Anda di halaman 1dari 37

TUGAS MATA KULIAH PROPOSAL SKRIPSI

“HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT


DENGAN KESIAPSIAGAAN BENCANA PANDEMI COVID-19
DI IGD RS HAJI SURABAYA”

OLEH : SUTEJO
NIM : 131911123050
KELAS AJ 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
Daftar Isi
Cover ................................................................................................................... 1
Daftar Isi...........................................................................................................................................2
BAB. I. PENDAHULUAN................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah :..................................................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................7
2.1 Pandemi COVID – 19 Bencana Nasional Non Alam...............................................................7
2.2 Kesiapsiagaan...........................................................................................................................7
2.3 Pengetahuan..............................................................................................................................9
2.4 Sikap.......................................................................................................................................11
2.5 Perawat...................................................................................................................................13
2.6 Corona Virus..........................................................................................................................13
2.7 Pedoman kesiapsiagaan menghadapi wabah covid 19 (KEMENKES 2020a).......................17
2.8 Keaslian Penelitian.................................................................................................................28
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL..........................................................................................30
DAN HIPOTESIS PENELITIAN....................................................................................................30
3.1 Kerangka Konsep Penelitian..................................................................................................30
3.2 Hipotesis.................................................................................................................................30
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN........................................................................................31
4.1 Desain Penelitian....................................................................................................................31
4.2 Lokasi Penelitian....................................................................................................................31
4.3 Ruang lingkup penelitian........................................................................................................31
4.4 Populasi dan Sampel..............................................................................................................31
4.5 Variabel Penelitian.................................................................................................................31
4.6 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................................32
4.7 Instumen Pengumpulan Data..................................................................................................32
4.8 Pengolahan Data.....................................................................................................................32
4.9 Analisis Data..........................................................................................................................33
4.10 Etika Penelitian.....................................................................................................................33
Daftar Pustaka..................................................................................................................................35

ii
BAB. I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyebaran COVID - 19 terjadi cepat dan meluas karena dapat menular
melalui kontak dari manusia ke manusia. Pada 11 Maret 2020 WHO menetapkan
COVID-19 sebagai pandemi. Semua negara waspada dan siaga menghadapi
COVID- 19 yang belum ditemukan obat dan vaksinnya. Berdasarkan data dari
WHO diakses pada tanggal 9 April 2020 korban virus korona di dunia terus
bertambah, sudah 209 negara telah mengkonfirmasi adanya COVID-19 , ada
1.518.719 kasus konfirmasi , 88.502 kematian, dan 330.589 telah dinyatakan
sembuh. Sedangkan di Indonesia terdapat 2.956 kasus konfirmasi, 240
kematian , dan 222 kasus sembuh ( Gugus Tugas COVID-19/9 April 2020). IGD
RS Haji sebagai salah satu layanan kesehatan lini depan dalam penanggulangan
bencana pandemi COVID-19 di Jawa Timur diharapkan kesiapsiagaannya.
Kesiapsiagaan perawat IGD sangat penting dalam hal deteksi dini dan respon
terhadap COVID -19. Pemilahan pasien yang berobat ke IGD harus dilakukan
dengan hati - hati , apalagi keluhan pasien rata – rata sesak, batuk , dan panas
yang identik dengan flu like syndroms. Hal ini akan beresiko terhadap penyebaran
infeksi dan tatalaksana perawatan yang tidak sesuai. Diperlukan pengetahuan dan
sikap yang baik dalam melaksanakan informasi pedoman kesiapsiagaan
penanggulangan dan pengendalian COVID -19 dari Kemenkes RI. Pengetahuan
perawat IGD sangat penting karena perawat merupakan ujung tombak utama
dalam sebuah pelayanan kesehatan. Jika tingkat pengetahuan perawat tersebut
kurang, maka perawat akan memiliki sikap negatif sehingga perawat kurang siap
dalam menghadapi wabah penyakit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Juliandi menyimpulkan bahwa variabel yang mempunyai
hubungan terhadap kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi bencana wabah
suatu penyakit yaitu pengetahuan dan sikap (Mahdi 2014). Bagaimana Hubungan
pengetahuan dan sikap perawat dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana
pandemi COVID-19 di IGD RS Haji surabaya belum dapat dijelaskan.

Kejadian luar biasa oleh Coronavirus bukanlah merupakan kejadian yang


pertama kali. Tahun 2002 severe acute respiratory syndrome (SARS) disebakan
oleh SARS-coronavirus (SARS-CoV) dan penyakit Middle East respiratory

3
syndrome (MERS) tahun 2012 disebabkan oleh MERS-Coronavirus (MERS-
CoV)

3
4

dengan total akumulatif kasus sekitar 10.000 (1000-an kasus MERS dan 8000-an
kasus SARS). Tingkat Mortalitas akibat SARS sekitar 10% sedangkan MERS
lebih tinggi yaitu sekitar 40%. Sedangkan Covid 19 memiliki tingkat mortalitas
5- 6% , di Indonesia mencapai 8-9 % ( 9 April 2020). Berdasarkan informasi
pedoman kesiapsiagaan Covid 19 (KEMENKES 2020a) petugas kesehatan di
layanan kesehatan berperan dalam surveilans dan respon , manajemen Klinis,
pencegahan dan pengendalian Infeksi , pengelolaan Spesimen dan konfirmasi
Laboratorium, serta komunikasi Risiko dan Pemberdayaan Masyarakat.
Pengetahuan informasi tentang pedoman kesiapsiagaan COVID-19 wajib
diketahui oleh perawat. Pengetahuan ini sangat diperlukan perawat dalam
memberikan pelayanan kesehatan yang lebih optimal. Sehingga perawat yang
berada di lini depan instalasi gawat darurat dapat bersikap positif dalam
penanggulangan COVID-19.

