Anda di halaman 1dari 139

PENGANTAR

AKUAKULTUR

Z.A. MUCHLISIN

SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS


2019
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang keras memperbanyak, memfotocopy sebagian atau
seluruh isi buku ini, serta memperjual belikannya tanpa mendapat
izin tertulis dari penerbit.

Diterbitkan oleh Syiah Kuala University Press Darussalam –


Banda Aceh, 23111
Judul Buku : PENGANTAR AKUAKULTUR
Penulis : Z.A. MUCHLISIN
Penerbit : Syiah Kuala University Press
Tel : (0651) 801222
Email : upt.percetakan@unsyiah.ac.id
Cetakan : Pertama, 201
ISBN :
Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah memberi kami kesehatan dan waktu sehingga dapat
menyelesaikan naskah buku ini, Shalawat teriring salam juga kita
sampaikan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW
telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh ilmu
pengetahuan sebagaimana yang kita nikmati saat ini.

Buku Pengantar Akuakultur ini adalah buku ke-empat yang


kami tulis dan terbitkan. Buku Pengantar Akuakultur ini merupakan
kumpulan bahan ajar (Buku Ajar) yang berisikan pengetahuan
prinsip-prinsip dasar bagi mahasiswa di Fakultas Perikanan dan
Kelautan atau program studi terkait lainnya, antara lain pengetahuan
tentang perkembangan akuakultur, jenis-jenis teknologi akuakultur,
pengelolaan dan pembuatan pakan buatan, pengelolaan kualitas air,
hama dan penyakit dan analisis usaha yang disarikan dari berbagai
sumber dan hasil-hasil penelitian baik penulis sendiri maupun para
pakar budidaya lainnya. Kami berharap buku ini bermanfaat bagi
pembaca sekalian terutama bagi mahasiswa dan peminat akuakultur,
namun demikian kami menyadari masih banyak kelemahan dan
ketidak lengkapan isi buku ini, oleh karena itu saran dan kritikan yang
bersifat membangun sangat kami harapkan dari pembaca agar buku
ini dapat kami sempurnakan kembali di masa mendatang.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak


yang telah berkontribusi baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga buku ini dapat terbit. Terima kasih dan semoga
bermanfaat

` Banda Aceh, Mei 2019


Penulis

Zainal A. Muchlisin

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii


DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR i

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Ringkas Akuakultur dan Pemuliaan Ikan 1
1.2 Tujuan Pembudidayaan Ikan 2
1.3 Sistem dan Tipe Budidaya Ikan 3
1.4 Profil Perikanan Indonesia 8

BAB II. EKOLOGI IKAN


2.1 Pendahuluan 11
2.2 Kuantitas air 12
2.3 Kualitas air 13
2.3.1 Oksigen 14
2.3.2 Nitrogen 15
2.3.3 Amonia, nitrit, nitrat 16
2.3.4 pH 17
2.3.5 Karbondioksida 17
2.4 Pengelolaan Kualitas Air 18

BAB III. KEBUTUHAN GIZI DAN PENGELOLAAN PAKAN


3.1 Keperluan Energi 21
3.1.1 Spesies 21
3.1.2 Ukuran 22
3.1.3 Umur 22
3.1.4 Aktivitas fisiologis 22
3.2 Sumber Energi 23
3.2.1 Protein 23
3.2.2 Lemak (Lipid) 24
3.2.3 Karbohidrat 26
3.3 Unsur nutrisi lainnya (vitamin dan mineral) 26
3.4 Kualitas Pakan 28
3.4.1 Penyebab kerusakan makanan ikan dan cara
penanggulangannya 29
3.4.2 Cara penyimpanan makanan ikan dengan baik 29
3.4.3 Pemberian pakan 30
iv
BAB IV. TEKNIK FORMULASI PAKAN BUATAN
4.1 Pentingnya Pakan Buatan 34
4.2 Pemilihan Bahan Makanan 35
4.3 Meramu Pakan Ikan 38
4.4 Mencetak pellet 47
4.4.1 Peralatan 47
4.4.2 Cara pembuatan 47

BAB V. PEMBESARAN IKAN DALAM KOLAM


5.1 Pendahuluan 52
5.2 Jenis-jenis Kolam 52
5.3 Pemilihan Lokasi 54
5.3.1 Persyaratan ekologis 54
5.3.2 Persyaratan teknis 59
5.3.3 Persyaratan sosiologis dan pendukung 62
5.4 Persiapan Kolam 63
5.4.1 Kolam induk/kolam pemijahan 63
5.4.2 Kolam pemeliharaan benih/kolam pendederan. 63
5.4.3 Kolam pembesaran. 64
5.5 Teknik Pembesaran 65
5.5.1. Pengeringan kolam dan pengecekan kondisi kolam 65
5.5.2. Pemeriksaan keasaman tanah 65
5.5.3. Pemupukan 65
5.5.4. Pemasukan air 66
5.5.5. Penebaran benih 67
5.5.6. Pemberian pakan 68
5.5.7. Panen dan Pasca Panen 70
5.6. Pengolahan Produk Perikanan 71
5.6.1. Ikan sebagai sumber makanan 71
5.6.2. Pengawetan dan pengolahan 72

BAB VI. PEMBESARAN DALAM KARAMBA JARING APUNG

6.1 Pemilihan Lokasi 76


6.1.1 Tipe perairan 76
6.1.2 Arus 77
6.2 Persiapan 77
6.2.1 Konstruksi Rangka dan geladak serta penempatan
karamba 77
6.2.2 Pembuatan dan pemasangan jaring 79
v
6.3 Teknik Pemeliharaan 81
6.3.1 Pemilihan dan Penebaran benih 81
6.3.2 Pemberian pakan 81
6.3.3 Panen 83

BAB VI. PEMBESARAN DALAM KOLAM TERPAL


7.1 Pemilihan Lokasi 84
7.2 Pembuatan Rangka dan Kolam Terpal 85
7.3 Sistem Pengairan dan Aerasi 86
7.4 Teknik Pemeliharaan 89
7.5 Panen 90

BAB VIII. PEMBENIHAN


8.1 Pemilihan Induk 91
8.1.1 Induk betina : 91
8.1.2 Induk jantan : 92
8.2 Teknik Produksi Kelamin Tunggal Ikan Nila 93
8.2.1. Persiapan induk 94
8.2.2 Pembuatan pakan dengan campuran hormon 95
8.2.3 Identifikasi jenis kelamin 97

BAB IX. HAMA DAN PENYAKIT


9.1 Penyebab 99
9.2 Penyakit Tidak Menular 99
9.2.1 Stres 99
9.2.2 Keracunan 100
9.2.3 Kurang gizi 100
9.3 Penyakit Menular 101
9.3.1 Penyakit yang disebabkan oleh virus 101
9.3.2 Penyakit yang disebabkan oleh bakteri 102
9.3.3. Penyakit yang disebabkan oleh jamur 102
9.3.4 Penyakit yang disebabkan oleh protozoa 103
9.3.5 Penyakit yang disebabkan oleh metazoa 103
9.3.6 Penyakit yang disebabkan oleh Cestoda dan
Nematoda 104
9.3.7 Krustasea dan golongan lintah 104

9.4 Pencegahan Penyakit 105


9.4.1 Uji dan musnahkan 105
9.4.2 Karantina dan isolasi 105
vi
9.4.3 Pengobatan dan menjaga kebersihan 106
9.4.4 Imunisasi 106
9.4.5 Mengontrol dan membasmi hewan inang perantara 106
9.4.6 Mencegah dan mengontrol bahan-bahan beracun 107
9.5 Pengidentifikasian Penyakit 107
9.6 Pengobatan Penyakit 108
9.6.1 Pengobatan luar 108
9.6.2 Pengobatan dalam 110
9.7 Kasus: penyakit yang sering menyerang ikan lele 111
9.8 Beberapa jenis parasit yang menyerang ikan di perairan
Aceh 112

BAB X ANALISIS KELAYAKAN USAHA


10.1 Studi Kelayakan Ekologis 115
10.1.1 Persiapan tabel parameter yang akan diukur 116
10.1.2 Cara penilaian dan pengisian tabel 119
10.2 Kelayakan Ekonomis (Analisis usaha) 120
10.2.1 Budidaya Ikan dalam karamba jaring apung (contoh)
120
10.2.2 Pelet (Mengacu pada Bab 4, meramu pakan dari
lebih 2 bahan) 123

DAFTAR PUSTAKA 1
BIODATA RINGKAS PENULIS 1

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Ukuran pelet ikan berdasarkan ukuran ikan


(Hashim, 2000) 31
Tabel 3.2. jumlah pemberian makanan ikan lele
menurut tahap pertumbuhannya (Hashim,
2000). 32
Tabel 4.1. Kandungan Nutrisi Beberapa Macam
Bahan Mentah yang Dapat Digunakan Untuk
Membuat Pakan Ikan Nila 37
Tabel 5.1.Jumlah kebutuhan kapur untuk setiap
kondisi tanah 66
Tabel 8.1. Beberapa jenis hormon jantan dan
aplikasinya pada ikan nila stadium larva
(Jairin, 2002). 96
Tabel 9.1. Jenis dan dosis obat yang dianjurkan untuk
pengobatan penyakit yang disebabkan oleh
parasit (Ali, 1998). 109
Tabel 9.2. Beberapa jenis obat dan dosisnya yang
sering digunakan untuk pengobatan
dalam/oral (Ali, 1998). 110
Tabel 10.1. Contoh matriks skoring penilaian lokasi 116
Tabel 10.2. Anggaran biaya 121

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Ilustrasi layout lahan sawah untuk mina


padi (Sumber: Koesoemadinata and Costa-
Pierce, 1992) 6
Gambar 1.2. Ilustrasi pemeliharaan ikan bersama padi
di sawah (Sumber: Bocek et al. 1998) 7
Gambar 1.3. Penampakan ikan yang dipelihara
bersama padi (mina padi) di Yogyakarta
(Sumber: http://jogjaportal.com) 7
Gambar 1.4. Beberapa model aquaponic fish farming
yang telah dikembangkan (Sumber:
https://freebornblog.wordpress.com/2013/11
/05/aquaponics-and-vertical-farming/;
http://fishfarmstay.com/about-
us/aquaponics/;
http://livingreen.co.il/125649/Home-
Aquaponics) 8
Gambar 4.1. Proses penghancuran bahan mentah
menjadi tepung 48
Gambar 4.2. Penjemuran bahan mentah yang telah
menjadi tepung 49
Gambar 4.3. Penimbangan bahan 49
Gambar 4.4. Bahan-bahan yang telah ditimbang dan
ditempat pada wadah terpisah 49
Gambar 4.5. Pencampuran bahan-bahan dalam mixer 50
Gambar 4.6. Proses mencetak pelet 50
Gambar 4.7. Proses menjemur pelet 50
Gambar 4.8. Pelet yang telah kering siap diberikan
untuk ikan 51
Gambar 5.1. Tanah liat berpasir memiliki kekompakan
yang tinggi baik untuk pembangunan kolam
ikan 61

ix
Gambar 6.1. Ilustrasi karamba tampak atas dan
penempatan pelampung 78
Gambar 6.2. Sketsa unit karamba tampak samping 78
Gambar 6.3. Jenis jaring polyethelene yang dapat dipakai
untuk jaring apung 80
Gambar 6.4. Karamba ikan tradisional yang terdiri dari
lebih dari empat petakan jaring 80
Gambar 6.5. Karamba ikan modern yang terbuat dari
bahan HDPE dan serat fiber (Sumber:
ttps://acrdock.en.ecplaza.net/products/fish-
farm-fishing-netaquatic-farmfishing-
cage_1167203) 80
Gambar 6.6. Karamba jaring apung skala intensif 83
Gambar 7.1. Ikan nila yang dipelihara dalam kolam terpal
di Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang 86
Gambar 7.2. Ilustrasi bentuk rangka dasar dari pipa
aluminium dengan pipa 87
Gambar 7.3. Contoh sketsa tata letak kolam terpal serta
instalasi air dan aerasinya 88
Gambar 7.4. Kolam kanvas yang telah berumur lebih dari
10 tahun di USM Penang, Malaysia. 89
Gambar 8.1. Penampakan gonad jantan dan betina 97
Gambar 8.2. Penampakan clasper pada ikan baung
Mystus nemurus 98
Gambar 9.1. Morphology of Asian fish tapeworm
(Bothriocephalus acheilognathi) 113
Gambar 9.2. Siklus hidup (Sumber: Behrhermann-Godel,
2015) 114
Gambar 9.3. 1-4: 1. Bagian anterior Procamallanus sp.
yang memperlihatkan bagian mulut,
esophagus dan nerve ring; 2. Bagian ekor dari
Procamallanus sp.; 3. Bagian kepala dan
badan Anisakis sp.; 4. Bagian ekor Anisakis
sp. yang memperlihatkan bagian mucron 114

x
BAB I.
PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Ringkas Akuakultur dan Pemuliaan Ikan


Akuakultur adalah suatu usaha atau kegiatan pemeliharaan
organisme akuatik secara terkontrol baik tidak hanya terbatas
pada ikan tetapi juga termasuk di dalamnya moluska, krustasea
dan tumbuhan air, misalnya rumput laut. Usaha pemeliharaan
ikan sudah dipraktikkan ribuan tahun yang lalu yaitu lebih dari
4.000 tahun yang lampau, para ahli percaya bahwa akuakultur
pertama-tama dipraktikkan di daratan Cina karena catatan
tentang dokumentasi tentang hal ini ditemukan pertama kalinya
di Cina, yaitu pada masa Dinasti Zhao (1112-221 SM) dan
Dinasti Tang pada (500 SM). Jenis ikan yang pertama
dipelihara oleh masyarakat China pada waktu itu adalah ikan
mas Cyprinus carpio. Sedangkan di Jepang, akuakultur dimulai
lebih kurang 2.000 tahun yang lampau dimana masyarakat di
sana memelihara ikan di saluran-saluran irigasi yang ada.
Sedangkan di Eropa kegiatan akuakultur dipercaya dimulai oleh
masyarakat Romawi, mereka memelihara oister (tiram) di Teluk
Mediterranean, sedangkan di Amerika kegiatan ini dimulai
sekitar tahun 1859, jenis ikan yang pertama dibudidayakan
adalah brook trout, Salvelinus fontinalis.
Para ahli perikanan percaya bahwa usaha budidaya laut
dimulai di Indonesia yaitu pada kurun waktu 1.400 M dan
Philipina pada kurun 1,700 M, dimana masa itu masyarakat di
sana menangkap dan memelihara ikan bandeng muda di

1
daerah pasang surut dalam kurungan atau karamba. Pada
kurun waktu yang hampir bersamaan pula budidaya ikan
salmon juga mulai dilakukan di Denmark.
1.2 Tujuan Pembudidayaan Ikan
Usaha budidaya ikan bertujuan untuk memelihara ikan
secara terkontrol, terutama untuk memacu pertumbuhan dan
perkembangbiakannya. Pemeliharaan ikan tidak saja
menyangkut tentang kuantitas namun juga untuk memperbaiki
mutu hasil produksinya. Pemeliharaan ikan biasanya ditujukan
untuk konsumsi dan tujuan lain misalnya restocking atau
pelepasan ke alam dan ikan hiasan. Pada kawasan sub tropis,
pemeliharaan ikan terutama bertujuan untuk pelepasan ke alam
disebabkan karena kawasan ini sudah banyak terjadi over
fishing atau aktivitas penangkapan yang berlebihan dan adanya
pencemaran, sedangkan di kawasan tropis lebih banyak
ditujukan untuk konsumsi.
Pemeliharaan ikan biasanya dilakukan di kolam, ini
bertujuan untuk memudahkan pengelolaan dan pengontrolan
sehingga pertumbuhannya dapat optimal. Penggunaan kolam
sebagai lahan pemeliharaan ikan dapat meningkatkan
pemanfaatan lahan terutama lahan telantar berupa tanah
gambut, paya atau tanah yang tergenang air yang tidak
mungkin digunakan untuk tujuan lain. Pemeliharaan ikan juga
akan menyumbang pasokan protein hewani yang berasal dari
ikan.
Terdapat perbedaan antara budidaya ikan untuk tujuan
pelepasan kembali dan tujuan konsumsi; untuk tujuan

2
pelepasan kembali ke alam, ikan yang dihasilkan hanya
dipelihara sampai tahap anakan dan selanjutnya di lepas ke
alam sedangkan untuk konsumsi ikan dipelihara dalam kolam
atau wadah terkontrol lainnya sampai mencapai ukuran yang
sesuai untuk dikonsumsi. Pembudidayaan ikan untuk tujuan
pelepasan kembali ke alam dapat juga bertujuan ekonomi dan
rekreasi dengan cara meningkatkan kembali populasi ikan di
alam. Cara ini dinilai menguntungkan karena akan dapat
meningkatkan hasil tangkapan nelayan ataupun para
penggemar olahraga memancing.

1.3 Sistem dan Tipe Budidaya Ikan


Secara umum sistem budidaya ikan dapat dikategorikan
berdasarkan salinitas air media pemeliharaan yaitu budidaya
laut atau payau (mariculture), dan budidaya air tawar
(Aquaculture). Pemeliharaan ikan mungkin memerlukan lebih
dari satu sistem pemeliharaan tergantung pada daur hidupnya,
misalnya udang penaid pada masa pemeliharaan larva
memerlukan salinitas lebih tinggi dan menurun menjelang
dewasa. Hal yang sama juga dijumpai pada ikan-ikan yang
bersifat migrasi misalnya ikan salmon dan sidat. Hal ini
disebabkan karena tabiat alami ikan tersebut, dimana secara
alami ikan sidat Anguilla spp. memijah di laut lepas, kemudian
larvanya yang disebut glass eels terbawa arus masuk ke
muara-muara sungai dan selanjutnya naik ke hulu untuk
membesarkan diri, dan setelah mencapai dewasa mereka
kembali ke laut lepas untuk spawning. Hal sebaliknya terjadi

3
pada ikan salmon (Salmonidae), sebagai besar spesies ikan
salmon membesar di laut dan setelah dewasa kembali ke
sungai untuk memijah, larva yang menetas hanya ke muara
sungai dan seterusnya kembali ke laut untuk membesarkan diri.
Oleh karena itu seorang pembudidaya ikan yang baik harus
memahami tingkah laku ikan sehingga dapat menyesuaikan
dengan lingkungannya di kolam, dengan demikian ikan dapat
tumbuh dengan baik.
Sistem budidaya ikan juga dapat dibedakan berdasarkan
lahan atau wadah pemeliharaannya yaitu sistem budidaya
dalam karamba, kolam, saluran irigasi/air mengalir atau kolam
semen atau fiber. Misalnya sistem pemeliharaan ikan dalam
tangki fiber telah dikembangkan di Malaysia untuk ikan lele dan
nila. Sistem ini cocok digunakan di daerah perkotaan dengan
lahan sempit dan tidak memerlukan keahlian yang tinggi serta
mudah dalam pengontrolan kualitas air dan makanan.
Berdasarkan tingkat intensitasnya, budidaya ikan dapat juga
diklasifikasikan menjadi budidaya skala ekstensif, intensif dan
semi intensif. Budidaya ika sistem ekstensif, yaitu sistem
budidaya yang menggunakan manajemen lingkungan,
makanan, penyakit dan predator adalah rendah. Benih
diperoleh dari alam dengan kualitas juga rendah dan jumlahnya
sangat bergantung pada musim. Selain itu pula biaya
perawatan, teknologi, padat tebar dan produksi juga rendah.
Sebaliknya pada sistem budidaya intensif, memerlukan control
dan campur tangan teknologi yang tinggi, padat tebar, pasokan
makan luar dan produksi yang tinggi. Pemberian makanan

4
dilakukan secara cermat dan sepenuhnya tergantung pada
pakan buatan, benih diperoleh dari hasil pembenihan di balai-
balai benih dengan kualitas baik. Di lain pihak budidaya semi
intensif merupakan kombinasi antara ekstensif dan intensif.
Pemakaian teknologi dan padat tebar sedang dan pakan selain
mengharapkan pasokan dari luar (pakan buatan) juga masih
mengharapkan dari pakan alami di kolam misalnya berupa
plankton dan benthos.
Suatu hal paling penting yang membedakan ketiga tingkatan
budidaya ini adalah pemakaian/pemanfaatan teknologi atau
manajemen pemberian pakannya. Pada ekstensif
menggunakan makanan dalam jumlah dan kualitas yang tinggi.
Dengan kata lain bahwa pada sistem intensif, semua
kebutuhan pakan dipenuhi dari luar (exogeneous) atau
disediakan oleh si pembudidaya, sebaliknya pada ekstensif
sepenuhnya tergantung pada pakan alami di kolam
(endogenous), sedangkan pada semi intensif pakan dipenuhi
oleh kombinasi keduanya.
Suatu metode lain yang juga telah banyak dipraktikkan
adalah sistem budidaya secara terintegrasi antara budidaya
perikanan dengan peternakan (animal-cum-fish technique),
sistem ini sudah banyak dan lama dijalankan di Asia Tenggara.
Biasanya nelayan atau petani membudidayakan ikan dengan
unggas. Metode ini sebenarnya masih dapat dimasukkan ke
dalam tingkatan budidaya semi intensif, namun demikian hasil
yang diperoleh jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sistem
budidaya secara tunggal (monoculture). Metode budidaya ikan

5
bersama ternak atau ungags saat ini sudah banyak ditinggalkan
karena disinyalir dapat menjadi transmitter beberapa jenis
pathogen yang mungkin berbahaya bagi manusia. Selain itu
juga di Indonesia dan Thailand dikenal sistem budidaya ikan
bersama padi (integrated agri and aquaculture) atau di
Indonesia lebih dikenal dengan mina padi (Gambar 1.1 s/d
Gambar 1.3). Sistem ini memiliki keuntungan yaitu dapat
meningkatkan hasil panen padi mencapai 15% dan di samping
hasil panen ikan setiap kali masa panen berakhir. Sistem ini
juga akan memberikan insentif kepada petani karena biaya
pembelian pestisida dan pemupukan dapat dihemat tanpa
mengurangi hasil panen padi. Sistem budidaya sayuran-ikan
(aquaponic fish farming) telah dikembangkan (Gambar 1.4).

