Anda di halaman 1dari 11

Dinamika Intoleransi di Lingkungan Sekolah: Analisis Persepsi dan Pengalaman Siswa

Kelompok Intoleransi :
 Chelsea Simatupang (5)
 Engelia Sijabat (11)
 Erinne Brahmana (12)
 Felice Harianja (13)
 Hansen Maitias Ginting (15)
 Jessyca Purba (17)
 Josephine Marpaung (18)
 Sammuel Simanjuntak (28)
 Santauli Graziela Situngkir(29)
 Sesilia Purba (30)
 Stefani Silalahi (32)
 Tabita Angelica Karo-karo (33)

SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN

KELAS XI-MB 5

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia terdiri dari masyarakat multikultural yang harus dihormati,
dijunjung tinggi dan terus dipertahankan karena dengan adanya keberagaman inilah
yang membuat berdirinya bangsa Indonesia. Keberagaman yang dimiliki seperti suku,
ras, agama, gender, ekonomi, status kehidupan dan lain sebagainya. Dengan adanya
berbagai perbedaan ini banyak perilaku antar sesama yang membeda-bedakan, hal ini
dapat disebut dengan intoleransi.
Intoleransi bukan merupakan kondisi yang baik karena akan memunculkan
permasalahan dalam hidup bermasyarakat seperti perselisihan. Intoleransi adalah
sebuah paham atau pandangan yang mengabaikan seluruh nilai-nilai dalam toleransi
yaitu perasaan empati kepada orang atau kelompok lain yang berasal dari kelompok,
golongan, atau latar belakang yang berbeda. Umumnya, intoleransi berupa tindakan-
tindakan yang menolak orang-orang yang dianggap atau dipandang berbeda dari diri
atau kelompoknya, seperti penghindaran, diskriminasi, ucapan kebencian,
penyingkiran atau peminggiran, bahkan tindak kekerasan.
SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN atau sering disebut dengan STOSA
merupakan salah satu sekolah yang didalamnya terdapat beberapa perbedaan. Sekolah
jenjang menengah atas ini dipegang agama katolik oleh Yayasan Don Bosco
Keuskupan Agung Medan. Besar cakupan siswa-siswi STOSA adalah beragama
Kristen Katolik dan Protestan, memiliki suku yang berbeda antar sekitar, gender yang
berbeda antar sesama. Selain itu, perbedaan asal-usul dan ekonomi. Hal ini membuat
siswa-siswi STOSA merasa jauh satu sama lain, karena perbedaan ini membuat pihak-
pihak merasa kelompoknya paling unggul dibanding kelompok lain dan sulit
menerima sesuatu. Sedangkan kelompok yang lain akan merasa tersingkirkan.
Semuanya menimbulkan sikap intoleransi atau tidak pengertian dalam hidup
berdampingan sebagai masyarakat. Sikap intoleransi yang terus dilakukan hanya
dapat menimbulkan konflik yang berujung pada perpecahan atau keretakan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara . Oleh sebab itu, hidup ditengah keberagaman
seperti Indonesia ini, tiap individu harus memiliki sikap toleransi yang tinggi agar
dapat tetap berdampingan.

1.2 Identifikasi
Adapun Faktor Intoleransi di Lingkungan Sekolah yaitu :
1. Status Sosial Ekonomi
Ketimpangan kondisi finansial dan ekonomi serta kemiskinan menjadi faktor yang
berhubungan dan memengaruhi terjadinya sikap intoleransi. Terkadang ada
sekelompok orang yang merasa bahwa kelompok masyarakat yang berada di
bawahnya secara status ekonomi bukan menjadi bagian dari levelnya. Contoh :
kondisi finansial orangtua yang rendah dari seorang siswa/i akan menjadi penyebab
mengapa siswa/i itu dikucilkan
Sedangkan Intoleransi akibat status sosial terjadi karena perbedaan jabatan maupun
asal usul seseorang. Contoh : Seorang siswa/i yang lahir dari keluarga terpandang akan
merasa dirinya lebih berkuasa dibandingkan dengan mereka yang hanya lahir di kalangan
menengah ke bawah

