9 36 1 PB
9 36 1 PB
Indonesia adalah sebuah negara yang golongan pribumi dari etnis Tionghoa dan
memiliki keragaman etnis. Menurut Jawa golongan non pribumi yaitu masyarakat
Pos National Network, hasil sensus asli Indonesia, meskipun untuk saat ini
penduduk, diketahui bahwa Indonesia mengalami pergeseran dengan
terdiri dari 1.128 etnis (Afiz, 2010). bertambahnya konflik antar etnis. Sebagai
Menjadi negara dengan banyak contoh konflik antar etnis Madura dan
keberagaman etnis adalah tidak mudah Dayak. Setidaknya telah terjadi dua kali
karena cenderung dihadapkan pada kerusuhan berskala besar antara kedua
permasalahan antar etnis. Indonesia yang suku ini, yaitu peristiwa Sampit pada tahun
merupakan negara multikultural memiliki 2001 dan Senggau Ledo pada tahun 1996.
berbagai konflik sosial yang melibatkan Kedua kerusuhan ini merembet ke hampir
berbagai etnis. Bila dilihat dari semua wilayah Kalimantan dan berakhir
perkembangan sejarah menurut Puspa dengan pengusiran dan pengungsian ribuan
(2011), konflik biasanya terjadi antara warga Madura, dengan jumlah korban
11
PRASANGKA MAHASISWA PAPUA
hingga 500 orang. Konflik serupa juga utama. Namun kenyataannya, tidak semua
terjadi di Tanah Ambon, di mana terjadi tindak kejahatan selalu dilakukan oleh
pengusiran terhadap etnis Bugis, Buton, masyarakat pendatang (Interview awal
dan Makassar (BBM). Pertikaian di dengan Yiswi penduduk Jawa yang
Ambon, terlebih dahulu dipicu oleh bekerja di Papua, September 2012).
kondisi perekonomian, di mana Fenomena yang terjadi antara kedua
masyarakat pendatang yang terdiri dari etnis ini, yaitu Papua dan Jawa pada
etnis Bugis, Buton, dan Makassar lebih akhirnya menghadirkan prasangka.
menguasai dan lebih berperan Menurut Levy dan Hughes (dalam Putra,
dibandingkan orang Ambon sendiri. 2012), prasangka sejatinya adalah
Keadaan yang demikian menimbulkan fenomena yang hadir dalam hubungan
kesenjangan orang Ambon, di mana antar kelompok, bukan antar individu.
mereka merasa kalah di tanah sendiri oleh Individu yang menjadi target prasangka
pendatang dan hal ini juga yang pada adalah individu yang menjadi bagian dari
akhirnya menimbulkan prasangka kelompok, bukan karena karakteristik
mayoritas-minoritas (Mendatu, 2007). individu itu sendiri. Individu disimplifikasi
Prasangka yang terjadi antara ke dalam satu kesatuan karakteristik yang
pendatang dengan penduduk lokal yang sama dengan kelompoknya. Sama halnya
berakhir pada konflik salah satunya adalah dengan penduduk pendatang dari Jawa di
masyarakat etnis Jawa yang Papua.
bertransmigrasi ke tanah Papua. Dalam Prasangka dikategorikan ke dalam tiga
penelitian Mulyadi (dalam Putra, 2012), tipe oleh Geartner, Jones, dan Kovel
bagi masyarakat Papua, para pendatang, (dalam Soeboer, 1990). Pertama, tipe
khususnya pendatang Jawa dipandang dominative di mana individu dalam tipe ini
sebagai penjajah. Bahkan mereka akan secara terbuka mengekspresikan
mereduksi kategori pendatang pada prasangkanya dan melakukan tindakan
mereka yang berambut lurus. Lebih sempit berupa penyerangan. Kedua, tipe
lagi, pendatang yang berambut lurus ambivalent di mana individu dalam tipe ini
digambarkan oleh orang asli Papua sebagai akan mengekspresikan perasaan tidak
orang Jawa. Terkadang mereka memanggil sukanya, namun di saat bersamaan
orang Jawa dengan “amber” sebagai individu dalam tipe ini juga merasa
bentuk pengategorian kelompok yang bersimpati kepada target prasangka.
