Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH TERJADINYA ISU DAMPAK NEGATIF TENTANG

RUJUK PASIEN COVID KE RUMAH SAKIT

Penulis : Lulu Khoiriyah


NIM : 211192218
Mata Kuliah : Metode Peneliti an Kuanti tati f
Dosen : Dr. Heri Budianto

UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA


2022
BAB I

Latar Belakang Masalah

Pada pertengahan tahun dibulan Juli 2021 Lonjakan kasus Pasien Covid-19 pun terus
meningkat membuat tenaga medis kewalahan untuk menangani kasus tersebut sebab dengan
minimnya tenaga Kesehatan dan jumlah persedian alat-alat medis seperti masker, oksigen,
dan lain sebagainya terus menipis sehingga mengalami lonjakan kenaikan harga pada alat-
alat Kesehatan dan juga pada obat-obatan tertentu.
PANDEMI COVID-19 yang telah mewabah setahun lebih telah mempengaruhi psikososial
masyarakat terhadap dampak buruk virus SARS-C0V-2. Banyak individu dan kelompok
warga paranoid terhadap wabah yang telah menewaskan lebih dari tiga juta orang di seluruh
penjuru dunia itu. 
Parahnya lagi, pandemi yang terus berlarut dan korban berjatuhan juga memunculkan sikap
skeptis warga terhadap segala daya upaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit
tersebut. Salah satunya di lingkup pelayanan kesehatan, terutama di rumah sakit – rumah
sakit, termasuk di RSUD dr. Iskak.

Munculnya stigma rumah sakit secara meng-covid-kan pasien untuk mendapatkan dana
penanggulangan dan penanganan kasus (pasien) menjadi hoaks yang sangat merugikan.
Isu yang dihembuskan kelompok penganut madzab konspirasi dan kemudian berkembang
menjadi persepsi yang diyakini banyak orang itu menjadi berita hoaks yang sangat jahat,
menyesatkan, dan merugikan semua pihak.
Bagaimana tidak, ribuan nakes dan tenaga kesehatan selama ini berjuang sebagai garda
terdepan dalam penanggulangan wabah ini secara langsung. Mereka yang menghadapi pasien
terpapar dan berisiko ikut tertular.

Tak sedikit pula dokter, perawat maupun SDM di lingkup layanan kesehatan yang meregang
nyawa akibat COVID-19. Sekarang mereka justru difitnah seolah memanfaatkan momentum
pandemi untuk mengais keuntungan sesaat dengan cara meng-covid-kan pasien. Sangat
sangat tidak masuk akal kan? Nyawa saja dipertaruhkan, kok malah dikira cari untung.
1.2 Rumusan Masalah

Pemerintah memperbarui data penanganan pandemi COVID-19 di Tanah Air. Hari


ini, ada 5.656 tambahan kasus baru, 5.747 kasus sembuh, dan 124 kasus meninggal akibat
COVID-19.
Penambahan kasus baru ini disampaikan oleh Satgas COVID-19 pada Rabu (14/4/2021).
Data penanganan pandemi Corona ini diperbarui setiap hari dengan cut off pukul 12.00 WIB.

Pemerintah melaporkan sebanyak 5.656 kasus baru, sehingga total positif Corona di
Indonesia menjadi 1.583.182 kasus. Ada pula penambahan kasus sembuh sebanyak 5.747.
Dengan demikian, total kasus sembuh dari Corona mencapai 1.431.892 kasus.

Sementara itu, sebanyak 124 pasien meninggal akibat COVID-19 pada hari ini sehingga total
kasus meninggal akibat Corona menjadi 42.906 kasus.
Pada hari ini, daerah yang melaporkan penambahan kasus baru terbanyak adalah Provinsi
Jawa Barat, yakni sebanyak 1.568 kasus baru COVID-19. Sedangkan daerah dengan kasus
sembuh tertinggi ada di Jawa Tengah, yakni sebanyak 1.780 kasus sembuh.

