Anda di halaman 1dari 14

STUDI KASUS INTOLERANSI : RASISME

Laporan ini ditujukan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan

Dosen Pengampu ;

Nisrina Nurul Insani, M.Pd.

Tanggal Pengumpulan :

21 November 2023

Disusun oleh :

1. Cahayu Abdaniah (2305639)


2. Elena Nursyifa (2305555)
3. Firda Nasywaa Sabilla (2311775)
4. Fitri Yuniarti S (2304832)
5. Kasih Susilawati (2305640)
6. Rega Danica Azzahra (2307866)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2023
1. PENDAHULUAN
Indonesia adalah sebuah negara yang bersatu dengan banyak kepercayaan, agama, ras,
kebudayaan, bahasa, dan etnis. Seperti yang diungkapkan dalam semboyan nasional,
"Bhineka Tunggal Ika", yang berarti berbeda-beda namun tetap satu. Meskipun Indonesia
merupakan satu negara yang mempunyai banyak keberagaman, terdapat banyak ancaman
yang dihadapi, seperti perpecahan, konflik, dan masalah lain yang disebabkan oleh sikap
intoleransi.

Intoleransi menjadi suatu permasalahan yang pasti ada dalam sebuah perbedaan.
Apalagi di negara yang kaya akan perbedaan seperti Indonesia. Berbicara intoleransi,
tentunya akan merujuk pada toleransi. Menurut Cohen (2004), toleran menjadi sebuah
tindakan yang disengaja oleh pelakon dengan adanya suatu prinsip pada dirinya untuk
menahan diri dari campur tangan suatu hal meskipun si pelakon tahu bahwa ia memiliki
kekuatan untuk menganggu. Menilik dari arti toleran, toleransi memiliki dua kunci yang
berperan sebagai prinsip, yaitu kesengajaan dan tidak mengganggu yang mana ini menjadi
inti dari toleransi itu sendiri. Kesengajaan menjadi sangat penting dalam hal ini. Sementara
intoleransi adalah kebalikan dari semua prinsip yang ada pada toleransi. Ada tiga komponen
dasar pada intoleransi, yaitu ketidakmampuan menahan diri tidak suka pada orang lain, sikap
selalu mencampuri atau menentang orang lain, dan sengaja mengganggu orang lain (Farid,
2018).
Menurut Hunsberger (1995) Intoleransi menjadi sebuah tindakan negatif yang
didasarioleh prasangka berlebihan. Prasangka berlebihan ini memiliki tiga komponen, yakni
komponen yang mencakup stereotip terhadap kelompok luar yang direndahkan, komponen
berwujud rasa muak atau kebencian terhadap kelompok luar, komponen negatif terhadap
anggota luar, baik secara interpersonal maupun dalam hal kebijakan yang berhubungan
dengan orang banyak (Rahma, 2022).
Salah satu kasus Intoleransi adalah kasus rasisme yang merupakan kasus paling sering
terjadi. Rasisme merupakan salah satu masalah yang sudah tidak asing dan sering kita jumpai
dalam kehidupan. Kita berada pada wilayah yang sangat rentan terhadap masalah rasisme
karena kekayaan dan keberagaman yang dimiliki. Kekayaan dan keberagaman yang dimiliki
Indonesia seperti aneka ragam suku, bangsa, ras, agama, bahasa, budaya, warna kulit, dan
masih banyak yang lainnya. Keanekaragaman ini merupakan kekayaan bangsa Indonesia,
namun juga rentan terhadap konflik dan perpecahan. Rasisme sering terjadi karena perbedaan
yang dimiliki, terutama karena faktor fisik, dan yang paling umum adalah diskriminasi
berdasarkan warna kulit. Warna kulit sering menjadi topik yang kontroversial karena banyak
yang menganggap bahwa orang dengan kulit putih lebih unggul daripada orang dengan kulit
hitam, yang menyebabkan ketidakadilan sosial dan diskriminasi. Rasisme terjadi karena
sebuah kelompok merasa lebih unggul dari kelompok yang berada di bawahnya dan
meremehkan kelompok tersebut (Rizki, 2020).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kasus intoleransi yang pernah terjadi pada
mahasiswa yang mengikuti kursus di Balai Bahasa. Kami berupaya untuk mengurangi kasus
intoleransi dengan menyebarluaskan poster mengenai pencegahan kasus intoleransi dalam
bentuk rasisme.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk mengidentifikasi


