Anda di halaman 1dari 37

Permasalahan Pelaporan Keuangan Departemen Pekerjaan Umum

Seperti telah disinggung, peraturan perundang-undangan bidang keuangan


sebelumnya, yang disusun pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda tidak
dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem
kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik
Indonesia.

Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi salah


satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan
keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan
mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable)
sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar
dan asas-asas umum yang berlaku, maka disusunlah Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang ini kemudian dilengkapi
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 mengenai Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Ketiga undang-undang ini dikenal
sebagai ”Paket Undang-Undang Keuangan Negara”

Hal yang menonjol dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 adalah


diterapkannya Sistem Akuntansi Instansi, sehingga banyak kalangan, terutama
Departemen Keuangan menyebut bahwa Undang-Undang tersebut adalah tonggak
/ benchmark perubahan sistem keuangan yang signifikan. Hal ini disebabkan
karena Undang-Undang ini juga telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi
di lingkungan pemerintahan di Indonesia yang mengacu kepada perkembangan
standar akuntansi di lingkungan pemerintahan secara internasional. Sistem
Akuntasi Instansi (SAI) sebagai policy outcome tentunya membawa konsekuensi-
konsekuensi dan permasalahan dalam implementasinya. Oleh karena itu,
penelitian ini menjadi salah satu upaya untuk melihat permasalahan dalam
implementasi kebijakan sebagai salah satu bentuk penelitian kebijakan.

88
Dari uraian dan berdasarkan gambar 2.1. dan 2.2. yang telah dijelaskan dalam bab
II (Tinjauan Pustaka), dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan salah satu
bentuk analisis retrospektif, yang berorientasi pada masalah dan bersifat
retrospektif, yang menitikberatkan pada upaya evaluasi hasil penerapan kebijakan
yang telah ditetapkan dan dijalankan serta mencakup upaya pencarian informasi
sesudah aksi kebijakan dilakukan.

Metoda-metode untuk analisis kebijakan diantaranya adalah perumusan masalah.


Dari hasil wawancara terungkap bahwa masalah dalam penelitian ini tergolong ke
dalam kelompok masalah yang rumit, dengan definisi sebagai berikut (Dunn,
2000):

”Masalah yang rumit adalah masalah-masalah yang mengikutsertakan banyak


pembuat keputusan yang utilitas/nilainya tidak diketahui atau tidak mungkin
untuk diurutkan secara konsisten. Jika masalah-masalah yang sederhana dan agak
sederhana mencerminkan konsensus, maka karakteristik utama dari masalah rumit
adalah konflik di antara tujuan-tujuan yang saling bersaing. Alternatif-alternatif
kebijakan dan hasilnya juga tidak diketahui, karena tidak mungkin
memperkirakan risiko dan ketidakpastian. Pilihan tidak untuk menentukan
hubungan deterministik yang diketahui, tetapi lebih untuk mendefinisikan sifat
masalah.”

Menurut Dunn, 2000, perumusan masalah adalah proses menghasilkan dan


menguji konseptualisasi-konseptualisasi alternatif atas suatu kondisi/situasi
masalah (problematic situation). Permasalahan yang tersusun dengan baik (well-
structured) dapat langsung dipecahkan, tetapi permasalahan yang tidak tersusun
dengan baik (ill-structured) harus didefinisikan terlebih dahulu. Salah satu metode
perumusan masalah adalah Analisis Klasifikasi yang digunakan untuk
mengelompokkan dan menganilis lebih lanjut hasil-hasil wawancara.

Penelitian ini telah berupaya untuk memetakan tujuan, peran dan kepentingan
lembaga terkait dalam hal pelaporan keuangan kementerian/lembaga, dalam hal
ini Departemen Pekerjaan Umum, dengan menggunakan teknik analisis
klasifikasi. Selain itu permasalahan teknis yang terkait dengan implementasi

89
pelaporan keuangan dengan sistem yang baru (SAI) juga dianalisis dengan
menggunakan Analisis Klasifikasi, dan teknik kompilasi

1. Aktor Terwawancara

Wawancara yang telah dilakukan membagi pertanyaan ke dalam dua kelompok


pertanyaan, yaitu kelembagaan dan aspek teknis pelaporan keuangan. Analisis
kelembagaan yang mencakup eksplorasi tujuan (goal), peran (role) serta
kepentingan (interest) dimasukkan ke dalam studi ini, dengan maksud untuk
mendapatkan gambaran mengenai variabel-variabel yang mempengaruhi
pelaporan keuangan, dari sudut pandang kelembagaan.

Sebanyak 7 orang dari target terwawancara sebanyak 9 orang yang berhasil


diwawancarai, yang berasal dari lembaga-lembaga stakeholder terkait, yaitu
Departemen Keuangan RI, Badan Pemeriksa Keuangan RI, dan Departemen
Pekerjaan Umum, telah direkapitulasi dan diberikan penamaan kode. Hasilnya
seperti terdapat dalam tabel berikut ini, sedangkan nama-nama terwawancara
selengkapnya terdapat dalam lampiran :

Tabel 5.1. Aktor terwawancara

Lembaga dan
Kode
No. Terwawancara Jabatan Keterangan
DEPARTEMEN
I. KEUANGAN
1. Depkeu_1 Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Tatap muka
2. Depkeu_2 Kasubdit. Sistem Akuntansi, Dit. Akuntansi Tatap muka
dan Pelaporan Keuangan
II. BPK RI
1. BPK_1 Kasub. Auditoriat II / Penanggungjawab Jawaban tertulis
Pemeriksaan Laporan Keuangan Dep. PU
2. BPK_2 Auditor / Ketua Tim Pemeriksaan Laporan Jawaban tertulis
Laporan Keuangan Dep. PU
3. BPK_3 Auditor / Anggota TimPemeriksaan Laporan Jawaban tertulis
Laporan Keuangan Dep. PU
III. DEP. PU
1. PU_1 Kabag. Verifikasi dan Akuntansi,
Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Dep. PU Tatap muka
2. PU_2 Kasubbag. Verifikasi dan Akuntansi I Tatap muka

90
2 Aspek Kelembagaan Pelaporan Keuangan Departemen Pekerjaan Umum

2.1 Tujuan Lembaga Terkait dalam Pelaporan Keuangan

Hal pertama yang ingin diketahui dari wawancara adalah tujuan lembaga terkait
dalam hal pelaporan keuangan. Hasil wawancara telah diklasifikasikan
berdasarkan tabel berikut :

Tabel 5.2. Tujuan lembaga terkait dalam pelaporan keuangan

Dokumen dan Hal (Issues) Temuan (Findings)


Terwawancara
Kerangka Tujuan Pelaporan Seharusnya menyajikan informasi
Konseptual Keuangan yang bermanfaat bagi para penguna
Peraturan dalam menilai akuntablitas dan
Pemerintah No. membuat keputusan, baik keputusan
24 tahun 2005 ekonomi, sosial maupun politik
tentang Standar
Akuntansi
Pemerintah.
Undang-Undang Tujuan Pelaporan Tujuan BPK adalah mendorong
No. 15/2006 Keuangan BPK terciptanya akuntabilitas dan
tentang BPK transparansi keuangan negara.

BPK 1-3 Tujuan BPK Adalah sesuai dengan misi BPK, yaitu
mendorong terciptanya akuntabilitas
dan transparansi keuangan negara.
Implementasinya dengan melakukan
pemeriksaan laporan keuangan pada
seluruh entitas yang mengelola
keuangan negara baik instansi yang
mengelola APBN, APBD serta
BUMN/BUMD, dengan memberikan
penilaian opini. Berbeda visi dengan
lembaga terkait lainnya, BPK
berperan mendorong dan pemerintah
harus menciptakan Laporan
Keuangan yang akuntabel dan
transparan.

Depkeu 1 Tujuan Departemen Pelaporan Keuangan bukanlah tujuan


Keuangan dalam Departemen Keuangan. Tujuan
pelaporan keuangan Departemen Keuangan adalah
menciptakan pemerintahan yang tertib
dan bersih di bidang keuangan. Salah
satu pilar pemerintahan yang baik
adalah akuntabilitas. Tujuan
Departemen Keuangan adalah
adanya laporan keuangan yang
bertujuan : Akuntabilitas,
Pengendalian dan Informasi
pembangunan.

91
Depkeu 2 Tujuan Departemen Bukan hanya tujuan Departemen
Keuangan dalam Keuangan, tapi tujuan pemerintah
pelaporan keuangan yaitu mempertanggungjawabkan apa-
apa yang sudah diamanatkan oleh
masyarakat lewat pemerintah. Untuk
melaksanakan Fungsi Menteri
Keuangan sesuai 3 paket UU bidang
pengelolaan keuangan negara yaitu
sebagai Pimpinan Departemen
Keuangan, Pengelola Fiskal dan
selaku Bendahara Umum Negara.

Undang-Undang Tujuan Menyelenggarakan akuntansi atas


Nomor 1 Tahun Kementerian/Lembaga transaksi keuangan, asset, utang, dan
2004 tentang (K/L) dalam pelaporan ekuitas dana, termasuk transaksi
Perbendaharaan keuangan pendapatan dan belanja, yang berada
Negara. dalam tanggung jawabnya. Akuntansi
digunakan untuk menyusun Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat sesuai
dengan Standar Akuntansi
Pemerintah.

PU_1 Tujuan Departemen Tujuan Departemen Pekerjaan Umum


Pekerjaan Umum dalam dalam pelaporan keuangan adalah
pelaporan keuangan menyiapkan laporan yang akurat dan
akuntabel.

PU_2 Tujuan Departemen • Untuk mempertanggung-jawabkan


Pekerjaan Umum dalam pengelolaan keuangan negara
pelaporan keuangan selama suatu periode.
• Memberi informasi keuangan bagi
para pengguna aset instansi.
• Menyediakan informasi yang akurat
dan tepat waktu mengenai posisi
keuangan instansi, yang berguna
untuk perencanaan, pengelolaan
dan pengendalian kegiatan dan
keuangan secara efisien.

