AKUAKULTUR
Z.A. MUCHLISIN
Zainal A. Muchlisin
iii
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Ringkas Akuakultur dan Pemuliaan Ikan 1
1.2 Tujuan Pembudidayaan Ikan 2
1.3 Sistem dan Tipe Budidaya Ikan 3
1.4 Profil Perikanan Indonesia 8
DAFTAR PUSTAKA 1
BIODATA RINGKAS PENULIS 1
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
Gambar 6.1. Ilustrasi karamba tampak atas dan
penempatan pelampung 78
Gambar 6.2. Sketsa unit karamba tampak samping 78
Gambar 6.3. Jenis jaring polyethelene yang dapat dipakai
untuk jaring apung 80
Gambar 6.4. Karamba ikan tradisional yang terdiri dari
lebih dari empat petakan jaring 80
Gambar 6.5. Karamba ikan modern yang terbuat dari
bahan HDPE dan serat fiber (Sumber:
ttps://acrdock.en.ecplaza.net/products/fish-
farm-fishing-netaquatic-farmfishing-
cage_1167203) 80
Gambar 6.6. Karamba jaring apung skala intensif 83
Gambar 7.1. Ikan nila yang dipelihara dalam kolam terpal
di Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang 86
Gambar 7.2. Ilustrasi bentuk rangka dasar dari pipa
aluminium dengan pipa 87
Gambar 7.3. Contoh sketsa tata letak kolam terpal serta
instalasi air dan aerasinya 88
Gambar 7.4. Kolam kanvas yang telah berumur lebih dari
10 tahun di USM Penang, Malaysia. 89
Gambar 8.1. Penampakan gonad jantan dan betina 97
Gambar 8.2. Penampakan clasper pada ikan baung
Mystus nemurus 98
Gambar 9.1. Morphology of Asian fish tapeworm
(Bothriocephalus acheilognathi) 113
Gambar 9.2. Siklus hidup (Sumber: Behrhermann-Godel,
2015) 114
Gambar 9.3. 1-4: 1. Bagian anterior Procamallanus sp.
yang memperlihatkan bagian mulut,
esophagus dan nerve ring; 2. Bagian ekor dari
Procamallanus sp.; 3. Bagian kepala dan
badan Anisakis sp.; 4. Bagian ekor Anisakis
sp. yang memperlihatkan bagian mucron 114
x
BAB I.
PENDAHULUAN
1
daerah pasang surut dalam kurungan atau karamba. Pada
kurun waktu yang hampir bersamaan pula budidaya ikan
salmon juga mulai dilakukan di Denmark.
1.2 Tujuan Pembudidayaan Ikan
Usaha budidaya ikan bertujuan untuk memelihara ikan
secara terkontrol, terutama untuk memacu pertumbuhan dan
perkembangbiakannya. Pemeliharaan ikan tidak saja
menyangkut tentang kuantitas namun juga untuk memperbaiki
mutu hasil produksinya. Pemeliharaan ikan biasanya ditujukan
untuk konsumsi dan tujuan lain misalnya restocking atau
pelepasan ke alam dan ikan hiasan. Pada kawasan sub tropis,
pemeliharaan ikan terutama bertujuan untuk pelepasan ke alam
disebabkan karena kawasan ini sudah banyak terjadi over
fishing atau aktivitas penangkapan yang berlebihan dan adanya
pencemaran, sedangkan di kawasan tropis lebih banyak
ditujukan untuk konsumsi.
Pemeliharaan ikan biasanya dilakukan di kolam, ini
bertujuan untuk memudahkan pengelolaan dan pengontrolan
sehingga pertumbuhannya dapat optimal. Penggunaan kolam
sebagai lahan pemeliharaan ikan dapat meningkatkan
pemanfaatan lahan terutama lahan telantar berupa tanah
gambut, paya atau tanah yang tergenang air yang tidak
mungkin digunakan untuk tujuan lain. Pemeliharaan ikan juga
akan menyumbang pasokan protein hewani yang berasal dari
ikan.
Terdapat perbedaan antara budidaya ikan untuk tujuan
pelepasan kembali dan tujuan konsumsi; untuk tujuan
2
pelepasan kembali ke alam, ikan yang dihasilkan hanya
dipelihara sampai tahap anakan dan selanjutnya di lepas ke
alam sedangkan untuk konsumsi ikan dipelihara dalam kolam
atau wadah terkontrol lainnya sampai mencapai ukuran yang
sesuai untuk dikonsumsi. Pembudidayaan ikan untuk tujuan
pelepasan kembali ke alam dapat juga bertujuan ekonomi dan
rekreasi dengan cara meningkatkan kembali populasi ikan di
alam. Cara ini dinilai menguntungkan karena akan dapat
meningkatkan hasil tangkapan nelayan ataupun para
penggemar olahraga memancing.
3
pada ikan salmon (Salmonidae), sebagai besar spesies ikan
salmon membesar di laut dan setelah dewasa kembali ke
sungai untuk memijah, larva yang menetas hanya ke muara
sungai dan seterusnya kembali ke laut untuk membesarkan diri.
Oleh karena itu seorang pembudidaya ikan yang baik harus
memahami tingkah laku ikan sehingga dapat menyesuaikan
dengan lingkungannya di kolam, dengan demikian ikan dapat
tumbuh dengan baik.
Sistem budidaya ikan juga dapat dibedakan berdasarkan
lahan atau wadah pemeliharaannya yaitu sistem budidaya
dalam karamba, kolam, saluran irigasi/air mengalir atau kolam
semen atau fiber. Misalnya sistem pemeliharaan ikan dalam
tangki fiber telah dikembangkan di Malaysia untuk ikan lele dan
nila. Sistem ini cocok digunakan di daerah perkotaan dengan
lahan sempit dan tidak memerlukan keahlian yang tinggi serta
mudah dalam pengontrolan kualitas air dan makanan.
Berdasarkan tingkat intensitasnya, budidaya ikan dapat juga
diklasifikasikan menjadi budidaya skala ekstensif, intensif dan
semi intensif. Budidaya ika sistem ekstensif, yaitu sistem
budidaya yang menggunakan manajemen lingkungan,
makanan, penyakit dan predator adalah rendah. Benih
diperoleh dari alam dengan kualitas juga rendah dan jumlahnya
sangat bergantung pada musim. Selain itu pula biaya
perawatan, teknologi, padat tebar dan produksi juga rendah.
Sebaliknya pada sistem budidaya intensif, memerlukan control
dan campur tangan teknologi yang tinggi, padat tebar, pasokan
makan luar dan produksi yang tinggi. Pemberian makanan
4
dilakukan secara cermat dan sepenuhnya tergantung pada
pakan buatan, benih diperoleh dari hasil pembenihan di balai-
balai benih dengan kualitas baik. Di lain pihak budidaya semi
intensif merupakan kombinasi antara ekstensif dan intensif.
Pemakaian teknologi dan padat tebar sedang dan pakan selain
mengharapkan pasokan dari luar (pakan buatan) juga masih
mengharapkan dari pakan alami di kolam misalnya berupa
plankton dan benthos.
Suatu hal paling penting yang membedakan ketiga tingkatan
budidaya ini adalah pemakaian/pemanfaatan teknologi atau
manajemen pemberian pakannya. Pada ekstensif
menggunakan makanan dalam jumlah dan kualitas yang tinggi.
Dengan kata lain bahwa pada sistem intensif, semua
kebutuhan pakan dipenuhi dari luar (exogeneous) atau
disediakan oleh si pembudidaya, sebaliknya pada ekstensif
sepenuhnya tergantung pada pakan alami di kolam
(endogenous), sedangkan pada semi intensif pakan dipenuhi
oleh kombinasi keduanya.
Suatu metode lain yang juga telah banyak dipraktikkan
adalah sistem budidaya secara terintegrasi antara budidaya
perikanan dengan peternakan (animal-cum-fish technique),
sistem ini sudah banyak dan lama dijalankan di Asia Tenggara.
Biasanya nelayan atau petani membudidayakan ikan dengan
unggas. Metode ini sebenarnya masih dapat dimasukkan ke
dalam tingkatan budidaya semi intensif, namun demikian hasil
yang diperoleh jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sistem
budidaya secara tunggal (monoculture). Metode budidaya ikan
5
bersama ternak atau ungags saat ini sudah banyak ditinggalkan
karena disinyalir dapat menjadi transmitter beberapa jenis
pathogen yang mungkin berbahaya bagi manusia. Selain itu
juga di Indonesia dan Thailand dikenal sistem budidaya ikan
bersama padi (integrated agri and aquaculture) atau di
Indonesia lebih dikenal dengan mina padi (Gambar 1.1 s/d
Gambar 1.3). Sistem ini memiliki keuntungan yaitu dapat
meningkatkan hasil panen padi mencapai 15% dan di samping
hasil panen ikan setiap kali masa panen berakhir. Sistem ini
juga akan memberikan insentif kepada petani karena biaya
pembelian pestisida dan pemupukan dapat dihemat tanpa
mengurangi hasil panen padi. Sistem budidaya sayuran-ikan
(aquaponic fish farming) telah dikembangkan (Gambar 1.4).
6
Gambar 1.2. Ilustrasi pemeliharaan ikan bersama padi di
sawah (Sumber: Bocek et al. 1998)
7
padi (mina padi) di Yogyakarta (Sumber:
http://jogjaportal.com)
9
formulasi pakan sehingga harga pakan menjadi terjangkau.
Di Aceh, usaha budidaya perikanan belum berkembang
dengan baik, dua penyebab utamanya adalah kendala pada
penyediaan pakan yang berkualitas (pakan mahal), pasokan
bibit yang sulit akibat dari belum berkembangnya industri
pembenihan. Sedangkan potensi lahan budidaya di Provinsi
Aceh diperkirakan sebesar 60.297 ha, namun demikian kami
percaya jumlah yang sebenarnya mungkin jauh lebih besar,
oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
menghitung jumlah areal dan dimana lokasi yang tepat untuk
pengembangan budidaya perikanan di Aceh. Menurut data
yang ada jumlah produksi perikanan budidaya Provinsi Aceh
sejumlah 82.692-ton dimana 69% diantaranya didominasi oleh
produksi perikanan budidaya tambah yaitu berupa udang dan
ikan bandeng (DKP Aceh, 2016). Tentu saja jumlah tersebut
belum sebanding dengan potensi yang dimiliki. Oleh karena itu
perlu perhatian yang serius dari para pihak untuk
mengembangkan sector ini secara series dan fokus.
10
BAB II.
EKOLOGI IKAN
2.1 Pendahuluan
Air merupakan medium tempat hidup ikan sepanjang hayat,
jika air tidak tersedia maka sudah pasti ikan tidak dapat ditemui
di daerah itu. Pepatah yang mengatakan “dimana ada air disitu
ada ikan” hal ini menunjukkan bahwa ikan dapat hidup dimana
saja sepanjang air tersedia. Ikan dapat hidup di danau-danau
atau genangan air puncak gunung yang tinggi, ikan juga dapat
hidup di palung-palung laut yang gelap dan sangat dalam. Di
laut atau di danau, ikan menghuni semua lapisan air mulai dari
lapisan permukaan, lapisan tengah dan dasar perairan.
Keperluan ikan akan air sebenarnya sangat berkaitan
dengan apa yang terkandung dalam air dan organ pernafasan
ikan. Sebenarnya di dalam air terdapat berbagai bahan kimia
yang diperlukan oleh ikan baik yang terlarut atau dalam bentuk
partikel tersuspensi. Untuk bernafas misalnya ikan
menggunakan insang dan seperti halnya makhluk hidup lainnya
membutuhkan oksigen untuk bernafas. Oksigen yang dapat
dimanfaatkan untuk pernafasan adalah oksigen yang terlarut
dalam air, oksigen tersebut hanya dapat diserap dengan
menggunakan insang, walaupun pada beberapa spesies ikan
ada yang memiliki alat pernafasan tambahan selain insang
(untuk lebih jelas silahkan baca Buku Pengantar Iktiologi yang
telah kami terbitkan sebelumnya), namun insang berfungsi
sebagai alat pernafasan utama pada semua spesies ikan.
11
Kuantitas dan kualitas air sangat penting bagi ikan dan semua
makhluk hidup lain yang ada di perairan.
12
salmon (Salmonidae) di Eropa, ikan mas (Cypinus carpio) di
Cina dan ikan keureling (Tor spp.) di daerah Aceh (Indonesia).