2. Asal Usul
Asal Usul merupakan salah satu penyebab terjadinya Intoleransi di lingkungan
sekolah. Berdasarkan survei yang sudah dilakukan, siswa/i SMA St. Thomas 1 Medan
rata rata merupakan anak rantau yang datang dari luar kota. Intoleransi bisa terjadi
dikarenakan mereka yang merantau memiliki logat ataupun kebudayaan yang berbeda
jauh dengan tempat yang ditinggalinya sekarang sehingga orang orang beranggapan
bahwa kebudayaan lama dia sangat aneh.

3. Suku
Suku merupakan salah satu penyebab intoleransi dimana suatu kelompok akan
menilai seseorang berdasarkan daerah asal orang tersebut.
Contoh : Jika seseorang dari suku tertentu melakukan hal yang bertentangan dengan
norma sosial, maka masyarakat akan memberikan pandangan buruk terhadap suku
tersebut.

4. Gender
Intoleransi terhadap gender dapat mencakup sikap, perilaku, atau kebijakan
yang diskriminatif terhadap seseorang berdasarkan jenis kelamin atau identitas gender
mereka. Diskriminasi berdasarkan gender yang percaya bahwa laki laki lebih superior
dibandingkan Perempuan
Contoh : Ketidaksetaraan dalam distribusi kekuasaan antara pria dan wanita dapat
menciptakan lingkungan yang mendukung intoleransi dan diskriminasi. Keyakinan
dan stereotip yang memandang bahwa pria dan wanita harus memainkan peran
tertentu dalam masyarakat dapat menciptakan ketidaksetujuan terhadap individu yang
tidak sesuai dengan stereotip tersebut.

5. Agama
Intoleransi agama merupakan sikap atau perilaku diskriminatif yang dilakukan
terhadap kelompok agama tertentu. Intoleransi agama dapat muncul dalam berbagai
bentuk seperti pengusiran, kekerasan fisik dan perlakuan yang tidak adil. Intoleransi
beragama ini biasanya terjadi karena kurang nya pemahaman seseorang tentang suatu
agama dan biasanya terlalu menganggap agama nya lebih baik/benar daripada agama
yang lain.

6. Ras
Ras adalah faktor penyebab intoleransi karena adanya perbedaan perilaku atau
ketidaksetaraan yang didasarkan pada warna kulit, suku, ras serta asal usul seseorang.
Contoh : Penghinaan rasial ataupun penolakan kerjasama dengan seseorang hanya
karena warna kulit atau etnisnya
1.3 Batasan Masalah
Kelompok kami meneliti 4 faktor penyebab terjadinya Intoleransi di lingkungan sekolah,
yakni :
1. Status Ekonomi dan sosial
2. Suku
3. Asal Usul
4. Gender

1.4 Rumusan Masalah


1. Sejauh mana siswa/i menunjukkan keterbukaan terhadap perbedaan gender?
2. Bagaimana sikap siswa/i terhadap keberagaman suku?
3. Bagaimana perlakuan siswa/i terhadap teman dengan status sosial dan ekonomi yang
berbeda?
4. Bagaimana keterbukaan siswa/i terhadap keberagaman daerah asal yang ada?
5. Apakah terdapat indikasi bahwa guru-guru menunjukkan sikap intoleransi dalam
interaksi mereka dengan siswa?

1.5 Tujuan Penelitian


1. Mengidentifikasi dan memahami tingkat keterbukaan siswa/siswi terhadap perbedaan
gender
2. Menganalisis sikap siswa/siswi terhadap keberagaman suku
3. Menganalisis bagaimana siswa/siswi berinteraksi serta memperlakukan teman-teman
mereka yang memiliki status sosial dan ekonomi yang berbeda
4. Menganalisis tingkat keterbukaan siswa/siswi terhadap keberagaman daerah asal
5. Mendeteksi dan menganalisis indikasi sikap intoleransi yang mungkin ditunjukkan
oleh guru-guru dalam interaksi mereka dengan siswa.

