Latar belakang
Penyakit COVID-19 merupakan bencana non-alam yang merupakan penyakit menular atau
penyakit infeksi emerging. Jumlah kasus COVID-19 terus meningkat di Indonesia, peningkatan
tersebut berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta
kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satunya adalah pembiayaan kesehatan menjadi
meningkat dan operasional semakin meningkat juga, apabila pembiayaan ini terhambat maka
akan memperngaruhi arus kas RS. Tercatat dalam laporan APBN 2020 alokasi kesehatan
meningkat menjadi 13% dari APBN atau setara 132,2 Triliun (Direktorat Penyusunan Anggaran
APBN). Data BPJS Kesehatan Januari - Oktober 2021, pengajuan klaim COVID-19 yang
diajukan oleh rumah sakit sebanyak 1.345.970 kasus dengan total biaya sebesar Rp. 72,3 triliun.
Terdapat 1.180.858 kasus COVID-19 yang telah terverifikasi dengan total biaya sebesar Rp. 64,1
triliun. Dari pengajuan klaim COVID-19 yang terverifikasi terdapat 933.708 kasus yang sesuai
atau 79,07 % kasus dengan biaya sebesar Rp. 50,5 triliun. Klaim dispute sebanyak 170.335 kasus
atau 14,42 % kasus dengan biaya sebesar Rp.9,9 triliun. Dan sebanyak 4.567 kasus atau 6,12 %
kasus mengalami kadaluarsa atau yang tidak sesuai ketentuan dengan nilai biaya sebesar Rp. 193
milyar (BPJS). Besarnya nilai dispute memperburuk kondisi arus kas RS dalam penanganan
pasien COVID-19 di RS. Oleh sebab itu perlu adanya pengkajian mengenai klaim pelayanan
COVID-19 untuk dapat menerapkan klaim penggantian biaya pelayanan pasien COVID-19 ke
BPJS sesuai ketentuan.
Metode
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan data sekunder yang berdasarkan
dari penelusuran literatur, bahan bacaan dan jurnal ilmiah.
Hasil
Pembayaran klaim dilakukan berjalan sejak rumah sakit mengajukan klaim penggantian biaya
pelayanan COVID-19. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/5673/2021, menggunakan coding COVID-19 dengan waktu perawatan
sejak tanggal 28 Januari 2020 sampai dengan 30 September 2021 diagnosa utama pasien
suspek/probable COVID-19 dengan coding Z03.8 yaitu observation for other suspected disease.
Sedangkan bagi pasien dengan diagnosa terkonfirmasi COVID-19 menggunakan coding B34.2
yaitu coronavirus infection, unspecified. Sehingga kode U.07.1 tidak digunakan dan disetarakan
dengan B.34.2. Coding tindakan/prosedur yang diberikan kepada pasien sesuai dengan ICD 9
CM tahun 2010 yang telah disesuaikan. Rumah sakit yang telah dilakukan pembayaran
pelunasan untuk setiap pengajuan klaim wajib untuk melakukan update laporan COVID-19 di
sistem informasi rumah sakit secara online. Masa kadaluarsa klaim penggantian pelayanan
pasien COVID-19 dilakukan maksimal 2 (dua) bulan sejak pelayanan kesehatan selesai
diberikan. Pembayaran jaminan pasien COVID-19 yang lengkap secara administrasi pengajuan
akan diberikan uang muka maksimal 50% dari setiap jumlah klaim yang diajukan oleh rumah
sakit. Apabila rumah sakit tidak mengajukan klaim pelayanan pasien COVID-19 maka selisih
lebih bayar harus dikembalikan ke Kementerian Kesehatan melalui rekening pembayaran klaim
COVID-19 atau kas negara. Perhitungan tarif jaminan pasien COVID-19 di rawat inap adalah
tarif INA CBG ditambah jumlah Length of Stay (LOS) pasien dikalikan cost per day dikurangi
komponen APD dan obat-obatan hibah/sumbangan/bantuan pemerintah.
