Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS KLAIM PENGGANTIAN BIAYA PELAYANAN PASIEN COVID-19 KEPADA

BPJS KESEHATAN OLEH RUMAH SAKIT

Sugiarto, Yaslis Ilyas


Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia

Latar belakang
Penyakit COVID-19 merupakan bencana non-alam yang merupakan penyakit menular atau
penyakit infeksi emerging. Jumlah kasus COVID-19 terus meningkat di Indonesia, peningkatan
tersebut berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta
kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satunya adalah pembiayaan kesehatan menjadi
meningkat dan operasional semakin meningkat juga, apabila pembiayaan ini terhambat maka
akan memperngaruhi arus kas RS. Tercatat dalam laporan APBN 2020 alokasi kesehatan
meningkat menjadi 13% dari APBN atau setara 132,2 Triliun (Direktorat Penyusunan Anggaran
APBN). Data BPJS Kesehatan Januari - Oktober 2021, pengajuan klaim COVID-19 yang
diajukan oleh rumah sakit sebanyak 1.345.970 kasus dengan total biaya sebesar Rp. 72,3 triliun.
Terdapat 1.180.858 kasus COVID-19 yang telah terverifikasi dengan total biaya sebesar Rp. 64,1
triliun. Dari pengajuan klaim COVID-19 yang terverifikasi terdapat 933.708 kasus yang sesuai
atau 79,07 % kasus dengan biaya sebesar Rp. 50,5 triliun. Klaim dispute sebanyak 170.335 kasus
atau 14,42 % kasus dengan biaya sebesar Rp.9,9 triliun. Dan sebanyak 4.567 kasus atau 6,12 %
kasus mengalami kadaluarsa atau yang tidak sesuai ketentuan dengan nilai biaya sebesar Rp. 193
milyar (BPJS). Besarnya nilai dispute memperburuk kondisi arus kas RS dalam penanganan
pasien COVID-19 di RS. Oleh sebab itu perlu adanya pengkajian mengenai klaim pelayanan
COVID-19 untuk dapat menerapkan klaim penggantian biaya pelayanan pasien COVID-19 ke
BPJS sesuai ketentuan.
Metode
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan data sekunder yang berdasarkan
dari penelusuran literatur, bahan bacaan dan jurnal ilmiah.
Hasil
Pembayaran klaim dilakukan berjalan sejak rumah sakit mengajukan klaim penggantian biaya
pelayanan COVID-19. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/5673/2021, menggunakan coding COVID-19 dengan waktu perawatan
sejak tanggal 28 Januari 2020 sampai dengan 30 September 2021 diagnosa utama pasien
suspek/probable COVID-19 dengan coding Z03.8 yaitu observation for other suspected disease.
Sedangkan bagi pasien dengan diagnosa terkonfirmasi COVID-19 menggunakan coding B34.2
yaitu coronavirus infection, unspecified. Sehingga kode U.07.1 tidak digunakan dan disetarakan
dengan B.34.2. Coding tindakan/prosedur yang diberikan kepada pasien sesuai dengan ICD 9
CM tahun 2010 yang telah disesuaikan. Rumah sakit yang telah dilakukan pembayaran
pelunasan untuk setiap pengajuan klaim wajib untuk melakukan update laporan COVID-19 di
sistem informasi rumah sakit secara online. Masa kadaluarsa klaim penggantian pelayanan
pasien COVID-19 dilakukan maksimal 2 (dua) bulan sejak pelayanan kesehatan selesai
diberikan. Pembayaran jaminan pasien COVID-19 yang lengkap secara administrasi pengajuan
akan diberikan uang muka maksimal 50% dari setiap jumlah klaim yang diajukan oleh rumah
sakit. Apabila rumah sakit tidak mengajukan klaim pelayanan pasien COVID-19 maka selisih
lebih bayar harus dikembalikan ke Kementerian Kesehatan melalui rekening pembayaran klaim
COVID-19 atau kas negara. Perhitungan tarif jaminan pasien COVID-19 di rawat inap adalah
tarif INA CBG ditambah jumlah Length of Stay (LOS) pasien dikalikan cost per day dikurangi
komponen APD dan obat-obatan hibah/sumbangan/bantuan pemerintah.
Kesimpulan
Pembiayaan pelayanan COVID-19 dilakukan dengan metode prospektif, pembayaran ini
menggunakan casemix atau case-based payment dalam pengelompokan jenis diagnosis dan
prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama menggunakan software grouper. Hal
terpenting dalam pengajuan klaim pembiayaan pasien adalah catatan resume medis pasien yang
harus sesuai dengan ketentuan coding, penegakan diagnosa, tindakan/prosedur dan persetujuan
yang ditandatangani oleh DPJP.

