88
Dari uraian dan berdasarkan gambar 2.1. dan 2.2. yang telah dijelaskan dalam bab
II (Tinjauan Pustaka), dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan salah satu
bentuk analisis retrospektif, yang berorientasi pada masalah dan bersifat
retrospektif, yang menitikberatkan pada upaya evaluasi hasil penerapan kebijakan
yang telah ditetapkan dan dijalankan serta mencakup upaya pencarian informasi
sesudah aksi kebijakan dilakukan.
Penelitian ini telah berupaya untuk memetakan tujuan, peran dan kepentingan
lembaga terkait dalam hal pelaporan keuangan kementerian/lembaga, dalam hal
ini Departemen Pekerjaan Umum, dengan menggunakan teknik analisis
klasifikasi. Selain itu permasalahan teknis yang terkait dengan implementasi
89
pelaporan keuangan dengan sistem yang baru (SAI) juga dianalisis dengan
menggunakan Analisis Klasifikasi, dan teknik kompilasi
1. Aktor Terwawancara
Lembaga dan
Kode
No. Terwawancara Jabatan Keterangan
DEPARTEMEN
I. KEUANGAN
1. Depkeu_1 Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Tatap muka
2. Depkeu_2 Kasubdit. Sistem Akuntansi, Dit. Akuntansi Tatap muka
dan Pelaporan Keuangan
II. BPK RI
1. BPK_1 Kasub. Auditoriat II / Penanggungjawab Jawaban tertulis
Pemeriksaan Laporan Keuangan Dep. PU
2. BPK_2 Auditor / Ketua Tim Pemeriksaan Laporan Jawaban tertulis
Laporan Keuangan Dep. PU
3. BPK_3 Auditor / Anggota TimPemeriksaan Laporan Jawaban tertulis
Laporan Keuangan Dep. PU
III. DEP. PU
1. PU_1 Kabag. Verifikasi dan Akuntansi,
Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Dep. PU Tatap muka
2. PU_2 Kasubbag. Verifikasi dan Akuntansi I Tatap muka
90
2 Aspek Kelembagaan Pelaporan Keuangan Departemen Pekerjaan Umum
Hal pertama yang ingin diketahui dari wawancara adalah tujuan lembaga terkait
dalam hal pelaporan keuangan. Hasil wawancara telah diklasifikasikan
berdasarkan tabel berikut :
BPK 1-3 Tujuan BPK Adalah sesuai dengan misi BPK, yaitu
mendorong terciptanya akuntabilitas
dan transparansi keuangan negara.
Implementasinya dengan melakukan
pemeriksaan laporan keuangan pada
seluruh entitas yang mengelola
keuangan negara baik instansi yang
mengelola APBN, APBD serta
BUMN/BUMD, dengan memberikan
penilaian opini. Berbeda visi dengan
lembaga terkait lainnya, BPK
berperan mendorong dan pemerintah
harus menciptakan Laporan
Keuangan yang akuntabel dan
transparan.
91
Depkeu 2 Tujuan Departemen Bukan hanya tujuan Departemen
Keuangan dalam Keuangan, tapi tujuan pemerintah
pelaporan keuangan yaitu mempertanggungjawabkan apa-
apa yang sudah diamanatkan oleh
masyarakat lewat pemerintah. Untuk
melaksanakan Fungsi Menteri
Keuangan sesuai 3 paket UU bidang
pengelolaan keuangan negara yaitu
sebagai Pimpinan Departemen
Keuangan, Pengelola Fiskal dan
selaku Bendahara Umum Negara.
92
2.2 Peran Lembaga Terkait
93
keuangan Negara.
2. Pelaksanaan pemeriksaan BPK dilakukan
berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
3. Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu.
4. BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara
kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan
kewenangannya.
5. Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan Negara yang telah diserahkan
kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka
untuk umum.