Kasus pertama mengenai corona virus ini dilaporkan pada 31 Desember


2019, di Wuhan, tetapi saat itu belum jelas apa yang ada di balik virus yang
menyebabkan penyakit pneumonia. Pengetahuan tetang COVID-19 ini masih
terbatas dan berkembang terus. Sampel isolat dari pasien diteliti dengan hasil
menunjukkan adanya infeksi coronavirus, jenis betacoronavirus tipe baru, diberi
nama 2019 novel Coronavirus (2019-nCoV) (PDPI 2020). Pada tanggal 11
Februari 2020, World Health Organization memberi nama virus baru tersebut
Severa acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dan nama
penyakitnya sebagai Coronavirus disease 2019 (COVID-19). Pada 9 maret 2020
dalam sepekan WHO menerima 100.000 laporan kasus baru COVID-19 di 100
negara hingga akhirnya pada 11 maret 2020 WHO menyatakan COVID -19
sebagai pandemi (WHO 2020). Pandemi penyakit menular termasuk bagian dari
bencana non alam. Dalam menghadapi bencana diperlukan kesiapsiagaan dalam
menanggulangi dan mengendalikan pandemi COVID -19. Menurut ICN
keperawatan bencana bertujuan untuk memastikan bahwa perawat berpartisipasi
aktif dalam perencanaan dan kesiapsiagaan bencana. Perawat harus mempunyai
ketrampilan teknis dan pengetahuan sehingga dapat membantu dalam pra bencana
, selama bencana dan sampai tahap pemulihan (ICN 2009). Berdasarkan
penelitian kebencanaan lainnya yang dilakukan oleh Mukhsal mahdi terdapat
hubungan bermakna antara pengetahuan dan sikap perawat dengan kesiapsiagaan
5

menghadapi wabah flu burung di IGD RS Zainul Abidin Banda Aceh (Mahdi
2014).

Secara teoritis disebutkan bahwa pengetahuan mempunyai korelasi


positif dengan perilaku, pengetahuan dapat menuntun seorang individu untuk
berperilaku dengan baik (Notoatmojo 2007). Faktor faktor yang mempengaruhi
pengetahuan dan perubahan perilaku ( sikap ) adalah pengalaman menghadapi
bencana sebelumnya, kebutuhan yang dirasakan saat terjadi bencana, pelatihan ,
pendidikan dan seminar kebencanaan (Mangahas, Casimiro, and Gabriel 2018).
Pengetahuan merupakan indikator penting , hal ini ditandai dengan semakin
baik pengetahuan seseorang tentang suatu penyakit maka diyakini akan semakin
siap menghadapi bencana wabah penyakit (Mahdi 2014). Peneliti berasumsi
bahwa pengetahuan dan sikap yang baik dari perawat merupakan indikator
kesiapsiagaan perawat tersebut menghadapi pandemi COVID -19. Oleh karena
itu peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap perawat
dengan kesiapsiagaan menghadapi pandemi COVID -19 di Instalasi Gawat
Darurat RSU Haji Surabaya.

1.2 Rumusan Masalah :


Bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan
kesiapsiagaan menghadapi pandemi COVID -19 di IGD RS Haji surabaya masih
belum dapat dijelaskan.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menjelaskan hubungan pengetahuan


dan sikap perawat dengan kesiapsiagaan menghadapi pandemi COVID –19 di
IGD RS Haji Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Menganalisa hubungan pengetahuan perawat dengan kesiapsiagaan


menghadapi pandemi COVID –19 di IGD RS Haji Surabaya.

1.3.2.2 Menganalisa hubungan sikap perawat dengan kesiapsiagaan


menghadapi pandemi COVID –19 di IGD RS Haji Surabaya.
6

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian digunakan untuk menambah informasi tentang kesiapsiagaan


mengahadapi pandemi COVID -19 di Rumah Sakit sehingga RS bisa mengambil
langkah konkret dalam menyusun tata laksana pasien COVID - 19.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Manfaat untuk RS

Menentukan kebijakan untuk memberikan penyegaran informasi berkaitan dengan


pencegahan dan pengendalian COVID - 19 kepada perawat IGD.

1.4.2.2 Manfaat untuk Perawat

Membentuk perilaku positif dalam pencegahan dan pengendalian COVID - 19


serta tata laksana perawatan pasien yang dicurigai / terkonfirmasi COVID - 19.

1.4.2.3 Manfaat untuk Instsitusi Pendidikan

Menambah publikasi ilmiah dalam bidang keperawatan.

1.4.2.4 Manfaat untuk peneliti

Sebagai satu pengalaman dalam mengembangkan riset keperawatan.

.
7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pandemi COVID – 19 Bencana Nasional Non Alam
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor
alam atau non alam ( wabah penyakit / epidemi /pandemi) maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (BNPB 2017).

Pada 11 Maret 2020, WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi.