Kesimpulan
Pembiayaan pelayanan COVID-19 dilakukan dengan metode prospektif, pembayaran ini
menggunakan casemix atau case-based payment dalam pengelompokan jenis diagnosis dan
prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama menggunakan software grouper. Hal
terpenting dalam pengajuan klaim pembiayaan pasien adalah catatan resume medis pasien yang
harus sesuai dengan ketentuan coding, penegakan diagnosa, tindakan/prosedur dan persetujuan
yang ditandatangani oleh DPJP.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran klaim penggantian biaya pelayanan pasien COVID-19 kepada
BPJS Kesehatan oleh rumah sakit
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui mekanisme pengajuan klaim pengobatan COVID-19 di rumah sakit
2) mengetahui hambatan klaim penggantian biaya pelayanan pasien COVID-19 di
rumah sakit
C. Metode
Kajian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan data sekunder yang
berdasarkan dari penelusuran literatur, bahan bacaan dan jurnal ilmiah. Variabel inklusi dalam
pengkajian ini adalah mekanisme pengajuan klaim pengobatan COVID-19 dan hambatan dalam
proses klaim penggantian biaya pelayanan pasien COVID-19 sedangkan variabel eksklusi
merupakan bagian selain variabel inklusi.
HASIL
BPJS Kesehatan
Rekapitulasi
pasien rumah Kementerian
Pencairan klaim
sakit Kesehatan
Dinas Kesehatan
Sedangkan besaran tarif klaim pasien COVID-19 untuk rawat inap sebagai berikut :
Pandemi COVID-19 sudah hampir 2 (dua) tahun melanda Indonesia dan berbagai
negara lain di dunia. Pentingnya penyelenggaraan kesehatan bagi masyarakat saat pandemi
merupakan upaya penanganan yang dilakukan oleh semua negara dan Pemerintah Indonesia
dengan memberikan jaminan kesehatan secara adil dan merata/universal health coverage.
Ketahanan sistem jaminan kesehatan nasional sedang diuji dengan pandemi dan perlu kontribusi
Pemerintah dalam penanganan dalam memberikan pelayanan kesehatan Dukungan pemerintah
dalam pelayanan kesehatan salah satunya adalah mempercepat proses pembiayaan pelayanan
COVID-19 di rumah sakit. Pembiayaan merupakan dukungan secara keuangan untuk operasional
rumah sakit agar perawatan pasien di rumah sakit tetap berjalan. Pemerintah telah menetapkan
pembiayaan pelayanan kesehatan akibat virus COVID-19 ditanggung oleh Pemerintah melalui
Kementerian Kesehatan. Pemerintah berharap dengan diberikannya jaminan pelayanan pasien
COVID-19 bagi rumah sakit penyelenggara pelayanan COVID-19 mampu memberikan
pelayanan COVID-19 bagi masyarakat secara optimal dan dapat meningkatkan kualitas dan
mutu pelayanan kesehatan serta dapat menurunkan angka kematian akibat penyakit COVID-19.
Secara umum pelaksanaan klaim penggantian pelayanan pasien COVID-19 dilakukan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/5673/2021 tentang
Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Coronavirus Disease 2019
(COVID-19). Dalam proses pengajuan klaim dilakukan oleh rumah sakit melalui BPJS
Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Daerah/Kabupaten/Kota. Rumah sakit
yang dapat mengajukan memiliki persyaratan khusus untuk dapat bekerjasama dalam
pembiayaan pelayanan kesehatan. Rumah sakit yang bekerjasama BPJS Kesehatan diwajibkan
memiliki sertifikat akreditasi nasional maupun internasional. BPJS Kesehatan akan melakukan
kredensial bagi rumah sakit setiap tahunnya untuk dilakukan rekredensial kelayakan fasilitas
kesehatan dalam memberikan pelayanan (Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang
Jaminan Kesehatan). Namun seperti pandemi sekarang ini, fasilitas kesehatan diperbolehkan
untuk tidak mengadakan akreditasi terlebih dahulu tetapi tetap melakukan pelayanan kesehatan
dengan mengutamakan keselamatan pasien (KARS).
Pembiayaan pelayanan COVID-19 dilakukan dengan metode prospektif, artinya metode
pembayaran dilakukan berdasarkan layanan yang telah diberikan kepada pasien dengan besaran
biaya sudah diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Metode pembayaran ini
menggunakan casemix atau case-based payment dalam pengelompokan jenis diagnosis dan
prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama menggunakan software grouper.