Jenis ini biasanya merupakan ikan-ikan yang suka hidup pada
air yang dingin yang mengalir sehingga kandungan oksigennya
jenuh. Sebaliknya ada pula beberapa spesies ikan yang
memerlukan air sedikit dan kadar oksigen agak rendah
misalnya lele dan belut, jenis-jenis ini umumnya adalah ikan-
ikan yang suka hidup pada perairan yang hangat.
Untuk menghitung jumlah keperluan air kolam, jika sistem
pemeliharaan menggunakan sistem intensif, maka
perhitungannya harus berdasarkan keperluan respirasi ikan.
Sedangkan jika menggunakan sistem pemeliharaan ekstensif,
maka perhitungan harus memperhitungkan kehilangan air
akibat resapan dan penguapan. Tinggi muka air yang hilang
akibat resapan biasanya sangat dipengaruhi oleh ketelitian
dalam pembuatan pematang dan pemadatan tanah dasar
kolam. Kehilangan akibat penguapan jumlahnya akan berbeda-
beda sepanjang tahun berdasarkan iklim dan keadaan
geografis daerah setempat.
13
ikan secara umum saja, diantaranya oksigen terlarut, nitrogen,
pH, karbondioksida dan amonia.
14
Beberapa spesies ikan dapat bertahan hidup dalam waktu
lebih lama atau lebih pendek pada keadaan kandungan oksigen
terlarut sangat rendah. Ikan-ikan yang memiliki alat pernafasan
tambahan misalnya ikan lele (Clarias spp.) kurang sensitif
terhadap kekurangan oksigen sehingga dapat bertahan pada
kondisi oksigen rendah, ikan-ikan yang demikian biasanya
memiliki mekanisme untuk mengurangi konsumsi dalam kondisi
kandungan oksigen terlarut dalam air rendah. Selain itu pula
daya larut oksigen selain dipengaruhi oleh tekanan oksigen di
udara juga sangat dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas air.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa daya larut oksigen akan
menurun selaras dengan peningkatan suhu air dan sebaliknya
kelarutan oksigen akan semakin tinggi seiring dengan
peningkatan kadar salinitas.
15
adanya tekanan total gas yang terlalu tinggi. Dalam beberapa
hal, gelembung gas juga juga dapat terjadi. Namun karena
oksigen memiliki molekul yang lebih besar dibandingkan
dengan nitrogen, sehingga oksigen hanya akan menyebabkan
gangguan pada ikan apabila kejenuhannya sangat tinggi (diatas
350%).
16
Nitrosomonas
2NH3 + 3O2 2HNO2 + 2H2O
Nitrosococcus
Ammonia oksigen nitrit air
Nitrobacter
2HNO2 + O2 2HNO3
Nitrit oksigen Nitrat
2.3.4 pH
Power of Hydrogen (pH) adalah nilai logaritma negatif dari
konsentrasi ion H+. Sehingga dapat diformulasikan menjadi:
pH = - Log [H+], misalnya, larutan yang memiliki 10-2M H+
akan memiliki nilai pH= 2.
Secara umum, nilai pH akan rendah bersamaan dengan
rendahnya kandungan mineral dan sebaliknya. Mineral
digunakan sebagai nutrien di dalam siklus produksi perairan
dan pada umumnya perairan yang barang kali lebih produktif
dari pada perairan yang asam. Nilai pH air sangat dipengaruhi
oleh aktivitas fotosintesis oleh kehidupan tanaman air. Pada
umumnya perairan mempunyai nilai pH berkisar 4 sampai 9
pada daerah paya gambut atau daerah bakau yang tanahnya
berlumpur, pH air dapat mencapai nilai yang sangat rendah
karena adanya kandungan asam sulfat pada tanah dasarnya.
Untuk tujuan budidaya ikan khususnya pada kolam yang
tergenang, nilai pH yang optimum berkisar 6,7 sampai 8,2.
2.3.5 Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida mempunyai sifat sangat mudah larut dalam
larutan termasuk air dan darah. Secara umum, perairan alami
memiliki kandungan karbondioksida lebih kurang 2 mg L-1. Jika
konsentrasinya di dalam darah tinggi (>10 mg L-1), gas ini dapat
17
bersifat racun karena keberadaannya dapat menghambat daya
ikat oksigen oleh sel-sel hemoglobin darah. Keberadaan
karbondioksida dalam air akan menentukan nilai pH air
tersebut, karena karbondioksida akan bereaksi dengan air
dengan reaksi sebagai berikut: Penentu nilai pH
𝐻2𝑂+𝐶𝑂2⇌𝐻𝐶𝑂−3+𝐻+
Oleh karena itu jika kandungan CO2 tinggi dan oksigen
rendah menyebabkan banyak CO2 banyak terurai yang akan
menghasilkan banyak H+ maka dapat dipastikan nilai pH
menjadi rendah. Umumnya nilai pH akan berfluktuasi setiap hari
tergantung pada kemampuan fotosintesis tumbuhan air, pada
umumnya nilai pH pada pagi hari rendah dan semakin
meningkat di siang hari akan kembali turun di sore hari.
18
digunakan pada budidaya sistem air tergenang. Siklus fosfor
dalam air belum banyak dipelajari sehingga informasinya sangat
minim. Namun demikian, bentuk fosfor yang tersedia dalam air
tergantung pada nilai pH 4 sampai 9 masing-masing tersedia
dalam bentuk dan sangat mudah di absorbsi ke dasar perairan
atau kolam sehingga dengan demikian secara langsung kurang
mendukung produktivitas. Oleh karena itu, pemupukan dengan
pupuk fosfat harus dilakukan secara cermat agar diperoleh
kelarutan yang maksimum, misalnya dengan menggunakan pupuk
fosfat cair. Pemupukan dengan fosfat akan dapat meningkatkan
produktivitas kolam dapat mencapai 300%.
Pemupukan dengan nitrogen (urea) akan dapat meningkatkan
produktivitas hingga 100%. Aktivitas nitrifikasi (yaitu proses
transformasi) pada kolam akan meningkatkan keasaman kolam,
sehingga akan menyebabkan pengaruh negatif pada produktivitas
kolam. Oleh karena itu perlu dikombinasikan dengan fosfor.
Menurut beberapa penelitian yang dilakukan bahwa ration
campuran N/P yang paling sesuai adalah 4 sampai 5. Hal yang
sama juga berlaku untuk penggunaan pupuk organik, namun
pemakaian pupuk organik menurut beberapa penelitian yang
dilakukan pemakaian pupuk organik tidak memberikan
produktivitasnya lebih tinggi dari pada pupuk anorganik. Namun
demikian pemakaian pupuk organik, di samping dapat menambah
unsur hara, pupuk organik juga dapat meningkatkan kelimpahan
bentos serta mikroba dan daya absorbsi tanah dasar kolam
karena disebabkan peningkatan kandungan organik di dasar
kolam.
19
Pengelolaan kualitas air juga harus mempertimbangkan
berbagai hal yang lain misalnya bagaimana meningkatkan
kandungan oksigen terlarut dan memisahkan bahan-bahan yang
tidak diinginkan. Sesuatu cara paling umum dilakukan untuk
meningkatkan kandungan oksigen dan memisahkan bahan yang
ada dalam air adalah dengan aerasi dan pengendapan atau
penyaringan baik secara mekanis, biologis, maupun kimiawi.
20
BAB III.
KEBUTUHAN GIZI DAN PENGELOLAAN PAKAN
3.1.1 Spesies
Kebutuhan energi pada ikan sangat tergantung pada
spesies ikan, artinya bahwa masing-masing-masing spesies
memerlukan energi yang berbeda dengan spesies yang lain.
Hal ini disebabkan karena perbedaan aktifitas dari setiap jenis
ikan. Ikan-ikan yang bersifat aktif akan memerlukan energi lebih
besar dibandingkan dengan ikan-ikan yang bersifat pasif.
Perbedaan keperluan makanan ini juga akan berdampak pada
perbedaan keperluan atau konsumsi oksigen, karena keperluan
energi yang tinggi akan memerlukan suplai makanan yang
banyak untuk itu diperlukan juga oksigen yang banyak untuk
mengoksidasi makanan tersebut menjadi energi.
21
3.1.2 Ukuran
Kecepatan metabolisme ikan yang berkuran kecil akan
lebih cepat dibandingkan dengan ikan besar, oleh karena itu
menurut Winberg (1956) bahwa keperluan energi akan
berhubungan dengan berat tubuh sampai sebesar 0,8 sehingga
laju metabolisme menjadi B0,8, dimana B adalah berat tubuh
ikan.
3.1.3 Umur
Umur mempengaruhi kebutuhan energi pada ikan karena
umur menentukan laju pertumbuhan dan metabolisme. Pada
umur muda laju peertumbuhan ikan sangat tinggi dibandingkan
umur lebih tua sehingga laju metabloisme ikan muda juga
tinggi. Dengan demikian bahwa ikan yang berumur muda
membutuhkan energi yang lebih tinggi.
22
3.2 Sumber Energi
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa sumber energi
untuk ikan adalah protein, lemak dan karbohidrat. Protein
diserap dalam bentuk asam amino, lemak dalam bentuk asam
lemak dan glyserol sedangkan karbohidrat dalam bentuk gula
sederhana misalnya glukosa. Selain ketiga hal diatas ikan juga
memerlukan vitamin dan mineral untuk memastikan
pertumbuhannya berjalan optimal, kesemua hal tersebut
(protein, lemak, kerbohidrat, vitamin dan mineral) sering disebut
sebagai zat gizi. Berikut ini beberapa penjelasan ringkas
tentang sumber-sumber energi atau zat gizi tersebut.
3.2.1 Protein
Protein adalah molekul organik yang berukuran besar yang
mengandung carbon, hidrogen ,oksigen, nitrogen dan kadang-
kadang sulphur dan merupakan kompenen yang sangat penting
dalam pembentukan sel-sel nukleus dari jaringan, organ dalam,
otak, saraf dan kulit ikan. Komponen dasar protein terdiri dari
C=50-55%, H=6-8%, )=20-23%, N=15-18%, S=0-4%
sedangkan struktur dasar pembntuk protein adalah asam
amino.
Terdapat 20 macam asam amino yang berperan dalam
pembentukan protein yang dibagi menjadi dua kategori yaitu;
asam amino indispensibel atau asam amino esensial yaitu
asam amino yang tidak dapat disentesa oleh tubuh ikan atau
hanya tersedia dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga
tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologis, pertumbuhan
sehingga perlu dipasok dari luar yaitu melalui makanan yang
23
dimakan. Sebagaimana ikan lainnya, ikan nila memerlukan 10
jenis asam amino yaitu ; arginin, histidin, isoleusin, leusin, lysin,
methionin, phenylalanin, threonin, tryptophan dan valin.
Golongan kedua adalah asam amino dispensibel atau asam
amino non esensial, yaitu asam amino yang dapat disentesa
oleh tubuh dari sumber-sumber karbon dan group asam amino
yang lain atau dari komponen yang lebih sederhana misalnya
diammonium citrat, dalam jumlah yang cukup sehingga tidak
perlu disuplai dalam makanan.
Protein merupakan zat gizi yang sangat mahal
dibandingkan dengan unsur lain, dalam usaha budidaya
misalnya, biaya pakan sebagai sumber protein ikan akan
mencapai 40-70% dari total biaya produksi, oleh karena itu
informasi tentang keperluan protein yang optimum untuk setiap
spesies ikan yang dipelihara sangat penting diketahui, hal ini
menyebabkan penelitian tentang pakan ikan khususnya
kebutuhan protein (baik untuk induk maupun larva) sudah
cukup berkembang dewasa ini. Secara umum ikan nila
memerlukan pakan dengan kadar protein berkisar 35-50%.
24
tanpa makan karena kekeringan pada ikan gabus dan lele.
Tujuan utama penambaha lemak dalam makanan ikan adalah
cadangan protein dalam pertumbuhan (protein hanya
digunakan untuk pertumbuhan saja) dan menentukan cita rasa
dan aroma pakan. Walaupun bukan sebagai nutisi utama untuk
ikan, lemak memainkan peran yang cukup penting sebagai
medium pelarut zat gizi yang lain sehingga dapat dimanfaatkan
oleh tubuh, misalnya sebagai pelarut vitamin A,D,E dan K.
Lemak juga berfungsi dalam pembentukan sel membran dan
sebagai precursor pembentukan komponen aktif biologi
misalnya hormon, pigmen dan faktor pertumbuhan.