94
Secara Formal peran BPK tidak berkaitan dengan peran auditi
(instansi yang diperiksa), BPK menjalankan tugas pemeriksaan
Laporan Keuangan adalah secara konstitusional yaitu sesuai
yang diamanatkan UUD 1945.
Dari hasil wawancara di atas, terlihat bahwa ada peran informal Departemen
Keuangan, yang berkepentingan agar pelaporan keuangan berjalan sebaik
mungkin. Peran tersebut di antaranya adalah membimbing Kementerian/Lembaga
dalam bentuk capacity building pelaku di Kementerian/Lembaga, agar dapat
menyusun laporan dengan baik, berdasarkan Standar Akuntansi Instansi.
95
Dari uraian di atas terlihat bahwa kepentingan para stakeholder masih sesuai
dengan peran dan tujuan yang ada dalam dokumen tertulis. Hal penting lainnya
adalah bahwa stakeholder Departemen Keuangan menekankan bahwa
kepentingan pelaporan keuangan yang baik seharusnya menjadi kepentingan
semua pihak, karena itu hendaknya Sistem Akuntansi Instansi yang ditetapkan
oleh Departemen Keuangan harus dirasakan dimiliki oleh semua pihak.
96
7. Banyak PNBP dipakai langsung
tapi tidak dilaporkan.
8. Banyak pelanggaran peraturan
perundang-undangan, misalnya
Surat Pertanggungjawaan yang
fiktif.
Banyak rekening liar.
Depkeu_2 1. Resist to change terhadap new 1. Sosialisasi dan
system. Komitmen
2. Komitmen dari Top Management. 2. SDM-nya harus
dari akuntansi
/keuangan
PU_1 1. Sistem Aset belum dibenahi. 1. Perhatian serius
2. Satuan Kerja tersebar di seluruh dari Kepala satker
Indonesia. 2. Pemberian reward
3. Petugas Sistem Akuntansi and punishment;
Keuangan dan Sistem Akuntansi satker yang tidak
Barang Milik Negara belum menyampaikan
paham. laporan tidak
4. Surat Perintah Pengesahan diberikan budget
Pembukuan (SP3) butuh waktu
lama, 6 bulan. 3. Melaksanakan
pelatihan
5. Kemampuan tenaga masih berbarengan
kurang.
PU_2 1. Kurangnya data pendukung yang Mengatasi masalah
diperlukan : DIPA dan revisinya. tersebut
2. Laporan dari Satuan Kerja yang
tidak sampai pada waktu yang
ditentukan sehingga laporan yang
ada belum mencerminkan laporan
yang akurat.
Dari beragamnya masalah yang terungkap dari hasil wawancara, terlihat bahwa
implementasi SAI sebagai produk kebijakan baru menghadapi banyak
kendala/permasalahan dalam implementasinya. Permasalahan tersebut di
antaranya yang menyangkut mekanisme pelaporan, Sumber daya manusia yang
masih kurang memadai, serta kurangnya komitmen dari pimpinan instansi Dengan
demikian, rekomendasi penyelesaian masalah tersebut yang diusulkan oleh
terwawancara juga beragam, di antaranya : adanya sistem reward and punishment
97
bagi satker yang tidak membuat laporan tepat pada waktunya, dan peningkatan
komitmen pimpinan instansi.
98
Kementerian/Lembaga lainnya antara lain pengelolaan aset belum dilaksanakan
dengan benar, belum dilaksanakannya Sistem Akuntansi Barang Milik Negara
(SABMN), belum dilakukan penyusunan neraca awal aset dan belum dilakukan
reinventarisasi atas aset.
99
Kementerian/Lembaga yang belum memadai, sehingga nilai aset
dan kewajiban pada neraca tidak menggambarkan posisi yang
seharusnya.
• Terjadinya pelanggaran ketentuan perundang-undangan dalam
pelaksanaan anggaran pada Kementerian/Lembaga, seperti
belanja fiktif, rekening yang tidak dilaporkan, dan PNBP yang
tidak dilaporkan.
