Anda di halaman 1dari 5

Artikel Mata Kuliah Pendidikan Multikultural

Jurusan Bimbingan dan Konseling


Fakultas Ilmu Pendidkan Universitas Negeri Semarang

RASISME “WARNA KULIT” DI KALANGAN MAHASISWA


Faizal Syafi’ul Huda1, Khaulah Habibah2, Putri Nur Aini3
1
Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
email: faizalsh@students.unnes.ac.id

ABSTRAK
Rasisme merupakan sebuah akar dari adanya konflik sosial yang sering terjadi di masyarakat apabila
sebuah rasisme tersebut diikuti dengan adanya ideologi rasisme didalamnya. Ideologi adalah
keyakinan bahwa kelompok ras mereka lebih unggul dari kelompok ras yang lainnya. Indonesia
merupakan negara kepulauan yang memiliki beraneka budaya, adat istiadat, suku, ras, bahasa, dan
agama. Fenomena rasisme banyak terjadi di negara Amerika, bahkan negara tersebut menempati
urutan pertama dalam fenomena rasisme. Penulisan artikel mengenai Rasisme “Warna Kulit“ Di
Kalangan Mahasiswa ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh isu ini dikalangan
mahasiswa dan bertujuan untuk melihat seberapa besar kontribusi mahasiswa dalam mengatasi atau
mengupayakan agar isu tersebut dapat diredam.
Kata kunci : rasisme, warna kulit, mahasiswa

ABSTRACT
Racism is a root of social conflict that often occurs in society if a racism is followed by the existence
of racism ideology in it. Ideology is the belief that their racial group is superior to other racial groups.
Indonesia is an archipelago that has a variety of cultures, customs, ethnicities, races, languages and
religions. The phenomenon of racism occurs in many American countries, even the country ranks first
in the phenomenon of racism. Writing articles about racism "skin color" among students aims to find
out how much influence this issue among students and aims to see how much the contribution of
students in overcoming or striving for these issues can be suppressed.
Keywords: racism, skin color, college students

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam budaya, adat
istiadat, suku, ras, bahasa, dan agama. Setiap elemen tersebut dalam Indonesia memiliki nilai
yang sangat dijunjung tinggi. Aneka ragam budaya dan bahasa dalam Indonesia memiliki khas
pada setiap daerahnya. Tak terpungkiri negeri ini sangat kaya dan mengandung nilai estetika
yang perlu dijaga, dihargai, dan dilestarikan. Pada kondisi ini, diperlukan masyarakat yang
mampu berkomunikasi antar budaya dan mempunyai pengetahuan seputar pola-pola
kebudayaan dan komunikasi lintas budaya. Hal ini disebabkan keanekaragaman budaya
masyarakat yang menimbulkan segmentasi kelompok, sering terjadi konflik, adanya dominasi
kelompok, dan integrasi yang dipaksakan (Nugraha, 2017).
Perbedaan pemberian dari Tuhan tidak dapat ditolak oleh manusia. Manusia yang lahir
dengan ciri dan sifat yang berbeda satu sama lain bukanlah sebagai suatu kesalahan.
Seharusnya dengan keragaman dan perbedaan dapat dimengerti, dipahami, dan saling
menghargai, sebab semua manusia berbeda bukan untuk memecah belah ataupun penghalang
terciptanya perdamaian dalam kehidupan manusia.
Dewasa ini, permasalahan seputar ras masih sangat sensitif untuk dibicarakan sebab apabila
ada sedikit hal yang menyinggung baik perbedaan dari segi agama, suku, maupun warna kulit
sangat rentan mengakibatkan perpecahan. Salah satu yang selalu ingin diperbincangkan adalah
mengenai perbedaan ras warna kulit, yaitu ras warna kulit putih dan kulit berwarna atau hitam.
Artikel Mata Kuliah Pendidikan Multikultural
Jurusan Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidkan Universitas Negeri Semarang

Menurut (Hafizh, 2016) yang memberi pernyataan bahwa tanggal 20-25 April 2009 PBB
melaksanakan konferensi Anti Rasisme di Jenewa Swiss. Konferensi ini sebagai upaya untuk
mewujudkan perdamaian dunia yang terbebas dari bahaya rasisme. Menurut (Hafizh, 2016)
ras diklarifikasikan berdasarkan ciri-ciri fisik seperti warna kulit. Dikelompokkan menjadi tiga
kelompok besar yaitu ras mongoloid atau kulit kuning, ras negroid atau ras kulit hitam, dan ras
kaukoloid atau ras kulit putih.
Fenomena rasisme mengenai warna kulit putih dan kulit hitam tidak hanya terjadi di
Amerika Selatan pada era rezim Jim Crow dan di Afrika Selatan pada era rezim Apartheid
(Puspitasari, 2015) namun rasisme ini sangat menjad fenomena global yang menyentuh sisi-
sisi kemanusiaan. Tidak sedikit pula pada lingkungan kampus kami terdapat mahasiswa
mahasiswi yang berasal dari timur seperti Papua, Nusa Tenggara, dan lain lain. Dengan
pengamatan penulis, kami menjumpai dalam kehidupan sehari-hari masih terdapat mahasiswa
yang membeda-bedakan atau melakukan intoleransi akibat perbedaan warna kulit. Untuk itu
kami membahas mengenai rasisme warna kulit di kalangan mahasiswa sebagai bentuk
pembahasan bahwa makhluk Tuhan pada dasarnya sama dan perbedaan dilahirkan untuk saling
melengkapi bukan saling menghakimi.