Lemak khususnya fatty acid terbukti berpengaruh terhadap
kelanjar pituitary yang dapat merangsang pengeluaran hormon
dan steroid sex pada ikan. Lemak juga berperan dalam
pembentukan struktur membran sel, misalnya phospholipid.
Penambahan phospholipid dalam pakan juga diketahui dapat
meningkatkan kualitas telur ikan. Suatu penelitian terakhir yang
dilakukan oleh Pustawka dkk (2000) menunjukkan bahwa
penembahan asam lemak jenuh (saturated fatty acid) dapat
meningkatkan produksi cholesterol dan asam lemak tak jenuh
rantai tunggal pada spermatozoa ikan, artinya bahwa pemakain
asam lemak ini akan dapat mempercepat kematangan dan
kualitas sperma ikan.
Daya cerna lemak pada ikan meningkat seiring dengan
penurunan titik cair dari lemak yang bersangkutan, misalnya
dengan peningkatan asam lemak tidak jenuh. Kebutuhan lemak
pada ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun secara
25
umum ikan memerlukan lemak dalam pakannya berkisar 5-
15%. Untuk ikan nila kandungan lemak berkisar 6-8% sudah
mencukupi betuhannya.
3.2.3 Karbohidrat
Walaupun sebagai sumber energi yang murah dan
melimpah dalam makanan ikan, namun tidak boleh diberikan
dalam jumlah yang banyak karena ikan tidak dapat mencerna
karbohidrat dengan efektif. Namun demikian, ikan yang bersifat
herbivora mempunyai kemampuan mencarna karbohidrat lebih
tinggi daripada karnivora. Namun secara umum ikan tidak
dapat menyimpan karbohidrat (kecuali sebagian kecil ada di
hati dan glikogen otot), dan hanya digunakan sebagai energi,
tetapi karena ikan tidak dapat mencerna efektif karbohidrat
harus diberikan secara proporsional dengan unsur nutien yang
lain. Karbohidrat terdapat dalam makana ikan dalam bentuk
serat kasar dan ekstrak N-bebas, secara umumkebutuhan
karbohidrat pada ikan berkisar 3-9% dan sedangkan serat tidak
lebih dari 4%.
26
niacin, asam folik dan cyanocobalamin) dan vitamin yang larut
dalam lemak ; vitamin A, D. E dan K.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa vitamin A, C dan E
diketahui memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan
reproduksi ikan. Penelitian yang dilakukan leh Tokuda dkk
(2000) membuktikan bahwa vitamin E sangat penting untuk
pertumbuhan dan reproduksi ikan. Kekurangan vitamin E juga
dapat menghambat perkembangan ovari pada ikan mas dan
menurunkan kandungan lemak dan protein pada ovari sehingga
berakibat pada rendahnya kualitas telur dan larva yang
dihasilkan. Kekurangan vitamin E dan A akan berdampak pada
rendahnya angka penetasan dan kelangsungan larva ikan
Plecoglossus altevelis dan Oreachromis mossambicus, dan
pada ikan mujair (Oreochromis niloticus) dapat mengakibatkan
berkurangnya kemampuan pewarnaan semasa masa
pemijahan.
Mineral diperlukan oleh ikan untuk menjaga proses
metabolisme berjalan dengan baik dan sebagai bahan utama
pembentukan struktur elemen misalnya tulang, gigi dan sisik
sera berperan dalam proses osmoregulasi.
Secara umum ikan dapat mengambil mineral langsung dari
air melalui insang dan bahkan melalui permukaan kulitnya dan
kemampuan penyerapan mineral dari lingkungan sangat
bervariasi tergantung kepada faktor konsentrasi mineral dalam
air, temperatur air, pH dan lain-lain. Oleh karena itu penelitian-
penelitian tentang kebutuhan mineral untuk pakan ikan sangat
terbatas sekali.
27
Mineral yang diperlukan untuk metabolisme ikan dapat
dibagi menjadi dua group yaitu; major mineral dan trace
mineral. Major mineral adalah mineral yang dibutuhkan dalam
jumlah yang cukup banyak misalnya kalsium, phosphosrus,
magnesium, sodium, potassium, chlorin dan sulphur.
Sedangkan trace mineral adalah mineral yang diperlukan hanya
dalam jumlah yang sedikit misalnya iron, iodin, mangan,
copper, cobalt, zinc, selenium, molybdenum, flourin,
alumanium, nikel, vanadium, silicon, tin dan chromin.
Kalsium dan phosphor adalah jenis meneral yang sangat
diperlukan untuk pembentukan sistim ranga, sedangkan
copper, mangan, cobalt, zinc dan selenium memainkan peran
yang penting dalam fungsi metabolik. Zat besi (iron) merupakan
komponen yang penting dalam sistim respirasi yaitu sebagai
pigmen heamoglobin dan iodin diperlukan dalam proses
produksi hormon tiroid. Kandungan vitamin dan mineral dalam
pakan ikan tidak lebih dari 3%.
28
3.4.1 Penyebab kerusakan makanan ikan dan cara
penanggulangannya
Kerusakan makanan ikan dapat disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain:
- Serangan jamur, hal ini terjadi jika makanan yang
disimpan mempunyai kelembaban tinggi atau disimpan
suhu yang tidak sesuai. Selain itu perbedaan suhu
antara siang dan malam hari dapat menyebabkan
timbulnya uap air dalam wadah penyimpanan terutama
yang terbuat dari plastik sehingga makanan menjadi
lembap dan merangsang tumbuhnya jamur. Jamur yang
biasanya tumbuh pada makanan ikan adalah Aspergillus
sp. yang sangat berbahaya bagi ikan peliharaan.
- penguraian protein. Protein dapat rusak melalui dua
proses, yaitu; (a) pada kelembaban tinggi protein akan
terurai (2) melalui reaksi antara protein dan karbohidrat
yang menghasilkan bahan-bahan yang tidak dapat
dicerna oleh ikan.
- penguraian lemak. Lemak dalam makanan ikan sangat
mudah teroksidasi menghasilkan bau tengik, hal ini
dapat terjadi juga pada suhu yang rendah. Bahkan kimia
yang dihasilkan dari proses oksidasi bersifat racun dan
merugikan kesehatan ikan.
a. Ukuran pakan
Pemberian makanan dengan ukuran yang tepat merupakan
hal yang penting diperhatikan oleh peternak. Biasanya ukuran
makanan ikan harus sesuai dengan ukuran bukaan mulut ikan
dan mudah di caplok dan ditelan. Peternak harus
menyesuaikan ukuran makanan ikan mengikuti pertumbuhan
ikan terus meningkat. Sebagai panduan dapat digunakan
pedoman praktis disajikan pada Tabel 3.1.
30
Tabel 3.1. Ukuran pelet ikan berdasarkan ukuran ikan (Hashim,
2000)
Ukuran ikan (mm) Ukuran diameter pelet (mm)
Larva 0,5
10-25 0,8
26-40 1,2
41-55 2,0
56-100 3,3
101-150 4,2
Lebih dari 150 4,8
31
keadaan demikian, jumlah ikan dan berat ikan dalam kolam
pada waktu tertentu harus diketahui, maka perlu dilakukan
sampling ikan setiap bulan untuk menyesuaikan jumlah
makanan yang akan diberikan. Untuk mengantisipasi jumlah
ikan yang mati dapat digunakan asumsi tingkat kematian ikan
peliharaan adalah berkisar 5-10%.
32
d. Waktu pemberian makanan
Biasanya ikan lele diberikan makan dua kali sehari, waktu
pemberian makanan terbaik bagi ikan lele antara pukul 8 pagi
sampai 6 sore. Jika diberikan terlalu pagi atau terlalu sore,
nafsu makan ikan biasanya akan berkurang akibat dari
rendahnya kadar oksigen pada kedua waktu tersebut.
33
BAB IV.
TEKNIK FORMULASI PAKAN BUATAN
34
Rasio konversikan adalah jumlah makanan (kg) yang
diperlukan untuk menghasilkan 1 kg ikan. Rasio konversi pakan
dapat dibedakan menjadi dua yaitu; rasio konversi pakan
mutlak dan rasio konversi pakan relatif. Rasio konversi pakan
mutlak adalah jumlah makanan yang diberikan (kg) dibagi
dengan pertambahan bobot ikan. Dengan assumsi adalah
pertumbuhan yang diperoleh hanya semata-mata akibat
makanan yang diberikan, tanpa mempertimbangkan faktor
makanan alami, pemupukan dll. Sedangkan rasio konversi
pakan relatif ikut mempertimbangkan faktor-faktor di atas.
Nilai konversi pakan ini tidak hanya tergantung pada
makanan yang diberikan akan tetapi juga pada faktor lain
seperti kepadatan ikan, berat ikan, kelas umur, kesehatan,
kualitas air dan metode pemberian pakan (jumlah dan frekuensi
pemberian).
35
makanan ikan. Hal ini bertujuan untuk menekan biaya produksi,
karena protein hewani seperti tepung ikan berharga mahal bila
dibandingkan dengan protein nabati seperti tepung kedele.
Namun demikian dari segi kualitas protein nabati lebih rendah
dan sulit dicerna oleh ikan oleh karena itu pemakaian protein
nabati tidak boleh terlalu berlebihan. Sebelum digunakan untuk
bahan pembuatan makanan ikan, bahan-bahan yang dipilih
perlu terlebih dahulu diketahui komposisi zat gizinya.
Pemilihan bahan mentah untuk ikan nila dapat dikatakan
mudah karena pada dasarnya ikan ini dapat mencerna dengan
baik semua sumber zat gizi (hewani dan nabati), karena ikan
nila tergolong ikan Omnivorous. Oleh karena itu sumber protein
dari bahan hewani dapat ditekan, karena sumber ini relatif
mahal dibandingkan dengan bahan nabati. Beberapa jenis
bahan mentah yang dapat digunakan untuk memformulasi
pakan ikan nila disajikan pada Tabel 4.1.
36
Tabel 4.1. Kandungan Nutrisi Beberapa Macam Bahan Mentah
yang Dapat Digunakan Untuk Membuat Pakan Ikan Nila
No Jenis bahan mentah Kandungan zat gizi
Protein Lemak Karbohidr Air/kelem
(%) (%) at/abu baban
(%) (%)
1. Tepung udang rebon 51.65 7.76 11.02 15
2. Tepung kedelai 47.28 5.31 7.10 11.1
3. Tepung jagung 10.33 3.22 71.7 12.2
4. Tepung sagu 7.12 3.12 72.4 10.3
5. Dedak halus 13.63 7.79 34.7 10.2
6. Tepung ikan 62.99 6.01 12.79 9.9
7. Tepung siput murbei 52.9 3.71 0.68 12.5
8. Tepung bekicot 54.29 4.18 30.45 8.20
9. Tepung darah 71.45 0.42 13.12 8.19
10. Tepung terigu 12.27 1.16 79.70 13.10
11. Tepung bungkil kelapa 13.45 10.34 19.5 9.53
12. Tepung daun lamtoro 14.1 3.43 28.5 9.3
13. Tepung ampas tahu 23.86 5.93 42.97 10.52
14. Tepung ampas kecap 11.53 3.45 - 26.04
15. Tepung kacang tanah 47.9 10.9 25.0 7.8
16. Tepung gaplek 2.45 1.43 76.12 13.0
17. Tepung ubi kayu 1.00 0.4 30.0 66.70
18. Ubi jalar 1.89 2.96 77.75 75.00
19. Tepung daun singkong 27.6 7.7 45.6 3.8
20. Tepung daun azolla 25.1 3.8 35.1 8.5
21. Tepung tulang 25.54 3.80 61.6 5.52
22. Tepung bekicot 54.29 4.18 30.45 7.01
23 Telur ayam 12.8 11.5 0.7 74
Sumber : Mundayana, 2004; Mudjiman, 1984.
37
4.3 Meramu Pakan Ikan
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa biaya yang
dikeluarkan untuk pakan dapat mencapai 70% dari total biaya
produksi, oleh karena itu juga biaya ini dapat ditekan makan
dipastikan petani ikan akan menuai keuntungan yang cukup
signifikan.
Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan
menyiapkan pakan ikan nila secara mandiri. Bahan-bahan
dapat dipilih dari alam, yang mudah diperoleh dan harga
murah. Karena keunggulan dari ikan nila ini salah satunya
adalah dapat mencerna dengan baik sumber protein nabati,
oleh karena itu penggunaan sumber protein hewani yang relatif
mahal dapat ditekan.