COVID - 19 menjadi pandemi pertama yang disebabkan oleh virus corona
termasuk dalam bencana yang disebakan oleh faktor non alam. Pandemi adalah
suatu wabah penyakit global. Pandemi adalah epidemi yang menyebar ke
beberapa negara atau benua. Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Kemdikbud KBBI 2016), pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di
mana-mana atau meliputi geografi yang luas. Artinya, virus Corona telah diakui
menyebar luas hampir ke seluruh dunia. Sementara, epidemi merupakan istilah
yang digunakan untuk peningkatan jumlah kasus penyakit secara tiba-tiba pada
suatu populasi di area tertentu. WHO mendefinisikan pandemi sebagai situasi
ketika populasi seluruh dunia ada kemungkinan akan terkena infeksi dan
berpotensi sebagian dari mereka jatuh sakit (WHO 2020). Sementara itu, kasus
pandemi influenza terparah di dunia terjadi saat pandemi flu Spanyol pada tahun
1918 yang menyebabkan 50 juta kematian di seluruh dunia.

2.2 Kesiapsiagaan 
2.2.1 Definisi kesiapsiagaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kemdikbud KBBI 2016) : Siaga /si-a-
ga bermakna siap sedia . Kesiapsiagaan /ke-si-ap-si-a-ga-an bermakna keadaan
siap siaga. 

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah tepat guna dan berdaya guna. Kesiapsiagaan dilakukan untuk
memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana
(Aminudin 2013). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan
8

Bencana, kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk


mengantisipasi bencana melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

2.2.2 Tahap – tahap kesiapsiagaan

Menurut Aminudin (2013) tahapan kesiapsiagaan dapat berupa:

a. Penyusunan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana.

b. Pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini.

c. Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan


kebutuhan dasar

d. Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan dan gladi tentang


mekanisme tanggap darurat

e. Penyiapan lokasi evakuasi

f. Penyusunan data akurat, informasi dan pemutakhiran prosedur


tetap tanggap darurat bencana

g. Penyediaan dan penyiapan bahan, barang dan peralatan


untuk pemenuhan pemulihan prasaranan dan sarana.

2.2.3 Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Kesiapsiagaan Perawat

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan perawat adalah


perbedaan individu meliputi usia, lama kerja, pengalaman bencana sebelumnya ,
motivasi diri dan suasana pelayanan kesehatan (Baack 2011). Kesiapsiagaan
merupakan wujud dari gambaran pengetahuan dan sikap seorang perawat. Faktor
faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan perubahan perilaku ( sikap ) adalah
pengalaman menghadapi bencana sebelumnya, kebutuhan yang dirasakan saat
terjadi bencana, pelatihan , pendidikan dan seminar kebencanaan (Mangahas,
Casimiro, and Gabriel 2018).

Menurut ICN keperawatan bencana bertujuan untuk memastikan bahwa


perawat berpartisipasi aktif dalam perencanaan dan kesiapsiagaan
bencana. Perawat harus mempunyai ketrampilan teknis dan pengetahuan sehingga
dapat membantu dalam pra bencana dan selama bencana sampai tahap pemulihan
(ICN 2009). Menurut Zarea, perawat bersama dengan dokter merupakan ujung
9

tombak kesehatan pada saat bencana terjadi selama dalam kondisi kritis dan gawat
darurat (Zarea 2014).

Indikator yang akan digunakan untuk menilai kesiapsiagaan


diturunkan dari lima parameter menurut LIPI UNESCO/ISDR dalam (BNPB
2017) yaitu:

a. Pengetahuan dan sikap

b. Kebijakan

c. Rencana tanggap darurat

d. Sistim peringatan bencana

e. Mobilisasi sumberdaya

2.3 Pengetahuan
2.3.1 Pengertian

Pengetahuan Menurut Notoatmodjo merupakan hasil dari tahu dan ini


terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmojo 2007). Syarat hal disebut
pengetahuan adalah dimana hal tersebut memiliki objek seperti apa, siapa,
bagaimana, dan kenapa seorang individu dapat mengumpulkan keterangan yang
kemudian saling dihubungkan dalam rangka mendapatkan suatu hasil untuk
memecahkan permasalahan di pemikirannya.

2.3.2 Tingkat pengetahuan


Notoatmojo (2007) menjelaskan bahwa pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi (recall ) yang telah
dipelajari sebelumnya dan sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
10

3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya).
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.3.3 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan


Notoatmojo (2007) dan Budiman (2013) menjelaskan mengenai
faktor -faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan adalah sebagai
berikut:
1. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah
menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang
dimiliki.
2. Informasi/media massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun
nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga
menghasikan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
3. Sosial, budaya, dan ekonomi
11

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui


penalaran sehingga akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak
melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu
sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan
seseorang.
4. Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun
tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah
yang dihadapi masa lalu.
6. Usia
Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya
semakin membaik.
2.3.4 Pengukuran Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), dalam penelitian kuantitatif pengetahuan tentang


kesehatan dapat diukur menggunakan metode wawancara dan angket
( kuesioner ).

2.4 Sikap
2.4.1 Pengertian Sikap

Sikap menurut Notoatmodjo merupakan reaksi atau respon yang masih


tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmojo 2007).
Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
12

kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap


stimulus social. Dalam definisi lain, Robbins dan Judge mendefinisikan sikap
(attitude) sebagai pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak
menyenangkan terhadap objek, individu, atau peristiwa (Robbins 2008).