Katakunci : klaim pembiayaan, COVID-19, Rumah Sakit


A. Latar belakang
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) awal diketahui terjadi pada Desember 2019,
ditandai dengan kasus pneumonia yang terjadi di Wuhan Provinsi Hubei, China. Penyakit ini
menular sangat cepat hingga ke berbagai tempat namun belum dapat diketahui pasti
penularannya. Coronavirus 2019 ini disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus 2 (SAR-CoV 2) (WHO). Sejak 30 Desember 2019 hingga 20 Januari 2020 kasus ini
menularkan sebanyak 1.985 jiwa di China (WHO dashboard). World Health Organization
(WHO) mengumumkan pada tanggal 12 Maret 2021 penyakit COVID-19 sebagai wabah
pandemi (WHO). Hingga 23 Nov 2021 COVID-19 telah tersebar ke 226 negara, terkonfirmasi
sebanyak 256.966.237 jiwa dengan Case Fatality Rate (CFR)/angka kematian 2%, sementara di
Indonesia terkonfirmasi sebanyak 4.253.992 jiwa dengan angka kematian 3,5% (Covid-19.go.id).
Penyakit COVID-19 merupakan bencana non-alam yang merupakan penyakit menular
atau penyakit infeksi emerging. Jumlah kasus COVID-19 terus meningkat di Indonesia,
peningkatan tersebut berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Dalam rangka upaya penanggulangan
wabah dengan cepat dan tepat, pemerintah mengaktifkan prosedur bencana. Pemerintah
menetapkan penyakit COVID-19 sebagai bencana nasional dengan Keputusan Presiden No. 12
Tahun 2020. Dengan demikian pemerintah membentuk gugus tugas percepatan penanganan
COVID-19 yang diketuai oleh Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB). Melalui gugus
tugas percepatan penanganan COVID-19, banyak prosedur yang diterapkan dan menjalin
kerjasama lintas sektoral. Sektor paling penting dalam penanganan wabah saat ini adalah sektor
kesehatan dan ekonomi.
COVID-19 merupakan tantangan besar bidang kesehatan dalam penanganannya, karena
belum ada pengobatan secara definitif. Kementerian Kesehatan diamanatkan untuk melakukan
penanganan COVID-19 melalui fasilitas kesehatan yang berkualitas. Diperlukan percepatan
penanganan COVID-19 dalam bentuk pemberian pelayanan kesehatan terhadap pasien COVID-
19 di rumah sakit. Sehingga rumah sakit perlu meningkatkan kapasitas pelayanan klinik dan
menyiapkan fasilitas yang sesuai standar serta membutuhkan logistik yang cukup untuk
operasional. Operasional pelayanan COVID-19 memerlukan biaya sebagai keberlangsungan
supply chain di rumah sakit. Secara berkesinambungan Kementerian Kesehatan mengeluarkan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 59 Tahun 2016 tentang pembebasan biaya pasien penyakit
infeksi emerging tertentu untuk mendukung operasional supply chain. Tercatat dalam laporan
APBN 2020 alokasi kesehatan meningkat menjadi 13% dari APBN atau setara 132,2 Triliun
(Direktorat Penyusunan Anggaran APBN).
Dalam upaya penanganan pasien COVID-19, maka ditetapkan rumah sakit
penyelenggara pelayanan COVID-19 yang meliputi rumah sakit rujukan penanggulangan
penyakit infeksi emerging tertentu. Segala pembiayaan penyakit infeksi emerging tertentu dalam
hal ini COVID-19 ditanggung oleh pemerintah dan diklaim ke Kementerian Kesehatan melalui
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Klaim pembiayaan ini berlaku bagi pasien yang
dirawat di rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan COVID-19. Kementerian kesehatan
telah menetapkan rumah sakit rujukan penanganan COVID-19 sebanyak 132 Rumah Sakit
Rujukan Nasional dan menunjuk 703 rumah sakit Provinsi/kabupaten/Kota. Dengan demikian
pasien COVID-19 di rumah sakit dapat dilakukan penggantian/reimburse pembiayaan layanan
COVID-19 melalui pengajuan klaim oleh rumah sakit.
Peningkatan jumlah pasien COVID-19 yang terjadi di rumah sakit mengakibatkan
tingginya biaya operasional yang harus dikeluarkan rumah sakit untuk perawatan pasien
COVID-19. Perawatan pasien COVID-19 setidaknya membutuhkan ruang isolasi khusus, alat
pelindung diri bagi petugas kesehatan, obat-obatan dan peralatan perawatan intensif untuk
kondisi pasien kasus berat dan kritis. Kebutuhan perawatan pasien COVID-19 memerlukan biaya
yang cukup mahal dan beban rumah sakit semakin tinggi dengan adanya keterlambatan dalam
pembayaran klaim pasien.
Data BPJS Kesehatan Januari - Oktober 2021, pengajuan klaim COVID-19 yang
diajukan oleh rumah sakit sebanyak 1.345.970 kasus dengan total biaya sebesar Rp. 72,3 triliun.
Terdapat 1.180.858 kasus COVID-19 yang telah terverifikasi dengan total biaya sebesar Rp. 64,1
triliun. Dari pengajuan klaim COVID-19 yang terverifikasi terdapat 933.708 kasus yang sesuai
atau 79,07 % kasus dengan biaya sebesar Rp. 50,5 triliun. Klaim dispute sebanyak 170.335 kasus
atau 14,42 % kasus dengan biaya sebesar Rp.9,9 triliun. Dan sebanyak 4.567 kasus atau 6,12 %
kasus mengalami kadaluarsa atau yang tidak sesuai ketentuan dengan nilai biaya sebesar Rp. 193
milyar (BPJS). Besarnya kasus dispute yang terjadi menimbulkan terganggunya arus kas/cash
flow rumah sakit. Beban biaya operasional rumah sakit yang tinggi namun tidak terbayarkan
mengakibatkan kerugian rumah sakit semakin berat dalam keberlangsungan pelayanan kesehatan
COVID-19.
Berdasarkan latar belakang yang diungkapkan di atas, maka perlu adanya pengkajian
mengenai klaim pelayanan COVID-19 untuk dapat menerapkan klaim penggantian biaya
pelayanan pasien COVID-19 ke BPJS sesuai ketentuan dan mengetahui hambatan-hambatan
yang terjadi dalam pengajuan klaim BPJS oleh rumah sakit.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran klaim penggantian biaya pelayanan pasien COVID-19 kepada
BPJS Kesehatan oleh rumah sakit
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui mekanisme pengajuan klaim pengobatan COVID-19 di rumah sakit
2) mengetahui hambatan klaim penggantian biaya pelayanan pasien COVID-19 di
rumah sakit