dibenci. Menurut pandangan mereka, Ketiga, tipe aversive di mana individu
orang Jawa telah menguasai sebagian dalam tipe ini bersikap positif namun
perekonomian di Papua. sebenarnya berusaha sedapat mungkin
Kesenjangan sosial yang terjadi di untuk tidak berinteraksi dengan target
Papua tersebut membawa prasangka prasangka.
masyarakat lokal yaitu masyarakat Papua Fenomena kesenjangan sosial antara
terhadap masyarakat pendatang, sehingga Jawa dan Papua, berbanding terbalik
apabila terjadi kejadian negatif, sebagai dengan kondisi di Kota Malang yang
contoh menabrak babi, atau pun terjadi notabene merupakan salah satu kota dari
pencurian, sering kali masyarakat pulau Jawa, yang mana masyarakatnya
pendatang yang salah satunya adalah dianggap kaum penjajah di pulau Papua.
masyarakat Jawa yang menjadi sasaran Kota Malang merupakan kota pendidikan
yang satu kelompok dengannya (ingroup) secara penuh di dalam lingkungan sosial.
dan orang lain yang berbeda kelompok Studi dalam psikologi telah menunjukkan
dengannya (outgroup). Anggota outgroup dampak negatif dari pengucilan sosial, di
diasumsikan memiliki trait atau sifat yang antaranya adalah menurunkan perilaku
kurang menyenangkan serta dipersepsikan prososial. Kedua, konflik sosial yang
semuanya memiliki kesamaan dan sering merupakan salah satu bentuk proses sosial
tidak disukai. yang disosiatif selain persaingan dan
Kedua, sumber emosi, yang terbagi kontraversi akibat adanya perbedaan-
menjadi dua yaitu frustasi dan agresi serta perbedaan tertentu dalam masyarakat
kepribadian otoriter. Frustasi dan agresi maupun pribadi, seperti akibat perbedaan
menjelma ke dalam tindakan-tindakan ras, suku bangsa, agama, adat istiadat,
diskrimnatif dan agresif terhadap target golongan politik, pandangan hidup,
prasangka. Tindakan agresif tersebut profesi, dan budaya lainnya.
diuraikan para ahli sebagai akibat dari
adanya perasaan frustasi sehingga disebut Metode
dengan istilah frustasi agresi (Gerungan, Desain Penelitian dan Partisipan
1988). Perihal agresi, menurut Dollard, Desain penelitian ini berangkat dari
dkk. (dalam Putra 2012), agresi terdiri atas fenomena kasus antara masyarakat etnis
berbagai bentuk penyampaian. Bentuk Jawa dan orang Papua, sehingga
agresi ini dapat berbentuk fisik, misalnya pendekatan yang digunakan adalah
pemukulan atau pun simbolik seperti fenomenologi. Dalam setiap hal, manusia
kebencian atau rasa tidak suka. Sedangkan memiliki pemahaman serta penghayatan
kepribadian otoriter merupakan emosi terhadap fenomena yang dilaluinya.
yang ikut berkontribusi terhadap Pemahaman serta penghayatannya tersebut
prasangka. selanjutnya sangat berpengaruh pada
Ketiga, sumber kognitif. Sumber perilakunya (Herdiansyah, 2010).
kognitif pembentuk prasangka adalah Partisipan dalam penelitian ini terbagi
stereotip yang merupakan kerangka menjadi lima orang mahasiswa Papua
kognitif yang berisi pengetahuan dan belief dengan kriteria memiliki prasangka pada
tentang kelompok sosial tertentu dan masyarakat etnis Jawa dan subjek
dilihat sebagai tipikal yang dimiliki oleh sekunder yang merupakan ibu pemilik
anggota kelompok tertentu. Individu yang indekos dan sahabat dari subjek primer.
