Oleh Webadmin / Selasa 12 Mei 2015 / Tidak ada komentar Profesi akuntansi di Indonesia telah mengalami fase yang sangat penting, yaitu peralihan dari PAI 1984 menuju kepada standar akuntansi yang baru.
Tujuan Pelaporan Keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan 1994
Profesi akuntansi di Indonesia telah mengalami fase yang sangat penting,
yaitu peralihan dari PAI 1984 menuju kepada standar akuntansi yang baru. Pada tanggal 1 Oktober 1994 telah diterbitkan buku yang berjudul Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 1994. Buku tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang disebut dengan conceptual frameworkdan bagian yang berisi tentang pernyataan-pernyataan standar akuntansi keuangan. Setelah sekian lama akuntansi berkembang di Indonesia akhirnya sampai juga kepada terbentuknya sebuah conceptual framework pelaporan keuangan Indonesia. Di Amerika pun, sebagai pusat perkembangan akuntansi, conceptual framework baru terbentuk pada bulan Nopember 1978, dimulai dengan diterbitkannya SFAC No. 1 oleh FASB (Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises). Dalam SAK 1994 conceptual framework disebut dengan “Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan”. Conceptual frameworktersebut merupakan terjemahan penuh dari konsep IASC. Hal ini disadari betul oleh Badan Perumus Standar Akuntansi Keuangan dengan mencantumkan teks aslinya dalam Bahasa Inggris. Menurut rerangka konseptual SAK 1994 tujuan pelaporan keuangan dinyatakan sebagai “Tujuan Laporan Keuangan”. Tujuan tersebut dinyatakan dalam paragraph ke-12, 13, dan 14 seperti berikut ini:[1] 1. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. 2. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan. 3. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian, agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi; keputusan ini mungkin mencakup, misalnya, keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen. Perbandingan Terminologi Ada perbedaan mendasar antara SAK 1994 dan SFAC No. 1 dalam menyatakan tujuan pelaporan keuangan. SAK 1994 memakai istilah “Tujuan Laporan Keuangan” (financial statement), sedangkan FASB menyatakan dengan “Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises”. Financial Statement dan financial reporting adalah dua hal yang memiliki makna yang tidak sama artinya. Financial statement adalah hasil suatu proses sistem akuntansi, atau hasil suatu kegiatan penyajian laporan keuangan, sehingga laporan keuangan tidak mempunyai tujuan, tetapi yang mempunyai tujuan adalah penyajian laporan keuangan (financial reporting). Laporan keuangan adalah seperangkat laporan yang terdiri dari laporan neraca, laba-rugi, dan perubahan posisi keuangan serta laporan aliran kas. Dengan demikian financial reporting tidak sama dengan financial statement. FASB menyadari bahwa antara dua istilah tersebut mempunyai makna berbeda. Hal ini diungkapkan dalam SFAC No. 1 paragraph ke-5-8. Dalam paragraph ke-6 dijelaskan bahwa financial statement merupakan fokus utama financial reporting. Dengan demikian financial reporting mempunyai cakupan yang lebih luas dari financial statement, karena financial statement hanyalah merupakan central feature dari financial reporting. Financial statements are a central feature of financial reporting. They are a principal means of communicating accounting information to those outside of enterprises.[2] Dalam paragraph ke-7 SFAC No. 1, FASB menyatakan bahwa financial reporting tidak hanya terdiri dari financial statement, tetapi juga informasi lain yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan informasi yang dihasilkan oleh sistem akuntansi. Financial reporting includes not only financial statements, but also other means of communicating information that relates, direct or indirectly to the information provided by the accounting system. News release, management’s forecasts or other description of an enterprise’s social or environment impact are examples of reporting giving financial information other than financial statements.