Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ghonia Sabrina

NIM : 043461085

Etnosentrisme

Menurut Matsumoto (1996) etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat


dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri. Berdasarkan definisi ini
etnosentrisme tidak selalu negatif sebagimana umumnya dipahami. Etnosentrisme
dalam hal tertentu juga merupakan sesuatu yang positif. Tidak seperti anggapan
umum yang mengatakan bahwa etnosentrisme merupakan sesuatu yang semata-
mata buruk, etnosentrisme juga merupakan sesuatu yang fungsional karena
mendorong kelompok dalam perjuangan mencari kekuasaan dan kekayaan. Pada
saat konflik, etnosentrisme benar-benar bermanfaat. Dengan adanya etnosentrisme,
kelompok yang terlibat konflik dengan kelompok lain akan saling dukung satu sama
lain. Salah satu contoh dari fenomena ini adalah ketika terjadi pengusiran terhadap
etnis Madura di Kalimantan, banyak etnis Madura di lain tempat mengecam
pengusiran itu dan membantu para pengungsi. Etnosentrisme memiliki dua tipe yang
satu sama lain saling berlawanan.

Tipe pertama adalah etnosentrisme fleksibel. Seseorang yang memiliki


etnosentrisme ini dapat belajar cara-cara meletakkan etnosentrisme dan persepsi
mereka secara tepat dan bereaksi terhadap suatu realitas didasarkan pada cara
pandang budaya mereka serta menafsirkan perilaku orang lain berdasarkan latar
belakang budayanya.

Tipe kedua adalah etnosentrisme infleksibel. Etnosentrisme ini dicirikan dengan


ketidakmampuan untuk keluar dari perspektif yang dimiliki atau hanya bisa
memahami sesuatu berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak mampu
memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya. Salah satu
contoh etnosentrisme adalah Sebagai contoh di Papua. Seperti yang diberitakan
Kompas Juli 2002, ada 312 suku yang menghuni Papua. Suku-suku ini merupakan
penjabaran dari suku-suku asli yaitu Dani, Mee, Paniai, Amungme, Kamoro, biak,
Ansus, Waropen, Bauzi, Asmat, Sentani, Nafri, Meyakh, Amaru, dan Iha. Setiap
suku memiliki bahasa daerah (bahasa ibu) yang berbeda. Sehingga saat ini tedapat
312 bahasa di sana. Tempat-tempat pemukiman suku-suku di Papua terbagi secara
tradisional dengan corak kehidupan sosial ekonomi dan budaya sendiri. Suku-suku
yang mendiami pantai, gunung, dan hutan memiliki karakteristik kebudayaan dan
kebiasaan berbeda.. Hal ini pula berimbas pada nilai, norma, ukuran, agama, dan
cara hidup yang beranekaragam pula. Keanekaragaman ini sering memicu konflik
antarsuku. Misalnya yang terjadi pada tahun 2001, dimana terdapat perang adat
antara suku Asmat dan Dani. Masing-masing-masing-masing suku merasa
sukunyalah yang paling benar dan harus dihormati. Perang adat berlangsung
bertahun-tahun. Karena sebelum adanya salah satu pihak yang kalah atau semkain
kuat danmelebihi pihak yang lain, maka perang pun tidak akan pernah berakhir.
Fenomena yang sama juga banyak terjadi di kota-kota besar misalnya Yogyakarta.
Sebagai kota multiultur, banyak sekali pendatang dari penjuru nusantara dengan
latarbelakang kebudayaan yang berbeda Masig-masing-masing membawa
kepentingan dan nilai dari daerah masing-masing. Kekhawatiran yang keudan
muncul adalah adalnya sentiment primordial dan etnosentris. Misalnya mahasiswa
yang berasal dari Medan (suku Batak) akan selalu bersikeras pada pendirian dan
sikap yang menyebut dirinya sebagai orang yang tegas, berpendirian, dan kasar
(kasar dalam artian tegas). Sedangkan Melayu dikatakan pemalu, relijius, dan
merasa lebih bisa diterima di mana pun berada. Sedangkan Jawa, akibat pengaruh
orde baru, menganggap dirinya paling maju dari daerah lain. Sehingga ketika
berhubungan dengan orang luar Jawa, maka stigma yang terbentuk adalah stigma
negatif seperti malas, kasar, dan pemberontak.

