Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN STUDI KASUS INTOLERANSI

Dosen Pengampu ;

Nisrina Nurul Insani, M.Pd.

Tanggal Pengumpulan :

20 November 2023

Disusun oleh :

Cahayu Abdaniah (2305639)

Elena Nursyifa (2305555)

Firda Nasywaa Sabilla (2311775)

Fitri Yuniarti S (2304832)

Kasih Susilawati (2305640)

Rega Danica Azzahra (2307866)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA
DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2023
A. PENDAHULUAN
Survei Setara Institute di lima kota terpilih pada Januari-Februari 2023
menunjukkan jumlah pelajar intoleran aktif di SMA sederajat meningkat
menjadi 5 persen. Angka ini alami peningkatan ketimbang hasil survei isu sama
pada 2016 lalu 2,4 persen. Setara Institute mencatat terjadi kenaikan kasus
intoleransi di Indonesia selama awal tahun 2023. Setara menduga eskalasi ini
berkaitan dengan persiapan tahun politik, yaitu Pemilihan Umum 2024. Contoh
kasus intoleransi yang terjadi yaitu aksi Patung Bunda Maria yang ditutupi terpal
di Dusun Degolan, Bumirejo, Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta atas
desakan sekelompok orang yang mengatasnamakan dari partai politik Islam.
Penutupan itu diduga dilakukan oleh anggota Kepolisian Sektor Lendah pada
Rabu, 22 Maret 2023.
Intoleransi menjadi suatu permasalahan yang pasti ada dalam sebuah
perbedaan. Apalagi di negara yang kaya akan perbedaan seperti Indonesia.
Berbicara intoleransi, tentunya akan merujuk pada toleransi. Menurut Cohen
(2004), toleran menjadi sebuah tindakan yang disengaja oleh pelakon dengan
adanya suatu prinsip pada dirinya untuk menahan diri dari campur tangan suatu
hal meskipun si pelakon tahu bahwa ia memiliki kekuatan untuk menganggu.
Menilik dari arti toleran, toleransi memiliki dua kunci yang berperan sebagai
prinsip, yaitu kesengajaan dan tidak mengganggu yang mana ini menjadi inti
dari toleransi itu sendiri. Kesengajaan menjadi sangat penting dalam hal ini.
Sementara intoleransi adalah kebalikan dari semua prinsip yang ada pada
toleransi. Ada tiga komponen dasar pada intoleransi, yaitu ketidakmampuan
menahan diri tidak suka pada orang lain, sikap selalu mencampuri atau
menentang orang lain, dan sengaja mengganggu orang lain.
Intoleransi menjadi sebuah tindakan negatif yang didasari oleh prasangka
berlebihan. Prasangka berlebihan ini memiliki tiga komponen, yakni komponen
yang mencakup stereotip terhadap kelompok luar yang direndahkan, komponen
berwujud rasa muak atau kebencian terhadap kelompok luar, komponen negated
terhadap anggota luar, baik secara interpersonal maupun dalam hal kebijakan
yang berhubungan dengan orang banyak (Hunsberger, 1995).
Alasan kami memillih topik ini karena bahasan mengenai intoleransi sudah
tidak asing di telinga banyak orang. Mengingat Indonesia itu negara majemuk,
sehingga cukup rawan terjadi kasus intoleransi. Perbedaannya bukan hanya pada
suku, ras, agama, tetapi hampir seluruh aspek kehidupan pasti ada perbedaan. Ini
sesuai dengan konteks pendidikan kewarganegaraan karena di dalam pendidikan
kewarganegaraan mencakup aspek pemahaman tentang kondisi indonesia dan
cara menghadapi kondisi Indonesia. Jika kita paham dengan kondisi Indonesia
yang serba majemuk, bukan tidak mungkin kasus intoleransi bisa sedikit
berkurang. Jika kasus intoleransi ini terus berkelanjutan, akan terjadi perpecahan
bangsa.
Maka dari itu, kami meneliti kasus ini dengan tujuan mengurangi kasus
intoleransi yang terjadi di sekitar lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia.
Adapun bentuk upaya yang dilakukan berupa penyebarluasan video pendek
bertema intoleransi. Responden untuk studi kasus intoleransi ini dipilih secara
acak pada mahasiswa yang kursus di balai Bahasa Universitas Pendidikan
Indonesia. Alasan kami memilih responden mahasiswa yang mengikuti kursus
balai Bahasa karena menurut kami, mahasiswa di balai Bahasa berasal dari
berbagai tempat dan ada perbedaan entah itu fisik atau nonfisik dengan
mahasiswa lain. Ruang lingkup kami dalam studi kasus ini yaitu lingkungan
sekitar Universitas Pendidikan Indonesia, sehingga kami membutuhkan
responden yang pernah mengalami kasus intoleransi.