• Pembatasan ruang lingkup audit BPK atas perpajakan.
100
Dalam wawancara ditanyakan bagaimana tanggapan terwawancara terhadap
mekanisme pelaporan yang telah dijalankan selama ini. Dari hasil wawancara
tersebut juga terungkap beberapa permasalahan pokok dalam mekanisme
pelaporan, seperti tersaji dalam tabel berikut ini :
PU_1 Sistem sudah cukup baik. Tapi di tingkat wilayah belum ada,
dengan adanya Balai, sejak tahun 2007 bisa berfungsi sebagai
Unit Akuntansi Wilayah (UAW). Selain itu ada juga Dinas yang
bersedia ditunjuk berfungsi sebagai UAW berdasarkan
kesepakatan.
Di Ditjen SDA : Balai sebagai UAW
Di Ditjen Cipta Karya : Salah satu Satker sebagai UAW
Dengan Dinas PU Propinsi untuk ditunjuk sebagai UAW belum
jalan.
PU_2 Dari satker ke wilayah terkendala karena tidak ada Kanwil, tapi
dari satker ke eselon 1 sepertinya sudah lancar. Masalahnya dari
satker Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) disamping dari
kabupaten juga dikarenakan alasan penyerapan yang terkendala
oleh belum adanya SK serta belum taunya SKPD cara aplikasi
SAK apalagi SABMN. Sedangkan dari eselon 1 ke tingkat
departemen, karena ada kerjasama dari Biro Keuangan dengan
bagian keuangan eselon 1 tidak ada kendala berarti.
101
akuntansi eselon I masing-masing dan dari eselon I langsung ke Departemen (Biro
Keuangan).
Depkeu_2 Yang ada saat ini sudah representatif. Dari 73 Kementerian dan
Lembaga, sekitar 45 diantaranya rapornya cukup baik. Tetapi
35 kementerian, termasuk kementerian-kementerian besar
rapornya masih kurang baik. Komitmen Menteri sangat penting.
PU_1 Ya, bila semua pihak sadar tentang pentingnya SAI. Saat ini
masih banyak kepala satker yang tidak menyadari arti penting
laporan ini. Kekurangannya adalah rentan terhadap virus.
SAI merupakan alat yang tepat untuk menghasilkan laporan keuangan, namun
demikian dalam pelaksanaannya masih diperlukan penyesuaian-penyesuaian. Hal
tersebut terlihat masih belum terakomodasinya akun untuk menampung semua
kegiatan di lingkungan Dep. PU. Di samping itu belum dilaksanakanya SABMN
bersama-sama dengan SAK.
102
5.3.6 Permasalahan dalam Pelaksanaan Organisasi Akuntansi Keuangan
103
kementerian negara perumahan rakyat (Menpera).
c. Disamping perubahan tersebut dengan bergulirnya otonomi
daerah berarti unit vertikal dibawahnya seperti kantor wilayah
menjadi tidak ada, dengan demikian pembentukan dan
penunjukan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran
Wilayah (UAPPA-W) pada tingkat kantor wilayah mengalami
kendala baik secara organisasi maupun kewajiban formal
karena instansi vertikal di daerah sudah tidak ada misalnya :
rekonsiliasi laporan tingkat wilayah dengan kantor wilayah
Ditjen Perbendaharaan.
104
Terwawancara Substansi Penjelasan
Depkeu_1 Definisi SPI sebenarnya luas, mencakup usaha-usaha
pengendalian:
PU_1 Sudah ada, tapi satker belum tau fungsi dan kewajibannya.
SABMN dan SAK saat ini masih ditangani petugas sendiri-sendiri,
di atas baru digabung. Seharusnya petugas SABMN dan SAK
digabung di Satker.
