Anda di halaman 1dari 3

RENUNGAN MINGGU

26 April 2020 – MINGGU PASKAH KEDUA

I PETRUS 1: 13-25
Lukas 24 : 13-35

TIDAK USAH PULANG KAMPUNG

Ada peribahasa yang berbunyi, bagai “Pungguk merindukan bulan”. Pungguk jenis burung
dari spesies elang yang suka memandang bukan pada malam hari. Dari sini muncul sebuah
peribahasa yang berarti mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau mustahil
untuk digapai. Bulan adalah alamat, sasaran, atau tujuan pengharapan untuk dicapai?
Apakah tidak mungkin? Amstrong dan Buzz Aldrin telah sampai di sana pada bulan Juli
1969. Mengapa bisa? Berkat teknologi ruang angkasa Amerika Serikat yang terkenal dengan
Apollo 11 yang diawaki oleh dua astronot itu dan tercatat sebagai manusia yang pertama
sampai di bulan.

Tetapi si Pungguk tidak bisa sampai di bulan. Mengapa? Ini tentang alasan apa yang
membuat bisa tidaknya mencapai bulan. Alasan ini kita sebuat dasar. Amstrong dan Buzz
mencapai bulan karena punya dasar yang memungkinkan, yakni teknologi super canggih.
Pesawat ruang angkasa. Si Pungguk punya dasar yang tidak memungkinkan baginya, dia
punya sayap. Tetapi dengan sayapnya itu tidak bisa buat si burung elang malam itu
menjawab kerinduannya.

Dalam I Petrus 1: 13 kita dapat menyimak tentang dasar pengharapan yang disebut dengan
“letakkanlah pengharapanmu”. Ungkapan ini menunjuk pada dasar pengharapan kita.
Dimana dan kepada siapa kita menaru sebuan pengharapan kita, tentu selalu disertai
dengan dasar apa kita menaruh harapan kita. Dasar kita selalu berbicara tentang sanggup
dan mau. Dalam ayat 13 ini berbicara tentang kepada siapa kita menaruh atau meletakkan
pengharapan kita, yakni kepada Yesus Kristus.

Yesus Kritus sanggup memenuhi pengharapan kita dan mau memenuhinya. Yesus Kristus
sanggup, hal mana telah dibuktikan dengan kebangkitan-Nya, yang sekaligus jaminan atas
kesanggupan-Nya. Yesus akan memenuhi pengharapan kita karena Dia mau. Artinya, adalah
suatu berkat atau kasih karunia bagi kita dari Yesus dalam memenuhi pengharapan kita.
Perhatikan kalimat dalam ayat 13, “atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu”.

Pengharapan kita dalam Yesus sering digambarkan dalam berbagai pengandaian. Satu di
antaranya adalah perumpamaan Tuhan Yesus tentang rumah yang dibangun di atas batu
(Matius 8: 24-27). Dasarnya kuat dan kokoh, tak goyah dan tidak rubuh terbawa arus bila
banjir melanda. Rumah didirikan dengan maksud dan tujuan apa? Dengan harapan apa?
Tentu agar menjadi hunian yang kuat dan kokoh, dapat tahan terhadap terjangan badai atau
ketika banjir datang melanda.

Pengharapan yang lemah, karana dasarnya lemah. Seperti halnya dua orang Emaus itu,
Kleopas dan temannya. Mereka tergolong murid Yesus ring dua. Mereka pulang kampung,
tinggalkan Yerusalem menuju Emaus. Semula mereka telah berketetapan meninggalkan
rumah, keluarga dan kampung halaman demi mengikut Yesus. Namun mereka terpaksa
pulang kampung karena peristiwa penyaliban Guru dan Pemimpin mereka. Harusnya
mereka tidak pulang kampung karena hari Minggu pagi itu ada berita yang disampaikan
rekan sepelayanan, yakni Maria Magdalena dan perempuan lainnya bahwa Yesus telah
bangkit dan telah menampakkan diri-Nya kepada mereka.

Namun dua orang Emaus itu pulang kampung karena mereka meletakkan pengharapan
mereka pada sebuah fakta, yakni Yesus Mati. Bukan pada berita dari para perempuan itu.
Yang lebih mengusai pikiran mereka adalah Yesus yang telah mati. Mati, ya mati. Apalagi
yang diharapkan dari kenyataan ini. Harapan mereka yang semula kepada Yesus, kini
hampir hilang dengan kekecewaan yang berat dan mendalam. Buktinya? Mereka pulang
kampung.