Selain bahan mentah yang mudah diperoleh, dari segi
peralatan juga tidak terlalu rumit atau canggih, untuk skala
rumah tangga cukup hanya dengan alat penggiling daging dan
mixer anda sudah dapat menyiapkan pakan sendiri. Langkah
pertama yang harus ditempuh adalah menyusun formula pakan
yang kita inginkan. Ada beberapa metode yang dapat dipakai,
namun disini kami hanya menunjukkan cara yang paling mudah
dan praktis saja yaitu; metode kuadrat.
38
gambaran dapat digunakan bahan-bahan mentah yang
tercantum pada Tabel 5.1.
2. Tentukan kadar protein pakan yang akan kita buat.
Misalkan kita memiliki bahan mentah yang terdiri dari
tepung udang rebon (51.65% protein), dan dedak halus
(13.63% protein). Sedangkan pakan yang ingin kita buat
akan mengandung protein sebesar 25%. Maka langkah
yang kita lakukan adalah.
3. Kelompokkan bahan-bahan tersebut menjadi dua
kategori; kelompok pertama bahan-bahan dengan kadar
protein dibawah 20% (bahan basal), dan kelompok
kedua adalah bahan-bahan yang memiliki kadar protein
diatas 20% (bahan suplemen).
4. Buat sebuah bujur sangkar, tempatkan nilai protein yang
ingin kita buat ditengah-tengah bujur sangkar ,
tempatkan angka bahan basal pada sudut kiri atas dan
nilai rerata bahan suplemen pada sudut kirin bawah, dan
buat garis diagonal diantaranya.
39
13.63%
(bahan basal)
25%
51.65%
(bahan suplemen)
13.63% 26.65%
(bahan basal)
25%
51.65% 11.37% +
(bahan suplemen) 38.02%
40
7. Jika kita ingin membuat pakan ikan nila sebanyak 100
kg, maka masing-masing bahan yang kita perlukan
adalah :
Dedak halus = 70.09% x 100 kg
= 70.09 kg
41
7. Maka persentase masing-masing bahan yang diperlukan
adalah :
Barat total 1% vitamin + 2% Mineral + 5% minyak =
1 kg + 2 kg + 5 kg = 7 kg
Sehingga berat bahan mentah lainnya adalah 100 kg –
7 kg = 93 kg
b. Meramu pakan ikan nila dari lebih dari dua jenis bahan
mentah
Misalnyanya bahan yang akan kita gunakan adalah ;
tepung udang rebon (51.65% protein), tepung kedelai (47.28%
protein), tepung jagung (10.33% protein) dan dedak halus
(13.63% protein) dan tepung sagu (7.12% protein). Tepung
sagu juga berfungsi sebagai perekat (binder). Sedangkan
pakan yang akan kita buat adalah pakan ikan nila dengan kadar
protein 35%.
1. Kelompokkan bahan-bahan tersebut menjadi dua
kategori; kelompok pertama bahan-bahan dengan kadar
protein dibawah 20% (bahan basal), dan kelompok
42
kedua adalah bahan-bahan yang memiliki kadar protein
diatas 20% (bahan suplemen).
2. Dari hasil pengelompokan diperoleh ; bahan basal
adalah tepung jagung (10.33% protein), tepung sagu
(7.12% protein) dan dedak halus (13.63%); sedangkan
bahan suplemen adalah tepung udang rebon (51.65%
protein) dan tepung kedelai (47.28% protein). Carilah
nilai rata-rata protein dari masing-masing kelompok
tersebut.
10.36%
(bahan basal)
35%
49.45%
(bahan suplemen)
43
4. Hitung selisih nilai pinggir dengan nilai ditengah bujur
sangkar, dan tempatkan nilai selisih tersebut secara
diagonal dan jumlahkan ke bawah angka disisi kanan
10.36% 14.45%
(bahan basal)
35%
49.45% 24.64% +
(bahan suplemen) 39.09%
45
Jika kita ingin menghasilkan pelet sebanyak 100 kg,
maka jumlah bahan lainnya adalah: 100 kg – 7 kg = 93 kg.
Maka langkah 13 akan berubah menjadi :
Tepung jagung = 2/7 x 36.97% x 93 kg
= 9.82 kg
Tepung sagu = 1/7 x 36.97% x 93 kg
= 12.33% x 100 kg
= 4.91 kg
Dekah halus = 4/7 x 36.97% x 93 kg
= 12.33% x 100 kg
= 19.65 kg
Bahan suplemen ada 2 jenis yaitu tepung udang rebon dan
tepung kedelai, jika perbadningan keduanya kita inginkan
adalah 1:3, maka jumlah masing-masing adalah
Tepung udang rebon = 1/4 x 63.03% x 93 kg
= 14.65 kg
Tepung kedelai = 3/4 x 63.03% x 93 kg
= 43.96 kg
Vitamin = 1 kg
Mineral = 2 kg
Minyak = 5 kg
46
4.4 Mencetak Pelet Ikan
4.4.1 Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk mencetak pelet adalah ;
alat penggiling dan pengayak, alat penimbang dan penakar,
alat pengaduk dan pencampur, alat pemasak, alat pengering
dan alat penyimpan. Alat-alat tersebut ada yang sederhana
(skala rumah tangga) maupun agak canggih untuk komersil.
47
cetakan berbentuk bulat memanjang seperti mie. Letaknya hasil
cetakan pada tampah dan potong-potong 2-3 cm dan
selanjutnya dijemar di panas matahari sampai kering atau di
oven. Jika menggunakan alat pencetak pelet, hasil cetakan
akan langsung terpotong dan sudah dalam bentuk pelet.
Ukuran mata cetakan pula dapat disesuaikan dengan ukuran
pelet yang akan kita hasilkan.
Setelah kering, pelet ikan dapat diberikan langsung pada
ikan atau disimpan, dengan cara memasukkanya dalam wadah
baskom atau plastik yang tertutup rapat dan simpan dalam alat
pendingin.
48
Gambar 4.2.
Penjemuran bahan
mentah yang telah
menjadi tepung
Gambar
4.3.Penimbangan bahan
49
Gambar 4.5. Pencampuran
bahan-bahan dalam mixer
50
Gambar 4.8. Pelet yang
telah kering siap diberikan
untuk ikan
51
BAB V.
PEMBESARAN IKAN DALAM KOLAM
5.1 Pendahuluan
Kolam dapat didefinisikan sebagai lahan tergenang yang
mempunyai volume air terbatas dan dangkal yang digunakan
untuk tempat pemeliharaan ikan secara terkontrol dan dibangun
sedemikian rupa sehingga dapat dikeringkan dengan mudah
(Huet, 1995). Artinya bahwa bagian air yang tidak dapat
dikeringkan seperti kolam alami, danau dan parit adalah tidak
dapat dikategorikan sebagai kolam.
Kolam ikan dapat dibangun dimana saja, namun harus
mempertimbangkan beberapa hal diantaranya adalah: topografi
lahan dan sumber air menyangkut volume dan kualitas air. Hal
yang paling penting dipertimbangkan sebelum membangun
kolam adalah pemilihan tanah dan reka bentuk kolam yang
meliputi pematang dan sistem pengairannya yaitu saluran
masuk dan keluar air. Selain itu pula kedalaman kolam juga
perlu diperhatikan, kolam tidak boleh terlalu dalam atau
dangkal. Kedalaman yang baik berkisar antara 0,75 sampai 2
meter. Kolam yang dibangun harus dapat dikeringkan dengan
cepat melalui parit atau saluran air yang terdiri dari saluran
primer atau sekunder. Rangkaian saluran air dalam kolam.
Monk mesti memiliki penghalang untuk mencegah ikan keluar
yang biasanya tersebut dari kepingan papan yang dapat
disesuaikan jumlahnya mengikuti tinggi air yang diinginkan.
52
5.2 Jenis-jenis Kolam
Berdasarkan sumber airnya, kolam dapat dibagi menjadi:
a. Kolam mata air, yaitu kolam yang airnya bersumber dari
mata air di dasar kolam atau yang terdapat di sekeliling
kolam atau dapat pula bersumber dari air bawah tanah.
b. Kolam tadah hujan, yaitu kolam yang airnya berasal dari
air hujan atau air limpahan.
c. Kolam anak sungai, yaitu kolam-kolam yang sumber
airnya berasal dari anak sungai. Kolam-kolam ini
biasanya kolam mini dibuat berdekatan dengan sungai
atau anak-anak sungai. Kolam-kolam ini biasanya
dibangun secara parallel ataupun secara berseri. Kolam
berseri biasanya setiap kolam memiliki saluran
pemasukan dan pengeluaran sendiri-sendiri. Sedangkan
pada parallel biasanya air masuk ke kolam yang didepan
dan air ke laut langsung masuk ke kolam berikut di
belakangnya.
Berdasarkan bahan pembuatannya kolam dapat pula dibagi
menjadi: Kolam semen, Kolam tanah, dan kolam terpal/plastic.
Selain itu kolam dapat pula dikategorikan berdasarkan
penggunaannya misalnya kolam induk, kolam peneluran, kolam
penetasan, kolam larva dan kolam pembesaran. Dan dapat
pula dibedakan berdasarkan pada spesies ikan yang dipelihara
misalnya kolam ikan lele, kolam ikan mas dll.
53
5.3 Pemilihan Lokasi
Lokasi yang baik harus memenuhi persyaratan secara
ekologis (kualitas, kuantitas dan kontinuitas air), teknis, sosial
dan penunjang.
54
Perbedaan suhu yang terlalu besar dapat menyebabkan ikan
stress, nafsu makan menurun dan daya tahan tubuh juga ikut
menurun sehingga mudah terserang penyakit, pada kondisi
yang ekstrim (suhu tinggi), kelarutan oksigen rendah dilain
pihak kecepatan metabolisme meningkat sehingga memerlukan
pasokan oksigen yang banyak, hingga menyebabkan ikan
kekurangan oksigen (hipoksia) dan mengalami kematian
massal.
b. Salinitas
Salinitas atau kadar garam dapat didifinisikan sebagai
jumlah (gram) garam organik (garam natrium) dalam 1 liter air
laut, dinyatakan dalam satuan ppt atau promil (o/oo). Pada
dasarnya ikan nila adalah ikan air tawar, namun demikian ikan
ini dapat pula hidup dengan baik pada kondisi payau 5-15 ppt
karena memiliki sifat dapat mentolerasi kadar salinitas yang
tinggi (euryhaline), bahkan dengan metode adaptasi salinitas
bertingkat, ikan nila dapat dipelihara pada kadar garam di atas
15 ppt, hal ini hanya dapat dilakukan pada ikan yang masih
tahap larva atau ikan benih, jika sudah dewasa tingkat
kematiannya menjadi lebih tinggi karena sistim osmoregulasi
(proses penyimbangan tekanan osmotik yang diakibatkan oleh
ion-ion dalam tubuh dengan diluar tubuh) sudah tetap dan
mapan.
c. Potensial Hidrogen (pH)
Potential Hidrogen atau yang lebih dikenal dengan pH
adalah total Logaritma ion hidrogen dalam air, nilai ini akan
mempengaruhi derajat keasaman air. pH air sangat berkaitan
55
dengan produktifitas perairan, air dengan pH rendah akan
dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton dan menurunkan
produktifitas primer perairan. Di lain pihak, nilai pH juga akan
menentukan daya racun beberapa senyawa, misalnya nitrit.
Pada pH tinggi daya racun nitrit dapat meningkat 2 kali lipat.
Nilai pH air ditentukan oleh beberapa faktor antaranya
adalah akumulasi bahan organik dan kandungan pirit tanah.
Perairan yang kaya bahan organik menunjukkan nilai pH yang
rendah akibat daripada proses penguraian bahan oragnik oleh
baktri yang akan mengasilkan CO2 dan bereaksi dengan air
akan menghasilkan ion OH- dan selanjutnya terurai lagi
menjadi ion H+ yang menyumbang pada penurunan nilai pH.
Sebagai contoh nilai pH yang optimum untuk budidaya ikan nila
berkisar antara 6,5 - 8,0.
d. Oksigen terlarut
Oksigen terlarut di dalam air berasal dari proses
fotosentesis tumbuhan air dan fitoplankton, selain itu oksigen
terlarut juga dapat berasal dari atmosfer dengan proses difusi.