faktor penyebab terjadinya rasisme serta solusi yang efektif untuk mengurangi dan atau
menghilangkan rasisme. Instrumen pengumpulan data dengan menggunakan metode
wawancara tidak terstruktur kepada mahasiswa yang sedang melakukan kursus di Balai
Bahasa, Universitas Pendidikan Indonesia. Mahasiswa di balai Bahasa berasal dari berbagai
daerah sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa mereka memiliki ras, budaya, agama, serta
kebiasaan yang berbeda.

Narasumber yang menjadi sampel dari penelitian ini terdapat sebanyak 10 orang
narasumber mahasiswa Uiversitas Pendidikan Indonesia. Pemilihan sampel ini menggunakan
teknik probability sampling atau memilih narasumber secara acak.

3. PEMBAHASAN
3.1 Deskripsi Kasus
Intoleransi memiliki banyak bentuk, seperti rasisme, seksisme, intoleransi dalam
beragama dan sejenisnya. Dalam studi kasus ini kami memilih rasisme. Menurut Kamus
Bahasa Inggris Oxford, intolerance is Unwillingness to accept views, beliefs, or behaviour that
differ from one's own. Rasisme merupakan sebuah bentuk dimana suatu ras menganggap
rendah ras yang lain, suatu golongan merasa lebih unggul dari golongan di bawahnya. Rasisme
ini melibatkan pelanggaran hak asasi manusia dasar, seperti hak atas kesetaraan,
nondiskriminasi, dan martabat manusia. Seperti menurut Yenita Irab (2007) pada dasarnya
rasisme menimbulkan dampak negatif terhadap hubungan sosial dalam masyarakat. Berbeda
namun hampir serupa definisi dari diskriminasi menurut Theodorson & Theodorson(1979),
pengertian diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan atau
kelompok berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal atau atribut khas seperti ras, suku,
agama atau keanggotaan kelas-kelas sosial. (Rizki, 2020)

Untuk meneliti kasus ini, kami mewawancarai beberapa mahasiswa yang mengikuti
kursus di Balai Bahasa UPI dengan alasan ligkungannya yang heterogen, yakni terdiri dari
berbagai macam suku, ras, agama, maupun negara. Kami melakukan wawancara pertama pada
tanggal 25 September 2023 dan wawancara kedua pada tanggal 08 November 2023 di sekitar
Balai Bahasa UPI.

Hasil dari wawancara menunjukkan bahwa hampir setengah dari responden mengalami
kasus intoleransi. Bentuk kasus intoleransi yang terjadi kebanyakan karena sulit mendapatkan
kosan. Hal ini karena ada oknum dari suku dan ras yang sama dengan responden berbuat ulah
sehingga memberikan stereotip yang buruk terhadap suku dan ras terkait. Adapun, kasus lain
yang dialami responden adalah sulit mendapat teman karena dianggap berbeda dengan sekitar.
Juga, satu responden mendapat perlakuan yang agak kasar karena berasal dari suku yang
berbeda.

Kasus intoleransi ini penting dan relevan untuk dianalisis karena intoleransi merupakan
ancaman serius bangsa saat ini. Intoleransi bisa menjadi sebab ancaman perpecahan persatuan,
dan kesatuan NKRI. Intoleransi juga bisa mengancam keberlangsungan kehidupan kenegaraan.
Hal ini penting untuk dianalisis agar dapat diketahui apa faktor penyebab dan solusi dari kasus
ini, yang kemudian dapat ditemukan upaya untuk mengurangi kasus intoleransi di Indonesia.
Sehingga kesatuan dan persatuan Negara Indonesia dapat terus dipertahankan, juga seluruh
masyarakat Indonesia bisa hidup dengan aman, nyaman, dan damai.