C. Metode
Kajian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan data sekunder yang
berdasarkan dari penelusuran literatur, bahan bacaan dan jurnal ilmiah. Variabel inklusi dalam
pengkajian ini adalah mekanisme pengajuan klaim pengobatan COVID-19 dan hambatan dalam
proses klaim penggantian biaya pelayanan pasien COVID-19 sedangkan variabel eksklusi
merupakan bagian selain variabel inklusi.
HASIL

A. Pelaksanaan Klaim pengobatan COVID-19


Klaim penggantian biaya pelayanan pasien COVID-19 telah ditetapkan oleh pemerintah
dan mengalami perubahan untuk perbaikan segi manfaat dan kemudahan. Peraturan yang berlaku
saat ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/5673/2021
tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Coronavirus Disease 2019
(COVID-19). Petunjuk teknis tersebut merupakan acuan bagi rumah sakit yang
menyelenggarakan pelayanan COVID-19 di rumah sakit milik pemerintah pusat, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah/kabupaten/kota untuk mekanisme penggantian biaya
pelayanan COVID-19. Pengajuan klaim pelayanan COVID-19 diberikan dalam penggantian
biaya pelayanan COVID-19 dan kasus kejadian ikutan pasca vaksinasi COVID-19. Sebelum
menyelenggarakan pelayanan COVID-19, rumah sakit harus mendapatkan persetujuan terlebih
dahulu dari DIrektur Jenderal Pelayanan Kesehatan.
Komponen pembiayaan yang dapat diklaim meliputi : administrasi, akomodasi di rumah
sakit, jasa dokter, tindakan perawatan, pemakaian alat ventilator, pemeriksaan diagnostik, bahan
medis habis pakai, obat, alat pelindung diri, ambulan rujukan, pemulasaran jenazah dan
pelayanan kesehatan lain sesuai kebutuhan medis pasien COVID-19. Biaya alat pelindung diri
dan obat-obatan tidak termasuk dalam diklaim apabila rumah sakit mendapatkan hibah dari
pemerintah pusat (alokasi APBN). Besaran tarif pelayanan kesehatan yang digunakan mengikuti
ketentuan tarif per hari/cost per day untuk rawat inap dan menggunakan tarif INA-CBG untuk
rawat jalan kelas A regional 1.
Alur pengajuan klaim