Meskipun dalam perjalanan mudik itu Yesus tiba-tiba muncul dan berjalan bersama mereka
namun mereka tidak mengenal Dia. “Ada sesuatu yang menghalangi mereka, sehingga
mereka tidak dapat mengenal Dia”. Apa penghalang itu? Sangsi, tidak sanggup percaya,
meresa tak berdaya lagi, dan sebaginya. Mereka lebih percaya pada yang terlihat oleh mata
mereka, yakni Yesus yang mati di kayu salib. Akibatnya pengharapan mereka untuk hidup
sebagai murid dan setia menjadi murid menjadi tak kesampaian.

Ketika tiba di Emaus dan masuk ke rumah mereka dan Yesuspun singgah karena mereka
mengundang Dia, dalam sebuah acara Yesus memecah-mecahkan roti dan mengucapkan
berkat atasnya, maka pada saat itulah mereka sadar bahwa orang yang menemani dalam
perjalanan itu sesungguhnya adalah Yesus yang telah bangkit. “Ketika itu terbukalah mata
mereka dan mereka pun mengenal Dia” (Luk 24: 31). Setelah melihat Yesus yang bangkit
apa yang terjadi kemudian? Dasar pengharapan mereka telah berganti total, dari Yesus
telah mati berubah seketika menjadi Yesus yang bangkit. Saat itu juga mereka balik,
tinggalkan kampung Emaus menuju Yerusalem. “Lalu bangunlah mereka dan terus kembali
ke Yerusalem” (ay 33). Kembali ke Yesusalem untuk untuk bersaksi, kembali melanjutkan
hidup dan pengharapan mereka. Dasar pengharapan akan menentukan arah atau orientasi
hidup kita, apa yang sepatutnya kita lakukan dan bagimana menjalaninya.

Meletakkan pengharapan kita pada dasar yang kokoh dan benar membuat kita tidak seperti
Pungguk yang merindukan bulan. Tidak ada yang mustahil, tidak ada kata “tidak mungkin”
bagi Tuhan Yesus. Kebangkitan-Nya menjadi bukti tentang bahwa tidak yang mustahilan
bagi-Nya. Dia sanggup dan berkenan memenuhi harapan-harapan kita, baik untuk nanti di
sana maupun untuk di sini sekarang ini. Dengan keyakinan kita ini, kita akan menjadi seperti
Amstrong Buzz yang mencapai bulan karena mereka percaya sepenuhnya kepada
kemampuan pesawat ruang angkasa itu.

Karena kita telah memiliki pengharapan yang kokoh dan agar kita tetap berpengang teguh
pada pengharapan kita itu, maka kita pun diingatkanagar kita tetap memiliki hikmat Allah.
Dengan hikmat Allah itu kita tetap mawas diri dan agar kita tidak bergeser dari dasar
pengharapan kita. Ini yang dimaksud, “siapkan akal budimu, waspadalah”. Mengapa?
Karena di dunia ini ada dan sering hadir tawaran-tawaran pengharapan palsu. Dengan
kewaspadaan iman, kita tidak akan terkecoh dan tidak terbuai. Dengan akal budi, yaitu
pikiran dan hati yang dicahayai oleh Roh Kudus, kita akan dapat membedakan yang mana
yang kokoh dan yang mana yang rapuh, yang alas dari batu dan yang alas dari pasir.

Di tengah berbagai masalah yang melanda kehidupan kita, khususnya masalah pandemi
Covid 19, kita menjadi orang-orang yang tangguh dalam berpengharapan kepada Allah,
pengharapan yang tetap yang tertuju kepada-Nya. Mungkin kita merasa cukup waktu
terluang karena stay at home, tidak sibuk kemana-mana. Meskipun demikian tak ada waktu
terluang buat kita untuk mengarahkan pengharapan kita kepada Allah. “Oleh Dialah kamu
percaya kepada Allah ….. sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju kepada Allah”. (I
Pet 1: 21). Teruju kepada Allah, itulah alamat pengharapan kita.

Tidak usah pulang kampung seperti orang Emaus itu. Tetaplah di hidup dan
pengharapanmu. Hidup bersama Tuhan Yesus dan berpengharapan dalam Sobat yang setia
itu.

AMIN

#luthertarukpdt
26042020

Anda mungkin juga menyukai