2.4.2 Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmojo 2007) :

a) Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan


memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b) Merespon (responding), Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan


dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima
ide tersebut.

c) Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau


mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi
sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga,
saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan
tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif
terhadap gizi anak.

d) Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang


telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.
Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan
tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Sunaryo ada dua faktor yang mempengaruhi pembentukan dan


perubahan sikap adalah faktor internal dan eksternal (Sunaryo 2004).

a. Faktor internal adalah berasal dari dalam individu itu sendiri. Dalam hal ini
individu menerima, mengolah, dan memilih segala sesuatu yang datang dari luar,
serta menentukan mana yang akan diterima atau tidak diterima. Sehingga individu
merupakan penentu pembentukan sikap. Faktor internal terdiri dari faktor motif,
faktor psikologis, dan faktor fisiologis.
13

b. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu, berupa stimulus
untuk mengubah dan membentuk sikap. Stimulus tersebut dapat bersifat langsung
dan tidak langsung. Faktor eksternal terdiri dari faktor pengalaman, situasi,
norma, hambatan, dan pendorong.

2.4.4 Pengukuran Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007), dalam penelitian kuantitatif variabel sikap dapat


diukur menggunakan metode wawancara dan angket ( kuesioner ).

2.5 Perawat
2.5.1 Pengertian Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi
keperawatan, baik didalam negeri maupun di luar negeri yang diakui oleh
pemerintah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku (UU No.
38 2014)

2.5.2 Ruang lingkup Keperawatan

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian


integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperwatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakatbaik dalam
keadaan sehat maupun sakit (UU No. 38 2014).

2.5.3 Perawat IGD

Perawat IGD adalah seseorang yang memiliki peran dan fungsi berdasarkan
ewenang dan tanggung jawab memberikan asuhan keperawatan di instalasi gawat
darurat. Adapun peran perawat gawat darurat di IGD antara lain: care giver,
advocate, educator, koordinator, kolaborator, dan konsultan .

2.6 Corona Virus


Corona virus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul
dan tidak bersegmen. Corona virus tergolong ordo Nidovirales, keluarga
Coronaviridae. Corona viridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasarkan
serotipe dan karakteristik genom. Terdapat empat genus yaitu alpha
coronavirus, beta corona virus, delta corona virus dan gamma corona virus
(PDPI 2020). Virus ini membentuk struktur seperti kubus dengan protein S
berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike protein merupakan salah
satu protein antigen utama virus dan merupakan struktur utama untuk
14

penulisan gen. Protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknya virus
kedalam sel host (interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang).
Coronavirus bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat
diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu
56℃ selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen non-ionik,
formalin, oxidizing agent dan kloroform. Klorheksidin tidak efektif dalam
menonaktifkan virus.

2.6.1 Karakteristik Corona Virus

Corona virus memiliki kapsul partikel berbentuk bulat atau elips, sering
pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200 m. Semua virus ordo Nidovirales
memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNA serta memiliki genom
RNA sangat panjang.

SARS-CoV-2 / Coronavirus Desease 2019

Virus SARS-CoV-2 merupakan Coronavirus jenis baru yang


menyebabkan epidemi, dilaporkan pertama kali di Wuhan Tiongkok pada
tanggal 31 Desember 2019. Analisis isolat dari saluran respirasi bawah pasien
tersebut menunjukkan penemuan Coronavirus tipe baru, yang diberi nama oleh
WHO COVID-19. Pada tanggal 11 Februari 2020, WHO memberi nama
penyakitnya menjadi Coronavirus Disease2019 (COVID-19). Coronavirustipe
baru ini merupakan tipe ketujuh yang diketahui di manusia. SARS-CoV-2
diklasifikasikan pada genus betaCoronavirus.

Kejadian luar biasa di Wuhan mirip dengan kejadian luar biasa


SARS di Guangdong pada tahun 2002. Keduanya terjadi di musim dingin.
Apabila dibandingkan dengan SARS, Pneumoni COVID-19 cenderung lebih
rendah dari segi angka kematian. Angka kematian SARS mencapai 10% dan
MERS 37%. Namun, saat ini tingkat infektivitas virus pneumoni COVID-19 ini
diketahui setidaknya setara atau lebih tinggi dari SARS-CoV. Hal ini
ditunjukkan oleh R0-nya, dimana penelitian terbaru menunjukkan R0 dari virus
pneumoni SARSCoV-2 ini adalah 4,08. Coronavirus tipe baru ini dapat
bertransmisi dari kelelawar kemudian host perantara kemudian manusia
melalui mutasi evolusi. Ada kemungkinan banyak host perantara dari kelelawar
ke manusia yang belum dapat diidentifikasi. Coronavirus baru, memproduksi
15

variasi antigen baru dan populasi tidak memiliki imunitas terhadap strain mutan
virus sehingga dapat menyebabkan pneumonia. Pada kasus ini ditemukan
kasus “super-spreader” yaitu dimana virus bermutasi atau beradaptasi di
dalam tubuh manusia sehingga memiliki kekuatan transmisi yang sangat kuat
dan sangat infeksius.

2.6.2 Klasifikasi Klinis

Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi ( PDPI ,2020 ) :

a. Tidak berkomplikasi

Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa


gejala yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk,
dapat disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit
kepala, dan nyeri otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut
usia dan pasien immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas
atau atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan
demam dan gejala relatif ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala
komplikasi diantaranya dehidrasi, sepsis atau napas pendek. atau tampak sesak
disertai napas cepat atau takipneu tanpa adanya tanda pneumonia berat.

b. Pneumonia ringan

Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun
tidak ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat
ditandai dengan batuk atau susah bernapas.

c. Pneumonia berat

Pada pasien dewasa

● Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas

● Tanda yang muncul yaitu takipnea ( frekuensi napas: > 30x/menit),


distress pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien <90% udara luar.

