakaf sudah berubah menjadi barang yang tidak berguna.
c. Apabila penggantinya merupakan barang yang lebih bermanfaat
dan lebih menguntungkan.
d. Agar lebih berdaya guna harta yang diwakafkan.
1. Materi Pembelajaran
A. Wakalah
1. Pengertian Wakalah
Wakalah menurut bahasa artinya mewakilkan, sedangkan menurut
istilah yaitu mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada orang
lain agar bertindak atas nama orang yang mewakilkan selama batas
waktu yang ditentukan.
2. Hukum Wakalah
Asal hukum wakalah adalah mubah, tetapi bisa menjadi haram bila
yang dikuasakan itu adalah pekerjaan yang haram atau dilarang oleh
agama dan menjadi wajib kalau terpaksa harus mewakilkan dalam
pekerjaan yang dibolehkan oleh agama.
Kebolehan mewakilkan ini pada umumnya dalam masalah muamalah.
Misalnya mewakilkan jual beli, menggadaikan barang, memberi
shadaqah / hadiah dan lain-lain. Sedangkan dalam bidang ‘Ubudiyah
ada yang boleh dan ada yang dilarang. Yang boleh misalnya
mewakilkan haji bagi orang yang sudah meninggal atau tidak mampu
secara fisik, mewakilkan memberi zakat, menyembelih hewan
kurban dan sebagainya. Sedangkan yang tidak boleh adalah
mewakilkan Shalat dan Puasa serta yang berkaitan dengan itu seperti
wudhu.
3. Rukun dan Syarat Wakalah
a. Orang yang mewakili / yang memberi kuasa.
Syaratnya : Ia yang mempunyai wewenang terhadap urusan
tersebut.
b. Orang yang mewakilkan / yang diberi kuasa.
Syaratnya : Baligh dan Berakal sehat.
c. Masalah / Urusan yang dikuasakan.
Syaratnya jelas dan dapatdikuasakan.
d. Akad (Ijab Qabul). Syaratnya dapat
dipahami kedua belah pihak.
4. Syarat Pekerjaan yang Dapat Diwakilkan
a. Pekerjaan tersebut diperbolehkan agama.
b. Pekerjaan tersebut milik pemberi kuasa.
c. Pekerjaan tersebut dipahami oleh orang yang diberi kuasa.
5. Habisnya Akad Wakalah
a. Salah satu pihak meninggal dunia
b. Jika salah satu pihak menjadi gila
c. Pemutusan dilakukan orang yang mewakilkan dan diketahui oleh
orang yang diberi wewenang
d. Pemberi kuasa keluar dari status kepemilikannya.
B. Shulhu
1. Pengertian Sulhu
Sulhu menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut istilah yaitu
perjanjian perdamaian diantara dua pihak yang berselisih.
Sulhu dapat juga diartikan perjanjian untuk menghilangkan dendam,
persengketaan atau permusuhan (memperbaiki hubungan kembali).
2. Hukum Sulhu
Hukum sulhu atau perdamaian adalah wajib, sesuai dengan ketentuan-
ketentuan atau perintah Allah Swt, didalam Al-Qur’an :
“Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada
1.Materi Pembelajaran
A. Dhaman
1. Pengertian Dhaman
Dhaman adalah suatu ikrar atau lafadz yang disampaikan berupa
perkataan atau perbuatan untuk menjamin pelunasan hutang seseorang.
Dengan demikian, kewajiban membayar hutang atau tanggungan itu
berpindah dari orang yang berhutang kepada orang yang menjamin
pelunasan hutangnya.
2. Syarat dan Rukun Dhaman
Rukun Dhaman antara lain :
- Penjamin (dhamin).
- Orang yang dijamin hutangnya (madhmun ‘anhu).
- Penagih yang mendapat jaminan (madhmun lahu).
- Lafadz / ikrar.
B. Kafalah
1. Pengertian Kafalah
Kafalah adalah menanggung atau menjamin seseorang untuk dapat
dihadirkan dalam suatu tuntutan hukum di Pengadilan pada saat dan
tempat yang ditentukan.
2. Syarat dan Rukun Kafalah
Rukun kafalah sebagai berikut:
Kafil, yaitu orang berkewajiban menanggung.
Ashiil, yaitu yaitu orang yang berhutang atau orang yang ditanggung
akan kewajibannya.
Makful Lahu, yaitu orang yang menghutangkannya.
Makful Bihi, yaitu orang atau barang atau pekerjaan yang wajib
dipenuhi oleh orang yang ihwalnya ditanggung (makful ‘anhu).
3. Macam-macam Kafalah
Kafalah terbagi menjadi dua macam, yaitu kafalah jiwa dan kafalah
harta.
Kafalah jiwa dikenal pula dengan sebutan dhammul wajhi (tanggungan
muka), yaitu adanya kewajiban bagi penanggung untuk menghadirkan
orang yang ditanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makful
lahu). Seperti ucapan :”Aku jamin dapat mendatangkan Ahmad dalam
persidangan nanti”. Ketentuan ini boleh selama menyangkut hak
manusia, namun bila sudah berkaitan dengan hak-hak Allah maka tidak
sah kafalah, seperti menanggung/mengganti dari had zina, mencuri dan
qishas.