105
Rekomendasi :
106
Untuk menjadi acuan dalam evaluasi, perlu diketahui bagaimana kriteria
penyusunan pelaporan keuangan yang baik. Dari hasil wawancara, pendapat
terwawancara mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut :
Depkeu_2 Dihasilkan dari satu sistem yang baik, yaitu Akuntansi, dengan
memperhatikan siklus Akuntansi, yaitu posting dari dokumen
sumber >> ke jurnal>> ke buku besar.
BPK_1-3 Pada dasarnya terdiri dari Neraca, LRA dan Catatan yang berisi
informasi-informasi pengelolaan keuangan lainnya. Ketiga hal
tersebut telah disusun dengan akurat, benar dan didukung
bukti, maka Laporan Keuangan telah disajikan dengan baik.
107
Pada dasarnya kriteria penyusunan laporan keuangan menurut terwawancara
adalah mengikuti ketentuan akuntansi dan disusun dengan transparan, dan
akuntantabel.
PU_1 Permasalahannya,
• LRA input Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen
Keuangan nilainya berbeda.
• Aset tidak berdasarkan nilai wajar
• Belanja fiktif
• Aset dikelola oleh Pusat Pembinaan BMN
Nilai wajar baru disusun pedomannya. Karena dengan nilai yang
ada saat ini saja masih susah buat laporan keuangannya. Nilai
wajar = Next Step. Petugas SABMN sulit tugasnya.
Rekomendasi :
Seharusnya No Report No Budget ataupun adanya sanksi
administrasi.
108
BPK_1-3 Adalah penyajian laporan keuangan yang wajar, yaitu penyajian
yang didukung dengan angka-angka dalam akun yang tepat dan
benar, penyajian aset didukung dengan bukti-bukti yang otentik,
dll
Dasar pemberian opini oleh BPK sudah sesuai dengan kebutuhan minimal standar
pelaporan keuangan yang baik, tetapi mengingat waktu pelaksanaan system
akuntansi yang relative singkat masih ditemui berbagai permasalahan dalam
aplikasinya. Diharapkan dengan berjalannya waktu, permasalahan tersebut dapat
teratasi.
Untuk mendapatkan data pendukung dalam penelitian ini, telah dilakukan upaya
pencarian data sekunder berupa opini para pakar dengan kapasitasnya sebagai
pucuk pimpinan dalam bidang pelaporan keuangan Kementerian/Lembaga . Hal
ini diperlukan agar didapatkan gambaran seutuhnya mengenai permasalahan ini.
Definisi pakar menurut Mauser dan Nagel dalam Audenhove, 2007, adalah
sebagai berikut : pakar (expert) adalah :
109
5.4.1. Pernyataan Menteri Keuangan dalam Situs Resmi Kantor Berita
Antara (www. antara. co. id )
Bahwa BPK kembali menyatakan LKPP tahun 2006 ”Disclaimer” karena dinilai
tidak diketahui kebenarannya, sama seperti penilaian BPK terhadap LKPP tahun
2004 dan 2005.
Ada tiga hal yang menjadi opini BPK terhadap LKPP tahun 2006, yaitu:
110
• Kualitas SDM dalam menyusun laporan keuangan masih terbatas karena
sebagian besar SDM saat ini memiliki latar belakang pendidikan di luar
akuntansi.
• Adanya penerimaan negara dari hasil minyak dan gas (migas) yang tidak
seluruhnya diserahkan ke kas negara karena sebagian digunakan untuk
pengeluaran yang tidak masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).
111
Surat ini membantah pernyataan Ketua BPK sehubungan dengan Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) LKPP tahun 2006 yang disampaikan melalui Surat Ketua
BPK Nomor 51/S1/I-XII/05/2007 tanggal 28 Mei 2007, bahwa : Pemerintah
belum menetapkan neraca awal LKPP sejak tahun 2004. Oleh karena itu lingkup
pemeriksaan BPK tidak memungkinkan BPK menyatakan pendapat, dan BPK
tidak menyatakan pendapat atas LKPP tahun 2006.