Diskriminasi

Diskriminasi adalah merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu
tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan kumpulan yang diwakili oleh
individu berkenaan. Diskriminasi merupakan suatu amalan yang biasa dijumpai
dalam masyarakat manusia. Ia berpuncak daripada kecenderungan manusia untuk
membeda-bedakan manusia. Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai macam
bentuk: dari struktur upah, cara penerimaan karyawan, strategi yang diterapkan
dalam kenaikan jabatan, atau kondisi kerja secara umum yang bersifat diskriminatif.
Diskriminasi di tempat kerja berarti mencegah seseorang memenuhi aspirasi
proffesional dan pribadinya tanpa mengindahkan prestasi yang dimilikinya. Teori
statistik diskriminasi berdasar pada pendapat bahwa perusahaan tidak dapat
mengontrol produktivitas pekerja secara individual. Alhasil, pengusaha cenderung
menyandarkan diri pada karakteristik-karakteristik kasat mata, seperti ras atau jenis
kelamin, sebagai indikator produktivitas, seringkali diasumsikan anggota dari
kelompok tertentu memiliki tingkat produktivitas lebih rendah. Contoh tindakan
diskriminasi yang sering terjadi di Indonesia ada kesetaraan gender terutama untuk
perempuan. Banyak anggapan bahwa perempuan tidak memerlukan pendidikan
yang tinggi. Karena peran perempuan dibatasi hanya pada ranah domestik, seperti
memasak, mencuci, membersihkan rumah, mengurus anak, dan lain-lain.

Prasangka

Prasangka (prejudice) diartikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang


bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Bahasa Arab
menyebutnya “sukhudzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbang-timbang lagi
bahwa sesuatu itu buruk. Dan disisi lain bahasa Arab “khusudzon” yaitu anggapan
baik terhadap sesuatu. Sebagai sebuah sikap, prasangka mengandung tiga
komponen dasar sikap yakni perasaan (feeling), kecenderungan untuk melakukan
tindakan (Behavioral tendention), dan adanya suatu pengetahuan yang diyakini
mengenai objek prasangka (beliefs). Perasaan yang umumnya terkandung dalam
prasangka adalah perasaan negatif atau tidak suka bahkan kadangkala cenderung
benci. Kecenderungan tindakan yang menyertai prasangka biasanya keinginan
untuk melakukan diskriminasi, melakukan pelecehan verbal seperti menggunjing,
dan berbagai tindakan negatif lainnya. Sedangkan pengetahuan mengenai objek
prasangka biasanya berupa informasi-informasi, yang seringkali tidak berdasar,
mengenai latar belakang objek yang diprasangkai. Misalnya bila latar belakang
kelompoknya adalah etnik A, maka seseorang yang berprasangka terhadapnya
mesti memiliki pengetahuan yang diyakini benar mengenai etnik A, terlepas
pengetahuan itu benar atau tidak. Menurut Poortinga (1990) prasangka memiliki tiga
faktor utama yakni stereotip, jarak sosial, dan sikap diskriminasi. Ketiga faktor itu
tidak terpisahkan dalam prasangka. Stereotip memunculkan prasangka, lalu karena
prasangka maka terjadi jarak sosial, dan setiap orang yang berprasangka cenderung
melakukan diskriminasi.