Analisis dalam Aspek Tujuan Lembaga ini ditekankan kepada adanya


kesenjangan antara tujuan tertulis dengan yang diimplementasikan/pada
kenyataannya dipraktekkan oleh para pelaku kebijakan. Dari hasil wawancara,
terungkap bahwa terutama dari sudut pandang pelaku di Departemen Keuangan
disimpulkan bahwa belum terlihat adanya shared goal/tujuan bersama dalam
bidang pelaporan keuangan ini.

92
2.2 Peran Lembaga Terkait

Peran lembaga terkait/stakeholder yang berhasil diungkap dari analisis dokumen


dan wawancara tersaji dalam tabel berikut :

Tabel.5.3. Lembaga yang terkait dengan pelaporan keuangan departemen


pekerjaan umum dan perannya berdasarkan analisis dokumen

Dokumen Peran Lembaga Terkait


Undang-undang RI Departemen Keuangan berperan selaku pengelola fiskal
Nomor 17 Tahun 2003 dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan
tentang Keuangan Negara yang dipisahkan, yang mempunyai tugas :
Negara Pasal 6 dan 1. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi
Pasal 8. makro;
2. Menyusun rancangan APBN dan rancangan
Perubahan APBN;
3. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
4. Melakukan perjanjian internasional di bidang
keuangan;
5. Melaksanakan pemungutan pendapatan Negara yang
telah ditetapkan dengan undang-undang;
6. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara;
7. Menyusun laporan keuangan yang merupakan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN;
8. Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan
fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.

Undang-undang Nomor Departemen Pekerjaan Umum berperan selaku


17 Tahun 2003 tentang Pengguna Anggaran / Pengguna Barang Kementerian
Keuangan Negara Pekerjaan Umum, mempunyai tugas :
Pasal 6 dan Pasal 9. 1. Menyusun rancangan anggaran kementerian;
2. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
3. Melaksanakan anggaran kementerian;
4. Melaksanakan pemungutan penerimaan Negara
bukan pajak dan menyetorkan ke Kas Negara;
5. Mengelola piutang dan utang Negara yang menjadi
tanggung jawab kementerian;
6. Mengelola barang milik/kekayaan Negara yang
menjadi tanggung jawab kementerian;
7. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan
kementerian;
8. Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi
tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-
undang.

Undang-undang 15 BPK bertugas untuk :


Tahun 2006 tentang 1. Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
Badan Pemeriksa keuangan Negara yang dilakukan oleh Pemerintah
Keuangan Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara
lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara,
Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah,
dan lembaga atau badan lain yang mengelola

93
keuangan Negara.
2. Pelaksanaan pemeriksaan BPK dilakukan
berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
3. Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu.
4. BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara
kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan
kewenangannya.
5. Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan Negara yang telah diserahkan
kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka
untuk umum.

Tabel 5.4. Lembaga yang terkait dengan pelaporan keuangan departemen


pekerjaan umum dan perannya berdasarkan wawancara

Terwawancara Peran Lembaga Terkait

Depkeu_1 Departemen Keuangan sebagai regulator peraturan-peraturan di


bidang keuangan, yang memiliki peran formal sbb :
- Koordinator di bidang perencanaan dan penganggaran
- Koordinator di bidang pelaksanaan anggaran
- Koordinator di bidang pertanggungjawaban anggaran
- Koordinator seluruh aset/kekayaan negara
Peran informal yaitu melakukan pembinaan sistem akuntansi.

Depkeu_2 Departemen Keuangan memiliki peran formal sebagai pengelola


fiskal dan koordinator serta peran informal untuk membimbing
Kementerian/Lembaga membuat laporan keuangan secara
terstruktur. Sistem yang dirancang harus ada check and
balance.

PU_1 Peran formal Departemen Pekerjaan Umum sebagai penyusun


laporan keuangan, yang sesuai dengan Undang-Undang
Keuangan Negara.

PU_2 Peran formal Departemen Pekerjaan Umum yaitu membentuk


dan menunjuk Unit Akuntansi Keuangan/Barang.
Peran Informal : dalam rangka percepatan Akuntabilitas bahwa
laporan keuangan dalam hal ini anggaran berbasis kinerja,
sehingga pimpinan departemen gencar melakukan
pengembangan Sisem Pengendalian Intern sehingga fungsi dari
sebuah laporan keuangan dapat dikategorikan sebagai sebuah
laporan kegiatan yang sebenarnya terjadi di lapangan.

BPK_1-3 Dalam pemeriksaan BPK didukung oleh DPR/DPRD dan DPD


sebagai stakeholder utama, dan instansi pemerintah
pusat/daerah. Opini BPK oleh beberapa daerah dijadikan
sebagai nilai jual yang positif untuk menarik insvestor
berinvestasi pada daerah tersebut.

94
Secara Formal peran BPK tidak berkaitan dengan peran auditi
(instansi yang diperiksa), BPK menjalankan tugas pemeriksaan
Laporan Keuangan adalah secara konstitusional yaitu sesuai
yang diamanatkan UUD 1945.

Dari hasil wawancara di atas, terlihat bahwa ada peran informal Departemen
Keuangan, yang berkepentingan agar pelaporan keuangan berjalan sebaik
mungkin. Peran tersebut di antaranya adalah membimbing Kementerian/Lembaga
dalam bentuk capacity building pelaku di Kementerian/Lembaga, agar dapat
menyusun laporan dengan baik, berdasarkan Standar Akuntansi Instansi.

2.3 Kepentingan Lembaga Terkait dalam Pelaporan Keuangan

Adapun aspek kepentingan lembaga-lembaga yang terkait dengan pelaporan


keuangan Departemen Pekerjaan Umum dijelaskan dalam tabel berikut ini :

Tabel 5.4. Kepentingan lembaga terkait dalam pelaporan keuangan

Terwawancara Substansi Penjelasan


Depkeu_1 Kepentingan Departemen Keuangan terkait dengan ketiga poin
dalam hal tujuan yang telah dijelaskan sebelumnya. Harus
disadari semua pihak bahwa ini bukan hanya kepentingan
Menteri Keuangan, tetapi kepentingan Pemerintah, yang harus
melaporkan penggunaan uang rakyat..
Depkeu_2 Apa-apa yang menjadi amanah APBN harus
dipertanggungjawabkan sesuai tiga paket Undang-Undang
keuangan.

PU_1 Kepentingan Departemen Pekerjaan Umum adalah minimal


diketahuinya secara pasti realisasi belanja yang terserap pada
tahun yang bersangkutan.

PU_2 Departemen Pekerjaan Umum sebagai Pengguna Anggaran,


merupakan bagian dari Pemerintah RI, yang berkewajiban
mempertanggungjawabkan pelaksanaan anggaran kepada
rakyat Indonesia, yang dalam hal ini diwakili oleh DPR.
Dalam rangka pertanggungjawaban tersebut, diperlukan suatu
alat pengungkapan yang transparan dan akuntabel. Untuk itu
Pemerintah RI telah menetapkan suatu standar akuntansi yang
digunakan oleh Departemen Pekerjaan Umum.

BPK_1-3 Kepentingan BPK adalah mempercepat terciptanya akuntabilitas


dan transparansi Keuangan Negara.

95
Dari uraian di atas terlihat bahwa kepentingan para stakeholder masih sesuai
dengan peran dan tujuan yang ada dalam dokumen tertulis. Hal penting lainnya
adalah bahwa stakeholder Departemen Keuangan menekankan bahwa
kepentingan pelaporan keuangan yang baik seharusnya menjadi kepentingan
semua pihak, karena itu hendaknya Sistem Akuntansi Instansi yang ditetapkan
oleh Departemen Keuangan harus dirasakan dimiliki oleh semua pihak.

3 Aspek Teknis Pelaporan Keuangan Departmen Pekerjaan Umum

3.1 Permasalahan Utama Pelaporan Keuangan Kementerian/Lembaga dan


Rekomendasi Penyelesaiannya

Permasalahan utama pelaporan keuangan Kementerian/Lembaga telah ditanyakan


kepada terwawancara. Selain itu, juga ditanyakan bagaimana mengatasi
permasalahan tersebut (Rekomendasi penyelesaiannya). Hasil analisis yang telah
diklasifikasi terdapat dalam tabel berikut :

Tabel 5.5. Permasalahan utama pelaporan keuangan kementerian / lembaga


dan rekomendasi penyelesaiannya.
Terwawancara Substansi Penjelasan Rekomendasi
Depkeu_1 1. Komitmen pimpinan bervariasi,
sebagian besar masih kurang
berkomitmen.
2. Latar belakang Sumber Daya
Manusia bukan dari dunia
akuntansi.
3. Dukungan logistik yang diberikan
departemen masih kurang
mamadai misalnya : petugas
akuntansi tidak diberi honor.
4. Departemen-departemen yang
membagi-bagi uang ke daerah
melalui dekonsentrasi dan Tugas Komitmen
Pembantuan pertang- Pimpinan
gungjawabannya rendah, tapi
dibagi-bagi terus.
5. Komitmen dari biro perencanaan
yang tidak sungguh-sungguh
memperhati-kan
pertanggungjawaban mata
anggaran.
6. Kedisiplinan dalam pelaporan
hibah.