Bantahan Menteri Keuangan adalah bahwa hal tersebut tidak benar, karena UU
Nomor 22 tahun 2006 tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN
Tahun Anggaran 2004 telah menetapkan Neraca Awal Pemerintah Pusat per 31
Desember 2004. Karena itu pemerintah perlu memberikan pendapat kepada BPK
bahwa dasar pemberian opini sebagian tidak valid, dan klarifikasi kepada DPR
dan DPD dibutuhkan agar mengetahui adanya perbedaan pandangan tersebut.
5.5. Pembahasan
Pada bagian ini akan dibahas hasil analisis klasifikasi yang telah diuraikan dalam
bagian–bagian sebelumnya. Metoda pembahasan adalah dengan cara kompilasi
dan identifikasi variabel-variabel/temuan yang penting, serta melakukan analisis
berdasarkan teori-teori kebijakan.dan implementasi kebijakan yang telah
diuraikan dalam Tinjauan Pustaka.
Selanjutnya akan dipetakan sasaran dan hambatan, yang merupakan teknik yang
sering digunakan untuk menyusun tujuan dan sasaran serta mengidentifikasi
hambatan dalam penerapan suatu kebijakan (Partowidagdo, 2004).
Dari hasil wawancara terungkap belum dicapainya shared objective, yaitu tujuan
bersama yang disetujui/disepakati bersama, yang menjadi target capaian semua
pihak/stakeholder pelaporan keuangan Departemen Pekerjaan Umum. Tujuan
pelaporan keuangan, yaitu pelaporan keuangan yang transparan dan akuntabel,
walaupun telah diupayakan oleh Departemen Keuangan, dengan cara
112
menggulirkan paket Undang-Undang Keuangan Negara, yang memuat Sistem
Akuntansi Instansi (SAI), sepertinya belum menjadi agenda bersama departemen-
departemen lain, termasuk Departemen Pekerjaan Umum, yang pada akhirnya
juga memunculkan persoalah masalah teknis pelaporan.
Wawancara juga berhasil mengungkap fakta bahwa peran informal yang diambil
oleh Departemen Keuangan adalah sebagai motivator yang melaksanakan fungsi
leadership untuk mensukseskan penerapan paket keuangan ini (Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 15
tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara).
Menurut Brinkerhoff & Crosby, 2002, implikasi utama dari pendekatan analisis
kebijakan generasi ketiga adalah bahwa kebijakan adalah suatu proses, maka
hasil kebijakan (policy outcomes) yang berhasil tidak hanya tergantung dari
kepada rancangan kebijakan yang baik, tapi juga dalam melakukan
pelaksanaannya. Daripada menentukan solusi ideal secara up front dan top down,
pelaksana kebijakan perlu mengembangkan jawaban terbaik kedua dan ketiga
yang disetujui oleh para lembaga terkait dan stakeholder.
Solusi teknis untuk hal ini tidak dapat diperoleh kecuali bila ada kerjasama, yang
berarti melakukan modifikasi-modifikasi untuk mengakomodasi pandangan-
pandangan dan kebutuhan dari berbagai pihak yang terlibat. Hal ini menunjukkan
apa yang disebut oleh Schon dan Rein (1995) sebagai “reframing” masalah
kebijakan. Ketika permasalahan muncul, untuk menghadapinya diperlukan
analisis dan tindakan bersama, baik di dalam maupun di luar pemerintahan, dan
untuk membangun perencanaan strategis dan kemampuan manajemen, bersama
dengan keahlian teknis (Nelson 1994,Stone,1996 dan White 1990).
113
Pekerjaan Umum. Aransemen Kelembagaan (Institutional Arrangement) tersebut
tidak hanya dalam bentuk dokumen tertulis yang biasanya hanya terbatas pada
fungsi, peran dan tujuan dari lembaga terkait, namun seharusnya lebih responsif
terhadap perkembangan hubungan antar lembaga yang tidak terlihat tetapi pada
kenyataannya di lapangan, secara efektif terjadi. Misalnya adanya kepentingan
individu dan organisasi yang berlawanan dengan tujuan organisasi. Pada
prakteknya, ditemukan bahwa kepentingan individu selain pembagian tugas dan
peran, sangat efektif mempengaruhi jejaring kebijakan di antara lembaga.