[3] Perbandingan Dasar Penetapan Tujuan Pelaporan Keuangan Conceptual framework dalam SAK 1994 tidak memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang mendasari terbentuknya konsep-konsep dalam conceptual framework itu sendiri. Padahal sebelum tujuan pelaporan keuangan ditetapkan harus ada pernyataan tentang karakteristik lingkungan ekonomi, politik, budaya, dan sosial tempat akuntansi akan diterapkan (lihat langkah- langkah menurut Hendriksen di Bab-2 hal. 42-43). Itu berarti tujuan pelaporan keuangan harus diderivasi dari tujuan sosial ekonomik setempat (lihat gambar-2 hal. 52). FASB mengajukan suatu konsep bahwa tujuan pelaporan keuangan tidak bersifat kaku, karena tujuan pelaporan keuangan yang berlaku dalam suatu wilayah tertentu harus ditetapkan atas dasar hukum, politik, dan lingkungan sosial tempat pelaporan akan diterapkan. The objectives of financial reporting are not immutable. They are affected by economic, legal, political, and social environment in which financial reporting takes place.[4] Perbandingan Aspek Sosial ke dalam Tujuan Pelaporan Keuangan Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pelaporan keuangan mempunyai tujuan dan motivasi yang berbeda. Kepentingannya terhadap pertanggungjawaban manajemen juga berbeda, tergantung sifat hubungannya dengan perusahaan. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap informasi akuntansi adalah manajemen, investor, kreditor, pelanggan, karyawan, pemerintah, dan masyarakat luas. Menurut Dopuch dan Sunders (1980), karena begitu banyaknya stakeholders, maka tujuan pelaporan keuangan harus dapat diinterpretasikan secara fungsional. Tujuan fungsional pelaporan keuangan di antaranya adalah mengungkap dampak operasi perusahaan terhadap kualitas lingkungan sosialnya dan membantu pemerintah dalam pelaksanaan undang-undang antitrust. Menurut Tujuan Laporan Keuangan dalam SAK 1994, akuntansi akan menghasilkan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan. Itu berarti laporan yang akan dihasilkan adalah laporan neraca, laba rugi, perubahan posisi keuangan dan aliran kas. Dalam SFAC No. 1 diakui adanya aspek sosial ke dalam pelaporan keuangan” (lihat paragraph ke-7 SFAC No. 1). Dalam financial reportingdimungkinkan adanya pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap lingkungannya. Dari perbandingan antara tujuan pelaporan keuangan menurut SAK 1994 dan SFAC No.1 di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam tujuan pertama SAK 1994, stakeholders yang memanfaatkan informasi akuntansi hanya terbatas untuk pengambilan keputusan ekonomi. Informasi akuntansi yang disediakan juga terbatas pada informasi posisi keuangan (neraca), kinerja perusahaan (laporan laba/rugi), dan perubahan posisi keuangan. Pada tujuan kedua, informasi akuntansi hanya membatasi informasi keuangan saja serta elemen-elemen laporan keuangannya juga terbatas pada informasi yang terdapat dalam tujuan pertama. Tujuan ketiga merupakan tujuan akuntansi sebagai alat pertanggungjawaban manajemen kepada pihak luar tentang apa yang telah dilakukan oleh manajemen terhadap sumber daya yang telah dipercayakan kepadanya. Sekali lagi hanya tanggungjawab ekonomi yang dituju oleh informasi akuntansi, karena tanggungjawab non keuangan tidak tercakup dalam informasi yang dihasilkan oleh informasi akuntansi versi tujuan laporan keuangan dalam SAK 94.
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyimpanan Laporan Keuangan yang