Gambar 1.1. Ilustrasi layout lahan sawah untuk mina padi


(Sumber: Koesoemadinata and Costa-Pierce, 1992)

6
Gambar 1.2. Ilustrasi pemeliharaan ikan bersama padi di
sawah (Sumber: Bocek et al. 1998)

Gambar 1.3. Penampakan ikan yang dipelihara bersama

7
padi (mina padi) di Yogyakarta (Sumber:
http://jogjaportal.com)

Gambar 1.4. Beberapa model aquaponic fish farming yang telah


dikembangkan (Sumber:
https://freebornblog.wordpress.com/2013/11/05/aquaponics-and-
vertical-farming/; http://fishfarmstay.com/about-us/aquaponics/;
http://livingreen.co.il/125649/Home-Aquaponics)

1.4 Profil Perikanan Budidaya Indonesia


Indonesia adalah negara kepulauan yang sebagian
besar wilayahnya dikelilingi oleh lautan, lebih kurang 70%
wilayah Indonesia terdiri dari lautan dengan potensinya
diprediksi mencapai 6,2 juta ton/tahun dan potensi lestarinya
lebih kurang 5,1 juta ton/tahun. Sebagai gambaran produksi
perikanan tangkap Indonesia pada tahun 2000 hanya 4,1 juta
ton (sebagian dimanfaatkan oleh nelayan asing), artinya masih
8
ada sisa 1 juta ton yang belum dimanfaatkan.
Selain potensi perikanan tangkap, Indonesia juga
memiliki perikanan payau, Indonesia memiliki 830.000 ha (20%
dari total area yang ada) hutan mangrove yang berpotensi
memproduksi 950.000-ton udang dan 300.000-ton ikan per
tahun.
Secara statistik, produksi perikanan Indonesia
menunjukkan peningkatan yang cukup tajam, misalnya pada
kurun 1995-2000, produksi perikanan Indonesia naik dari 4,3
juta ton menjadi 5,1 juta ton, dengan kenaikan rata-rata 4% per
tahun, dimana sektor perikanan laut (penangkapan) menjadi
penyumbang terbesar terhadap pertumbuhan tersebut, yaitu
mencapai 75% per tahun, sedangkan 25% sisanya dikontribusi
oleh perikanan tangkap dari perairan umum dan perikanan
budidaya. Namun ironisnya lagi produksi perikanan budidaya
laut tergolong sangat rendah, sehingga pencatatannya kadang
digabungkan dengan produksi ikan tangkapan. Kurang
berkembangnya budidaya laut ini mungkin disebabkan karena
biaya investasi budidaya ikan di laut (mariculture) dinilai lebih
tinggi dibandingkan dengan di darat pada skala intensitas yang
sama. Oleh karena perlu upaya dan terobosan khusus agar
produksi perikanan budidaya meningkat, diantaranya adalah
dengan memperluas lahan budidaya, diversifikasi jenis ikan
budidaya yang ditumpukan pada ikan-ikan lokal yang bernilai
ekonomis tinggi, pengembangan teknologi pemuliaan untuk
menghasilkan induk dan bibit bermutu tinggi, dan memproduksi
atau menggunakan bahan-bahan baku dalam negeri untuk

9
formulasi pakan sehingga harga pakan menjadi terjangkau.
Di Aceh, usaha budidaya perikanan belum berkembang
dengan baik, dua penyebab utamanya adalah kendala pada
penyediaan pakan yang berkualitas (pakan mahal), pasokan
bibit yang sulit akibat dari belum berkembangnya industri
pembenihan. Sedangkan potensi lahan budidaya di Provinsi
Aceh diperkirakan sebesar 60.297 ha, namun demikian kami
percaya jumlah yang sebenarnya mungkin jauh lebih besar,
oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
menghitung jumlah areal dan dimana lokasi yang tepat untuk
pengembangan budidaya perikanan di Aceh. Menurut data
yang ada jumlah produksi perikanan budidaya Provinsi Aceh
sejumlah 82.692-ton dimana 69% diantaranya didominasi oleh
produksi perikanan budidaya tambah yaitu berupa udang dan
ikan bandeng (DKP Aceh, 2016). Tentu saja jumlah tersebut
belum sebanding dengan potensi yang dimiliki. Oleh karena itu
perlu perhatian yang serius dari para pihak untuk
mengembangkan sector ini secara series dan fokus.

10
BAB II.
EKOLOGI IKAN

2.1 Pendahuluan
Air merupakan medium tempat hidup ikan sepanjang hayat,
jika air tidak tersedia maka sudah pasti ikan tidak dapat ditemui
di daerah itu. Pepatah yang mengatakan “dimana ada air disitu
ada ikan” hal ini menunjukkan bahwa ikan dapat hidup dimana
saja sepanjang air tersedia. Ikan dapat hidup di danau-danau
atau genangan air puncak gunung yang tinggi, ikan juga dapat
hidup di palung-palung laut yang gelap dan sangat dalam. Di
laut atau di danau, ikan menghuni semua lapisan air mulai dari
lapisan permukaan, lapisan tengah dan dasar perairan.
Keperluan ikan akan air sebenarnya sangat berkaitan
dengan apa yang terkandung dalam air dan organ pernafasan
ikan. Sebenarnya di dalam air terdapat berbagai bahan kimia
yang diperlukan oleh ikan baik yang terlarut atau dalam bentuk
partikel tersuspensi. Untuk bernafas misalnya ikan
menggunakan insang dan seperti halnya makhluk hidup lainnya
membutuhkan oksigen untuk bernafas. Oksigen yang dapat
dimanfaatkan untuk pernafasan adalah oksigen yang terlarut
dalam air, oksigen tersebut hanya dapat diserap dengan
menggunakan insang, walaupun pada beberapa spesies ikan
ada yang memiliki alat pernafasan tambahan selain insang
(untuk lebih jelas silahkan baca Buku Pengantar Iktiologi yang
telah kami terbitkan sebelumnya), namun insang berfungsi
sebagai alat pernafasan utama pada semua spesies ikan.

11
Kuantitas dan kualitas air sangat penting bagi ikan dan semua
makhluk hidup lain yang ada di perairan.

2.2 Kuantitas air


Selain kondisi topografi yang baik, sumber air yang bermutu
tinggi dan mencukupi juga sangat diperlukan. Kolam sangat
sesuai dibangun di lahan yang pembangunan drainase tidak
terlalu penting, artinya bahwa air dapat mengalir melalui jalur-
jalur drainase alamiah sehingga air tidak tergenang, misalnya
lahan yang memiliki anak anak-anak sungai. Kolam sebaiknya
dibangun di kawasan yang memiliki kuantitas air mencukupi
dan tidak berlebihan. Lahan dengan anak sungai yang mengalir
perlahan tidak cocok karena tidak dapat mencukupi pasokan air
kolam dan sebaliknya air sungai yang memiliki aliran air kuat
dan tidak stabil juga membahayakan kolam karena lahan
terancam banjir yang dapat merusak pematang dan merusak
kolam. Pertama-tama perlu dipastikan apakah air mencukupi
untuk menggantikan kehidupan air akibat bocoran, resapan dan
penguapan. Jumlah air yang hilang harus mampu digantikan
oleh sumber air kolam untuk memastikan tinggi air di kolam
tetap pada level diinginkan dan keperluan respirasi ikan. Akan
tetapi jika jumlah air yang diinginkan telah mencukupi, air tidak
boleh ditambah, kelebihan air harus dibuang melalui saluran
pengeluaran (output).
Jumlah air yang diperlukan sangat tergantung pada jenis
ikan yang dipelihara, beberapa spesies ikan memerlukan air
dengan kandungan oksigen terlarut yang tinggi, misalnya ikan

12
salmon (Salmonidae) di Eropa, ikan mas (Cypinus carpio) di
Cina dan ikan keureling (Tor spp.) di daerah Aceh (Indonesia).
Jenis ini biasanya merupakan ikan-ikan yang suka hidup pada
air yang dingin yang mengalir sehingga kandungan oksigennya
jenuh. Sebaliknya ada pula beberapa spesies ikan yang
memerlukan air sedikit dan kadar oksigen agak rendah
misalnya lele dan belut, jenis-jenis ini umumnya adalah ikan-
ikan yang suka hidup pada perairan yang hangat.
Untuk menghitung jumlah keperluan air kolam, jika sistem
pemeliharaan menggunakan sistem intensif, maka
perhitungannya harus berdasarkan keperluan respirasi ikan.
Sedangkan jika menggunakan sistem pemeliharaan ekstensif,
maka perhitungan harus memperhitungkan kehilangan air
akibat resapan dan penguapan. Tinggi muka air yang hilang
akibat resapan biasanya sangat dipengaruhi oleh ketelitian
dalam pembuatan pematang dan pemadatan tanah dasar
kolam. Kehilangan akibat penguapan jumlahnya akan berbeda-
beda sepanjang tahun berdasarkan iklim dan keadaan
geografis daerah setempat.

2.3 Kualitas air


Kualitas air sangat krusial dalam pemeliharaan ikan, jika
dari segi kuantitas air mencukupi tetapi dari segi kualitas
rendah maka usaha pemeliharaan ikan tidak dapat dijalankan.
Kualitas air mempengaruhi semua komunitas di perairan baik
bakteri, ikan, plankton, tanaman air dan lain-lain. Di sini kami
akan membahas beberapa parameter penting kualitas air untuk

13
ikan secara umum saja, diantaranya oksigen terlarut, nitrogen,
pH, karbondioksida dan amonia.

2.3.1 Oksigen (O2)


Kebutuhan oksigen pada ikan dapat dibagi menjadi dua
aspek, yaitu; kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan
kebutuhan konsumtif. Perbedaan keperluan oksigen dalam
lingkungan bagi ikan disebabkan karena adanya perbedaan
struktur molekul darah ikan, perbedaan struktur molekul ini
mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam
air dan derajat kejenuhan oksigen dalam darah. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya pertukaran antara oksigen -
karbondioksida dari darah dan air, dan ini terjadi di insang.
Kebutuhan konsuntif yang sangat tergantung pada laju
metabolisme ikan. Ikan memerlukan oksigen untuk pembakaran
makanan untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk
aktivitas fisik dan fisiologis misalnya berenang, pertumbuhan,
reproduksi. Oleh karena itu ketersediaan oksigen bagi ikan
sangat menentukan aktivitas dan daur hidupnya. Selain itu
konversi makanan (food conversion ration) dan laju
pertumbuhan sangat tergantung pada oksigen, dengan catatan
bahwa faktor-faktor lingkungan yang lain optimum. Secara
umum konversi makanan akan semakin baik (rendah) jika
konsentrasi oksigen meningkat. Kebutuhan optimum oksigen
akan berbeda-beda menurut jenis ikan, ikan mas Cyprinus
carpio misalnya memerlukan kadar oksigen terlarut tidak kurang
dari 3 mg L-1 (DO > 3 ppm).

14
Beberapa spesies ikan dapat bertahan hidup dalam waktu
lebih lama atau lebih pendek pada keadaan kandungan oksigen
terlarut sangat rendah. Ikan-ikan yang memiliki alat pernafasan
tambahan misalnya ikan lele (Clarias spp.) kurang sensitif
terhadap kekurangan oksigen sehingga dapat bertahan pada
kondisi oksigen rendah, ikan-ikan yang demikian biasanya
memiliki mekanisme untuk mengurangi konsumsi dalam kondisi
kandungan oksigen terlarut dalam air rendah. Selain itu pula
daya larut oksigen selain dipengaruhi oleh tekanan oksigen di
udara juga sangat dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas air.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa daya larut oksigen akan
menurun selaras dengan peningkatan suhu air dan sebaliknya
kelarutan oksigen akan semakin tinggi seiring dengan
peningkatan kadar salinitas.

2.3.2 Nitrogen (N2)


Nitrogen berperan yang penting dalam siklus hara di
perairan. Kehadiran nitrogen dalam air secara umum dapat
dalam dua bentuk, yaitu nitrogen organik dan nitrogen
anorganik. Nitrogen organik bersifat terikat pada unsur utama
mahluk hidup, misalnya asam amino; sedangkan nitrogen
anorganik bersifat bebas dan larut di dalam air, misalnya
ammonia, nitrit dan nitrat. Nitrogen organik pada mahluk hidup
yang mati akan terurai menjadi nitrogen anorganik .
Kandungan nitrogen yang terlalu di dalam air dapat
berbahaya bagi ikan karena dapat mengakibatkan bubble
disease, emboli atau gelembung gas dalam darah yang akibat

15
adanya tekanan total gas yang terlalu tinggi. Dalam beberapa
hal, gelembung gas juga juga dapat terjadi. Namun karena
oksigen memiliki molekul yang lebih besar dibandingkan
dengan nitrogen, sehingga oksigen hanya akan menyebabkan
gangguan pada ikan apabila kejenuhannya sangat tinggi (diatas
350%).

2.3.3 Amonia (NH3), Nitrit (NO2) dan Nitrat (NO3)


Sebagaimana tekah dijelaskan sebelumnya bahwa nitrogen
di perairan berada dalam beberapa bentuk. Amonia adalah
salah satu bentuk nitrogen yang penting di perairan.
Kelarutannya di dalam air mencapai 89.9 g/ 100 ml pada suhu
o
0 C. Amonia merupakan produk akhir dari metabolisme
protein, dalam bentuk tidak ter-ionisasi (NH3) bersifat racun
yang sangat berbahaya pada ikan sekalipun pada konsentrasi
rendah. Pada konsentrasi 0,006 ppm misalnya, akan
menyebabkan kerusakan pada jaringan insang. Dalam kondisi
perairan kaya oksigen maka ammonia akan teroksidasi menjadi
nitrit (dengan bantuan bakteri aerobik) dan seterusnya nitrit
akan teroksidasi menjadi nitrat, dan dalam kondisi kurang
oksigen nitrat dapat tereduksi kembali menjadi nitrit, ke semua
proses ini disebut Nitrifikasi. Nitrat diperlukan oleh tumbuhan air
termasuk fitoplankton untuk pertumbuhannya. Berikut reaksi
kimianya:

16
Nitrosomonas
2NH3 + 3O2 2HNO2 + 2H2O
Nitrosococcus
Ammonia oksigen nitrit air
Nitrobacter
2HNO2 + O2 2HNO3
Nitrit oksigen Nitrat

2.3.4 pH
Power of Hydrogen (pH) adalah nilai logaritma negatif dari
konsentrasi ion H+. Sehingga dapat diformulasikan menjadi:
pH = - Log [H+], misalnya, larutan yang memiliki 10-2M H+
akan memiliki nilai pH= 2.
Secara umum, nilai pH akan rendah bersamaan dengan
rendahnya kandungan mineral dan sebaliknya. Mineral
digunakan sebagai nutrien di dalam siklus produksi perairan
dan pada umumnya perairan yang barang kali lebih produktif
dari pada perairan yang asam. Nilai pH air sangat dipengaruhi
oleh aktivitas fotosintesis oleh kehidupan tanaman air. Pada
umumnya perairan mempunyai nilai pH berkisar 4 sampai 9
pada daerah paya gambut atau daerah bakau yang tanahnya
berlumpur, pH air dapat mencapai nilai yang sangat rendah
karena adanya kandungan asam sulfat pada tanah dasarnya.
Untuk tujuan budidaya ikan khususnya pada kolam yang
tergenang, nilai pH yang optimum berkisar 6,7 sampai 8,2.
2.3.5 Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida mempunyai sifat sangat mudah larut dalam
larutan termasuk air dan darah. Secara umum, perairan alami
memiliki kandungan karbondioksida lebih kurang 2 mg L-1. Jika
konsentrasinya di dalam darah tinggi (>10 mg L-1), gas ini dapat

17
bersifat racun karena keberadaannya dapat menghambat daya
ikat oksigen oleh sel-sel hemoglobin darah. Keberadaan
karbondioksida dalam air akan menentukan nilai pH air
tersebut, karena karbondioksida akan bereaksi dengan air
dengan reaksi sebagai berikut: Penentu nilai pH
𝐻2𝑂+𝐶𝑂2⇌𝐻𝐶𝑂−3+𝐻+
Oleh karena itu jika kandungan CO2 tinggi dan oksigen
rendah menyebabkan banyak CO2 banyak terurai yang akan
menghasilkan banyak H+ maka dapat dipastikan nilai pH
menjadi rendah. Umumnya nilai pH akan berfluktuasi setiap hari
tergantung pada kemampuan fotosintesis tumbuhan air, pada
umumnya nilai pH pada pagi hari rendah dan semakin
meningkat di siang hari akan kembali turun di sore hari.

2.4 Pengelolaan Kualitas Air


Tujuan pengelolaan air adalah untuk meningkatkan
produktivitas kolam, yaitu dengan cara pengayaan nutrien melalui
pemupukan. Pemupukan biasanya dilakukan pada kolam sistem
air tergenang atau tertutup. Penembahan pada kolam ikan
misalnya akan dapat mengikatkan produktivitas kolam apabila
kolam tersebut banyak mengandung bahan organik dan bersifat
asam. Penambahan akan meningkatkan alkalinitas nilai pH dan
sebagai akibatnya daya sanggah (buffer) dan juga aktivitas
mikroba akan semakin baik bersamaan dengan kelarutan fosfat
dan karbonat tersebut. Pemupukan dengan akan dapat
meningkatkan produktivitas mencapai 100%.
Selain kalsium, fosfor juga merupakan unsur hara yang
penting di perairan. Pemupukan dengan fosfat umumnya

18
digunakan pada budidaya sistem air tergenang. Siklus fosfor
dalam air belum banyak dipelajari sehingga informasinya sangat
minim. Namun demikian, bentuk fosfor yang tersedia dalam air
tergantung pada nilai pH 4 sampai 9 masing-masing tersedia
dalam bentuk dan sangat mudah di absorbsi ke dasar perairan
atau kolam sehingga dengan demikian secara langsung kurang
mendukung produktivitas. Oleh karena itu, pemupukan dengan
pupuk fosfat harus dilakukan secara cermat agar diperoleh
kelarutan yang maksimum, misalnya dengan menggunakan pupuk
fosfat cair. Pemupukan dengan fosfat akan dapat meningkatkan
produktivitas kolam dapat mencapai 300%.
Pemupukan dengan nitrogen (urea) akan dapat meningkatkan
produktivitas hingga 100%. Aktivitas nitrifikasi (yaitu proses
transformasi) pada kolam akan meningkatkan keasaman kolam,
sehingga akan menyebabkan pengaruh negatif pada produktivitas
kolam. Oleh karena itu perlu dikombinasikan dengan fosfor.
Menurut beberapa penelitian yang dilakukan bahwa ration
campuran N/P yang paling sesuai adalah 4 sampai 5. Hal yang
sama juga berlaku untuk penggunaan pupuk organik, namun
pemakaian pupuk organik menurut beberapa penelitian yang
dilakukan pemakaian pupuk organik tidak memberikan
produktivitasnya lebih tinggi dari pada pupuk anorganik. Namun
demikian pemakaian pupuk organik, di samping dapat menambah
unsur hara, pupuk organik juga dapat meningkatkan kelimpahan
bentos serta mikroba dan daya absorbsi tanah dasar kolam
karena disebabkan peningkatan kandungan organik di dasar
kolam.

19
Pengelolaan kualitas air juga harus mempertimbangkan
berbagai hal yang lain misalnya bagaimana meningkatkan
kandungan oksigen terlarut dan memisahkan bahan-bahan yang
tidak diinginkan. Sesuatu cara paling umum dilakukan untuk
meningkatkan kandungan oksigen dan memisahkan bahan yang
ada dalam air adalah dengan aerasi dan pengendapan atau
penyaringan baik secara mekanis, biologis, maupun kimiawi.

20
BAB III.
KEBUTUHAN GIZI DAN PENGELOLAAN PAKAN

3.1 Keperluan Energi


Ikan memerlukan makanan sebagai sumber energi untuk
keperluan fisiologis dan aktifitasnya. Keperluan fisiologis yaitu
untuk proses-proses yang terjadi di dalam tubuhnya misalnya
untuk reproduksi dan respirasi, sedangkan aktifitas hariannya
misalnya berenang. Berbeda dengan hewan darat, ikan sangat
mengandalkan protein sebagai sumber energinya diikuti oleh
lemak dan karbohidrat. Kebutuhan energi pada ikan sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, faktor-faktor tersebut dalam
dikategorikan mejadi faktor dalaman (internal) dan faktor faktor
luar (eksternal), beberapa faktor dijelaskan berikut ini.

3.1.1 Spesies
Kebutuhan energi pada ikan sangat tergantung pada
spesies ikan, artinya bahwa masing-masing-masing spesies
memerlukan energi yang berbeda dengan spesies yang lain.
Hal ini disebabkan karena perbedaan aktifitas dari setiap jenis
ikan. Ikan-ikan yang bersifat aktif akan memerlukan energi lebih
besar dibandingkan dengan ikan-ikan yang bersifat pasif.
Perbedaan keperluan makanan ini juga akan berdampak pada
perbedaan keperluan atau konsumsi oksigen, karena keperluan
energi yang tinggi akan memerlukan suplai makanan yang
banyak untuk itu diperlukan juga oksigen yang banyak untuk
mengoksidasi makanan tersebut menjadi energi.

21
3.1.2 Ukuran
Kecepatan metabolisme ikan yang berkuran kecil akan
lebih cepat dibandingkan dengan ikan besar, oleh karena itu
menurut Winberg (1956) bahwa keperluan energi akan
berhubungan dengan berat tubuh sampai sebesar 0,8 sehingga
laju metabolisme menjadi B0,8, dimana B adalah berat tubuh
ikan.

3.1.3 Umur
Umur mempengaruhi kebutuhan energi pada ikan karena
umur menentukan laju pertumbuhan dan metabolisme. Pada
umur muda laju peertumbuhan ikan sangat tinggi dibandingkan
umur lebih tua sehingga laju metabloisme ikan muda juga
tinggi. Dengan demikian bahwa ikan yang berumur muda
membutuhkan energi yang lebih tinggi.

3.1.4 Aktifitas fisiologis


Aktifitas fisiologis merupakan suatu siklus atau ritme baik
harian, bulanan maupun tahunan. Siklus ini sangat dipengaruhi
oleh faktor dalam misalnya hormon dan enzim serta faktor luar
misalnya suhu dan cahaya. Hal ini akan mengakibatkan juga
ritme dalam keperluan energi. Dalam kaitan siklus reproduksi
misalnya, perbedaan jenis kelamin akan turut membedakan
keperluan energi pada ikan dalam kaitan siklus reproduksi,
selian itu juga ikan yang sedang dalam proses pematangan
gonad juga memerlukan energi yang lebih tinggi karena selain
itu keperluan tumbuh energi juga diperlukan untuk proses
pembentukan sel-sel gonad (telur atau sperma).

22
3.2 Sumber Energi
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa sumber energi
untuk ikan adalah protein, lemak dan karbohidrat. Protein
diserap dalam bentuk asam amino, lemak dalam bentuk asam
lemak dan glyserol sedangkan karbohidrat dalam bentuk gula
sederhana misalnya glukosa. Selain ketiga hal diatas ikan juga
memerlukan vitamin dan mineral untuk memastikan
pertumbuhannya berjalan optimal, kesemua hal tersebut
(protein, lemak, kerbohidrat, vitamin dan mineral) sering disebut
sebagai zat gizi. Berikut ini beberapa penjelasan ringkas
tentang sumber-sumber energi atau zat gizi tersebut.