Oksigen dibutuhkan oleh ikan untuk pernapasan atau respirasi,
yaitu untuk membakar makanan yang akan menghasilkan
energi yang akan digunakan aktifitas harian (misalnya
berenang), fisiologis basal sel-sel tubuh dan reproduksi, serta
sisanya digunakan pertumbuhan. Oleh karena itu kebutuhan
oksigen pada ikan tergantung pada laju metabolismenya dan
aktifitas hariannya. Ikan yang memiliki laju metabolisme yang
tinggi akan memerlukan jumlah oksigen yang lebih banyak,
sedangkan laju metabolisme ikan dipengaruhi antara lain oleh
56
umur dan suhu air. Pada masa larva (atau ikan muda) laju
metabolismenya lebih tinggi dibandingkan ikan dewasa dan
kenaikan suhu air akan akan meningkatkan pula metabolisme
ikan. Ikan-ikan yang sedang matang kelamin memerlukan
energi lebih banyak sehingga kebutuhan oksigen juga akan
meningkat. Secara umum ikan memerlukan kadar oksigen
terlarut lebih besar dari 4 ppm.
e. Karbondioksida (CO2)
Karbodioksida diperlukan oleh tanaman air seperti
fitoplankton dan alga perairan untuk proses fotosentesis yang
akan menhasilkan oksigen. Namun demikian dalam jumlah
yang melebihi ambang batas, karbondioksida akan
mengganggu proses respirasi ikan karena darah ikan
cenderung lebih mudah mengikat karbondioksida, akibatnya
darah kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan ikan mati.
Kadar karbondioksida yang masih dapat ditolerasi oleh ikan nila
adalah berada pada ambang di bawah 15 ppm.
f. Amonia (NH3)
Amonia adalah hasil penguraian protein dari mahluk hidup
baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan. Ikan nila
misalnya masih dapat mentoleransi kadar amonia sampai 0.02
ppm, namun air yang baik untuk budidaya ikan mengadung
amonia tidak lebih dari 0.016 ppm. Pada kondisi oksigen
rendah, amonia akan dirubah menjadi bentuk nitrit yang bersifat
racun bagi ikan, pada pH tinggi daya racun nitrit akan
meningkat.
57
Pada sistim budidaya intensif, kelebihan pakan yang tidak
dimakan dan feces ikan merupakan sumber amonia yang
merugikan ikan. Oleh karena itu manejemen pakan dan kualitas
air sangat penting pada sistim budidaya ini.
g. Kecerahan
Kecerahan air dapat digunakan untuk mementukan tingkat
kesuburan suatu perairan. Air dengan kecerahan tinggi
mengindikasikan bahwa perairan tersebut miskin makanan
alami (fitoplankton) dan sebaliknya jika terlalu rendah
menunjukkan kelimpahan plankton terlalu tinggi. Kelimpahan
plankton yang terlalu tinggi dapat merugikan ikan karena dapat
menguras oksigen pada malam hari sehingga kadar oksigen
terlarut berkurang bahkan habis dan dapat menyebabkan
kematian ikan (hipoksia). Kadar kecerahan yang baik adalah
berkisar antara 25-35 cm.
h. Kedalaman air
Kedalaman air perlu diketahui terutama untuk tipe budidaya
dalam ramba di perairan umum, bertujuan untuk menyesuaikan
kedalaman atau ketinggian karamba dalam air dan memastikan
karamba tidak sampai menyentuh dasar atau menggantung.
Tidak ada patokan yang pasti berapa kedalaman yang
paling cocok untuk budidaya ikan nila, namun demikian kita
dapat berpatokan pada ketinggian karamba, disarankan
kedalaman air sekurang-kurangnya 3x ketinggian karamba.
Kedalaman yang dimaksud disini adalah kedalaman rerata
selama 2 musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan.
58
i. Pasang surut
Pada perairan laut atau perairan yang masih dipengaruhi
oleh pasang surut, ketinggian pasang surut perlu diketahui,
bertujuan untuk memastikan proses pemasukan dan
pengeluaran air dapat berjalan baik tanpa perlu mengeluarkan
biaya ekstra untuk pompa. Perairan dengan pasang atau surut
terlalu tinggi atau terlalu rendah kurang baik untuk lokasi
budidaya.
59
sehingga dapat dipastikan kolam tidak mudah bocor.
Sedangkan debit air diperlu diketahui untuk memastikan
sumber air yang ada mencukupi untuk megairi kolam yang ada.
Lokasi yang baik untuk pembangunan kolam ikan memiliki
kemiringan 5-7%, artinya terjadi pertambahan ketinggian lahan
sebesar 5-7 cm setiap 100 meter secara horizontal. Sedangkan
tipe atau jenis tanah baik untuk dibangun kolam adalah liat
berpasir, karena cukup baik menahan air dan tidak mudah
bocor.
Cara paling mudah menilai daya tahan tanah adalah
dengan cara mengambil sejumpal tanah, beri sedikit air
sehingga berbentuk adonan. Remas adonan tanah tersebut,
jika tanah keluar dari sela-sela jari tanpa putus atau patah,
artinya tanah cukup baik. Cara lain, adonan tanah tadi
lemparkan ke atas hingga terjatuh di tanah, jika tanah tidak
pecah atau gumpulannya tetap utuh, artinya tanah baik untuk
kolam.
Debit air adalah jumlah air (liter) yang mengalir setiap detik.
Sumber air yang tersedia harus memiliki debit paling kurang 15
liter/detik/ha.
Pengukuran debit air dapat dilakukan dengan cara ;
mengukur delaman (d) dan lebar rerata saluran saluran (w),
ukur panjang saluran tertentu (l), selanjutnya lepaskan suatu
benda yang mengapung dari suatu titik (titik awal) hingga
mencapai titik tertentu (titik akhir) dan hitung berapa lama waktu
(t) yang diperlukan hingga mencapai titik akhir. Maka debit air =
volume air yang mengalir (dxwxl), dibagi waktu tempuh benda
60
tersebut. Sedangkan pada kolam debit air dapat diukur dengan
cara mengukur dulu volume kolamnya dan kemudian di bagi
dengan waktu yang diperlukan untuk mengisi kolam sampai
penuh.
c. Tenaga kerja
Faktor ketersediaan tenaga kerja di kawasan budidaya juga
perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan lokasi. Tenaga
kerja yang berasal dari masyarakat setempat dapat
61
memberikan keuntungan dalam hal upah dan pengurangan
pengangguran di desa setempat.
62
5.4 Persiapan Kolam
Secara umum terdapat tiga jenis kolam yang sering
digunakan dalam budidaya ikan, yaitu:
63
5.4.3 Kolam pembesaran.
Kolam pembesaran digunakan untuk tempat memelihara
dan membesarkan benih setelah pendederan. Kolam
pembesaran ini sebaiknya terdiri dari beberapa unit, yang
terbagi menjadi: (1). Kolam pembesaran tahap I, berfungsi
untuk memelihara benih ikan baru saja lepas dari kolam
pendederan. Kolam ini sebaiknya berjumlah antara 2-4 buah
dengan luas antara 300-500 meter2 per kolam, sebaiknya
adalah kolam tanah, karena mudah ditumbuhikan plankton
melalui pemupukan sebagai pakan tambahan benih, (2)
Setelah benih menjadi agak besar antara 5 - 10 cm, maka
dapat benih dipindahkan ke kolam pembesaran tahap II,
dengan cara mengurangi kepadatan tiap kolam, misalnya, ikan
dari kolam pembesaran I dibagi dua, sebagian dibiarkan tinggal
dalam kolam awal sisanya dipindahkan ke kolam pembesaran
yang lain.
Kolam pembesaran tahap II berfungsi untuk
memelihara benih yang sudah berukuran di atas 10 cm.
Kolam dapat berupa kolam tanah atau kolam semen dengan
dasar tanah. Keramba apung juga dapat digunakan dengan
mata jaring 1,0–1,5 cm. Padat tebar pada tahap ini tidak lebih
dari 10 ekor/meter2, (3) Kolam pembesaran tahap III berfungsi
untuk membesarkan lebih lanjut sampai ukuran konsumsi.
Prosedurnya sama dengan sebelumnya yaitu paling kurang
membagi jumlah ikan ke dalam 2 kolam terpisah untuk
mengurangi kepadatan dan menyediakan ruang yang cukup
untuk ikan tumbuh besar. Diperlukan kolam tanah atau semen
64
dengan kedalaman air 80-100 cm dengan luasan berkisar 500 -
2.000 m2.
5.5.3 Pemupukan
Pemupukan diperlukan untuk memacu pertumbuhan
fitoplankton sebagai pakan alami ikan, pakan ini diberlukan
65
terutama pada masa-masa awal pemeliharaan. Keberadaan
pakan alami juga akan dapat menekan jumlah pakan buatan
yang diperlukan. Pemupukan dapat dilakukan pada tanah atau
air, baik pupuk kandang ataupun pupuk buatan. Pupuk
kandang ditabur dan diaduk merata dengan tanah dasar kolam
dengan cara mencangkul atau membajak, sehingga pupuk
dapat masuk dan teraduk dengan tanah sampai kedalaman 15-
30 cm, untuk pemupukan air, karung pupuk dapat kandang
diletakkan di depan pintu air masuk agar bila kolam diairi pupuk
dapat tersebar merata ke semua bagian kolam. Dosis pupuk
kandang sebaiknya berkisar 1-2 ton/ha atau 100-200 gram/m2.
Tabel 5.1.Jumlah kebutuhan kapur untuk setiap kondisi tanah
Nilai pH Jumlah kapur
4.0 1600 kg
4.5 1400 kg
5.0 1000 kg
5.5 750 kg
6.0 500 kg
6.5 100 kg
7.0 Tidak diperlukan
66
selama 1-2 hari untuk memberikan kesempatan bagi plankton
berkembangbiak dengan baik dengan ditandai air bewarna
agak kuning kehijauan (hijau muda). Organisme lain seperti
jentik siput kecil, cacing, jentik nyamuk dan berbagai serangga
air lainnya juga mulai hadir dalam kolam. Kini kolam siap
ditebari dengan benih ikan.
Pemupukan susulan diperlukan setelah 2 minggu benih
ditebarkan untuk mempertahankan pertumbuhan plankton atau
makanan alami. Pupuk yang digunakan dapat berupa pupuk
kandang dengan doses 500 kg/ha. Pupuk dibagi menjadi enam
bagian dan dimasukkan dalam karung serta diletakkan disetiap
sudut kolam dan dua karung lagi ditempatkan di sisi kiri-kanan
pintu masuk air. Jika menggunakan pupuk urea, dosis yang
digunakan biasanya sekitar 30 kg/ha, dimasukkan dalam
karung plastik, diikat pada sebatang bambu atau kayu dan
letakkan dekat pintu air masuk.
67
Padat benebaran benih tergantung pada intensitas usaha
budidaya, pada skala semi ekstensif padat tebar 3-5 ekor/m2,
skala semi intensif 10-12 ekor/m2, sedangkan pada skala
intensif dapat mencapai 20-25 ekor/m2.
68
paling kurang dua minggu sekali untuk menyesuaikan jumlah
pakan yang akan diberikan berikutnya, yaitu dengan cara
menangkap 10-15 ekor ikan secara acak dan ditimbang,
kemudian dirata-ratakan dan nilai rata-rata dikalikan dengan
jumlah ikan peliharaan dan dikurangi dengan mortalilitas 5-10%
(ikan yang mati).
Contoh : Berat rata-rata dari 15 ekor ikan yang ditimbang
adalah 200 gram, sedangkan ikan yang ditebar ke dalam kolam
ada 100 ekor, dengan asumsi 10% ikan ada yang mati maka
ikan yang tersisa dalam kolam adalah 90 ekor, maka berat total
ikan yang ada di dalam kolam adalah 200 gram x 90 ekor =
18.000 gram (atau 18 kg). Maka jumlah pakan yang harus
diberikan setiap hari adalah 4% x 18.000 gram = 720 gram
(0.72 kg). Setiap hari ikan masih diberi makan 3 kali sehari,
sehingga 720 gram : 3 = 240 gram. Sehingga pada bulan
pertama setiap kali pemberian, jumlah pakan yang diperlukan
adalah 240 gram yang disebarkan secara merata dalam kolam,
agar semua ikan mendapatkan makanan.
Untuk menekan jumlah pakan pelet ikan nila dapat pula
diberikan bekatul atau dedak halus, selain sebagai makanan
pelangkap juga dapat berfungsi untuk menambah kesuburan
kolam.
Amati tingkah laku ikan saat pemberian pakan, biasanya
pakan yang diberikan akan langsung habis disantap atau paling
lama 5 menit setelah ditaburkan, jika tidak berarti ikan kurang
bernafsu makan dan patut dicurigai aga sesuatu yang tidak
beres dengan kesehatan ikan, oleh karena itu perlu diperiksa
69
ikan contoh baik warna, tubuh, insang dan saluran cerna dan
yang penting juga cek parameter kualitas air segera.