4. Berakhirnya Kafalah
Kafalah berakhir apabila kewajiban dari penanggung sudah
dilaksanakan dengan baik atau si makful lahu membatalkan akad
kafalah karena merelakannya.
I. Materi Pembelajaran
A. RIBA
Riba yang berasal dari bahasa arab, artinya tambahan (ziyadah),
yang berarti: tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman.
Sementra menuut Istilah riba adalah pengambilan tambahan baik dalam
transaksi jual beli, maupun pinjam meminjam secara batil atau
bertentangan dengan prinsip mua’amalat dalam Islam. Hukum melakukan
riba adalah haram menurut Al-Qur’an, sunnah dan ijma’ menurut ulama.
Macam-macam Riba
Para ulama Fikih membagi riba menjadi empat macam, yaitu:
a. Riba Fadl
Riba fadl adalah tukar menukar atau jual beli antara dua buah barang
yang sama jenisnya, namun tidak sama ukuranya yang disyaratkan
oleh orang yang menukarnya, atau jual beli yang mengandung unsur
riba pada barang yang sejenis dengan adanya tambahan pada salah
satu benda tersebut.
b. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah yaitu mengambil keuntungan dari pinjam meminjam
atau atau tukar-menukar barang yang sejenis maupun yang tidak
sejenis karena adanya keterlambatan waktu pembayaran.
c. Riba Qardi
Riba qardi adalah meminjamkan sesuatu dengan syarat ada
keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjam.
d. Riba Yad
Riba yad yaitu pengambilan keuntungan dari proses jual beli dimana
sebelum terjadi serah terima barang antara penjual dan pembeli sudah
berpisah.
B. BANK
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
Jenis-jenis Bank
Jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu segi
fungsi, kepemilikan, status, dan cara menentukan harga atau bunga.
a. Dilihat dari Segi Fungsi
Menurut UU Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, jenis bank
menurut fungsinya adalah sebagai berikut.
1) Bank Umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
2) Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
b. Dilihat dari Segi Kepemilikan
Jenis bank berdasarkan kepemilikannya dapat dibedakan sebagai
berikut:
1) Bank milik pemerintah
Contoh bank milik pemerintah adalah Bank Mandiri, Bank
Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank
Tabungan Negara (BTN). Contoh bank milik pemerintah daerah
antara lain Bank DKI, Bank Jabar, Bank Jateng, Bank Jatim,
Bank
DIY, Bank Riau, Bank Sulawesi Selatan, dan Bank Nusa Tenggara
Barat.
2) Bank milik swasta nasional
Contoh bank milik swasta nasional antara lain Bank Central Asia,
Bank Lippo, Bank Mega, Bank Danamon, Bank Bumi Putra,
Bank Internasional Indonesia, Bank Niaga, dan Bank Universal.
3) Bank milik koperasi
Bank milik koperasi merupakan bank yang kepemilikan saham-
sahamnya oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi.
Contoh bank milik koperasi adalah Bank Umum Koperasi
Indonesia (Bukopin).
4) Bank milik asing
Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar
negeri, atau seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak asing (luar
negeri). Contoh bank milik asing antara lain ABN AMRO Bank,
American Express Bank, Bank of America, Bank of Tokyo,
Bangkok Bank, City Bank, Hongkong Bank, dan Deutsche Bank.
5) Bank milik campuran
Bank milik campuran merupakan bank yang sahamnya dimiliki
oleh pihak asing dan pihak swasta nasional dan secara mayoritas
sahamnya dipegang oleh warga Negara Indonesia.
c. Berdasarkan jenis atau sistem pengelolaannya, bank dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1) Bank Konvensional (dengan sistem bunga)
2) Bank Syariah (Bank dengan prinsip Bagi Hasil)
Bank Syariah
Bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya; baik dalam
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya
memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah.
a. Produk Perbankan Syariah
1) Produk penyaluran dana
▪ Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya dan waktu penyerahan barang, seperti:
- Pembiayaan Murabahah
- Salam
- Istishna
▪ Prinsip Sewa (Ijarah)
▪ Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
- Musyarakah
- Mudharabah
C. ASURANSI
Asuransi adalah perjanjian pertanggungan bersama antara dua orang atau
lebih. Pihak yang satu akan menerima pembayaran tertentu bila terjadi
suatu musibah, sedangkan pihak yang lain (termasuk yang terkena
musibah) membayar iuran yang telah ditentukan waktu dan jumlahnya.
Asuransi dalam Islam terdapat beberapa istilah, antara lain takaful
(bahasa Arab), ta’min (bahasa Arab) dan Islamic insurance (bahasa
Inggris). Istilah-istilah tersebut pada dasarnya tidak berbeda satu sama
lain yang mengandung makna pertanggungan atau saling menanggung.
Namun dalam praktiknya istilah yang paling populer digunakan sebagai
istilah lain dari asuransi dan juga paling banyak digunakan di beberapa
negara termasuk Indonesia adalah istilah takaful.
1.Materi Pembelajaran
A. Hukum Nikah
1. Pengertian Dan Hukum Nikah
a. Pengertian Nikah
Nikah artinya suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahramnya
hingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya,
dengan menggunakan lafadz inkah atau tazwij atau
terjemahannya.