A. Deskripsi Kasus
Intoleransi memiliki banyak bentuk, seperti rasisme, seksisme,
intoleransi dalam beragama dan sejenisnya. Dalam studi kasus ini kami memilih
kasus rasisme. Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford, intolerance is
Unwillingness to accept views, beliefs, or behaviour that differ from one's own.
Rasisme merupakan sebuah bentuk dimana suatu ras menganggap rendah ras
yang lain, suatu golongan merasa lebih unggul dari golongan di bawahnya.
Rasisme ini melibatkan pelanggaran hak asasi manusia dasar, seperti hak atas
kesetaraan, nondiskriminasi, dan martabat manusia. Indonesia negara majemuk
yang sudah pasti memiliki banyak suku dan ras. Adanya keberagaman ras ini
sangat mudah terpicu tindakan seperti diskriminasi. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa rasisme memiliki relevansi dengan intoleransi.
Untuk meneliti kasus ini, kami mewawancarai beberapa mahasiswa yang
mengikuti kursus di Balai Bahasa UPI dengan alasan ligkungannya yang
heterogen, yakni terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama, maupun negara.
Kami melakukan wawancara pertama pada tanggal 25 September 2023 dan
wawancara kedua pada tanggal 08 November 2023 di sekitar Balai Bahasa UPI.
Hasil dari wawancara menunjukkan bahwa hampir setengah dari
responden mengalami kasus intoleransi. Bentuk kasus intoleransi yang terjadi
kebanyakan karena sulit mendapatkan kosan. Hal ini karena ada oknum dari
suku dan ras yang sama dengan responden berbuat ulah sehingga memberikan
stereotip yang buruk terhadap suku dan ras terkait. Adapun, kasus lain yang
dialami responden adalah sulit mendapat teman karena dianggap berbeda dengan
sekitar. Juga, satu responden mendapat perlakuan yang agak kasar karena
berasal dari suku yang berbeda.
Kasus intoleransi ini penting dan relevan untuk dianalisis karena
intoleransi merupakan ancaman serius bangsa saat ini. Intoleransi bisa menjadi
sebab ancaman perpecahan persatuan, dan kesatuan NKRI. Intoleransi juga bisa
mengancam keberlangsungan kehidupan kenegaraan. Hal ini penting untuk
dianalisis agar dapat diketahui apa faktor penyebab dan solusi dari kasus ini,
yang kemudian dapat ditemukan upaya untuk mengurangi kasus intoleransi di
Indonesia. Sehingga kesatuan dan persatuan Negara Indonesia dapat terus
dipertahankan, juga seluruh masyarakat Indonesia bisa hidup dengan aman,
nyaman, dan damai.