memiliki stereotip tentang kelompok sosial
tertentu akan melihat bahwa semua Teknik Pengumpulan Data dan Analisis
anggota kelompok sosial tersebut memiliki Data
traits tertentu. Jika yang ditemuinya adalah Teknik pengumpulan data dalam
informasi yang tidak konsisten dengan penelitian ini adalah observasi non
stereotip, maka akan diubah dengan cara partisipan dan wawancara semi terstruktur
yang halus agar tidak menimbulkan pada sumber data primer dan sumber data
prasangka. sekunder. Teknik analisis data yang
Dampak prasangka menurut Putra digunakan tehadap data-data yang sudah
(2012) ada dua. Pertama, pengucilan diperoleh menggunakan model Miles dan
sosial, yang dipahami sebagai pengucilan Huberman (dalam Herdiansyah, 2010)
terus menerus dan gradual dari partisipasi dengan melalui empat tahapan yaitu
pengumpulan data, reduksi data, display menghargai orang Papua. Bagi subjek YM,
data, dan kesimpulan. masyarakat etnis Jawa kurang menghargai
dirinya sebagai orang Papua. Hal itu
Hasil nampak dari seringnya subjek YM dilihat
Berdasarkan hasil penelitian di dengan pandangan aneh dan sekaligus
lapangan, ditemukan bahwa keseluruhan ditertawakan. Hal lainnya adalah tidak
subjek yang berprasangka pada masyarakat dianggapnya orang Papua sebagai bagian
etnis Jawa memiliki sumber prasangka, dari Indonesia. Senada dengan pandangan
penggolongan tipe prasangka, dan dampak subjek YM, subjek YB pun merasakan
prasangka yang berbeda satu sama lain. bahwa dirinya sebagai orang Papua sering
Perbedaan ini dikarenakan berbedanya kali dilihat dengan pandangan aneh dan
pengalaman dan cara menyikapi masing- menakutkan serta apabila memberi salam
masing subjek. kepada masyarakat etnis Jawa, memiliki
kemungkinan tidak dibalas karena
Sumber Prasangka masyarakat etnis Jawa tidak seperti orang
Menurut Turner dan Tajfel (dalam Papua yang senang saling menyapa satu
Sarwono, 2007) manusia melakukan sama lain. Lain halnya dengan subjek SS,
kategorisasi, identifikasi, dan trait kurang menghargai dari masyarakat
perbandingan di mana hal tersebut akan etnis Jawa nampak dari kecenderungan
membagi dunia individu menjadi dua tidak mau berbagi dengan orang Papua
kategori yang berbeda, yaitu orang lain serta tidak memberi balasan yang baik
yang satu kelompok dengannya (ingroup) ketika subjek SS sebagai orang Papua
dan orang lain yang berbeda kelompok ingin mendekatkan diri dengan masyarakat
dengannya (outgroup). Pengategorian ini etnis Jawa.
merupakan sumber prasangka yang disebut Bagi subjek JH, trait kurang
dengan identitas sosial di mana dari semua menghargai dari masyarakat etnis Jawa
subjek penelitian kecuali subjek JM nampak dari tidak terbukanya dan tidak
mengalaminya. Subjek YM, YB, SS, dan ingin bersatunya masyarakat etnis Jawa
JH memiliki pengategorian trait ingroup dengan orang Papua. Berbeda dengan
(sesama orang Papua) yang cenderung subjek YM dan YB, pengategorian trait
sama satu sama lain, yaitu memiliki nilai outgroup pada subjek JH dan SS
kasih yang besar sehingga selalu berusaha dikhususkan bagi masyarakat etnis Jawa
menghargai orang lain dengan bersikap yang tidak seiman dikarenakan bagi kedua
ramah dan senang memberi salam tanpa subjek tersebut masyarakat etnis Jawa
melihat latar belakang dan bentuk fisik. yang seiman berbeda. Dikatakan subjek SS
Pada pengkategorian trait outgroup, masyarakat etnis Jawa seiman menghargai
keempat subjek tersebut memiliki dirinya dengan mau menerima apa adanya
persamaan pandangan tetapi dengan tanpa melihat dari segi fisik dan bagi
bentuk yang berbeda. Perbedaan tersebut subjek JH masyarakat etnis Jawa seiman
dipengaruhi oleh berbedanya pengalaman mau bersatu dengan orang Papua. Pada
yang diterima masing-masing subjek dari subjek JM, tidak ditemukan adanya
masyarakat etnis Jawa. Adapun trait dari pengkategorian trait yang adalah salah
masyarakat etnis Jawa menurut subjek satu sumber terbentuknya prasangka. Hal
YM, YB, SS, dan JH adalah kurang ini dikarenakan bagi subjek JM masing-
masing trait yang dimiliki baik oleh orang orang atau kelompok yang melanggar atau
Papua maupun masyarakat etnis Jawa keluar dari nilai-nilai konsensional.