Dilihat dari laman Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jabar (Pikobar) pada 10
Agustus 2021, tercatat jumlah kasus kematian di Kabupaten Garut sebanyak 1.088 kasus dari
total kasus terkonfirmasi 25.894. Dalam sepekan terakhir ada penambahan 25 kasus kematian
di Kota Intan ini.
Sedangkan di Kabupaten Indramayu tercatat ada 638 kasus kematian dari 14.404 kasus
terkonfirmasi COVID-19. Lalu, di Kabupaten Karawang kasus kematian COVID-19
mencapai 1.726 dari total 41.694 kasus terkonfirmasi.
Secara akumulasi kasus COVID-19 di Jabar mencapai 10.894 kasus dari total 643.567 kasus
terkonfirmasi. Dalam laporan evaluasi Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan
Ekonomi Daerah Jabar, tingkat kematian di Jabar berada di angka 1,64 persen. Masih di
bawah tingkat kematian nasional yang mencapai 2,90%.
1.3 Tujuan Penelitian

Banyak pihak telah mewanti-wanti maraknya disinformasi dan bualan konspirasi terkait
COVID-19 sejak lama. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio
Gutteres menyebut fenomena itu sebagai "epidemi misinformasi yang berbahaya". PBB
bahkan membentuk satuan tugas khusus untuk "membanjiri internet dengan sains dan fakta."
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya Windhu
Purnomo menjelaskan bagaimana masifnya disinformasi atau bualan konspirasi tentang
COVID-19 mendorong penularan semakin menggila. Hoaks, kata Windhu, membuat
masyarakat tidak percaya pada penanganan pandemi dan akhirnya abai terhadap protokol
kesehatan. Artinya, ogah memakai masker, ogah dites, ogah diminta isolasi mandiri, bahkan
ogah dirawat. Padahal di sisi lain, kepatuhan terhadap protokol kesehatan dan pelaksanaan
tes, trace, dan isolasi makin urgen saat ini mengingat penularan COVID-19 di Indonesia
makin masif. Per Rabu (22/7/2020) kemarin, ditemukan ada 1.693 kasus baru sehingga total
kasus mencapai 89.869. "Mereka anggap, 'ah itu bohong saja, virus itu tidak ada'. Itu, kan,
sangat berbahaya. Mencelakakan masyarakat," kata Windhu kepada reporter Tirto, Selasa
(21/7/2020). Yang dikhawatirkan Windhu telah terjadi. Pada Rabu (3/6/2020), seratusan
orang dengan senjata tajam merangsek ke ICU RS Khusus Dadi Makassar dan mengambil
jenazah seorang pasien. Pasien itu sudah tiga hari dirawat dengan status PDP (kini diganti
'suspek') dan akhirnya meninggal dunia. Direktur RS Arman Bausat menduga aksi itu terjadi
karena berita bohong di media sosial yang mengatakan rumah sakit menerima ratusan juta
rupiah dari setiap pasien COVID-19 yang meninggal. Hal ini diperkuat karena keluarga
sebetulnya tidak mempermasalahkan protokol pemakaman dengan menandatangani formulir
saat pasien pertama kali dirawat.

"Jadi pembuat hoaks ini tidak boleh dibiarkan, itu harus betul-betul diusut. Dan mereka tidak
cukup hanya minta maaf karena ini dampaknya sudah sangat merusak apa yang sudah
dilakukan dengan susah payah ini," kata Windhu. Ketua Satuan Tugas Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) untuk COVID-19 Zubairi Djoerban tak habis pikir dari mana asal tudingan
bahwa dokter mencari untung dari pandemi. Alasannya sederhana saja: tak sedikit dokter
yang harus meregang nyawa akibat penyakit ini. Hingga Senin (20/7/2020) lalu, IDI mencatat
sudah ada 68 dokter meninggal dunia akibat COVID-19. Zubairi menilai disinformasi itu bisa
tersebar karena banyak masyarakat yang belum paham tentang penyakit ini. Karenanya ia
meminta pemerintah menggencarkan lagi sosialisasi, bukan hanya melalui elite seperti
pejabat, artis, dan dokter, tetapi juga tokoh masyarakat dan tokoh agama. "Harus ada
pelatihan untuk beliau-beliau itu agar bisa memberikan penyuluhan dengan baik dan benar.
Jangan sampai tokoh masyarakat ini memberi penyuluhan ke masyarakat sesuai persepsi
mereka yang keliru," kata Zubairi.