B. Analisis Faktor –faktor Penyebab

Dari hasil wawancara, dapat dianalisis beberapa faktor penyebab terjadinya


intoleransi, diantaranya :
1. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman orang tua dan lingkungan
mengenai suku, ras, kebudayaan, dan rasa toleransi, serta adanya
kesetidaksepahaman teori mengenai intoleransi.
Sebagai contoh, narasumber 8 mengalami kejadian di mana seorang anak
kecil mengatakan "ada orang Papua, jangan dekat-dekat", namun
narasumber meresponsnya dengan candaan. Hal ini menunjukkan bahwa
pendidikan dan peran orang tua memiliki pengaruh penting dalam
membentuk sikap dan nilai-nilai anak, termasuk dalam mengatasi
timbulnya intoleransi.
2. Adanya konflik terdahulu yang berkaitan dengan antarsuku yang
menyebabkan trauma pada seseorang, sehingga sulit untuk menerima
kembali orang dari suku tersebut. Kasus ini banyak dirasakan oleh
beberapa narasumber, dimana mereka sering merasakan kesulitan ketika
mencari kostan karena pemilik kost merasa trauma dan takut akan hal yang
pernah terjadi sebelumnya akan terulang kembali. Pengalaman traumatis
ini menciptakan ketakutan, sikap negatif dan menyebabkan sikap intoleran
terhadap semua orang dari kelompok orang yang sama.
3. Kurangnya komunikasi dan interaksi antarsuku dapat menyebabkan
terjadinya kesalahpahaman dan konflik antarsuku. Dalam dunia
pendidikan, kurangnya interaksi dan dialog antarsiswa dari berbagai latar
belakang perbedaan juga dapat menyebabkan tumbuhnya intoleransi. Hal
ini dapat mengakibatkan siswa memiliki prasangka negatif dan kesulitan
dalam menghadapi perbedaan. Hal ini dirasakan oleh narasumber 2, yang
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dan mendapatkan teman baru.
Lingkungan yang tidak terbiasa dengan keheterogenan menimbulkan
kurangnya komunikasi dan interaksi. Tak hanya kurang komunikasi dan
interaksi, rupanya gaya hidup yang berbeda pun memengaruhi cara
seseorang berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan orang lain.
Secara teoritis, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan munculnya sikap
intoleransi antara lain:
1. Ketidaksepakatan dan ketegangan antara kelompok yang berbeda
(Hewstone, 2014)
2. Individu yang sangat terikat dengan identitas kelompoknya (Jetten, 2012)
3. Adanya faktor psikologis seperti prasangka, stereotipe, dan diskriminasi
(Dovidio, 2017)
4. Serta komunikasi yang buruk atau tidak efektif antara kelompok yang
berbeda dapat menyebabkan intoleransi (Kim, 2019).
Selain itu, menurut Kabag Mitra Biro Penmas Divisi humas Polri Kombes Awi
Setiyono, terdapat faktor pemicu konflik intoleransi,
1. Perbedaan dalam memahami ajaran secara tekstual. Pemahaman ini
menghasilkan pengalaman yang berbeda dalam internal beragama.
2. Aksi pemaksaan hak asasi yang dilakukan oleh kaum mayoritas kepada
pihak minoritas. Aksi lainya adalah pemakaian atribut keagamaan secara
berlebihan dan menyombongkan diri dengan segala atribut yang dipakainya.
3. Perbedaan adat istiadat juga dapat menjadi pemicu terjadinya kasus
intoleransi, faktor adat
istiadat ini menyebabkan konflik yang dilatarbelakangi fanatisme/ fanatic
kesukuan.
4. Ketidakadilan dari pihak aparatur negara ataupun pemerintah dalam
menangani berbagai masalah atau konflik yang terjadi, mereka cenderung
memihak pada salah satu kubu dengan alasan yang bermacam macam seperti
uang, agama, golongan, bahkan kasta.

C. Solusi dan Implementasinya


Mengingat kasus intoleransi yang tak pernah selesai, maka diperlukan solusi
agar kasus serupa tidak terulang kembali. Adapun solusi-solusi yang dapat
diimplementasikan diantaranya :

a. Perlunya pendampingan dan sosialisasi dari pemerintah baik pemerintah


pusat atau daerah sebagai bentuk keseriusan terhadap kasus intoleransi.
Pemerintah sebagai pemberi kebijakan dan memiliki wewenang untuk
mengurus rakyatnya perlu memberi pendampingan terhadap kasus
intoleransi yang terjadi. Pentingnya pendampingan dan sosialisasi terkait
kasus intoleransi ini supaya masyarakat sadar akan jenis-jenis intoleransi
dan bahayanya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Meskipun
dalam konstitusi UUD NRI 1945 sudah tercantum bahwa negara
menjamin hak warga negara dalam menentukan pilihan yang dipilih, tetapi
dalam realisasinya masih kurang maksimal.
1. Pendampingan Pemerintah
Pemerintah dapat membentuk tim khusus atau lembaga yang fokus pada
pendampingan terhadap kasus intoleransi. Tim ini dapat terdiri dari
berbagai stakeholder, termasuk ahli hukum, tokoh agama, dan perwakilan
masyarakat.
2. Sosialisasi
Pemerintah perlu mengadakan program sosialisasi secara luas melalui
berbagai media, seperti televisi, radio, dan media sosial. Materi sosialisasi
harus mencakup pemahaman akan nilai-nilai toleransi, keragaman, dan
pentingnya hidup berdampingan secara damai.
3. Pelibatan Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah perlu terlibat aktif dalam implementasi solusi ini
dengan menyesuaikan program pendampingan dan sosialisasi sesuai
dengan konteks lokal.
4. Kolaborasi dengan Pihak Swasta dan Lembaga Non-Pemerintah
Melibatkan pihak swasta dan lembaga non-pemerintah yang memiliki
pengaruh dan kapasitas untuk mendukung program ini. Serta mendorong
kolaborasi antara sektor publik dan swasta untuk memperluas jangkauan
program tersebut.
5. Pemantauan dan Evaluasi:
• Menerapkan sistem pemantauan dan evaluasi untuk menilai
efektivitas program secara berkala.
• Memastikan respons yang cepat terhadap perkembangan dan
perubahan dalam kasus intoleransi.
Namun, Implementasi pendampingan dan sosialisasi dari
pemerintah dalam upaya meminimalisir kasus intoleransi tersebut juga
dapat menghadapi beberapa hambatan, antara lain:
1. Resistensi Masyarakat
Beberapa kelompok atau individu mungkin resisten terhadap perubahan
dan pendekatan baru, terutama jika mereka memiliki pandangan intoleran
yang kuat.
2. Kurangnya Sumber Daya
Terbatasnya sumber daya, baik dana maupun tenaga manusia, dapat
menjadi hambatan dalam melaksanakan program secara menyeluruh dan
berkelanjutan.
3. Tantangan Budaya dan Bahasa
Program sosialisasi perlu mempertimbangkan keragaman budaya dan
bahasa di masyarakat. Tantangan dalam menyesuaikan pesan untuk
berbagai kelompok etnis atau bahasa dapat muncul.
4. Ketidaksetaraan Akses
Tidak semua komunitas memiliki akses yang setara terhadap informasi
dan program pendampingan. Hal ini dapat meningkatkan disparitas dalam
upaya pencegahan intoleransi.