Kriteria definisi Severe Community-acquired Pneumonia (CAP) menurut


Diseases Society of America / American Thoracic Society.

Pada pasien anak-anak:


16

● Gejala: batuk atau tampak sesak, ditambah satu diantara kondisi berikut:

- Sianosis central atau SpO2 <90%

- Distress napas berat (retraksi dada berat)

- Pneumonia dengan tanda bahaya (tidak mau menyusu atau minum; letargi
atau penurunan kesadaran; atau kejang)

Dalam menentukan pneumonia berat ini diagnosis dilakukan dengan diagnosis


klinis, yang mungkin didapatkan hasil penunjang yang tidak menunjukkan
komplikasi.

d. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Onset : baru atau perburukan gejala respirasi dalam 1 minggu setelah


diketahui kondisi klinis. Derajat ringan beratnya ARDS berdasarkan kondisi
hipoksemia. Hipoksemia didefinisikan tekanan oksigen arteri (PaO₂) dibagi
fraksi oksigen inspirasi (FIO₂) kurang dari < 300 mmHg.

2.6.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya:

1. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scantoraks, USG toraks Pada


pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi
subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass.
Pada stage awal, terlihat bayangan multiple plak kecil dengan
perubahan intertisial yang jelas menunjukkan di perifer paru dan
kemudian berkembang menjadi bayangan multiple ground-glassdan
infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi
paru bahkan“white-lung”dan efusi pleura (jarang).

2. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah

● Saluran napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan orofaring)

● Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan


endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)

3. Bronkoskopi

4. Pungsi pleura sesuai kondisi


17

5. Pemeriksaan kimia darah :

● Darah perifer lengkap :Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun;


hitung jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan
CRP meningkat.

● Analisis gas darah

● Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot meningkat)

● Fungsi ginjal

● Gula darah sewaktu

● Elektrolit

● Faal hemostasis ( PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, Ddimer


meningkat

● Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)

● Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis)

6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas


(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah. Kultur darah untuk
bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan
menunda terapi antibiotik dengan menunggu hasil kultur darah)

7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan


penularan).

2.7 Pedoman kesiapsiagaan menghadapi wabah covid 19 (KEMENKES


2020a)

Pedoman ini ditujukan untuk petugas kesehatan sebagai acuan dalam


melakukan

kesiapsiagaan menghadapi 2019-nCoV antara lain :

1. Surveilans dan Respon

2. Manajemen Klinis

3. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


18

4. Pengelolaan Spesimen dan Konfirmasi Laboratorium

5. Komunikasi Risiko dan Pemberdayaan Masyarakat

2.7.1 Surveilans dan respon

Tujuan utama dari pelaksanaan surveilans ini antara lain:

1. Melakukan deteksi dini pasien dalam pengawasan/ dalam pemantauan/


probable /

konfirmasi 2019-nCoV di pintu masuk negara dan wilayah.

2. Mendeteksi adanya penularan dari manusia ke manusia

3. Mengidentifikasi faktor risiko 2019-nCoV

4. Mengidentifikasi daerah yang berisiko terinfeksi 2019-nCoV

Menentukan kategori ( KEMENKES rev 04 , 27 maret 2020):

Pasien Dalam Pengawasan (PDP)

1) Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam


(≥38° C) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit
pernapasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan
hingga berat dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.

2) Orang dengan demam (≥38° C) atau riwayat demam atau ISPA DAN pada 14
hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi COVID-19.

3) Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan


di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.

Kegiatan surveilans terhadap PDP dilakukan selama 14 hari sejak


mulai munculnya gejala. Terhadap PDP dilakukan pengambilan spesimen pada
hari ke-1 dan ke-2 untuk pemeriksaan RT PCR. Pengambilan spesimen dilakukan
oleh petugas laboratorium setempat yang berkompeten dan berpengalaman baik di
19

fasyankes atau lokasi pemantauan. Jika tidak tersedia fasilitas pemeriksaan RT


PCR, dilakukan pemeriksaan Rapid Test.

Orang Dalam Pemantauan (ODP)

1) Orang yang mengalami demam (≥38° C) atau riwayat demam; atau gejala
gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk dan tidak
ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan dan pada
14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau
tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.

2) Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti


pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.

Orang Tanpa Gejala (OTG)

Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari


orang konfirmasi COVID-19. Orang tanpa gejala (OTG) merupakan kontak
erat dengan kasus konfirmasi COVID-19 . Kontak Erat adalah seseorang yang
melakukan kontak fisik atau berada dalam ruangan atau berkunjung (dalam
radius 1 meter dengan kasus pasien dalam pengawasan atau konfirmasi) dalam 2
hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
egiatan surveilans terhadap OTG dilakukan selama 14 hari sejak kontak
terakhir dengan kasus positif COVID-19. Terhadap OTG dilakukan
pengambilan spesimen pada hari ke-1 dan ke-14 untuk pemeriksaan RT
PCR. Dilakukan pemeriksaan Rapid Test apabila tidak tersedia fasilitas
pemeriksaan RT PCR, apabila hasil pemeriksaan pertama menunjukkan hasil:

a. Negatif, tatalaksana selanjutnya adalah karantina mandiri dengan


menerapkan PHBS dan physical distancing; pemeriksaan ulang pada 10 hari
berikutnya. Jika hasil pemeriksaan ulang positif, maka dilanjutkan dengan
pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-turut, di
Laboratorium pemeriksa yang mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.

b. Positif, tatalaksana selanjutnya adalah karantina mandiri dengan


menerapkan PHBS dan physical distancing; Pada kelompok ini juga akan
20

dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT PCR sebanyak 2 kali selama 2 hari berturut-


turut, di Laboratorium pemeriksa yang mampu melakukan pemeriksaan RT PCR.