Dalam pengertian yang luas, pernikahan merupakan ikatan lahir
dan batin yang dilaksanakan menurut syariat Islam antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan, untuk hidup bersama dalam satu
rumah tangga guna mendapatkan keturunan.
b. Hukum Pernikahan
Pernikahan merupakan perkara yang diperintahkan syari’at Islam,
demi terwujudnya kebahagiaan dunia akhirat. Allah berfirman
dalam surat an-Nisa’ ayat 3:
“Dan tak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran yang baik atau harus menyembunyikan keinginan
mengawini mereka dalam hatimu … (QS. Al-Baqarah : 235).
1. Cara mengajukan pinangan
- Pinangan kepada gadis atau janda yang sudah habis masa
iddahnya dinyatakan secara terang-terangan.
- Pinangan kepada janda yang masih berada dalam masa iddah
thalaq bain atau ditinggal mati suami tidak boleh dinyatakan
secara terang-terangan. Pinangan kepada mereka hanya
boleh dilakukan secara sindiran. Hal ini sebagaimana Allah
terangkan dalam surat al-Baqarah ayat 235 di atas.
5) Perbedaan agama
Haram nikah karena perbedaan agama, ada dua macam :
a) Perempuan musyrik, dimana ia haram dinikahi laki-laki
muslim
b) Perempuan muslimah, dimana ia haram dinikahi laki-laki
non muslim, yaitu orang musyrik atau penganut agama
selain islam.
- Kufu ditinjau dari segi agama. Firman Allah SWT QS. Al-
Baqarah 221 :
Artinya: "Janganlah kamu nikahi wanita-wanita
musyrik sehingga mereka beriman, dan sungguh budak yang
beriman itu lebih baik daripada wanita-wanita musyrik,
sekali pun ia sangat menggiurkanmu. Dan janganlah kamu
menikahkan (wanita- wanita mukmin kamu) dengan pria
musyrik sehingga mereka beriman. Sungguh budak laki-laki
yang mukmin itu lebih baik daripada laki-laki musyrik
walaupun menggiurkanmu." (QS. Al-Baqarah 221)
3. Wali, syaratnya :
a). Laki-laki
b). Beragama Islam
c). Baligh (dewasa)
d). Berakal
e). Merdeka (bukan berstatus sebagai hamba sahaya)
f). Adil
g). Tidak sedang ihram haji atu umrah
Wali Nikah
a. Pengertian Wali
Seluruh madzab sepakat bahwa wali dalam pernikahan adalah
wali perempuan yang melakukan akad nikah dengan pengantin laki-
laki yang menjadi pilihan wanita tersebut.
b. Kedudukan Wali
Sabda Rasulullah SAW :
“Janganlah seorang perempuan menikahkan perempuan lain, dan
jangan pula ia menikahkan dirinya sendiri (HR. Ibnu Majah dan ad-
Daruquṭni)
Senada dengan riwayat di atas, dalam hadis lain Rasulullah Saw.
bersabda:
Artinya : “Tidaklah sah pernikahan kecuali dengan wali yang
dewasa dan dua orang saksi adil”. (HR.Tirmiżi)
c. Syarat-syarat wali :
1) Merdeka (mempunyai kekuasaan)
2) Berakal
3) Baligh
4) Islam
Bapak atau kakek calon pengantin wanita yang
dibolehkan menikahkannya tanpa diharuskan meminta izin
terlebih dahulu padanya haruslah memenuhi syarat-syarat
berikut:
1) Tidak ada permusuhan antara wali mujbir dengan anak gadis
tersebut
2) Sekufu’ antara perempuan dengan laki-laki calon suaminya
3) Calon suami itu mampu membayar mas kawin
4) Calon suami tidak cacat yang membahayakan
pergaulan dengan calon pengantin wanita seperti buta
dan yang semisalnya
Saksi Nikah
a. Kedudukan Saksi
Kedudukan saksi dalam pernikahan yaitu :
a. Untuk menghilangkan fitnah atau kecuriagaan orang lain
terkait hubungan pasangan suami istri.
b. Untuk lebih menguatkan janji suci pasangan suami istri.
Karena seorang saksi benar-benar menyaksikan akad
nikah pasangan suami istri dan janji mereka untuk saling
menopang kehidupan rumah tangga atas dasar maslahat
bersama.
Seperti halnya wali, saksi juga salah satu rukun
dalam pernikahan. Tidak sah suatu pernikahan yang
dilaksanakan tanpa saksi.
G. IJAB QABUL
Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak perempuan) atau wakilnya sebagai
penyerahan kepada pihak pengantin laki-laki. Sedangkan qabul yaitu ucapan
pengantin laki-laki atau wakilnya sebagai tanda penerimaan.
Adapun syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai berikut :
a) Orang yang berakal sudah tamyiz
b) Ijab qabul diucapkan dalam satu majelis
c) Tidak ada pertentangan antara keduanya
d) Yang berakad adalah mendengar atau memahami bahwa keduanya
melakukan akad
e) Lafaz ijab qabul diucapkan dengan kata nikah atau tazwij atau
yang seperti dengan kata-kata itu
f) Tidak dibatasi dengan waktu tertentu misalnya setahun, sebulan dan
sebagainya.