3.2.1 Protein
Protein adalah molekul organik yang berukuran besar yang
mengandung carbon, hidrogen ,oksigen, nitrogen dan kadang-
kadang sulphur dan merupakan kompenen yang sangat penting
dalam pembentukan sel-sel nukleus dari jaringan, organ dalam,
otak, saraf dan kulit ikan. Komponen dasar protein terdiri dari
C=50-55%, H=6-8%, )=20-23%, N=15-18%, S=0-4%
sedangkan struktur dasar pembntuk protein adalah asam
amino.
Terdapat 20 macam asam amino yang berperan dalam
pembentukan protein yang dibagi menjadi dua kategori yaitu;
asam amino indispensibel atau asam amino esensial yaitu
asam amino yang tidak dapat disentesa oleh tubuh ikan atau
hanya tersedia dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga
tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologis, pertumbuhan
sehingga perlu dipasok dari luar yaitu melalui makanan yang

23
dimakan. Sebagaimana ikan lainnya, ikan nila memerlukan 10
jenis asam amino yaitu ; arginin, histidin, isoleusin, leusin, lysin,
methionin, phenylalanin, threonin, tryptophan dan valin.
Golongan kedua adalah asam amino dispensibel atau asam
amino non esensial, yaitu asam amino yang dapat disentesa
oleh tubuh dari sumber-sumber karbon dan group asam amino
yang lain atau dari komponen yang lebih sederhana misalnya
diammonium citrat, dalam jumlah yang cukup sehingga tidak
perlu disuplai dalam makanan.
Protein merupakan zat gizi yang sangat mahal
dibandingkan dengan unsur lain, dalam usaha budidaya
misalnya, biaya pakan sebagai sumber protein ikan akan
mencapai 40-70% dari total biaya produksi, oleh karena itu
informasi tentang keperluan protein yang optimum untuk setiap
spesies ikan yang dipelihara sangat penting diketahui, hal ini
menyebabkan penelitian tentang pakan ikan khususnya
kebutuhan protein (baik untuk induk maupun larva) sudah
cukup berkembang dewasa ini. Secara umum ikan nila
memerlukan pakan dengan kadar protein berkisar 35-50%.

3.2.2 Lemak (Lipid)


Lemak merupakan bentuk utama penyimpanan energi
dalam organisme hidup dan mempunyai nilai energi tertinggi
per unit berat. Pada ikan lemak hanya digunakan sebagai
sumber energi saja dan lemak dapat dicerna dengan cukup
baik oleh ikan. Lemak juga dapat disimpan sebagai deposit
lemak sebagai energi cadangan jangka panjang yang penuh
aktifitas, misalnya migrasi pada ikan salmon dan selama priode

24
tanpa makan karena kekeringan pada ikan gabus dan lele.
Tujuan utama penambaha lemak dalam makanan ikan adalah
cadangan protein dalam pertumbuhan (protein hanya
digunakan untuk pertumbuhan saja) dan menentukan cita rasa
dan aroma pakan. Walaupun bukan sebagai nutisi utama untuk
ikan, lemak memainkan peran yang cukup penting sebagai
medium pelarut zat gizi yang lain sehingga dapat dimanfaatkan
oleh tubuh, misalnya sebagai pelarut vitamin A,D,E dan K.
Lemak juga berfungsi dalam pembentukan sel membran dan
sebagai precursor pembentukan komponen aktif biologi
misalnya hormon, pigmen dan faktor pertumbuhan.
Lemak khususnya fatty acid terbukti berpengaruh terhadap
kelanjar pituitary yang dapat merangsang pengeluaran hormon
dan steroid sex pada ikan. Lemak juga berperan dalam
pembentukan struktur membran sel, misalnya phospholipid.
Penambahan phospholipid dalam pakan juga diketahui dapat
meningkatkan kualitas telur ikan. Suatu penelitian terakhir yang
dilakukan oleh Pustawka dkk (2000) menunjukkan bahwa
penembahan asam lemak jenuh (saturated fatty acid) dapat
meningkatkan produksi cholesterol dan asam lemak tak jenuh
rantai tunggal pada spermatozoa ikan, artinya bahwa pemakain
asam lemak ini akan dapat mempercepat kematangan dan
kualitas sperma ikan.
Daya cerna lemak pada ikan meningkat seiring dengan
penurunan titik cair dari lemak yang bersangkutan, misalnya
dengan peningkatan asam lemak tidak jenuh. Kebutuhan lemak
pada ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun secara

25
umum ikan memerlukan lemak dalam pakannya berkisar 5-
15%. Untuk ikan nila kandungan lemak berkisar 6-8% sudah
mencukupi betuhannya.

3.2.3 Karbohidrat
Walaupun sebagai sumber energi yang murah dan
melimpah dalam makanan ikan, namun tidak boleh diberikan
dalam jumlah yang banyak karena ikan tidak dapat mencerna
karbohidrat dengan efektif. Namun demikian, ikan yang bersifat
herbivora mempunyai kemampuan mencarna karbohidrat lebih
tinggi daripada karnivora. Namun secara umum ikan tidak
dapat menyimpan karbohidrat (kecuali sebagian kecil ada di
hati dan glikogen otot), dan hanya digunakan sebagai energi,
tetapi karena ikan tidak dapat mencerna efektif karbohidrat
harus diberikan secara proporsional dengan unsur nutien yang
lain. Karbohidrat terdapat dalam makana ikan dalam bentuk
serat kasar dan ekstrak N-bebas, secara umumkebutuhan
karbohidrat pada ikan berkisar 3-9% dan sedangkan serat tidak
lebih dari 4%.

3.3 Unsur nutrisi yang lain (Vitamin dan mineral)


Vitamin sangat dipelukan oleh ikan untuk menjaga
kesehatan dan pertumbuhannya dan juga bertindak sebagai
faktor pendamping (cofactors) atau sebagai subtrat dalam
beberapa reaksi metabolik and mereka diperlukan dalam
jumlah yang kecil. Vitamin dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
vitamin yang larut dalam air ; asam ascorbit, myo-inositol,
cholin, thiamin, riboflavin, pyrodixin, asam pantothenik, biotin,

26
niacin, asam folik dan cyanocobalamin) dan vitamin yang larut
dalam lemak ; vitamin A, D. E dan K.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa vitamin A, C dan E
diketahui memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan
reproduksi ikan. Penelitian yang dilakukan leh Tokuda dkk
(2000) membuktikan bahwa vitamin E sangat penting untuk
pertumbuhan dan reproduksi ikan. Kekurangan vitamin E juga
dapat menghambat perkembangan ovari pada ikan mas dan
menurunkan kandungan lemak dan protein pada ovari sehingga
berakibat pada rendahnya kualitas telur dan larva yang
dihasilkan. Kekurangan vitamin E dan A akan berdampak pada
rendahnya angka penetasan dan kelangsungan larva ikan
Plecoglossus altevelis dan Oreachromis mossambicus, dan
pada ikan mujair (Oreochromis niloticus) dapat mengakibatkan
berkurangnya kemampuan pewarnaan semasa masa
pemijahan.
Mineral diperlukan oleh ikan untuk menjaga proses
metabolisme berjalan dengan baik dan sebagai bahan utama
pembentukan struktur elemen misalnya tulang, gigi dan sisik
sera berperan dalam proses osmoregulasi.
Secara umum ikan dapat mengambil mineral langsung dari
air melalui insang dan bahkan melalui permukaan kulitnya dan
kemampuan penyerapan mineral dari lingkungan sangat
bervariasi tergantung kepada faktor konsentrasi mineral dalam
air, temperatur air, pH dan lain-lain. Oleh karena itu penelitian-
penelitian tentang kebutuhan mineral untuk pakan ikan sangat
terbatas sekali.

27
Mineral yang diperlukan untuk metabolisme ikan dapat
dibagi menjadi dua group yaitu; major mineral dan trace
mineral. Major mineral adalah mineral yang dibutuhkan dalam
jumlah yang cukup banyak misalnya kalsium, phosphosrus,
magnesium, sodium, potassium, chlorin dan sulphur.
Sedangkan trace mineral adalah mineral yang diperlukan hanya
dalam jumlah yang sedikit misalnya iron, iodin, mangan,
copper, cobalt, zinc, selenium, molybdenum, flourin,
alumanium, nikel, vanadium, silicon, tin dan chromin.
Kalsium dan phosphor adalah jenis meneral yang sangat
diperlukan untuk pembentukan sistim ranga, sedangkan
copper, mangan, cobalt, zinc dan selenium memainkan peran
yang penting dalam fungsi metabolik. Zat besi (iron) merupakan
komponen yang penting dalam sistim respirasi yaitu sebagai
pigmen heamoglobin dan iodin diperlukan dalam proses
produksi hormon tiroid. Kandungan vitamin dan mineral dalam
pakan ikan tidak lebih dari 3%.

3.4 Kualitas Pakan


Makanan ikan harus mempunyai kualitas yang baik dari
segi fisik, kimia dan biologi. Sifat fisik dinilai dari aspek
kekerasan dan daya tahannya di dalam air. Dari segi kimia
menyangkut kandungan gizi seperti protein, lemak, karbohidrat,
vitamin, mineral dan juga kelembabannya sedangkan dari segi
biologis dinilai dari aspek kontaminasi jamur, bakteri dan bau.

28
3.4.1 Penyebab kerusakan makanan ikan dan cara
penanggulangannya
Kerusakan makanan ikan dapat disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain:
- Serangan jamur, hal ini terjadi jika makanan yang
disimpan mempunyai kelembaban tinggi atau disimpan
suhu yang tidak sesuai. Selain itu perbedaan suhu
antara siang dan malam hari dapat menyebabkan
timbulnya uap air dalam wadah penyimpanan terutama
yang terbuat dari plastik sehingga makanan menjadi
lembap dan merangsang tumbuhnya jamur. Jamur yang
biasanya tumbuh pada makanan ikan adalah Aspergillus
sp. yang sangat berbahaya bagi ikan peliharaan.
- penguraian protein. Protein dapat rusak melalui dua
proses, yaitu; (a) pada kelembaban tinggi protein akan
terurai (2) melalui reaksi antara protein dan karbohidrat
yang menghasilkan bahan-bahan yang tidak dapat
dicerna oleh ikan.
- penguraian lemak. Lemak dalam makanan ikan sangat
mudah teroksidasi menghasilkan bau tengik, hal ini
dapat terjadi juga pada suhu yang rendah. Bahkan kimia
yang dihasilkan dari proses oksidasi bersifat racun dan
merugikan kesehatan ikan.

3.4.2 Cara penyimpanan makanan ikan dengan baik


Untuk menghindari kerusakan makanan ikan yang disimpan
maka diperlukan cara penyimpanan yang betul. Namun
demikian makanan ikan akan mengalami penurunan kualitas
jika disimpan dalam jangka waktu yang lama oleh karena itu
29
tidak disarankan untuk menyimpan makanan ikan lebih dari tiga
bulan.
Untuk menghindari kerusakan makanan, maka makanan
harus disimpan dalam kantong plastik kedap udara dan
ditempatkan pada ruang dengan suhu rendah dan terhindar
dari cahaya matahari.
Agar makanan yang disimpan dapat bertahan lama dan
tanpa mengurangi, maka makanan ikan terutama dalam bentuk
pelet harus benar-benar kering sebelum disimpan. Makanan
yang mengandung lemak tinggi harus disimpan dalam freezer
untuk menghindari teroksidasi.

3.4.3 Pemberian pakan


Banyak teknik pemberian makanan kepada ikan yang dapat
diterapkan. Perencanaan pemberian makanan meliputi
penentuan ukuran, kadar pemberian, frekuensi pemberian, dan
cara pemberian. Teknik pemberian makanan ini berubah
mengikuti pertumbuhan ikan peliharaan.

a. Ukuran pakan
Pemberian makanan dengan ukuran yang tepat merupakan
hal yang penting diperhatikan oleh peternak. Biasanya ukuran
makanan ikan harus sesuai dengan ukuran bukaan mulut ikan
dan mudah di caplok dan ditelan. Peternak harus
menyesuaikan ukuran makanan ikan mengikuti pertumbuhan
ikan terus meningkat. Sebagai panduan dapat digunakan
pedoman praktis disajikan pada Tabel 3.1.

30
Tabel 3.1. Ukuran pelet ikan berdasarkan ukuran ikan (Hashim,
2000)
Ukuran ikan (mm) Ukuran diameter pelet (mm)
Larva 0,5
10-25 0,8
26-40 1,2
41-55 2,0
56-100 3,3
101-150 4,2
Lebih dari 150 4,8

b. Jumlah pemberian pakan dan penyesuaiannya


Untuk memastikan pertumbuhan ikan maksimal maka
pemberian makanan dalam jumlah yang optimal perlu
mendapat perhatian. Jika jumlah makanan yang diberikan
kurang akan menyebabkan ikan tidak membesar dan jika
makanan yang diberikan berlebihan akan menyebabkan
pemborosan atau peningkatan biaya produksi. Jumlah
pemberian makanan berbeda-beda menurut spesies dan tahap
pertumbuhan ikan. Untuk ikan lele jumlah pemberian makanan
yang optimal disajikan pada Tabel 3.2.
Makanan ikan berupa pelet terdiri dari dua jenis yaitu jenis
pelet yang mengapung dan jenis tenggelam. Jika pelet yang
diberikan adalah jenis mengapung maka jumlah pemberian
dapat disesuaikan hingga ikan kenyang atau sampai ikan tidak
makan lagi. Hal ini disebabkan pelet mengapung dapat dilihat di
permukaan air. Sebaliknya pelet tenggelam harus mengikuti
aturan berat badan ikan seperti yang dijelaskan diatas. Dalam

31
keadaan demikian, jumlah ikan dan berat ikan dalam kolam
pada waktu tertentu harus diketahui, maka perlu dilakukan
sampling ikan setiap bulan untuk menyesuaikan jumlah
makanan yang akan diberikan. Untuk mengantisipasi jumlah
ikan yang mati dapat digunakan asumsi tingkat kematian ikan
peliharaan adalah berkisar 5-10%.

Tabel 3.2. jumlah pemberian makanan ikan lele menurut tahap


pertumbuhannya (Hashim, 2000).
Ukuran ikan Jumlah pemberian makanan
(%berat badan/hari)
Larva hingga 0.25 g 10
0,25 – 4 g 5
Lebih besar dari 4 g 3
Induk ikan 1

c. Frekuensi pemberian pakan


Jumlah pemberian makanan menurun sejalan dengan
pertambahan berat ikan, hal yang sama juga berlaku untuk
frekuensi pemberiannya. Misalnya anak ikan lele dengan berat
kurang dari 2 g perlu diberi makan delapan kali sehari yaitu
setiap 3 jam sekali, setelah mencapai berat diatas 2 g frekuensi
pemberian dikurangi menjadi hanya empat kali sehari,
sedangkan ikan dengan berat diatas 10 g diberi makan
sebanyak dua kali sehari.

32
d. Waktu pemberian makanan
Biasanya ikan lele diberikan makan dua kali sehari, waktu
pemberian makanan terbaik bagi ikan lele antara pukul 8 pagi
sampai 6 sore. Jika diberikan terlalu pagi atau terlalu sore,
nafsu makan ikan biasanya akan berkurang akibat dari
rendahnya kadar oksigen pada kedua waktu tersebut.

33
BAB IV.
TEKNIK FORMULASI PAKAN BUATAN

4.1 Pentingnya Pakan Buatan


Makanan untuk ikan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
makanan alami dan makanan buatan. Pemberian makanan
buatan adalah salah satu untuk meningkatkan produksi ikan
yang dibudidayakan. Kebutuhan pakan ini sangat tergantung
pada tingkatan usaha yang dijalankan yaitu ekstensif, semi
intensif dan intensif. Ikan nila dapat hidup dengan baik dalam
kolam karena dapat memanfaatkan beragam jenis makanan,
namun demikian pada masa larva ikan nila tidak mau memakan
makanan bukan, oleh karena itu ketersediaan makanan alami
pada tahap ini adalah sangat penting, untuk memastikan
tersedia cukup pakan alami di kolam perlu dilakukan
pemupukan kolam. Setelah mencapai panjang 4-5 cm, ikan nila
mulai mau memakan berbagai makanan termasuk pakan
buatan yang diberikan.
Pada budidaya ikan secara tradisional misalnya makanan
alami merupakan pakan utama dan makanan buatan hanya
digunakan sebagai tambahan saja. Jika makanan buatan
diberikan maka kepadatan ikan yang dipelihara dapat
ditingkatkan. Pilihan pemberian makanan secara rutin (intensif)
atau tidak sebenarnya adalah masalah pertimbangan ekonomi,
hal ini tergantung pada biaya yang tersedia dan
rasionkonversikan pakan.

34
Rasio konversikan adalah jumlah makanan (kg) yang
diperlukan untuk menghasilkan 1 kg ikan. Rasio konversi pakan
dapat dibedakan menjadi dua yaitu; rasio konversi pakan
mutlak dan rasio konversi pakan relatif. Rasio konversi pakan
mutlak adalah jumlah makanan yang diberikan (kg) dibagi
dengan pertambahan bobot ikan. Dengan assumsi adalah
pertumbuhan yang diperoleh hanya semata-mata akibat
makanan yang diberikan, tanpa mempertimbangkan faktor
makanan alami, pemupukan dll. Sedangkan rasio konversi
pakan relatif ikut mempertimbangkan faktor-faktor di atas.
Nilai konversi pakan ini tidak hanya tergantung pada
makanan yang diberikan akan tetapi juga pada faktor lain
seperti kepadatan ikan, berat ikan, kelas umur, kesehatan,
kualitas air dan metode pemberian pakan (jumlah dan frekuensi
pemberian).

4.2 Pemilihan Bahan Makanan


Bahan mentah yang akan dijadikan makanan ikan harus
memenuhi beberapa pesyaratan; (1) bukan makanan utama
manusia (2) tidak beracun (3) mudah didapat dan berharga
relative murah dan (4) disukai dan dapat dicerna oleh ikan.
Bahan-bahan yang dipilih berbeda-beda menurut jenis ikan.
Ikan lebih memerlukan protein untuk pertumbuhannya, oleh
karena itu kadar protein dalam makanan yang akan dibuat perlu
ditetapkan. Secara umum sumber protein berasal dan hewan
(protein hewani) dan protein nabati. Sebaiknya disarankan
untuk mengkombinasikan kedua jenis protein tersebut dalam

35
makanan ikan. Hal ini bertujuan untuk menekan biaya produksi,
karena protein hewani seperti tepung ikan berharga mahal bila
dibandingkan dengan protein nabati seperti tepung kedele.
Namun demikian dari segi kualitas protein nabati lebih rendah
dan sulit dicerna oleh ikan oleh karena itu pemakaian protein
nabati tidak boleh terlalu berlebihan. Sebelum digunakan untuk
bahan pembuatan makanan ikan, bahan-bahan yang dipilih
perlu terlebih dahulu diketahui komposisi zat gizinya.
Pemilihan bahan mentah untuk ikan nila dapat dikatakan
mudah karena pada dasarnya ikan ini dapat mencerna dengan
baik semua sumber zat gizi (hewani dan nabati), karena ikan
nila tergolong ikan Omnivorous. Oleh karena itu sumber protein
dari bahan hewani dapat ditekan, karena sumber ini relatif
mahal dibandingkan dengan bahan nabati. Beberapa jenis
bahan mentah yang dapat digunakan untuk memformulasi
pakan ikan nila disajikan pada Tabel 4.1.

36
Tabel 4.1. Kandungan Nutrisi Beberapa Macam Bahan Mentah
yang Dapat Digunakan Untuk Membuat Pakan Ikan Nila
No Jenis bahan mentah Kandungan zat gizi
Protein Lemak Karbohidr Air/kelem
(%) (%) at/abu baban
(%) (%)
1. Tepung udang rebon 51.65 7.76 11.02 15
2. Tepung kedelai 47.28 5.31 7.10 11.1
3. Tepung jagung 10.33 3.22 71.7 12.2
4. Tepung sagu 7.12 3.12 72.4 10.3
5. Dedak halus 13.63 7.79 34.7 10.2
6. Tepung ikan 62.99 6.01 12.79 9.9
7. Tepung siput murbei 52.9 3.71 0.68 12.5
8. Tepung bekicot 54.29 4.18 30.45 8.20
9. Tepung darah 71.45 0.42 13.12 8.19
10. Tepung terigu 12.27 1.16 79.70 13.10
11. Tepung bungkil kelapa 13.45 10.34 19.5 9.53
12. Tepung daun lamtoro 14.1 3.43 28.5 9.3
13. Tepung ampas tahu 23.86 5.93 42.97 10.52
14. Tepung ampas kecap 11.53 3.45 - 26.04
15. Tepung kacang tanah 47.9 10.9 25.0 7.8
16. Tepung gaplek 2.45 1.43 76.12 13.0
17. Tepung ubi kayu 1.00 0.4 30.0 66.70
18. Ubi jalar 1.89 2.96 77.75 75.00
19. Tepung daun singkong 27.6 7.7 45.6 3.8
20. Tepung daun azolla 25.1 3.8 35.1 8.5
21. Tepung tulang 25.54 3.80 61.6 5.52
22. Tepung bekicot 54.29 4.18 30.45 7.01
23 Telur ayam 12.8 11.5 0.7 74
Sumber : Mundayana, 2004; Mudjiman, 1984.

37
4.3 Meramu Pakan Ikan
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa biaya yang
dikeluarkan untuk pakan dapat mencapai 70% dari total biaya
produksi, oleh karena itu juga biaya ini dapat ditekan makan
dipastikan petani ikan akan menuai keuntungan yang cukup
signifikan.
Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan
menyiapkan pakan ikan nila secara mandiri. Bahan-bahan
dapat dipilih dari alam, yang mudah diperoleh dan harga
murah. Karena keunggulan dari ikan nila ini salah satunya
adalah dapat mencerna dengan baik sumber protein nabati,
oleh karena itu penggunaan sumber protein hewani yang relatif
mahal dapat ditekan.
Selain bahan mentah yang mudah diperoleh, dari segi
peralatan juga tidak terlalu rumit atau canggih, untuk skala
rumah tangga cukup hanya dengan alat penggiling daging dan
mixer anda sudah dapat menyiapkan pakan sendiri. Langkah
pertama yang harus ditempuh adalah menyusun formula pakan
yang kita inginkan. Ada beberapa metode yang dapat dipakai,
namun disini kami hanya menunjukkan cara yang paling mudah
dan praktis saja yaitu; metode kuadrat.

a. Meramu pakan dari dua jenis bahan mentah


Langkah-langkahnya adalah :
1. Pilih bahan bentah yang akan diramu, setiap bahan
mentah yang akan dipakai harus diketahui komposisi
gizinya (protein, lemak dan karbohidrat), sebagai

38
gambaran dapat digunakan bahan-bahan mentah yang
tercantum pada Tabel 5.1.
2. Tentukan kadar protein pakan yang akan kita buat.
Misalkan kita memiliki bahan mentah yang terdiri dari
tepung udang rebon (51.65% protein), dan dedak halus
(13.63% protein). Sedangkan pakan yang ingin kita buat
akan mengandung protein sebesar 25%. Maka langkah
yang kita lakukan adalah.
3. Kelompokkan bahan-bahan tersebut menjadi dua
kategori; kelompok pertama bahan-bahan dengan kadar
protein dibawah 20% (bahan basal), dan kelompok
kedua adalah bahan-bahan yang memiliki kadar protein
diatas 20% (bahan suplemen).
4. Buat sebuah bujur sangkar, tempatkan nilai protein yang
ingin kita buat ditengah-tengah bujur sangkar ,
tempatkan angka bahan basal pada sudut kiri atas dan
nilai rerata bahan suplemen pada sudut kirin bawah, dan
buat garis diagonal diantaranya.