b. Meminimalisir kasus intoleransi dengan Pendidikan. Pendidikan ternyata


memiliki peran yang paling penting dalam memberantas kasus intoleransi.
Dalam hal ini sekolah memiliki peran yang penting, tak hanya dalam
memberantas kasus intoleransi saja, tetapi semua aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, benar bahwa semua warga
negara wajib dan berhak untuk mendapatkan Pendidikan, sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2. Adanya kasus seperti
intoleransi ini menandakan bahwa kurangnya Pendidikan, dalam hal ini
Pendidikan kewarganegaraan, pada seseorang atau sekelompok orang
dalam memahami kondisi negara Indonesia yang majemuk dan selalu
hidup dalam rumpun yang homogen. Untuk meminimalisir terjadinya
kasus intoleransi diperlukan adanya kerja sama dari semua pihak, baik
pemerintah, sekolah, orang tua dan siswa. Adapun langkah konkret yang
bisa dilakukan di lingkungan sekolah seperti;
- membuat dan menayangkan konten edukasi pencegahan kasus
intoleransi di media sosial
- pemberdayaan ekosistem Pendidikan dengan menggunakan strategi
pelatihan modul bagi guru dalam modul wawasan kebhinekaan global
- kolaborasi dengan organisasi masyarakat dalam upaya kampanye
pencegahan kasus intoleransi.
- meningkatkan pemahaman siswa tentang keberagaman dengan
mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan keberagaman, seperti
menerima siswa dari luar jawa atau luar negeri, study tour dan
sejenisnya.
- perlunya wadah aspirasi dari pihak sekolah sebagai bentuk
keterbukaan antar guru dan siswa semisal terjadi kasus intoleransi,
sehingga ada tindakan yang harus dilakukan.
- memberi dispensasi bagi siswa yang merayakan acara keagamaan atau
kebudayaan
- bekerja sama dengan orang tua, seperti mengadakan sosialisasi terkait
keberagaman
- menegakkan prosedur yang jelas dan konsisten serta adil dalam
menangani kasus intoleransi.

Namun, implementasi langkah-langkah tersebut juga tetap memungkinkan


untuk dihadapkan dengan beberapa hambatan, seperti:

1. Resistensi Internal:

Guru atau staf sekolah mungkin mengalami resistensi terhadap perubahan


atau kurikulum tambahan, yang dapat mempengaruhi efektivitas program
pencegahan kasus intoleransi.

2. Keterbatasan Sumber Daya:

Kurangnya anggaran atau sumber daya dapat membatasi kemampuan


sekolah untuk melaksanakan program-program pencegahan dengan
maksimal.

3. Tingkat Keterlibatan Siswa yang Bermacam-macam:

Tidak semua siswa mungkin bersedia atau aktif terlibat dalam kegiatan-
kegiatan keberagaman, sehingga mencapai partisipasi yang merata bisa
menjadi tantangan.