70
mungkin dimasukkan dalam frezer atau box ice agar tetap
segar .
71
diperhatikan karena akan menentukan tekstur, rasa dan daya
simpan bahan olahan tersebut.
Berdasarkan kandungan lemaknya, produk perikanan dapat
dibagi menjadi: lean fish (rendah lemak) jika kandungan
lemaknya kurang dari 0,5%; kandungan lemak sedang (semi fat
fish) jika kandungan lemaknya berkisar 0,5-2 %; dan
kandungan lemak tinggi (fatty fish) jika kandungan lemaknya
lebih dari 2%.
Sebagian besar hasil produksi perikanan daerah tropis
tergolong yang mengandung lemak sedang dan hanya sedikit
yang tergolong rendah lemak. Sedangkan ikan-ikan yang hidup
di daerah dingin pada umumnya memiliki kandungan lemak
tinggi dan kandungan lemaknya ini juga akan bervariasi
mengikuti musim, misalnya ikan hering mengandung 0,5%
lemak pada musim dingin dan 20% pada musim semi. Hal ini
disebabkan pada musim dingin sebagian besar lemak
digunakan untuk sumber energi karena nafsu makan dan
kesediaan makanan mungkin berkurang.
72
mengubah bentuk menjadi bahan dalam bentuk lain yang lebih
tahan lama sehingga karakteristik ikan juga berubah.
a. Metode pengawetan
Kontrol suhu
Teknis ini dengan cara menurunkan dan menaikkan suhu
sampai pada batas bakteri tidak aktif lagi tanpa merusak
kandungan gizi dan enzim pada daging ikan. Aktivitas bakteri di
daerah dingin berada pada kisaran 5-10 ℃ dan 25-30 ℃ di
daerah tropis.
Pendinginan
Sistem ini dilakukan dengan cara meletakkan ikan pada
atau sedikit di atas titik beku (ikan tidak membeku). Dalam
teknik ini biasanya menggunakan pecahan es batu yang
ditempatkan dalam box dan ikan disimpan di dalamnya untuk
jangka pendek.
Pembekuan
Teknik pembekuan biasanya ditujukan untuk
penyimpanan jangka panjang, ikan diletakkan pada suhu di
bawah 0 ℃, penyimpanan pada suhu -30℃ biasanya digunakan
untuk memperpanjang masa simpan, karena pada suhu -30℃
hampir semua bakteri autolitik tidak lagi aktif.
Radiasi dan Penyinaran
Walaupun penggunaan ion-ion yang mengeluarkan sinar
radiasi tidak umum digunakan untuk tujuan pengawetan ikan
secara komersial, namun teknik ini menunjukkan tren yang
semakin popular. Teknik ini pada dasarnya juga bertujuan
73
untuk membunuh mikro organisme dan parasit pada makanan
serta menghambat aktivitas enzim, namun sebagian konsumen
mungkin masih perlu kajian dan pengembangan lebuh lanjut.
b. Metode pengolahan
Banyak metode pengolahan hasil perikanan yang tekah
dikembangkan, untuk memilih yang mana yang sesuai sangat
ditentukan oleh beberapa faktor diantarnya adalah kesukaan
konsumen, cuaca, biaya produksi, ketersediaan fasilitas dan
ketersediaan bahan mentah.
Peningkatan suhu
Pengalengan
Ikan dipanaskan dengan suhu tinggi untuk membunuh
bakteri dan menonaktifkan enzim, selanjutnya produk
dimasukkan dalam kaleng kedap udara. Ikan kaleng ini dapat
disimpan dalam jangka waktu lama, namun proses ini
memerlukan biaya yang tinggi sehingga produk yang telah
dihasilkan harus dijual dengan harga yang tinggi pula.
Perebusan pengasapan
Ikan dapat direbus dengan atau tanpa garam untuk
memperpanjang waktu simpan. Teknik pengolahan dengan
perebusan sanat popular di Negara-negara Asia Tenggara,
misalnya Indonesia, Malaysia dan Thailand. Di beberapa
tempat ikan yang telah direbus kemudian dijemur atau diasapi
misalnya menjadi keumamah di Aceh, atau ikan asapan di Riau
dan Sumatera bagian selatan. Ikan yang telah mengalami
74
proses perebusan akan dilanjutkan dengan penjemuran atau
pengasapan dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Khusus
di Aceh, keumamah yang telah dikeringkan selanjutnya dibalut
lagi dengan tepung kanji untuk menjaga agar tidak berjamur
dan lebih tahan lama.
Menghilangkan Kandungan Air atau Kelembaban
Daging ikan memiliki kandungan air mencapai 80%, jika
kandungannya dapat diturunkan menjadi 25% saja, maka
bakteri tidak dapat bertahan dan aktivitas autolitiknya dapat
dikurangi, dan jika kandungan air dapat dikurangi menjadi
hanya 15% maka jamur tidak dapat tumbuh. Teknik
pengeringan yang biasa digunakan biasanya kombinasi
pengasapan dan penggaraman ataupun tidak secara kombinasi
hanya salah satunya saja yang memungkinkan.
75
BAB VI.
PEMBESARAN DALAM KARAMBA JARING
APUNG
76
berkisar 8-15 meter dan luasan perairan yang dapat digunakan
adalah 1% dari potensi yang ada.
6.1.2 Arus
Kecepatan arus pada musim penghujan dan kemarau perlu
diketahui untuk memastikan karamba yang ditempatkan tidak
hanyut atau rusak. Arus juga akan berfungsi untuk membawa
bekalan oksigen dan menghayutkan bahan-bahan organik
terutama dari sisa pakan. Kecapatan air 20-40 m/detik dinilai
cocok untuk lokasi budidaya ikan nila dalam karamba jaring
apung.
6.2 Persiapan
6.2.1 Kontruksi Rangka dan geladak serta penempatan
karamba
Biasanya 1 unit karamba jaring apung (KJA) terdiri dari 4-8
petakan karamba, 1 unit rumah jaga dan gudang. Rangka
keramba dapat dibuat dari bahan besi atau kayu. Tiap petakan
dibuat seluas (7 x 7) m, jika terdiri dari 4 petakan maka luas
keseluruhan unit karamba lebih kurang (16 x 16) m. Pelampung
ditempatkan pada sisi bawah rangka karmba dan diikat dengan
karet atau tali nilon.
Satu unit KJA dengan luas 16x16 (m) biasanya
memerlukan 21 buah pelampung, dapat menggunakan drum
bekas. Pemasangan pelampung sebaiknya dilakukan di dalam
air. Setelah kerangka dan pelampung selesai dikerjakan,
langkah selanjutnya adalah pembuatan geladak . Geladak
77
dibuat padas rangka atas unit KJA, berfungsi untuk jalur lalu
lintas saat pemberian pakan, pengontrolan atau pemanenan.
Geladak dapat dibuat dari bambu atau papan.
79
Gambar 6.3. Jenis jaring polyethelene yang dapat dipakai untuk
jaring apung
Gambar 6.4.
Karamba ikan
tradisional yang
terdiri dari lebih dari
empat petakan jaring
Gambar 6.5.
Karamba
ikan modern
yang terbuat
dari bahan
HDPE dan
serat fiber
(Sumber:
ttps://acrdoc
k.en.ecplaz
a.net/products/fish-farm-fishing-netaquatic-farmfishing-cage_
80
6.3 Teknik Pemeliharaan
6.3.1 Pemilihan dan penebaran benih
Benih ikan nila yang digunakan untuk tujuan pembesaran
sudah berukuran 5-7 cm. Benih yang akan digunakan sedapat
mungkin berasal dari pembenihan dengan induk unggul dan
ukuran benih harus seragam. Benih yang dipilih harus sehat
dan gesit dan tidak ada cacat tubuh maupun luka.
Padat tebar ikan sangat tergantung pada ukuran benih dan
intensitas usaha. Pada sisitim budidaya karamba jaring apung
ini padat tebar bisa lebih tinggi dibandingkan pada kolam air
tergenang, karena di perairan umum air senantiasa berganti
akibat dari arus, sehingga akumulasi bahan organik dari sisa
pakan maupun dari feses atau urin dan dikurangi. Padat tebar
yang baik dalam karamba dengan kecepatan arus 20-40
cm/detik berkisar 20-30 ekor/m3, sehingga dengan karamba
ukuran 7 x 7 x 2.5 (m) berkisar 2500-3500 ekor benih ikan nila
ukuran 5-7 cm.
Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari,
sebelum dilepaskan benih harus diaklimatisasi terlebih dahulu
selama 30 menit.
81
harian relatif lebih banyak dibanding dengan sistim
pemeliharaan kolam (terutama kolam tanah), yaitu berkisar 3-
5%. Pada awal masa pemeliharaan sampaiu bulan kedua,
pakan diberikan sebanyak 5% dari bobot tubuhnya, memasuki
bulan ketiga jatah ransumnya dikurangi menjadi 4% dari berat
total ikan peliharaan, dan memasuki bulan keempat sampai
panen sebanyak 3% dari berat total ikan dalam kolam.
Selain jumlah pakan yang perlu juga diperhatikan adalah
frekuensi (keseringan/kekerapan) pemberian. Pada awal
pemeliharaan sampai akhir bulan kedua, pakan diberikan 3 kali
sehari, mulai bulan ketiga sampai panen diberikan 2 kali sehari
dari jatah ransum harian yang telah diketahui di atas. Selain itu
pula teknik pemberian juga harus disebarkan secara merata
atau tidak terpusat pada satu tempat saja, untuk memastikan
semua ikan berpeluang mendapatkan makanan.
Untuk mengetahui pertumbuhan bobot ikan perlu dilakukan
sampling (mengambil contoh ikan untuk ditimbang) setiap dua
minggu sekali untuk menyesuaikan jumlah pakan, yaitu dengan
cara menangkan 10-15 ekor ikan secara acak dan ditimbang,
kemudian dirata-ratakan dan nilai rata-rata dikalikan dengan
jumlah ikan peliharaan dan dikurangi dengan mortalilitas 5-10%
82
Gambar
6.6.
Karamba
jaring
apung
skala
intensif
6.3.3 Panen
Ikan nila baru dipanen setelah mencapai berat lebih dari
250 gram/ekor, ukuran ini akan dapat dicapai biasanya setelah
dipelihara selama 4 bulan. Pemanenan ikan dalam jaring apung
tidaklah sulit, cukup dengan cara mengangkat salah satu sisi
jaring ke atas, secara otomatis ikan akan terkumpul pada salah
satu sisi kemudian tinggal menyeroknya dengan serokan atau
tanggung dan memasukkannya dalam keranjang atau tangki
yang berisi air jika ikan akan dijual dalam kondisi hidup, jika
ikan akan diangkut ke tempat yang agak jauh atau lebih dari 30
menit perjalanan maka tangki berisi ikan hidup perlu diberi
aerasi untuk memastikan ikan tidak kekurangan oksigen. Pada
saat ikan diangkat dari jaring, terlebih dahulu ditimbang berat
totalnya.
83
BAB VII.
PEMBESARAN DALAM KOLAM TERPAL
84
bila dibandingkan dengan biaya yang harus disediakan untuk
membangun kolam bahkan karamba.
85
Gambar 7.1. Ikan nila yang dipelihara dalam kolam terpal di
Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang
86
Instalasi ai masuk dan keluar dibuat sedemikian rupa
sehingga saling berhubungan antara satu unit kolam terpal
dengan kolam yang lainnya. Untuk memastikan ikan tidak
kekurangan oksigen maka perlu pula dibuat instalasi aerasi,
instalasi ini bisa dibuat sejalan dengan instalasi air masuk pada
87
Gambar 7.3.Contoh sketsa tata letak kolam terpal serta
instalasi air dan earasinya
88
7.4 Teknik Pemeliharaan
Pemeliharaan ikan dalam kolam terpal tergolong mudah
dibandingkan dengan kolam tanah. Beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan adalah padat tebar dan teknik pemberian
pakan.
Satu unit kolam terpal dengan luas kolam 120x500 (cm)
dan ketinggian air 60 cm meter dapat ditebar benih ikan nila
ukuran 5-7 cm sebanyak 300 ekor. Sumber makanan ikan
semata-mata hanya dari pakan kering (pelet) dengan kadar
protein lebih dari 30%, pemberian pakan sebanyak 3-5% dari
bobot total, dimana jumlah pemberiannya semakin menurun
seiring dengan masa pemeliharaan (lihat Bab 6, f), frekuensi
pemberian 2 kali sehari.