39
13.63%
(bahan basal)

25%

51.65%
(bahan suplemen)

5. Hitung selisih nilai pinggir dengan nilai ditengah bujur


sangkar, dan tempatkan nilai selisih tersebut secara
diagonal dan jumlahkan ke bawah angka disisi kanan

13.63% 26.65%
(bahan basal)

25%

51.65% 11.37% +
(bahan suplemen) 38.02%

6. Maka ersentase masing-masing bahan yang diperlukan


adalah :
Dedak halus = 26.65% x 100%
38.02%
= 70.09%

Tepung udang rebon = 11.37% x 100%


38.02%
= 29.91%

40
7. Jika kita ingin membuat pakan ikan nila sebanyak 100
kg, maka masing-masing bahan yang kita perlukan
adalah :
Dedak halus = 70.09% x 100 kg
= 70.09 kg

Tepung udang rebon = 29.91% x 100 kg


= 29.91 kg

Untuk melengkapi pakan ikan kita perlu ditambahkan


vitamin mix (bubuk atau cairan yang terdiri dari berbagai jenis
vitamin) dan mineral mix (bubuk yang terdiri dari beberapa
macam mineral). Jumlah masing-masing adalah sebanyak 1%
vitamin dan 2% mineral, serta minyak (5%) sebagai sumber
lemak dalam hal ini kita memproduksi 100 kg pakan, maka
vitamin dan mineral yang perlu kita tambahkan adalah 1 kg
vitamin dan 2 kg mineral.
Untuk pemula penambahan vitamin, mineral dan lemak
dapat dilakukan secara langsung, namun hasil akhir pelet yang
diproduksi akan lebih dari 100 kg, hal ini mungkin sedikit akan
menyebabkan error dalam perhitungan protein akhir (analisis
proximate). Cara yang paling akurat adalah, dengan cara
mengurangkan berat total pelet yang akan diproduksi dengan
berat vitamin, mineral dan minyak. Hasilnya baru dikalikan
dengan prosentase masing-masing bahan, sehingga langkah 6
dan 7 menjadi:

41
7. Maka persentase masing-masing bahan yang diperlukan
adalah :
Barat total 1% vitamin + 2% Mineral + 5% minyak =
1 kg + 2 kg + 5 kg = 7 kg
Sehingga berat bahan mentah lainnya adalah 100 kg –
7 kg = 93 kg

Sehinga berat masing-masing bahan lainnya adalah :


Dedak halus = 70.09% x 93 kg
= 65.18 kg

Tepung udang rebon = 29.91% x 93 kg


= 27.82 kg

b. Meramu pakan ikan nila dari lebih dari dua jenis bahan
mentah
Misalnyanya bahan yang akan kita gunakan adalah ;
tepung udang rebon (51.65% protein), tepung kedelai (47.28%
protein), tepung jagung (10.33% protein) dan dedak halus
(13.63% protein) dan tepung sagu (7.12% protein). Tepung
sagu juga berfungsi sebagai perekat (binder). Sedangkan
pakan yang akan kita buat adalah pakan ikan nila dengan kadar
protein 35%.
1. Kelompokkan bahan-bahan tersebut menjadi dua
kategori; kelompok pertama bahan-bahan dengan kadar
protein dibawah 20% (bahan basal), dan kelompok

42
kedua adalah bahan-bahan yang memiliki kadar protein
diatas 20% (bahan suplemen).
2. Dari hasil pengelompokan diperoleh ; bahan basal
adalah tepung jagung (10.33% protein), tepung sagu
(7.12% protein) dan dedak halus (13.63%); sedangkan
bahan suplemen adalah tepung udang rebon (51.65%
protein) dan tepung kedelai (47.28% protein). Carilah
nilai rata-rata protein dari masing-masing kelompok
tersebut.

Bahan basal = 10.33% + 7.12% + 13.63% = 10.36%


3
Bahan suplemen = 51.65% + 47.28% = 49.45%
2
3. Buat sebuah bujur sangkar, tempatkan nilai protein yang
ingin kita buat ditengah-tengah bujur sangkar ,
tempatkan angka bahan basal pada sudut kiri atas dan
nilai rerata bahan suplemen pada sudut kirin bawah, dan
buat garis diagonal diantaranya.

10.36%
(bahan basal)
35%

49.45%
(bahan suplemen)

43
4. Hitung selisih nilai pinggir dengan nilai ditengah bujur
sangkar, dan tempatkan nilai selisih tersebut secara
diagonal dan jumlahkan ke bawah angka disisi kanan

10.36% 14.45%
(bahan basal)
35%

49.45% 24.64% +
(bahan suplemen) 39.09%

5. Hitung jumlah persentase masing-masing bahan :

Jumlah bahan basal = 14.45% x 100%


39.09%
= 36.97%

Jumlah bahan suplemen = 24.64% x 100%


39.09%
= 63.03%

6. Jika kita ingin membuat pakan ikan nila sebanyak 100 kg


maka, kita perlu masing-masing bahan sebagai berikut:

Bahan basal ada 3 jenis yaitu; tepung jagung, tepung sagu


dan dedak halus. Jika perbandingan bahan yang akan kita
pakai kita tentukan sebagai berikut : 2:1:4 Maka jumlah masing
adalah :
Tepung jagung = 2/7 x 36.97% x 100 kg
= 10.56 kg
44
Tepung sagu = 1/7 x 36.97% x 100 kg
= 12.33% x 100 kg
= 5.28 kg
Dekah halus = 4/7 x 36.97% x 100 kg
= 12.33% x 100 kg
= 21.13 kg

Bahan suplemen ada 2 jenis yaitu tepung udang rebon dan


tepung kedelai, jika perbadningan keduanya kita inginkan
adalah 1:3, maka jumlah masing-masing adalah
Tepung udang rebon = 1/4 x 63.03% x 100 kg
= 15.83 kg
Tepung kedelai = 3/4 x 63.03% x 100 kg
= 47.20 kg

Jagan lupa tambahakan vitamin dan mineral mix dengan


jumlah berkisar 1-3% dan minyak 5% dari total pakan yang
akan kita produksi. Agar lebih teliti, maka jumlah total bahan
perlu dikurangi terlebih dahulu dengan berat ketiga bahan ini.
Caranya sama dengan pada pembuatan pakan dengan dua
bahan, agar lebih jelas ikuti penjelasan berikut ini:

Prosentase bahan tambahan = 1% vitamin + 2% mineral +


5% minyak ikan
= 1 kg + 2 kg + 5 kg
= 7 kg

45
Jika kita ingin menghasilkan pelet sebanyak 100 kg,
maka jumlah bahan lainnya adalah: 100 kg – 7 kg = 93 kg.
Maka langkah 13 akan berubah menjadi :
Tepung jagung = 2/7 x 36.97% x 93 kg
= 9.82 kg
Tepung sagu = 1/7 x 36.97% x 93 kg
= 12.33% x 100 kg
= 4.91 kg
Dekah halus = 4/7 x 36.97% x 93 kg
= 12.33% x 100 kg
= 19.65 kg
Bahan suplemen ada 2 jenis yaitu tepung udang rebon dan
tepung kedelai, jika perbadningan keduanya kita inginkan
adalah 1:3, maka jumlah masing-masing adalah
Tepung udang rebon = 1/4 x 63.03% x 93 kg
= 14.65 kg
Tepung kedelai = 3/4 x 63.03% x 93 kg
= 43.96 kg
Vitamin = 1 kg

Mineral = 2 kg
Minyak = 5 kg

46
4.4 Mencetak Pelet Ikan
4.4.1 Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk mencetak pelet adalah ;
alat penggiling dan pengayak, alat penimbang dan penakar,
alat pengaduk dan pencampur, alat pemasak, alat pengering
dan alat penyimpan. Alat-alat tersebut ada yang sederhana
(skala rumah tangga) maupun agak canggih untuk komersil.

4.4.2 Cara pembuatan


Bahan yang dipilih dan telah diketahui jumlahnya
(berdasarkan perhitungan pada bagian Bab 5, 5.3 di atas)
semuanya harus dalam bentuk tepung kering atau dalam
bentuk pasta sebelum ditimbang.
Setelah semua bahan ditimbang dan ditempatkan dalam
wadah yang berlainan. Campuran dimulai dari bahan yang
paling sedikit, dengan cara berangsur-angsur sampai homogen.
Bahan yang paling banyak ditambahkan paling akhir, juga
dengan cara berangsur-angsur sampai semuanya homogen.
Jika ada bahan yang berupa pasta dicampurkan paling akhir,
dengan cara meremas-remasnya dengan baik yang lain sampai
semuanya tercampur sempurna.
Setelahnya masukkan minyak sedikit demi sedikit setelah
rata baru tambahkan air sedikit demi pula sedikit sambil terus
diaduk-aduk (bisa gunakan mixer) sampai berbentuk adonan
roti dan tidak mudah pecah. Selanjutnya adonan dimasukkan
dalam alat pencetak (dapat menggunakan alat pengiling daging
atau kopi), dan digiling. Hasil gilingan akan keluar dari mulut

47
cetakan berbentuk bulat memanjang seperti mie. Letaknya hasil
cetakan pada tampah dan potong-potong 2-3 cm dan
selanjutnya dijemar di panas matahari sampai kering atau di
oven. Jika menggunakan alat pencetak pelet, hasil cetakan
akan langsung terpotong dan sudah dalam bentuk pelet.
Ukuran mata cetakan pula dapat disesuaikan dengan ukuran
pelet yang akan kita hasilkan.
Setelah kering, pelet ikan dapat diberikan langsung pada
ikan atau disimpan, dengan cara memasukkanya dalam wadah
baskom atau plastik yang tertutup rapat dan simpan dalam alat
pendingin.

Gambar 4.1. Proses


penghancuran bahan
mentah menjadi
tepung

48
Gambar 4.2.
Penjemuran bahan
mentah yang telah
menjadi tepung

Gambar
4.3.Penimbangan bahan

Gambar 4.4. Bahan-


bahan yang
telah ditimbang dan
ditempat
pada wadah terpisah

49
Gambar 4.5. Pencampuran
bahan-bahan dalam mixer

Gambar 4.6. Proses


mencetak pelet

Gambar 4.7. Proses


menjemur pelet

50
Gambar 4.8. Pelet yang
telah kering siap diberikan
untuk ikan

51
BAB V.
PEMBESARAN IKAN DALAM KOLAM

5.1 Pendahuluan
Kolam dapat didefinisikan sebagai lahan tergenang yang
mempunyai volume air terbatas dan dangkal yang digunakan
untuk tempat pemeliharaan ikan secara terkontrol dan dibangun
sedemikian rupa sehingga dapat dikeringkan dengan mudah
(Huet, 1995). Artinya bahwa bagian air yang tidak dapat
dikeringkan seperti kolam alami, danau dan parit adalah tidak
dapat dikategorikan sebagai kolam.
Kolam ikan dapat dibangun dimana saja, namun harus
mempertimbangkan beberapa hal diantaranya adalah: topografi
lahan dan sumber air menyangkut volume dan kualitas air. Hal
yang paling penting dipertimbangkan sebelum membangun
kolam adalah pemilihan tanah dan reka bentuk kolam yang
meliputi pematang dan sistem pengairannya yaitu saluran
masuk dan keluar air. Selain itu pula kedalaman kolam juga
perlu diperhatikan, kolam tidak boleh terlalu dalam atau
dangkal. Kedalaman yang baik berkisar antara 0,75 sampai 2
meter. Kolam yang dibangun harus dapat dikeringkan dengan
cepat melalui parit atau saluran air yang terdiri dari saluran
primer atau sekunder. Rangkaian saluran air dalam kolam.
Monk mesti memiliki penghalang untuk mencegah ikan keluar
yang biasanya tersebut dari kepingan papan yang dapat
disesuaikan jumlahnya mengikuti tinggi air yang diinginkan.

52
5.2 Jenis-jenis Kolam
Berdasarkan sumber airnya, kolam dapat dibagi menjadi:
a. Kolam mata air, yaitu kolam yang airnya bersumber dari
mata air di dasar kolam atau yang terdapat di sekeliling
kolam atau dapat pula bersumber dari air bawah tanah.
b. Kolam tadah hujan, yaitu kolam yang airnya berasal dari
air hujan atau air limpahan.
c. Kolam anak sungai, yaitu kolam-kolam yang sumber
airnya berasal dari anak sungai. Kolam-kolam ini
biasanya kolam mini dibuat berdekatan dengan sungai
atau anak-anak sungai. Kolam-kolam ini biasanya
dibangun secara parallel ataupun secara berseri. Kolam
berseri biasanya setiap kolam memiliki saluran
pemasukan dan pengeluaran sendiri-sendiri. Sedangkan
pada parallel biasanya air masuk ke kolam yang didepan
dan air ke laut langsung masuk ke kolam berikut di
belakangnya.
Berdasarkan bahan pembuatannya kolam dapat pula dibagi
menjadi: Kolam semen, Kolam tanah, dan kolam terpal/plastic.
Selain itu kolam dapat pula dikategorikan berdasarkan
penggunaannya misalnya kolam induk, kolam peneluran, kolam
penetasan, kolam larva dan kolam pembesaran. Dan dapat
pula dibedakan berdasarkan pada spesies ikan yang dipelihara
misalnya kolam ikan lele, kolam ikan mas dll.

53
5.3 Pemilihan Lokasi
Lokasi yang baik harus memenuhi persyaratan secara
ekologis (kualitas, kuantitas dan kontinuitas air), teknis, sosial
dan penunjang.

5.3.1 Persyaratan ekologis


Pada dasarnya ikan nila dapat dibudidayakan dalam kolam
baik kolam tanah, semen maupun kolam terpal dan di perairan
umum baik sistem karamba jaring apung maupun jenis
karamba lainnya seperti karamba bambu/kayu tenggelam.
Untuk menjamin pertumbuhan dan kelangsungan hidup
ikan peliharaan, lokasi yang dipilih harus memenuhi persyarat
air dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitas pasokan air.
a. Suhu
Suhu adalah salah satu variabel lingkungan yang
penting dan harus menjadi pertimbangan dalam penentuan
lokasi budidaya. Suhu akan mempengaruhi secara langsung
kecepatan metabolisme ikan dan ikut mempengaruhi kelarutan
oksigen dalam air.
Lokasi yang baik adalah yang memiliki perbedaan suhu
air yang kecil antara siang dan malam hari. Perbedaan suhu air
siang dan malam hari tidak boleh lebih 2 oC.
Ikan nila menyukai perairan yang hangat, bisanya ikan ini
o
hidup dengan baik pada kisaran suhu 28-32 C, namun
kenaikan suhu secara mendadak dapat menyebabkan
gangguan pada sistim metabolisme dan menyebabkan
kematian. Nafsu makan akan terganggu pada suhu 16-17 oC.

54
Perbedaan suhu yang terlalu besar dapat menyebabkan ikan
stress, nafsu makan menurun dan daya tahan tubuh juga ikut
menurun sehingga mudah terserang penyakit, pada kondisi
yang ekstrim (suhu tinggi), kelarutan oksigen rendah dilain
pihak kecepatan metabolisme meningkat sehingga memerlukan
pasokan oksigen yang banyak, hingga menyebabkan ikan
kekurangan oksigen (hipoksia) dan mengalami kematian
massal.
b. Salinitas
Salinitas atau kadar garam dapat didifinisikan sebagai
jumlah (gram) garam organik (garam natrium) dalam 1 liter air
laut, dinyatakan dalam satuan ppt atau promil (o/oo). Pada
dasarnya ikan nila adalah ikan air tawar, namun demikian ikan
ini dapat pula hidup dengan baik pada kondisi payau 5-15 ppt
karena memiliki sifat dapat mentolerasi kadar salinitas yang
tinggi (euryhaline), bahkan dengan metode adaptasi salinitas
bertingkat, ikan nila dapat dipelihara pada kadar garam di atas
15 ppt, hal ini hanya dapat dilakukan pada ikan yang masih
tahap larva atau ikan benih, jika sudah dewasa tingkat
kematiannya menjadi lebih tinggi karena sistim osmoregulasi
(proses penyimbangan tekanan osmotik yang diakibatkan oleh
ion-ion dalam tubuh dengan diluar tubuh) sudah tetap dan
mapan.
c. Potensial Hidrogen (pH)
Potential Hidrogen atau yang lebih dikenal dengan pH
adalah total Logaritma ion hidrogen dalam air, nilai ini akan
mempengaruhi derajat keasaman air. pH air sangat berkaitan

55
dengan produktifitas perairan, air dengan pH rendah akan
dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton dan menurunkan
produktifitas primer perairan. Di lain pihak, nilai pH juga akan
menentukan daya racun beberapa senyawa, misalnya nitrit.
Pada pH tinggi daya racun nitrit dapat meningkat 2 kali lipat.
Nilai pH air ditentukan oleh beberapa faktor antaranya
adalah akumulasi bahan organik dan kandungan pirit tanah.
Perairan yang kaya bahan organik menunjukkan nilai pH yang
rendah akibat daripada proses penguraian bahan oragnik oleh
baktri yang akan mengasilkan CO2 dan bereaksi dengan air
akan menghasilkan ion OH- dan selanjutnya terurai lagi
menjadi ion H+ yang menyumbang pada penurunan nilai pH.
Sebagai contoh nilai pH yang optimum untuk budidaya ikan nila
berkisar antara 6,5 - 8,0.
d. Oksigen terlarut
Oksigen terlarut di dalam air berasal dari proses
fotosentesis tumbuhan air dan fitoplankton, selain itu oksigen
terlarut juga dapat berasal dari atmosfer dengan proses difusi.
Oksigen dibutuhkan oleh ikan untuk pernapasan atau respirasi,
yaitu untuk membakar makanan yang akan menghasilkan
energi yang akan digunakan aktifitas harian (misalnya
berenang), fisiologis basal sel-sel tubuh dan reproduksi, serta
sisanya digunakan pertumbuhan. Oleh karena itu kebutuhan
oksigen pada ikan tergantung pada laju metabolismenya dan
aktifitas hariannya. Ikan yang memiliki laju metabolisme yang
tinggi akan memerlukan jumlah oksigen yang lebih banyak,
sedangkan laju metabolisme ikan dipengaruhi antara lain oleh

56
umur dan suhu air. Pada masa larva (atau ikan muda) laju
metabolismenya lebih tinggi dibandingkan ikan dewasa dan
kenaikan suhu air akan akan meningkatkan pula metabolisme
ikan. Ikan-ikan yang sedang matang kelamin memerlukan
energi lebih banyak sehingga kebutuhan oksigen juga akan
meningkat. Secara umum ikan memerlukan kadar oksigen
terlarut lebih besar dari 4 ppm.
e. Karbondioksida (CO2)
Karbodioksida diperlukan oleh tanaman air seperti
fitoplankton dan alga perairan untuk proses fotosentesis yang
akan menhasilkan oksigen. Namun demikian dalam jumlah
yang melebihi ambang batas, karbondioksida akan
mengganggu proses respirasi ikan karena darah ikan
cenderung lebih mudah mengikat karbondioksida, akibatnya
darah kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan ikan mati.
Kadar karbondioksida yang masih dapat ditolerasi oleh ikan nila
adalah berada pada ambang di bawah 15 ppm.

f. Amonia (NH3)
Amonia adalah hasil penguraian protein dari mahluk hidup
baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Ikan nila
misalnya masih dapat mentoleransi kadar amonia sampai 0.02
ppm, namun air yang baik untuk budidaya ikan mengadung
amonia tidak lebih dari 0.016 ppm. Pada kondisi oksigen
rendah, amonia akan dirubah menjadi bentuk nitrit yang bersifat
racun bagi ikan, pada pH tinggi daya racun nitrit akan
meningkat.

57
Pada sistim budidaya intensif, kelebihan pakan yang tidak
dimakan dan feces ikan merupakan sumber amonia yang
merugikan ikan. Oleh karena itu manejemen pakan dan kualitas
air sangat penting pada sistim budidaya ini.
g. Kecerahan
Kecerahan air dapat digunakan untuk mementukan tingkat
kesuburan suatu perairan. Air dengan kecerahan tinggi
mengindikasikan bahwa perairan tersebut miskin makanan
alami (fitoplankton) dan sebaliknya jika terlalu rendah
menunjukkan kelimpahan plankton terlalu tinggi. Kelimpahan
plankton yang terlalu tinggi dapat merugikan ikan karena dapat
menguras oksigen pada malam hari sehingga kadar oksigen
terlarut berkurang bahkan habis dan dapat menyebabkan
kematian ikan (hipoksia). Kadar kecerahan yang baik adalah
berkisar antara 25-35 cm.

h. Kedalaman air
Kedalaman air perlu diketahui terutama untuk tipe budidaya
dalam ramba di perairan umum, bertujuan untuk menyesuaikan
kedalaman atau ketinggian karamba dalam air dan memastikan
karamba tidak sampai menyentuh dasar atau menggantung.
Tidak ada patokan yang pasti berapa kedalaman yang
paling cocok untuk budidaya ikan nila, namun demikian kita
dapat berpatokan pada ketinggian karamba, disarankan
kedalaman air sekurang-kurangnya 3x ketinggian karamba.
Kedalaman yang dimaksud disini adalah kedalaman rerata
selama 2 musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan.

58
i. Pasang surut
Pada perairan laut atau perairan yang masih dipengaruhi
oleh pasang surut, ketinggian pasang surut perlu diketahui,
bertujuan untuk memastikan proses pemasukan dan
pengeluaran air dapat berjalan baik tanpa perlu mengeluarkan
biaya ekstra untuk pompa. Perairan dengan pasang atau surut
terlalu tinggi atau terlalu rendah kurang baik untuk lokasi
budidaya.