BPJS Kesehatan

Rekapitulasi
pasien rumah Kementerian
Pencairan klaim
sakit Kesehatan

Dinas Kesehatan

Diagram 1. Alur Pengajuan klaim

B. Mekanisme Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien COVID-19


Mekanisme pengajuan klaim penggantian biaya pelayanan pasien COVID-19 dilakukan
oleh rumah sakit secara kolektif ditujukan kepada Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan cq.
Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan dan ditembuskan ke Dinas Kesehatan daerah
kabupaten/kota dan BPJS Kesehatan untuk dilakukan verifikasi kasus melalui email dan aplikasi
E-klaim serta V-klaim. Aplikasi E-klaim terhubung dengan aplikasi v-klaim BPJS Kesehatan dan
aplikasi dispute Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Pengajuan berkas dilakukan dengan
mengunggah/upload dokumen/berkas klaim berupa hasil scanning/foto. dokumen/berkas yang
terdiri dari : identitas pasien, resume medis, keterangan perawatan, hasil laboratorium, hasil
radiologi, hasil penunjang lainnya, resep obat/alat kesehatan, tagihan rumah sakit, surat kematian
jika pasien meninggal dan surat persetujuan penggantian pembayaran jaminan COVID-19.
Sedangkan dokumen fisik/hardcopy disimpan oleh rumah sakit masing-masing.
Pengajuan klaim dengan aplikasi E-Klaim akan terhubung dengan server Kementerian
Kesehatan. Dari pengajuan klaim pada E-Klaim akan keluar text file encrypted yang akan
diunggah/upload ke V-Klaim BPJS Kesehatan. Pengajuan klaim dilakukan oleh rumah sakit
paling banyak 2 (dua) kali dalam satu bulan yang sama dengan jarak waktu pengajuan 14 hari
kalender dari pengajuan sebelumnya. Pengajuan klaim rumah sakit lapangan/darurat pelayanan
COVID-19 dilakukan oleh rumah sakit pengampu yang telah ditetapkan oleh pemerintah
pusat/pemerintah daerah dan dibayarkan ke rekening rumah sakit pengampu yang telah
bekerjasama antara rumah sakit pengampu dan rumah sakit lapangan/darurat COVID-19.
BPJS Kesehatan melakukan verifikasi berkas paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
sejak diterima oleh BPJS Kesehatan dan mengeluarkan hasil verifikasi akhir berupa Berita Acara
Hasil Verifikasi (BAHV) pembayaran klaim pelayanan pasien COVID-19. BAHV klaim
pelayanan pasien COVID-19 harus ditandatangani oleh pimpinan rumah sakit dan BPJS
Kesehatan dan tanda tangan berkas dapat digantikan dengan tanda tangan elektronik. Kemudian
BAHV klaim pelayanan pasien COVID-19 disampaikan oleh BPJS Kesehatan kepada
Kementerian Kesehatan untuk dilakukan pembayaran klaim dalam waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari.
BPJS Kesehatan akan menyatakan klaim tunda/pending apabila hasil verifikasi berkas
terdapat dokumen/berkas yang diberikan tidak lengkap. Rumah sakit harus melakukan perbaikan
dengan cepat untuk melengkapi dokumen/berkas klaim yang dibutuhkan berdasarkan hasil
verifikasi awal BPJS Kesehatan melalui aplikasi E-Klaim. Pengajuan perbaikan klaim
tunda/pending dilakukan paling banyak 2 (dua) kali pengajuan dengan waktu paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak rumah sakit menerima informasi klaim tunda/pending dari BPJS
Kesehatan. Mekanisme dan waktu penyelesaian terhadap klaim pending yang telah dilengkapi
dan diajukan kembali oleh rumah sakit seperti mekanisme awal lagi. Apabila rumah sakit telah
menyelesaikan perbaikan dokumen/berkas klaim sebanyak 2 (dua) kali, maka BPJS kesehatan
menyatakan klaim yang diajukan oleh rumah sakit sebagai klaim tidak sesuai dan tidak dapat
diajukan kembali oleh rumah sakit sebagai klaim pelayanan pasien COVID-19. Klaim yang tidak
sesuai akan diselesaikan dengan mekanisme klaim dispute.
Rumah sakit yang telah dilakukan pembayaran pelunasan untuk setiap pengajuan klaim
wajib untuk melakukan update laporan COVID-19 di sistem informasi rumah sakit secara online.
Klaim yang diajukan tidak dalam bentuk perorangan maupun keluarga melainkan melalui
fasilitas kesehatan yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan.
Masa kadaluarsa klaim penggantian pelayanan pasien COVID-19 dilakukan maksimal 2 (dua)
bulan sejak pelayanan kesehatan selesai diberikan.
C. Klaim Dispute
Klaim dispute merupakan klaim yang diajukan oleh rumah sakit akiat ketidaksesuaian
atau terjadi ketidaksepakatan antara rumah sakit dan BPJS Kesehatan yang menyangkut
pelayanan atau tindakan klinis pelayanan pasien COVID-19. Klaim dispute dinyatakan
berdasarkan BAHV oleh BPJS Kesehatan dari pengajuan klaim penggantian biaya pelayanan
pasien COVID-19 yang diajukan rumah sakit. Penyelesaian klaim dispute dilakukan oleh dinas
kesehatan daerah provinsi melalui Tim Penyelesaian Klaim Dispute (TPKD) Provinsi dan
Kementerian Kesehatan melalui Tim Penyelesaian Klaim Dispute (TPKD) Pusat secara
berjenjang. Proses penyelesaian klaim dispute dilakukan oleh TPKD Provinsi atau TPKD Pusat
untuk dilakukan verifikasi, validasi data, dan/atau cross check ke rumah sakit, dan berkoordinasi
dengan BPJS Kesehatan setempat. TPKD Provinsi atau Pusat akan memberitahukan kekurangan
persyaratan klaim penggantian biaya pelayanan pasien COVID-19 dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari kerja ke rumah sakit. Klarifikasi rumah sakit harus melakukan pemenuhan
data/dokumen paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan
kekurangan pemenuhan persyaratan dari TPKD Provinsi atau TPKD Pusat. Pemenuhan data
dukung yang dibutuhkan disampaikan secara online melalui aplikasi E-Klaim.
TPKD Provinsi akan memberikan keputusan klaim jaminan pelayanan pasien COVID-
19 yang sesuai dan yang tidak sesuai. Penentuan keputusan TPKD Provinsi dilakukan
berdasarkan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan. Klaim
yang sesuai akan dilakukan pembayaran oleh Kementerian Kesehatan dengan tembusan kepada
BPJS Kesehatan dan klaim yang tidak sesuai akan ditindaklanjuti oleh TPKD Pusat. TPKD Pusat
menyelesaikan klaim dispute dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya
klaim dispute melalui aplikasi dispute COVID-19 DIrektorat Jenderal Pelayanan Kesehatan.
Hasil keputusan TPKD Pusat merupakan keputusan akhir/final dalam penyelesaian klaim
dispute. Hasil keputusan klaim dispute yang telah sesuai selanjutnya diunduh/download melalui
aplikasi dan dijadikan Berita Acara Hasil Verifikasi untuk ditandatangani oleh pimpinan rumah
sakit yang kemudian diunggah/upload kembali oleh rumah sakit melalui aplikasi untuk
selanjutnya akan dilakukan proses pembayaran oleh Kementerian Kesehatan. Apabila
penyelesaian klaim dispute yang lakukan TPKD Pusat masih terjadi ketidaksesuaian maka tidak
dapat diproses lagi dan akan menjadi tanggungan rumah sakit masing-masing.
Pembayaran klaim dilakukan berjalan sejak rumah sakit mengajukan klaim penggantian
biaya pelayanan COVID-19. Pembayaran jaminan pasien COVID-19 yang lengkap secara
administrasi pengajuan akan diberikan uang muka maksimal 50% dari setiap jumlah klaim yang
diajukan oleh rumah sakit. Adapun pembayaran uang muka yang diberikan lebih besar
dibandingkan hasil verifikasi BPJS Kesehatan maka selisih lebih bayar menjadi faktor pengurang
pada pembayaran klaim berikutnya. Apabila rumah sakit tidak mengajukan klaim pelayanan
pasien COVID-19 maka selisih lebih bayar harus dikembalikan ke Kementerian Kesehatan
melalui rekening pembayaran klaim COVID-19 atau kas negara. Perhitungan tarif jaminan
pasien COVID-19 di rawat inap adalah tarif INA CBG ditambah jumlah Length of Stay (LOS)
pasien dikalikan cost per day dikurangi komponen APD dan obat-obatan
hibah/sumbangan/bantuan pemerintah. Besaran tarif klaim pasien COVID-19 untuk rawat jalan
sebagai berikut :