Rasisme

Ras merupakan pengelompokan manusia berdasarkan ciri-ciri fisik seperti warna kulit,
warna mata, bentuk dan warna rambut serta ciri-ciri fisik lainnya. Dengan adanya perbedaan-
perbedaan itu memunculkan anggapan dimasyarakat mengenai adanya suatu ras yang
menganggap rasnya lebih baik dari ras lainya, dana akan mendominasi di masyarakat dan
menganggap ras lain dibawah rasnya. Keyakinan seperti itu disebut dengan rasisme. Contohnya
keyaikan tentang ras kulit putih lebih unggul dari ras kulit hitam. Rasisme menurut KBBI
adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakann bahwa perbedaan biologis
yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu bahwa suatu ras
tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lain.
Fredrickson (2002:9) menjelaskan bahwa rasisme adalah suatu keyakinan nyang
mempuyai dua komponen, yaitu perbedaan dan kekuasaan. Rasisme berasal dari dari sikap
mental yang memandang mereka berbeda dengan yang lain. Kemudian mengakibatkan ada
dorongan masyarakat ras yang lebih unggul untuk lebih mendominasi dan menguasai
masyarakat ras lainnya. selanjutnya hal itu akan memunculkan bentuk rasisme misalnya seperti
prasangka rasial, labelisasi atau steotipe dan diskriminasi terhadap ras lain.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rasisme adalah suatu
kepercayaan yang menganggap ras kelompoknya lebih baik dari ras yang lain yang kemudian
mengakibatkan ras tersebut mendominasi atas ras lainya

Isu rasisme warna kulit di negara asing


Secara historis dapat disimpulkan bahwa ras kulit putih (bangsa Eropa) bersikap sebagai
ras yang lebih unggul dan ras kulit berwarna sebagai ras yang berada pada level yang lebih
rendah karena menjadi obyek yang dikuasai. Konsep ini tertanam dalam benak para korban
diskriminasi dari abad ke abad. Dampak dari tekanan yang diterima secara pskologis
mempengaruhi mental dan pola pikir masyarakat dalam lingkungan di mana praktik rasialisme
berlangsung hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh (Irab, 2015). Dalam artikel yang
Artikel Mata Kuliah Pendidikan Multikultural
Jurusan Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidkan Universitas Negeri Semarang

ditulis oleh Irab, 2015 memaparkan bahwa kesan dari catatatn sejarah bangsa-bangsa Eropa
dengan mudah menorehkan keberhasilan dalam menguasai dunia yang mampu meraih kisah
bahwa ras mereka sebagai ras yang unggul sedangkan daerah-daerah yang berhasil mereka
kalahkan merupakan ras yang tak berdaya. Keadaan sosial seperti ini meninggalkan kesan yang
membekas di hati para korban penjajahan, para budak belian, bahwa mereka adalah orang-
orang tak berpengharapan yang hanya dapat bertahan hidup dengan menggantungkan diri pada
"tuan" mereka.

Warga Asia di Australia sebenarnya hanya sebesar 14,7 persen dari keseluruhan
penduduk Australia. Dari jumlah tersebut, yang benar-benar lahir di Australia hanyalah 30,5
persen. Studi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Metode Sosial di Australian National
University (ANU) di Canberra mewawancara 2547 orang yang 765 darinya mengaku sebagai
warga Asia Australia dan pernah mengalami diskriminasi dan rasisme. Persentase rasisme
tertinggi dari data tersebut terjadi di lingkungan tempat kerja dengan angka 65 persen.

Negara yang sering terlibat konflik dalam konteks rasisme yaitu negara Amerika.
Sebagaimana ditunjukkan dalam bukti-bukti dokumen dari pengamatan dan penelitian yang
dilakukan oleh (Sutopo, 2016) bahwa tokoh bernama Du Bois yang memiliki prestasi sangat
banyak dan membanggakan, mengikuti konferensi dan memiliki sejumlah karya ilmiah, namun
perjalanan karirnya saat ingin menjadi dosen di salah satu universitas di Amerika harus terhenti
karena ia berasal dari keturanan Afrika yang cenderung memiliki warna kulit gelap, dan hal itu
yang menjadi alasan utama pihak universitas menolaknya.