Apabila OTG yang terkonfirmasi positif menunjukkan gejala demam


(≥38⁰C) atau batuk/pilek/nyeri tenggorokan selama masa karantina maka:

a. Jika gejala ringan, dapat dilakukan isolasi diri di rumah

b. Jika gejala sedang, dilakukan isolasi di RS darurat

c. Jika gejala berat, dilakukan isolasi di RS rujukan

Kasus Konfirmasi

Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes positif


melalui pemeriksaan PCR. menunjukkan gejala demam (≥38⁰C) atau
batuk/pilek/nyeri tenggorokan maka:

a. Jika gejala ringan, dapat dilakukan isolasi diri di rumah

b. Jika gejala sedang, dilakukan isolasi di RS darurat

c. Jika gejala berat, dilakukan isolasi di RS rujukan

2.7.2 Manajemen Klinis

Infeksi 2019-nCoV dapat menyebabkan gejala ISPA ringan sampai berat


bahkan sampai terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis
dan syok septik. Deteksi dini manifestasi klinis akan menentukan waktu yang
tepat penerapan tatalaksana dan PPI. Pasien dengan gejala ringan, rawat inap
tidak diperlukan kecuali ada kekhawatiran untuk perburukan yang cepat.
Deteksi 2019-nCoV sesuai dengan definisi operasional surveilans 2019-nCoV.
Pertimbangkan 2019-nCoV sebagai etiologi ISPA berat. Semua pasien yang
pulang ke rumah harus memeriksakan diri ke rumah sakit jika mengalami
perburukan.

Terapi Suportif Dini dan Pemantauan

a. Berikan terapi suplementasi oksigen segera pada pasien ISPA berat dan distress
pernapasan, hipoksemia, atau syok.
21

- Terapi oksigen dimulai dengan pemberian 5 L/menit dengan nasal kanul dan
titrasi untuk mencapai target SpO2 ≥90% pada anak dan orang dewasa yang
tidak hamil serta SpO2 ≥ 92%-95% pada pasien hamil.

- Pada anak dengan tanda kegawatdaruratan (obstruksi napas atau apneu, distres
pernapasan berat, sianosis sentral, syok, koma, atau kejang) harus diberikan terapi
oksigen selama resusitasi untuk mencapai target SpO2 ≥94%;

- Semua pasien dengan ISPA berat dipantau menggunakan pulse oksimetri dan
sistem oksigen harus berfungsi dengan baik, dan semua alat-alat untuk
menghantarkan oksigen (nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup
dengan kantong reservoir) harus digunakan sekali pakai.

- Terapkan kewaspadaan kontak saat memegang alat-alat untuk


menghantarkan oksigen (nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup dengan
kantong reservoir) yang terkontaminasi dalam pengawasan atau terbukti
COVID-19.

b. Gunakan manajemen cairan konservatif pada pasien dengan ISPA berat tanpa
syok. Pasien dengan ISPA berat harus hati-hati dalam pemberian cairan
intravena, karena resusitasi cairan yang agresif dapat memperburuk
oksigenasi, terutama dalam kondisi keterbatasan ketersediaan ventilasi mekanik.

c. Pemberian antibiotik empirik berdasarkan kemungkinan etiologi. Pada


kasus sepsis (termasuk dalam pengawasan COVID-19) berikan antibiotik empirik
yang tepat secepatnya dalam waktu 1 jam. Pengobatan antibiotik empirik
berdasarkan diagnosis klinis (pneumonia komunitas, pneumonia nosokomial
atau sepsis), epidemiologi dan peta kuman, serta pedoman pengobatan.
Terapi empirik harus di de-ekskalasi apabila sudah didapatkan hasil
pemeriksaan mikrobiologis dan penilaian klinis.

d. Jangan memberikan kortikosteroid sistemik secara rutin untuk pengobatan


pneumonia karena virus atau ARDS di luar uji klinis kecuali terdapat alasan lain.
Penggunaan jangka panjang sistemik kortikosteroid dosis tinggi dapat
menyebabkan efek samping yang serius pada pasien dengan ISPA
berat/SARI, termasuk infeksi oportunistik, nekrosis avaskular, infeksi baru
22

bakteri dan replikasi virus mungkin berkepanjangan. Oleh karena itu,


kortikosteroid harus dihindari kecuali diindikasikan untuk alasan lain.

e. Lakukan pemantauan ketat pasien dengan gejala klinis yang mengalami


perburukan seperti gagal napas, sepsis dan lakukan intervensi perawatan
suportif secepat mungkin.

f. Pahami pasien yang memiliki komorbid untuk menyesuaikan pengobatan dan


penilaian prognosisnya. Perlu menentukan terapi mana yang harus dilanjutkan dan
terapi mana yang harus dihentikan sementara. Berkomunikasi secara proaktif
dengan pasien dan keluarga dengan memberikan dukungan dan informasi
prognostik.

g. Tatalaksana pada pasien hamil, dilakukan terapi suportif dan penyesuaian


dengan fisiologi kehamilan. Persalinan darurat dan terminasi kehamilan
menjadi tantangan dan perlu kehati-hatian serta mempertimbangkan beberapa
faktor seperti usia kehamilan, kondisi ibu dan janin. Perlu dikonsultasikan ke
dokter kandungan, dokter anak dan konsultan intensive care.