WHO telah mengeluarkan petunjuk coding COVID-19 pada tanggal 25 Maret 2020 dengan kode
U.07.1 yaitu virus identified dan U.07.2 untuk virus not identified seperti clinically-
epidemiologically diagnosed COVID-19, probable and suspected (WHO). Dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/5673/2021, coding COVID-19 dengan waktu
perawatan sejak tanggal 28 Januari 2020 sampai dengan 30 September 2021 diagnosa utama
pasien suspek/probable COVID-19 menggunakan coding Z03.8 yaitu observation for other
suspected disease. Sedangkan bagi pasien dengan diagnosa terkonfirmasi COVID-19
menggunakan coding B34.2 yaitu coronavirus infection, unspecified. Sehingga kode U.07.1
tidak digunakan dan disetarakan dengan B.34.2. Pasien sejak tanggal 1 Oktober 2021
menggunakan coding pasien suspek COVID-19 dan terkonfirmasi COVID-19 dengan coding
yang dikeluarkan oleh WHO. Coding tindakan/prosedur yang diberikan kepada pasien sesuai
dengan ICD 9 CM tahun 2010 yang telah disesuaikan. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan
dkk (2020) Penyebab pengembalian berkas klaim BPJS dalam penentuan diagnosa sebesar 90,6
% disebabkan oleh kesulitan coding dan ada perbedaan persepsi antara verifikator rumah sakit
dan BPJS Kesehatan.
Berkas pengajuan klaim dilakukan secara kolektif dan dapat diajukan maksimal 2 (dua)
kali dalam satu bulan yang sama pengajuan. Berkas diajukan dengan melengkapi dokumen setiap
aktivitas dan syarat penegakan diagnosa. Penegakan diagnosa COVID-19 harus dilakukan
dengan hasil laboratorium reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) termasuk
Tes Cepat Molekuler/TCM dan foto rontgen thorax. Hasil asesmen klinis pasien yang dilakukan
oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) dengan memberikan catatan perawatan pasien
dalam resume pasien. Kondisi pasien dilakukan sesuai kategori gejala pasien, yaitu gejala ringan
dan sedang/berat. Kondisi gejala pasien disesuaikan untuk perawatan yang dibutuhkan pasien
dalam pengobatan, sehingga segala bentuk pemeriksaan dan tindakan harus ditulis dan
dibuktikan dalam berkas pengajuan klaim BPJS kesehatan. Hal terpenting dalam pengajuan
klaim pembiayaan pasien adalah catatan resume medis pasien yang harus sesuai dengan
ketentuan coding, penegakan diagnosa, tindakan/prosedur dan persetujuan yang ditandatangani
oleh DPJP. Penelitian yang dilakukan Resti dan Arief (2016), menjelaskan bahwa unclaimed
berkas BPJS dipengaruhi oleh pengetahuan dan kedisiplinan petugas yang kurang, prosedur
klaim yang belum tersedia dan ketidaklengkapan berkas hasil penunjang.
Wiwi (2020), menyatakan kendala yang ditemui dalam pembayaran klaim antara lain :
1. Pembayaran tidak tepat waktu
Keterlambatan dalam pencairan klaim menimbulkan masalah dalam operasional pelayanan,
terutama ketersediaan supply chain dan arus kas rumah sakit. Dengan ada keterlambatan
pembayaran mengakibatkan keterlambatan dalam menyediakan sarana prasarana pelayanan
COVID-19 seperti ruang isolasi, ruang ICU dan obat.
2. Administrasi tidak lengkap
Proses administrasi akibat kurang lengkap dan ketidaksesuaian berkas dalam pengisian
dokumen dalam aplikasi mengakibatkan klaim dispute. Kriteria klaim dispute antara lain :
identitas tidak sesuai ketentuan, kriteria peserta jaminan COVID-19 tidak sesuai ketentuan,
Pemeriksaan penunjang laboratorium swab PCR tidak ada pemeriksaan darah rutin dan tidak
ada hasil rontgen, tatalaksana isolasi tidak sesuai dengan pedoman penanggulangan dan
pencegahan penyakit COVID-19, berkas tidak lengkap, coding diagnosa utama keliru
dengan diagnosa penyerta/komorbid, diagnosa komorbid tidak sesuai ketentuan, rawat inap
dilakukan di luar ruangan isolasi dan penggunaan aplikasi E-klaim.
