Anda di halaman 1dari 5

BAHAN SERMON GKPI RESSORT TANJUNG JABUNG INDAH EPISTEL

MINGGU QUASIMODOGENITI, 07 APRIL 2024 MAZMUR 133: 1 – 3


“KITA HIDUP DI DALAM TERANG”

Penghantar
Mazmur 133 adalah Kidung Pendakian – nyanyian untuk naik ke tempat yang tinggi.
Bagi orang-orang Yahudi pada zaman dahulu, tempat tinggi itu adalah Bait Suci di kota
Yerusalem. Seseorang secara harafiah “naik” ke Yerusalem. Kota ini memahkotai bukit dan
Kuilnya berdiri di atas “gunung”. Di tempat yang mulia ini, perbuatan tertinggi adalah beribadah
kepada Tuhan. Orang-orang Yahudi menyanyikan Mazmur 133 untuk mengungkapkan
kegembiraan mereka berkumpul untuk beribadah di Bait Suci, tempat Tuhan berjanji akan
menemui mereka. Mazmur menyampaikan berkat dan kehidupan kepada umat Allah. Dan itu
menyatakan kesatuan dalam iman. Tema-tema ini – kelimpahan dan kesatuan – mengalir dari
Mazmur 133.
Penjelasan Nas
Adalah baik dan menyenangkan apabila saudara-saudara tinggal dalam kesatuan.
Gagasan tentang saudara-saudara yang tinggal dalam kesatuan muncul dua kali dalam kitab
Kejadian, dan kedua kali saudara-saudara tidak dapat tinggal dalam kesatuan. Dalam Kejadian
13:6, tanah tersebut tidak mampu menampung tempat tinggal Abram dan Lot serta banyak ternak
mereka. Dalam Kejadian 36:6-7, Esau meninggalkan Yakub karena “harta mereka terlalu banyak
sehingga mereka tidak dapat tinggal bersama.” Jika ayat-ayat tersebut ada di balik Mazmur
133:1, kemungkinan besar ada gagasan bahwa Allah telah memberkati Kanaan dengan limpah—
seperti janji-Nya—dan semua anak-anaknya bisa tinggal bersama.
Penting juga untuk memperhatikan bahwa Mazmur 133 adalah apa yang disebut Kidung
Pendakian. Nyanyian Pendakian adalah mazmur yang dinyanyikan para peziarah saat mereka
melakukan perjalanan ke Yerusalem untuk merayakan perayaan wajib. Oleh karena itu, umat
Israel menyanyikan mazmur ini ketika mereka sedang bersama-sama dengan sesama umat Israel
menuju ibadah.
Kediaman saudara-saudara dalam kesatuan “seperti minyak yang mahal di kepala, yang
mengalir pada janggut, pada janggut Harun, yang mengalir pada kerah jubahnya”. Minyak
khusus, tentu saja, dituangkan ke atas kepala Harun dan anak-anaknya (dan keturunan mereka di
masa depan) untuk menguduskan mereka sebagai imam. Perumpamaan ini menghubungkan
kesatuan dengan kekudusan Harun. Kemungkinan juga ada hubungan antara kesatuan dan aroma
parfum yang menyenangkan.
Kediaman saudara-saudara dalam kesatuan juga “seperti embun Hermon yang jatuh di
pegunungan Sion!” Perumpamaan ini agak membingungkan, karena Hermon adalah gunung
tinggi yang berselimut salju di ujung utara Israel, dan Sion—Yerusalem—berada di ujung
selatan. Jadi bagaimana embun dari Hermon jatuh ke pegunungan Sion? Hal ini sama sekali
tidak jelas, namun yang jelas adalah bahwa Yerusalem berada dalam iklim yang gersang,
sehingga tumbuh-tumbuhan lebih bergantung pada embun dibandingkan curah hujan. Dengan
demikian, Tuhan dipandang memberkati tanah dan memberikan makanan kepada umatnya.
Daud mengakhiri mazmur ini dengan pemikiran yang sama: “Sebab di sanalah TUHAN
memerintahkan berkat, kehidupan selama-lamanya.”
Kesimpulan
Dua perumpamaan dalam mazmur ini sulit untuk dipahami; Daud paham maksudnya, dan
tentu saja orang Israel pada zamannya memahami perumpamaan tersebut. Namun, kebenaran
keseluruhan dari mazmur ini terpancar melalui: “Lihatlah, betapa baik dan menyenangkannya
bila saudara-saudara tinggal dalam kesatuan!”
Jadi apa yang Mazmur 133 ajarkan kepada kita tentang hidup bersama dalam kesatuan?
Hidup bersama dalam kesatuan itu baik, menyenangkan, dan pantas bagi kita sebagai saudara
seiman dalam Kristus. Sebagai orang percaya kita dipersatukan dengan Kristus, dan kita
dipenuhi dengan Roh Kudus. Persatuan umat Kristiani adalah anugerah Allah kepada kita – yang
mengalir di atas kita seperti minyak berharga di kepala Harun atau embun yang melimpah dari
Gunung Hermon. Tuhan mencurahkan berkat-Nya kepada umat-Nya saat kita menyembah Dia
dalam kesatuan dan menerima berkat hidup-Nya selama-lamanya. Saat kita mendekat kepada
Tuhan dalam ibadah, berkat Tuhan turun menemui kita. Tentu saja berkat terbesar dari semuanya
adalah Tuhan yang mendekat kepada kita. Amin
BAHAN SERMON GKPI RESSORT TANJUNG JABUNG INDAH EPISTEL
MINGGU MISERICORDIAS DOMINI, 14 APRIL 2024 1 YOHANES 3: 1-7
“CAHAYA WAJAH TUHAN MENYINARI KITA”