terdapat dalam buku Standar Akuntansi Keuangan 1994 jika disetarakan dengan sebuah rerangka acuan konseptual pelaporan keuangan (conceptual framework for financial reporting) maka akan terdapat suatu kekurangan yang sangat besar. Konsep dalam SAK tersebut tidak diawali dengan gambaran tentang faktor-faktor yang mendasari terbentuknya konsep-konsep termasuk didalamnya adalah tujuan pelaporan keuangan itu sendiri. Padahal sebelum tujuan pelaporan keuangan ditetapkan harus ada pernyataan tentang karakteristik lingkungan ekonomi, politik, budaya dan sosial tempat akuntansi akan diterapkan. Itu berarti tujuan pelaporan keuangan harus diderivasi dari tujuan sosial ekonomik setempat. [1] Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Indonesia 1994, Jakarta: Salemba Empat, 1994, hal. 5-6. [2] FASB SFAC No.1: Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises, (Stamford Connecticut 1978), hal. 4. [3] Ibid [4] FASB SFAC No.1: Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises, (Stamford Connecticut 1978), hal. vii. Disarikan dari buku: Tujuan Pelaporan Keuangan, Penulis: Suwaldiman, M.Accy., SE., Akt., Hal: 52-55. http://keuanganlsm.com/tujuan-pelaporan-keuangan-menurut-standar-akuntansi-keuangan-1994/
Tujuan Pelaporan Keuangan
Oleh Webadmin / Jumat 17 April 2015 / Tidak ada komentar Tujuan pelaporan keuangan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam suatu rerangka acuan konseptual maupun dalam suatu standar akuntansi keuangan. FASB menempatkan tujuan pelaporan keuangan (objectives of Financial Reporting by Business Enterprises) pada urutan yang pertama. Tujuan Pelaporan Keuangan
Tujuan pelaporan keuangan mempunyai kedudukan yang sangat penting
dalam suatu rerangka acuan konseptual maupun dalam suatu standar akuntansi keuangan. FASB menempatkan tujuan pelaporan keuangan (objectives of Financial Reporting by Business Enterprises) pada urutan yang pertama. Hal ini dapat dilihat dalam gambar-1 mengenai hierarki unsur dalam rerangka acuan konseptual FASB. Penetapan tujuan pelaporan keuangan dalam suatu proses perekayasaan akuntansi harus memperhatikan apa yang menjadi tujuan sosial ekonomik negara tempat akuntansi akan diterapkan. Ketidakkonsistenan antara tujuan pelaporan keuangan dengan tujuan sosial ekonomik akan menyebabkan kekacauan dalam praktik akuntansi, yaitu arah yang tidak jelas dari akuntansi itu sendiri. Kekacauan ini akan terlihat jelas jika akuntansi tidak lagi mampu menjadi alat pertanggungjawaban manajemen kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Jika pihak luar perusahaan yang merasa mempunyai kepentingan terhadap aktivitas perusahaan tidak lagi puas dengan pertanggungjawaban manajemen melalui media laporan akuntansi keuangan, maka kepercayaan masyarakat terhadap akuntansi akan berkurang. Contohnya adalah mengenai tanggungjawab sosial perusahaan yang belum lazim diungkap melalui media akuntansi, karena tujuan pelaporan keuangan yang tidak mencakup kepentingan ini.
Setiap unit/pelaku ekonomi mempunyai tanggungjawab terhadap tujuan sosial
ekonomik nasional. Jika tanggungjawab sosial ini juga merupakan bagian dari tanggungjawab manajemen, maka alat pertanggungjawaban manajemen kepada pihak eksternal harus pula konsisten dengan tanggungjawab sosialnya. Dengan demikian proses penetapan tujuan pelaporan keuangan harus pula mempertimbangkan tujuan sosial ekonomik. Dalam SFAC no. 1, FASB menyatakan bahwa:[1] The objectives of financial reporting are not immutable. They are affected by the economic, legal, political, and social environment in which financial reporting takes place. Selanjutnya dalam paragraph ke-9 dijelaskan:[2] Accordingly the objectives in this statement are affected by the economic, legal, political, and social environment in the United States. Tujuan pelaporan keuangan yang ditetapkan oleh FASB tersebut dinyatakan bersifat tidak kaku, karena disusun berdasarkan pertimbangan yang cermat terhadap situasi ekonomi, hukum, politik, dan lingkungan sosial tempat pelaporan keuangan akan diterapkan, yakni negara Amerika serikat.