96
7. Banyak PNBP dipakai langsung
tapi tidak dilaporkan.
8. Banyak pelanggaran peraturan
perundang-undangan, misalnya
Surat Pertanggungjawaan yang
fiktif.
Banyak rekening liar.
Depkeu_2 1. Resist to change terhadap new 1. Sosialisasi dan
system. Komitmen
2. Komitmen dari Top Management. 2. SDM-nya harus
dari akuntansi
/keuangan
PU_1 1. Sistem Aset belum dibenahi. 1. Perhatian serius
2. Satuan Kerja tersebar di seluruh dari Kepala satker
Indonesia. 2. Pemberian reward
3. Petugas Sistem Akuntansi and punishment;
Keuangan dan Sistem Akuntansi satker yang tidak
Barang Milik Negara belum menyampaikan
paham. laporan tidak
4. Surat Perintah Pengesahan diberikan budget
Pembukuan (SP3) butuh waktu
lama, 6 bulan. 3. Melaksanakan
pelatihan
5. Kemampuan tenaga masih berbarengan
kurang.
PU_2 1. Kurangnya data pendukung yang Mengatasi masalah
diperlukan : DIPA dan revisinya. tersebut
2. Laporan dari Satuan Kerja yang
tidak sampai pada waktu yang
ditentukan sehingga laporan yang
ada belum mencerminkan laporan
yang akurat.

BPK_1-3 1. Belum tertibnya pengelolaan aset Mengatasi masalah


di instansi-instansi pemerintah tersebut
2. Untuk Departemen Pekerjaan
Umum masalah utama sama,
yaitu pengelolaan aset, sehingga
nilai aset yang disajikan dalam
laporan keuangan tidak diyakini
kebenarannya.

Dari beragamnya masalah yang terungkap dari hasil wawancara, terlihat bahwa
implementasi SAI sebagai produk kebijakan baru menghadapi banyak
kendala/permasalahan dalam implementasinya. Permasalahan tersebut di
antaranya yang menyangkut mekanisme pelaporan, Sumber daya manusia yang
masih kurang memadai, serta kurangnya komitmen dari pimpinan instansi Dengan
demikian, rekomendasi penyelesaian masalah tersebut yang diusulkan oleh
terwawancara juga beragam, di antaranya : adanya sistem reward and punishment

97
bagi satker yang tidak membuat laporan tepat pada waktunya, dan peningkatan
komitmen pimpinan instansi.

3.2 Permasalahan Utama Pelaporan Keuangan Departemen Pekerjaan


Umum dan Rekomendasi Penyelesaiannya

Permasalahan utama pelaporan keuangan Departemen Pekerjaan Umum telah


ditanyakan kepada terwawancara. Selain itu, juga ditanyakan bagaimana
mengatasi permasalahan tersebut (Bagaimana rekomendasi penyelesaiannya).
Hasil analisis yang telah diklasifikasi terdapat dalam tabel berikut :

Tabel 5.6. Permasalahan utama Departemen Pekerjaan Umum


dan rekomendasinya.
Terwawancara Substansi Penjelasan
Depkeu_1 Komitmen Pimpinan
Depkeu_2 1. Sosialisasi dan Komitmen
2. Sumber Daya Manusianya bukan dari akuntansi/keuangan.

PU_1 Sama dengan masalah-masalah lembaga lainnya.


Kementerian/Departemen yang baru berdiri sebagian besar
laporan keuangannya tidak ada masalah/tidak disclaimer.

PU_2 Belum adanya sosialisasi secara terpadu dan menyeluruh


terhadap para Kepala Satuan Kerja serta pelaku-pelaku
administrasi keuangan baik di pusat maupun di daerah tentang
pentingnya laporan keuangan, di samping sebagai bentuk
pertanggungjawaban juga sebagai ukuran kinerja.
Rekomendasi :
Penerapan sanksi yang tegas terhadap yang lalai membuat dan
menyampaikan laporan keuangan ke tingkat di atasnya (No
report, No budget.)
Setiap keterlambatan penyampaian laporan keuangan oleh
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat
pemerintah pusat yang disebabkan oleh kesengajaan dan/atau
kelalaian, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
dapat memberi sanksi berupa penangguhan pelaksanaan
anggaran atau penundaan pencairan dana.

BPK_1-3 Masalah utama Departemen Pekerjaan Umum sama dengan


lembaga lainnya, yaitu pengelolaan aset, sehingga nilai aset
yang disajikan dalam laporan keuangan tidak diyakini
kebenarannya.

Menurut para terwawancara, permasalahan di Departemen Pekerjaan Umum


secara garis besar hampir sama dengan permasalahan yang dihadapi

98
Kementerian/Lembaga lainnya antara lain pengelolaan aset belum dilaksanakan
dengan benar, belum dilaksanakannya Sistem Akuntansi Barang Milik Negara
(SABMN), belum dilakukan penyusunan neraca awal aset dan belum dilakukan
reinventarisasi atas aset.

3.3 Permasalahan Spesifik Departemen Pekerjaan Umum dalam Pelaporan


Keuangan

Permasalahan spesifik Departemen Pekerjaan Umm yang berbeda dari


permasalahan umum pada Kementerian/Lembaga lainnya yang mempengaruhi
pelaporan keuangan telah ditanyakan kepada terwawancara. Hasil analisis yang
telah diklasifikasi terdapat dalam tabel berikut :

Tabel 5.7. Permasalahan spesifik Departemen Pekerjaan Umum

Terwawancara Substansi Penjelasan


Depkeu_1 • Penggunaan mata anggaran masih belum benar
• Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan masih belum benar
• Satu pekerjaan melibatkan banyak satuan kerja,
pertanggungjawaban tidak jelas di satuan kerja mana
• Daftar aset masih belum benar
• Rekening liar masih banyak
• Aset tetap juga besar

Depkeu_2 • Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan belum benar


• BMN terutama di Direktorat Jenderal Besar seperti Bina Marga,
untuk 1 proyek ada 3 satker, misalnya untuk pembangunan,
perencanaan dan pemeliharaan . seharusnya satu pintu aja.
• Nama satuan kerja berubah-ubah, misalnya di Ditjen. Cipta
Karya, 2-3 tahun lepas, ganti lagi.

PU_1 Beberapa ragam aset tidak ada di tempat lain/kementerian lain.


Misalnya : Bina Marga, jalan ada sampai jalan lokal. Juga Sumber
Daya Air, saluran air sampai yang terkecil yang jangkauannya
sampai ke daerah-daerah tidak seluruh aset tercover oleh
Keputusan Menteri Keuangan No. 18 tahun 1999 tentang kodifikasi
barang milik negara, sehingga ada budget yang dianalogikan saja.
Telah diusulkan revisi kodifikasi barang kepada Menteri Keuangan
untuk disesuaikan dengan kondisi Departemen Pekerjaan Umum.

PU_2 • Penyelenggaraan akuntansi transaksi anggaran pada


Kementerian/Lembaga yang belum memadai, sehingga jumlah
pendapatan dan belanja menurut Kementerian/Lembaga tidak
sama dengan jumlah penerimaan dan pengeluaran kas di BUN.
• Implementasi akuntansi aset tetap dan kewajiban pada

99
Kementerian/Lembaga yang belum memadai, sehingga nilai aset
dan kewajiban pada neraca tidak menggambarkan posisi yang
seharusnya.
• Terjadinya pelanggaran ketentuan perundang-undangan dalam
pelaksanaan anggaran pada Kementerian/Lembaga, seperti
belanja fiktif, rekening yang tidak dilaporkan, dan PNBP yang
tidak dilaporkan.
• Pembatasan ruang lingkup audit BPK atas perpajakan.

BPK_1-3 Lebih disebabkan karena Departemen Pekerjaan Umum adalah


instansi yang mengelola anggaran yang dipergunakan untuk
membangun fasilitas infrastruktur negara. Sehingga wujud kegiatan
ataupun hasilnya berbeda dengan instansi lainnya, lebih spesifik.
Hal ini memerlukan perlakuan-perlakukan yang berbeda baik untuk
menetapkan MAK-nya atau dalam pencatatannya (merupakan aset,
habis pakai atau persediaan, pekerjaaan multi years yang sulit
dihitung sisanya dalam Konstruksi dalam pengerjaan, dll). Akibatnya
sering sulit dalam pelaporan keuangannnya. Untuk menyelesaikan
masalah-masalah tersebut Departemen Pekerjaan Umum harus
berkoordinasi dengan Departemen Keuangan, untuk mendapatkan
kesepakatan dalam menetapkan MAK dan pencatatannya.

Dari hasil wawancara diketahui bahwa Departemen Pekerjaan Umum memiliki


karakteristik tersendiri dibandingkan dengan Kementerian/Lembaga lainnya,
sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan yang sifatnya spesifik. Hal ini
karena Departemen Pekerjaan Umum adalah instansi yang mengelola anggaran
untuk membangun infrastruktur. Diantara permasalahan tersebut adalah tumpang
tindihnya sumber dana dan pertanggungjawaban di beberapa satuan kerja, dan
pertanggungjwaban dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang belum benar.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya koordinasi lebih erat antara
Departemen Pekerjaan Umum dengan Departemen Keuangan untuk mendapatkan
kesepakatan dalam penetapan MAK dan pencatatannya yang memerlukan
perlakuan yang berbeda karena sifat spesifik Departemen Pekerjaan Umum ini. Di
samping itu terdapat perbedaan antara realisasi Belanja dan Penerimaaan di
lingkungan Departemen Pekerjaan Umum dengan Departemen Keuangan, hal
tersebut diperlukan rekonsiliasi secara berkala antara Departemen Pekerjaan
Umum dengan Departemen Keuangan.

5.3.4 Permasalahan dalam Mekanisme Pelaporan Keuangan Departemen


Pekerjaan Umum

100
Dalam wawancara ditanyakan bagaimana tanggapan terwawancara terhadap
mekanisme pelaporan yang telah dijalankan selama ini. Dari hasil wawancara
tersebut juga terungkap beberapa permasalahan pokok dalam mekanisme
pelaporan, seperti tersaji dalam tabel berikut ini :

Tabel 5.8. Permasalahan dalam mekanisme pelaporan keuangan


Departemen Pekerjaan Umum
Terwawancara Substansi Penjelasan
Depkeu_1 Ini yang optimal dilakukan untuk saat ini. Idealnya semua bisa
On-Line, tapi terkadang terhalang masalah sarana dan prasarana
seperti ketersediaan sarana listrik, komputer, dll

Depkeu_2 Sudah representatif (self account), sesuai dengan Peraturan


Menteri Keuangan Nomor 91 tahun 2007. Sudah terintegrasi
sejak tahun 2004.