Penghantar
Bahasa penginjil yang penuh kasih, pengetahuan, dan anugerah kebenaran bagi anak-
anak Allah meresapi halaman-halaman ini namun berujung pada permohonan yang lebih
mendasar dan langsung. Kebanyakan pakar berpendapat bahwa surat-surat tersebut ditulis sekitar
satu dekade setelah Injil ditulis untuk mengatasi ancaman yang kemudian memecah-belah
komunitas gereja-gereja Yohanes. Rincian tambahan tentang dunia di balik teks-teks ini harus
diambil dari keprihatinan yang diungkapkan. 1 Yohanes 2:19-23 menunjukkan telah terjadi
perpecahan dalam masyarakat yang didasarkan pada penyangkalan terhadap Yesus sebagai
Kristus. Oleh karena itu, tujuan utama penulis menulis surat-surat ini adalah untuk
menghilangkan gagasan-gagasan yang memecah-belah ini dan mendorong persatuan dalam
komunitas.

Penjelasan Nas
Dua ayat pertama dari pasal 3 mengakarkan harapan penuh keyakinan ini pada apa yang
telah dilakukan Allah. Teks ini dimulai di mana kita harus selalu memulai, dengan kasih Tuhan
yang diberikan kepada kita. Isi dari kasih itu (atau mungkin akibat darinya) adalah kita disebut
“anak-anak Tuhan”. Ini bukan sekadar berharap atau berpura-pura; kita adalah apa yang Tuhan
nyatakan tentang kita. Tuhan dengan penuh kasih menyebut kita sebagai anak-anak Tuhan, dan
pernyataan itu menyatakan demikian. Kita menjadi anak-anak Allah bukan karena pilihan kita
atau karena pencapaian kita, namun karena kasih Bapa.
Pada ay. 2 menunjukkan penggenapan yang lebih besar dan masih belum terealisasi.
Kepenuhan makna menjadi anak-anak Allah hanya akan terungkap pada saat munculnya akhir
zaman. Namun bukan berarti kita tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Tuhan. Yesus sendiri
adalah masa depan kita, dan Tuhan bermaksud mengubah kita menjadi seperti Anak.
Tidak ada pola atau tujuan lain selain Yesus sendiri. Kabar baiknya bukanlah Yesus
membantu kita menjadi “lebih”, dengan mengisi kekosongan dengan nilai, kebajikan, atau cita-
cita apa pun yang kita pilih. Sebaliknya, kabar baiknya adalah Yesus sendirilah yang menjadi
tujuan dan anugerah itu. Yesus bukan hanya wujud kasih Allah di masa lalu terhadap kita melalui
inkarnasi, salib, dan kebangkitan; Yesus juga merupakan wujud anugerah terakhir Allah: untuk
menyelaraskan hidup kita dengan kasih Allah yang sempurna di dalam Anak.
Harapan akan masa depan itulah yang membentuk kehidupan saat ini. Pemuridan yang
setia berarti hidup sesuai dengan janji dan maksud Tuhan. Dengan demikian mereka yang
menjadi anak-anak Allah akan menjadi “murni” (ay.) dan “benar” (ay.7), “sama seperti Dia.”
Namun pada ay. 6 kita disinggung akan “dosa”, ada yang berpendapat bahwa maksud