BAB II

Kerangka Pikir
Sejak kasus positif COVID-19 meningkat drastis hampir sebulan
terakhir, banyak rumah sakit di daerah kewalahan menangani lonjakan pasien yang terinfeksi
coronavirus.

Tak hanya di Indonesia, pandemi COVID-19 menyebabkan banyak rumah sakit di seluruh
dunia mengalami kesulitan baik secara manajemen maupun sarana prasarana dalam
memberikan pelayanan karena jumlah pasien melonjak dalam waktu singkat.

Terlebih COVID-19 merupakan penyakit menular mematikan dengan waktu dari mulainya
penyakit sampai dengan menjadi parah terjadi dalam satu minggu.. Pasien dapat mengalami
kegagalan sistem pernafasan akut dan membutuhkan sarana dan prasarana khusus seperti
ICU, ruangan isolasi khusus, oksigen atau ventilator.

Sebuah riset berbasis pemodelan memprediksi pekan depan rumah sakit di Jakarta dan lima
provinsi terbanyak kasus infeksi corona akan makin susut kemampuannya merawat pasien
parah akibat COVID-19 yang membutuhkan ruang perawatan intensif (ICU) dan ventilator
karena terbatasnya fasilitas tersebut.

Keadaan buruk ini sangat berdampak pada keselamatan pasien, apalagi jika rumah sakit tidak
menegakkan secara ketat Rencana Penanggulangan Bencana di rumah sakit (Hospital
Disaster Plan, HDP), sebuah mekanisme dan prosedur untuk menghadapi pandemi di layanan
rumah sakit.

Dampak minus mitigasi RS terhadap keselamatan pasien

Kondisi bencana COVID membawa dampak pada kualitas dan keamanan dari pelayanan


yang diberikan oleh rumah sakit.

Ukuran dari dampak tersebut susah untuk diukur akan tetapi dapat dikaji menggunakan
dimensi kualitas dari Institute of Medicine (IOM) yakni pelayanan kesehatan yang diberikan
harus aman, efektif, berfokus pada pasien, tepat waktu, efisien, dan adil.

Pada kondisi normal, rumah sakit merupakan organisasi yang kompleks secara desain dan
sangat rentan terhadap terjadinya kesalahan. Sebagai contoh, dengan menggunakan rujukan
dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada kapasitas normal untuk rumah sakit di negara
maju, 1 dari 10 pasien berpeluang mengalami insiden keselamatan pasien, misalnya pasien
jatuh, operasi salah sisi, operasi salah pasien, kesalahan pengobatan atau insiden lainnya
ketika menjalani perawatan di rumah sakit.

Sedangkan tingkat infeksi nosokomial (infeksi yang dapat terjadi pada pasien selama mereka
menjalani perawatan di rumah sakit) terjadi pada 7-10 pasien di antara 100 pasien yang
menjalani rawat inap.

Kesalahan atau keterlambatan diagnosis penyakit berkontribusi terhadap kematian yang


terjadi di rumah sakit sekitar 10%. Selain itu kegagalan dalam berkomunikasi di antara tenaga
kesehatan dalam memberikan perawatan berkontribusi 70% terhadap insiden yang
menyebabkan pasien meninggal atau menyebabkan pasien mengalami disabilitas.

Pada kondisi pandemi ini, angka-angka tersebut kemungkinan menjadi lebih besar.

Misalnya, keterlambatan diagnosis kasus COVID-19 terjadi karena pasien dan dokter butuh


waktu berhari-hari mendapatkan hasil tes swab (PCR). Hal ini menyebabkan pasien tidak
mendapatkan perawatan sesuai standar COVID-19 dan mengakibatkan pasien meninggal saat
dalam perawatan sebelum terkonfirmasi positif terinfeksi COVID-19.
Untuk mencegah infeksi selama di rumah sakit, protokol pengendalian infeksi COVID-19
dibuat sangat ketat.