No Kode INA CBG RS Kelas A RS Kelas B RS Kelas C RS Kelas D

1 Q-4-18-0, suspek COVID-19 865.100 786.500 715.000 650.000

2 Q-4-19-0, konfirmasi COVID- 865.100 786.500 715.000 650.000


19

Sedangkan besaran tarif klaim pasien COVID-19 untuk rawat inap sebagai berikut :

No Kode INA Deskripsi RS Kelas A RS Kelas B RS Kelas C RS Kelas D


CBG

1 A-4-18-I Suspek level I 20,846,700 18,780,800 17,253,000 15,525,100

2 A-4-18-II Suspek level II 25,016,000 22,536,900 20,703,700 18,630,100

3 A-4-18-III Suspek level III 30,019,200 27,044,300 24,844,500 22,356,200

4 A-4-19-I Konfirmasi Level 54,681,900 52,578,700 46,885,400 31,769,800


I

5 A-4-19-II Konfirmasi Level 65,618,300 63,094,500 56,262,600 38,123,800


II

6 A-4-19-III Konfirmasi Level 78,741,900 75,713,300 67,515,100 45,748,500


III

7 J-2-19-I Konfirmasi 71,086,500 68,352,300 60,951,100 41,300,800


dengan ventilator
<96, Level 1

8 J-2-19-II Konfirmasi 85,303,800 82,022,800 73,141,300 49,560,900


dengan ventilator
<96, Level 2

9 J-2-19-III Konfirmasi 102,364,50 98,427,300 87,769,600 59,473,100


dengan ventilator 0
<96, Level 3
PEMBAHASAN

Pandemi COVID-19 sudah hampir 2 (dua) tahun melanda Indonesia dan berbagai
negara lain di dunia. Pentingnya penyelenggaraan kesehatan bagi masyarakat saat pandemi
merupakan upaya penanganan yang dilakukan oleh semua negara dan Pemerintah Indonesia
dengan memberikan jaminan kesehatan secara adil dan merata/universal health coverage.
Ketahanan sistem jaminan kesehatan nasional sedang diuji dengan pandemi dan perlu kontribusi
Pemerintah dalam penanganan dalam memberikan pelayanan kesehatan Dukungan pemerintah
dalam pelayanan kesehatan salah satunya adalah mempercepat proses pembiayaan pelayanan
COVID-19 di rumah sakit. Pembiayaan merupakan dukungan secara keuangan untuk operasional
rumah sakit agar perawatan pasien di rumah sakit tetap berjalan. Pemerintah telah menetapkan
pembiayaan pelayanan kesehatan akibat virus COVID-19 ditanggung oleh Pemerintah melalui
Kementerian Kesehatan. Pemerintah berharap dengan diberikannya jaminan pelayanan pasien
COVID-19 bagi rumah sakit penyelenggara pelayanan COVID-19 mampu memberikan
pelayanan COVID-19 bagi masyarakat secara optimal dan dapat meningkatkan kualitas dan
mutu pelayanan kesehatan serta dapat menurunkan angka kematian akibat penyakit COVID-19.
Secara umum pelaksanaan klaim penggantian pelayanan pasien COVID-19 dilakukan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/5673/2021 tentang
Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Coronavirus Disease 2019
(COVID-19). Dalam proses pengajuan klaim dilakukan oleh rumah sakit melalui BPJS
Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Daerah/Kabupaten/Kota. Rumah sakit
yang dapat mengajukan memiliki persyaratan khusus untuk dapat bekerjasama dalam
pembiayaan pelayanan kesehatan. Rumah sakit yang bekerjasama BPJS Kesehatan diwajibkan
memiliki sertifikat akreditasi nasional maupun internasional. BPJS Kesehatan akan melakukan
kredensial bagi rumah sakit setiap tahunnya untuk dilakukan rekredensial kelayakan fasilitas
kesehatan dalam memberikan pelayanan (Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang
Jaminan Kesehatan). Namun seperti pandemi sekarang ini, fasilitas kesehatan diperbolehkan
untuk tidak mengadakan akreditasi terlebih dahulu tetapi tetap melakukan pelayanan kesehatan
dengan mengutamakan keselamatan pasien (KARS).
Pembiayaan pelayanan COVID-19 dilakukan dengan metode prospektif, artinya metode
pembayaran dilakukan berdasarkan layanan yang telah diberikan kepada pasien dengan besaran
biaya sudah diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Metode pembayaran ini
menggunakan casemix atau case-based payment dalam pengelompokan jenis diagnosis dan
prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama menggunakan software grouper.
WHO telah mengeluarkan petunjuk coding COVID-19 pada tanggal 25 Maret 2020 dengan kode
U.07.1 yaitu virus identified dan U.07.2 untuk virus not identified seperti clinically-
epidemiologically diagnosed COVID-19, probable and suspected (WHO). Dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/5673/2021, coding COVID-19 dengan waktu
perawatan sejak tanggal 28 Januari 2020 sampai dengan 30 September 2021 diagnosa utama