Sementara itu Sears, Freedman & Peplau (1999) menggolongkan prasangka,


stereotip dan diskriminasi sebagai komponen dari antagonisme kelompok, yaitu
suatu bentuk oposan terhadap kelompok lain. Stereotip adalah komponen kognitif
dimana kita memiliki keyakinan akan suatu kelompok. Prasangka sebagai komponen
afektif dimana kita memiliki perasaan tidak suka. Dan, diskriminasi adalah komponen
perilaku. Timbulnya prasangka sosial dapat dilihat dari perasaan in group dan out
group yang menguat. Ciri-ciri dari prasangka sosial berdasarkan penguatan
perasaan in group dan out group adalah:

1. Proses generalisasi terhadap perbuatan anggota kelompok lain.

2. Kompetisi sosial

3. Penilaian ekstrim terhadap anggota kelompok lain

4. Pengaruh persepsi selektif dan ingatan masa lalu

5. Perasaan frustasi (scope goating)

6. Agresi antar kelompok

7. Dogmatisme.

Contoh dari Prasangka yang pernah terjadi di Indonesia:


Warga desa Panusupan dan desa Kasegeran, Kecamatan Cilongok, Kabupaten
Banyumas, yang merupakan sesama desa yang tentram, damai, dan saling
menghargai dengan dibuktikan sering adanya kegiatan bersama yang melibatkan
kedua desa tersebut seperti lomba sepak bola dan pencinta alam. Namun kondisi
tersebut berubah karena konflik antar kelompok pada tanggal 11 Agustus 2011.
Terjadi kerusuhan yang melibatkan kedua belah pihak. Konflik tersebut awalnya
dipicu karena konflik 8 internal antara salah satu remaja desa Panusupan dan desa
Kasegeran akibat perusakan sepeda motor yang berujung adu mulut dan
pembunuhan. Pelaku yang merupakan remaja yang berasal dari desa Panusupan
membunuh korban dengan memotong-motong bagian tubuh dan membuangnya ke
jurang yang berada di Madasmlasa desa Jatisaba yang merupakan pembatas antara
desa Panusupan dan desa Kasegeran. (www.republika.co.id, Banyumas, diakses
tanggal 21/06/2015). Konflik berlanjut dalam bentuk penyerangan. Para remaja dan
warga desa Kasegeran yang emosi merasa tidak terima dan menyerang desa
Panusupan dengan melakukan perusakan pada rumah pelaku pembunuhan serta
tetangga desa sekitarnya. Hal tersebut didasarkan pada wawancara awal peneliti
terkait waktu penyerangan yang menyatakan bahwa : “Kelompok Kasegeran yang
emosi langsung melakukan penyerangan dan perusakan, penyerangan dilakukan
pada tengah malam saat warga desa sedang beristirahat. Pelaku penyerangan
menggunakan sepeda motor dan sebagian diangkut menggunakan truk untuk
menyerang desa. Sebagaian besar membawa senjata tajam dan batu untuk
melakukan penyerangan desa”. (AL, Laki-laki. 10-01-2016) “Jalan menuju
Kecamatan melalui Kasegeran juga sempat ditutup lama, karena kelompok
Kasegeran tidak mau ada orang Panusupan yang melewati Kasegeran” (AL. Laki-
laki. 10-01-2016) Konflik antar desa yang berawal dari tawuran antarpemuda pada
kedua wilayah tersebut, kemudian membesar menjadi kerusuhan sosial, hingga
pemblokiran jalan oleh kelompok Kasegeran, dimana pemblokiran dilakukan pada
jalan utama desa Panusupan menuju kecamatan Cilongok (Kabupaten Banyumas,
Jawa Tengah). Fenomena tersebut menyulut kebencian antarkelompok, serta
mematik berkembangnya stereotip, prasangka, dan sikap antipati antar kelompok.

Referensi :
Suandi, Hertati, dkk. (2020). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.
Oktafiani, Eka. (2015). “PRASANGKA ANTARKELOMPOK PASCA KONFLIK
(STUDI KASUS PADA WARGA DESA PANUSUPAN DAN KASEGERAN,
KECAMATAN CILONGOK, KABUPATEN BANYUMAS)”,
https://lib.unnes.ac.id/28635/1/1511412015.pdf, diakses pada tanggal 26 April 2021
pukul 13.00

Anda mungkin juga menyukai