2.7.3 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Berdasarkan bukti yang tersedia, COVID-19 ditularkan melalui kontak dekat dan
droplet, bukan melalui transmisi udara. Orang-orang yang paling berisiko
terinfeksi adalah mereka yang berhubungan dekat dengan pasien COVID-19 atau
yang merawat pasien COVID-19.

Strategi-strategi PPI untuk mencegah atau membatasi penularan di tempat


layanan kesehatan meliputi:

Menjalankan langkah-langkah pencegahan standar untuk semua pasien.


Kewaspadaan standar harus selalu diterapkan di semua fasilitas pelayanan
kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi semua pasien
dan mengurangi risiko infeksi lebih lanjut. Kewaspadaan standar meliputi:

a. Kebersihan tangan dan pernapasan.

Petugas kesehatan harus menerapkan “5 momen kebersihan tangan”,


yaitu: sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur kebersihan
atau aseptik, setelah berisiko terpajan cairan tubuh, setelah bersentuhan
dengan pasien, dan setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien, termasuk
23

permukaan atau barang-barang yang tercemar. Kebersihan tangan mencakup :


1) mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan antiseptik berbasis
alkohol; 2) Cuci tangan dengan sabun dan air ketika terlihat kotor; 3) Kebersihan
tangan juga diperlukan ketika menggunakan dan terutama ketika melepas APD.

Orang dengan gejala sakit saluran pernapasan harus disarankan untuk


menerapkan kebersihan / etika batuk. Selain itu mendorong kebersihan
pernapasan melalui galakkan kebiasaan cuci tangan untuk pasien dengan gejala
pernapasan, pemberian masker kepada pasien dengan gejala pernapasan, pasien
dijauhkan setidaknya 1 meter dari pasien lain, pertimbangkan penyediaan masker
dan tisu untuk pasien di semua area.

b. Penggunaan APD sesuai risiko

Penggunaan secara rasional dan konsisten APD, kebersihan tangan


akan membantu mengurangi penyebaran infeksi. Pada perawatan rutin pasien,
penggunaan APD harus berpedoman pada penilaian risiko/antisipasi kontak
dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan kulit yang terluka. APD yang digunakan
merujuk pada Pedoman Teknis Pengendalian Infeksi sesuai dengan kewaspadaan
kontak, droplet, dan airborne. Jenis alat pelindung diri (APD) terkait COVID-
19 berdasarkan lokasi, petugas dan jenis aktivitas. Cara pemakaian dan pelepasan
APD baik gown/gaun atau coverall.

c. Pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik

d. Pengelolaan limbah yang aman

Pengelolaan limbah medis sesuai dengan prosedur rutin

e. Pembersihan lingkungan, dan sterilisasi linen dan peralatan perawatan pasien.


Membersihkan permukaan-permukaan lingkungan dengan air dan deterjen serta
memakai disinfektan yang biasa digunakan (seperti hipoklorit 0,5% atau
etanol 70%) merupakan prosedur yang efektif dan memadai.

Menerapkan langkah-langkah pencegahan tambahan empiris atas kasus pasien


dalam pengawasan dan konfirmasi COVID-19

a. Kewaspadaan Kontak dan Droplet


24

▪ Batasi jumlah petugas kesehatan memasuki kamar pasien COVID-19 jika tidak
terlibat dalam perawatan langsung. Pertimbangkan kegiatan gabungan (misal
periksa tanda-tanda vital bersama dengan pemberian obat atau mengantarkan
makanan bersamaan melakukan perawatan lain).

▪ Idealnya pengunjung tidak akan diizinkan tetapi jika ini tidak memungkinkan.
batasi jumlah pengunjung yang melakukan kontak dengan suspek atau
konfirmasi terinfeksi COVID-19 dan batasi waktu kunjungan. Berikan instruksi
yang jelas tentang cara memakai dan melepas APD dan kebersihan tangan untuk
memastikan pengunjung menghindari kontaminasi diri.

• Tunjuk tim petugas kesehatan terampil khusus yang akan memberi perawatan
kepada pasien terutama kasus konfirmasi untuk menjaga kesinambungan
pencegahan dan pengendalian serta mengurangi peluang ketidakpatuhan
menjalankannya yang dapat mengakibatkan tidak adekuatnya perlindungan
terhadap pajanan.

• Tempatkan pasien pada kamar tunggal. Ruang bangsal umum berventilasi


alami ini dipertimbangkan 160 L / detik / pasien. Bila tidak tersedia kamar untuk
satu orang, tempatkan pasien-pasien dengan diagnosis yang sama di kamar yang
sama. Jika hal ini tidak mungkin dilakukan, tempatkan tempat tidur pasien
terpisah jarak minimal 1 meter.

• Jika memungkinkan, gunakan peralatan sekali pakai atau yang


dikhususkan untuk pasien tertentu (misalnya stetoskop, manset tekanan darah
dan termometer). Jika peralatan harus digunakan untuk lebih dari satu pasien,
maka sebelum dan sesudah digunakan peralatan harus dibersihkan dan
disinfeksi (misal etil alkohol 70%).

• Petugas kesehatan harus menahan diri agar tidak menyentuh/menggosok–


gosok mata, hidung atau mulut dengan sarung tangan yang berpotensi
tercemar atau dengan tangan telanjang.