Karena dipelihara pada kepadatan tinggi, maka pastikan
pasokan oksigen dalam kolam mencukupi oleh karena itu
aerasi harus dijalankan 24 jam/hari, dan pergantian air
sebanyak 2 liter/menit.
89
7.5 Panen
Ikan dapat dipanen setelah 4 bulan pemeliharaan atau
setelah setelah mencapai 300 gram/ekor. Panen sebaiknya
dilakukan pada pagi atau sore hari saat matahari tidak lagi
yerlalu terik, dengan cara mencabut pipa pengontrolan tinggi
air, sehingga air dapat keluar sehingga kolam kering. Ikan
dikumpulkan dengan menggunakan serok/tangguk dan
ditempatkan dalam keranjang dan ditimbang sebelum diangkut
ke pasar. Ikan yang diproduksi dari kolam terpal ini terbukti
berkualitas tinggi dan bebas dari bau lumpur sehingga lebih
digemari dibandingkan ikan nila yang diproduksi di kolam.
90
BAB VIII.
PEMBENIHAN
91
putih keperakan; warna dagu juga demikian; jika bagian perut
urut dari arah dada ke arah lobang genital tidak mengeluarkan
cairan (jika keluar berarti jantan), jika sudah matang gonad jika
diurut demikian akan mengeluarkan telur.
93
menghasilkan kelamin tunggal, karena yang dipakai adalah
hormon sex jantan, sudah tentu benih yang dihasilkan adalah
jantan. Namun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa
aplikasi hormon ini tetap akan menghasilkan kelamin betina
walaupun dalam jumlah yang tidak signifikan, yaitu berkisar 5-
10% saja. Jenis hormon sex jantan yang sering dipakai adalah
17α-metil-testoteron (hormon steroid), tamoxifen dan akriflavin
(non steroid). Teknik yang sering dipakai adalah perendaman
(telur atau larva) dan pemberian melalui pakan. Di sini kami
akan jelaskan tentang perendaman larva, karena ini yang
paling mudah dilakukan dan pemberian melalui pakan.
95
pakan alami artemia atau kutu air sebanyak 1 kali sehari secara
ad libitum.
Untuk membuang sisa pakan atau kotoran larva dilakukan
penyiponan setelah 30 menit pemberian pakan, pergantian air
sebanyak ½ bagian dilakukan setiap hari, sebaiknya dilakukan
setelah pemberian pakan pada sore hari. Air yang dipakai
adalah air yang sudah diendapkan selama 24 jam. Perlakua ini
dilakukan selama 1 bulan lebih.
Selain hormon 17α-metil-testoteron dapat juga
menggunakan beberapa jenis hormon yang lain, dengan dosis
yang tertentu pula. Tabel 8.1 berikut ini beberapa jenis hormon
yang sering dipakai, dosis yang diajurkan dan teknik
pemberiannya.
Tabel 8.1. Beberapa jenis hormon jantan dan aplikasinya pada ikan nila
stadia larva (Jairin, 2002).
Jenis hormon Tujuan Cara Dosis Lama
perlakuan perlakuan perlakuan
17α-metil- Penjantanan Oral 15-50 mg/kg 30-40 hari
testoteron pakan
Tamoxifen Penjantanan Oral 15-50 mg/kg 30-40 hari
pakan
96
8.2.3 Identifikasi jenis kelamin
97
Gambar 8.2. Penampakan clasper pada ikan baung Mystus
nemurus
98
BAB IX.
HAMA DAN PENYAKIT
9.1 Penyebab
Timbulnya penyakit merupakan interaksi antara tiga faktor
penting yaitu lingkungan, patogen dan kondisi ikan sendiri.
Patogen berupa virus bakteri dan lain-lain senantiasa ada
didalam air. Ikan memiliki ketahanan secara alami terhadap
serangan penyakit atau patogen. Patogen akan menyerangkan
ikan bila ketahanan tubuh menurun akibat faktor lingkungan
melampaui nilai kritis.
Penyakit pada ikan dapat kita golongan menjadi penyakit
yang bersifat menular dan penyakit yang tidak menular.
Penyakit yang menular biasanya disebabkan oleh
mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, protozoa dan
metazoan. Sedangkan penyakit yang tidak menular disebabkan
oleh stress, keracunan dan kekurangan zat gizi. Kebayakan
infeksi oleh virus dan keracunan terjadi secara mendadak dan
menyebabkan kematian ikan secara masal, pada kasus
keracunan misalnya ikan dapat mati dalam beberapa jam,
sedangkan pada kasus infeksi oleh virus ikan dapat mati
setelah beberapa hari terinfeksi.
9.2.2 Keracunan
Keracunan biasanya disebabkan oleh adanya kandungan
nitrit yang tinggi dalam air yang kemudian masuk melalui insang
ke dalam darah karena kadar nitrit dalam air lebih tinggi dari
kadar dalam darah, hal ini sering terjadi pada kolam yang
mempunyai pH tinggi dan banyak sisa-sisa bahan organik di
dasar kolam misalnya sisa pakan yang tidak dimakan dan
feces ikan atau pada kondisi peliharaan dengan padat tebar
yang tinggi.
100
9.3 Penyakit Menular
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa penyakit menular
adalah penyakit yang umumnya disebabkan oleh
mikroorganisme antara lain; virus, bakteri, jamur, protozoa dan
myxozoa.
101
memastikan kualitas air pada ambang optimum sehingga
kekebalan tubuh ikan tetap baik.
102
Hanya tiga jenis jamur yang sering menyerang ikan
budidaya yaitu Ichthyophonus sp, Branchyomycetes sp dan
Saprolegnia sp. Ketiganya dapat dengan mudah diidentifikasi
karena hanya menyerang organ-organ sasaran tertentu dan
bentuk yang khusus pula. Ichthyophonus sp biasanya
menyerang organ internal ikan, Branchyomycetes sp
menyerang pembuluh darah dan insang, Saprolegnia sp
biasanya menyerang kulit.
103
Monozoa dapat digolongkan menjadi dua yaitu yang
bersifat endoparasit (menyerang organ dalam ikan) dan
ekstoparasit (menyerang organ luar). Beberapa metozoa yang
sering menyerang ikan adalah Monogenia dan Digenia.
Monogenia mempunyai ciri-ciri struktur seperti jangkar pada
bagian ujung ekornya, jangkar tersebut dilengkapi dengan
pengait pada tepinya. Termasuk dalam golongan ini adalah
Dactylogyrus dan Gyrodactylus. Dactylogyrus adalah
ektoparasit pada insang. Digenia adalah bersifat endoparasit
pada ikan jika ikan merupakan inang terakhir, dan apabila ikan
sebagai inang perantara maka burung adalah inang terakhir.
Jenis Digenia yang sering menjadi endoparasit pada pembuluh
darah ikan adalah Sanguinicola
104
brankiura misalnya Argulus sp; dan isopoda. Lintah Hirudinae
kadangkala juga menyerang ikan. Parasit ini mempunyai alat
penghisap pada kedua ujung tubuhnya. Lintah menghisap
darah segar dalam jumlah yang banyak sehingga ikan
kekurangan darah, lemas dan mudah terserang penyakit
sekunder lainnya.
105
dimusnahkan atau dipulangkan ke daerah asalnya, sedangkan
ikan-ikan yang sehat diizinkan masuk.
9.4.4 Imunisasi
Vaksin dapat juga digunakan untuk mencegah ikan
terserang penyakit. Namun karena harga yang mahal cara ini
sesuai diterapkan pada ikan-ikan yang berharga mahal dan
langka, atau tujuan-tujuan penelitian dan konservasi. Masalah
serangan penyakit juga dapat diatasi dengan menghasilkan
strain ikan yang tahan terhadap penyakit melalui proses kawin
silang atar ikan-ikan yang diketahui tahan terhadap penyakit.
106
9.4.6 Mencegah dan mengontrol bahan-bahan beracun
Bahan beracun dapat membunuh ikan secara mendadak
dan massal oleh karena itu peternak mesti selalu waspada
terhadap sumber-sumber racun dari bahan limbah pabrik,
limbah rumah tangga dan pencemaran logam berat. Selain itu
bahan-bahan dari limbah pertanian seperti pestisida juga
berpotensi masuk ke dalam kolam. Kelimpahan fitoplankton
yang tinggi juga membahayakan ikan karena ikan akan
kekurangan oksigen pada malam hari, karena pada malam hari
fitoplankton akan mengunakan oksigen dan memproduksi CO 2
yang berbahaya bagi ikan.
107
pada daerah mulut dan sirip. Jika terdapat kudis, maka
kudisnya terlihat kemerahan dan bernanah.
Sedangkan ikan yang terserang jamur sangat mudah
dikenali dengan ciri-ciri; kulit, mulut, mata, hidung dan organ-
organ lainnya diselimuti kapas. Jumur biasanya menyerang jika
organ-organ pada ikan mengalami luka. Telur juga rentan
terhadap serangan jamur.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa ikan yang terserang
penyakit akan terlihat lemah, berenang tidak normal, hilang
nafsu makan, badan kurus dan pertumbuhan lambat atau
bahkan akan mengalami kematian.
9.6 Pengobatan Penyakit
Penyakit yang disebabkan oleh virus sampai saat ini belum
dapat diobati, sedangkan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri, jamur dan crustacea dapat diobati. Pada dasarnya ada
dua metode pengobatan yang sering digunakan yaitu
pengobatan luar dan pengobatan dalam.
108
- Dapat mengontrol atau menghambat pertumbuhan
bakteri atau parasit pada konsentrasi yang tidak
berbahaya pada ikan yang diobati
- Tidak meresap masuk ke dalam tubuh ikan atau jaringan
- Dapat digunakan berkali-kali tanpa membawa efek
negative pada ikan
- Berharga relatif murah dan mudah didapat
Keberhasilan pengobatan luar sangat tergantung pada
dosis obat yang digunakan. Oleh karena itu petani harus
memiliki informasi dasar mengenai dosis yang dianjurkan.
Sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 9.1.
109
*Malachite *Myxobakteri *2 ppm selama 1 jam
green *Jamur *67 ppm selama 10-30
*Masoten detik
*Krustasea *0,25 ppm selama 1 jam
*Methylene 1-4 kali seminggu
blue *Jamur *2-5 ppm terus
*Roecal menerus/tak terbatas
*Bakteri *4 ppm selama 1 jam
110
* Di-N-Butil Tin Oxide * Cacingan
* Epsom salts * Protozoa
* Erythromycin *Bakteri streptococcus
*Furanace * Bakteri Vibrio dan Aeromonas
* Mebendazole *Cacingan
*Oxxyleiracyline * Kudis/luka
terramycin
111
Gejala kepala retak atau pecah kadangkala juga pada ikan
lele, penyakit ini diduga ada kaitannya dengan kekurangan zat
vitamin dan mineral pada makanan ikan. Penyakit lainnya yang
112
kolam yang buruk terutama adanya endapan sisa pakan atau
feses di dasar kolam yang menjadi tempat yang nyaman bagi
parasite untuk berkembang biak.
Muchlisin et al. (2017) juga melaporkan adanya serangan
endo parasite dari jenis Nematode pada ikan sidat (ileah)
Anguilla bicolor dari perairan Aceh, dalam laporan tersebut
dinyatakan bahwa ikan sidat terserang dua jenis endo parasite,
yaitu:
Proca
mallan
us sp.
dan
Anisaki
s sp.
(Gamb
ar 9.3).
Gamb
ar 9.1. Morphology of Asian fish tapeworm (Bothriocephalus
acheilognathi)
113
Gambar 9.2. Siklus hidup (Sumber: Behrhermann-Godel, 2015)
114
BAB X.
ANALISIS KELAYAKAN USAHA
115
skoring (nilai) terhadap beberapa parameter yang telah
ditetapkan.