Dari beberapa penelitian para tokoh berkaitan isu rasisme warna kulit di dunia dapat
kita pahami bahwa paham rasisme ini masih merupakan topik yang selalu diperbincangkan.
Meskipun dunia modern dikenal sebagai dunia di mana kebebasan sangat dijunjung tinggi:
Setiap orang berhak mengembangkan potensi dirinya semaksimal mungkin. Nilai-nilai
kemanusiaan mendapat penghargaan tinggi sebagai hak asasi yang paling vital walaupun dalam
prakteknya masih ditemukan berbagai bentuk rasialisme baik secara terbuka maupun secara
terselubung. Namun hingga kini isu ras masih menjadi sorotan yang paling menyedihkan.

Isu Rasisme warna kulit di Indonesia


Isu rasisme sudah tidak terdengar asing lagi di telinga kita, bahkan saat ini banyak isu
rasisme yang terjadi dimasnyarakat. Baru – baru ini isu rasisme yang terjadi di Indonesia adalah
isu rasisme yang terjadi pada masyarakat papua. Rasisme merupakan sebuah pemikiran,
gagasan atau teori yang berkaitan antara ciri – ciri jasmaniahlah yang diturunkan dengan ciri –
ciri tertentu dalam hal intelek, kepribadian, budaya atau gabungan dari itu semua, menimbulkan
superioritas dari ras tertentu terhadap yang lainnya. Isu rasisme sendiri telah banyak terjadi di
beberapa negara termasuk di Indonesia. Di Amerika sendiri isu rasisme ini sudah banyak terjadi
hingga ada beberapa isu rasisme yang diangkat menjadi sebuah film salah satunya adalah “The
Help”. Dalam film ini menjelaskan mengenai isu rasisme yang terjadi di Amerika. The help
merupaka sebuah film yang menjelaskan mengenai sebuah hubungan antara warga berkulit
putih dan warga berkulit hitam di Amerika pada awal tahun 1960-an.

Isu rasisme juga banyak di bicarakan di Indonesia dan Papua merupakan daerah atau
bahkan pulau yang sering menjadi korban adanya tindak rasisme. Isu rasisme ini semakin hari
semakin berkembang, banyak mahasiswa Papua yang menjadi korban dari tindakan rasisme
ini. Mahasiswa Papua kerap dilecehkan oleh mahasiswa lainya dengan berbagai pertanyaan
ataupun tindakan yang seolah selalu menyudutkan mahasiswa Papua seperti apakah mereka
Artikel Mata Kuliah Pendidikan Multikultural
Jurusan Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidkan Universitas Negeri Semarang

mereka mekai kotek, apakah mereka memasak memakai api kayu apakah mereka berburu di
hutan karena mereka primitif. Beberapa mahasiswa Papua bahkan diberikan nama panggilan
khusus atau label khusus yang bernada rasis. Sehingga banyak pemuda Papua yang merasa
tidak aman dan pada akhirnya mereka kembali pada kelompoknya dan seolah enggan untuk
berinteraksi dengan orang lain selain dari kelompok mereka.

Munculnya rasisme pada kalangan mahasiswa


Perilaku rasisme bukanlah merupakan suatu perilaku bawaan manusia sejak lahir,
rasisme lahir dan tumbuh berdasarkan konstruksi sosial massa. Hal itu bisa dilihat dari
bagaimana cara mahasiswa memandang suatu ras atau kelompok massa tertentu, walaupun
mahsiswa tersebut berasal dari ras/kelompok yang sama, tetapi pandangan mereka terhadap
ras/kelompok lain cenderung berbeda. Perbedaan penilaian atau pandangan inilah yang
nantinya akan menjadikan mahasiswa tersebut menjadi seorang yang rasis atau tidak.
Perbedaan penilaian atau pandangan ini didasari oleh bagaimana cara massa di tempat
ia tinggal bersikap terhadap kelompok lain. Jika mahasiswa tersebut tumbuh di kelompok
massa yang berpendapat rasis terhadap kelompok lain, maka secara tidak langsung ia akan
tumbuh dengan mengadopsi pendapat rasis tersebut. Hal inilah yang sering terjadi dan terus
berkembang di massa pada umumnya. Stigma mahsiswa ataupun stigma yang berada
dilingkungan ia tinggal mengenai sebuah kelompok atau ras juga dapat mempengaruhi
munculnya tindakan rasisme. Stigma tersebut tumbuh karena adanya pandangan atau cara
berpikir mereka yang salah mengenai suatu hal misalnya stigma mengenai mahasiswa Papua
yang bau, mahasiswa/masyarakat Papua yang suka mengkonsumsi babi mentah atau mereka
yang suka minum minuman keras. Hal tersebutlah yang kemudian memunculkan tindakan atau
perilaku rasisme dikalangan mahasiswa, karena mereka hanya mengikuti stigma yang telah
dibangun oleh masyarakat.