Item yang diatur meliputi berbagai aspek, mulai dari alur masuk pasien ke rumah sakit, ketika
pasien berada di ruang tunggu, pengelompokan pasien berdasar kondisinya, saat pasien harus
dibawa ke unit pelayanan lain di rumah sakit, perawatan di ruang isolasi ataupun di ruang
perawatan intensif, pengelolaan linen, bahkan sampai pengelolaan limbah.

Keamanan pelayanan akan sangat dipengaruhi oleh kepatuhan petugas kesehatan dan pasien
terhadap prosedur, ketersediaan alat pelindung diri (APD) yang standar, pelatihan yang
terstandar, dan pemahaman petugas kesehatan terhadap protokol penanganan COVID-19.
Sedangkan efektifitas pelayanan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana prasarana,
ketepatan penanganan dan pengobatan yang untuk kasus COVID-19 sangat berkejaran
dengan waktu.

Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menunjukkan ventilator hanya


dimiliki oleh 60% rumah sakit di Indonesia. Terbanyak di Jawa Barat ada sekitar 1.200 unit,
sedangkan paling sedikit di Maluku (22 ventilator). Jumlah rata-rata ventilator secara kasar,
di setiap rumah sakit hanya sekitar 3-4 unit yang amat sangat kurang untuk bisa memenuhi
lonjakan pasien.

Selain itu, kekurangan tempat tidur menyebabkan rumah sakit berusaha memulangkan pasien
non-COVID lebih cepat, yang menyebabkan pergantian tempat tidur yang tinggi.
Meningkatnya jumlah pasien yang keluar rumah sakit lebih dini juga dapat membahayakan
keselamatan pasien.

Mitigasi bencana di rumah sakit

Di tengah beratnya beban rumah sakit saat pandemi, sebenarnya jauh hari sebelumnya rumah
sakit memiliki Rencana Penanggulangan Bencana di rumah sakit (Hospital Disaster Plan,
HDP) untuk menghadapi bencana.

Tujuan dari manajemen kesiapsiagaan rumah sakit dalam menghadapi pandemi adalah untuk
memastikan bahwa rumah sakit setiap saat berada dalam kondisi siap-siaga untuk
berpartisipasi secara efektif dan efisien dalam merespons kondisi darurat.

Rumah sakit juga mempunyai mekanisme dan prosedur yang dibutuhkan untuk
mengkoordinasikan aktivitas manajemen dalam menghadapi pandemi.

Persyaratan terkait HDP telah diakomodasi dalam banyak instrumen akreditasi, baik
akreditasi internasional maupun nasional, termasuk dalam Standar Nasional Akreditasi
Rumah Sakit Edisi 1 yang dikeluarkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Bisa kita
katakan jika rumah sakit telah terakreditasi seharusnya mampu untuk menangani bencana.

Namun kenyataannya, bagi banyak rumah sakit, mengaktifkan HDP dalam pandemi COVID-
19 bukan hal yang mudah. Misalnya, di Indonesia terdapat 132 rumah sakit rujukan COVID
nasional dan sekitar 500 rumah sakit rujukan provinsi yang kemungkinan besar telah
terakreditasi dan mempunyai HDP.

Namun tingkat kesiapan rumah sakit, ketersediaan fasilitas, ketersediaan APD dan
pengetahuan tenaga kesehatan yang berbeda-beda akan protokol COVID-19 dapat membawa
risiko pada keselamatan pasien.
Selain itu, ada potensi penyebaran COVID-19 menjadi lebih luas karena tercampurnya pasien
COVID-19 dan non-COVID dalam satu rumah sakit karena rumah sakit rujukan juga tetap
memberikan pelayanan kepada pasien biasa.