PU_1 Sistem sudah cukup baik. Tapi di tingkat wilayah belum ada,
dengan adanya Balai, sejak tahun 2007 bisa berfungsi sebagai
Unit Akuntansi Wilayah (UAW). Selain itu ada juga Dinas yang
bersedia ditunjuk berfungsi sebagai UAW berdasarkan
kesepakatan.
Di Ditjen SDA : Balai sebagai UAW
Di Ditjen Cipta Karya : Salah satu Satker sebagai UAW
Dengan Dinas PU Propinsi untuk ditunjuk sebagai UAW belum
jalan.

PU_2 Dari satker ke wilayah terkendala karena tidak ada Kanwil, tapi
dari satker ke eselon 1 sepertinya sudah lancar. Masalahnya dari
satker Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) disamping dari
kabupaten juga dikarenakan alasan penyerapan yang terkendala
oleh belum adanya SK serta belum taunya SKPD cara aplikasi
SAK apalagi SABMN. Sedangkan dari eselon 1 ke tingkat
departemen, karena ada kerjasama dari Biro Keuangan dengan
bagian keuangan eselon 1 tidak ada kendala berarti.

BPK_1-3 Sudah ada per semester, namun tidak mencantumkan saldo


tahun sebelumnya.

Secara umum pelaporan keuangan dengan menggunakan sistem akuntansi yang


dilaksanakan oleh unit akuntansi secara berjenjang sudah berjalan meskipun
belum dibentuk unit akuntansi wilayah di tiap-tiap propinsi. Selama ini yang
berlaku dari satker langsung menyampaikan laporan keuangan kepada unit

101
akuntansi eselon I masing-masing dan dari eselon I langsung ke Departemen (Biro
Keuangan).

5.3.5 Permasalahan dalam Implementasi SAI

Dalam wawancara ditanyakan bagaimana tanggapan terwawancara terhadap SAI


(Sistem Akuntansi Instansi) Departemen Pekerjaan Umum yang telah dijalankan
selama ini. Dari hasil wawancara tersebut juga terungkap beberapa permasalahan
pokok dalam implementasi SAI, seperti tersaji dalam tabel berikut ini :

Tabel 5.9. Permasalahan dalam implementasi SAI Departemen Pekerjaan Umum

Terwawancara Substansi Penjelasan


Depkeu_1 Adalah alat yang tepat. Tapi sistem dinamis, dari tidak punya
menjadi punya saat ini, sudah merupakan pencapaian.
Pelaksanaannya masih relatif bervariasi. Masih ada masalah di
DK/TP. Selain itu yang tidak tercover/”suspend” masih ada,
sebesar Rp.900 M lebih.

Depkeu_2 Yang ada saat ini sudah representatif. Dari 73 Kementerian dan
Lembaga, sekitar 45 diantaranya rapornya cukup baik. Tetapi
35 kementerian, termasuk kementerian-kementerian besar
rapornya masih kurang baik. Komitmen Menteri sangat penting.

PU_1 Ya, bila semua pihak sadar tentang pentingnya SAI. Saat ini
masih banyak kepala satker yang tidak menyadari arti penting
laporan ini. Kekurangannya adalah rentan terhadap virus.

PU_2 Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang terdiri dari Sistem


Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Akuntansi Barang Milik
Negara (SABMN) merupakan sistem yang tepat untuk kondisi
laporan Kementerian/Lembaga saat ini dan sepertinya akan
dipertahankan dan ditingkatkan.

BPK_1-3 Masih belum efektif, karena masih banyak acount-acount


(akun) yang tidak dapat menampung pengeluaran-
pengeluaran yang dilaporkan, misalnya acount persediaan
belum ada, dll.

SAI merupakan alat yang tepat untuk menghasilkan laporan keuangan, namun
demikian dalam pelaksanaannya masih diperlukan penyesuaian-penyesuaian. Hal
tersebut terlihat masih belum terakomodasinya akun untuk menampung semua
kegiatan di lingkungan Dep. PU. Di samping itu belum dilaksanakanya SABMN
bersama-sama dengan SAK.

102
5.3.6 Permasalahan dalam Pelaksanaan Organisasi Akuntansi Keuangan

Dalam wawancara ditanyakan bagaimana tanggapan terwawancara terhadap


Organisasi Akuntansi Keuangan yang telah ada, yang telah dijalankan di
Departemen Pekerjaan Umum selama ini. Dari hasil wawancara tersebut juga
terungkap beberapa permasalahan pokok dalam implementasinya, seperti tersaji
dalam tabel berikut ini :

Tabel 5.10 Permasalahan dalam pelaksanaan organisasi akuntansi keuangan


Departemen Pekerjaan Umum

Terwawancara Substansi Penjelasan


Depkeu_1 Seharusnya ada sanksi bagi yang tidak mau
melapor/mempertanggungjawabkan. Harus ada staff/orang
yang mencatat dan melaporkan, karena ini masalah amanah
yang perlu pertanggungjawaban.

Depkeu_2 Masalah implementasi sebenarnya tidak ada, asalkan level


pusat bisa memantau berapa yang dialokasikan ke anggaran,
dsb. Persoalannya adalah kemauan. Semua satker di daerah
bisa menetapkan satu satker yang berfungsi sebagai
koordinator.

PU_1 Tersebar di seluruh kabupaten, yang terkadang ada masalah


prasarana. Petugasnya belum dapat honor yang memadai.

PU_2 a. Dengan adanya pembentukan dan penunjukan unit akuntansi


keuangan maupun barang, diperlukan adanya struktur
organisasi Unit Akuntansi. Pembentukan struktur organisasi
unit akuntansi disesuaikan dengan struktur organisasi pada
kementerian negara/lembaga atau pemerintah daerah (dana
dekonsentrasi dan tugas pembantuan).
b. Permasalahan dalam implementasi yang timbul disebabkan
Departemen Pekerjaan Umum dalam 6 tahun terakhir ini
mengalami beberapa kali perubahan nama Departemen
(Kimbangwil, Kimpraswil), begitu juga beberapa Esselon I-nya
diawal reformasi hingga sekarang timbul nama Ditjen/Badan
baru (Penataan Ruang, Perkim, Bapekin, BPKSDM, BP Jalan
Tol; BPPSPAM) atau sebagai penggantian nama Ditjen lama
menjadi Ditjen baru, misalnya : Ditjen Pengairan menjadi
Sumber Daya Air; Ditjen Cipta Karya dipecah menjadi Tata
Kota dan Perdesaan (KODES) dan Perumahan dan
Permukiman (Perkim) adapun sekarang dikembalikan lagi
menjadi Departemen Pekerjaan Umum serta beberapa
Ditjen/Badan ada yang dijadikan satu atau menjelma menjadi
sebuah kementerian negara (Kodes kembali menjadi Cipta
Karya; Bapekin digabung dengan BPSDM menjadi BPKSDM,
sedang Ditjen Perumahan dan Permukiman menjadi

103
kementerian negara perumahan rakyat (Menpera).
c. Disamping perubahan tersebut dengan bergulirnya otonomi
daerah berarti unit vertikal dibawahnya seperti kantor wilayah
menjadi tidak ada, dengan demikian pembentukan dan
penunjukan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran
Wilayah (UAPPA-W) pada tingkat kantor wilayah mengalami
kendala baik secara organisasi maupun kewajiban formal
karena instansi vertikal di daerah sudah tidak ada misalnya :
rekonsiliasi laporan tingkat wilayah dengan kantor wilayah
Ditjen Perbendaharaan.

BPK_1-3 Organisasi Akuntansi Keuangan di Departemen Pekerjaan


Umum pada dasarnya telah ada, namun belum efektif, antara
lain banyak personil yang belum memiliki pengetahuan
keuangan negara yang baik (belum memahami penyusunan
neraca, penyusunan Laporan Keuangan, dll)

Organisasi akuntansi di lingkungan Dep. PU pada dasarnya sudah ada, namun


belum diikuti dengan penunjukan petugas yang memadai. Mengingat banyaknya
jumlah satker di lingkungan Dep. PU ( 982 satker ), diperlukan penunjukan
petugas yang mengerti dan memahami system akuntansi. Di samping itu
diperlukan dukungan sarana dan prasarana yang memadai untuk melaksanakan
system akuntansi instansi dan pengalokasian honorarium bagi petugas akuntansi.

Untuk menjaga konsistensi organisasi akuntansi, dimasa mendatang sebaiknya


dihindari pergantian/perubahan struktur organisasi Dep. PU.

5.3.7. Permasalahan dalam Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern

Dalam wawancara ditanyakan bagaimana tanggapan terwawancara terhadap


Sistem Pengendalian Intern yang telah ada, yang telah dijalankan di Departemen
Pekerjaan Umum selama ini. Dari hasil wawancara tersebut juga terungkap
beberapa permasalahan pokok dalam implementasinya, seperti tersaji dalam tabel
berikut ini :

Tabel 5.11. Permasalahan dalam pelaksanaan sistem pengendalian intern


Departemen Pekerjaan Umum

104
Terwawancara Substansi Penjelasan
Depkeu_1 Definisi SPI sebenarnya luas, mencakup usaha-usaha
pengendalian:

- SAI yang menerapkan akuntansi


- Kualitas kepemimpinan
- Penunjukan pegawai yang kompeten
- Pelaporan
- Monitoring atasan.

Tapi pada prakteknya saat ini mengalami reduksi makna menjadi


adanya Itjen, BPKP, dll. Sebenarnya bila usaha-usaha
pengendalian tersebut dijalankan, tidak diperlukan adanya Itjen,
dll.