5.3.2 Persyaratan teknis


a. Sumber bibit
Bibit harus mudah diperoleh di sekitar lokasi budidaya, oleh
karena itu keberadaan hatchery sangat penting untuk
mendukung usaha budidaya ikan nila. Jika bibit tidak tersedia
dekat lokasi budidaya dapat didatangkan dari luar daerah,
namun akan dapat meningkatkan biaya produksi karena harga
yang harus dibayar menjadi tinggi. Oleh karena itu,
pengembangan usaha budidaya perlu diikuti oleh
pengembangan usaha pembenihan pula, pada dasarnya
pembenihan ikan nila terhitung mudah dan dapat dilakukan
dengan fasilitas yang sederhana.
Selain harus memenuhi persyaratan yang telah dikemukan
dalam sebelumnya, beberapa persyaratan tambahan juga perlu
dipenuhi, yaitu ; topografi, jenis tanah dan debit air.
Topografi tanah penting diketahui untuk memudahkan
pembuatan kolam dan pembagian bekalan air. Sedangkan jenis
tanah berkaitan dengan kontruksi pematang dan dasar kolam,

59
sehingga dapat dipastikan kolam tidak mudah bocor.
Sedangkan debit air diperlu diketahui untuk memastikan
sumber air yang ada mencukupi untuk megairi kolam yang ada.
Lokasi yang baik untuk pembangunan kolam ikan memiliki
kemiringan 5-7%, artinya terjadi pertambahan ketinggian lahan
sebesar 5-7 cm setiap 100 meter secara horizontal. Sedangkan
tipe atau jenis tanah baik untuk dibangun kolam adalah liat
berpasir, karena cukup baik menahan air dan tidak mudah
bocor.
Cara paling mudah menilai daya tahan tanah adalah
dengan cara mengambil sejumpal tanah, beri sedikit air
sehingga berbentuk adonan. Remas adonan tanah tersebut,
jika tanah keluar dari sela-sela jari tanpa putus atau patah,
artinya tanah cukup baik. Cara lain, adonan tanah tadi
lemparkan ke atas hingga terjatuh di tanah, jika tanah tidak
pecah atau gumpulannya tetap utuh, artinya tanah baik untuk
kolam.
Debit air adalah jumlah air (liter) yang mengalir setiap detik.
Sumber air yang tersedia harus memiliki debit paling kurang 15
liter/detik/ha.
Pengukuran debit air dapat dilakukan dengan cara ;
mengukur delaman (d) dan lebar rerata saluran saluran (w),
ukur panjang saluran tertentu (l), selanjutnya lepaskan suatu
benda yang mengapung dari suatu titik (titik awal) hingga
mencapai titik tertentu (titik akhir) dan hitung berapa lama waktu
(t) yang diperlukan hingga mencapai titik akhir. Maka debit air =
volume air yang mengalir (dxwxl), dibagi waktu tempuh benda

60
tersebut. Sedangkan pada kolam debit air dapat diukur dengan
cara mengukur dulu volume kolamnya dan kemudian di bagi
dengan waktu yang diperlukan untuk mengisi kolam sampai
penuh.

Gambar 5.1. Tanah liat berpasir memiliki kekompakan yang


tinggi baik untuk pembangunan kolam ikan

b. Sumber pakan dan obat-obatan


Pada budidaya intensif, ketersedia pakan buatan mutlak
diperlukan dan biasanya biaya pakan hampir mencapai 60-70%
dari total biaya produksi yang dikeluarkan. Oleh karena itu
ketersediaanya harus menjadi prioritas. Kebaradaan pabrik mini
mungkin dapat menjadi solusi pemecahan masalah atau
setidaknya di dekat lokasi budidaya terdapat toko penjual
saprodi, termasuk pakan dan obat-obatan.

c. Tenaga kerja
Faktor ketersediaan tenaga kerja di kawasan budidaya juga
perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan lokasi. Tenaga
kerja yang berasal dari masyarakat setempat dapat

61
memberikan keuntungan dalam hal upah dan pengurangan
pengangguran di desa setempat.

5.3.3 Persyaratan sosialogis dan pendukung


a. Keamanan
Faktor keamanan merupakan hal yang cukup penting untuk
dijadikan faktor penentu keberlanjutan usaha. Daerah yang
kurang aman baik dari segi sosial maupun lingkungan kurang
tepat dipilih sebagai lokasi budidaya. Selain mengancam
keberhasilan usaha, juga akan dapat meningkatkan biaya untuk
pengamanan.
b. Regulasi/kebijakan
Peran pemerintah khusus di daerah juga perlu diambil kira
dalam hal penentuan kebijakan pembangunan dan
pengembangan kawasan serta tata ruang wilayah. Oleh karena
itu konsultasi dengan pemerintah lokal penting dilakukan
sebelum usaha dijalankan, untuk menghindari usaha yang
sedang dirintis ditutup karena masalah perizinan dan tata guna
lahan yang tidak sesuai.
c. Transportasi
Faktor pendukung lainnya yang juga cukup penting adalah
jalan ekses ke lokasi. Lokasi yang dipilih harus mudah
dijangkau dan tersedia sarana angkutan yang memadai untuk
suplai saprodi maupun pemasaran hasil.

62
5.4 Persiapan Kolam
Secara umum terdapat tiga jenis kolam yang sering
digunakan dalam budidaya ikan, yaitu:

5.4.1. Kolam induk/kolam pemijahan


Kolam ini berfungsi sebagai kolam pemeliharaan induk
dan kadang juga berfungsi sebagai kolam
pemijahan, umumnya digunakan kolam tanah, namun
demikian kolam beton bahkan fiber juga dapat digunakan. Luas
kolam tergantung pada tingkat intensitas usaha, sebagai contoh
ikan nila, umumnya kolam seluas 100 meter persegi dengan
padat tebar induk 2 ekor/m2 atau cukup sepasang. Untuk
memastikan ikan dapat memijah dengan baik maka kualitas air
harus baik, diantaranya, yaitu: suhu atau temperature air
o
berkisar antara 20 - 22 C, ketinggian atau
kedalaman air berkisar 40 - 60 cm; dan dasar kolam
sebaiknya liat berpasir.

5.4.2 Kolam benih/kolam pendederan.


Luas kolam untuk pendederan sebaiknya sama dengan
kolam induk yaitu paling kurang 100 m2. Kedalaman air antara
30 - 50 cm. Kepadatan larva sebaiknya tidak lebih 50
ekor/meter2. Lama pemeliharaan di dalam kolam pendederan
berkisar 3 - 4 minggu atau sampai benih ikan berukuran paling
kurang 3-5 cm.

63
5.4.3 Kolam pembesaran.
Kolam pembesaran digunakan untuk tempat memelihara
dan membesarkan benih setelah pendederan. Kolam
pembesaran ini sebaiknya terdiri dari beberapa unit, yang
terbagi menjadi: (1). Kolam pembesaran tahap I, berfungsi
untuk memelihara benih ikan baru saja lepas dari kolam
pendederan. Kolam ini sebaiknya berjumlah antara 2-4 buah
dengan luas antara 300-500 meter2 per kolam, sebaiknya
adalah kolam tanah, karena mudah ditumbuhikan plankton
melalui pemupukan sebagai pakan tambahan benih, (2)
Setelah benih menjadi agak besar antara 5 - 10 cm, maka
dapat benih dipindahkan ke kolam pembesaran tahap II,
dengan cara mengurangi kepadatan tiap kolam, misalnya, ikan
dari kolam pembesaran I dibagi dua, sebagian dibiarkan tinggal
dalam kolam awal sisanya dipindahkan ke kolam pembesaran
yang lain.
Kolam pembesaran tahap II berfungsi untuk
memelihara benih yang sudah berukuran di atas 10 cm.
Kolam dapat berupa kolam tanah atau kolam semen dengan
dasar tanah. Keramba apung juga dapat digunakan dengan
mata jaring 1,0–1,5 cm. Padat tebar pada tahap ini tidak lebih
dari 10 ekor/meter2, (3) Kolam pembesaran tahap III berfungsi
untuk membesarkan lebih lanjut sampai ukuran konsumsi.
Prosedurnya sama dengan sebelumnya yaitu paling kurang
membagi jumlah ikan ke dalam 2 kolam terpisah untuk
mengurangi kepadatan dan menyediakan ruang yang cukup
untuk ikan tumbuh besar. Diperlukan kolam tanah atau semen

64
dengan kedalaman air 80-100 cm dengan luasan berkisar 500 -
2.000 m2.

5.5 Teknik Pembesaran


Tahapan kegiatan dalam usaha pembesaran ikan adalah
sebagai berikut:

5.5.1. Pengeringan kolam dan pengecekan kondisi kolam


Dasar kolam dikeringkan, dijemur beberapa hari untuk
membunuh organisme penganggu dan bibit
penyakit, dibersihkan dari rerumputan dan dicangkul untuk
membantu oksidasi tanah sambil diratakan. Tanggul
dan pintu air diperbaiki untuk menghindari kebocoran
kolam. Selain itu saluran itu juga diperbaiki agar air dapat
mengalir dengan lancar. Pada pintu masuk dan keluar air
dipasang saringan berlapis.

5.5.2 Pemeriksaan keasaman tanah


Jika pH tanah lebih rendah dari 6.5 perlu dilakukan
pengapuran. Pengapuran selain berfungsi untuk meningkatkan
nilai ph juga dapat membunuh hama. Dapat digunakan kapur
tohor sebanyak atau kapur pertanian dengan dosis yang
ditampilkan pada Tabel 5.1

5.5.3 Pemupukan
Pemupukan diperlukan untuk memacu pertumbuhan
fitoplankton sebagai pakan alami ikan, pakan ini diberlukan

65
terutama pada masa-masa awal pemeliharaan. Keberadaan
pakan alami juga akan dapat menekan jumlah pakan buatan
yang diperlukan. Pemupukan dapat dilakukan pada tanah atau
air, baik pupuk kandang ataupun pupuk buatan. Pupuk
kandang ditabur dan diaduk merata dengan tanah dasar kolam
dengan cara mencangkul atau membajak, sehingga pupuk
dapat masuk dan teraduk dengan tanah sampai kedalaman 15-
30 cm, untuk pemupukan air, karung pupuk dapat kandang
diletakkan di depan pintu air masuk agar bila kolam diairi pupuk
dapat tersebar merata ke semua bagian kolam. Dosis pupuk
kandang sebaiknya berkisar 1-2 ton/ha atau 100-200 gram/m2.
Tabel 5.1.Jumlah kebutuhan kapur untuk setiap kondisi tanah
Nilai pH Jumlah kapur

4.0 1600 kg
4.5 1400 kg
5.0 1000 kg
5.5 750 kg
6.0 500 kg
6.5 100 kg
7.0 Tidak diperlukan

5.5.4 Pemasukan air


Setelah tanah selesai diolah, langkah selanjutnya adalah
memasukkan air ke dalam kolam. Pertama-tama air
dimasukkan sedalam 10-15 cm dan dibiarkan 2-3 hari untuk
memberi kesempatan pupuk dan kapur tercampur dengan baik
ke dalam tanah dan larut dalam air sehingga dapat memacu
fitoplankton (makanan alami untuk ikan) tumbuh, kemudian
kedalaman air ditingkatkan menjadi 80- 100 cm dan dibiarkan

66
selama 1-2 hari untuk memberikan kesempatan bagi plankton
berkembangbiak dengan baik dengan ditandai air bewarna
agak kuning kehijauan (hijau muda). Organisme lain seperti
jentik siput kecil, cacing, jentik nyamuk dan berbagai serangga
air lainnya juga mulai hadir dalam kolam. Kini kolam siap
ditebari dengan benih ikan.
Pemupukan susulan diperlukan setelah 2 minggu benih
ditebarkan untuk mempertahankan pertumbuhan plankton atau
makanan alami. Pupuk yang digunakan dapat berupa pupuk
kandang dengan doses 500 kg/ha. Pupuk dibagi menjadi enam
bagian dan dimasukkan dalam karung serta diletakkan disetiap
sudut kolam dan dua karung lagi ditempatkan di sisi kiri-kanan
pintu masuk air. Jika menggunakan pupuk urea, dosis yang
digunakan biasanya sekitar 30 kg/ha, dimasukkan dalam
karung plastik, diikat pada sebatang bambu atau kayu dan
letakkan dekat pintu air masuk.

5.5.5 Penebaran benih


Sebaiknya penebaran benih dilakukan pada pagi hari, saat
matahari belum terlalu terik untuk menghindari benih ikan stres.
Benih yang digunakan sudah mencapai ukuran 20-30
gram/ekor atau panjang lebih kurang 5-8 cm. Bibit sebelum
dilepaskan harus diaklimatisasi selama 30 menit dengan cara
menempatkan kantong-kantong plastik berisi bibit dalam kolam,
setalah 30 menit kantong plastik dibuka dan benih dibiarkan
keluar secara perlahan.

67
Padat benebaran benih tergantung pada intensitas usaha
budidaya, pada skala semi ekstensif padat tebar 3-5 ekor/m2,
skala semi intensif 10-12 ekor/m2, sedangkan pada skala
intensif dapat mencapai 20-25 ekor/m2.

5.5.6 Pemberian pakan


Selain mengharapkan makanan alami, ikan nila peliharaan
jika perlu diberikan pakan tambahan berupa pakan buatan,
misalnya pelet. Pelet yang diberikan harus yang berkualitas
terutama kandungan proteinnya berkisar 25-35% dengan kadar
lemak rendah (2-4%). Jumlah pemberian pakan harus
disesuaikan dengan pertumbuhan ikan, pada awal masa
pemeliharaan pakan diberikan sebanyak 4% dari bobot
tubuhnya, memasuki bulan kedua jatah ransumnya dikurangi
menjadi 3% dari berat total ikan peliharaan, setelah memasuki
bulan ketiga sampai keempat atau sampai panen jatah ransum
harian dikurangi lagi menjadi 2%.
Selain jumlah pakan yang perlu juga diperhatikan adalah
frekuensi (keseringan/kekerapan) pemberian. Pada awal
pemeliharaan sampai akhir bulan kedua, pakan diberikan 3 kali
sehari, mulai bulan ketiga sampai panen diberikan 2 kali sehari
dari jatah ransum harian yang telah diketahui di atas. Selain itu
pula teknik pemberian juga harus disebarkan secara merata
atau tidak terpusat pada satu tempat saja, untuk memastikan
semua ikan berpeluang mendapatkan makanan.
Untuk mengetahui pertumbuhan bobot ikan perlu dilakukan
sampling (mengambil contoh ikan untuk ditimbang) setiap

68
paling kurang dua minggu sekali untuk menyesuaikan jumlah
pakan yang akan diberikan berikutnya, yaitu dengan cara
menangkap 10-15 ekor ikan secara acak dan ditimbang,
kemudian dirata-ratakan dan nilai rata-rata dikalikan dengan
jumlah ikan peliharaan dan dikurangi dengan mortalilitas 5-10%
(ikan yang mati).
Contoh : Berat rata-rata dari 15 ekor ikan yang ditimbang
adalah 200 gram, sedangkan ikan yang ditebar ke dalam kolam
ada 100 ekor, dengan asumsi 10% ikan ada yang mati maka
ikan yang tersisa dalam kolam adalah 90 ekor, maka berat total
ikan yang ada di dalam kolam adalah 200 gram x 90 ekor =
18.000 gram (atau 18 kg). Maka jumlah pakan yang harus
diberikan setiap hari adalah 4% x 18.000 gram = 720 gram
(0.72 kg). Setiap hari ikan masih diberi makan 3 kali sehari,
sehingga 720 gram : 3 = 240 gram. Sehingga pada bulan
pertama setiap kali pemberian, jumlah pakan yang diperlukan
adalah 240 gram yang disebarkan secara merata dalam kolam,
agar semua ikan mendapatkan makanan.
Untuk menekan jumlah pakan pelet ikan nila dapat pula
diberikan bekatul atau dedak halus, selain sebagai makanan
pelangkap juga dapat berfungsi untuk menambah kesuburan
kolam.
Amati tingkah laku ikan saat pemberian pakan, biasanya
pakan yang diberikan akan langsung habis disantap atau paling
lama 5 menit setelah ditaburkan, jika tidak berarti ikan kurang
bernafsu makan dan patut dicurigai aga sesuatu yang tidak
beres dengan kesehatan ikan, oleh karena itu perlu diperiksa

69
ikan contoh baik warna, tubuh, insang dan saluran cerna dan
yang penting juga cek parameter kualitas air segera.

5.5.7 Panen dan Pasca Panen


Ikan nila yang dipelihara dalam kolam air tenang biasanya
sudah dapat dipenan setelah 4 bulan pemeliharaan, pada masa
ini ukuran ikan sudah mencapai 250-250 gram/ekor. Panen di
lakukan pada pagi hari, dengan cara menyurutkan air sampai
batas mata kaki, selanjutnya ikan dengan mudah dapat diserok.
Pasar ekspor umumnya menginginkan berat ikan diatas
300 gram dan seragam, untuk itu bisa dilakukan sortir, dimana
ikan betina saja yang dipanen, sedangkan ikan jantan
dipelihara lebih lanjut selama 1-2 bulan hingga mencapai
ukuran 300-400 gram/ekor. Ikan nila betina yang telah
mencapai umur 4 bulan atas lebih sudah memasuki masa
matang gonad dan akan memijah di dalam kolam, hal ini akan
menghambat pertumbuhannya.
Pada budidaya yang menggunakan bibit monosex hal
diatas tidak perlu dilakukan, ikan dapat terus dipelihara sempai
umur 5-6 bulan hingga mencapai berat lebih diatas 500
gram/ekor.
Ikan sudah dipanen dapat dijual dalam kondisi hidup,
biasanya disukai pengusaha ikan untuk ikan bakar. Untuk
tujuan ini ikan yang sudah dipanen dimasukkan dalam wadah
yang berisi air dan dilengkapi aerasi. Ikan bisa juga dijual dalam
bentuk segar dalam bentuk utuh atau daging saja (fillet). Hal
yang penting diperhatikan disini adalah, ikan harus sesegera

70
mungkin dimasukkan dalam frezer atau box ice agar tetap
segar .

5.6 Pengolahan Produk Perikanan


5.6.1 Ikan sebagai sumber makanan
Produk perikanan termasuk salah satu produk makanan
yang cepat busuk oleh karena itu diperlukan teknologi untuk
mengolah bahan mentah (yang langsung diperoleh dari
perairan) menjadi bahan baku atau bahan jadi yang memiliki
nilai ekonomis yang lebih tinggi dan tahan lama. Oleh karena
itu kita perlu menguasai teknologi pengolahan makan yang
mencakup penguasaan teknologi (praktis) dan ilmu
pengolahannya (teoretis), selain itu juga perlu diketahui dan
dikuasai pasaran di mana produk nanti akan dipasarkan, serta
pesaing dari produk sejenis.
Hewan termasuk ikan lebih efektif menimbun lemak dan
protein daripada karbohidrat, sehingga kandungan karbohidrat
dalam daging ikan dapat sangat rendah dan bahkan dapat
diabaikan. Daging ikan secara umum mengandung air (60-
84%), protein (15-24%), lemak/lipid (0,1-22%) dan mineral (1-
25%), namun demikian komposisi kandungan komponen
tersebut sangat tergantung kepada spesies ikan, kualitas
makanan atau perairan dimana ikan tersebut hidup.
Lemak sangat mudah teroksidasi sehingga dapat
menurunkan kualitas bahan olahan, oleh karena itu dalam
pengolahan produk perikanan, kandungan lemak perlu

71
diperhatikan karena akan menentukan tekstur, rasa dan daya
simpan bahan olahan tersebut.
Berdasarkan kandungan lemaknya, produk perikanan dapat
dibagi menjadi: lean fish (rendah lemak) jika kandungan
lemaknya kurang dari 0,5%; kandungan lemak sedang (semi fat
fish) jika kandungan lemaknya berkisar 0,5-2 %; dan
kandungan lemak tinggi (fatty fish) jika kandungan lemaknya
lebih dari 2%.
Sebagian besar hasil produksi perikanan daerah tropis
tergolong yang mengandung lemak sedang dan hanya sedikit
yang tergolong rendah lemak. Sedangkan ikan-ikan yang hidup
di daerah dingin pada umumnya memiliki kandungan lemak
tinggi dan kandungan lemaknya ini juga akan bervariasi
mengikuti musim, misalnya ikan hering mengandung 0,5%
lemak pada musim dingin dan 20% pada musim semi. Hal ini
disebabkan pada musim dingin sebagian besar lemak
digunakan untuk sumber energi karena nafsu makan dan
kesediaan makanan mungkin berkurang.

5.6.2 Pengawetan dan pengolahan


Terdapat minimal dua cara untuk menghindari atau
memperlambat proses pembusukan produk perikanan yaitu
secara pengawetan dan pengolahan. Metode pengawetan lebih
menekankan untuk mempertahankan ikan dalam kondisi dan
rasa segar, oleh Karen yaitu perubahan tekstur, rasa dan
tampilan harus diminimalkan. Sedangkan pengolahan biasanya

72
mengubah bentuk menjadi bahan dalam bentuk lain yang lebih
tahan lama sehingga karakteristik ikan juga berubah.

a. Metode pengawetan
Kontrol suhu
Teknis ini dengan cara menurunkan dan menaikkan suhu
sampai pada batas bakteri tidak aktif lagi tanpa merusak
kandungan gizi dan enzim pada daging ikan. Aktivitas bakteri di
daerah dingin berada pada kisaran 5-10 ℃ dan 25-30 ℃ di
daerah tropis.
Pendinginan
Sistem ini dilakukan dengan cara meletakkan ikan pada
atau sedikit di atas titik beku (ikan tidak membeku). Dalam
teknik ini biasanya menggunakan pecahan es batu yang
ditempatkan dalam box dan ikan disimpan di dalamnya untuk
jangka pendek.
Pembekuan
Teknik pembekuan biasanya ditujukan untuk
penyimpanan jangka panjang, ikan diletakkan pada suhu di
bawah 0 ℃, penyimpanan pada suhu -30℃ biasanya digunakan
untuk memperpanjang masa simpan, karena pada suhu -30℃
hampir semua bakteri autolitik tidak lagi aktif.
Radiasi dan Penyinaran
Walaupun penggunaan ion-ion yang mengeluarkan sinar
radiasi tidak umum digunakan untuk tujuan pengawetan ikan
secara komersial, namun teknik ini menunjukkan tren yang
semakin popular. Teknik ini pada dasarnya juga bertujuan

73
untuk membunuh mikro organisme dan parasit pada makanan
serta menghambat aktivitas enzim, namun sebagian konsumen
mungkin masih perlu kajian dan pengembangan lebuh lanjut.

b. Metode pengolahan
Banyak metode pengolahan hasil perikanan yang tekah
dikembangkan, untuk memilih yang mana yang sesuai sangat
ditentukan oleh beberapa faktor diantarnya adalah kesukaan
konsumen, cuaca, biaya produksi, ketersediaan fasilitas dan
ketersediaan bahan mentah.

Peningkatan suhu
Pengalengan
Ikan dipanaskan dengan suhu tinggi untuk membunuh
bakteri dan menonaktifkan enzim, selanjutnya produk
dimasukkan dalam kaleng kedap udara. Ikan kaleng ini dapat
disimpan dalam jangka waktu lama, namun proses ini
memerlukan biaya yang tinggi sehingga produk yang telah
dihasilkan harus dijual dengan harga yang tinggi pula.
Perebusan pengasapan
Ikan dapat direbus dengan atau tanpa garam untuk
memperpanjang waktu simpan. Teknik pengolahan dengan
perebusan sanat popular di Negara-negara Asia Tenggara,
misalnya Indonesia, Malaysia dan Thailand. Di beberapa
tempat ikan yang telah direbus kemudian dijemur atau diasapi
misalnya menjadi keumamah di Aceh, atau ikan asapan di Riau
dan Sumatera bagian selatan. Ikan yang telah mengalami

74
proses perebusan akan dilanjutkan dengan penjemuran atau
pengasapan dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Khusus
di Aceh, keumamah yang telah dikeringkan selanjutnya dibalut
lagi dengan tepung kanji untuk menjaga agar tidak berjamur
dan lebih tahan lama.
Menghilangkan Kandungan Air atau Kelembaban
Daging ikan memiliki kandungan air mencapai 80%, jika
kandungannya dapat diturunkan menjadi 25% saja, maka
bakteri tidak dapat bertahan dan aktivitas autolitiknya dapat
dikurangi, dan jika kandungan air dapat dikurangi menjadi
hanya 15% maka jamur tidak dapat tumbuh. Teknik
pengeringan yang biasa digunakan biasanya kombinasi
pengasapan dan penggaraman ataupun tidak secara kombinasi
hanya salah satunya saja yang memungkinkan.