tidak membawa dirinya untuk Berdasarkan penelitian, kelima subjek
mengategorisasikan dan memberi tidak tergolong memiliki kepribadian
perbedaan atribut yang mengakibatkan otoriter. Hal ini juga dipengaruhi oleh
subjek JM memiliki kecenderungan untuk identitas sosial dari orang Papua yang
memilih salah satu dari dua kelompok memiliki kasih yang besar dan tidak
tersebut yaitu orang Papua dan masyarakat terbatas bagi siapapun. Oleh sebab itu
etnis Jawa. Subjek JM memaknai walaupun memiliki perasaan benci ataupun
pengalaman kurang menyenangkan dari tidak suka pada masyarakat etnis Jawa,
masyarakat etnis Jawa secara positif masing-masing subjek tetap memiliki
sehingga membawa dirinya tidak menjauhi toleransi, tidak menaruh dendam, ataupun
masyarakat etnis Jawa. merasa superior.
Konformitas sebagai salah satu Persamaan lainnya dari kelima
sumber sosial pembentuk prasangka tidak subjek penelitian adalah adanya stereotip
dimiliki oleh kelima subjek penelitian. Hal kepada masyarakat etnis Jawa yang
ini dikarenakan masing-masing subjek bisa merupakan sumber kognitif pembentuk
menerima segala norma serta adat istiadat prasangka. Menurut Meinarno (2009),
yang berlaku dengan baik. Menurut stereotip adalah kepercayaan bahwa
Feldman, konformitas adalah perubahan anggota kelompok tertentu memiliki
tingkah laku individu karena adanya karakteristik atau sifat tertentu.
keinginan untuk mengikuti keyakinan dan
standar orang lain (Baron dan Byrne, Tipe Prasangka
2002). Frustasi dan Agresi dimiliki kelima Prasangka menurut Geartner, Jones,
subjek penelitian. Perihal agresi, menurut dan Kovel (dalam Soeboer, 1990)
Dollard, dkk. (dalam Putra, 2012), agresi mengemukakan tiga tipe prasangka yaitu
terdiri atas berbagai bentuk penyampaian. dominative, ambivalent, dan aversive.
Bentuk agresi ini dapat berbentuk fisik Ketiga hal tersebut dibedakan oleh
semisal pemukulan atau simbolik seperti masing-masing komponennya yaitu
kebencian atau rasa tidak suka. Hal ini kognitif, afektif, dan konatif. Berdasarkan
pula yang terjadi pada masing-masing prasangka yang dimiliki oleh kelima
subjek penelitian dengan didasarkan pada subjek penelitian, masing-masing subjek
pengalaman kurang menyenangkan dari tergolong dalam salah satu dari tipe
masyarakat etnis Jawa yang berbeda satu prasangka tersebut. Subjek YM dan JM
sama lain. Masing-masing pengalaman tergolong dalam tipe prasangka aversive di
membawa kelima subjek merasakan mana dalam aspek kognitif, kedua subjek
frustasi yang pada akhirnya membawa memiliki kognisi bahwa bersikap baik dan
agresi yaitu perasaan benci ataupun tidak ramah adalah suatu hal yang penting
suka terhadap masyarakat etnis Jawa. terlebih masing-masing subjek adalah
Kepribadian otoriter juga merupakan orang Papua yang dikenal sebagai manusia
salah satu sumber emosi pembentuk yang penuh kasih walaupun sebenarnya
prasangka. Kekhasan yang dimiliki oleh memiliki rasa benci ataupun tidak suka
orang-orang yang berkepribadian otoriter terhadap masyarakat etnis Jawa yang
adalah intoleran, menolak, dan membenci merupakan perwujudan dari aspek afektif.