4. Reaksi Negatif dari Orang Tua:


Beberapa orang tua mungkin tidak setuju dengan pendekatan atau konten
pendidikan tertentu, dan reaksi negatif mereka dapat menjadi hambatan
untuk implementasi.

c. Perlunya peran pemerintah dalam membatasi dan menyaring informasi


dalam perkembangan teknologi. Globalisasi bisa menjadi faktor yang
menyebabkan terjadinya kasus intoleransi. Situasi global mampu
memudarkan nilai-nilai baik dalam kehidupan yang menggerus sikap
toleransi. Masuknya budaya asing tanpa adanya penyaringan dan perhatian
lebih membuat perubahan pada selera dan mindset sehingga melupakan
jati diri bangsa yang heterogen. Perkembangan teknologi akibat adanya
globalisasi juga membuat kesenjangan sosial dan ekonomi. Globalisasi ini
ibarat pisau, sehingga perlu ditangani dengan bijak agar menghasilkan hal
positif. Kasus intoleransi bisa terjadi akibat kurangnya pembatasan dan
perhatian dalam informasi pada perkembangan teknologi. Adanya
kesalahpahaman dan ujaran kebencian serta informasi yang tidak teruji
validitasnya akan mengusut kasus intoleransi. Oleh sebab itu, pemerintah
dan masyarakat perlu adanya kesadaran dan kerja sama dalam menghadapi
perkembangan teknologi.
1. Pembatasan dan Penyaringan Informasi
Pemerintah dapat mengimplementasikan kebijakan untuk membatasi dan
menyaring informasi yang dapat diakses oleh masyarakat melalui media
sosial dan platform online.
2. Pendidikan dan Kesadaran
• Kampanye edukasi yang difasilitasi oleh pemerintah untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak globalisasi dan
teknologi terhadap nilai-nilai toleransi.
• Integrasi materi pendidikan tentang keberagaman dan toleransi
dalam kurikulum sekolah.
Namun, langkah-langkah tersebut juga memungkinkan timbulnya
hambatan atau tantangan seperti Kesulitan teknis dan birokratis dalam
menyaring konten secara efektif tanpa mengekang inovasi dan kreativitas.
d. Implementasi kebijakan dan penegakan hukum oleh pihak berwenang
dalam menghadapi kasus intoleransi. Konstitusi yang mengatur kasus
intoleransi terasa sudah maksimal. Namun, dalam pengimplementasiannya
masih belum maksimal. Kasus intoleransi terjadi karena adanya penegakan
hukum yang kurang baik. Diperlukan adanya pendampingan dan
sosialisasi secara komperensif terhadap aparat penyelenggara negara
mengenai kasus intoleransi. Karena hal ini memungkinkan adanya
ketidakpahaman pada oknum penyelenggara pemerintah terkait kebijakan
mengenai kasus intoleransi. Jika pihak pemerintah bisa menegakkan
hukum, maka selanjutnya akan lebih mudah untuk mensosialisasikannya
kepada seluruh elemen masyarakat. Meskipun begitu, pada intinya, semua
pihak harus bekerja sama dalam memberantas kasus intoleransi yang
terjadi di Indonesia. Adapun cara untuk meningkatkan kualitas penegakan
hukum:
- Memperkuat kapasitas aparat penegak hukum melalui pelatihan dan
pendidikan terkait penanganan kasus intoleransi.
- Memastikan bahwa aturan hukum terkait intoleransi
diimplementasikan secara konsisten dan adil.
- Pendampingan dan Sosialisasi:
- Mengadakan program pendampingan dan sosialisasi yang
komprehensif bagi aparat penegak hukum terkait kasus intoleransi.
- Meningkatkan pemahaman mereka terhadap isu-isu keberagaman dan
toleransi.
- Pelibatan Masyarakat
- Melibatkan masyarakat dalam proses penegakan hukum, termasuk
melalui mekanisme pelaporan dan kerjasama aktif dalam pencegahan
intoleransi.
- Transparansi dan Akuntabilitas
- Memastikan akuntabilitas aparat penegak hukum dalam menangani
kasus intoleransi.

Namun terdapat juga hambatan yang ditimbulkannya, antara lain:

- Ketidaksetaraan Penegakan Hukum


- Adanya risiko ketidaksetaraan dalam penegakan hukum terkait kasus
intoleransi, terutama jika ada intervensi politik atau kepentingan
tertentu.
- Ketidakpahaman Aparat Penegak Hukum:
- Tantangan dalam memastikan bahwa seluruh aparat penegak hukum
memahami secara menyeluruh isu-isu intoleransi dan berbagai konteks
keberagaman di masyarakat.