3.2 Faktor Penyebab dan Analisis Faktor-Faktor Penyebab

Dari hasil wawancara, dapat dianalisis beberapa faktor penyebab terjadinya rasisme,
diantaranya :

1. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman orang tua dan lingkungan mengenai suku, ras,
kebudayaan, dan rasa toleransi, serta adanya kesetidaksepahaman teori mengenai
rasisme.
Sebagai contoh, narasumber 8 mengalami kejadian di mana seorang anak kecil
mengatakan "ada orang Papua, jangan dekat-dekat", namun narasumber meresponsnya
dengan candaan. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dan peran orang tua memiliki
pengaruh penting dalam membentuk sikap dan nilai-nilai anak, termasuk dalam
mengatasi timbulnya intoleransi. Para orang tua semestinya mengajarkan hal – hal
positif kepada anak-anaknya, justru yang terjadi sebaliknya. Kecenderungan yang
terjadi adalah anak – anak diajarkan untuk saling bermusuhan. Akibatnya, ketika
bergaul diluar maka terjadilah sikap rasisme kepada orang lain. (narasumber: Annetia
Marsyom).
2. Adanya konflik terdahulu yang berkaitan dengan antarsuku yang menyebabkan trauma
pada seseorang, sehingga sulit untuk menerima kembali orang dari suku tersebut.
Kasus ini banyak dirasakan oleh beberapa narasumber, dimana mereka sering
merasakan kesulitan ketika mencari kostan karena pemilik kost merasa trauma dan
takut akan hal yang pernah terjadi sebelumnya akan terulang kembali. Pengalaman
traumatis ini menciptakan ketakutan, sikap negatif dan menyebabkan sikap intoleran
terhadap semua orang dari kelompok orang yang sama. (narasumber: Sadraknari,
Annetia Marsyom dan Karlos).
3. Kurangnya komunikasi dan interaksi antarsuku dapat menyebabkan terjadinya
kesalahpahaman dan konflik antarsuku. Dalam dunia pendidikan, kurangnya interaksi
dan dialog antarsiswa dari berbagai latar belakang perbedaan juga dapat menyebabkan
tumbuhnya rasisme. Hal ini dapat mengakibatkan siswa memiliki prasangka negatif dan
kesulitan dalam menghadapi perbedaan.
Hal ini dirasakan oleh narasumber 3, yang mengalami kesulitan untuk berkomunikasi
dan mendapatkan teman baru. Lingkungan yang tidak terbiasa dengan keheterogenan
menimbulkan kurangnya komunikasi dan interaksi. Tak hanya kurang komunikasi dan
interaksi, rupanya gaya hidup yang berbeda pun memengaruhi cara seseorang
berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan orang lain. (narasumber: Ester Klasina).
Secara teoritis, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan munculnya sikap intoleransi
antara lain:
1. Menurut Howstone adanya ketidaksepakatan dan ketegangan antara kelompok yang
berbeda
2. Menurut Jettan, individu yang sangat terikat dengan identitas kelompoknya
3. Menurut Dividio adanya faktor psikologis seperti prasangka, stereotipe, dan
diskriminasi
4. Serta menurut Kim, adanya komunikasi yang buruk atau tidak efektif antara kelompok
yang berbeda dapat menyebabkan rasisme (Sunarno, 2023)
Selain itu, menurut Kabag Mitra Biro Penmas Divisi humas Polri Kombes Awi Setiyono,
terdapat faktor pemicu konflik intoleransi,
1. Perbedaan dalam memahami ajaran secara tekstual. Pemahaman ini menghasilkan
pengalaman yang berbeda dalam internal beragama.
2. Aksi pemaksaan hak asasi yang dilakukan oleh kaum mayoritas kepada pihak
minoritas. Aksi lainya adalah pemakaian atribut keagamaan secara berlebihan dan
menyombongkan diri dengan segala atribut yang dipakainya.
3. Perbedaan adat istiadat juga dapat menjadi pemicu terjadinya kasus intoleransi, faktor
adat istiadat ini menyebabkan konflik yang dilatarbelakangi fanatisme/ fanatic
kesukuan.
4. Ketidakadilan dari pihak aparatur negara ataupun pemerintah dalam menangani
berbagai masalah atau konflik yang terjadi, mereka cenderung memihak pada salah satu
kubu dengan alasan yang bermacam macam seperti uang, agama, golongan, bahkan
kasta. (Zikril 2021)