Saus dan Pasta Ikan


Di negara-negara Asia Tenggara, saus dan pasta ikan
sangat popular. Saus dan pasta ikan secara garis besar dibuat
dengan cara mencampurkan daging ikan dengan garam dan
selanjutnya difermentasi. Biasanya digunakan sebagai bumbu
tambahan makanan, misalnya terasi, pekasam dan lain-lain.
Marinad Ikan
Dibuat dengan cara menyimpan ikan dalam larutan asam
dengan atau tanpa garam. Jangka masa penyimpanan sangat
tergantung pada kondisi selama proses pembuatan, yaitu
tergantung pada pH, kandungan garam dan suhu yang
digunakan.

75
BAB VI.
PEMBESARAN DALAM KARAMBA JARING
APUNG

Pembesaran ikan dalam karamba jaring apung di Indonesia


mulai berkembang sejak tahun 1990 an. Istilah karamba jaring
apung identik dengan bahan yang digunakan sebagai karamba,
yaitu jaring polyethelene. Jaring ini didesai sedemikian rupa
sehingga berbentu persegi empat yang diikatkan pada rakit
terapung.
Sistim budidaya ini biasanya dilakukan diperairan terbuka
yang memiliki kedalaman air yang cukup besar, yaitu lebih dari
10 meter. Sistim ini memiliki keunggulan yaitu dapat menekan
biaya investasi untuk pembangunan kolam, efiensi
pemanfaatan lahan dan manajemen produksi.

6.1 Pemilihan Lokasi


Selain harus memenuhi beberapa persyaratan ekologis
(kualitas air) dan teknis (Bab 3), lokasi yang akan dipilih harus
memenuhi beberapa persyaratan diantaranya adalah:
6.1.1 Tipe perairan
Budidaya ikan nila dalam karamba jaring apung dapat
dilakukan diberbagai jenis perairan umum misalnya; sungai,
danau, waduk atau laut. Kedalaman dan luas perairan perlu
diperhatikan untuk menentukan kontruksi karamba dan jumlah
unit karamba yang dapat ditempatkan. Kedalaman air yang baik

76
berkisar 8-15 meter dan luasan perairan yang dapat digunakan
adalah 1% dari potensi yang ada.

6.1.2 Arus
Kecepatan arus pada musim penghujan dan kemarau perlu
diketahui untuk memastikan karamba yang ditempatkan tidak
hanyut atau rusak. Arus juga akan berfungsi untuk membawa
bekalan oksigen dan menghayutkan bahan-bahan organik
terutama dari sisa pakan. Kecapatan air 20-40 m/detik dinilai
cocok untuk lokasi budidaya ikan nila dalam karamba jaring
apung.

6.2 Persiapan
6.2.1 Kontruksi Rangka dan geladak serta penempatan
karamba
Biasanya 1 unit karamba jaring apung (KJA) terdiri dari 4-8
petakan karamba, 1 unit rumah jaga dan gudang. Rangka
keramba dapat dibuat dari bahan besi atau kayu. Tiap petakan
dibuat seluas (7 x 7) m, jika terdiri dari 4 petakan maka luas
keseluruhan unit karamba lebih kurang (16 x 16) m. Pelampung
ditempatkan pada sisi bawah rangka karmba dan diikat dengan
karet atau tali nilon.
Satu unit KJA dengan luas 16x16 (m) biasanya
memerlukan 21 buah pelampung, dapat menggunakan drum
bekas. Pemasangan pelampung sebaiknya dilakukan di dalam
air. Setelah kerangka dan pelampung selesai dikerjakan,
langkah selanjutnya adalah pembuatan geladak . Geladak

77
dibuat padas rangka atas unit KJA, berfungsi untuk jalur lalu
lintas saat pemberian pakan, pengontrolan atau pemanenan.
Geladak dapat dibuat dari bambu atau papan.

Gambar 6.1. Ilustrasi karamba tampak atas dan


penempatan pelampung

Gambar 6.2. Sketsa unit karamba tanpak samping


Selain itu perlu pula disiapkan satu unit rangkang (pondok)
jaga dan dapat pula berfunsi sebagai gudang. Setelah semua
selesai karamba ditarik dengan ke lokasi yang telah dipilih.
78
Agar karamba tidak hanyut atau berpindah tempat maka
karamba perlu diberi penambat berupa jangkar. Jangkar dapat
dibuat dari batu sungai atau batu gunung dimasukkan dalam
karung goni dan diikat dengan tali nilon, satu karamba
setidaknya memerlukan 4 jangkar yang diikatkan pada setiap
sudut rakit dan tiap jangkar harus memiliki berat 150-200 kg.

6.2.2 Pembuatan dan pemasangan jaring


Satu unit rakit terdiri dari paling tidak 4 petakan karamba
masing-masing berukuran 7 x 7 (m). Lebar mata jaring
disesuaikan dengan ukuran benih, biasanya 1.5-2.0 cm. Jaring
yang telah dipilih dijahit membentuk empat persegi dimana
pada satu sisi bagian atas dibiarkan terbuka dengan ukuran
disesuaikan dengan luas petakan dan kedalaman 2.5 – 3.0 (m).
Setelah jaring selesai, keempat sisi jaring
diikatkan/dikaitkan pada sisi petakan karamba dengan tali nilon,
agar jaring membentuk dengn sempurna maka pada setiap
sudut jaring bagian dalam perlu ditempatkan pemberat (2-3 kg)
atau diregangkan dengan tali nilon ke sisi yang berlawanan.
Untuk menjaga jaring dari gangguan predator maka sebaiknya
diberi jaring pelindung atau pelapis pada bagian bawah jaring
pemeliharaan, jaring pelindung ini juga perlu diberi pemberat 3-
5 kg setiap buahnya.

79
Gambar 6.3. Jenis jaring polyethelene yang dapat dipakai untuk
jaring apung

Gambar 6.4.
Karamba ikan
tradisional yang
terdiri dari lebih dari
empat petakan jaring

Gambar 6.5.
Karamba
ikan modern
yang terbuat
dari bahan
HDPE dan
serat fiber
(Sumber:
ttps://acrdoc
k.en.ecplaz
a.net/products/fish-farm-fishing-netaquatic-farmfishing-cage_

80
6.3 Teknik Pemeliharaan
6.3.1 Pemilihan dan penebaran benih
Benih ikan nila yang digunakan untuk tujuan pembesaran
sudah berukuran 5-7 cm. Benih yang akan digunakan sedapat
mungkin berasal dari pembenihan dengan induk unggul dan
ukuran benih harus seragam. Benih yang dipilih harus sehat
dan gesit dan tidak ada cacat tubuh maupun luka.
Padat tebar ikan sangat tergantung pada ukuran benih dan
intensitas usaha. Pada sisitim budidaya karamba jaring apung
ini padat tebar bisa lebih tinggi dibandingkan pada kolam air
tergenang, karena di perairan umum air senantiasa berganti
akibat dari arus, sehingga akumulasi bahan organik dari sisa
pakan maupun dari feses atau urin dan dikurangi. Padat tebar
yang baik dalam karamba dengan kecepatan arus 20-40
cm/detik berkisar 20-30 ekor/m3, sehingga dengan karamba
ukuran 7 x 7 x 2.5 (m) berkisar 2500-3500 ekor benih ikan nila
ukuran 5-7 cm.
Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari,
sebelum dilepaskan benih harus diaklimatisasi terlebih dahulu
selama 30 menit.

6.3.2 Pemberian pakan


Ikan yang dipelihara dalam karamba jaring apung tidak lagi
tergantung pada pakan alami, semata-mata hanya pakan
buatan saja, oleh karena itu pengelolaan pakan sangat penting
untuk memastikan ikan cukup gizi dan tumbuh dengan baik.
Pelet yang digunakan harus bermutu tinggi dengan kadar
protein diatas 30% dan rendah lemak (2-5%). Jatah ransum

81
harian relatif lebih banyak dibanding dengan sistim
pemeliharaan kolam (terutama kolam tanah), yaitu berkisar 3-
5%. Pada awal masa pemeliharaan sampaiu bulan kedua,
pakan diberikan sebanyak 5% dari bobot tubuhnya, memasuki
bulan ketiga jatah ransumnya dikurangi menjadi 4% dari berat
total ikan peliharaan, dan memasuki bulan keempat sampai
panen sebanyak 3% dari berat total ikan dalam kolam.
Selain jumlah pakan yang perlu juga diperhatikan adalah
frekuensi (keseringan/kekerapan) pemberian. Pada awal
pemeliharaan sampai akhir bulan kedua, pakan diberikan 3 kali
sehari, mulai bulan ketiga sampai panen diberikan 2 kali sehari
dari jatah ransum harian yang telah diketahui di atas. Selain itu
pula teknik pemberian juga harus disebarkan secara merata
atau tidak terpusat pada satu tempat saja, untuk memastikan
semua ikan berpeluang mendapatkan makanan.
Untuk mengetahui pertumbuhan bobot ikan perlu dilakukan
sampling (mengambil contoh ikan untuk ditimbang) setiap dua
minggu sekali untuk menyesuaikan jumlah pakan, yaitu dengan
cara menangkan 10-15 ekor ikan secara acak dan ditimbang,
kemudian dirata-ratakan dan nilai rata-rata dikalikan dengan
jumlah ikan peliharaan dan dikurangi dengan mortalilitas 5-10%

82
Gambar
6.6.
Karamba
jaring
apung
skala
intensif

6.3.3 Panen
Ikan nila baru dipanen setelah mencapai berat lebih dari
250 gram/ekor, ukuran ini akan dapat dicapai biasanya setelah
dipelihara selama 4 bulan. Pemanenan ikan dalam jaring apung
tidaklah sulit, cukup dengan cara mengangkat salah satu sisi
jaring ke atas, secara otomatis ikan akan terkumpul pada salah
satu sisi kemudian tinggal menyeroknya dengan serokan atau
tanggung dan memasukkannya dalam keranjang atau tangki
yang berisi air jika ikan akan dijual dalam kondisi hidup, jika
ikan akan diangkut ke tempat yang agak jauh atau lebih dari 30
menit perjalanan maka tangki berisi ikan hidup perlu diberi
aerasi untuk memastikan ikan tidak kekurangan oksigen. Pada
saat ikan diangkat dari jaring, terlebih dahulu ditimbang berat
totalnya.

83
BAB VII.
PEMBESARAN DALAM KOLAM TERPAL

Sistem budidaya ikan nila dalam kolam terpal (kanvas)


pertama kali dimulai di Penang, Malaysia. Teknik pemeliharaan
ini dikembangkan oleh Aquaculture Research Group University
Sains Malaysia, pada akhir tahun 1980 an. Saat ini teknik
pemeliharaan ikan dalam tangki kanvas sudah berkembang
pesat di Malaysia dan mulai diperkenalkan di beberapa Afrika
dan Amerika Latin, di Indonesia sendiri teknik pemeliharaan ini
belum begitu dikenal. Selain untuk tujuan bisnis, pemeliharaan
ikan dalam kanvas juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan
rekreasi atau kolam hias yang ditempat di samping atau
pekarangan rumah.

7.1 Pemilihan Lokasi


Pemeliharaan ikan dalam kolam kanvas tidak memerlukan
lokasi dengan persyaratan khusus, karena pada dasarnya
dapat diterapkan pada semua lokasi asal memiliki ke landaian
atau kemiringan lahan yang baik untuk memudahkan
penempatan unit-unit tangki.
Teknik pemeliharaan seperti ini cocok dikembangkan di
kawasan dengan keterbatasan lahan misalnya di kota-kota,
selain itu memiliki keunggulan lain yaitu tidak merusak
lahan/tanah, mudah dialih pindahkan, mudah dalam
manajemen pakan dan kualitas air dan pengontrolan hama
penyakit serta panen. Dari segi investasi pula sangat rendah

84
bila dibandingkan dengan biaya yang harus disediakan untuk
membangun kolam bahkan karamba.

7.2 Pembuatan Rangka dan Kolam Terpal


Tangki kanvas dibuat dengan menggunakan kain terpal,
untuk satu unit tangki memerlukan 3-5 (m) kain terpal. Kain
terpal disebut dibentuk sedemikian rupa sehingga memiliki
bentuk empat persegi panjang, dimana pada satu sisi atasnya
tetap dibiarkan terbuka. Pada sisi bagian atas dilengkapi lubang
yang dilapisi plat besi atau aluminium yang digunakan untuk
lubang pengait.
Untuk menjamin agar tangki tidak bocor sebaiknya meminta
bantuan ahli yang menangani pekerjaan ini misalnya tukang
tenda atau tukang jok mobil. Teknik pembuatannya hampir
serupa dengan pembuatan karamba jaring yang berbeda
adalah bahannya dan yang paling penting pada pembuatan
tangki terpal ini untuk menyatukan sisi-sisi tidak dengan
menjahit akan tetapi dengan menggunakan alat pemanasan
(berupa alat penjepit berpemanas), sehingga sisi kain terpal
yang panas akan lengket dengan sisinya yang lain.
Sedangkan rangkanya dapat menggunakan rangka kayu,
namun disarankan untuk menggunakan rangka pipa alumunium
tahan karat dan ringan. Rangka dibuat membentuk empat
persegi panjang dengan ukuran 80 x 120 x 500 (cm). Untuk
menyambung pipa-pipa alumunium tersebut digunakan screw
dan T joint.

85
Gambar 7.1. Ikan nila yang dipelihara dalam kolam terpal di
Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang

7.3 Sistem Pengairan dan Aerasi


Sistem pengairan menjadi faktor penting pada teknik
budidaya ini, hal ini disebabkan karena luasan kolam yang
terbatas sehingga volume air yang ditampung menjadi sedikit
sementara kepadatan ikan tergolong tinggi, akibatnya
akumulasi bahan organik menjadi tinggi.
Sistem pengairan yang sesuai adalah air mengalir dengan
debit air 1-2 liter/menit. Instalasi air masuk dipasang pada
bagian atas unit-unit kolam dengan menggunakan pipa paralon
ukuran kecil, sementara pada bagian bawah dipasang instalasi
pembuangan, untuk mempertahankan ketinggian air dalam
kolam dipasang pipa pengontrol di dalam kolam (Gambar 7.2).

86
Instalasi ai masuk dan keluar dibuat sedemikian rupa
sehingga saling berhubungan antara satu unit kolam terpal
dengan kolam yang lainnya. Untuk memastikan ikan tidak
kekurangan oksigen maka perlu pula dibuat instalasi aerasi,
instalasi ini bisa dibuat sejalan dengan instalasi air masuk pada

bagian atas kolam terpal.


Gambar 7.2. Ilustrasi bentuk rangka dasar dari pipa alumanium
dengan pipa

87
Gambar 7.3.Contoh sketsa tata letak kolam terpal serta
instalasi air dan earasinya

88
7.4 Teknik Pemeliharaan
Pemeliharaan ikan dalam kolam terpal tergolong mudah
dibandingkan dengan kolam tanah. Beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan adalah padat tebar dan teknik pemberian
pakan.
Satu unit kolam terpal dengan luas kolam 120x500 (cm)
dan ketinggian air 60 cm meter dapat ditebar benih ikan nila
ukuran 5-7 cm sebanyak 300 ekor. Sumber makanan ikan
semata-mata hanya dari pakan kering (pelet) dengan kadar
protein lebih dari 30%, pemberian pakan sebanyak 3-5% dari
bobot total, dimana jumlah pemberiannya semakin menurun
seiring dengan masa pemeliharaan (lihat Bab 6, f), frekuensi
pemberian 2 kali sehari.
Karena dipelihara pada kepadatan tinggi, maka pastikan
pasokan oksigen dalam kolam mencukupi oleh karena itu
aerasi harus dijalankan 24 jam/hari, dan pergantian air
sebanyak 2 liter/menit.

Gambar 7.4. Kolam kanvas yang telah berumur lebih dari 10


tahun di USM Penang, Malaysia.

89
7.5 Panen
Ikan dapat dipanen setelah 4 bulan pemeliharaan atau
setelah setelah mencapai 300 gram/ekor. Panen sebaiknya
dilakukan pada pagi atau sore hari saat matahari tidak lagi
yerlalu terik, dengan cara mencabut pipa pengontrolan tinggi
air, sehingga air dapat keluar sehingga kolam kering. Ikan
dikumpulkan dengan menggunakan serok/tangguk dan
ditempatkan dalam keranjang dan ditimbang sebelum diangkut
ke pasar. Ikan yang diproduksi dari kolam terpal ini terbukti
berkualitas tinggi dan bebas dari bau lumpur sehingga lebih
digemari dibandingkan ikan nila yang diproduksi di kolam.

90
BAB VIII.
PEMBENIHAN

Salah satu spesies ikan yang mudah dipijahkan adalah ikan


nila (Oreochromis niloticus) oleh karena itu untuk Bab tentang
Pembenihan ini kita ambil contoh kasus untuk ikan nila agar
mudah dipahami dan diterapkan.

8.1 Pemilihan Induk


Induk ikan nila yang unggul memiliki ciri-ciri antara lain;
memiliki fekunditas (kemampuan untuk menghasilkan telur)
yang tinggi sehingga akan dapat dihasilkan
benih dalam jumlah yang besar dengan kwalitas yang
tinggi; pertumbuhannya cepat, biasanya merupakan hasil
seleksi bertingkat pada sejumlah calon induk; responsif
terhadap makanan buatan yang diberikan (mafsu makannya
baik); resisten terhadap penyakit; mudah menyesuaikan diri
atau beradaptasi lingkungan perairan yang relatif buruk.
Ukuran induk yang baik untuk dipijahkan yaitu 120-
180 gram/ekor dan berumur sekitar 4-5 bulan. Untuk
membedakan antara induk jantan dan betina dapat digunakan
petunjuk atau tanda-tanda sebagai berikut:

8.1.1 Induk betina :


Terdapat tiga buah lubang pada urogenetial
yaitu: dubur, lubang pengeluaran telur dan lubang urine; ujung
sirip berwarna kemerah-merahan pucat tidak jelas; warna perut

91
putih keperakan; warna dagu juga demikian; jika bagian perut
urut dari arah dada ke arah lobang genital tidak mengeluarkan
cairan (jika keluar berarti jantan), jika sudah matang gonad jika
diurut demikian akan mengeluarkan telur.

8.1.2 Induk jantan :


Pada urogenetial terdapat dua buah lubang saja,
yaitu: anus dan lubang pengeluaran sperma dan lubang urine;
ujung sirip berwarna kemerah-merahan terang dan jelas; warna
perut agak gelap atau agak kehitaman; warna dagu kehitam-
hitaman dan kemerah-merahan (jika sudah matang gonad);
jika perut urut dari arah data ke arah lobang genetal akan
mengeluarkan cairan putih (sperma).
Ikan nila sebagai contoh sangat mudah memijah di
kolam, hal ini akan mengakibatkan kepadatan ikan dalam
kolam akan meningkat dengan cepat. Ikan yang sudah atau
mulai memijah akan menyebabkan pertumbuhannya terhambat,
terutama pada ikan betina, karena menjalani ritual puasa untuk
menjaga atau mengerami telur dalam mulutnya.
Untuk mengatasi masalah di atas, dapat dilakukan
pemanenan awal ikan betina setelah berumur 3 bulan masa
pemeliharaan, sedangkan ikan jantan dipelihara lebih lanjut
sampai mencapai ukuran konsumsi yang disukai oleh pasar,
biasanya dengan berat lebih dari 300 gram/ekor.
Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan cara
pemeliharaan tunggal kelamin (monosex). Dalam teknik
budidaya ini hanya ikan jantan saja yang dipelihara, karena
ikan jantan lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan dengan
92
ikan betina, selai itu juga ikan jantan tidak mengerami telur
sehingga pertumbuhannya tetap terjaga.
Benih ikan nila jantan (monosex) dapat diperoleh dari balai
benih ikan setempat atau dengan cara memproduksi sendiri,
karena teknik ini tidaklah terlalu sulit untuk dikerjakan, dalam
skala rumah tangga sekalipun.
Secara umum terdapat empat metode untuk memproduksi
benih ikan nila jantan yaitu:
a. Secara manual (atau dipilih langsung satu persatu
dari sekumpulan benih yang ada. Cara ini
memerluka waktu dan ketelitian yaang tinggi serta
harus berpengalaman untuk membedakan ciri
seksual sekunder ikan, orang yang tidak
berpengalaman atau pemula sulit untuk
melakukannya secara tepat, sehingga kesalahan
pemilihan menjadi tinggi.
b. Secara kawin silang atau hibridisasi antar jenis
tertentu
c. Secara aplikasi hormon sex jantan, dengan cara
perendaman dan oral melalui makanan yang
diberikan. Di sini akan dijelaskan salah satu metode
yang paling umum dilakukan yaitu aplikasi hormon
sex pada ikan nila.

8.2 Teknik Produksi Kelamin Tunggal Ikan Nila


Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa aplikasi
hormon jantan adalah yang paling umum dilakukan untuk

93
menghasilkan kelamin tunggal, karena yang dipakai adalah
hormon sex jantan, sudah tentu benih yang dihasilkan adalah
jantan. Namun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa
aplikasi hormon ini tetap akan menghasilkan kelamin betina
walaupun dalam jumlah yang tidak signifikan, yaitu berkisar 5-
10% saja. Jenis hormon sex jantan yang sering dipakai adalah
17α-metil-testoteron (hormon steroid), tamoxifen dan akriflavin
(non steroid). Teknik yang sering dipakai adalah perendaman
(telur atau larva) dan pemberian melalui pakan. Di sini kami
akan jelaskan tentang perendaman larva, karena ini yang
paling mudah dilakukan dan pemberian melalui pakan.

8.2.1. Persiapan induk


Induk jantan dan betina yang telah matang gonad (berumur
lebih kurang 4 bulan dengan berat lebih dari 400 gram) dipilih
dari sekumpulan induk yang ada.
Induk yang telah dipilih ditempatkan dalam kolam semen
dengan perbandingan jantan : betina adalah 2:1, bak semen
ukuran 3x2x1 (m) dapat dilepaskan induk jantan 14 ekor dan
betina 7 ekor.
Induk diberi pakan komeril bermutu tinggi dengan kadar
protein tidak kurang 30%, sebanyak 3% dari berat total ikan
sebanyak 3 kali sehari (5% dibagi tiga bagian, setiap pemberian
diberikan satu bagian saja. Biasanya setelah 1-2 minggu induk-
induk telah memijah, hal ini dapat dilihat dari kebiasaan induk
betina tidak makan dan mulutnya senantiasa tertutup.
Larva dikumpulkan dengan cara menangkap induk betina
dan buka mulutnya untuk mengeluarkan larva, atau dengan
94
cara memegang induk dan mengarahkan kepala ke bawah,
larva yang keluar ditampung dalam wadah yang berisi air. Jika
yang keluar masih berupa telur, maka telur tersebut perlu
terlebih dahulu ditetaskan pada wadah penetasan khusus,
sampai telur menetas.

