Ariawan Adinata - Makalah Kewarganegaraan UAS
Ariawan Adinata - Makalah Kewarganegaraan UAS
KEWARGANEGARAAN
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Ujian Akhir Semester mata kuliah
Kewarganegaraan pada
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Ariawan Adinata
NIM 225040107111025
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Dari beberapa kasus yang telah terjadi, maka dapat terlihat bahwa dalam perbuatan
kekerasan atas nama agama pastinya memiliki penyebab yang mendasarinya. Sehingga
menimbulkan banyak penafsiran kelompok tentang penyebab terjadinya kekerasan yang
mengatasnamakan agama. Sebagian lagi melakukan pembenaran kekerasan atas nama
agama yang hingga saat ini terus berlangsung di Indonesia maupun di negara-negara
lainnya. Sehingga, dibutuhkanlah suatu sikap dalam menghadapi intoleransi tersebut yang
perlu kita ambil dan kita lakukan kedepannya melihat dari berbagai penyebab yang
mendasarinya.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Intoleransi
Dalam sikap intoleransi dasarnya terdapat dua kata kunci yang berperan sebagai
prinsip utamanya yaitu: Kesenjangan (intent) dan tidak-mengganggu (non-interfence).
Dalam buku Religion, Tolerance, and Intolerance: Views from across the diciplines
karya Russell Powell dan Steve Clarke mereka memosisikan dua sikap yaitu “tidak
mengganggu” sebagai inti dari toleransi dan harus bersifat secara langsung atau dengan
sengaja terhadap orang lain maka seseorang tersebut dapat dikatakan tolerean.
Sehingga, suatu kesengajaan menjadi suatu prinsip keharusan yang sangat penting,
dimana apabila seseorang tidak mengganggu orang lain yang berbeda hanya karena
mereka acuh dan abai, maka orang tersebut belum dapat dikatakan toleran.
Intoleransi merupakan sikap yang tidak terjadi begitu saja, melainkan tentunya
ada faktor penyebab yang melataarbelakangi munculnya sikap intoleransi. Faktor yang
membuat sikap ini muncul dapat disebabkan atas kepribadian, pengetahuan, hubungan
dengan kekuasaan, serta rasa menganggap suatu golongan benar (Halimah, 2018).
Sehingga di Indonesia dapat kita lihat suatu sikap intoleransi ini muncul akibat
adanya sikap eksklusivitas dari beberapa kelompok tertentu yang pada hal ini mudah
menghakimi atau mengkafiri orang lain menurut diskusi yang digelar oleh International
Center for Islam and Pluralism. Penyebab lain yang berpotensi menyebabkan
terjadinya intoleransi adalah karena faktor adanya globalisasi dimana masyarakat dapat
dengan mudah bertukar informasi. Hal ini dapat dijadikan suatu ajang untuk
mempelajari budaya lain dengan mudah. Seharusnya, hal ini mampu meningkatkan
toleransi yang disebabkan terbukanya masyarakat terhadap perbedaan. Namun,
sangatlah disayangkan bahwa masih banyak terjadi penyalahgunaan kesempatan
tersebut dimana masyarakat lebih mempergunakan keuntungan tersebut untuk
membanggakan golongan tersendiri yang mereka pilih. Hal ini tidak dapat sepenuhnya
dikatakan salah, namun bukan berarti masyarakat dapat dengan wewenangnya
menjatuhkan budaya lain.
Kasus konflik perpecahan sering terjadi pada suatu negara sejak dahulu hingga
saat ini. Apabila kita kembali berkaca pada Indonesia pada zaman dahulu, negara ini
menyimpan banyak sekali arsip kasus yang sempat berujung pada perpecahan. Sebagai
contoh ada pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Kelompok Separatis
Bersenjata di Papua, Konflik Sampit di Kalimantan, an Konflik Agama di Ambon.
Tidak lain beberapa contoh kasus tersebut dilatarbelakangi oleh rasa intoleransi serta
tentunya ada rasa etnosentrisme terhadap budayanya. Pada saat ini seiring
berkembangnya teknologi terutama pada kalangan anak muda sebuah teknologi
eksistensinya bagaikan pisau bermata dua yang dapat memberikan dampak positif serta
negative. Teknologi yang apabila kita manfaatkan dengan baik akan mempermudah
akses informasi serta berbagai manfaat lainnya. Namun, tidak menutup kemungkinan
keberadaan teknologi berkemungkinan menyebabkan suatu perpecahan dengan cara
memperluas penyebaran berita hoax terutama yang memicu perselisihan seperti adu
domba antar suku, ras, atau agama. Terlebih kepada rakyat dengan tingkat literasi
rendah, pada umumnya mereka akan lebih mudah percaya dengan isu hoax yang sedang
marak.