3. Ketidaksiapan perangkat aplikasi
Pelayanan kesehatan pada era new normal rumah sakit perlu melakukan penataan ulang
terhadap pelayanan untuk memisahkan perawatan pasien infeksi dan non infeksi serta
peningkatan penggunaan perangkat secara digitalisasi seperti pendaftaran, transaksi
pembayaran, dan konsultasi online/telemedicine. Penggunaan perangkat mengakibatkan tim
verifikator perlu dilakukan sosialisasi kembali terkait pengguna aplikasi. Banyak
penggunaan aplikasi dalam satu pelayanan kesehatan yang memiliki kepentingan tersendiri
seperti aplikasi E-klaim, V-klaim, aplikasi dispute dan sistem informasi kesehatan rumah
sakit.
4. Jumlah verifikator dispute pusat kurang
Kemampuan verifikator sangat terbatas, terutama dalam penggunaan aplikasi E-klaim dan
dan penyelesaian masalah dispute. Hal ini menimbulkan terjadinya double claim yang
dilakukan rumah sakit akibat salah input pada aplikasi
PENUTUP
Kesimpulan
Klaim penggantian pelayanan COVID-19 telah ditetapkan Pemerintah untuk
memberikan dukungan kepada rumah sakit dalam melakukan pelayanan kesehatan. Klaim yang
diajukan perlu dilakukan verifikasi oleh BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan. Verifikasi
dilakukan secara administrasi untuk menguji kebenaran, validasi dan akurasi terhadap klaim
yang diajukan fasilitas kesehatan. Administrasi ini tidak seharusnya menjadi kendala dalam
memberikan pelayanan kesehatan saat pandemi ini. Diutamakan dalam ketahanan jaminan
kesehatan nasional selain keuangan adalah masalah mutu, yaitu mampu menurunkan angka
kematian. Namun secara administrasi sistem verifikasi klaim masih memiliki kendala dalam
proses pencairan klaim penggantian pelayanan COVID-19 saat ini. Adapun kendala yang
ditemui adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan aplikasi klaim yang tidak dalam satu platform yaitu antara E-klaim, V-
klaim, dispute dan sistem informasi kesehatan di rumah sakit. Hal ini yang
menyebabkan petugas rumah sakit melakukan hal yang sama namun dilakukan untuk
ketiga aplikasi.
2. Kelengkapan dokumen yang tidak sesuai. Pengajuan yang dilakukan rumah sakit
menggunakan dokumen elektronik yang di scan atau di foto jelas. Hasil verifikasi BPJS
Kesehatan yang tidak dapat diberikan BAHV akan diajukan kembali oleh rumah sakit.
Pengajuan ini yang dapat menyebabkan kemungkinan double pengajuan.
3. Prosedur klaim. Pengajuan klaim yang diajukan rumah sakit harus dilakukan verifikasi
BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan
Daerah/Kabupaten/Kota. Hasil verifikasi dikembalikan lagi ke rumah sakit untuk
memutuskan kesepakatan hasil BAHV BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan
Dinas Kesehatan Daerah/Kab/ Kota. Walaupun verifikasi BPJS Kesehatan memiliki
waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterima, namun untuk menuju kesepakatan
pihak rumah sakit harus melakukan verifikasi ulang dari BAHV yang diajukan secara
kolektif. Hal ini yang dapat menyebabkan terjadinya fraud dan juga double pengajuan.
4. Kompetensi verifikator rumah sakit, kementerian kesehatan dan Provinsi yang masih
kurang memadai.
Saran
1. Penggunaan satu aplikasi yang terintegrasi dan saling melengkapi. Peran DUKCAPIL,
BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan Sistem Informasi rumah sakit disatukan
dalam platform yang sama.
2. Aplikasi yang mencakup secara nasional harus didukung dengan server dan database
yang memadai/support dan memiliki keamanan yang terjaga (secure).
3. Ada sosialisasi atau bimbingan teknis (what and how) terkait peraturan klaim, prosedur
dan mekanisme pengajuan klaim.