Akuntansi sebagai alat sebenarnya tidak mempunyai tujuan, yang mempunyai
tujuan sebenarnya adalah penyampaian informasi keuangan yang dihasilkan oleh akuntansi. Tujuan pelaporan keuangan mempunyai pengertian yang lebih luas dalam menggambarkan fungsi akuntansi sebagai penyedia informasi keuangan. Akuntansi merupakan suatu aktivitas menghasilkan jasa (service activity) berupa informasi keuangan, sehingga akuntansi sebagai alat akan memenuhi fungsinya dengan baik kalau jasa yang dihasilkan benar- benar merupakan jasa yang dibutuhkan oleh pihak yang berkepentingan dengan informasi keuangan tersebut. Akuntansi akan bermanfaat kalau dapat digunakan sebagai alat untuk mengendalikan variabel-variabel ekonomi dan sosial dalam suatu masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu.[3] Oleh karena itu perlu dlidentifikasi variabel- variabel lingkungan seperti informasi tentang apa, siapa yang memerlukan informasi dan untuk pengambilan keputusan apa informasi tersebut diperlukan. Setelah variabel-variabel tersebut dapat diidentifikasi maka dapat ditentukan tujuan pelaporan keuangan yang ingin dicapai yang menjadi pengaruh dalam proses pemikiran dan pemilihan konsep-konsep yang relevan dengan tujuan tersebut. Tujuan yang berbeda tentu saja akan menghasilkan praktek akuntansi yang berbeda pula. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pelaporan keuangan mempunyai hubungan yang erat dengan tanggungjawab sosial perusahaan, lebih luas lagi dengan tujuan sosial ekonomik negara (lihat gambar 2). Dalam gambar 2 tersebut digambarkan mengenai suatu proses perekayasaan akuntansi, yang menunjukkan tujuan pelaporan keuangan diderivasikan dari tujuan sosial ekonomik negara tempat akuntansi akan diterapkan. Akuntansi sebagai media/alat pertanggungjawaban manajemen tidak akan relevan lagi jika hanya menyangkut hubungan antara perusahaan dengan investor dan kreditor saja, karena tanggungjawab suatu perusahaan juga meliputi tanggungjawab sosial.
Aktivitas perusahaan tidak hanya menghasilkan laba atau menaikkan harga
saham/ekuitas di pasar modal saja. Aktivitas perusahaan juga menimbulkan penyakit sosial seperti kerusakan ekosistem, polusi, kriminal, monopoli, keterbelakangan desa, meningkatnya utang nasional, diskriminasi dan lain- lain. Dalam hal ini akuntansi konvensional dituntut untuk lebih reaktif terhadap tanggungjawab sosial perusahaan tersebut. Paradigma-paradigma berikut ini merupakan kecenderungan perubahan sikap dari orientasi laba menuju orientasi sosial:[4] 1. Kecenderungan terhadap kesejahteraan sosial. Sejarah menunjukkan bahwa kalangsungan hidup manusia dan kesejahteraan murni masyarakat hanya dapat lahir dari sikap kerja sama antar unit-unit masyarakat itu sendiri. Negara tidak dapat hidup sendiri tanpa partisipasi rakyatnya. Perusahaan juga tidak akan maju tanpa dukungan langganannya maupun lingkungan sosialnya. Kenyataan ini semakin disadari dan semakin dibutuhkan penerapannya.
2. Kecenderungan terhadap kesadaran Iingkungan.
Paradigma ini lebih dikenal dengan “The human exceptionalism paradigm”menuju “The new environment paradigm”. Paradigma yang pertama menganggap bahwa manusia adalah makhluk unik di bumi yang memiliki kebudayaan sendiri yang tidak dapat dibatasi oleh kepentingan makhluk lain. Sebaliknya paradigma yang kedua menganggap bahwa manusia adalah makhluk di antara bermacam-macam. Makhluk yang mendiami bumi yang saling mempunyai keterkaitan dan sebab akibat dan dibatasi oleh sifat keterbatasan dunia itu sendiri, baik sosial, ekonomi, atau politik. Sekarang manusia semakin menyadari bahwa paradigma yang kedualah yang benar dan yang menjadi pedoman, sehingga perhatian kepada lingkungan semakin besar. 3. Ecosystem perspective. Orientasi yang terlalu diarahkan kepada pembangunan ekonomi, efisiensi, profit maximization menimbulkan krisis ekosistem. Gejala ini menaruh perhatian para ahli sehingga muncul kelompok-kelompok tingkat dunia yang berorientasi terhadap keselamatan lingkungan. 4. Ekonomisasi vs sosialisasi. Ekonomisasi mengarahkan perhatiannya hanya kepada kepuasan individual sebagai suatu unit yang selalu mempertimbangkan biaya dan manfaat tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat. Sebaliknya sosialisasi memfokuskan perhatian terhadap kepentingan sosial dan selalu mempertimbangkan efek sosial yang ditimbulkan oleh kegiatannya. Walaupun sosialisasi ini belum tampak nyata, namun pengaruh pemerintah dan tekanan sosial cenderung menguntungkan kepentingan sosial.