Dapat disimpulkan berdasarkan hasil wawancara dan hasil analisis literatur bahwa
faktor penyebab yang paling mendominasi dari kasus ini adalah adanya konflik terdahulu
yang berkaitan dengan antar suku yang menyebabkan trauma pada seseorang, sehingga
sulit untuk menerima kembali orang dari suku tersebut. Hal ini sejalan dengan teori Dividio
yang mengungkapkan bahwa faktor yang menyebabkan munculnya sikap rasisme adalah
adanya faktor psikologis seperti prasangka, stereotipe, dan diskriminasi. Selain itu, terdapat
teori pendukung lainnya yakni menurut Kim, yang mengungkapkan bahwa adanya
komunikasi yang buruk atau tidak efektif antara kelompok yang berbeda dapat
menyebabkan rasisme.

3.3 Solusi dan Implementasi Solusi

Mengingat kasus intoleransi yang tak pernah selesai, maka diperlukan solusi agar kasus
serupa tidak terulang kembali. Adapun solusi-solusi yang dapat diimplementasikan
diantaranya :

a) Perlunya pendampingan dan sosialisasi dari pemerintah baik pemerintah pusat


atau daerah sebagai bentuk keseriusan terhadap kasus intoleransi:
Pemerintah sebagai pemberi kebijakan dan memiliki wewenang untuk mengurus
rakyatnya perlu memberi pendampingan terhadap kasus intoleransi yang terjadi.
Pentingnya pendampingan dan sosialisasi terkait kasus intoleransi ini supaya masyarakat
sadar akan jenis-jenis intoleransi dan bahayanya terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara. Meskipun dalam konstitusi UUD NRI 1945 sudah tercantum bahwa negara
menjamin hak warga negara dalam menentukan pilihan yang dipilih, tetapi dalam
realisasinya masih kurang maksimal.
Implementasi:
1. Pemerintah dapat membentuk tim khusus atau lembaga yang fokus pada
pendampingan terhadap kasus intoleransi. Tim ini dapat terdiri dari
berbagai stakeholder, termasuk ahli hukum, tokoh agama, dan perwakilan
masyarakat
2. Pemerintah perlu mengadakan program sosialisasi secara luas melalui
berbagai media, seperti televisi, radio, dan media sosial. Materi sosialisasi
harus mencakup pemahaman akan nilai-nilai toleransi, keragaman, dan
pentingnya hidup berdampingan secara damai.
3. Melibatkan pihak swasta dan lembaga non-pemerintah yang memiliki
pengaruh dan kapasitas untuk mendukung program ini. Serta mendorong
kolaborasi antara sektor publik dan swasta untuk memperluas jangkauan
program tersebut.
4. Menerapkan sistem pemantauan dan evaluasi untuk menilai efektivitas
program secara berkala.
Namun, Implementasi pendampingan dan sosialisasi dari pemerintah
dalam upaya meminimalisir kasus intoleransi tersebut juga dapat
menghadapi beberapa hambatan, antara lain: Beberapa kelompok atau
individu mungkin resisten terhadap perubahan dan pendekatan baru,
terutama jika mereka memiliki pandangan intoleran yang kuat, kurangnya
dana maupun tenaga manusia, tantangan dari budaya dan bahasa,
ketidaksetaraan akses (Sari, 2022).

b) Meminimalisir kasus intoleransi dengan Pendidikan:


Pendidikan ternyata memiliki peran yang paling penting dalam memberantas kasus
intoleransi. Dalam hal ini sekolah memiliki peran yang penting, tak hanya dalam
memberantas kasus intoleransi saja, tetapi semua aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara. Oleh sebab itu, benar bahwa semua warga negara wajib dan berhak untuk
mendapatkan Pendidikan, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan
2. Adanya kasus seperti intoleransi ini menandakan bahwa kurangnya Pendidikan, dalam
hal ini Pendidikan kewarganegaraan, pada seseorang atau sekelompok orang dalam
memahami kondisi negara Indonesia yang majemuk dan selalu hidup dalam rumpun yang
homogen. Untuk meminimalisir terjadinya kasus intoleransi diperlukan adanya kerja
sama dari semua pihak, baik pemerintah, sekolah, orang tua dan siswa (Anonim, 2014).

Implementasi:
1. Membuat dan menayangkan konten edukasi pencegahan kasus intoleransi di media
social
2. Pemberdayaan ekosistem Pendidikan dengan menggunakan strategi pelatihan
modul bagi guru dalam modul wawasan kebhinekaan global
3. Kolaborasi dengan organisasi masyarakat dalam upaya kampanye pencegahan
kasus intoleransi.
4. Meningkatkan pemahaman siswa tentang keberagaman dengan mengadakan
kegiatan yang berhubungan dengan keberagaman, seperti menerima siswa dari luar
jawa atau luar negeri, study tour dan sejenisnya.
5. Perlunya wadah aspirasi dari pihak sekolah sebagai bentuk keterbukaan antar guru
dan siswa semisal terjadi kasus intoleransi, sehingga ada tindakan yang harus
dilakukan.
6. Memberi dispensasi bagi siswa yang merayakan acara keagamaan atau kebudayaan
7. Bekerja sama dengan orang tua, seperti mengadakan sosialisasi terkait
keberagaman
8. Menegakkan prosedur yang jelas dan konsisten serta adil dalam menangani kasus
intoleransi.
Namun, implementasi langkah-langkah tersebut juga tetap memungkinkan
untuk dihadapkan dengan beberapa hambatan, seperti: Guru atau staf sekolah mungkin
mengalami resistensi terhadap perubahan atau kurikulum tambahan, yang dapat
mempengaruhi efektivitas program pencegahan kasus intoleransi, kurangnya anggaran
atau sumber daya dapat membatasi kemampuan sekolah untuk melaksanakan program-
program pencegahan dengan maksimal, tidak semua siswa mungkin bersedia atau aktif
terlibat dalam kegiatan- kegiatan keberagama, beberapa orang tua mungkin tidak setuju
dengan pendekatan atau konten pendidikan tertentu, dan reaksi negatif mereka dapat
menjadi hambatan untuk implementasi.
c) Perlunya peran pemerintah dalam membatasi dan menyaring informasi dalam
perkembangan teknologi:
Globalisasi bisa menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya kasus intoleransi. Situasi
global mampu memudarkan nilai-nilai baik dalam kehidupan yang menggerus sikap
toleransi. Masuknya budaya asing tanpa adanya penyaringan dan perhatian lebih membuat
perubahan pada selera dan mindset sehingga melupakan jati diri bangsa yang heterogen.
Perkembangan teknologi akibat adanya globalisasi juga membuat kesenjangan sosial dan
ekonomi. Globalisasi ini ibarat pisau, sehingga perlu ditangani dengan bijak agar
menghasilkan hal positif. Kasus intoleransi bisa terjadi akibat kurangnya pembatasan dan
perhatian dalam informasi pada perkembangan teknologi. Adanya kesalahpahaman dan
ujaran kebencian serta informasi yang tidak teruji validitasnya akan mengusut kasus
intoleransi. Oleh sebab itu, pemerintah dan masyarakat perlu adanya kesadaran dan kerja
sama dalam menghadapi perkembangan teknologi (Romanti, 2023).