Depkeu_2 Sudah ada, dalam skala kecil. misalnya : siapa pengguna/kuasa


anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen siapa, siapa yang
memverifikasi walau PP-nya belum keluar. Harus hati-hati karena
BPKP dibentuk oleh Keppres, bukan dengan Undang-Undang.
Ke depan direncanakan BPKP akan ditarik Departemen
Keuangan.

PU_1 Sudah ada, tapi satker belum tau fungsi dan kewajibannya.
SABMN dan SAK saat ini masih ditangani petugas sendiri-sendiri,
di atas baru digabung. Seharusnya petugas SABMN dan SAK
digabung di Satker.

PU_2 a. Pengendalian Intern sudah ada dan sudah dilaksanakan,


walau dalam pelaksanaannya masih terkendala antara lain
rentang waktu yang sangat singkat sehingga hasilnya kurang
obyektif serta belum mencerminkan kondisi yang sebenarnya
dalam laporan keuangan.
b. Pengendalian intern dilaksanakan karena dalam rangka
peningkatan keandalan laporan keuangan, maka setiap
entitas akuntansi wajib menyelenggarakan sistem
pengendalian intern sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan terkait.
c. Dalam sistem pengendalian intern harus diciptakan prosedur
rekonsiliasi antara data transaksi keuangan yang
diakuntansikan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran dengan data transaksi keuangan yang
diakuntansikan oleh BUN/BUD.
d. Aparat pengawasan intern Kementerian
Negara/Lembaga/PEMDA melakukan reviu atas laporan
keuangan dalam rangka meyakinkan keandalan informasi
yang disajikan sebelum disampaikan oleh Menteri/pimpinan
lembaga/Gubernur/ Bupati/Walikota.
e. Pernyataan tanggung jawab memuat pernyataan bahwa
pengelolaan APBN/APBD telah diselenggarakan berdasarkan
sistem pengendalian intern yang memadai dan akuntansi
keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan Sistem
Akuntasi Pemerintah.

105
Rekomendasi :

• Cara yang paling efektif untuk menjamin bahwa suatu


laporan hasil pemeriksaan telah dibuat secara wajar, lengkap
dan obyektif adalah dengan mendapatkan reviu dan
tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab pada entitas
yang diperiksa. Tanggapan dari pejabat yang bertanggung
jawab tidak hanya mencakup temuan dan simpulan yang
dibuat oleh pemeriksa, tetapi juga tindakan perbaikan yang
direncanakan. Pemeriksa harus memuat tanggapan pejabat
tersebut dalam laporan hasil pemeriksaannya.
• Pemeriksa harus meminta pejabat yang bertanggung jawab
untuk memberikan tanggapan tertulis terhadap temuan dan
simpulan termasuk mengungkapkan tindakan akan perbaikan
yang direncanakan oleh manajemen entitas yang diperiksa.
• Tanggapan yang diperoleh harus dievaluasi secara seimbang
dan obyektif. Tanggapan yang berupa suatu janji atau
rencana untuk tindakan perbaikan tidak boleh diterima
sebagai alasan untuk menghilangkan temuan yang signifikan
atau simpulan yang diambil.
• Apabila tanggapan dari entitas yang diperiksa bertentangan
dengan temuan dan simpulan dalam laporan hasil
pemeriksaan dan menurut pemeriksa, tanggapan tersebut
tidak benar atau apabila rencana tindakan perbaikannya tidak
sesuai dengan temuan dan simpulan, maka pemeriksa harus
menyampaikan ketidaksetujuannya atas tanggapan dan
rencana tindakan perbaikan tersebut beserta alasannya.
Ketidaksetujuan tersebut harus disampaikan secara
seimbang dan obyektif. Sebaliknya, pemeriksa harus
memperbaiki laporannya apabila pemeriksa berpendapat
bahwa tanggapan tersebut benar.

BPK_1-3 SPI pada dasamya sudah ada, namun belum dilaksanakan


secara baik, pada umumnya pejabat-pejabat di lingkungan
Departemen Pekerjaan Umum masih lemah dalam
melaksanakan SPI. Hal itu belum didukung adanya tindakan
Reward and Punishment bagi pelaksana, sehingga hasil
pekerjaaan belum optimal. Misalnya masih banyak Kepala Satker
di lingkungan Dep. PU yang masih acuh untuk mengelola BMN
dengan baik, yang diutamakan lebih kepada pencapaian hasil
pekerjaan konstruksi, dll

Pelaksanaan SPI di lingkungan Dep. PU masih banyak kendala, karena


keterbatasan waktu dan belum diberlakukannya reward and punishment bagi
pelaksana penyusunan laporan keuangan.

5.3.8 Kriteria Penyusunan Pelaporan Keuangan

106
Untuk menjadi acuan dalam evaluasi, perlu diketahui bagaimana kriteria
penyusunan pelaporan keuangan yang baik. Dari hasil wawancara, pendapat
terwawancara mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 5.12. Kriteria penyusunan pelaporan keuangan

Terwawancara Substansi Penjelasan


Kerangka Tujuan pelaporan keuangan dapat terpenuhi dengan :
Konseptual PP Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan
No. 24 tahun periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran.
2005 Standar Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara
Akuntansi memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan
Pemerintah poin anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang-
23. Tujuan undangan.
Pelaporan Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya
Keuangan ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan
serta hasil-hasil yang telah dicapai.
Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas
pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi
kebutuhan kasnya.
Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi
entitas pelaporan yang berkaitan dengan sumber-sumber
penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang,
termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman.
Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan
entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau
penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilaksanakan
sebelum periode pelaporan.

Depkeu_1 Berdasarkan Akuntansi. Sesuai Karakteristik Kualitatif dari


konsep akuntansi. Kriteria Pelaksanaannya sesuai standar dan
sesuai sistem. Sistem sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.
59 tahun 2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan, sedangkan isinya sesuai PP 24/2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintah.

Depkeu_2 Dihasilkan dari satu sistem yang baik, yaitu Akuntansi, dengan
memperhatikan siklus Akuntansi, yaitu posting dari dokumen
sumber >> ke jurnal>> ke buku besar.

PU_1 Transparan, muncul di neraca.


Penyusun DIPA, pelaksanaannya harus mengerti

PU_2 Telah terselenggara dengan baik

BPK_1-3 Pada dasarnya terdiri dari Neraca, LRA dan Catatan yang berisi
informasi-informasi pengelolaan keuangan lainnya. Ketiga hal
tersebut telah disusun dengan akurat, benar dan didukung
bukti, maka Laporan Keuangan telah disajikan dengan baik.

107
Pada dasarnya kriteria penyusunan laporan keuangan menurut terwawancara
adalah mengikuti ketentuan akuntansi dan disusun dengan transparan, dan
akuntantabel.

5.3.9 Tanggapan terhadap Dasar Pemberian Opini oleh BPK

Pendapat atau tanggapan terwawancara mengenai dasar pemberian opini yang


diberikan oleh BPK telah ditanyakan. Dari hasil wawancara, pendapat
terwawancara mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 5.13. Tanggapan mengenai dasar pemberian opini oleh BPK

Terwawancara Substansi Penjelasan


Depkeu_1 Dasar pemberian opini adalah professional judgement BPK.
Individu di luar BPK tidak dapat menilai apakah sudah
tepat/belum. Sesuai Undang-Undang, dasar pemberian opini
adalah :
1. ketaatan pada standar
2. transparansi/disclosure
3. Ketaatan pada peraturan perundang-undangan
4. Efektivitas pengendalian internal
Bila ada opini disclaimer itu wajar saja, karena baru menerapkan
akuntansi selama tiga tahun ini. Sebelum tahun 2003 belum ada
akuntansi.

Depkeu_2 Sesuai standar, ada SPI, ketaatan terhadap peraturan


perundang-undangan.

PU_1 Permasalahannya,
• LRA input Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen
Keuangan nilainya berbeda.
• Aset tidak berdasarkan nilai wajar
• Belanja fiktif
• Aset dikelola oleh Pusat Pembinaan BMN
Nilai wajar baru disusun pedomannya. Karena dengan nilai yang
ada saat ini saja masih susah buat laporan keuangannya. Nilai
wajar = Next Step. Petugas SABMN sulit tugasnya.
Rekomendasi :
Seharusnya No Report No Budget ataupun adanya sanksi
administrasi.

PU_2 Dasar pemberian opini disclimer terhadap laporan


Kementerian/Lembaga termasuk laporan keuangan Departemen
Pekerjaan Umum adalah belum dilaksanakannya secara terpadu
dan secara konsisten Sistem Akuntansi Instansi dimana laporan
keuangan dengan laporan barang milik negara belum
dilaksanakan secara terpadu dan sinergi sehingga tidak dapat
diperoleh angka yang pasti atau dapat dipercaya/diyakini
kebenaranya aset-aset yang dimiliki setiap entitas pelaporan baik
pusat/daerah.

108
BPK_1-3 Adalah penyajian laporan keuangan yang wajar, yaitu penyajian
yang didukung dengan angka-angka dalam akun yang tepat dan
benar, penyajian aset didukung dengan bukti-bukti yang otentik,
dll

Dasar pemberian opini oleh BPK sudah sesuai dengan kebutuhan minimal standar
pelaporan keuangan yang baik, tetapi mengingat waktu pelaksanaan system
akuntansi yang relative singkat masih ditemui berbagai permasalahan dalam
aplikasinya. Diharapkan dengan berjalannya waktu, permasalahan tersebut dapat
teratasi.

5.4 Kompilasi Data Sekunder

Untuk mendapatkan data pendukung dalam penelitian ini, telah dilakukan upaya
pencarian data sekunder berupa opini para pakar dengan kapasitasnya sebagai
pucuk pimpinan dalam bidang pelaporan keuangan Kementerian/Lembaga . Hal
ini diperlukan agar didapatkan gambaran seutuhnya mengenai permasalahan ini.