Paradigma-paradigma di atas menunjukkan semakin kuatnya pengaruh isu-
isu sosial terhadap pertanggungjawaban suatu perusahaan. Isu-isu sosial yang timbul, misalnya mengenai kesejahteraan karyawan dan pencemaran lingkungan oleh suatu perusahaan memperkuat bahwa tanggungjawab pengelolaan suatu perusahaan tidak hanya terbatas pada kepentingan investor dan kreditor. Dampak sosial akibat aktivitas perusahaan juga merupakan satu sisi tanggungjawab pihak manajemen kepada pihak luar. http://keuanganlsm.com/tujuan-pelaporan-keuangan-2/
Berdasarkan uraian-uraian di atas penulis mengajukan suatu rumusan tujuan
pelaporan keuangan yang mempertimbangkan aspek tanggungjawab sosial perusahaan dengan karakteristik sistem perekonomian Indonesia dan tuntutan arus globalisasi.
Tujuan untuk Memenuhi Kepentingan Investor dan Kreditor[1]
Menyediakan informasi yang bermanfaat bagi investor dan kreditor, calon investor dan kreditor, serta pemakai lain dalam pengambilan keputusan investasi, kredit, dan keputusan lain sejenisnya secara rasional. Menyediakan informasi yang bermanfaat bagi investor dan kreditor, calon investor dan kreditor, serta pemakai lain dalam mengevaluasi jumlah, saat, dan ketidakpastian penerimaan kas yang berasal dari dividen atau bunga dan dari penerimaan penjualan, penebusan atau pelunasan surat berharga atau pinjaman. Menyediakan informasi mengenai sumber-sumber ekonomik suatu perusahaan, klaim terhadap sumber-sumber tersebut (kewajiban perusahaan untuk mentransfer sumber-sumber ekonomik kepada pihak lain yang berhak dan pemilik ekuitas), dan pengaruh transaksi-transaksi, kejadian-kejadian dan keadaan yang mempengaruhi komposisi dan jumlah sumber-sumber ekonomik tersebut serta klaim atas sumber-sumber ekonomik tersebut. Tujuan untuk Memenuhi Kepentingan Pemerintah dan Masyarakat Luas:
Menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pemerintah dan
masyarakat luas untuk mengevaluasi tanggungjawab sosial perusahaan. Menyediakan informasi mengenai pertukaran-pertukaran yang terjadi antara perusahaan dengan lingkungan alam dan sosialnya. Menyediakan informasi mengenai manfaat sosial (social benefit) dan biaya sosial (social cost) yang ditimbulkan akibat operasi perusahaan untuk jangka waktu periode tertentu. Rumusan tujuan pelaporan keuangan sebagaimana di atas akan membawa konsekuensi pada pelaporan keuangan yang lebih luas daripada laporan keuangan konvensional. Pelaporan keuangan suatu perusahaan akan terdiri dari laporan neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan posisi keuangan dan laporan pertanggungjawaban sosial perubahan. Laporan neraca, laporan laba-rugi, dan laporan perubahan posisi keuangan merupakan media untuk memenuhi kepentingan investor dan kreditor serta pemakai lain, dalam pengambilan keputusan investasi dan kredit dan keputusan ekonomi lainnya yang relevan.
Laporan pertanggungjawaban sosial merupakan media untuk memenuhi
tanggungjawab sosial perusahaan kepada pihak pemerintah dan masyarakat luas. Pihak pemakai laporan pertanggungjawaban sosial perusahaan akan menggunakan laporan tersebut sebagai alat bantu untuk mengevaluasi kelayakan operasi perusahaan dibandingkan dengan dampak positif dan negatif terhadap kualitas lingkungan alam dan sosial. Dengan dimasukkannya kepentingan masyarakat dan pemerintah ke dalam tujuan pelaporan keuangan perusahaan, maka laporan pertanggungjawaban sosial mempunyai kedudukan yang kuat sebagai bagian dari pelaporan keuangan eksternal perusahaan.
[1] Tujuan untuk memenuhi kepentingan investor dan kreditor diturunkan dari
tujuan pelaporan keuangan menurut FASB dalam SFAC No. 1 mengenai Objectives of Financial Reoprting by Business Enterprises. Tujuan tersebut lebih luas jika dibandingkan dengan yang ada didalam PAI 1984 atau SAK 1994, walaupun pihak yang dituju oleh pelaporan keuangan hampir sama. Disarikan dari buku: Tujuan Pelaporan Keuangan, Penulis: Suwaldiman, M.Accy., SE., Akt., Hal: 69-71.