penulis adalah selama, dan hanya sejauh, kita tetap berada di dalam Kristus, kita tidak dapat
berbuat dosa; ketika kita keluar dari keberadaan “di dalam Dia” kita mendapati diri kita berdosa.
Namun pada realisasinya sulit bagi kita untuk keluar dari keberdosaan itu. Menjadi anak Tuhan
tidak menjadikan semua perilaku Anda tidak berdosa.
Jadi, Ayat 3-7 merupakan nasihat yang tersirat: Jika kita tetap tinggal di dalam Yesus, dan
Ia tidak berdosa, maka kita juga tidak boleh berbuat dosa. 1 Yohanes tidak dapat membayangkan
menjadi anak Tuhan, percaya dan berharap kepada Yesus, dan tidak mencerminkan karakter
Yesus dalam kehidupannya sendiri. Namun kita tidak boleh bingung pada saat ini. Semua
pemuridan bertumpu pada pernyataan tentang diri kita yang sebenarnya: dikasihi oleh Allah,
anak-anak sekarang, dijanjikan bahwa kita akan menjadi seperti Yesus ketika Dia muncul.

Kesimpulan
Kita tidak sekadar disuruh menjadi lebih baik, berusaha lebih keras, atau membuang
dosa. Itulah tujuan kedatangan Yesus (ay. 5). Mungkin ketegangan ayat ini mengenai dosa
menemukan penyelesaiannya hanya dalam keyakinan bahwa oleh kasih karunia Allah kita pada
akhirnya akan menjadi seperti Yesus. Di sini, di masa Paskah, kita mempunyai identitas baru
karena kebangkitan Yesus, namun kita berharap dan menantikan hari ketika Yesus yang bangkit
akan kembali dan mengubah kita semua menjadi serupa dengan Dia. Amin
BAHAN SERMON GKPI RESSORT TANJUNG JABUNG INDAH EPISTEL
MINGGU JUBILATE, 21 APRIL 2024 MAZMUR 23: 1-6
“YESUS GEMBALA YANG BAIK”

Penghantar
Tuhan bisa saja membandingkan umat-Nya dengan apa pun di dunia ini. Dia bisa saja
berkata, "Umatku seperti beruang, mereka kuat!" Dia bisa saja berkata, "Umatku seperti singa,
mereka berani, tak kenal takut, dan berani!" Dia bisa saja berkata, "Umatku seperti rubah karena
mereka sangat cerdik dan bijaksana." Dia bahkan bisa saja berkata, "Umatku seperti merpati
karena mereka begitu damai dan lemah lembut."
Sebaliknya, ketika Tuhan menggambarkan umat-Nya. Dia menyebut mereka domba.
Seperti yang mungkin Anda ketahui atau mungkin tidak, domba bukanlah hewan paling cerdas
yang pernah muncul di bumi. Faktanya, mereka mempunyai reputasi sebagai hewan yang sangat
dangkal! Mereka dangkal dan tidak berdaya! Mereka membutuhkan seorang gembala untuk
merawat mereka. Mereka membutuhkan seorang gembala untuk melindungi mereka. Mereka
membutuhkan seseorang yang akan memenuhi kebutuhan terkecil mereka dan yang akan
memimpin mereka ke tempat yang mereka inginkan. Ketika Tuhan menyebut kita domba, itu
mungkin tidak terlalu menyanjung, namun itu tepat sasaran.