D. Evaluasi Potensi Keberhasilan Solusi

Setelah mengetahui solusi dan bagaimana pengimplementasiannya, kita


juga perlu meninjau potensi dari setiap solusi-solusi tersebut dalam mencegah
atau mengatasi kasus intoleransi ini.

a. Pendampingan dan sosialisasi dari pemerintah dalam menangani kasus


intoleransi memiliki potensi keberhasilan yang lebih tinggi. Pemerintah
dapat memulai dengan menyusun kebijakan yang mendukung pendekatan
inklusif dalam pendidikan, mengintegrasikan nilai-nilai toleransi dalam
kurikulum, dan memberikan pelatihan kepada pendidik.Dalam konteks
sosialisasi, pemerintah dapat mengadakan kampanye publik yang
mempromosikan dialog antarbudaya, menggandeng tokoh masyarakat, dan
menyelenggarakan acara komunitas untuk membangun jembatan antar
kelompok. Keterlibatan aktif pemerintah dalam menyuarakan nilai-nilai
toleransi melalui media dan platform daring dapat membentuk narasi positif
yang meresapi masyarakat.
Dampak positif yang dapat dihasilkan termasuk peningkatan kesadaran
masyarakat akan pentingnya toleransi, penurunan tingkat intoleransi, dan
peningkatan keterlibatan dalam kegiatan bersama. Selain itu, hal ini dapat
menciptakan atmosfer yang mendukung bagi individu untuk merayakan
keberagaman dan menghormati hak asasi manusia.Namun, perlu diingat
bahwa keberhasilan solusi ini juga tergantung pada partisipasi aktif
masyarakat dan ketersediaan sumber daya yang memadai. Oleh karena itu,
pemerintah perlu memastikan bahwa langkah-langkah ini diterapkan secara
konsisten dan berkelanjutan untuk mencapai perubahan sosial yang positif
dalam jangka panjang.

b. Kerja sama antara pemerintah dengan lembaga atau organisasi masyarakat


memiliki potensi besar untuk berhasil mengatasi kasus intoleransi.
Pemerintah dapat memberikan dukungan finansial, regulasi yang
mendukung, dan bimbingan kebijakan, sementara lembaga atau organisasi
masyarakat membawa pemahaman mendalam tentang kondisi lokal dan
keterlibatan langsung dengan komunitas.
Dampak positif yang dapat dihasilkan termasuk pembentukan kemitraan
yang kuat antara sektor publik dan swasta, serta peningkatan efisiensi dalam
implementasi program-program pencegahan intoleransi. Keberhasilan solusi
ini juga dapat memperkuat jaringan komunitas, mempromosikan dialog
antar kelompok, dan menciptakan lingkungan inklusif yang lebih
luas.Pentingnya keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan dan
pelaksanaan program dapat meningkatkan tingkat akseptabilitas dan
keberlanjutan inisiatif tersebut. Kerja sama ini dapat memberikan solusi
yang lebih holistik dan responsif terhadap kebutuhan unik setiap komunitas,
sehingga menciptakan dampak yang lebih berkelanjutan dalam
mengatasi intoleransi.

c. Pendekatan meminimalisir kasus intoleransi melalui Pendidikan memiliki


potensi keberhasilan yang signifikan. Pertimbangan awal melibatkan
perancangan kurikulum yang mencakup materi tentang toleransi,
keberagaman, dan hak asasi manusia di setiap tingkat pendidikan. Pelatihan
bagi pendidik juga penting agar mereka dapat menyampaikan materi ini
dengan efektif dan memberikan contoh sikap inklusif.Implementasi program
ekstrakurikuler seperti kelompok dialog antarbudaya, pertukaran siswa, atau
kegiatan seni yang mempromosikan keberagaman dapat memperkaya
pengalaman belajar. Penyelenggaraan seminar dan lokakarya yang
melibatkan orangtua, komunitas, dan pemimpin agama juga dapat
memperluas dampaknya ke luar ruang kelas.
Dampak positif yang diharapkan mencakup peningkatan kesadaran
masyarakat akan pentingnya toleransi, penurunan sikap intoleran, dan
peningkatan keterampilan komunikasi antar kelompok. Selain itu, generasi
yang terdidik dengan nilai-nilai toleransi memiliki potensi untuk menjadi
agen perubahan sosial yang lebih luas.Penting untuk mencatat bahwa
pendidikan sebagai solusi untuk intoleransi memerlukan komitmen jangka
panjang, dan pemantauan terus-menerus untuk mengevaluasi dampaknya.
Oleh karena itu, kerjasama erat antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan
masyarakat sangat penting dalam merancang dan
melaksanakan pendekatan ini.