114
dirinya ataupun pihak lain sebagai pemenang maupun pecundang. Biasanya
semua pihak diuntungkan oleh kesepakatan semacam ini.
Selain itu, dalam rangka mempererat hubungan antar lembaga, peran informal
yang diambil sering diabaikan oleh para pelaku. Karena itu, harus diuraikan lebih
lanjut dan .dijelaskan lebih rinci apa peran informal masing-masing lembaga.
115
• Belum berjalannya SPI dengan baik, dan mekanisme pelaporan yang
belum efektif.
Adapun rekomendasi (yang sebagian besar bersifat teknis) hasil penelitian ini
untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut adalah :
116
• Sinkronisasi peraturan, yang diharapkan dapat mengakomodasi sifat
spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum.
117
implementasi project dan program, dikarenakan oleh hal-hal sebagai berikut
(Brinkerhoff & Crosby, 2002) :
Bahkan bila salah satu darinya adalah lembaga yang memimpin (lead agency),
dalam kenyataannya tidak ada satu entitas individual yang bertugas sendirian (in
charge). Otoritas dan tanggung jawab tersebar diantara para aktor yang terlibat,
yang berarti bahwa manajemen tradisional yang bersifat command and control;
sangat jarang dapat dilaksanakan (Brinkerhoff & Crosby, 2002).
118
Dari hasil penelitian, terlihat bahwa walaupun Departemen Keuangan telah
berfungsi sebagai Lead Agency, tetapi dibutuhkan komitmen dari semua pelaku
yang terlibat dalam pelaporan keuangan ini. Adapun bentuk hubungan yang harus
dibina bukanlah berupa command and control, tetapi bersifat koordinasi, yang
dilandasi oleh kepercayaan, saling menghormati dan transparansi/keterbukaan
dalam berkomunikasi.
Ketika suatu kebijakan berubah, ada kelompok baru yang diuntungkan, tetapi bagi
kelompok yang diuntungkan oleh kebijakan lama, tidak hanya tidak lagi
memperoleh keuntungan, tetapi juga bisa memperoleh kerugian yang besar
(Brinkerhoff & Crosby, 2002).
Tidak dapat dipungkiri, adanya kepentingan individu dalam suatu organisasi yang
berlawanan dengan kepentingan organisasi tersebut ataupun organisasi lainnya,
dapat memunculkan perbenturan kepentingan. Demikian juga dengan penerapan
SAI, yang tidak lagi bersifat single entry, sehingga tidak ada uang maupun aset
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Bila hal ini telah disadari bersama, hal ini dapat diatasi dengan adanya aransemen
kelembagaan (institutional arrangement) yang tepat, seperti telah diuraikan
sebelumnya maupun peningkatan kapasitas (capacity building) para pelaku
kebijakan. Di saat yang sama, tujuan bersama (shared objective) harus disepakati
dan benar-benar dijadikan target capaian bersama oleh para individu maupun
organisasi yang terlibat.
Kebijakan, terutama di awal proses reformasi, sangat jarang memiliki lebih dari
janji-janji sumberdaya. Membuat suatu kemajuan berarti melakukan lobi untuk
dana-dana baru, mengidentifikasi sumberdaya yang ada dalam mendukung
pelaksanaan, dan melakukan negosiasi untuk realokasi sumberdaya. Semua usaha
119
ini merupakan subjek dari fluktuasi proses penganggaran dan merubah arah
politik (Brinkerhoff & Crosby, 2002).