Pengaruh rasisme warna kulit di kalangan mahasiswa


Rasisme merupakan sebuah tindakan deskriminasi terhadap kelompok kecil atau
minoritas dan dengan adanya tindakan tersebut akan memunculkan banyak masalah ataupun
problematika didalamnya. Sehingga rasisme banyak menyebabkan pengaruh negatif baik bagi
masyarakat ataupun mahasiswa. Bahkan di Amerika tindakan rasisme ini dapat mempengaruhi
kesehatan mental orang dewasa yang berkulit hitam seperti trauma. Selain mengakitbatkan
trauma, tindakan rasisme juga dapat merusak sebuah hubungan bahkan mengancam persatuan
dan kesatuan bangsa. Rasisme juga dapat memberikan pengaruh terhadap mahasiswa yang
mungkin menjadi bagian dari kelompok minoritas menjadi terisolasi atau bahkan mereka
merasa tidak pantas untuk berada di tengah – tengah masyarakat.

Dengan adanya rasisme tersebut juga mempengaruhi interaksi sosial mahasiswa yang
terjadi di masyarakat. Mereka yang merasa bahwa mereka berasal dari kelompok minoritas
akan selalu menarik diri mereka dari masyarkat dan akan lebih memilih untuk selalu bersama
dengan kelompok mereka dikarena mereka akan lebih merasa aman jika bersama kelompok
mereka dibandingkan dengan masyarakat luas.

Tentunya disini pemerintah harus bergerak cepat untuk mengatasi masalah rasisme
yang semakin meningkat. Masalah rasisme memang menjadi masalah yang hampir ada disetiap
negara yang selalu menjadi ancaman terbesar suatu negara. Pluralisme dan toleransi menjadi
pondasi yang kokoh bagi negara agar selalu tercipta persatuan dan kesatuan. Dengan cara
memperkuat rasa toleransi antar ras fenomena rasisme akan semakin berkurang, dan dengan
begitu akan menciptakan kehidupan yang aman dan sejahtera walaupun terdapat perbedaan-
Artikel Mata Kuliah Pendidikan Multikultural
Jurusan Bimbingan dan Konseling
Fakultas Ilmu Pendidkan Universitas Negeri Semarang

perbedaan. Masyarakat akan hidup berdampingan dan menganggap suatu keberagaman


menjadi suatu hal yang indah

SIMPULAN
Perilaku rasis masih kerap terjadi pada sektor kehidupan masyarakat. Perbedaan yang
terlahir masih sedikit yang menganggap untuk pembeda antar golongan atau suku satu dengan
lainnya. Dalam kalangan sekolah atau kampus yang beraneka ragam asal mahasiswa, tidak
jarang yang menganggap golongan minoritas menjadi berbeda sehingga tidak sedikit kaum
minoritas yang menarik diri dan mengisolasi dari interaksi sosial. Hal ini yang masih perlu
diperhatikan dari berbagai sektor negara terutama kita pribadi untuk lebih peduli dan
menanamkan rasa toleransi yang tinggi kepada sesama ciptaan-Nya. Perbedaan bukan pemecah
suatu kesatuan namun adanya perbedaan untuk saling melengkapi demi kebersamaan dan
kesejahteraan.

REFERENSI

Hafizh. (2016). Rasisme dalam Masyarakat Pascakolonial. Jurnal Kajian Humaniora.


XV (2). 177-194
Jenny Munro. (2019). Isu Rasisme Banyak Dibahas di Indonesia. Artikel Politik dan
Masyarakat
Irab, Yenita. (2015). Rasisme. Artikel Masalah Ras
Nugraha, Daniel Surya. (2017). Representasi Rasisme dalam Film Cardillac Records.
Jurnal e-Komunikasi. 4(1). 2-5
Puspitasari, Indri. (2015). Intimidasi Terhadap Kaum Kulit Hitam sebagai Bentuk
Perilaku Rasisme. Artikel analisis Semiotika.
Sutopo, Oki Rahadianto. (2016). Rasisme dan Marginalisasi dalam Sejarah Sosiologi
Amerika. Jurnal Sosiologi Masyarakat. XXI(2). 286-289
Yufandar, Berril Theo. (2016). Representasi Ras Kulit Hitam dan Kulit Putih. Jurnal e-
komunikasi. 4(1). 2-3

Anda mungkin juga menyukai