H. MAHAR
1. Pengertian dan Hukum Mahar
Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib dari suami
kepada istri karena sebab pernikahan. Mahar bisa berupa uang,
benda, perhiasan, atau jasa seperti mengajar Al Qur’an. Firman
Allah dalam (QS. An Nisa 4)
Artinya: “Bayarkanlah mahar kepada perempuan yang kamu
nikahi sebagai pemberian hibah/tanda cinta (QS. An Nisa 4)
2. Ukuran Mahar
Salah satu kewajiban suami kepada istri adalah memberikan
mahar. Mahar merupakan simbol penghargaan seorang laki-laki
kepada calon istrinya. Dalam banyak riwayat dijelaskan bahwa
mahar bisa berupa benda (materi) atau kemanfaatan (non materi).
Rasulullah Saw. menganjurkan kesederhanaan dalam memberikan
mahar.
3. Macam-macam Mahar
Jenis mahar ada dua, yaitu:
1). Mashar Musamma yaitu mahar yang jenis dan jumlahnya
disebutkan saat akad nikah berlangsung.
2). Mahar Mitsil yaitu mahar yang jenis atau kadarnya diukur
sepadan dengan mahar yang pernah diterima oleh anggota
keluarga atau tetangga terdekat kala mereka melangsungkan
akad nikah dengan melihat status sosial, umur, kecantikan, gadis
atau janda.
4. Cara Membayar Mahar
Pembayaran mahar dapat dilaksanakan secara kontan ( )ﺣﺎﻻatau
dihutang. Apabila kontan maka dapat dibayarkan sebelum dan sesudah
nikah. Apabila pembayaran dihutang, maka teknis pembayaran mahar
sebagaimana berikut:
1). Wajib dibayar seluruhnya, apabila suami sudah melakukan
hubungan seksual dengan istrinya, atau salah satu dari
pasangan suami istri meninggal dunia walaupun keduanya
belum pernah melakukan hubungan seksual sekali pun.
2). Wajib dibayar separoh, apabila mahar telah disebut pada
waktu akad dan suami telah mencerai istri sebelum ia
dicampuri. Apabila mahar tidak disebut dalam akad nikah,
maka suami hanya wajib memberikan mut’ah.
3. Kewajiban Isteri
a. Kewajiban mentaati suami
b. Kewajiban menjaga kehormatan (Q.S. an-Nisā’ : 34)
c. Kewajiban mengatur rumah tangga
d. Kewajiban mendidik anak (Q.S. al-Baqarah : 228)
Pada thalaq satu dan dua, suami boleh rujuk kepada istri
sebelum masa iddah berakhir atau dengan akad baru bila masa
iddah telah habis. Akan tetapi pada thalaq tiga, suami tidak
boleh rujuk dengan istrinya kecuali jika ia telah menikah dengan
laki-laki lain, pernah melakukan hubungan biologis dengannya,
kemudian ia dicerai dalam kondisi normal. Bukan karena adanya
konspirasi antara suami baru yang mencerainya dengan suami
sebelumnya yang menjatuhkan thalaq tiga padanya –sebagaimana
hal ini terjadi pada nikah tahlil yang diharamkan syariat-.
c. Ditinjau dari segi keadaan istri
1. Thalaq sunah, yaitu thalaq yang dijatuhkan kepada istri yang
pernah dicampuri ketika istri:
1) Dalam keadaan suci dan saat itu ia belum dicampuri
2) Ketika hamil dan jelas kehamilannya
2. Thalaq bid’ah yaitu thalaq yang dijatuhkan kepada istri ketika istri:
1) Dalam keadaan haid
2) Dalam keadaan suci yang pada waktu itu ia sudah
dicampuri suami Thalaq bid’ah hukumnya haram
3. Thalaq bukan sunah dan bukan bid’ah yaitu thalaq yang
dijatuhkan kepada istri yang belum pernah dicampuri dan
belum haidh (karena masih kecil)
Khuluk
Khuluk adalah perceraian yang timbul atas kemauan istri dengan
mengembalikan mahar kepada suaminya. Khuluk disebut juga dengan thalaq
tebus.
1. Rukun Khuluk:
a. Suami yang baligh, berakal dan dengan kemauannya
b. Istri yang dalam kekuasaan suami. Maksudnya istri tersebut
belum dithalaq suami yang menyebabkannya tidak boleh dirujuk.
c. Ucapan yang menunjukkan khuluk
d. Bayaran yaitu suatu yang boleh dijadikan mahar
e. Orang yang membayar belum menggunakan hartanya, baik istri
maupun orang lain.
2. Besarnya tebusan khulu':
Tebusan khulu’ bisa berupa pengembalian mahar –sebagian atau
seluruhnya- dan bisa juga harta tertentu yang sudah disepakati suami istri.
Adapun terkait besar kecilnya tebusan khulu’, para ulama berselisih
pendapat:
- Pendapat jumhur ulama: Tidak ada batasan jumlah dalam
tebusan khulu’. Dalil yang mereka jadikan sandaran terkait
masalah ini adalah firman Allah dalam surat al-Baqarrah ayat
229 –sebagaimana tersebut di atas-.
- Pendapat sebagian ulama: Tebusan khulu’ tidak boleh melebihi
mas kawin yang pernah diberikan suami.
L. FASAKH
Secara bahasa fasakh berarti rusak atau putus. Adapun dalam
pembahasan fikih fasakh adalah pemisahan pernikahan yang dilakukan
hakim dikarenakan alasan tertentu yang diajukan salah satu pihak dari
suami istri yang bersangkutan.