pasien suspek/probable COVID-19 menggunakan coding Z03.8 yaitu observation for other
suspected disease. Sedangkan bagi pasien dengan diagnosa terkonfirmasi COVID-19
menggunakan coding B34.2 yaitu coronavirus infection, unspecified. Sehingga kode U.07.1
tidak digunakan dan disetarakan dengan B.34.2. Pasien sejak tanggal 1 Oktober 2021
menggunakan coding pasien suspek COVID-19 dan terkonfirmasi COVID-19 dengan coding
yang dikeluarkan oleh WHO. Coding tindakan/prosedur yang diberikan kepada pasien sesuai
dengan ICD 9 CM tahun 2010 yang telah disesuaikan. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan
dkk (2020) Penyebab pengembalian berkas klaim BPJS dalam penentuan diagnosa sebesar 90,6
% disebabkan oleh kesulitan coding dan ada perbedaan persepsi antara verifikator rumah sakit
dan BPJS Kesehatan.
Berkas pengajuan klaim dilakukan secara kolektif dan dapat diajukan maksimal 2 (dua)
kali dalam satu bulan yang sama pengajuan. Berkas diajukan dengan melengkapi dokumen setiap
aktivitas dan syarat penegakan diagnosa. Penegakan diagnosa COVID-19 harus dilakukan
dengan hasil laboratorium reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) termasuk
Tes Cepat Molekuler/TCM dan foto rontgen thorax. Hasil asesmen klinis pasien yang dilakukan
oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) dengan memberikan catatan perawatan pasien
dalam resume pasien. Kondisi pasien dilakukan sesuai kategori gejala pasien, yaitu gejala ringan
dan sedang/berat. Kondisi gejala pasien disesuaikan untuk perawatan yang dibutuhkan pasien
dalam pengobatan, sehingga segala bentuk pemeriksaan dan tindakan harus ditulis dan
dibuktikan dalam berkas pengajuan klaim BPJS kesehatan. Hal terpenting dalam pengajuan
klaim pembiayaan pasien adalah catatan resume medis pasien yang harus sesuai dengan
ketentuan coding, penegakan diagnosa, tindakan/prosedur dan persetujuan yang ditandatangani
oleh DPJP. Penelitian yang dilakukan Resti dan Arief (2016), menjelaskan bahwa unclaimed
berkas BPJS dipengaruhi oleh pengetahuan dan kedisiplinan petugas yang kurang, prosedur
klaim yang belum tersedia dan ketidaklengkapan berkas hasil penunjang.
Wiwi (2020), menyatakan kendala yang ditemui dalam pembayaran klaim antara lain :
1. Pembayaran tidak tepat waktu
Keterlambatan dalam pencairan klaim menimbulkan masalah dalam operasional pelayanan,
terutama ketersediaan supply chain dan arus kas rumah sakit. Dengan ada keterlambatan
pembayaran mengakibatkan keterlambatan dalam menyediakan sarana prasarana pelayanan
COVID-19 seperti ruang isolasi, ruang ICU dan obat.
2. Administrasi tidak lengkap
Proses administrasi akibat kurang lengkap dan ketidaksesuaian berkas dalam pengisian
dokumen dalam aplikasi mengakibatkan klaim dispute. Kriteria klaim dispute antara lain :
identitas tidak sesuai ketentuan, kriteria peserta jaminan COVID-19 tidak sesuai ketentuan,
Pemeriksaan penunjang laboratorium swab PCR tidak ada pemeriksaan darah rutin dan tidak
ada hasil rontgen, tatalaksana isolasi tidak sesuai dengan pedoman penanggulangan dan
pencegahan penyakit COVID-19, berkas tidak lengkap, coding diagnosa utama keliru
dengan diagnosa penyerta/komorbid, diagnosa komorbid tidak sesuai ketentuan, rawat inap
dilakukan di luar ruangan isolasi dan penggunaan aplikasi E-klaim.
3. Ketidaksiapan perangkat aplikasi
Pelayanan kesehatan pada era new normal rumah sakit perlu melakukan penataan ulang
terhadap pelayanan untuk memisahkan perawatan pasien infeksi dan non infeksi serta
peningkatan penggunaan perangkat secara digitalisasi seperti pendaftaran, transaksi
pembayaran, dan konsultasi online/telemedicine. Penggunaan perangkat mengakibatkan tim
verifikator perlu dilakukan sosialisasi kembali terkait pengguna aplikasi. Banyak
penggunaan aplikasi dalam satu pelayanan kesehatan yang memiliki kepentingan tersendiri
seperti aplikasi E-klaim, V-klaim, aplikasi dispute dan sistem informasi kesehatan rumah
sakit.
4. Jumlah verifikator dispute pusat kurang
Kemampuan verifikator sangat terbatas, terutama dalam penggunaan aplikasi E-klaim dan
dan penyelesaian masalah dispute. Hal ini menimbulkan terjadinya double claim yang
dilakukan rumah sakit akibat salah input pada aplikasi
PENUTUP