1.6 Manfaat Penelitian


1. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan bahan penelitian menjadi bahan
pertimbangan serta indikator di kehidupan masyarakat SMA St Thomas 1 Medan.
2. Bagi sekolah
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi lembaga sekolah yaitu SMA
St Thomas 1 dan menjadikan hasil penelitian sebagai bahan untuk mengkaji kondisi
intoleransi di sekolah.
3. Bagi masyarakat umum
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
bagaimana kondisi intoleransi di kehidupan masyarakat tepatnya di lingkungan SMA
St Thomas 1 dan cara untuk menyikapi hal tersebut.
BAB II
KAJIAN TEORI

Indonesia dengan karakteristik multikultural menjadikannya kaya akan kebhinekaan,


mulai dari suku, budaya, ras, agama, dan bahasa. Karakteristik multikultural tersebut tentunya
tidak jarang membawa konflik. Multikultural mengacu pada banyaknya perbedaan budaya.
Dengan adanya perbedaan budaya, kehidupan bermasyarakat seakan terpisah ke dalam
berbagai kelompok atau golongan. Apabila suatu perbedaan tidak dihadapi dengan baik,
maka akan terjadi intoleransi. Definisi intoleran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah tidak tenggang rasa; tidak toleran. Intoleran adalah tindakan negatif yang dilatari oleh
simplifikasi-palsu, atau “prasangka yang berlebihan” (Hunsberger). Jadi, intoleransi adalah
sebuah paham atau pandangan yang mengabaikan seluruh nilai-nilai dalam toleransi yaitu
perasaan empati kepada orang atau kelompok lain yang berasal dari kelompok, golongan,
atau latar belakang yang berbeda.

Di Indonesia, penyebab terjadinya sikap intoleransi semakin menguat adalah pertama,