Definisi pakar menurut Mauser dan Nagel dalam Audenhove, 2007, adalah
sebagai berikut : pakar (expert) adalah :

- orang yang bertanggungjawab dalam pengembangan, implementasi atau


kontrol dari suatu solusi/strategi/kebijakan

- orang yang memiliki akses khusus terhadap informasi mengenai kelompok


orang ataupun proses pengambilan keputusan

Data sekunder yang telah berhasil dihimpun diantaranya adalah Pernyataan


Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Ketua BPK Anwar Nasution dalam media
(Media Analysis) dan Surat Menteri Keuangan kepada Presiden RI.

109
5.4.1. Pernyataan Menteri Keuangan dalam Situs Resmi Kantor Berita
Antara (www. antara. co. id )

Bahwa BPK kembali menyatakan LKPP tahun 2006 ”Disclaimer” karena dinilai
tidak diketahui kebenarannya, sama seperti penilaian BPK terhadap LKPP tahun
2004 dan 2005.

Ada tiga hal yang menjadi opini BPK terhadap LKPP tahun 2006, yaitu:

• Menyangkut beberapa kelemahan dalam penerapan Undang-Undang


Keuangan Negara tahun 2003 yang mulai diimplementasikan tahun 2004.

• Masih adanya kelemahan dalam sistem pengendalian internal di instansi-


instansi pemerintah.

• Lemahnya kepatuhan dalam ketentuan perundang-undangan yang ada.

5.4.2.Pernyataan Ketua BPK dalam Situs Resmi Kantor Berita Antara


(www. antara. co. id )
Beberapa permasalahan pokok yang menjadi penyebab terulangnya status
disclaimer itu, antara lain adalah penerapan paket Undang-Undang Keuangan
Negara yang belum konsisten.

Untuk meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan APBN di


masa mendatang, BPK merekomendasikan pemerintah agar mengambil langkah-
langkah perbaikan, seperti rencana aksi menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK
tersebut.

Yang harus menjadi pertimbangan pemerintah antara lain:

• Lemahnya sistem akuntansi, seperti rekonsiliasi anggaran antara


Departemen Keuangan dan Kementerian Negara yang belum berjalan
efektif, sehingga sering menimbulkan perbedaan angka yang tidak dapat
ditelusuri kebenarannya.

• Sistem teknologi informasi yang digunakan sangat beragam, tetapi belum


terintegrasi sehingga banyak kelemahan dalam pengendaliannya.

110
• Kualitas SDM dalam menyusun laporan keuangan masih terbatas karena
sebagian besar SDM saat ini memiliki latar belakang pendidikan di luar
akuntansi.

• Belum diterapkannya sistem perbendaharaaan tunggal, sebagaimana diatur


dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara, yang mengakibatkan
rekening-rekening pemerintah tidak dapat dikendalikan karena tersebar
diberbagai bank dan dimiliki atas nama ribuan pejabat negara.

• Adanya penerimaan negara dari hasil minyak dan gas (migas) yang tidak
seluruhnya diserahkan ke kas negara karena sebagian digunakan untuk
pengeluaran yang tidak masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).

Adapun Rekomendasi Ketua BPK adalah :

• Pemerintah perlu melakukan penyempurnaan sistem akuntansi termasuk


teknologi informasi, terkait realisasi pendapatan dan belanja negara, aset
tetap maupun terhadap utang negara.

• Perlu pengaturan dan penertiban rekening-rekening atas nama pejabat


negara serta peningkatan transparansi dan akuntabilitasnya melalui
pengendalian secara periodik, termasuk peningkatan akses BPK
memeriksa pajak dengan pemberian ijin pemeriksaan dokumen pajak.

• BPK terbuka untuk mengkomunikasikan bila ada hambatan dalam


perbaikan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara, yang menjadi
salah satu tujuan strategis BPK mendorong tercapainya ”good
governance”.

5.4.3. Surat Menteri Keuangan RI kepada Presiden Republik Indonesia

Dengan Hal : Bantahan terhadap Pernyataan BPK tentang Neraca Awal


Pemerintah Pusat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan LKPP tahun 2006.

111
Surat ini membantah pernyataan Ketua BPK sehubungan dengan Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) LKPP tahun 2006 yang disampaikan melalui Surat Ketua
BPK Nomor 51/S1/I-XII/05/2007 tanggal 28 Mei 2007, bahwa : Pemerintah
belum menetapkan neraca awal LKPP sejak tahun 2004. Oleh karena itu lingkup
pemeriksaan BPK tidak memungkinkan BPK menyatakan pendapat, dan BPK
tidak menyatakan pendapat atas LKPP tahun 2006.

Bantahan Menteri Keuangan adalah bahwa hal tersebut tidak benar, karena UU
Nomor 22 tahun 2006 tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN
Tahun Anggaran 2004 telah menetapkan Neraca Awal Pemerintah Pusat per 31
Desember 2004. Karena itu pemerintah perlu memberikan pendapat kepada BPK
bahwa dasar pemberian opini sebagian tidak valid, dan klarifikasi kepada DPR
dan DPD dibutuhkan agar mengetahui adanya perbedaan pandangan tersebut.

5.5. Pembahasan

Pada bagian ini akan dibahas hasil analisis klasifikasi yang telah diuraikan dalam
bagian–bagian sebelumnya. Metoda pembahasan adalah dengan cara kompilasi
dan identifikasi variabel-variabel/temuan yang penting, serta melakukan analisis
berdasarkan teori-teori kebijakan.dan implementasi kebijakan yang telah
diuraikan dalam Tinjauan Pustaka.

Selanjutnya akan dipetakan sasaran dan hambatan, yang merupakan teknik yang
sering digunakan untuk menyusun tujuan dan sasaran serta mengidentifikasi
hambatan dalam penerapan suatu kebijakan (Partowidagdo, 2004).

5.5.1. Pembahasan Aspek Kelembagaan Pelaporan Keuangan Departemen


Pekerjaan Umum

Dari hasil wawancara terungkap belum dicapainya shared objective, yaitu tujuan
bersama yang disetujui/disepakati bersama, yang menjadi target capaian semua
pihak/stakeholder pelaporan keuangan Departemen Pekerjaan Umum. Tujuan
pelaporan keuangan, yaitu pelaporan keuangan yang transparan dan akuntabel,
walaupun telah diupayakan oleh Departemen Keuangan, dengan cara

112
menggulirkan paket Undang-Undang Keuangan Negara, yang memuat Sistem
Akuntansi Instansi (SAI), sepertinya belum menjadi agenda bersama departemen-
departemen lain, termasuk Departemen Pekerjaan Umum, yang pada akhirnya
juga memunculkan persoalah masalah teknis pelaporan.

Wawancara juga berhasil mengungkap fakta bahwa peran informal yang diambil
oleh Departemen Keuangan adalah sebagai motivator yang melaksanakan fungsi
leadership untuk mensukseskan penerapan paket keuangan ini (Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 15
tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara).

Menurut Brinkerhoff & Crosby, 2002, implikasi utama dari pendekatan analisis
kebijakan generasi ketiga adalah bahwa kebijakan adalah suatu proses, maka
hasil kebijakan (policy outcomes) yang berhasil tidak hanya tergantung dari
kepada rancangan kebijakan yang baik, tapi juga dalam melakukan
pelaksanaannya. Daripada menentukan solusi ideal secara up front dan top down,
pelaksana kebijakan perlu mengembangkan jawaban terbaik kedua dan ketiga
yang disetujui oleh para lembaga terkait dan stakeholder.

Solusi teknis untuk hal ini tidak dapat diperoleh kecuali bila ada kerjasama, yang
berarti melakukan modifikasi-modifikasi untuk mengakomodasi pandangan-
pandangan dan kebutuhan dari berbagai pihak yang terlibat. Hal ini menunjukkan
apa yang disebut oleh Schon dan Rein (1995) sebagai “reframing” masalah
kebijakan. Ketika permasalahan muncul, untuk menghadapinya diperlukan
analisis dan tindakan bersama, baik di dalam maupun di luar pemerintahan, dan
untuk membangun perencanaan strategis dan kemampuan manajemen, bersama
dengan keahlian teknis (Nelson 1994,Stone,1996 dan White 1990).

Berkenaaan dengan hal tersebut, diperlukan suatu pemaduserasian kelembagaan


(institutional arrangement), yang harus dipersiapkan di bidang keuangan, baik
dalam skala makro antar Kementerian/Lembaga, maupun mikro dalam hal ini
khususnya antar lembaga-lembaga stakeholder pelaporan keuangan Departemen
Pekerjaan Umum, yaitu antara BPK, Departemen Keuangan dan Departemen

113
Pekerjaan Umum. Aransemen Kelembagaan (Institutional Arrangement) tersebut
tidak hanya dalam bentuk dokumen tertulis yang biasanya hanya terbatas pada
fungsi, peran dan tujuan dari lembaga terkait, namun seharusnya lebih responsif
terhadap perkembangan hubungan antar lembaga yang tidak terlihat tetapi pada
kenyataannya di lapangan, secara efektif terjadi. Misalnya adanya kepentingan
individu dan organisasi yang berlawanan dengan tujuan organisasi. Pada
prakteknya, ditemukan bahwa kepentingan individu selain pembagian tugas dan
peran, sangat efektif mempengaruhi jejaring kebijakan di antara lembaga.

Selain itu, koordinasi di antara lembaga terkait perlu ditingkatkan misalnya


dengan cara meningkatkan intensitas-intensitas pertemuan dengan agenda yang
jelas dan terjadwal secara rutin, sehingga tujuan bersama (shared objective) dapat
dicapai. Hasil-hasil pertemuan tersebut juga harus diusahakan untuk dapat
ditindaklanjuti sehingga pada akhirnya dapat diimplementasikan melalui program-
program kerjasama, misalnya dengan adanya Surat Keputusan Bersama para
menteri terkait perihal pelaporan keuangan departemen/kementerian.