2. pH air 3
a 7-8 3 9
b > 8.5 1 3
c < 6.5 1 3
3. Salinitas (ppt) 3
a <5 3 9
b 6-15 2 6
c >16 1 3
4. Oksigen terlarut 3
a (ppm) 3 9
b >6 2 6
116
No Parameter Bobot (W) Poin(P) WxP
c 4-5 1 3
<4
5. Karbondioksida (ppm) 3
a <5 3 9
b 5-14 2 6
c >15 1 3
6. Amonia (ppm) 3
a < 0.02 3 9
b 0.02 – 0.1 2 6
c > 0.1 1 3
7. Kecerahan air (cm) 2
a 25-35 3 6
b < 25 2 4
c > 35 1 2
8. Kedalaman air (m) 2
a > 10 3 6
b 3-9 2 4
c <3 1 2
9. Ketersediaan benih 1
a Mudah diperoleh di 3 3
b sekitar lokasi 2 2
c Agak sulit diperoleh 1 1
Sulit diperoleh
10 Ketersediaan pakan 1
a Mudah diperoleh di 3 3
b sekitar lokasi 2 2
c Agak sulit diperoleh 1 1
Sulit diperoleh
11 Ketersediaan tenaga 1
. terampil 3 3
a Mudah diperoleh 2 2
b disekitar lokasi 1 1
c Agak sulit diperoleh
Sulit diperolah
12 Ekses ke lokasi 1
a (transportasi) 3 3
b Mudah dijangkau 2 2
c Agak sulit dijangkau 1 1
Sulit dijangkau
117
No Parameter Bobot (W) Poin(P) WxP
13 Keamanan 3
. Aman 3 9
a Kurang aman 2 6
b Tidak aman 1 3
c
15 Regulasi 2
a Sesuai tata ruang 3 6
b Belum jelas tata 2 4
c ruang 1 2
Tidak sesuai tata
ruang
Keterangan :
Nilai tertinggi (total nilai a) = 93
Nilai terendah (total nilai c) = 31
Nilai beda/selisih nilai tertinggi dengan terendah = 62
Jumlah tingkatan kelayakan yang ingin dibuat = 4
tingkat, maka range nilai setiap tingkatan adalah =
nilai beda /4 =
62/4
= 15.5
Kategori kelayakannya adalah :
Sangat layak = 77.5 –
93.0
Layak = 62.0 –
77.4
Kurang layak = 46.5 –
61.9
Tidak layak = 31.0 –
46.4
118
10.1.2 Cara penilaian dan pengisian tabel
Tabel diatas disiapkan sebelum kita melakukan pengukuran
di lokasi, setelah tabel ini kita siapkan selanjutnya baru kita
menuju lokasi untuk mengukur dan mengamati beberapa
parameter yang telah kita tentukan di atas dengan
menggunakan alat ukur yang sesuai, sedapat mungkin
gunakan alat digital, untuk parameter kualitatif memang agak
sulit menentukannya oleh karena itu di dalam tabel di atas nilai
kualitatif telah kita konversikan ke nilai kuantitatif.
Penilaian dengan cara ini memang agak subjektif oleh
karena itu sedapat mungkin dilakukan oleh orang yang sama
atau setidaknya sekumpulan orang yang berpengalaman dan
mempunyai standar yang sama.
Pengisian tabel ini terhitung mudah, ukur parameter yang
kita inginkan, catat angka atau nilai yang diperoleh, lihat pada
kolam 2, selanjutnya pada baris yang sama lihat angka pada
kolam 4, lingkari angka tersebut. Selanjutnya lihat angka pada
kolam 5 baris yang sama, lingkari nilai tersebut.
Contoh pengisian ; misalnya kita ingin mengukur suhu air,
alat yang dipakai adalah digital thermometer dengan cara
menjelupkan termometer dalam kolam air (bisa dilakukan
pengukuran suhu permukaan, suhu dasar dan suhu
pertengahan badan air dan rata-rata kan), hasil pengukurang
o o
suhu permukaan 28 C, suhu dasar 26 C dan suhu
o
pertengahan kolom air adalah 27 C, maka suhu rata-rata
adalah 27 oC. Masuk dalam kategori a dan nilai rangkingnya
adalah 3 (pada kolom 4) sehingga nilai akhirnya adalah 9 (nilai
119
rangking pada kolom 4 x nilai bobot pada kolom 3), dan
seterusnya untuk parameter yang lain.
Setelah semua parameter dihitung, total semua nilai yang
telah dilingkari pada kolom 5 dan simpulkan masuk dalam
kelayakan tingkat apa.
120
kali pemakaian), misalnya biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian bibit, pupuk, pkan, obat-obatan, upah, dan lain-lain.
Berikut ini ditampilkan contoh perhitungan analisis
ekonomis untuk usaha budidaya ikan nila dalam karamba skala
semi intensif, lama pemeliharaan 4 bulan atau 2 priode
produksi setahun.
Tabel 10.2. Anggaran biaya
Uraian Jumlah biaya (Rp)
I. Biaya tetap (investasi)
1. Pembuatan karamba lengkap (umur 9.000.000
ekonomis 4 tahun)
2. Serok, 4 unit @Rp25.000 (umur ekonomis 1 100.000
tahun)
Jumlah biaya Investasi 9.100.000
II. Biaya Variable (Biaya Produksi)
A. Biaya Tetap
1. Penyusutan karamba tiap priode (1 tahun 2 1.125.000
priode)
2. Penyusutan serok 50.000
3. Tenaga kerja 6 bulan @350.000 2.100.000
Jumlah Biaya Tetap 3.275.000
B. Biaya Tidak Tetap
1. Benih 4000 ekor x @Rp250 1.000.000
2. Pakan 6.696.000
Rerata rencana berat panen 400 gram,
kelangsungan hidup 85%, sehingga jumlah
produksi 1.360 kg. Jika FCR (feed conversion
ratio = jumlah pakan (kg) yang diperlukan
untuk mendapatkan/menambah berat 1 kg
ikan. Jika FCR diketahui 1.25 (hasil
penelitian/pengamatan)
121
Uraian Jumlah biaya (Rp)
untuk pakan adalah = Rp 6.696.000
Jumlah biaya Tidak Tetap 7.696.000
Total Biaya Produksi adalah (A+B) 10.971.000
III. Pendapatan
Jumlah produksi dalam 1 siklus adalag 1.360 16.320.000
kg, jika harga per kg adalah Rp12.000, maka
jumlah pendapatan adalah Rp16.320.000,-
IV. Analisis Manfaat
1. Keuntungan = Pendapatan - Total Biaya 5.349.000
Produksi (III – II)
2. Cash flow (aliran uang/arus kas) = 6.524.000
Keuntungan + Penyusutan (5.349.000 +
(1.125.000 + 50.000) = 6.524.000
3. Rentabilitas/kelayakan = Keuntungan : Total 58.78%
investasi x 100%
5.349.000 : 9.100.000 x 100% = 58.78%.
Jika dibandingkan dengan bunga Bank (17%),
maka nilai ini telah berada diatas bunga bank,
maka usaha ini layak dijalankan.
4. Kecepatan pengembalian modal (Pay back 1.3 tahun
periode/PBP)
= Total investasi: Cash flow (dalam setahun)
= 9.100.000: 6.524.000 = 1.3 tahun
122
10.2.2 Pelet (Mengacu pada Bab meramu pakan dari lebih 2
bahan)
No Nama bahan Jumlah Harga Total harga (Rp)
bahan dalam bahan per
setiap kg (%) kg (Rp)
1 Tepung jagung 10.56 3000 317
2 Tepung sagu 5.28 1000 53
3 Dedak halus 21.13 1000 211
4 Tepung udang 15.75 8000 1.260
5 Tepung kedelai 47.27 5000 2364
6. Vitamin 1 60000 600
7. Mineral 2 20.000 400
Harga bahan untuk 1 kg pakan 5205
8. Biaya produksi (tenaga kerja, listrik dll) 10% 520
Total harga pakan 1 kg 5725
Jika kita bandingkan dengan harga pasar pelet ikan dengan
kadar protein 20-25% adalah berkisar Rp6000-7000 / kg, maka
pelet yang dihasilkan sendiri dapat menekan biaya produksi
untuk pakan sebesar lebih kurang 20-29%.
123
DAFTAR PUSTAKA
124
Kottelat, M., I. Rahmawati, Sutikno. 1999. Freshwater fishes in
Sumatera and Borneo. Gramedia, Jakarta.
Lall, S.P. 1991. Concept in the formulation and preparation of a
complete fish diet. In Proceeding of the Fourth Asian Fish
Nutrition Workshop, India September 1990. De Silva (ed.).
Fish Nutrition in Asia.1-12 pp.
Moosa, M.K., I. Aswandy, A. Kasry. 1985. Kepiting bakau,
Scylla serrata (Forskal) dari Perairan Indonesia. LON-LIPI,
Jakarta. 18p.
Muchlisin, Z.A., Munazir, A.M., Fuadi, Z., Winaruddin, W., Adlim,
M., Hendri, A. 2014. Prevalence of ectoparasites on
keureling fish the Acehnese mahseer, Tor tambra (Pisces:
Cyprinidae) from aquaculture ponds and wild population of
Nagan Raya District, Indonesia. Human and Veterinary
Medicine, 6(3):148-152.
Muchlisin, Z.A., Z. Fuadi, N. Fadli, S. Sugianto. 2015. The first
and preliminary report on the Asian fish tapeworm infection
on the local mahseer fish (Tor tambra) in Nagan Raya
District, Aceh Province, Indonesia. Bulgarian Journal of
Veterinary Medicine, 18(4): 361-366.
Muchlisin, Z.A., B. Lubis, A. S. Batubara, I. Dewiyanti, M. Affan,
M. Sidqi. 2018. Nemathelminthes Worms Infestation of the
Indonesian Shortfin Eel (Anguilla bicolor) Harvested from
Aceh Waters, Indonesia. Philippine Journal of Veterinary
Medicine, 55(1): 59-64.
Mudjiman, A. Makanan ikan. Penerbar Swadaya. Jakarta.
Mundayana, M. 2004. Teknologi mempersiapkan pakan ikan.
Balai Budidaya Air Tawar, Sukabumi, Jawa Barat.
Primavera, J.H. 2000. Integrated mangrove-aquaculture in Asia.
Southeast Asian Fisheries Development Center.
Philippine. Integrated Coastal Zone Management. 121-130
pp.
Pustawka, C. M.A McNiven, G.F. Richardson., S.P. Lall. 2000.
Source of dietary lipid affect sperm plasma membrane
integrity and fertility in rainbow trout Oncorhynchus mykiss
125
(Walbaun) after cryopreservation. Aquaculture Research,
31:297-305.
Ricker, M.W.E. 1975. Computation and Interpretation of
Biological Statstics of Fish Populations. Bull. Fish. Rcs.
Board Can. No. 119. 382 p.
Sucipto, A., R.E. Prihartono. 2005. Pemebesaran ikan nila
merah bangkok. Penebar Swadaya, Jakarta.
Thodesen, J., R. Ponzoni. 2004. GIFT technology manual: an
aid to tilapia selective breeding. The World Fish Center,
Penang. Malaysia.
Tokuda, M., T. Yamaguchi, L. Wakui, T. Sato, M. Takeuchi.
2000. Tocopherol affinity for serum lipoprotein of Japanese
flounder Paralichthys olivaceus during the reproduction
period. Fisheries Science, 66:619-624.
Yahya, M.A. 2001. Perikanan tangkap indonesia (Suatu
Pendekatan Filosofid dan Analisis kebijakan). Program
PPs IPB Bogor, Bogor.
Zairin, M. 2002. Memproduksi benih ikan jantan atau betina,
Sex reversal. Penebar Swadaya, Jakarta.
Zonneveld, N., E.A. Huisman, J.H. Boon. 1993. Prinsip-prinsip
budidaya ikan. PT. Gramedia, Jakarta.
126
BIODATA RINGKAS PENULIS
127
Besar (Professor) pada Fakultas Kelautan dan Perikanan
Universitas syiah Kuala dalam Bidang Iktiologi dan pada tahun
yang sama juga terpilih sebagai Dosen Berprestasi I Universitas
Syiah Kuala.
Selain aktif menulis artikel di berbagai jurnal
internasional dan tercatat sebagai penulis paling produktif di
Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) yang terekod di Scopus, dan
menduduki peringkat 1 Score Sinta di Unsyiah, Muchlisin juga
aktif sebagai reviewer dan editor di berbagai jurnal internasional
dan nasional. Selain itu juga tercatat sebagai reviewer
penelitian bersertifikasi pada Universitas Syiah Kuala dan
Kemenristek Dikti. Pada tahun 2018 mendapatkan
penghargaan Sinta Awards sebagai penulis terproduktif
peringkat 3 nasional kategori PTN Satker. Buku ini adalah Buku
ketiga yang ditulis oleh penulis setelah sebelum menerbitkan
buku „Pengantar Iktiologi” tahun 2017 dan “Kiat Penulisan
Artikel Ilmiah untuk Jurnal Nasional dan Internasional, pada
tahun 2018.
128