Penjelasan Nas
Mazmur ini umumnya digunakan dalam konteks kematian dan upacara pemakaman.
Namun bahasa dan gambaran mazmur ini mungkin lebih cocok untuk masa Paskah ketika Gereja
mencoba memahami bagaimana hidup dalam terang kebangkitan Kristus. Memang benar,
Mazmur 23 lebih tentang bagaimana seseorang hidup dalam hubungannya dengan Tuhan
dibandingkan bagaimana seseorang menghadapi kematian atau menemukan keamanan setelah
kematian.
Meskipun Mazmur 23 diucapkan oleh seorang individu, Mazmur ini berhubungan dengan
banyak teks yang menggabungkan pengalaman Israel. Perjanjian Lama mengaitkan
penggembalaan Allah dengan dua pengalaman penting dalam kehidupan bersama Israel: padang
gurun (Mazmur 77:20; 78:52-53; 80:1) dan pembuangan (Yesaya 40:11; 49:9-10).
Yang pertama berbicara tentang penyelamatan dan penyerahan Yahweh ke tanah
perjanjian; yang terakhir ini menawarkan harapan untuk kembali ke negeri itu. Pengalaman di
padang gurun khususnya bergema di seluruh Mazmur 23. Misalnya, “Aku tidak akan
kekurangan” mengingatkan kita pada Ulangan 2:7, yang menyatakan bahwa selama empat puluh
tahun di padang gurun, Bangsa Israel “tidak kekurangan apa pun;” “Dia menuntun aku di jalan
yang benar” mirip dengan Keluaran 15:13, yang mengatakan bahwa Tuhan membimbing Israel
ke tempat tinggal yang suci; “Engkau menyediakan meja di hadapan-Ku” mirip dengan Mazmur
78:19, yang menyatakan bahwa Allah dapat “menyiapkan meja di padang gurun” untuk manusia.
Metafora gembala, dengan segala ragam ekspresinya, mengangkat memori sejarah suatu
umat yang tergembala oleh Tuhan. Namun yang unik dalam Mazmur 23 adalah ungkapan
kepedulian Allah yang sangat pribadi. Tidak ada bagian lain dalam Alkitab yang mengatakan,
“Tuhan adalah gembalaku.” Di sinilah letak kunci semangat Mazmur 23 dalam kehidupan iman.
Puisi ini berangkat dari kesadaran komunal tentang Tuhan sebagai gembala bangsa, namun di
sini pemazmur mengungkapkan pemahaman tersebut dalam konteks yang sangat pribadi.
Gambaran gembala muncul tidak hanya sebagai bagian dari Perjanjian Lama tetapi juga
sebagai bagian penting dari Perjanjian Baru. Bagi umat Kristiani, Mazmur 23 meramalkan
perkataan Yesus, “Akulah gembala yang baik” (Yohanes 10:11), dan penulis 1 Petrus yang
menyatakan bahwa Yesus adalah “gembala dan penjaga” jiwa-jiwa yang memimpin orang-orang
percaya ketika mereka “tersesat seperti domba” (2:25).

Kesimpulan
Pada masa ini, kita juga hendaknya mengingat tradisi membaca Mazmur sebagai doa
Yesus sendiri. Hal ini mengingatkan kita bahwa Yesus adalah teladan utama seseorang yang
bergantung pada Tuhan ketika berada dalam kesulitan dan yang mencari Tuhan di atas segalanya.
Mungkin Yesus adalah satu-satunya manusia yang benar-benar dapat menyatakan, “Tuhan adalah
gembalaku; Aku tidak kekurangan.”. Amin
BAHAN SERMON GKPI RESSORT TANJUNG JABUNG INDAH EPISTEL
MINGGU KANTATE, 28 APRIL 2024 MATIUS 25: 8-20
“ORANG YANG MENCARI TUHAN AKAN MEMUJI NAMANYA”