Dari penelitian ini, hal tersebut terungkap diantaranya melalui fakta - fakta berikut
:
• Kapasitas SDM yang ada belum siap untuk dapat menjalankan SAI dengan
baik. Oleh karena itu, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk
melakukan pelatihan dan peningkatan kapasitas (capacity building) para
petugas penyusun SAI.
Sampai saat ini, sumber dana untuk mengatasi permasalahan tersebut masih
menjadi tanda tanya di antara para pelaku kebijakan. Apakah dapat dianggarkan
dari anggaran kementerian tersebut atau menjadi tanggungjawab Departemen
Keuangan sebagai inisiator kebijakan yang baru dan sebagai pemimpin (leader)
dari implementasi kebijakan baru ini. Diperlukan peningkatan kerjasama dan
koordinasi antara Departemen Keuangan dengan Kementerian/Lembaga untuk
membicarakan permasalahan-permasalahan yang menyangkut dana ini.
120
Untuk mendapatkan kelembagaan yang dapat mengakomodasi untuk kepentingan
tersebut diperlukan adanya produk hukum berupa undang-undang kelembagaan
yang mengatur secara pokok-pokok lembaga yang harus ada maupun lembaga
sebagai pendukung (portofolio). Selain dukungan undang-undang kelembagaan
diperlukan juga adanya organisasi yang mengelola aset disetiap departemen. Hal
tersebut diperlukan karena yang mengetahui hasil pembangunan adalah
departemen yang bersangkutan sehingga pengelolaannya akan lebih baik apabila
oleh departemen yang bersangkutan pula.
121
bersangkutan. Di samping itu, desentralisasi diperlukan dalam pelaksanaan sistem
pengendalian intern.
c. Hambatan hukum, perlu adanya aturan hukum yang jelas dan pasti untuk
membentuk Undang-Undang Kelembagaan dan Pembentukan Organisasi
Pengelola Aset disetiap Departemen dan Pembentukan instansi vertikal
sebagai pelaksana unit akuntansi pembantu wilayah.
122
maraknya budaya KKN disetiap urusan yang berhubungan dengan pelayanan
publik.
D,H,O, P D, F, H, F, P, H, F, P, H, F, O, S D, F, H, H, F, O, F, H, O,
O, P S S P P P
Keterangan:
D = Dana H = Hukum P = Politik
F = Fisik O = Organisasi S = Distribusi/Sosial
Dari Peta tersebut di atas, terlihat bahwa untuk sasaran kelembagaan terdapat
hambatan dana, hukum, organisasi dan politik untuk menyusun dan membuat
undang-undang kelembagaan yang digunakan sebagai acuan pemerintah dalam
menetapkan kelembagaannya. Sedangkan untuk pembentukan organisasi
pengelola aset di setiap departemen ditemui beberapa hambatan dana, fisik,
hukum, politik dan organisasi.
123
Untuk sasaran sosialisasi agar setiap departemen mau melakukan pencatatan dan
pelaporan asetnya dengan tertib dan benar dijumpai hambatan-hambatan fisik,
hukum, politik dan distribusi/sosial. Sedangkan untuk mencapai sasaran
sinkronisasi peraturan mengenai penyusunan laporan keuangan juga dijumpai
hambatan yang sama.
Untuk sasaran partisipasi dengan tujuan untuk perbaikan sistem akuntansi agar
dapat dilaksanakan di masing-masing departemen dijumpai hambatan fisik,
organisasi dan distribusi/sosial. Sedangkan untuk sasaran reinventarisasi dan
penilaian ulang dijumpai hambatan-hambatan pendanaan, fisik, hukum dan
politik.
Sedangkan untuk sasaran desentralisasi dengan tujuan agar opini atas pemeriksaan
laporan keuangan diberikan kepada masing-masing departemen dijumpai
hambatan-hambatan hukum, fisik, organisasi dan politik. Dan sasaran
desentralisasi dengan tujuan Sistem Pengendalian Intern dijumpai hambatan-
hambatan fisik, hukum, organisasi dan politik
124