d. Perlunya pemerintah dalam membatasi dan menyaring informasi dalam


perkembangan teknologi dapat memiliki potensi keberhasilan dalam
mengendalikan penyebaran konten intoleran dan merugikan. Pertimbangan
utama melibatkan pengembangan kebijakan yang seimbang antara
keamanan siber dan pelestarian kebebasan berbicara.Langkah-langkah
teknis, seperti algoritma cerdas dan penyaringan konten, dapat membantu
mencegah penyebaran informasi yang merugikan. Pemerintah perlu bekerja
sama dengan penyedia layanan internet untuk menetapkan standar yang
jelas tentang apa yang dapat dianggap sebagai konten intoleran dan
memberlakukan tindakan yang sesuai.
Dampak positif yang diharapkan mencakup pengurangan paparan
masyarakat terhadap konten intoleran, perlindungan terhadap kelompok
rentan, dan peningkatan kesadaran akan risiko disinformasi. Pembatasan
yang bijaksana juga dapat mendorong masyarakat untuk menjadi lebih kritis
terhadap informasi yang mereka terima, memupuk literasi digital yang lebih
baik.Namun, langkah-langkah ini juga memerlukan keseimbangan untuk
menghindari pelanggaran kebebasan berbicara. Oleh karena itu,
transparansi, partisipasi masyarakat, dan mekanisme peninjauan independen
adalah penting agar tindakan pemerintah tidak melampaui batas dan
mempertahankan prinsip-prinsip demokrasi.
e. Implementasi kebijakan dan penegakan hukum oleh pihak berwenang dalam
menghadapi kasus intoleransi memiliki potensi keberhasilan yang tinggi.
Pertimbangan awal melibatkan pembentukan kebijakan yang jelas dan tegas
untuk melawan intoleransi, melindungi hak asasi manusia, dan mendorong
inklusivitas.Penegakan hukum yang konsisten dapat mencakup penyelidikan
yang menyeluruh, penuntutan yang adil, dan hukuman yang sesuai bagi
pelaku intoleransi. Pemerintah perlu memiliki mekanisme untuk
mendeteksi, mengatasi, dan memberikan sanksi terhadap tindakan intoleran
dengan cepat.
Dampak positif yang diharapkan mencakup pengurangan insiden intoleransi,
peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap keadilan, dan penguatan
nilai-nilai demokrasi. Keberhasilan penegakan hukum juga dapat
membentuk deterrence, memperingatkan potensi pelaku intoleran tentang
konsekuensi tindakan mereka.Selain itu, pemberlakuan hukuman yang adil
dan transparan dapat memperkuat norma-norma sosial yang mendukung
keragaman dan toleransi. Ini memberikan sinyal kuat bahwa intoleransi
tidak akan ditoleransi dalam masyarakat, memperkuat fondasi untuk
kehidupan berdampingan yang damai dan inklusif.

E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil studi kasus yang telah dilakukan, kasus intoleransi yang
terjadi pada mahasiswa yang kursus di balai bahasa hampir sebagian
mengalaminya. Adapun faktor penyebab terjadinya kasus intoleransi
setelah hasil studi kasus:
-kurangnya pengetahuan dan pemahaman lingkungan mengenai
keberagaman
-adanya konflik terdahulu
-kurangnya komunikasi dan interaksi yang menyebabkan terjadinya
kesalahpahaman dan memicu konflik
-perbedaan adat dan kebudayaan
-ketidakadilan dari pihak aparatur negara dilihat dari pembangunan
infrastruktur
-Penegakan hukum yang lemah
Untuk mengatasi terjadinya kasus intoleransi, diperlukan solusi untuk
mencegahnya. Adapun solusi yang didapat setelah studi kasus yaitu:
-perlunya pendampingan dan sosialisasi dari pemerintah
-kerja sama Pemerintah dengan lembaga atau organisasi Masyarakat
-memeratakan pendidikan sebagai salah satu alat memberantas kasus
intoleransi
-pembatasan dan penyaringan informasi di tengah perkembangan
teknologi
-implementasi kebijakan dan penegakan hukum yang kuat

Dengan menerapkan solusi-solusi di atas sangat penting dalam mencegah


kasus intoleransi ini, masyarakat dapat menjadi lebih sadar, terbuka
terhadap perbedaan, dan memiliki alat untuk mengatasi ketidakpahaman.
Hal ini tidak hanya meminimalkan risiko kasus intoleransi, tetapi juga
membangun fondasi yang kokoh untuk kehidupan berdampingan yang
damai dan harmonis. Keberhasilan dalam menerapkan solusi-solusi ini
diharapkan kasus intoleransi di indonesia menjadi setidaknya sedikit
berkurang. Kasus intoleransi ini harus menjadi perhatian bagi semua pihak
karena akibat dari adanya intoleransi ini akan merusak kehidupan
berbangsa dan bernegara.