8.2.2 Pembuatan pakan dengan campuran hormon


Pakan yang digunakan adalah pakan buatan yang mutu
tinggi, sebelum dicampurkan dengan hormon pakan larva
udang berbentuk bubuk. Larva yang digunakan adalah yang
berumur 1 minggu dan sudah mulai makan makanan
tambahan.
Larutan 50 mg hormon 17α-metil-testoteron dalam 1 liter
alkohol absolut, setelah tercampur homogen masukkan larutan
hormon dalam alat penyemprot (sprayer). Timbang 1 kg pakan
larva udang, semprotkan larutan hormon pada pakan dan aduk
sampai merata, kemudian kering anginkan. Setelah kering
pakan dapat digunakan langsung atau disimpan dalam lemari
pendingin (freezer) sebelum digunakan.
Lebih kurang 500-1000 ekor larva ditempatkan dalam
akuarium (60x40x40) yang telah diisi air 2/3 bagian dan berisi
aerasi dengan baik. Pakan yang mengandung hormon
diberikan secara ad libitum atau sampai larva kenyang
sebanyak 3 kali sehari. Pengamatan ikan kenyang dapat
diamati jika sebagian besar larva berhenti makan. Selama
proses perlakuan ini, larva diberi pakan tambahan berupa

95
pakan alami artemia atau kutu air sebanyak 1 kali sehari secara
ad libitum.
Untuk membuang sisa pakan atau kotoran larva dilakukan
penyiponan setelah 30 menit pemberian pakan, pergantian air
sebanyak ½ bagian dilakukan setiap hari, sebaiknya dilakukan
setelah pemberian pakan pada sore hari. Air yang dipakai
adalah air yang sudah diendapkan selama 24 jam. Perlakua ini
dilakukan selama 1 bulan lebih.
Selain hormon 17α-metil-testoteron dapat juga
menggunakan beberapa jenis hormon yang lain, dengan dosis
yang tertentu pula. Tabel 8.1 berikut ini beberapa jenis hormon
yang sering dipakai, dosis yang diajurkan dan teknik
pemberiannya.

Tabel 8.1. Beberapa jenis hormon jantan dan aplikasinya pada ikan nila
stadia larva (Jairin, 2002).
Jenis hormon Tujuan Cara Dosis Lama
perlakuan perlakuan perlakuan
17α-metil- Penjantanan Oral 15-50 mg/kg 30-40 hari
testoteron pakan
Tamoxifen Penjantanan Oral 15-50 mg/kg 30-40 hari
pakan

Akriflavin Penjantanan Oral 15-50 mg/kg 30-40 hari


pakan

96
8.2.3 Identifikasi jenis kelamin

Jenis kelamin secara manual baru dapat diidentifikasi


setelah ikan berumur lebih dari 2 bulan. Penentuan jenis
kelamin dapat dilakukan secara morfologis maupun histologis.
Secara morfologis yaitu dengan cara melihat penampakan luar
tubuh (ciri seksual sekunder), misalnya dari warna dan
penampakan alat kelamin luar. Pengamatan secara histologis
merupakan cara yang paling akurat, pengamatan ini dilakukan
dengan cara melihat gonadnya langsung sehingga dapat
ditentukan jenisnya apakah testis (jantan) atau ovary (betina),
ini disebut sebagai ciri seksual primer (Gambar 8.1). Pada
kelompok ikan lele (catfish) sangat mudah membedakan jenis
kelaminnya, pada ikan jantan terdapat clasper yang bentuknya
merupa tonjolan daging di belakang anus (Gambar 8.2)

Gambar 8.1 Penampakan gonad ikan (kiri: ovary, kanan: testis)

97
Gambar 8.2. Penampakan clasper pada ikan baung Mystus
nemurus

98
BAB IX.
HAMA DAN PENYAKIT

9.1 Penyebab
Timbulnya penyakit merupakan interaksi antara tiga faktor
penting yaitu lingkungan, patogen dan kondisi ikan sendiri.
Patogen berupa virus bakteri dan lain-lain senantiasa ada
didalam air. Ikan memiliki ketahanan secara alami terhadap
serangan penyakit atau patogen. Patogen akan menyerangkan
ikan bila ketahanan tubuh menurun akibat faktor lingkungan
melampaui nilai kritis.
Penyakit pada ikan dapat kita golongan menjadi penyakit
yang bersifat menular dan penyakit yang tidak menular.
Penyakit yang menular biasanya disebabkan oleh
mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, protozoa dan
metazoan. Sedangkan penyakit yang tidak menular disebabkan
oleh stress, keracunan dan kekurangan zat gizi. Kebayakan
infeksi oleh virus dan keracunan terjadi secara mendadak dan
menyebabkan kematian ikan secara masal, pada kasus
keracunan misalnya ikan dapat mati dalam beberapa jam,
sedangkan pada kasus infeksi oleh virus ikan dapat mati
setelah beberapa hari terinfeksi.

9.2 Penyakit Tidak Menular


9.2.1 Stres
Biasanya stress pada ikan disebabkan oleh perubahan
lingkungan, misalnya meningkatnya suhu air yang dapat
menyebabkan meningkatnya laju metabolisme ikan, faktor
99
lainnya adalah trasnspotasi. Stres dapat mengakibatkan
turunnya sistim kekebalan tubuh sehingga ikan akan mudah
terserang penyakit menular yang disebabkan oleh virus, bakteri
atau jamur.

9.2.2 Keracunan
Keracunan biasanya disebabkan oleh adanya kandungan
nitrit yang tinggi dalam air yang kemudian masuk melalui insang
ke dalam darah karena kadar nitrit dalam air lebih tinggi dari
kadar dalam darah, hal ini sering terjadi pada kolam yang
mempunyai pH tinggi dan banyak sisa-sisa bahan organik di
dasar kolam misalnya sisa pakan yang tidak dimakan dan
feces ikan atau pada kondisi peliharaan dengan padat tebar
yang tinggi.

9.2.3 Kurang gizi


Kurang gizi atau defisiensi pada ikan biasanya sering terjadi
pada budidaya ikan secara ekstensif karena pada sistim
budidaya ini makanan ikan sangat tergantung pada alam
sehingga mungkin tidak mencukupi dari segi jumlah maupun
komposisi zat gizinya.
Ikan memerlukan zat gizi berupa protein, lemak,
karbohidrate, vitamin dan mineral dengan jumlah dan komposisi
yang seimbang tergantung pada jenis ikan. Ikan yang
kekurangan gizi akan menganggu pertumbuhan atau
menyebabkan kecacatan sehingga mudah terserang penyakit
menular lainnya.

100
9.3 Penyakit Menular
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa penyakit menular
adalah penyakit yang umumnya disebabkan oleh
mikroorganisme antara lain; virus, bakteri, jamur, protozoa dan
myxozoa.

9.3.1 Penyakit yang disebabkan oleh virus


Virus memiliki struktur sangat sederhana yang terdiri dari
asam nukleat yang dikelilingi oleh pelindung dari protein. Virus
merupakan parasit di dalam sel yang bersifat obligat (sejati,
artinya sumber energi/makanan sepenuhnya berasal dari
inangnya) dan hanya dapat memperbanyak diri di dalam sel
hidup. Virus dapat digolongkan berdasarkan bentuknya, jenis
asam nukleat, pilinan tunggal atau ganda, berat molekul, atau
pekekaan terhadap bahan kimia. Virus patogen pada ikan
biasanya berbentuk rabdovirus (berbentuk peluru).
Gejala umum ikan yang terserang penyakit yang
disebabkan oleh virus adalah terjadinya pendarahan pada
bagian organ, perut mengembung, eksoptalmia, kulit menjadi
pucat. Serangan virus dapat terjadi secara horizontal yaitu dari
satu ikan (populasi) ke ikan yang lain dalam satu generasi atau
secara vertical yaitu dari satu generasi ke generasi berikutnya
melalui telur atau sperma yang tercemar.
Pengobatan penyakit yang disebabkan oleh virus secara
khusus belum ditemukan, sehingga cara yang paling efektif
adalah dengan cara menjaga kebersihan kolam dan

101
memastikan kualitas air pada ambang optimum sehingga
kekebalan tubuh ikan tetap baik.

9.3.2 Penyakit yang disebabkan oleh bakteri


Bakteri merupakan mikro organisme dengan struktur
intraseluler yang sederhana. Sel bakteri terdiri dari sebuah
dinding sel yang mengelilingi membrane sitoplasma. Ciri-ciri
bakteri adalah sifatnya yang dapat membiak dalam kelompok,
berbentuk rantai atau benang halus atau kasar,
metabolismenya bersifat aerob atau anaeraob, dan
memerlukan media tertentu untuk dikultur yang menghasilkan
asam atau gas. Bakteri juga dapat diidentifikasi dengan
pewarnaan.
Bakteri dapat diisolasi dari ikan sakit selanjutnya dikultur
dan diidentifikasi jenisnya. Pengisolasian bakteri tergolong
sedikit rumit bagi yang tidak mempunyai latar belakang
pengetahuan atau ilmu mikrobiologi.
Beberapa jenis bakteri yang sering menyerang ikan antara
lain; Flexibacter columnaris, Edwardsiella tarda, Edwardsiella
ictaluris, Vibrio anguillarium, Aeromonas hydrophyla dan
Aeromonas salmonicida

9.3.3. Penyakit yang disebabkan oleh jamur


Jamur adalah tumbuhan mikroskopis yang tidak dapat
dibedakan antara akar, batang dan daun, dapat dibedakan
menjadi yang berklorofil dan yang tak berklorofil.

102
Hanya tiga jenis jamur yang sering menyerang ikan
budidaya yaitu Ichthyophonus sp, Branchyomycetes sp dan
Saprolegnia sp. Ketiganya dapat dengan mudah diidentifikasi
karena hanya menyerang organ-organ sasaran tertentu dan
bentuk yang khusus pula. Ichthyophonus sp biasanya
menyerang organ internal ikan, Branchyomycetes sp
menyerang pembuluh darah dan insang, Saprolegnia sp
biasanya menyerang kulit.

9.3.4 Penyakit yang disebabkan oleh protozoa


Protozoa merupakan hewan yang paling kecil yang
terbentuk dari satu sel yang mempunyai membran.
Pembiakannya secara aseksual. Protozoa bias terjadi jika
kualitas air menurun terutama tingginya nilai nitrit dan
goncangan pH.
Beberapa protozoa hanya menyerang organ internal saja,
protozoa yang bersifat patogen antara lain yang termasuk
dalam filum; Myxozoa, Sarcomastigophora, Sporozoa, dan
Cieliophora.
9.3.5 Penyakit yang disebabkan oleh metozoa
Metozoa adalah hewan yang bersel banyka dengan
berbagai struktur internal seperti organ pencernaan, organ
reproduksi dan organ perekat. Ciri-ciri utama metozoa adalah
adanya organ perekat yang digunakan untuk menempel pada
tubuh ikan, organ yang ditempeli akan rusak sehingga
memudahkan serangan penyakit sekunder yang disebabkan
oleh virus dan bakteri.

103
Monozoa dapat digolongkan menjadi dua yaitu yang
bersifat endoparasit (menyerang organ dalam ikan) dan
ekstoparasit (menyerang organ luar). Beberapa metozoa yang
sering menyerang ikan adalah Monogenia dan Digenia.
Monogenia mempunyai ciri-ciri struktur seperti jangkar pada
bagian ujung ekornya, jangkar tersebut dilengkapi dengan
pengait pada tepinya. Termasuk dalam golongan ini adalah
Dactylogyrus dan Gyrodactylus. Dactylogyrus adalah
ektoparasit pada insang. Digenia adalah bersifat endoparasit
pada ikan jika ikan merupakan inang terakhir, dan apabila ikan
sebagai inang perantara maka burung adalah inang terakhir.
Jenis Digenia yang sering menjadi endoparasit pada pembuluh
darah ikan adalah Sanguinicola

9.3.6 Penyakit yang disebabkan oleh Cestoda dan


Nematode
Cestoda mempunyai cirri-ciri pada bagian kepala (Scolex)
mempunyai organ perekat berupa sucker. Dalam inang
perantara, tahap larva dapat ditemui dalam otot atau dalam
rongga tubuh lain misalnya pada usus kecil, Ligula intestinalis
yang dapat menyebabkan perut bengkok pada ikan.
Sedangkan Nematoda adalah bersifat endoparasit pada ikan
dengan organ sasaran yang sering diserang adalah usus,
gelembung renang atau otot.

9.3.7 Crustacea dan golongan lintah


Golongan Crustacea yang bersifat ektoparasit pada ikan
antara lain; kopepoda misalnya Lernea sp, Ergasilus sp;

104
brankiura misalnya Argulus sp; dan isopoda. Lintah Hirudinae
kadangkala juga menyerang ikan. Parasit ini mempunyai alat
penghisap pada kedua ujung tubuhnya. Lintah menghisap
darah segar dalam jumlah yang banyak sehingga ikan
kekurangan darah, lemas dan mudah terserang penyakit
sekunder lainnya.

9.4 Pencegahan Penyakit


Pepatah mengatakan mencegah lebih baik dari pada
mengobati (prevention is better than cure). Ada beberapa
kaedah yand dapat dipakai untuk mengawal penularan penyakit
antara lain:

9.4.1 Uji dan musnahkan


Cara ini dinilai cukup baik untuk menghindari merebaknya
penyakit. Pertama-tama ikan sampel diambil dari setiap kolam
secara acak selanjutnya diuji dan dianalisis kemudian diambil
kesimpulan. Jika kesimpulan yang diambil adalah ikan
peliharaan terserang penyakit, maka semua ikan dalam kolam
yang terkena penyakit harus dimusnahkan dan bangkainya
dibakar atau ditanam.

9.4.2 Karantina dan isolasi


Metode ini bertujuan untuk menghalanggi penyakit merebak
dari satu daerah atau negera ke negera lain. Ikan-ikan yang
akan didatangkan dari luar daerah atau luar negeri perlu
terlebih dahulu dikarantina sebelum diizinkan masuk. Ikan-ikan
yang diduga terkena penyakit selanjutnya diisolasi selanjtnya

105
dimusnahkan atau dipulangkan ke daerah asalnya, sedangkan
ikan-ikan yang sehat diizinkan masuk.

9.4.3 Pengobatan dan menjaga kebersihan


Beberapa bahan kimia dapat digunakan untuk mencegah
berkembangnya penyakit antara lain methylene blue, klorin,
formalin dan antibiotic. Namun demikian perlu kehati-hatian
dalam penggunaan terutama dosis, jika terlalu rendah penyakit
tidak mati bahkan bibit penyakit menjadi kebal terhadap obat
tersebut. Selain itu pula dosis yang terlalu tinggi akan
berpengaruh pada ikan dan bersifat mubazir.

9.4.4 Imunisasi
Vaksin dapat juga digunakan untuk mencegah ikan
terserang penyakit. Namun karena harga yang mahal cara ini
sesuai diterapkan pada ikan-ikan yang berharga mahal dan
langka, atau tujuan-tujuan penelitian dan konservasi. Masalah
serangan penyakit juga dapat diatasi dengan menghasilkan
strain ikan yang tahan terhadap penyakit melalui proses kawin
silang atar ikan-ikan yang diketahui tahan terhadap penyakit.

9.4.5 Mengontrol dan membasmi hewan inang perantara


Biasanya patogen memerlukan inang perantara sebelum
menyerang ikan, misalnya siput yang menjadi inang perantara
bagi cacing, maka perlu diberantas dari kolam. Selain itu juga
ikan-ikan liar dapat juga bertindak sebagai inang bagi beberapa
penyakit oleh karena itu juga perlu dikawal keberadaan ikan-
ikan liar di kolam.

106
9.4.6 Mencegah dan mengontrol bahan-bahan beracun
Bahan beracun dapat membunuh ikan secara mendadak
dan massal oleh karena itu peternak mesti selalu waspada
terhadap sumber-sumber racun dari bahan limbah pabrik,
limbah rumah tangga dan pencemaran logam berat. Selain itu
bahan-bahan dari limbah pertanian seperti pestisida juga
berpotensi masuk ke dalam kolam. Kelimpahan fitoplankton
yang tinggi juga membahayakan ikan karena ikan akan
kekurangan oksigen pada malam hari, karena pada malam hari
fitoplankton akan mengunakan oksigen dan memproduksi CO 2
yang berbahaya bagi ikan.

9.5 Pengidentifikasian Penyakit


Untuk mengidentifikasi penyakit secara pasti diperlukan
kepakaran tersendiri, oleh karena itu jika ikan terserang
penyakit atau diduga terserang penyakit langkah yang paling
bijak adalam meminta nasehat dari pakar penyakit ikan, yang
dapat ditemui di Universitas atau pusat-pusat penelitian atau
balai-balai budidaya perikanan. Namun demikian sebagai
langkah berjaga-jaga, petani ikan atau teknisi perikanan juga
perlu sedikit pengetahuan praktis untuk mengenali ikan yang
terserang penyakit.
Ikan yang terserang penyakit yang disebabkan oleh bakteri
memiliki ciri-ciri antara lain; berenang lemah secara vertical
dipermukaan air, terdapat bintik-bintik putih pada kulit terutama

107
pada daerah mulut dan sirip. Jika terdapat kudis, maka
kudisnya terlihat kemerahan dan bernanah.
Sedangkan ikan yang terserang jamur sangat mudah
dikenali dengan ciri-ciri; kulit, mulut, mata, hidung dan organ-
organ lainnya diselimuti kapas. Jumur biasanya menyerang jika
organ-organ pada ikan mengalami luka. Telur juga rentan
terhadap serangan jamur.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa ikan yang terserang
penyakit akan terlihat lemah, berenang tidak normal, hilang
nafsu makan, badan kurus dan pertumbuhan lambat atau
bahkan akan mengalami kematian.
9.6 Pengobatan Penyakit
Penyakit yang disebabkan oleh virus sampai saat ini belum
dapat diobati, sedangkan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri, jamur dan crustacea dapat diobati. Pada dasarnya ada
dua metode pengobatan yang sering digunakan yaitu
pengobatan luar dan pengobatan dalam.

9.6.1 Pengobatan luar


Metode pengobatan ini digunakan untuk mengobati
jangkitan pada bagian luar badan ikan dan sekaligus juga untuk
menghilangkan atau mengurangkan bibit penyakit dalam bak
atau kolam pemeliahraan. Obat atau antiseptik yang digunakan
harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain:
- Dapat dicampur dengan air

108
- Dapat mengontrol atau menghambat pertumbuhan
bakteri atau parasit pada konsentrasi yang tidak
berbahaya pada ikan yang diobati
- Tidak meresap masuk ke dalam tubuh ikan atau jaringan
- Dapat digunakan berkali-kali tanpa membawa efek
negative pada ikan
- Berharga relatif murah dan mudah didapat
Keberhasilan pengobatan luar sangat tergantung pada
dosis obat yang digunakan. Oleh karena itu petani harus
memiliki informasi dasar mengenai dosis yang dianjurkan.
Sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 9.1.

Tabel 9.1. Jenis dan dosis obat yang dianjurkan untuk


pengobatan penyakit yang disebabkan oleh parasit (Ali, 1998).
Jenis obat Untuk Dosis dan lama rawatan
pengobatan
*Asam cuka *Bakteri *1:20 (5%) selama 1
*Garam dapur *Bakteri dan menit
*Acriflavin jamur *6% selama 5-10 menit
*Bakteri *500 ppm selama 20
*Klorin menit (untuk telur)
*Copper *Semua parasit *10 ppm selama 30 menit
sulfate *Bakteri *1-4 ppm selama 1 jam
*Kristal violet
*Formalin *Jamur *5 ppm selama 1 jam
*Protozoa dan *250 ppm selama 1 jam
*Furanace jamur

109
*Malachite *Myxobakteri *2 ppm selama 1 jam
green *Jamur *67 ppm selama 10-30
*Masoten detik
*Krustasea *0,25 ppm selama 1 jam
*Methylene 1-4 kali seminggu
blue *Jamur *2-5 ppm terus
*Roecal menerus/tak terbatas
*Bakteri *4 ppm selama 1 jam

Sedangkan cara pengobatannya dapat dibagi menjadi


celupan, siraman, rendaman, dan aliran. Celupan dan siraman
biasanya digunakan pada pemakaian obat dosis tinggi dan
jangka treatment pun singkat. Sedangkan cara rendaman dan
aliran digunakan jika obat yang dipakai pada dosis yang lebih
rendah.

9.6.2 Pengobatan dalam


Pengobatan ini dilakukan dengan cara mencampurkan obat
dengan makanan yang diberikan. Dosis dan lama waktu
pemberian juga perlu mendapat perhatian. Sebagai panduan
dapat digunakan petunjuk pada Tabel 9.2.

Tabel 9.2. Beberapa jenis obat dan dosisnya yang sering


digunakan untuk pengobatan dalam/oral (Ali, 1998).
Jenis obat Untuk pengobatan
* Aureomycin *Bakteri (Aeromonas dan
Pseudomonas)

110
* Di-N-Butil Tin Oxide * Cacingan
* Epsom salts * Protozoa
* Erythromycin *Bakteri streptococcus
*Furanace * Bakteri Vibrio dan Aeromonas
* Mebendazole *Cacingan
*Oxxyleiracyline * Kudis/luka
terramycin

9.7 Kasus: penyakit yang sering menyerang ikan lele


Ikan lele yang dipelihara dalam kolam biasanya sering
terserang oleh beberapa jenis penyakit antara lain penyakit
yang disebabkan oleh virus (Channel catfish virus diseases)
dan bakteri (Edwardsiellosis)
Penyakit Channel catfish virus diseases atau CCVD adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus DNA misalnya virus
herpes, Herpes viridae. Penyakit ini pertama kali ditemukan di
USA pada ikan lele Eropa (Channel catfish). Tanda-tanda ikan
lele yang terkena penyakit ini adalah berenang tidak normal,
pendarahan pada organ dalam, dan kesukaran bernafas.
Namun demikian virus ini jarang menyerang ikan lele Afrika
(Clarias gariepinus) atau ikan lele Asia (Clarias batrachus). Ikan
lele juga kadang kala terserang gejala usus pecah atau Rupture
Intestine Sydrome (RIS). Penyakit ini biasanya menyerang ikan
Clarias gariepinus dan jarang menyerang Clarias batrachus.
Penyebabnya diduga karena tercernanya jaringan mukosa
pada usus ikan akibat sering mengalami kelaparan.

111
Gejala kepala retak atau pecah kadangkala juga pada ikan
lele, penyakit ini diduga ada kaitannya dengan kekurangan zat
vitamin dan mineral pada makanan ikan. Penyakit lainnya yang

biasanya ditemui pada ikan lele adalah serangan jamur


Saprolegnia sp. Jamur ini menyerang luka pada kulit ikan yang
disebabkan oleh crustacean atau metozoa.