Pandemi COVID-19 banyak mengakibatkan kerugian dan juga memberikan peluang


yang dapat dimanfaatkan. Situasi yang tidak menentu akibat penyebaran virus yang masih
meningkat dan misterius, mengharuskan kita untuk beradaptasi dari kebiasaan sebelumnya.
Segala upaya dilakukan pemerintah untuk penanganan COVID-19, salah satunya adalah
pembiayaan pelayanan COVID-19. Pembiayaan yang diberikan pemerintah melalui kementerian
kesehatan dan BPJS Kesehatan merupakan cara pemerintah untuk memberikan jaminan
kesehatan semesta dari penyakit COVID-19. Yang dilakukan Kementerian Kesehatan dan BPJS
Kesehatan adalah melakuan verifikasi unutk pengujian kebenaran, validasi dan akurasi terhadap
klaim yang diajukan fasilitas kesehatan. Masih ditemukan kendala yang terjadi untuk kasus
dispute dan klaim yang tidak terbayarkan. Dari pengajuan klaim COVID-19 sebanyak 1.044.855
kasus hanya 958.210 kasus yang terverifikasi/klaim sesuai dan 8,2% kasus yang dalam klaim
pending dan dispute. Diharapkan pembiayaan ini mampu memberikan kemudahan masyarakat
dalam akses pelayanan kesehatan yang adil dan merata saat pandemi COVID-19. Namun untuk
proses pengajuan tidak semudah yang dijelaskan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/5673/2021 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan
Pasien Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Tata hubung dari mekanisme pengajuan klaim
penggantian biaya pelayanan COVID-19 sangat berbelit. Tercermin dalam alur yang dijelaskan
dalam peraturan, bahwa hasil verifikasi harus kembali ke rumah sakit untuk kesepakatan. Dan
hal ini yang menyebabkan terjadinya klaim dispute.

Kesimpulan
Klaim penggantian pelayanan COVID-19 telah ditetapkan Pemerintah untuk
memberikan dukungan kepada rumah sakit dalam melakukan pelayanan kesehatan. Klaim yang
diajukan perlu dilakukan verifikasi oleh BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan. Verifikasi
dilakukan secara administrasi untuk menguji kebenaran, validasi dan akurasi terhadap klaim
yang diajukan fasilitas kesehatan. Administrasi ini tidak seharusnya menjadi kendala dalam
memberikan pelayanan kesehatan saat pandemi ini. Diutamakan dalam ketahanan jaminan
kesehatan nasional selain keuangan adalah masalah mutu, yaitu mampu menurunkan angka
kematian. Namun secara administrasi sistem verifikasi klaim masih memiliki kendala dalam
proses pencairan klaim penggantian pelayanan COVID-19 saat ini. Adapun kendala yang
ditemui adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan aplikasi klaim yang tidak dalam satu platform yaitu antara E-klaim, V-
klaim, dispute dan sistem informasi kesehatan di rumah sakit. Hal ini yang
menyebabkan petugas rumah sakit melakukan hal yang sama namun dilakukan untuk
ketiga aplikasi.
2. Kelengkapan dokumen yang tidak sesuai. Pengajuan yang dilakukan rumah sakit
menggunakan dokumen elektronik yang di scan atau di foto jelas. Hasil verifikasi BPJS
Kesehatan yang tidak dapat diberikan BAHV akan diajukan kembali oleh rumah sakit.
Pengajuan ini yang dapat menyebabkan kemungkinan double pengajuan.
3. Prosedur klaim. Pengajuan klaim yang diajukan rumah sakit harus dilakukan verifikasi
BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan
Daerah/Kabupaten/Kota. Hasil verifikasi dikembalikan lagi ke rumah sakit untuk
memutuskan kesepakatan hasil BAHV BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan
Dinas Kesehatan Daerah/Kab/ Kota. Walaupun verifikasi BPJS Kesehatan memiliki
waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterima, namun untuk menuju kesepakatan
pihak rumah sakit harus melakukan verifikasi ulang dari BAHV yang diajukan secara
kolektif. Hal ini yang dapat menyebabkan terjadinya fraud dan juga double pengajuan.
4. Kompetensi verifikator rumah sakit, kementerian kesehatan dan Provinsi yang masih
kurang memadai.

Saran
1. Penggunaan satu aplikasi yang terintegrasi dan saling melengkapi. Peran DUKCAPIL,
BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan Sistem Informasi rumah sakit disatukan
dalam platform yang sama.
2. Aplikasi yang mencakup secara nasional harus didukung dengan server dan database
yang memadai/support dan memiliki keamanan yang terjaga (secure).
3. Ada sosialisasi atau bimbingan teknis (what and how) terkait peraturan klaim, prosedur
dan mekanisme pengajuan klaim.
4. Peningkatan kemampuan/kompetensi tim verifikator kementerian kesehatan, verifikator
rumah sakit, verifikator BPJS dan verifikator Daerah.
DAFTAR PUSTAKA

Adiyanta, F. S. (2020). Urgensi Kebijakan Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health


Coverage) bagi Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Masa Pandemi
Covid-19. Administrative Law and Governance Journal, 3(2), 272–299.
https://doi.org/10.14710/alj.v3i2.272-299

Ambarwati, W. (2021). Pembiayaan Pasien COVID-19 dan Dampak Keuangan terhadap Rumah
Sakit yang Melayani Pasien COVID-19 di Indonesia Analisis Periode Maret 2020 –
Desember 2020. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 6(1), 23–37.
https://doi.org/10.7454/eki.v6i1.4881

Arikusnadi, N. W., Sudirman, S., & Kadri, A. (2020). Studi Penyebab Pengembalian Berkas
Klaim Bpjs Kesehatan Di Rumkit Bhayangkara Palu. Jurnal Kolaboratif Sains, 03(1), 159–
165.