Selain imbauan dari pemerintah agar masyarakat tidak mendatangi rumah sakit jika tidak
mengalami kondisi gawat darurat, masyarakat sendiri sebenarnya juga takut terinfeksi
COVID-19 bila mendatangi rumah sakit. Dampaknya, kunjungan pasien menurun 60-70%..
Dalam konteks ini, akses pelayanan kesehatan untuk masyarakat secara luas tertunda padahal
tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan pandemi akan berakhir.

Sebuah studi dari Italia menceritakan sebuah rumah sakit di Codogno, kota kecil di Italia
Selatan, mendesain ulang struktur, departemen dan logistik rumah sakit untuk merespons
gelombang pasien positif COVID-19 yang membutuhkan rawat inap hanya dalam delapan
hari. Di sini, respons rumah sakit terhadap bencana akan sangat menentukan jumlah kematian
dan kesakitan di komunitas sekitar.

Beberapa mekanisme penanganan bencana yang terkandung dalam HDP di antaranya:


mengaktifkan Unit Krisis Rumah Sakit, melakukan perhitungan, rekrutmen dan pelatihan
tenaga tambahan. Juga mengkalkulasikan kapasitas maksimal dengan melihat jumlah
ketersediaan tempat tidur, kemampuan mengubah ruangan yang ada menjadi pelayanan kritis
dan ruang isolasi, serta ketersediaan ventilator dan alat lain.

Sayangnya, mekanisme tersebut belum diimplementasikan dengan baik oleh rumah sakit
di seluruh dunia dan lebih banyak rumah sakit yang merasa tidak siap terutama untuk
memastikan tercukupinya tenaga kesehatan dan pasokan medis di area pelayanan yang
esensial.

Semua kondisi di atas membawa konsekuensi pada keselamatan pasien dan keselamatan
tenaga kesehatan.
BAB III

Kesimpulan Dan Saran

Melihat masalah yang kompleks tersebut, saya menyarankan dua hal kepada pemerintah:

Pertama, rumah sakit rujukan COVID-19 sebaiknya hanya melayani pasien COVID-19 saja.
Rumah sakit dipilih berbasis wilayah sehingga tidak semua rumah sakit di kabupaten/kota
menjadi rumah sakit rujukan.
Dengan strategi ini pemerintah pusat dan daerah, dalam waktu sangat pendek, dapat
menambah jumlah tempat tidur atau ruang perawatan secara signifikan, memfokuskan
pemenuhan kekurangan tenaga kesehatan, memberikan pelatihan yang tepat, alat pelindung
diri yang lengkap dan terstandar, serta memenuhi kebutuhan sarana prasarana yang lain.

Dengan demikian pengendalian infeksi di tingkat rumah sakit dan pemberian pelayanan yang
efektif akan lebih terkontrol pada akhirnya akan meningkatkan keselamatan pasien dan
tenaga kesehatan.

Kedua, pemerintah perlu membuat sistem penilaian yang lebih komprehensif terhadap HDP
dalam akreditasi rumah sakit Indonesia. Misalnya menjadikan HDP menjadi bab penilaian
tersendiri, bukan merupakan bagian kecil dari Manajemen Fasilitas Rumah Sakit.
Hal ini penting karena Indonesia adalah daerah rawan bencana dan HDP harus menjadi
bagian dari operasional rumah sakit. Dengan demikian, rumah sakit akan memberikan
perhatian yang lebih besar dan mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk
mengimplementasikan mitigasi bencana di rumah sakit.
Daftar Pustaka

Baca selengkapnya di artikel "Betapa Bahaya Hoaks RS Dapat Uang Jika


Pasien Corona Meninggal", https://tirto.id/fSMr

Baca artikel detiknews, "Ini 3 Daerah di Jabar yang Tingkat Kematian


COVID Tertinggi Pekan Ini" selengkapnya https://news.detik.com/berita-
jawa-barat/d-5677914/ini-3-daerah-di-jabar-yang-tingkat-kematian-covid-
tertinggi-pekan-ini.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

https://rsud.tulungagung.go.id/fitnah-hentikan-hoaks-rumah-sakit-meng-covid-
kan-pasien/

Anda mungkin juga menyukai