globalisasi. Perkembangan situasi global ini menyebabkan mengikisnya nilai-nilai ketimuran,
salah satunya yaitu sikap toleransi. Kedua, demokrasi yang dikuasai oleh “low class”.
Kondisi di Indonesia didominasi oleh masyarakat kelas bawah (low class) yang dimana
cenderung ingin melakukan suatu perubahan yang cepat, kritis, tetapi tidak rasional.
Kemudian, hal ini dapat dianggap sebagai kondisi yang sebebas-bebasnya. Terlebih lagi,
Indonesia sangat majemuk, dari sisi agama, budaya, etnis,dan lain sebagainya. Seiring
berjalannya waktu, perubahan ini akan dicari dan dapat menimbulkan nilai primordialisme.
Ketiga, perkembangan media sosial. Dari perkembangan media sosial ini, intoleran dapat
disebarluaskan. Perkembangan media sosial ini termasuk tantangan bersama untuk
memerangi intoleransi. Di sisi lain, media sosial juga memiliki dampak positif. Maka dari itu,
kita harus mengantisipasi dampak negatif media sosial dengan memberikan edukasi
mengenai toleransi. Selain itu, perbedaan adat istiadat juga dapat menjadi pemicu terjadinya
kasus intoleransi. Faktor adat istiadat ini menyebabkan konflik yang dilatarbelakangi
fanatisme/ fanatik kesukuan.
Intoleransi dapat terjadi di semua kalangan, termasuk anak-anak dan siswa. Ya,
perilaku yang ditiru oleh anak-anak dapat mencakup sikap intoleransi jika mereka meniru
atau mengamati sikap intoleran dari orang dewasa atau figur yang menjadi panutan mereka.
Anak-anak cenderung meniru perilaku yang mereka lihat di lingkungan sekitar, termasuk
perilaku negatif atau sikap intoleran terhadap kelompok tertentu. Jika anak-anak terpapar
pada sikap intoleransi dari orang dewasa, teman sebaya, atau media, mereka dapat
menginternalisasi sikap tersebut dan mengekspresikannya dalam perilaku mereka sendiri.
Misalnya, jika anak-anak melihat orang dewasa atau figur panutan mereka menunjukkan
diskriminasi terhadap kelompok berbeda, anak-anak dapat meniru perilaku tersebut tanpa
memahami sepenuhnya implikasinya.
Apabila paparan sikap intoleransi ini terus terjadi di lingkungan anak, maka sikap dan
perilaku intoleran dapat mengakar dalam diri seorang anak dan menjadi kebiasaan baginya
hingga ia menginjak bangku sekolah bahkan hingga menjadi dewasa. Dari bentuk-bentuk
kecil intoleransi, apabila terus menjadi kebiasaan bagi seorang anak, maka bentuk intoleransi
tersebut akan semakin parah dan dapat menjalar ke bentuk-bentuk penyimpangan.
Intoleransi dalam dunia pendidikan adalah masalah yang sering terjadi di Indonesia.
Intoleransi bahkan menjadi satu dari tiga dosa besar dalam dunia pendidikan, bersanding
dengan perundungan dan kekerasan seksual. Intoleransi dapat terjadi antara siswa dengan
siswa lainnya, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru, atau antara sekolah dengan
sekolah lainnya. Intoleransi dapat muncul dalam berbagai bentuk seperti rasisme, seksisme,
diskriminasi agama, atau diskriminasi lainnya. Intoleransi dapat memiliki dampak yang buruk
pada lingkungan belajar, kesehatan mental siswa, dan pencapaian akademik mereka.
Intoleransi yang dilakukan siswa dan anak-anak dapat muncul dalam berbagai bentuk,
antara lain, yang pertama, yaitu diskriminasi dan pengucilan. Siswa dapat terlibat dalam
tindakan diskriminatif, seperti mengucilkan atau mengecualikan teman sebaya berdasarkan
perbedaan seperti suku, agama, gender, atau orientasi seksual. Yang kedua, stereotip dan
prasangka. Sikap intoleran dapat tercermin dalam pembentukan dan penyebaran stereotip
negatif terhadap kelompok tertentu, yang dapat memengaruhi interaksi dan persepsi mereka
terhadap orang lain. Ketiga, tindakan rasisme. Anak-anak dan siswa dapat menunjukkan
perilaku rasialis, seperti memilih teman sebaya berdasarkan warna kulit atau memajukan
tindakan yang mendiskriminasi berdasarkan ras. Lalu, keempat, intoleransi terhadap difabel.
Anak-anak mungkin menunjukkan sikap intoleran terhadap teman sebaya yang memiliki
kecacatan atau difabel, baik melalui ejekan, pelecehan, atau pengucilan. Kelima, intoleransi
terhadap perbedaan agama. Siswa dapat menunjukkan perilaku intoleran terhadap teman
sebaya berdasarkan perbedaan agama, yang bisa tercermin dalam ejekan, penolakan, atau
pengecualian. Keenam, yaitu bullying dan pelecehan. Anak-anak mungkin menunjukkan
perilaku intoleran melalui tindakan bulling, pelecehan verbal, atau pelecehan fisik terhadap
teman sebaya yang dianggap berbeda.
Penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi perilaku intoleransi sejak dini melalui
pendekatan pendidikan yang mempromosikan inklusivitas, pemahaman, dan penghargaan
terhadap keberagaman. Melibatkan siswa dalam dialog terbuka, membangun keterampilan
empati, dan menciptakan lingkungan yang mendukung dapat membantu mengurangi bentuk
intoleransi di kalangan siswa dan anak-anak.
Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi perilaku intoleransi
sejak dini melalui pendekatan pendidikan yang mempromosikan inklusivitas, pemahaman,
dan penghargaan terhadap keberagaman. Melibatkan siswa dalam dialog terbuka,
membangun keterampilan empati, dan menciptakan lingkungan di sekitar anak-anak yang
mempromosikan sikap inklusif, pemahaman, dan toleransi. Selain itu, Memberikan contoh
perilaku positif, berbicara terbuka tentang keberagaman, dan memberikan pemahaman
tentang pentingnya menghargai perbedaan dapat membantu mengurangi risiko anak-anak
meniru perilaku intoleran. Dukungan dari orang dewasa, pendidik, dan komunitas dapat
memainkan peran kunci dalam membentuk pandangan anak-anak terhadap keberagaman dan
meminimalkan sikap intoleransi.