9.8 Beberapa jenis parasite yang menyerang ikan di


perairan Aceh
Hasil penelitian Muchlisin et al. (2014) melaporkan ikan
kerling (Tor tambra) di kolam budidaya terserang oleh beberapa
jenis ektoparasit, diantaranya yaitu: Thichodina sp., Argulus
dan Lernea. Selain terserang ektoparasit, ikan kerling di sana
juga terserang endo parasite cacing dari jenis Bothriocephalus
acheilognathi (Gambar 9.1; Muchlisin et al., 2015). Siklus
Bothriocephalus acheilognathi memerlukan inang perantara
berupa kepopoda yang bersifat planktonic (Gambar 9.2).
Serangan parasit ini umumnya disebabkan karena kebersihan

112
kolam yang buruk terutama adanya endapan sisa pakan atau
feses di dasar kolam yang menjadi tempat yang nyaman bagi
parasite untuk berkembang biak.
Muchlisin et al. (2017) juga melaporkan adanya serangan
endo parasite dari jenis Nematode pada ikan sidat (ileah)
Anguilla bicolor dari perairan Aceh, dalam laporan tersebut
dinyatakan bahwa ikan sidat terserang dua jenis endo parasite,
yaitu:
Proca
mallan
us sp.
dan
Anisaki
s sp.
(Gamb
ar 9.3).
Gamb
ar 9.1. Morphology of Asian fish tapeworm (Bothriocephalus
acheilognathi)

113
Gambar 9.2. Siklus hidup (Sumber: Behrhermann-Godel, 2015)

Gambar 9.3. 1-4: 1. Bagian anterior Procamallanus sp. yang


memperlihatkan bagian mulut, esophagus dan nerve ring; 2.
Bagian ekor dari Procamallanus sp.; 3. Bagian kepala dan
badan Anisakis sp.; 4. Bagia ekor Anisakis sp. yang
memperlihatkan bagian mucron

114
BAB X.
ANALISIS KELAYAKAN USAHA

Sebelum sebuah usaha budidaya ikan dijalankan seorang


pengusaha atau petani ikan harus terlebih dahulu melakukan
suatu kegiatan penilaian kelayakan usaha. Kelayakan usaha
secara umum dapat dibagi atas kelayakan ekologis dan
kelayakan ekonomis. Artinya bahwa secara ekologis lokasi
yang pilih sesuai untuk pemeliharaan ikan dan secara
ekonomis menguntungkan untuk dijalan.
Dalam studi kelayakan ekologis parameter yang digunakan
mengacu kepada persyaratan ekologis dan teknik (Bab 5),
serta beberapa parameter tambahan jika diperlukan. Di sini
kami memberi contoh untuk rencana budidaya ikan nila
Oreochromis niloticus.

10.1 Studi Kelayakan Ekologis


Pada Bab 5 telah dijelaskan beberapa persyaratan ekologis
dan teknik untuk ikan nila. Berdasarkan persyaratan tersebut
kita selanjutnya dapat menilai suatu lokasi layak atau tidak
untuk dijadikan suatu lokasi budidaya ikan. Parameter yang
digunakan di sini bervariasi tergantung kepada tipe budidaya
yang akan dikembangkan misalnya budidaya karamba atau
kolam.
Dalam Bab ini kami akan memberi contoh cara menyiapkan
table untuk penilaian lokasi untuk budidaya ikan nila dalam
karamba jaring apung. Teknik yang dipakai adalah memberikan

115
skoring (nilai) terhadap beberapa parameter yang telah
ditetapkan.

10.1.1 Persiapan tabel parameter yang akan diukur


Langkah pertama adalah menabulasi semua parameter
yang ingin dinilai dan berikan range nilainya berdasarkan
literature yang ada atau dapat mengacu pada Bab 3 (masukkan
pada kolom 2), kemudian tentukan beberapa parameter kunci,
parameter penting dan parameter tambahan, berikan bobot
lebih tinggi pada parameter kunci misalnya bobot 3, parameter
penting 2 dan parameter tambahan bobot 1 (kolom 3). Berikan
rangking untuk nilai setiap parameter (kolam 4). Berikut ini
contoh perhitungannya (Table 10.1)

Tabel 10.1. Contoh matrik skoring penilaian lokasi


No Parameter Bobot (W) Poin(P) WxP
o
1. Suhu air ( C) 3
a 27-32 3 9
b >34 2 6
c 26> 1 3

2. pH air 3
a 7-8 3 9
b > 8.5 1 3
c < 6.5 1 3

3. Salinitas (ppt) 3
a <5 3 9
b 6-15 2 6
c >16 1 3
4. Oksigen terlarut 3
a (ppm) 3 9
b >6 2 6

116
No Parameter Bobot (W) Poin(P) WxP
c 4-5 1 3
<4
5. Karbondioksida (ppm) 3
a <5 3 9
b 5-14 2 6
c >15 1 3
6. Amonia (ppm) 3
a < 0.02 3 9
b 0.02 – 0.1 2 6
c > 0.1 1 3
7. Kecerahan air (cm) 2
a 25-35 3 6
b < 25 2 4
c > 35 1 2
8. Kedalaman air (m) 2
a > 10 3 6
b 3-9 2 4
c <3 1 2
9. Ketersediaan benih 1
a Mudah diperoleh di 3 3
b sekitar lokasi 2 2
c Agak sulit diperoleh 1 1
Sulit diperoleh
10 Ketersediaan pakan 1
a Mudah diperoleh di 3 3
b sekitar lokasi 2 2
c Agak sulit diperoleh 1 1
Sulit diperoleh
11 Ketersediaan tenaga 1
. terampil 3 3
a Mudah diperoleh 2 2
b disekitar lokasi 1 1
c Agak sulit diperoleh
Sulit diperolah
12 Ekses ke lokasi 1
a (transportasi) 3 3
b Mudah dijangkau 2 2
c Agak sulit dijangkau 1 1
Sulit dijangkau

117
No Parameter Bobot (W) Poin(P) WxP
13 Keamanan 3
. Aman 3 9
a Kurang aman 2 6
b Tidak aman 1 3
c
15 Regulasi 2
a Sesuai tata ruang 3 6
b Belum jelas tata 2 4
c ruang 1 2
Tidak sesuai tata
ruang
Keterangan :
Nilai tertinggi (total nilai a) = 93
Nilai terendah (total nilai c) = 31
Nilai beda/selisih nilai tertinggi dengan terendah = 62
Jumlah tingkatan kelayakan yang ingin dibuat = 4
tingkat, maka range nilai setiap tingkatan adalah =
nilai beda /4 =
62/4
= 15.5
Kategori kelayakannya adalah :
Sangat layak = 77.5 –
93.0
Layak = 62.0 –
77.4
Kurang layak = 46.5 –
61.9
Tidak layak = 31.0 –
46.4

118
10.1.2 Cara penilaian dan pengisian tabel
Tabel diatas disiapkan sebelum kita melakukan pengukuran
di lokasi, setelah tabel ini kita siapkan selanjutnya baru kita
menuju lokasi untuk mengukur dan mengamati beberapa
parameter yang telah kita tentukan di atas dengan
menggunakan alat ukur yang sesuai, sedapat mungkin
gunakan alat digital, untuk parameter kualitatif memang agak
sulit menentukannya oleh karena itu di dalam tabel di atas nilai
kualitatif telah kita konversikan ke nilai kuantitatif.
Penilaian dengan cara ini memang agak subjektif oleh
karena itu sedapat mungkin dilakukan oleh orang yang sama
atau setidaknya sekumpulan orang yang berpengalaman dan
mempunyai standar yang sama.
Pengisian tabel ini terhitung mudah, ukur parameter yang
kita inginkan, catat angka atau nilai yang diperoleh, lihat pada
kolam 2, selanjutnya pada baris yang sama lihat angka pada
kolam 4, lingkari angka tersebut. Selanjutnya lihat angka pada
kolam 5 baris yang sama, lingkari nilai tersebut.
Contoh pengisian ; misalnya kita ingin mengukur suhu air,
alat yang dipakai adalah digital thermometer dengan cara
menjelupkan termometer dalam kolam air (bisa dilakukan
pengukuran suhu permukaan, suhu dasar dan suhu
pertengahan badan air dan rata-rata kan), hasil pengukurang
o o
suhu permukaan 28 C, suhu dasar 26 C dan suhu
o
pertengahan kolom air adalah 27 C, maka suhu rata-rata
adalah 27 oC. Masuk dalam kategori a dan nilai rangkingnya
adalah 3 (pada kolom 4) sehingga nilai akhirnya adalah 9 (nilai

119
rangking pada kolom 4 x nilai bobot pada kolom 3), dan
seterusnya untuk parameter yang lain.
Setelah semua parameter dihitung, total semua nilai yang
telah dilingkari pada kolom 5 dan simpulkan masuk dalam
kelayakan tingkat apa.

10.2 Kelayakan Ekonomis (Analisis usaha)


10.2.1 Budidaya Ikan dalam karamba jaring apung (contoh)
Analisis usaha merupakan suatu hal yang penting dilakukan
sebelum kita melakukan atau memulai suatu usaha, hal ini
penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana usaha yang
akan dijalankan ini dapat berhasil.
Untuk meningkatkan keuntungan dapat dilakukan dengan
cara menekan biaya produksi atau meningkatkan harga jual.
Langkah yang banyak ditempuh adalah dengan cara menekan
biaya produksi, karena langkah ini lebih populer dibandingkan
dengan meningkatkan harga jual. Peningkatan harga jual akan
berdampak kepada berkurangnya volume penjualan, sehingga
peningkatan keuntungan sulit dicapai.
Biaya produksi atau biaya variable dapat kita bedakan
menjadi dua yaitu biaya tetap (fix cost) dan biaya tidak tetap
(variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannya
tidak habis dalam satu masa produksi, diantaranya biaya
pembuatan atau rehab kolam, beli atau sewa lahan, dan
pembelian peralatan yang dapat dipakai beberapa kali siklus
produksi. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang
dikeluarkan dalam satu kali siklus produksi (habis dalam satu

120
kali pemakaian), misalnya biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian bibit, pupuk, pkan, obat-obatan, upah, dan lain-lain.
Berikut ini ditampilkan contoh perhitungan analisis
ekonomis untuk usaha budidaya ikan nila dalam karamba skala
semi intensif, lama pemeliharaan 4 bulan atau 2 priode
produksi setahun.
Tabel 10.2. Anggaran biaya
Uraian Jumlah biaya (Rp)
I. Biaya tetap (investasi)
1. Pembuatan karamba lengkap (umur 9.000.000
ekonomis 4 tahun)
2. Serok, 4 unit @Rp25.000 (umur ekonomis 1 100.000
tahun)
Jumlah biaya Investasi 9.100.000
II. Biaya Variable (Biaya Produksi)
A. Biaya Tetap
1. Penyusutan karamba tiap priode (1 tahun 2 1.125.000
priode)
2. Penyusutan serok 50.000
3. Tenaga kerja 6 bulan @350.000 2.100.000
Jumlah Biaya Tetap 3.275.000
B. Biaya Tidak Tetap
1. Benih 4000 ekor x @Rp250 1.000.000
2. Pakan 6.696.000
Rerata rencana berat panen 400 gram,
kelangsungan hidup 85%, sehingga jumlah
produksi 1.360 kg. Jika FCR (feed conversion
ratio = jumlah pakan (kg) yang diperlukan
untuk mendapatkan/menambah berat 1 kg
ikan. Jika FCR diketahui 1.25 (hasil
penelitian/pengamatan)

Jumkah Pakan yang diperlukan adalah =


Jumlah benih yang ditebar (ekor) x
kelangsungan hidup (%) x Rerata bobot saat
panen x FCR.

Maka jumlah pakan yang diperlukan = 4000 x


0.85 x 0.350 kg x 1.25 = 1.488 kg, jika 1 kg
pakan harganya Rp4500, maka jumlah biaya

121
Uraian Jumlah biaya (Rp)
untuk pakan adalah = Rp 6.696.000
Jumlah biaya Tidak Tetap 7.696.000
Total Biaya Produksi adalah (A+B) 10.971.000
III. Pendapatan
Jumlah produksi dalam 1 siklus adalag 1.360 16.320.000
kg, jika harga per kg adalah Rp12.000, maka
jumlah pendapatan adalah Rp16.320.000,-
IV. Analisis Manfaat
1. Keuntungan = Pendapatan - Total Biaya 5.349.000
Produksi (III – II)
2. Cash flow (aliran uang/arus kas) = 6.524.000
Keuntungan + Penyusutan (5.349.000 +
(1.125.000 + 50.000) = 6.524.000
3. Rentabilitas/kelayakan = Keuntungan : Total 58.78%
investasi x 100%
5.349.000 : 9.100.000 x 100% = 58.78%.
Jika dibandingkan dengan bunga Bank (17%),
maka nilai ini telah berada diatas bunga bank,
maka usaha ini layak dijalankan.
4. Kecepatan pengembalian modal (Pay back 1.3 tahun
periode/PBP)
= Total investasi: Cash flow (dalam setahun)
= 9.100.000: 6.524.000 = 1.3 tahun

Artinya investasi yang ditanam akan kembali


setelah 1.3 tahun atau lebih kurang 3 periode
pemeliharaan).
5. Harga Breakeven point (BEP) Rp 8070/kg
= Total biaya produksi: Total produksi
= Rp10.971.000: 1.360 kg
= Rp8070/kg

Artinya jika dijual dengan harga Rp8070/kg


akan kembali modal (tidak rugi dan tidak
untung)
6. BEP volume 914 kg
= Total biaya produksi: harga jual pasaran
Jika harga jual pasaran Rp12.000/kg maka,
jumlah ikan yang harus dihasilkan agar
kembali modal adalah:
= 10.971.000: 12.000
= 914 kg

122
10.2.2 Pelet (Mengacu pada Bab meramu pakan dari lebih 2
bahan)
No Nama bahan Jumlah Harga Total harga (Rp)
bahan dalam bahan per
setiap kg (%) kg (Rp)
1 Tepung jagung 10.56 3000 317
2 Tepung sagu 5.28 1000 53
3 Dedak halus 21.13 1000 211
4 Tepung udang 15.75 8000 1.260
5 Tepung kedelai 47.27 5000 2364
6. Vitamin 1 60000 600
7. Mineral 2 20.000 400
Harga bahan untuk 1 kg pakan 5205
8. Biaya produksi (tenaga kerja, listrik dll) 10% 520
Total harga pakan 1 kg 5725
Jika kita bandingkan dengan harga pasar pelet ikan dengan
kadar protein 20-25% adalah berkisar Rp6000-7000 / kg, maka
pelet yang dihasilkan sendiri dapat menekan biaya produksi
untuk pakan sebesar lebih kurang 20-29%.

123
DAFTAR PUSTAKA

Ackefor, H. J.V. Huner, M. Konikoff. 1994. Introduction to the


general principles of aquaculture. Food Production Press.
Norwood, Australia.
Ali, A. 1998. Pengawalan penyakit dan parasit ikan air tawar.
Pusar Sain kajihayat, USM Penang. Malaysia.
Ahmad, M. 1989. Budidaya air. Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta.
Anonimous, 2006. IPB Kembangkan nila nirwana. Komunitas
Sekolah Sumatera, Pustaka On Line.
Anonimous, 2007b. Budidaya tambak udang. Bappeda
Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung.
Behrmann-Godel, J. 2015. Diseases agents and parasites of
carp, in Pietsch, C., P. Hirsch. Biology and ecology of
carp. Taylor and Francis Group LLC, CRS Press., Enland.
Bocek, A., S. Hall, S. Gray. 1998. Introduction to fish culture in
rice paddies. International Center for Aquaculture and
Aquatic Environment, Auburn University, Auburn.
DKP Aceh. 2016. Statistik Budidaya 2016. Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Aceh, Banda Aceh.
Firdus., Z.. Muchlisin Z.A. 2005. Pemanfaatan keong mas
sebagai pakan alternatif dalam budidaya ikan kerapu
(Epinephelus tauvina). Enviro, 5(1) : 64 – 66.
Hasyim, R. 2000. Azas-Azas ternakan ikan dalam kolam
(petunjuk teknis). USM Penang, Malaysia.
Heut, M. 1986. Text Book of fish culture: breeding and
cultivation, Second Edition. Blackwell Sciencetific Pub. Ltd.
Oxford, England.
Koesoemadinata, S., B.A. Costa-Pierce. 1992. Development of
rice-fi sh farming in Indonesia: past, present and future,
p. 45-62. In C.R. De la Cruz, C. Lightfoot, B.A. Costa-
Pierce, V.R. Carangal and M.P. Bimbao (eds.) Rice-fi sh
research and development in Asia. ICLARM Conf. Proc.
24, 457 p.

124
Kottelat, M., I. Rahmawati, Sutikno. 1999. Freshwater fishes in
Sumatera and Borneo. Gramedia, Jakarta.
Lall, S.P. 1991. Concept in the formulation and preparation of a
complete fish diet. In Proceeding of the Fourth Asian Fish
Nutrition Workshop, India September 1990. De Silva (ed.).
Fish Nutrition in Asia.1-12 pp.
Moosa, M.K., I. Aswandy, A. Kasry. 1985. Kepiting bakau,
Scylla serrata (Forskal) dari Perairan Indonesia. LON-LIPI,
Jakarta. 18p.
Muchlisin, Z.A., Munazir, A.M., Fuadi, Z., Winaruddin, W., Adlim,
M., Hendri, A. 2014. Prevalence of ectoparasites on
keureling fish the Acehnese mahseer, Tor tambra (Pisces:
Cyprinidae) from aquaculture ponds and wild population of
Nagan Raya District, Indonesia. Human and Veterinary
Medicine, 6(3):148-152.
Muchlisin, Z.A., Z. Fuadi, N. Fadli, S. Sugianto. 2015. The first
and preliminary report on the Asian fish tapeworm infection
on the local mahseer fish (Tor tambra) in Nagan Raya
District, Aceh Province, Indonesia. Bulgarian Journal of
Veterinary Medicine, 18(4): 361-366.
Muchlisin, Z.A., B. Lubis, A. S. Batubara, I. Dewiyanti, M. Affan,
M. Sidqi. 2018. Nemathelminthes Worms Infestation of the
Indonesian Shortfin Eel (Anguilla bicolor) Harvested from
Aceh Waters, Indonesia. Philippine Journal of Veterinary
Medicine, 55(1): 59-64.
Mudjiman, A. Makanan ikan. Penerbar Swadaya. Jakarta.
Mundayana, M. 2004. Teknologi mempersiapkan pakan ikan.
Balai Budidaya Air Tawar, Sukabumi, Jawa Barat.
Primavera, J.H. 2000. Integrated mangrove-aquaculture in Asia.
Southeast Asian Fisheries Development Center.
Philippine. Integrated Coastal Zone Management. 121-130
pp.
Pustawka, C. M.A McNiven, G.F. Richardson., S.P. Lall. 2000.
Source of dietary lipid affect sperm plasma membrane
integrity and fertility in rainbow trout Oncorhynchus mykiss

125
(Walbaun) after cryopreservation. Aquaculture Research,
31:297-305.
Ricker, M.W.E. 1975. Computation and Interpretation of
Biological Statstics of Fish Populations. Bull. Fish. Rcs.
Board Can. No. 119. 382 p.
Sucipto, A., R.E. Prihartono. 2005. Pemebesaran ikan nila
merah bangkok. Penebar Swadaya, Jakarta.
Thodesen, J., R. Ponzoni. 2004. GIFT technology manual: an
aid to tilapia selective breeding. The World Fish Center,
Penang. Malaysia.
Tokuda, M., T. Yamaguchi, L. Wakui, T. Sato, M. Takeuchi.
2000. Tocopherol affinity for serum lipoprotein of Japanese
flounder Paralichthys olivaceus during the reproduction
period. Fisheries Science, 66:619-624.
Yahya, M.A. 2001. Perikanan tangkap indonesia (Suatu
Pendekatan Filosofid dan Analisis kebijakan). Program
PPs IPB Bogor, Bogor.
Zairin, M. 2002. Memproduksi benih ikan jantan atau betina,
Sex reversal. Penebar Swadaya, Jakarta.
Zonneveld, N., E.A. Huisman, J.H. Boon. 1993. Prinsip-prinsip
budidaya ikan. PT. Gramedia, Jakarta.

126
BIODATA RINGKAS PENULIS

Muchlisin lahir di Banda Aceh


pada 11 September 1971, anak dari H.
Zainal Abidin (Alm) dan Hj. Cut Nursiah,
S.Pd. Menikah dengan Nelly Feryanti,
S.Pd dan memiliki 2 orang putra
Muhammad Fayyaz Almizan dan
Muhammad Farel Alazizia.
Menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Sinabang, SMPN 4
Banda Aceh dan SMAN 3 Banda Aceh pada tahun 1991.
Kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru pada tahun yang
sama dan lulus pada tahun 1997 dalam bidang Budidaya
Perairan. Muchlisin diangkat sebagai calon dosen Universitas
Syiah Kuala pada tahun 1999 dan menjadi dosen tetap dengan
jabatan Akademik Asisten Ahli pada tahun 2000.
Pada tahun 2001 yang bersangkutan mendapat tugas
belajar ke Universiti Sains Malaysia dengan beasiswa OECF
JBIC lulus tahun 2003 dalam bidang Aquatic Biology dengan
kajian tentang teknik penyimpanan sperma ikan baung.
Selanjutnya pada tahun 2009 kembali mendapat tugas belajar
ke universitas yang sama dengan beasiswa DIKTI LN dalam
bidang Iktiologi dan lulus tahun 2011 dengan kajian tentang
biodiversitas ikan air tawar di Provinsi Aceh dengan fokus pada
bioekologi dan genetika ikan Depik di danau Laut Tawar. Pada
tahun 2014 Muchlisin dianugerahi Jabatan Akademik Guru

127
Besar (Professor) pada Fakultas Kelautan dan Perikanan
Universitas syiah Kuala dalam Bidang Iktiologi dan pada tahun
yang sama juga terpilih sebagai Dosen Berprestasi I Universitas
Syiah Kuala.
Selain aktif menulis artikel di berbagai jurnal
internasional dan tercatat sebagai penulis paling produktif di
Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) yang terekod di Scopus, dan
menduduki peringkat 1 Score Sinta di Unsyiah, Muchlisin juga
aktif sebagai reviewer dan editor di berbagai jurnal internasional
dan nasional. Selain itu juga tercatat sebagai reviewer
penelitian bersertifikasi pada Universitas Syiah Kuala dan
Kemenristek Dikti. Pada tahun 2018 mendapatkan
penghargaan Sinta Awards sebagai penulis terproduktif
peringkat 3 nasional kategori PTN Satker. Buku ini adalah Buku
ketiga yang ditulis oleh penulis setelah sebelum menerbitkan
buku „Pengantar Iktiologi” tahun 2017 dan “Kiat Penulisan
Artikel Ilmiah untuk Jurnal Nasional dan Internasional, pada
tahun 2018.

128

Anda mungkin juga menyukai