Di antara cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan koordinasi dan


mengatasi konflik adalah dengan menggunakan pendekatan membangun
kepercayaan (Confidence Building) ataupun negosiasi (Negotiation) (Brinkerhoff
& Crosby, 2002). Confidence Building digunakan untuk meningkatkan
kepercayaan di antara pihak yang berkonflik ataupun membutuhkan ikatan
kerjasama yang lebih erat. Pendekatan ini biasanya merupakan proses bertahap di
mana didalamnya kesepakatan-kesepatakan bersama juga disepakati secara
bertahap, oleh salah satu pihak dan hal yang sama juga diharapkan dilakukan oleh
lembaga-lembaga lainnya. Dengan menunjukkan itikad baik dan niat yang tulus
untuk bekerjasama, mekanisme ini seringkali meletakkan dasar bagi metoda
penyelesaian konflik lainnya. Adapun negosiasi adalah suatu proses pembuatan
keputusan secara bersama (joint decision- making) di mana didalamnya lembaga
pemimpin mencari cara untuk mengakomodasi perbenturan kepentingan (conflicts
of interest) dan mengembangkan pemecahan masalah yang dapat diterima semua
pihak. Biasanya negosiasi mencari suatu penyelesaian yang menyeluruh, di mana
di dalamnya hasilnya dapat memuaskan dan menyelesaikan perbenturan
kepentingan berbagai pihak, tetapi tidak ada satupun pihak yang mempersepsi

114
dirinya ataupun pihak lain sebagai pemenang maupun pecundang. Biasanya
semua pihak diuntungkan oleh kesepakatan semacam ini.

Bila dimungkinkan, diperlukan penetapan suatu Undang-Undang Kelembagaan


maupun peraturan kelembagaan, sehingga diharapkan struktur organisasi
departemen tidak berubah-ubah mengikuti pemegang kekuasaan. Konsistennya
sktruktur organisasi departemen diperlukan untuk menjaga dan mengawal
inventarisasi aset-aset yang ada.

Selain itu, dalam rangka mempererat hubungan antar lembaga, peran informal
yang diambil sering diabaikan oleh para pelaku. Karena itu, harus diuraikan lebih
lanjut dan .dijelaskan lebih rinci apa peran informal masing-masing lembaga.

Terjadinya asimetri informasi mengenai Neraca Awal antara Departemen


Keuangan dengan BPK diharapkan dapat diselesaikan dengan adanya pertemuan-
pertemuan intensif membahas hal tersebut, sehingga dapat dicapai suatu
kesepakatan bersama, sehingga pada masa mendatang, disclaimer BPK dapat
dihindari

5.5.2. Pembahasan Aspek Teknis Pelaporan Keuangan Departemen


Pekerjaan Umum

Dari uraian sebelumnya dapat dikompilasi permasalahan pokok, berdasarkan


komponen-komponen laporan keuangan, yaitu :

• Sumber Daya Manusia bukan berasal dari akuntansi ataupun bidang


keuangan.

• Belum adanya sosialisasi yang komprehensif untuk satker-satker di bawah


Departemen Pekerjaan Umum.

• Masih banyaknya rekening liar.

• Biro Perencanaan belum memperhatikan pertanggungjawaban mata


anggaran.

• SAI belum dapat menampung semua jenis pengeluaran yang dilaporkan.

115
• Belum berjalannya SPI dengan baik, dan mekanisme pelaporan yang
belum efektif.

• Departemen Pekerjaan Umum memiliki permasalahan spesifik tersendiri,


seperti MAK dan pencatatannya, tumpang tindihnya sumber dana dan
pertanggungjawaban satu proyek dibeberapa satker, pertanggungjawaban
dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang belum benar, serta berganti-
gantinya struktur organisasi Departemen Pekerjaan Umum.

• Prasarana dan sarana pelaporan keuangan, terutama di daerah, yang belum


memadai.

• Asimetri informasi antara BPK dengan Departemen Keuangan mengenai


Neraca Awal Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.

• Pengelolaan aset belum benar.

Adapun rekomendasi (yang sebagian besar bersifat teknis) hasil penelitian ini
untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut adalah :

• Peningkatan kompetensi SDM melalui pelatihan yang intensif dan


capacity building.

• Dilakukan sosialisasi kepada para Satker SKPD (dekonsentrasi dan tugas


pembantuan).

• Pemberian Reward and Sanctions. Peningkatan reward berupa honorarium


secara signifikan dan konsisten diperlukan, bagi para petugas satker yang
bertugas menyusun laporan keuangan. Sanksi bagi satker yang tidak
memasukkan laporan keuangan ataupun belum benar laporannya. Ataupun
sistem No Report, No Budget. Bagi para satker yang tidak melapor, maka
dilakukan penangguhan pelaksanaan anggaran ataupun penundaan
pencairan dana.

• Penunjukan Satker/Dinas/Instansi tertentu sebagai kepala unit akuntansi


pembantu wilayah.

• Perbaikan SAI, disesuaikan dengan kondisi spesifik Departemen Pekerjaan


Umum, seperti memasukkan akun persediaan ke dalam komponen SAI.

116
• Sinkronisasi peraturan, yang diharapkan dapat mengakomodasi sifat
spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum.

• Penggabungan petugas SABMN dan SAK di Satker.

• Penertiban rekening liar.

• Koordinasi antara Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen


Keuangan harus lebih ditingkatkan untuk mendapatkan kesepakatan dalam
penetapan MAK dan pencatatannya.

• Rekonsiliasi anggaran diefektifkan dan ditambah frekuensinya.

• Sosialisasi Bagan Akun Standar kepada SDM di bagian perencanaan agar


dapat menetapkan anggaran dengan benar, sehingga pada akhirnya akan
dapat dilaporkan dengan baik.

• Membentuk Organisasi Pengelola Aset pada setiap Departemen untuk


melakukan pencatatan, pengelolaan, pemanfaatan dan pelaporan aset di
lingkungan departemen yang bersangkutan yang merupakan bagian dari
laporan keuangan.
• Melakukan penataan ulang Aset Negara dengan melakukan reinventarisasi
dan penilaian ulang aset agar diperoleh nilai wajar pada saldo awal neraca
departemen.
• Melakukan sinkronisasi sistem akuntansi instansi yang terdiri dari sistem
akuntansi keuangan dan sistem akuntansi barang milik negara agar tidak
terjadi double entry.
• Perlu dialokasikan waktu yang cukup untuk melakukan reviu laporan
keuangan oleh aparat pengawasan internal pemerintah

5.5. Pembahasan Berdasarkan Teori Implementasi Kebijakan

Paket Undang-Undang Keuangan yang mencakup Undang-Undang Keuangan


Negara, Perbendaharaan dan Pemeriksaan Keuangan membawa arah kebijakan
bidang keuangan yang baru, yang dalam implementasinya membawa perubahan
signifikan di dalam bidang pelaporan keuangan. Seperti telah diuraikan dalam
Tinjauan Pustaka, Sifat Alami (Nature) Implementasi Kebijakan, berbeda dari

117
implementasi project dan program, dikarenakan oleh hal-hal sebagai berikut
(Brinkerhoff & Crosby, 2002) :

Implementasi Kebijakan Sangat Jarang Merupakan Proses yang Linier dan


Koheren.

Sebagai akibatnya, implementasi kebijakan seringkali dapat bersifat


multidirectional, fragmented, frequently interrupted, tidak dapat diprediksi, dan
bersifat jangka panjang. Bagaimana mengurutkan aksi-aksi, prioritas yang
bagaimana yang harus menjadi perhatian, dan siapa yang diikutkan, dapat sangat
sulit ditentukan dan dapat bervariasi selama proses perubahan kebijakan yang
sangat lama (Brinkerhoff & Crosby, 2002).

Demikian juga yang terungkap dari hasil penelitian, bahwa implementasi


kebijakan yang baru berjalan sekitar tiga tahun di bidang keuangan ini masih
menemui banyak kendala. Sistem yang baru (SAI), yang membutuhkan
pengetahuan dan kemampuan baru, sepertinya membutuhkan waktu sangat
panjang untuk dapat diimplementasikan dengan baik dan benar diperlukan
perubahan dan penyesuaian-penyesuaian yang kadangkala sangat
mendasar/drastis untuk mengimplementasikan kebijakan baru ini di lapangan,
sehingga hal ini bukanlah perkara mudah yang dapat dilaksanakan dalam waktu
singkat (instan). Diperlukan itikad baik dan konsistensi, serta penentuan prioritas
untuk memulai perubahan-perubahan yang diperlukan.

Tidak Ada Satu Lembaga Secara Sendiri Dapat Melaksanakan Usaha-Usaha


Implementasi Kebijakan

Bahkan bila salah satu darinya adalah lembaga yang memimpin (lead agency),
dalam kenyataannya tidak ada satu entitas individual yang bertugas sendirian (in
charge). Otoritas dan tanggung jawab tersebar diantara para aktor yang terlibat,
yang berarti bahwa manajemen tradisional yang bersifat command and control;
sangat jarang dapat dilaksanakan (Brinkerhoff & Crosby, 2002).

118
Dari hasil penelitian, terlihat bahwa walaupun Departemen Keuangan telah
berfungsi sebagai Lead Agency, tetapi dibutuhkan komitmen dari semua pelaku
yang terlibat dalam pelaporan keuangan ini. Adapun bentuk hubungan yang harus
dibina bukanlah berupa command and control, tetapi bersifat koordinasi, yang
dilandasi oleh kepercayaan, saling menghormati dan transparansi/keterbukaan
dalam berkomunikasi.

Implementasi Kebijakan Menghasilkan Pemenang dan Pecundang.

Ketika suatu kebijakan berubah, ada kelompok baru yang diuntungkan, tetapi bagi
kelompok yang diuntungkan oleh kebijakan lama, tidak hanya tidak lagi
memperoleh keuntungan, tetapi juga bisa memperoleh kerugian yang besar
(Brinkerhoff & Crosby, 2002).

