A. PENDAHULUAN
Pada dasarnya orientasi skrining Hipotiroid adalah untuk mendeteksi hipotiroid
primer (permanen maupun transien) dan sesuai dengan rekomendasi “American Thyroid
Association" pemeriksaan primer TSH merupakan uji fungsi tiroid yang paling sensitf.
Peningkatan kadar TSH sebagai tanda yang cukup akurat digunakan untuk mendeteksi
hipotiroid kongenital primer. Khusus untuk negara yang masih menghadapi masalah
gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) seperti Indonesia, International Council for
Control of Iodine Deficiency Disorders (ICCIDD) menyatakan bahwa pemeriksaan
primer TSH untuk skrining Hipotiroid akibat kekurangan iodium pada ibu hamil
merupakan indikator yang sensitif dalam menentukan derajat kekurangan iodium. Juga
merupakan cara yang baik untuk memantau hasil program penanggulangan GAKI.
B. LATAR BELAKANG
Hipotiroid kongenital adalah rendahnya produksi hormon tiroid (kadar T4 di atas
persentil <10 dan TSH <10 mU/L) pada bayi baru lahir yang terjadi karena kecacatan
anatomis kelenjar tiroid, gangguan metabolisme tiroid, atau kekurangan iodium pada saat
intrauterine. Hormon tiroid sudah diproduksi dan diperlukan oleh janin sejak usia
kehamilan 12 minggu dan berfungsi untuk mengatur produksi panas tubuh, metabolisme,
pertumbuhan tulang, kerja jantung, mielinisasi syaraf pasca natal, serta tumbuh dan
kembang. Dengan demikian hormon ini sangat penting peranannya pada bayi dan anak
yang sedang tumbuh. Kekurangan hormon tiroid pada bayi pada masa awal kehidupan,
bisa mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan retardasi mental.
Kejadian hipotiroid kongenital bervariasi di berbagai negara yaitu 1:3000 - 4000
kelahiran hidup dengan penyebab tersering adalah defisiensi iodium. Kejadian hipotiroid
di Indonesia diperkirakan jauh lebih tinggi yaitu sebesar 1:1500 per kelahiran hidup dan
lebih sering ditemukan pada anak perempuan dari pada laki-laki dengan perbandingan
2:1. Hipotiroid kongenital dapat terjadi pada beberapa jalur seperti agenesis tiroid,
defisiensi yodium, dishormogenesis, kelainan kelenjar hipofisis, dan kelainan
hipotalamus yang berefek pada penurunan sintesis dan sekresi hormon tiroid sehingga
merangsang hipofisis mengeluarkan TSH lebih banyak.
Deteksi dini hipotiroid kongenital melalui skrining pada bayi baru lahir (BBL)
merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan generasi yang lebih baik. Skrining atau
uji saring pada bayi baru lahir (neonatal screening) adalah tes yang dilakukan pada saat
bayi berumur 2-5 hari untuk memilah bayi yang menderita kelainan kongenital dari bayi
yang sehat dengan cara mengambil sampel darah kapiler dari permukaan lateral kaki bayi
dan diteteskan pada kertas saring khusus untuk mendapatkan kadar TSH. Gejala yang
muncul pada hipotiroid kongenital antara lain: lidah menjadi tebal (makroglosi), suara
serak, hipotoni, hernia umbilikalis, konstipasi, perut buncit, tangan dan kaki teraba
dingin, disertai miksedema. Jika gejala klinis telah muncul maka dapat dipastikan
retardasi mental telah terjadi. Mengingat manifestasi klinis hipotiroid kongenital
merupakan petunjuk dari keterlambatan diagnosis sehingga penting dilakukan skrining
hipotiroid kongenital pada semua bayi baru lahir karena makin lambat diagnosis
ditegakkan makin rendah IQ.
Hipotiroid kongenital sangat jarang memperlihatkan gejala klinis pada awal
kehidupan. Bila gejala klinis sudah tampak, berarti ada keterlambatan penanganan. Tanpa
pengobatan anak dengan hipotiroid kongenital memiliki gejala yang semakin berat
dengan bertambahnya usia. Kunci keberhasilan pengobatan anak dengan hipotiroid
kongenital adalah dengan deteksi dini dan pengobatan sebelum anak berumur 1 bulan dan
apabila diagnosis hipotiroid kongenital tegak setelah usia 3 bulan maka penurunan IQ
akan menjadi sangat bermakna. Program skrining memungkinkan bayi mendapatkan
terapi dini dan memiliki prognosis yang lebih baik, terutama dalam perkembangan sistem
neurologis. Pengobatan secara dini dengan hormon tiroid dapat mencegah terjadinya
morbiditas fisik maupun mental. Pemantauan tetap diperlukan untuk mendapatkan hasil
pengobatan dan tumbuh kembang anak yang optimal.
D. TATA NILAI
Dalam melakukan pelayanan, petugas mengacu kepada tata nilai yang ada di puskesmas
Tombiano, diamana tata nilai tersebuat adalah “MAJULEA”
1. M : melayani berarti melayani dengan setulus hati dan selalu memberikan pelayanan
maksimal kepada masyarakat.
2. A : akuntabel berarti memberikan pelayanan kesehatan yang dapat di ukur dan di
pertanggung jawabkan.
3. J : jujur berarti dalam memeberikan pelayanan selalu mengutamakan kejujuran.
4. U : unggul berarti selalu berusaha meningkatkan mutu disegala bidang
5. L : lugas berarti pelayanan yang diberikan sesuai dengan pedoman dan standar
operasional pelayanan kesehatan serta profesionalisme kerja.
6. E : efektif dan efisien berarti pelayanan yang diberikan kepada masyarakat
memberikan hasil positif dan berguna untuk peningkatan derajat kesehatan
masyarakat serta mudah dijangkau oleh masyarakat.
7. A : aman berarti menjamin keamanan petugas, pasien, maupun lingkungan kerja.