BAB III

METODOLOGI

3.1 Setting Penelitian


1. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dimulai pada tanggal 7 November 2023 sampai tanggal 24
November 2023 dari tahap prasurvei hingga penelitian ini selesai dilaksanakan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Santo Thomas 1 Medan. Secara spesifik
Penelitian ini dilaksanakan pada seluruh siswa dan siswi SMA Santo Thomas 1
Medan yang berada di kelas X , kelas XI dan juga kelas XII.
3. Penyelenggara Penelitian
Penelitian ini diselenggarakan berkelompok oleh kelas XI. Secara spesifik
penelitian ini dilakukan oleh kelas XI MB 5 bagian kelompok intoleran

3.2 Populasi dan Sample


Penelitan tentang intoleransi ini dilakukan terhadap siswa siswi SMA St
Thomas 1, Medan. Jumlah seluruh siswa yaitu sebanyak 1.298 siswa.
Maka, kami mengambil 2 kelas untuk dijadikan sebagai sampel yaitu kelas 10 MB 4
sebanyak 36 siswa dan 11 MB 4 sebanyak 36 siswa sehingga total seluruh sampel
yang kami ambil yaitu sebanyak 72 orang. Tetapi responden hanya
sebanyak 27 orang.

3.3 Alat Pengumpul Data


Alat Pengumpul data yang kami gunakan berupa kusioner berbasis link dengan
menggunakan google form

3.4 Teknik Pengolahan Data


Pengolahan Data yang kami gunakan adalah pengolahan data yang sederhana dengan
menyimpulkan presentase jawaban responden yang disajikan dalam bentuk diagram.

BAB IV
HASIL PENELITIAN
- Asal Usul
Kelas X Kelas XI
Pelaku Pelaku
4% 20%
Korban Korban
29% Netral Netral

67%
80%

Laki-laki Perempuan
6%
Pelaku Pelaku
Korban 22% Korban
28% Netral Netral

67%
78%

- Suku

Kelas X Kelas XI
4% 4% 7%
Pelaku Pelaku
Korban Korban
Netral 20% Netral

73%
92%

Laki-laki Perempuan
6% 6%
6%
Pelaku Pelaku
Korban Korban
28% Netral Netral

67%
89%

- Jenis Kelamin
Kelas X Kelas XI
Pelaku Pelaku
13%
Korban 27% Korban
46% Netral Netral
54%

60%

Laki-laki Perempuan
11%
Pelaku Pelaku
Korban Korban
28%
Netral Netral
50% 50%

61%

- Status Sosial dan Ekonomi

Kelas X Kelas XI
4% 7% 10%
Pelaku Pelaku
Korban Korban
25%
Netral Netral

71%
83%

Laki-laki Perempuan
11%
Pelaku Pelaku
22% 22% Korban Korban
Netral Netral

89%
56%

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang kami dapatkan dari angket yang sudah kami bagi di 2
kelas di SMA St Thomas 1 Medan, intoleransi merupakan hal yang sering ditemui,
baik dari sesama siswa maupun dari guru. Namun kasus intoleransi seperti ini sudah
dimaklumi oleh warga sekolah, hal ini bisa kita lihat dari data yang membuktikan
bahwa guru merupakan pelaku tindakan intoleransi paling banyak di sekolah. Korban
korban perilaku intoleransi yang merasa mendapat perlakuan tidak adil dari guru
yang mengajar mereka.

Anda mungkin juga menyukai