Implementasi:
1. Pemerintah memberikan kebijakan untuk membatasi dan menyaring informasi
yang dapat diakses oleh masyarakat melalui media sosial dan platform online.
2. Mengadakan kampanye edukasi yang difasilitasi oleh pemerintah untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak globalisasi dan teknologi
terhadap nilai-nilai toleransi.
Namun, langkah-langkah tersebut juga memungkinkan timbulnya hambatan atau
tantangan seperti: Kesulitan teknis dan birokratis dalam menyaring konten secara efektif
tanpa mengekang inovasi dan kreativitas.

d) Kebijakan dan penegakan hukum oleh pihak berwenang dalam menghadapi kasus
intoleransi:
Konstitusi yang mengatur kasus intoleransi terasa sudah maksimal. Namun, dalam
pengimplementasiannya masih belum maksimal. Kasus intoleransi terjadi karena adanya
penegakan hukum yang kurang baik. Diperlukan adanya pendampingan dan sosialisasi
secara komperensif terhadap aparat penyelenggara negara mengenai kasus intoleransi.
Karena hal ini memungkinkan adanya ketidakpahaman pada oknum penyelenggara
pemerintah terkait kebijakan mengenai kasus intoleransi. Jika pihak pemerintah bisa
menegakkan hukum, maka selanjutnya akan lebih mudah untuk mensosialisasikannya
kepada seluruh elemen masyarakat (Suryatmojo, 2020). Meskipun begitu, pada intinya,
semua pihak harus bekerja sama dalam memberantas kasus intoleransi yang terjadi di
Indonesia. Adapun cara untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum:
1. Memperkuat kapasitas aparat penegak hukum melalui pelatihan dan
pendidikan terkait penanganan kasus intoleransi.
2. Memastikan bahwa aturan hukum terkait intoleransi diimplementasikan
secara konsisten dan adil.
3. Melibatkan masyarakat dalam proses penegakan hukum, termasuk melalui
mekanisme pelaporan dan kerjasama aktif dalam pencegahan intoleransi.
4. Transparansi dan Akuntabilitas
5. Memastikan akuntabilitas aparat penegak hukum dalam menangani kasus
intoleransi.
Namun, terdapat juga hambatan yang ditimbulkannya, antara lain: ketidaksetaraan
penegakan hokum, adanya risiko ketidaksetaraan dalam penegakan hukum terkait kasus
intoleransi terutama jika ada intervensi politik atau kepentingan tertentu, ketidakpahaman
aparat penegak hokum, tantangan dalam memastikan bahwa seluruh aparat penegak
hukum memahami secara menyeluruh isu-isu intoleransi dan berbagai konteks
keberagaman di masyarakat (Tanamal, 2016. Ruusdi, 2021).

3.4 Evaluasi Potensi Keberhasilan Solusi

Setelah mengetahui solusi dan bagaimana pengimplementasiannya, kita juga perlu


meninjau potensi dari setiap solusi-solusi tersebut dalam mencegah atau mengatasi kasus
intoleransi ini.

a. Pendampingan dan sosialisasi dari pemerintah dalam menangani kasus intoleransi


memiliki potensi keberhasilan yang lebih tinggi. Dampak positif yang dapat dihasilkan
termasuk peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya toleransi, penurunan
tingkat intoleransi, dan peningkatan keterlibatan dalam kegiatan bersama. Selain itu, hal
ini dapat menciptakan atmosfer yang mendukung bagi individu untuk merayakan
keberagaman dan menghormati hak asasi manusia. Namun, perlu diingat bahwa
keberhasilan solusi ini juga tergantung pada partisipasi aktif masyarakat dan ketersediaan
sumber daya yang memadai. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa
langkah-langkah ini diterapkan secara konsisten dan berkelanjutan untuk mencapai
perubahan sosial yang positif dalam jangka panjang (Sunarno, 2023).
b. Pendekatan meminimalisir kasus intoleransi melalui Pendidikan memiliki potensi
keberhasilan yang signifikan. Pertimbangan awal melibatkan perancangan kurikulum
yang mencakup materi tentang toleransi, keberagaman, dan hak asasi manusia di setiap
tingkat pendidikan. Dampak positif yang diharapkan mencakup peningkatan kesadaran
masyarakat akan pentingnya toleransi, penurunan sikap intoleran, dan peningkatan
keterampilan komunikasi antar kelompok. Selain itu, generasi yang terdidik dengan nilai-
nilai toleransi memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan sosial yang lebih luas.
Penting untuk mencatat bahwa pendidikan sebagai solusi untuk intoleransi memerlukan
komitmen jangka panjang, dan pemantauan terus-menerus untuk mengevaluasi
dampaknya. Oleh karena itu, kerjasama erat antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan
masyarakat sangat penting dalam merancang dan melaksanakan pendekatan ini
(Suprihatien, 2020).