2.3 Toleransi
Istilah toleransi berasal dari Bahasa Latin, “tolare” yang memiliki arti sabar
terhadap sesuatu. Sehingga, sikap toleransi merupakan perilaku manusia untuk
mengikuti aturan, dimana seseorang akan saling menghargai, menghormati terhadap
perilaku orang lain. Toleransi dalam suatu konteks sosial budaya dan agama memiliki
arti sikap serta perbuatan yang melarang adanya satu sikap diskriminisasi terhadap
kelompok ataupun golongan yang berbeda paham serta pendapat dengan kita pada suatu
lingkup masyarakat, baik dalam lingkup agama, di mana kelimpok beragama maupun
suatu kelompok masyarakat memberikan tempat tersendiri bagi kelompok agama lain
untuk bebas berpendapat pada lingkungan hidupnya.
Toleransi bukan hanya sekedar sikap untuk menerima perbedaan satu sama lain,
mengakui, saling terbuka, saling mengerti adanya perbedaan dan tidak mempersoalkan
perkara perbedaan walaupun tidak sepakat, namun toleransi merupakan suatu hal yang
terdapat pada mekanisme social manusia guna menyikapi keberagaman dan pluralitas
agama. Dalam penerapannya sehari-hari, toleransi dapat dilihat secara langsung dari
aktivitas-aktivitas sosial yang dilakukan sehari hari pada lingkungan masyarakat secara
gotong-royong baik kegiatan dengan kepentingan umum maupun perseorangan.
Dalam pelaksanaannya, sikap toleransi tidak akan selalu berjalan dengan baik
benar. Tentunya akan ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya sikap toleransi,
diantaranya yaitu:
a.) Kultural-Teologis
b.) Institusional
c.) Psikologis
Dalam proses berjalannya toleransi tentunya tidak lepas juga dari kendala dalam
pelaksanaannya. Secara teoritis dan logis, semua umat beragama yang ada pastinya
menginginkan kehidupan damai tanpa konflik terlebih lagi apabila mengatasnamakan
agama. Pada dasarnya, tidak aka nada agama maupun paham yang mengajarkan hal
buruk berhubungan dengan kekerasan maupun konflik. Tetapi, pada kenyataan tahap
pelaksanaannya toleransi yang menjadi suatu jalan penyelesaian permasalahan ini
berjalan dengan kurang baik disebabkan beberapa penghambat ketika mewujudkan
toleransi antar umat beragama, yaitu :
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berbagai kasus negative yang telah terjadi diharapkan hanya menjadi catatan
khusus bagi berbagai pihak meliputi akademisi, pemerintah, aparat penegak hukum
yang diharapkan kedepannya tidak tercatat kembali berbagai hal negative yang terjadi.
Agar Indonesia selalu terjaga kedamaiannya seperti misi pengembangan sumber daya
manusia yang diusung oleh pemerintah yaitu “SDM Unggul Indonesia Maju” maka
dibutuhkan langkah strategis dan sistematis kemudian dijalankan secara konsisten oleh
seluruh warga dengan tidak menunjukkan sikap intoleransi dan antisosial pada
kehidupan bermasyarakat. Kemudian dari sisi akademis mampu memberikan
keselarasan antara Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dengan Pendidikan
Agama agar tidak terjadi ketimpangan antara softskill dan hardskill serta kesadaran
dalam bersikap, sehingga generasi muda nantinya tidak hanya kuat dalam berpikir
secara akademis namun juga dapat memperkuat dirinya dengan pengetahuan agama
yang dapat menuntun hidupnya dengan baik serta mengurangi potensi terjadinya sikap
intoleransi.
Daftar Pustaka
Shofiah, Fitriani (2020). Keberagaman dan Toleransi Antar Umat Beragama. Jurnal Studi
islemanan Volume 20, No.2, Tahun 2020. Retrieved from
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/analisis