Penghantar
Beberapa orang Farisi dan ahli Taurat mengeluh kepada Yesus tentang murid-murid yang
tidak mencuci tangan. Yesus menyebut mereka munafik dan kemudian mengutip Yesaya. Dia
menunjukkan bahwa orang-orang hanya menghormati Dia dengan bibir mereka dan bukan
dengan hati mereka. Mereka hanya membuat aturan-aturan manusia untuk beribadah kepada
Tuhan. Pergi ke gereja dan menyanyikan lagu penyembahan adalah hal yang mudah untuk
dilakukan. Mengaku percaya Yesus juga merupakan hal yang mudah dilakukan seseorang.
Melakukan hal-hal ini mungkin tampak menghormati Tuhan. Tampaknya orang tersebut adalah
pengikut Yesus Kristen yang baik.
Kenyataannya, melakukan hal-hal tersebut hanyalah hal-hal lahiriah dan mungkin tidak
selalu merupakan bagian dari hati. Bagi sebagian orang, mereka pergi ke gereja hanya karena
terpaksa, karena alasan yang harus dilakukan, atau agar terlihat baik di mata orang lain. Ada
yang dibesarkan di gereja sehingga mereka tidak ingin meninggalkan gereja dan terlihat buruk,
namun sebenarnya mereka juga tidak ingin berada di sana.

Penjelasan Nas
Inti dari Injil adalah bahwa dalam kaitannya dengan manusia, Yesus dan kasih serta belas
kasihan-Nya mengubah cara kita memandang dan berurusan dengan manusia; orang yang
berbeda, orang yang pernah membuat kita jijik, orang yang mempunyai penyakit, cacat, atau
disfungsi. Dalam kasih, Yesus telah melewati batas sehingga kasih dapat mengatasi rasa jijik.
Orang-orang Farisi melewatkan hal ini. Jika kita hanya dapat melihat apa yang benar, patuh, dan
bertanggung jawab, kemungkinan besar kita tidak akan melihat Tuhan atau sosok-sosok yang
segambar dengan-Nya; kita hanya akan melihat aturan yang kita terapkan. Namun manusia lebih
rumit. Mereka memiliki hati, kehidupan, dan cerita, dan anak-anak Tuhan lebih berharga baginya
daripada kategori kesucian yang lama. kita tidak perlu menjadi suci, sempurna, atau tidak bercela
untuk dicintai. Cinta adalah yang utama. Rasa jijik adalah sesuatu yang diajarkan dan dipelajari;
terkadang, pembelajaran pertama adalah melupakan apa yang telah diajarkan kepada kita. Inilah
sebabnya mengapa Yesus mengatakan dua kali dalam Injil Matius apa yang telah Allah katakan
berabad-abad sebelumnya melalui nabi Hosea: “Tetapi pergilah dan pelajarilah apa maksudnya:
'Aku menghendaki belas kasihan, bukan pengorbanan'” (Matius 9:13, 12:7; Hosea 6 :6).
Gereja memiliki sejarah panjang dalam menjaga “kemurnian gereja”. Dalam ketakutan
dan upaya kita untuk mencapai kemurnian tersebut, kita terkadang melupakan kata-kata Yesus
yang pertama dan terpenting, kebersihan adalah masalah hati, bukan tangan. Paulus menyatakan
bahwa peraturan manusia tampak seperti hikmat, dan mungkin kebenaran, namun tidak
mempunyai kekuatan untuk mewujudkan kemurnian hati yang dikehendaki Allah (Kol. 2:23).
Bagi kita yang pembinaan rohaninya sebagian besar didasari oleh “kebersihan lebih penting
daripada kesalehan”, nas ini menantang kita untuk memulai pekerjaan rumah tangga dari dalam –
bukan dari apa yang terlihat di luar.

Kesimpulan
Hidup seperti ini berarti memuliakan Tuhan hanya dengan bibir dan perkataan. Hati
bukanlah bagian darinya. Tuhan ingin mendapatkan hatimu, bukan sekedar kata-katamu. Saat
kita mengatakan dan melakukan sesuatu setiap hari, kita perlu memastikan bahwa hal tersebut
sesuai dengan apa yang Yesus katakan dan lakukan. Yesus berkata dan melakukan segalanya dari
hati. Hatinya adalah untuk menyenangkan Bapa-Nya, bukan hanya untuk terlihat baik di dunia
ini. Segala sesuatu yang dikatakan dan dilakukan harus menghormati Tuhan dari hati, bukan
hanya tindakan lahiriah. Jangan hanya menjalani rutinitas berpenampilan seperti orang percaya
kepada Yesus. Jadilah orang percaya dan pengikut Yesus dari hati. Jagalah hatimu tetap dekat
dengan Yesus. Amin

Anda mungkin juga menyukai