c. Perlunya pemerintah dalam membatasi dan menyaring informasi dalam perkembangan


teknologi dapat memiliki potensi keberhasilan dalam mengendalikan penyebaran konten
intoleran dan merugikan. Pertimbangan utama melibatkan pengembangan kebijakan
yang seimbang antara keamanan siber dan pelestarian kebebasan berbicara. Langkah-
langkah teknis, seperti algoritma cerdas dan penyaringan konten, dapat membantu
mencegah penyebaran informasi yang merugikan (Farid, 2018). Dampak positif yang
diharapkan mencakup pengurangan paparan masyarakat terhadap konten intoleran,
perlindungan terhadap kelompok rentan, dan peningkatan kesadaran akan risiko
disinformasi. Pembatasan yang bijaksana juga dapat mendorong masyarakat untuk
menjadi lebih kritis terhadap informasi yang mereka terima, memupuk literasi digital
yang lebih baik. Namun, langkah-langkah ini juga memerlukan keseimbangan untuk
menghindari pelanggaran kebebasan berbicara. Oleh karena itu, transparansi, partisipasi
masyarakat, dan mekanisme peninjauan independen adalah penting agar tindakan
pemerintah tidak melampaui batas dan mempertahankan prinsip-prinsip demokrasi.

d. Implementasi kebijakan dan penegakan hukum oleh pihak berwenang dalam menghadapi
kasus intoleransi memiliki potensi keberhasilan yang tinggi. Pertimbangan awal
melibatkan pembentukan kebijakan yang jelas dan tegas untuk melawan intoleransi,
melindungi hak asasi manusia, dan mendorong inklusivitas . Dampak positif yang
diharapkan mencakup pengurangan insiden intoleransi, peningkatan kepercayaan
masyarakat terhadap keadilan, dan penguatan nilai-nilai demokrasi (Suryatmojo, 2020).
Keberhasilan penegakan hukum juga dapat membentuk deterrence, memperingatkan
potensi pelaku intoleran tentang konsekuensi tindakan mereka. Selain itu, pemberlakuan
hukuman yang adil dan transparan dapat memperkuat norma-norma sosial yang
mendukung keragaman dan toleransi. Ini memberikan sinyal kuat bahwa intoleransi tidak
akan ditoleransi dalam masyarakat, memperkuat fondasi untuk kehidupan berdampingan
damai dan inklusif.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil studi kasus yang telah dilakukan, kasus intoleransi yang terjadi pada
mahasiswa yang kursus di balai bahasa hampir sebagian mengalaminya. Adapun faktor
penyebab terjadinya kasus intoleransi setelah hasil studi kasus:
1) Kurangnya pengetahuan dan pemahaman lingkungan mengenai keberagaman
2) Adanya konflik terdahulu
3) Kurangnya komunikasi dan interaksi yang menyebabkan terjadinya
kesalahpahaman dan memicu konflik
4) Perbedaan adat dan kebudayaan
5) Ketidakadilan dari pihak aparatur negara dilihat dari pembangunan infrastruktur
6) Penegakan hukum yang lemah
7) Untuk mengatasi terjadinya kasus intoleransi, diperlukan solusi untuk
mencegahnya. Adapun solusi yang didapat setelah studi kasus yaitu:
8) Perlunya pendampingan dan sosialisasi dari pemerintah
9) Kerja sama Pemerintah dengan lembaga atau organisasi Masyarakat
10) Memeratakan pendidikan sebagai salah satu alat memberantas kasus intoleransi
11) Pembatasan dan penyaringan informasi di tengah perkembangan teknologi
12) Implementasi kebijakan dan penegakan hukum yang kuat
Dengan menerapkan solusi-solusi di atas sangat penting dalam mencegah kasus
intoleransi ini, masyarakat dapat menjadi lebih sadar, terbuka terhadap perbedaan, dan
memiliki alat untuk mengatasi ketidakpahaman. Hal ini tidak hanya meminimalkan risiko
kasus intoleransi, tetapi juga membangun fondasi yang kokoh untuk kehidupan
berdampingan yang damai dan harmonis. Keberhasilan dalam menerapkan solusi-solusi
ini diharapkan kasus intoleransi di indonesia menjadi setidaknya sedikit berkurang.
Kasus intoleransi ini harus menjadi perhatian bagi semua pihak karena akibat dari adanya
intoleransi ini akan merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
5. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2014). Strategi Penanganan Intoleransi: Sosialisasi Konstitusi dan Regulasi Negara
Secara Lebih Massif. Diakses dari website Badan Litbang dan Diklat Kementrian
Agama RI. https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/berita/strategi-penanganan-
intoleransi-sosialisasi-konstitusi-dan-regulasi-negara-secara-lebih-masif