4. Peningkatan kemampuan/kompetensi tim verifikator kementerian kesehatan, verifikator
rumah sakit, verifikator BPJS dan verifikator Daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, W. (2021). Pembiayaan Pasien COVID-19 dan Dampak Keuangan terhadap Rumah
Sakit yang Melayani Pasien COVID-19 di Indonesia Analisis Periode Maret 2020 –
Desember 2020. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 6(1), 23–37.
https://doi.org/10.7454/eki.v6i1.4881
Arikusnadi, N. W., Sudirman, S., & Kadri, A. (2020). Studi Penyebab Pengembalian Berkas
Klaim Bpjs Kesehatan Di Rumkit Bhayangkara Palu. Jurnal Kolaboratif Sains, 03(1), 159–
165.
Aurora, W. I. D. (2019). Perbandingan Sistem Di Negara Maju Dan Negara Berkembang. Jurnal
Manajemen Jambi, 7, 206–214.
BPJS Kesehatan. (2014). Panduan Praktis Teknis Verifikasi Klaim. BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan. (2021). Panduan praktis Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan BPJS
Kesehatan. 2019, 1–83.
EP., A. A. (2018). Faktor-Faktor Penyebab Klaim Tertunda BPJS Kesehatan RSUD Dr.
Kanujoso Djatiwibowo Periode Januari-Maret 2016. Jurnal Administrasi Rumah Sakit, 4(2),
122–134. http://journal.fkm.ui.ac.id/arsi/article/view/2564
Iskandar. (2016). Analisis Prosedur Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan Di Rumah Sakit Bhakti Asih Brebes. Jurnal Strategik, 1(2), 1–12.
KARS. (2020). SE No. 602/SE/KARS/VII/2020 Tentang Dukungan KARS Kepada Rumah Sakit
Dalam Penanggulangan COVID-19. KARS, 1(Standar Akreditasi Rumah Sakit), 160–163.
Kementerian Kesehatan RI. (2021). Pedoman Pelayanan Rumah Sakit Pada Masa Pandemi
COVID-19 (Revisi 1). Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI. (2021). Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
HK.01.07/menkes/4718/2021 tentang petunjuk teknis klaim penggantian biaya pelayanan
pasien. Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien, 2019, 1–83.
Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Corona Virus Disease 2019 (Covid-
19) Bagi Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), 4
1 (2021).
Kementrian Kesehatan RI. (2021). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/Menkes/5673/2021 Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya
Pelayanan Pasien Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). 1–21.
Malonda, T. D., Rattu, A. J. M., & Soleman, T. (2015). Analisis Pengajuan Klaim Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) Kesehatan di RSUD Dr . Sam Ratulangi Tondano.
Jikmu, 5(5), 436–447.
Nurdiah, R. S., & Iman, A. T. (2016). Analisis Penyebab Unclaimed Berkas Bpjs Rawat Inap Di
Rsud Dr. Soekardjo Tasikmalaya. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 4(1),
23–28. https://doi.org/10.33560/.v4i2.128
Risky Joko Manaida, Adisti A. Rumayar, G. D. K. (2016). Analisis Prosedur Pengajuan Klaim
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Di Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Pancaran Kasih GMIM Manado. E-Journal Health, 1–11.
Sekretariat Negara RI. (2020). KEPRES RI No. 7 Tahun 2020 Tentang Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Suhartoyo, S. (2018). Klaim Rumah Sakit Kepada BPJS Kesehatan Berkaitan Dengan Rawat
Inap Dengan Sistem INA– CBGs. Administrative Law and Governance Journal, 1(2), 182–
195. https://doi.org/10.14710/alj.v1i2.182-195
Utami, Y. P. D., Pinzon, R. T., & Meliala, A. (2021). Evaluasi Kesiapan Rumah Sakit
Menghadapi Bencana Non-Alam: Studi Kasus COVID-19 di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, 10(2), 100–106.
https://journal.ugm.ac.id/jkki/article/view/61686
Wasis Budiarto, L. K. (2015). Pemanfaatan Dana Kapitasi oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) dalam Penyelenggaraan JKN. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 18(4),
437–445. https://media.neliti.com/media/publications/20970-ID-the-use-capitation-funds-
in-the-first-level-health-facility-fktp-the-implementat.pdf
World Health Organization. (2020). International Guidelines for Certification and Classification
(Coding) of Covid-19 as Cause of Death. WHO, April, 14.
https://www.who.int/classifications/icd/Guidelines_Cause_of_Death_COVID-19.pdf