M. IDDAH
Iddah ialah masa tenggang atau batas waktu untuk tidak menikah
bagi perempuan yang dicerai atau ditinggal mati suaminya.
a. Macam-macam iddah :
1. Iddah Istri yang dicerai dan ia masih haid, lamanya tiga kali suci.
2. Iddah Istri yang dicerai dan ia sudah tidak haidh, lamanya tiga
bulan
3. Iddah Istri yang ditinggal mati suaminya adalah empat bulan
sepuluh hari bila ia tidak hamil.
4. Iddah Istri yang dicerai dalam keadaan hamil lamanya sampai
melahirkan
5. Iddah Istri yang ditinggal wafat suaminya dalam keadaan hamil
masa iddahnya menurut sebagian ulama adalah iddah hamil
yaitu sampai melahirkan.
c.Tujuan Iddah
1. Menghilangkan keraguan tentang kosongnya rahim bekas istri.
2. Untuk memudahkan proses rujuk antara suami dan bekas
istrinya.
3. Untuk menjaga perasaan keluarga mantan suami yang sedang
berkabung (ini terkait dengan iddahnya wanita kala ditinggal
mati suaminya).
N. HADANAH
Hadanah adalah memelihara anak dan mendidiknya dengan baik.
1. Syarat-syarat Hadanah
a. Berakal.
b. Beragama.
c. Medeka.
d. Baligh.
e. Mampu mendidik.
f. Amanah.
2.Tahap-tahap Hadanah
Jika suami istri bercerai maka kepengurusan anak mengikuti aturan
sebagaimana berikut:
a. Jika anak masih kecil dalam pangkuan ibunya, maka ibu lebih
berhak memeliharanya.
b. Anak yang sudah dapat bekerja, pemeliharaannya dipasrahkan
kepada anak tersebut, apakah ia akan memilih ibunya atau
bapaknya. Ia bebas dengan pilihannya.
O. RUJUK
Rujuk adalah kembalinya suami kepada istrinya yang telah dicerai, bila
istrinya masih dalam masa iddah.
1. Hukum Rujuk
Hukum asal rujuk adalah boleh (jaiz), kemudian berkembang
sesudai dengan keadaan yang menggiringi proses rujuk tersebut.
Berikut rangkuman hukum rujuk:
a. Haram, apabila rujuk mengakibatkan kerugian atau kemadharatan
di pihak istri.
b. Makruh, apabila bercerai lebih bermanfaat daripada rujuk.
c. Sunnah, apabila rujuk lebih bermanfaat dibanding meneruskan
perceraian
d. Wajib, hukum ini dikhususkan bagi laki-laki yang beristri lebih
dari satu jika salah seorang dithalaq sebelum gilirannya
disempurnakan.
A. ILMU MAWARIS
1. Pengertian Ilmu Mawaris
Dari segi bahasa, artinya harta yang diwariskan. Adapun
makna istilahnya adalah ilmu tentang pembagian harta peninggalan
setelah seseorang meninggal dunia.
Dalam berbagai referensi yang membahas tentang
mawaris dipaparkan bahwa rukun-rukun mawarits ada 3
yaitu;
Waris ( )وارثyaitu orang yang mendapatkan
harta warisan. Seorang berhak mendapatkan warisan
karena salah satu dari tiga sebab yaitu; pertalian
darah, hubungan pernikahan, dan memerdekakan
budak.
Muwarris ( )ﻣﻮرثyaitu orang yang telah meninggal
dan mewariskan harta kepada ahli waritsnya. Baik
meninggal secara hakiki dalam arti ia telah
menghembuskan nafas terakhirnya. Atau meninggal
secara taqdiri (perkiraan) semisal seorang yang telah
lama menghilang (al-mafqud) dan tidak diketahui
kabar beritanya dan tempat ia berdomisili hingga pada
akhirnya hakim memutuskan bahwa orang tersebut
dihukumi sama dengan orang yang meninggal.
Maurus ( )ﻣﻮروثyaitu harta warisan yang siap dibagikan
kepada ahli waris setelah diambil untuk kepentingan
pemeliharaan jenazah (tajhiz al-janazah), pelunasan
hutang mayit, dan pelaksanaan wasiat mayit.
Terkadang mauruts diistilahkan dengan mirats atau
irs.
Budak
Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak berhak
mendapatkan harta warisan dari tuannya. Demikian juga sebaliknya,
tuannya tidak berhak mendapatkan warisan dari budaknya karena ia
memang orang yang tidak mempunyai hak milik sama sekali.
Orang Murtad
Murtad artinya keluar dari agama Islam. Orang murtad tidak
berhak mendapat warisan dari keluarganya yang beragama Islam.
Perbedaan
Orang Islam tidak dapat mewarisi harta warisan orang kafir
meskipun masih kerabat keluarganya.
Jika ahli waris perempuan ini semua ada, maka yang mendapat
bagian harta warisan adalah : istri, anak perempuan, ibu, cucu
perempuan dari anak laki-laki dan saudara perempuan kandung.
Selanjutnya, jika seluruh ahli waris ada baik laki-laki
maupun perempuan yang mendapat bagian adalah suami/istri,
Bapak/ibu dan anak ( laki-laki dan perempuan ).