Farid. M. (2018). Memahami Intoleransi dalam Ruang Publik.


https://geotimes.id/opini/memahami-intoleransi-dalam-ruang-publik/

Romanti. (2023). Cara Mencegah Intoleransi dalam Dunia Pendidikan.


https://itjen.kemdikbud.go.id/web/cara-mencegah-intoleransi-dalam-dunia-
pendidikan/

Sunarno, A., Firman, F., Ikbal, A., & Indrawati, L. (2023) upaya meminimalisir kasus
intoleransi dalam pendirian tempat ibadah demi terciptanya kohesi sosial pada
masyarakat multicultural di Kalimantan Tengah. Vol.3 Nomor 2, Maret 2023 https://e-
journal.upr.ac.id/index.php/parislangkis

Suprihatien. T. (2020). Strategi Memastikan Intoleransi di Sekolah Tidak Terulang.


https://www.pintar.tanotofoundation.org/strategi-memastikan-intoleransi-di-sekolah-
tidak-terulang/

Sari. W. (2022). Mubadalah.id: Penyebab dan Cara Mengatasi Intoleransi di Indonesia.


https://www.atmago.com/berita-warga/mubadalah-id-penyebab-dan-cara-mengatasi-
intoleransi-di-indonesia_167759e9-c16b-415e-96f9-ea854d105903

Suryatmojo. H. (2020). Cendikiawan: Intoleransi muncul karena penegakan hukum tidak baik.
https://www.antaranews.com/berita/1862228/cendikiawan-intoleransi-muncul-karena-
penegakan-hukum-tidak-baik

Rusdi. M. (2021). Penanganan Intoleransi Oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta


https://ejournal.widyamataram.ac.id/index.php/pranata/article/view/266

Tanamal. N. (2016). Implementasi Nilai Pancasila Dalam Menangani Intoleransi Di Indonesia


http://jurnal.lemhannas.go.id/index.php/jkl/article/view/341
Zikril, A., Dkk (2021) Intoleransi di masyarakat.
https://repository.upnvj.ac.id/15043/1/ESSAY%20PROSPEKTIV%20KELOMPOK
%201%20(PULAU%20KAKABAN-KELOMPOK%2017).pdf

Rizki, A.M., Dkk (2020) Pengaruh efektivitas pembelajaran bhinneka tunggal ika terhadap
angka rasisme dan diskriminasi di Indonesia 2019.
http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php./vs

Anda mungkin juga menyukai