F. DAFTAR PUSTAKA

Dovidio, J. F., Love, A., Schellhaas, F. M. H., & Hewstone, M. (2017). Reducing
intergroup Bias through intergroup contact: Twenty years of progress and
future directions. Group Processes & Intergroup Relations, 20(5), 606-620.

Hewstone, M., Tausch, N., Cairns, E., & Niens, U. (2014). Intolerance of
intolerance: Testing the tools of democratic tolerance in social contexts.
Personality and Social Psychology Review, 18(1), 1-21.
Jetten, J., Haslam, C., & Haslam, S. A. (2012). The case for a social identity
analysis of Health and well-being. In S. A. Haslam, J. Jetten, & T. Postmes
(Eds.), The social Cure: Identity, health and well-being (pp. 61-78).
Psychology Press.

Kim, Y. Y., & Yun, S. (2019). Communication and intercultural conflict. In


Intercultural Communication competence (pp. 91-108). Routledge

Sunarno, A., Firman, F., Ikbal, A., & Indrawati, L. (2023) UPAYA
MEMINIMALISIR KASUS INTOLERANSI DALAM PENDIRIAN
TEMPAT IBADAH DEMI TERCIPTANYA KOHESI SOSIAL PADA
MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KALIMANTAN TENGAH.
Vol.3 Nomor 2, Maret 2023

Zikril, A., Dkk (2021) INTOLERANSI DI MASYARAKAT KARYA TULIS INI


MERUPAKAN TUGAS PROSPEKTIV 2021

Anonim. (2014). Strategi Penanganan Intoleransi: Sosialisasi Konstitusi dan


Regulasi Negara Secara Lebih Massif. Diakses dari website Badan Litbang
dan Diklat Kementrian Agama RI.
https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/berita/strategi-penanganan-intoleransi-
sosialisasi-konstitusi-dan-regulasi-negara-secara-lebih-masif

Farid. M. (2018). Memahami Intoleransi dalam Ruang Publik.


https://geotimes.id/opini/memahami-intoleransi-dalam-ruang-publik/

Romanti. (2023). Cara Mencegah Intoleransi dalam Dunia Pendidikan.


https://itjen.kemdikbud.go.id/web/cara-mencegah-intoleransi-dalam-dunia-
pendidikan/

Suprihatien. T. (2020). Strategi Memastikan Intoleransi di Sekolah Tidak


Terulang. https://www.pintar.tanotofoundation.org/strategi-memastikan-
intoleransi-di-sekolah-tidak-terulang/

Sari. W. (2022). Mubadalah.id: Penyebab dan Cara Mengatasi Intoleransi di


Indonesia. https://www.atmago.com/berita-warga/mubadalah-id-penyebab-
dan-cara-mengatasi-intoleransi-di-indonesia_167759e9-c16b-415e-96f9-
ea854d105903

Suryatmojo. H. (2020). Cendikiawan: Intoleransi muncul karena penegakan


hukum tidak baik. https://www.antaranews.com/berita/1862228/cendikiawan-
intoleransi-muncul-karena-penegakan-hukum-tidak-baik

Anonim. (2014). Strategi Penanganan Intoleransi: Sosialisasi Konstitusi dan


Regulasi Negara Secara Lebih Massif. Diakses dari website Badan Litbang dan
Diklat Kementrian Agama RI.
https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/berita/strategi-penanganan-intoleransi-
sosialisasi- konstitusi-dan-regulasi-negara-secara-lebih-masif

Rusdi. M. (2021). Penanganan Intoleransi Oleh Pemerintah Daerah Istimewa


Yogyakarta https://ejournal.widyamataram.ac.id/index.php/pranata/article/view/
266

Tanamal. N. (2016). Implementasi Nilai Pancasila Dalam Menangani Intoleransi


Di Indonesia
http://jurnal.lemhannas.go.id/index.php/jkl/article/view/341

Anda mungkin juga menyukai