2. Furuḍul Muqaddarah
Furudhul muqaddarah adalah bagian-bagian tertentu
yang telah ditetapkan al-Qur’an bagi beberapa ahli waris
tertentu. Bagian- bagian tertentu, ada 6 yaitu:
1) /2
2) 1/4
3) 1/8
4) 1/3
5) 2/3
6) 1/6
3. Żawil Furuḍ
Żawil Furuḍ adalah beberapa ahli waris yang
mendapatkan bagian tertentu sebagaimana tersebut di atas.
Mereka diistilahkan juga dengan ashabul furudh. Adapun
rincian bagian-bagian tertentu tersebut sebagaimana dipaparkan
dalam al-Qur’an adalah:
a. Ahli waris yang mendapat bagian ½, ada lima ahli waris,
yaitu:
a) Anak perempuan (tunggal), dan jika tidak ada anak
laki-laki.
b) Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki selama
tidak ada :
• anak laki-laki
• cucu laki-laki dari anak laki-laki
c) Saudara perempuan kandung tunggal, jika tidak ada :
• Anak laki-laki atau anak perempuan
• Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
• Bapak
• Kakek (bapak dari bapak)
• Saudara laki-laki sekandung
d) Saudara perempuan seayah tunggal, dan jika tidak
ada :
• Anak laki-laki atau anak perempuan
• Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
• Bapak
• Kakek (bapak dari bapak)
• Saudara perempuan sekandung
• saudara laki-laki sebapak
e) Suami, jika tidak ada :
• anak laki-laki atau perempuan
• cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
F. ’ASHABAH
Menurut bahasa ashabah adalah bentuk jamak dari ”ashib” yang
artinya mengikat, menguatkan hubungan kerabat/nasab. Menurut syara’
’ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan tetapi bisa
mendapat semua harta atau sisa harta setelah harta dibagi kepada ahli
waris dzawil furudh.
Ahli waris yang menjadi ashabah mempunyai tiga kemungkinan:
Pertama; mendapat seluruh harta waris saat ahli waris dzawil furudh
tidak ada.
Kedua; mendapat sisa harta waris bersama ahli waris dzawil furudh
saat ahli waris zawil ada.
Ketiga; tidak mendapatkan sisa harat warisan karena warisan telah
habis dibagikan kepada ahli waris Żawil Furuḍ.
Di dalam istilah ilmu faraidh, macam-macam ‘ashabah ada tiga yaitu:
1) ‘Ashabah Binafsihi yaitu ahli waris yang menerima sisa harta
warisan dengan sendirinya, tanpa disebabkan orang lain. Ahli
waris yang masuk dalam kategori ashabah binafsihi yaitu:
a) Anak laki-laki
b) Cucu laki-laki
c) Ayah
d) Kakek
e) Saudara kandung laki-laki
f) Sudara seayah laki-laki
g) Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
h) Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
i) Paman kandung
j) Paman seayah
k) Anak laki-laki paman kandung
l) Anak laki-laki paman seayah
m) Laki-laki yang memerdekakan budak.
G. HIJAB
1. Materi pembelajaran
A. AL HUKMUSY SYAR’I
1. Hukum Syar’i
Menurut ulama’ uṣūl, Hukum syar’i terbagi menjadi dua macam yaitu
hukum taklīfī dan hukum wad’i.
HukumTaklīfī
Begitu pula larangan jika dasar yang di gunakan qat’i disebut karaha
tahrīm tetapi jika dasar yang di gunakan dẓanni disebut karaha tanzīh.
1. Wajib
a. Pengertian wajib
1). Wajib aini ( )عين واجبyaitu pekerjaan yang di tuntut oleh syar’i
dan harus di laksanakan oleh masing-masing mukallaf, tidak boleh di
wakilkan mukallaf lain seperti shalat, puasa, minum khamr dsb.
2. Mandūb
b. Macam-macam Mandūb
3. Muharram
4. Makrūh
Macam-macam Makrūh
5. Mubāḥ.
Yaitu perbuatan yang di bebaskan oleh Allah untuk di lakukan
ataupun di tinggalkan.
Hukum Waḍ’ī
Macam-macam sebab :
2. Syarat
Menurut Bahasa, syarat artinya sesuatu yang menghendaki
adanya sesuatu yang lain. Menurut istilah adanya sesuatu yang
mengakibatkan adanya hukum, dan tidak adanya sesuatu itu
mengakibatkan tidak ada pula hukum, namun dengan adanya sesuatu
itu tidak mesti pula adanya hukum, atau sesuatu yang padanya
tergantung keberadaan sesuatu yang lain dan berada di luar hakekat
sesuatu yang lain itu. Misal : Wudhu adalah syarat sah shalat, dalam
arti adanya shalat tergantung pada adanya wudhu namun wudhu itu
sendiri bukanlah merupakan bagian shalat. jika tidak ada wudhu maka
tidak akan ada sah shalat, namun dengan adanya wudhu tidak mesti ada
sah shalat, karena bisa jadi seseorang berwudhu tetapi tidak melakukan
shalat. ḥaul (genap satu tahun) adalah syarat wajibnya zakat harta
perniagaan, tidak adanya haul tidak ada pula kewajiban zakat namun
dengan adanya haul tidak mesti ada wajib zakat karena bisa jadi
barang tersebut tidak mencapai nisāb. Kehaddiran dua orang saksi
menjadi syarat bagi sahnya pernikahan, namun kedua orang saksi itu
bukan menjadi bagian akad nikah.