Aurora, W. I. D. (2019). Perbandingan Sistem Di Negara Maju Dan Negara Berkembang. Jurnal
Manajemen Jambi, 7, 206–214.

BPJS Kesehatan. (2019). INFO BPJS Kesehatan (Vol. 99).

BPJS Kesehatan. (2014). Panduan Praktis Teknis Verifikasi Klaim. BPJS Kesehatan.

BPJS Kesehatan. (2021). Panduan praktis Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan BPJS
Kesehatan. 2019, 1–83.

BPJS Kesehatan. (2014). Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim. BPJS Kesehatan.

Direktorat Penyusunan Anggaran APBN. (2020). Pokok-Pokok APBN 2020. Kementerian


Keuangan R.I.

EP., A. A. (2018). Faktor-Faktor Penyebab Klaim Tertunda BPJS Kesehatan RSUD Dr.
Kanujoso Djatiwibowo Periode Januari-Maret 2016. Jurnal Administrasi Rumah Sakit, 4(2),
122–134. http://journal.fkm.ui.ac.id/arsi/article/view/2564

Iskandar. (2016). Analisis Prosedur Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan Di Rumah Sakit Bhakti Asih Brebes. Jurnal Strategik, 1(2), 1–12.

KARS. (2020). SE No. 602/SE/KARS/VII/2020 Tentang Dukungan KARS Kepada Rumah Sakit
Dalam Penanggulangan COVID-19. KARS, 1(Standar Akreditasi Rumah Sakit), 160–163.

Kementerian Kesehatan RI. (2021). Pedoman Pelayanan Rumah Sakit Pada Masa Pandemi
COVID-19 (Revisi 1). Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI. (2021). Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
HK.01.07/menkes/4718/2021 tentang petunjuk teknis klaim penggantian biaya pelayanan
pasien. Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien, 2019, 1–83.

Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Corona Virus Disease 2019 (Covid-
19) Bagi Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), 4
1 (2021).

Kementrian Kesehatan RI. (2021). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/Menkes/5673/2021 Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya
Pelayanan Pasien Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). 1–21.

Malonda, T. D., Rattu, A. J. M., & Soleman, T. (2015). Analisis Pengajuan Klaim Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) Kesehatan di RSUD Dr . Sam Ratulangi Tondano.
Jikmu, 5(5), 436–447.

Megawati, L., & Pratiwi, R. D. (2016). Faktor-Faktor Penyebab Pengembalian Berkas


Persyaratan Klaim BPJS Pasien Rawat Inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Jurnal Kesehatan Vokasional, 1(1), 36. https://doi.org/10.22146/jkesvo.27476

Nurdiah, R. S., & Iman, A. T. (2016). Analisis Penyebab Unclaimed Berkas Bpjs Rawat Inap Di
Rsud Dr. Soekardjo Tasikmalaya. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 4(1),
23–28. https://doi.org/10.33560/.v4i2.128

Risky Joko Manaida, Adisti A. Rumayar, G. D. K. (2016). Analisis Prosedur Pengajuan Klaim
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Di Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Pancaran Kasih GMIM Manado. E-Journal Health, 1–11.

Satuan Tugas Penanganan COVID-19. (2021). Peta sebaran covid-19.


https://covid19.go.id/peta-sebaran-covid19

Sekretariat Negara RI. (2020). KEPRES RI No. 7 Tahun 2020 Tentang Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Setyawan, F. E. B. (2015). Sistem Pembiayaan Kesehatan. Sistem Pembiayaan Kesehatan, 11,


119–126. https://doi.org/10.1038/271360a0

Suhartoyo, S. (2018). Klaim Rumah Sakit Kepada BPJS Kesehatan Berkaitan Dengan Rawat
Inap Dengan Sistem INA– CBGs. Administrative Law and Governance Journal, 1(2), 182–
195. https://doi.org/10.14710/alj.v1i2.182-195

Utami, Y. P. D., Pinzon, R. T., & Meliala, A. (2021). Evaluasi Kesiapan Rumah Sakit
Menghadapi Bencana Non-Alam: Studi Kasus COVID-19 di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, 10(2), 100–106.
https://journal.ugm.ac.id/jkki/article/view/61686
Wasis Budiarto, L. K. (2015). Pemanfaatan Dana Kapitasi oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) dalam Penyelenggaraan JKN. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 18(4),
437–445. https://media.neliti.com/media/publications/20970-ID-the-use-capitation-funds-
in-the-first-level-health-facility-fktp-the-implementat.pdf

World Health Organization. (2021). WHO Coronavirus (COVID-19) Dashboard.


https://covid19.who.int/

World Health Organization. (2020). International Guidelines for Certification and Classification
(Coding) of Covid-19 as Cause of Death. WHO, April, 14.
https://www.who.int/classifications/icd/Guidelines_Cause_of_Death_COVID-19.pdf

Anda mungkin juga menyukai