Tidak dapat dipungkiri, adanya kepentingan individu dalam suatu organisasi yang
berlawanan dengan kepentingan organisasi tersebut ataupun organisasi lainnya,
dapat memunculkan perbenturan kepentingan. Demikian juga dengan penerapan
SAI, yang tidak lagi bersifat single entry, sehingga tidak ada uang maupun aset
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Bila hal ini telah disadari bersama, hal ini dapat diatasi dengan adanya aransemen
kelembagaan (institutional arrangement) yang tepat, seperti telah diuraikan
sebelumnya maupun peningkatan kapasitas (capacity building) para pelaku
kebijakan. Di saat yang sama, tujuan bersama (shared objective) harus disepakati
dan benar-benar dijadikan target capaian bersama oleh para individu maupun
organisasi yang terlibat.

Kebijakan Baru Biasanya Tidak Diikuti oleh Anggaran.

Kebijakan, terutama di awal proses reformasi, sangat jarang memiliki lebih dari
janji-janji sumberdaya. Membuat suatu kemajuan berarti melakukan lobi untuk
dana-dana baru, mengidentifikasi sumberdaya yang ada dalam mendukung
pelaksanaan, dan melakukan negosiasi untuk realokasi sumberdaya. Semua usaha

119
ini merupakan subjek dari fluktuasi proses penganggaran dan merubah arah
politik (Brinkerhoff & Crosby, 2002).

Dari penelitian ini, hal tersebut terungkap diantaranya melalui fakta - fakta berikut
:

• Adanya tanggungjawab baru bagi para petugas satker yang bertugas


menyusun laporan keuangan.yang tidak diikuti dengan peningkatan
honorarium atas tugasnya, sehingga kualitas pekerjaan (penyusunan
laporan keuangan) menjadi sangat rendah.

• Kapasitas SDM yang ada belum siap untuk dapat menjalankan SAI dengan
baik. Oleh karena itu, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk
melakukan pelatihan dan peningkatan kapasitas (capacity building) para
petugas penyusun SAI.

Sampai saat ini, sumber dana untuk mengatasi permasalahan tersebut masih
menjadi tanda tanya di antara para pelaku kebijakan. Apakah dapat dianggarkan
dari anggaran kementerian tersebut atau menjadi tanggungjawab Departemen
Keuangan sebagai inisiator kebijakan yang baru dan sebagai pemimpin (leader)
dari implementasi kebijakan baru ini. Diperlukan peningkatan kerjasama dan
koordinasi antara Departemen Keuangan dengan Kementerian/Lembaga untuk
membicarakan permasalahan-permasalahan yang menyangkut dana ini.

5.6 Pemetaan Tujuan, Sasaran dan Hambatan Pelaporan Keuangan


Departemen Pekerjaan Umum.

Tujuan penyusunan laporan keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban


pengelolaan keuangan negara/daerah selama suatu periode, agar diketahui hasil
pembangunan tersebut sehingga dapat dikelola dan dimanfaatkan masyarakat
sesuai tujuan dilaksanakan pembangunan. Agar tujuan tersebut tercapai
diperlukan kelembagaan, sosialisasi, partisipasi dan desentralisasi.

Kelembagaan diperlukan dalam pengelolaan hasil pembangunan, karena hasil


pembangunan harus dipelihara agar diperoleh kesinambungan pemanfaatannya.

120
Untuk mendapatkan kelembagaan yang dapat mengakomodasi untuk kepentingan
tersebut diperlukan adanya produk hukum berupa undang-undang kelembagaan
yang mengatur secara pokok-pokok lembaga yang harus ada maupun lembaga
sebagai pendukung (portofolio). Selain dukungan undang-undang kelembagaan
diperlukan juga adanya organisasi yang mengelola aset disetiap departemen. Hal
tersebut diperlukan karena yang mengetahui hasil pembangunan adalah
departemen yang bersangkutan sehingga pengelolaannya akan lebih baik apabila
oleh departemen yang bersangkutan pula.

Sosialisasi diperlukan agar memperoleh kesamaan persepsi terhadap pelaksanaan


suatu peraturan. Di samping untuk menyamakan persepsi atas suatu peraturan,
sosialisasi dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari masing pihak pemangku
kepentingan. Sosialisasi dilaksanakan sebelum peraturan dikeluarkan dengan
harapan agar peraturan tersebut dapat dilaksanakan dan sesudah peraturan
dimaksudkan untuk melakukan evaluasi dari pelaksanaan peraturan tersebut
dengan harapan memperoleh masukan perbaikan demi kesempurnaannya. Dalam
masalah laporan keuangan ini, sosialisasi dimaksudkan agar masih-masing pihak
melakukan pencatatan dan pelaporan atas aset hasil pembangunan yang
dilaksanakan serta sinkronisasi peraturan yang berlaku sehingga mendapat
kesamaan persepsi.

Pastisipasi diperlukan berupa masukan untuk perbaikan sistem aplikasi yang


digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan sesuai dengan substansi masing-
masing pengguna. Di samping itu partisipasi juga diperlukan untuk melakukan
reinventarisasi aset masing-masing satuan kerja serta melakukan penilaian ulang
atas aset yang menjadi pengelolaannya.

Sedangkan desentralisasi diperlukan sebagai upaya agar opini atas laporan


keuangan diberikan kepada masing-masing departemen. Hal tersebut
dimaksudkan agar diperoleh penilaian terhadap departemen yang bersangkutan
dalam pelaksanaan ketentuan dan sebagai penilaian kinerja departemen yang

121
bersangkutan. Di samping itu, desentralisasi diperlukan dalam pelaksanaan sistem
pengendalian intern.

Hambatan-hambatan bagi pelaporan keuangan terdiri dari hambatan-hambatan


fisik, dana, hukum, politik, organisasi dan budaya.

a. Hambatan fisik berupa berkurangnya nilai infrastruktur karena tidak bisa


dilaporkan karena kelemahan sistem, atau sengaja tidak dilaporkan oleh pihak-
pihak yang ingin memanfaatkan aset pemerintah.

b. Hambatan dana, karena keterbatasan dana pemerintah sehingga untuk


membentuk organisasi pengelola aset dan melalukan reinventarisasi perlu
dipertimbangkan manfaat dan mudaratnya.

c. Hambatan hukum, perlu adanya aturan hukum yang jelas dan pasti untuk
membentuk Undang-Undang Kelembagaan dan Pembentukan Organisasi
Pengelola Aset disetiap Departemen dan Pembentukan instansi vertikal
sebagai pelaksana unit akuntansi pembantu wilayah.

d. Hambatan politik, diperlukan dukungan politik untuk pembentukan Undang-


Undang Kelembagaan. Tanpa dukungan politik dan undang-undang serta
peraturan kelembagaan sulit untuk mengelola aset yang merupakan hasil
pembangunan.

e. Hambatan organisasi, diperlukan adanya organisasi yang khusus mengelola


aset disetiap departemen. Tanpa itu hasil-hasil pembangunan akan sulit
dikelola, dicatat dan dimanfaatkan oleh masyarakat agar tujuan pembangunan
untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur sulit tercapai.

f. Hambatan budaya berupa belum membudayanya kebiasaan untuk bekerja


keras, mengemukakan pendapat secara proporsional serta perbedaan budaya
antara pihak-pihak pemangku kepentingan (misalnya BPK dengan
Departemen Keuangan serta Departemen teknis lainnya). Di samping masih

122
maraknya budaya KKN disetiap urusan yang berhubungan dengan pelayanan
publik.

Peta Sasaran dan Hambatan dalam Penyusunan Laporan Keuangan dapat


disajikan sebagai berikut :

Kelembagaan Sosialisasi Partisipasi Desentralisasi

D,H,O, P D, F, H, F, P, H, F, P, H, F, O, S D, F, H, H, F, O, F, H, O,
O, P S S P P P

UU Pembentuk Pencat Perbaika Reinvent Opini SPI


Kelemb. Sinkronis
Org. Perng & n Sistem & Nilai
Aset Pelap asi Ulang
Peraturan

Keterangan:
D = Dana H = Hukum P = Politik
F = Fisik O = Organisasi S = Distribusi/Sosial

Gambar 5.1. Peta sasaran dan hambatan pelaporan keuangan Departemen


Pekerjaan Umum

Dari Peta tersebut di atas, terlihat bahwa untuk sasaran kelembagaan terdapat
hambatan dana, hukum, organisasi dan politik untuk menyusun dan membuat
undang-undang kelembagaan yang digunakan sebagai acuan pemerintah dalam
menetapkan kelembagaannya. Sedangkan untuk pembentukan organisasi
pengelola aset di setiap departemen ditemui beberapa hambatan dana, fisik,
hukum, politik dan organisasi.

123
Untuk sasaran sosialisasi agar setiap departemen mau melakukan pencatatan dan
pelaporan asetnya dengan tertib dan benar dijumpai hambatan-hambatan fisik,
hukum, politik dan distribusi/sosial. Sedangkan untuk mencapai sasaran
sinkronisasi peraturan mengenai penyusunan laporan keuangan juga dijumpai
hambatan yang sama.

Untuk sasaran partisipasi dengan tujuan untuk perbaikan sistem akuntansi agar
dapat dilaksanakan di masing-masing departemen dijumpai hambatan fisik,
organisasi dan distribusi/sosial. Sedangkan untuk sasaran reinventarisasi dan
penilaian ulang dijumpai hambatan-hambatan pendanaan, fisik, hukum dan
politik.

Sedangkan untuk sasaran desentralisasi dengan tujuan agar opini atas pemeriksaan
laporan keuangan diberikan kepada masing-masing departemen dijumpai
hambatan-hambatan hukum, fisik, organisasi dan politik. Dan sasaran
desentralisasi dengan tujuan Sistem Pengendalian Intern dijumpai hambatan-
hambatan fisik, hukum, organisasi dan politik

124

Anda mungkin juga menyukai