3. Māni’ (penghalang).
Menurut Bahasa, mani’ adalah penghalang. Menurut istilah
Yaitu sesuatu yang di tetapkan syariat sebagai penghalang bagi adanya
hukum. Māni’ terbagi menjadi 2 :
1). Māni’ terhadap hukum yaitu sesuatu yang di tetapkan oleh
syariat sebagai penghalang bagi berlakunya hukum. seperti haidh dan
nifas adalah māni’ atau penghalang wajibnya shalat meskipun
sebabnya ada yaitu masuknya waktu. Membunuh menjadi māni’
adanya hukum yaitu mewarisi meskipun sebabnya ada yaitu
kekerabatan.
2). Māni’ terhadap sebab yaitu sesuatu yang di tetapkan syariat
sebagai penghalang bagi berfungsinya suatu sebab, sehingga sebab itu
tidak lagi mempunyai akibat hukum. Seperti berhutang menjadi māni’
atau penghalang wajibnya zakat karena tidak terwujudnya sebab yaitu
kepemilikan satu nisāb.
4. Sah
Yaitu suatu perbuatan yang di lakukan oleh mukallaf yang syarat dan
rukunya tidak terpenuhi, seperti shalat yang syarat maupun rukunya
tidak terpenuhi.
6. Rukhsah
Al Hakim
Mahkūm Fīh
Mahkum ‘Alaih
Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar seorang mukallaf dapat ditaklif
yaitu: Mampu memahami tuntutan syara’ yang terkandung dalam Al qur’an dan
sunnah baik langsung maupun melalui orang lain. Kemampuan untuk memahami
taklif ini melalui akal. Adapun ukuran untuk menyatakan bahwa seseorang bisa
memahami tuntutan syara’ adalah baligh dan berakal, dari sini maka orang gila dan
anak kecil bebas dari tuntutan taklif karena dianggap tidak berakal, begitu pula
orang yang lupa, tidur dan tidak sadar juga terbebas tuntutan taklif karena dianggap
tidak mempunyai kemampuan memahami sesuatu.
al-Amru (Perintah)
• Pengertian Al-Amru
Menurut bahasa, al-Amru secara hakiki berarti suruhan perintah, yaitu lafadh
tertentu yang menunjukkan tuntutan melakukan pekerjaan. Secara majaz al-Amru
bermakan perbuatan. Seertiungkapan dalam firman Allah : “ musyawarahkanlah dalam
sesuatu yang akan diperbuat”.
Yang lebih tinggi kedudukannya adalah Syaari’ (Allah atau Rasul-Nya) dan kedudukan
yang lebih rendah adalah mukallaf. Jadi amar adalah perintah Allah atau Rasulnya
kepada mukallaf untuk melakukan suatu pekerjaan. Jika tuntutan melakukan pekerjaan
itu datangnya dari yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi kedudukannya, maka
disebut do’a atau permohonan.
Kaidah Amar
Al-Nahyu (Larangan)
Jadi nahi adalah larangan yang datang dari Allah atau Rasul Nya kepada
mukallaf.
Kaidah an-Nahyu
• Karahah
• Do’a
• Putus asa
• Mengancam
• Menghibur
B. Pengertian dan Penerapan Kaidah ’Am dan Khas
Kaidah ’Am
Pengertian ‘Am
‘Am menurut bahasa artinya merata, yang umum. Menurut i stilah
‘am adalah kata yang memberi pengertian mencakup segala sesuatu yang
terkandung dalam kata itu dengan tidak terbatas. Contoh ayat : “ ..bunuhlah orang-
orang musyrik “. Perintah ini diarahkan kepada semua orang musyrik
seluruhnya, tanpa dibatasi jumlah.
C. KAIDAH KHAS
Pengertian Khas
Kata tsalatsah (tiga) dalam ayat di atas adalah khas, yang tidak
mungkin diartikan kurang atau lebih dari makna yang dikehendaki
oleh lafadh itu. Oleh karena itu dalalah maknanya adalah qath’iy
dan dalalah hukumnya pun qath’iy.
Menurut jumhur ulama, arti kata empat puluh ekor
kambing dan seekor kambing, keduanya adalah lafadh khas.
Karena kedua lafadh tersebut tidak mungkin diartikan lebih atau
kurang dari makna yang ditunjuk oleh lafadh itu sendiri. Dengan
demikian, dalalah lafadh tersebut adalah qath’iy. Tetapi menurut
Ulama Hanafiyah, dalam hadis tersebut terdapat qarinah yang
mengalihkan kepada arti yang lain. Yaitu bahwa fungsi zakat
adalah untuk menolong fakir miskin. Pertolongan itu dapat
dilakukan bukan hanya dengan memberikan seekor kambing,
tetapi juga dapat dengan menyerahkan harga seekor kambing
yang dizakatkan.
Masalah Takhsis
• Pengertian takhsis
Mujmal
Lafadh yang diciptakan untuk dua makna hakikat sekaligus, yakni lafadh
musytarak.
Lafadh yang ada serupa karena proses i’lal dalam ilmu sharaf.
Misalnya lafadh المختـــار. lafdh ini bisa dianggap sebagai isim fail
juga isim maf’ul. Berasal dari fiil madli إحتــار.
D. Mubayyan
Pengertian Mubayyan
Klasifikasi Mubayyan
Macam-macam Mubayyan
• Bayan Perkataan
• Bayan Perbuatan
Penjelasan dengan tulisan Penjelasan tentang ukuran zakat, yang dilakukan oleh
Rasulullah dengan cara menulis surat (Rasulullah mendiktekannya, kemudian
ditulis oleh para Sahabat) dan dikirimkan kepada petugas zakat beliau.
Muradif
• Pengertian Muradif
Muradif ialah beberapa lafadh yang menunjukkan satu arti. Dalm bahasa
Indonesia disebut dengan sinonim.
• Kaidah muradif
Musytarak
• Pengertian Musytarak
Adapun definisi yang diketengahkan oleh para ulama’ ushul adalah antara
lain:
“Satu lafadh (kata) yang menunjukkan lebih dari satu
makna yang berbeda, dengan penunjukan yang
sama menurut orang ahli dalam bahasa tersebut ”
• Kaidah Musytarak
“Penggunaan musytarak menurut makna yang dikehendaki
ataupun untuk beberapa maknanya itu diperbolehkan.”
Jadi, menetapkan salah satu makna dari suatu lafadh musytarak tidak
dibatasi. Beberapa makna musytarak tersebut boleh dipergunakan. Contohnya,
kata “sujud”. Kata ini bisa berarti meletakkan kepala di tanah dan bisa pula
berarti inqiyad (kepatuhan).
• Sebab-sebab terjadinya Lafadh Musytarak
Terjadinya perbedaan kabilah-kabilah arab di dalam menggunakan
suatu kata untuk menunjukkan terhadap satu makna. Seperti perbedaan dalam
pemakain kata
يد, dalam satu kabilah, kata ini digunakan menunjukkan arti “hasta secara
sempurna”
()ذراع كه. Satu kabilah untuk menunjukkan ()الساعدوالكف. Sedangkan kabilah
yang lain untuk menunjukkan khusus “telapak tangan”.
Terjadinya makna yang berkisar/ keragu-raguaan (
) تردد antara makna hakiki dan majaz. Terjadinya makna yang
berkisaran/keragu-raguaan ()تردد antara makna hakiki dan makna
istilah urf. Sehingga terjadi perubahan arti satu kata dari arti bahasa
kedalam arti istilah, seperti kata-kata yang digunakan dalam istilah syara’.
Seperti lafadh الصلةyang dalam arti bahasa bermakna do’a, kemudian
dalam istilah syara’ digunakan untuk menunjukkan ibadah tertentu yang
telah kita maklumi.
Muthlaq
Muqayyad
QS. Al-Maidah : 3
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah dan daging babi.” Lafazh
“darah” pada ayat diatas adalah muthlaq tanpa ada batasan.
Dhahir
Secara bahasa : Yang terang ( )الواضحdan yang jelas ()ابلني. Dalam pengertian istilah,
dhahir adalah lafadh yang memiliki kemungkinan dua makna, salah satunya lebih jelas
dari makna yang lain. Atau dalam ungkapan lain dhahir adalah lafadh yang menunjukkan
atas makna dengan dilalah dhanni; yakni dimenangkan makna tersebut dan mengalahkan
dalam makna yang lain. Sehingga maknanya lafadh tersebut segera dipahami ketika
diucapkan tetapi masih ada kemungkinan makna lain yang lemah (marjuh). Dilalah
dhanni adalah penunjukan makna dengan dugaan kuat, yang mencakup dilalah
lughawiyah, ‘urfiyah, dan dilalah syar’iyyah. Contoh :
Contoh
Dilalah Makna rajih/unggul Makna marjuh
Lafadh
Jadi lafadh الس ~دdengan makan “ jenis tertentu dari binatang buas” disebut
dhahir, karena makna yang diunggulkan. Misalnya sabda Nabi, SAW.,
Contoh firman Allah: بأيد بنيناها والسماءartinya : dan langit kami bangun
dengan “ kekuasaan “. Lafadh أيدadalah jama’ dari lafadh يدartinya
tangan. Sedangkn
mengarahkan pada makna tangan sebagaimana tubuh manusia adalah
mustahil bagi Allah. Karena Allah berifat mukhalafatu lil hawadits/
beerbeda dengan mahluk. Sebagaiman kita fahami dari akal. Maka
kita alihkan maknanya menjadi “ keuatan”.
Manthuq
• Pengertian Manthuq
• Pembagian Manthuq
Nash
“Maka (wajib) berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila
kamu
telah pulang kembali, itulah sepuluh (hari) yang sempurna.”
Muawwal
I. Mafhum
Pengertian Mafhum
Pembagian Mafhum
Fahwal Khitab
Lahnul Khitab
Lahnul Khitab yaitu bila mafhum dan hukum mantuq sama nilainya. Misalnya pada
QS. An Nisa (4): 10,
Mafhum mukhalafah
Mafhum sifat
Mafhum sifat adalah sifat ma’nawi. Contohnya pada QS. Al Hujurat (49): 6
Mafhum syarat
(65) 6 :
Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka
berikanlah
kepada mereka nafkah…..”
Mafhum ghayah