• Hindari membawa dan memindahkan pasien keluar dari ruangan atau daerah
isolasi kecuali diperlukan secara medis. Hal ini dapat dilakukan dengan mudah
bila menggunakan peralatan X-ray dan peralatan diagnostik portabel penting
25

lainnya. Jika diperlukan membawa pasien, gunakan rute yang dapat


meminimalisir pajanan terhadap petugas, pasien lain dan pengunjung.

• Pastikan bahwa petugas kesehatan yang membawa/mengangkut pasien harus


memakai APD yang sesuai dengan antisipasi potensi pajanan dan
membersihkan tangan sesudah melakukannya.

• Memberi tahu daerah/unit penerima agar dapat menyiapkan kewaspadaan


pengendalian infeksi sebelum kedatangan pasien.

• Bersihkan dan disinfeksi permukaan peralatan (misalnya tempat tidur)


yang bersentuhan dengan pasien setelah digunakan.

• Semua orang yang masuk kamar pasien (termasuk pengunjung) harus dicatat
(untuk tujuan penelusuran kontak).

• Ketika melakukan prosedur yang berisiko terjadi percikan ke wajah dan/atau


badan, maka pemakaian APD harus ditambah dengan: masker bedah dan
pelindung mata/ kacamata, atau pelindung wajah; gaun dan sarung tangan.

b. Kewaspadaan Airborne pada Prosedur yang Menimbulkan Aerosol

Suatu prosedur/tindakan yang menimbulkan aerosol didefinisikan


sebagai tindakan medis yang dapat menghasilkan aerosol dalam berbagai
ukuran, termasuk partikel kecil (<5 mkm). Tindakan kewaspadaan harus
dilakukan saat melakukan prosedur yang menghasilkan aerosol dan mungkin
berhubungan dengan peningkatan risiko penularan infeksi, seperti intubasi trakea,
ventilasi non invasive, trakeostomi, resusistasi jantung paru, venitilasi manual
sebelum intubasi dan bronkoskopi.

Tindakan kewaspadaan saat melakukan prosedur medis yang menimbulkan


aerosol:

• Memakai respirator partikulat seperti N95 sertifikasi NIOSH, EU FFP2 atau


setara. Ketika mengenakan respirator partikulat disposable, periksa selalu
kerapatannya (fit tes).

• Memakai pelindung mata (yaitu kacamata atau pelindung wajah).

• Memakai gaun lengan panjang dan sarung tangan bersih, tidak steril,
(beberapa prosedur ini membutuhkan sarung tangan steril).
26

• Memakai celemek kedap air untuk beberapa prosedur dengan volume cairan
yang tinggi diperkirakan mungkin dapat menembus gaun.

• Melakukan prosedur di ruang berventilasi cukup, yaitu di sarana-sarana yang


dilengkapi ventilasi mekanik, minimal terjadi 6 sampai 12 kali pertukaran udara
setiap jam dan setidaknya 160 liter/ detik/ pasien di sarana–sarana dengan
ventilasi alamiah.

• Membatasi jumlah orang yang berada di ruang pasien sesuai jumlah minimum
yang diperlukan untuk memberi dukungan perawatan pasien.

• Kewaspadaan isolasi juga harus dilakukan terhadap PDP dan konfirmasi


COVID-19 sampai hasil pemeriksaan laboratorium rujukan negatif.

2.7.4 Pengelolaan Spesimen dan Konfirmasi Laboratorium

Pengambilan spesimen PDP dan ODP untuk pemeriksaan RT PCR


dilakukan sebanyak dua kali berturut-turut serta bila terjadi kondisi perburukan.
Hasil tes pemeriksaan negatif pada spesimen tunggal, terutama jika spesimen
berasal dari saluran pernapasan atas, belum tentu mengindikasikan ketiadaan
infeksi. Oleh karena itu harus dilakukan pengulangan pengambilan dan
pengujian spesimen. Spesimen saluran pernapasan bagian bawah (lower
respiratory tract) sangat direkomendasikan pada pasien dengan gejala klinis
yang parah atau progresif.

Penanganan COVID-19 di Indonesia menggunakan Rapid Test Antibodi


dan/atau Rapid Test Antigen pada OTG/kasus kontak dari pasien konfirmasi
COVID-19. Rapid Test Antibodi/Rapid Test Antigen dapat juga digunakan
untuk deteksi kasus ODP dan PDP pada wilayah yang tidak mempunyai fasilitas
untuk pemeriksaan RT-PCR atau tidak mempunyai media pengambilan spesimen
(Swab dan VTM). Pemeriksaan Rapid Test Antibodi dan/atau Rapid Test
Antigen hanya merupakan screening awal, hasil pemeriksaan Rapid Test
Antibodi dan/atau Rapid Test Antigen harus tetap dikonfirmasi dengan
menggunakan RT-PCR.

A. Rapid Test Antibodi

Spesimen yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah darah. Pemeriksaan


ini dapat dilakukan pada komunitas (masyarakat).
27

B. Rapid Test Antigen

Spesimen yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah Swab orofaring/


Swab nasofaring. Pemeriksaan ini dilakukan di fasyankes yang memiliki fasilitas
biosafety cabinet.

2.7.5 Komunikasi Risiko dan Pemberdayaan Masyarakat

Pesan kunci yang perlu disampaikan kepada masyarakat umum di negara yang
bersiap menghadapi kemungkinan wabah:

- Mengenali COVID-19 (peneyebab, gejala, tanda, penularan, pencegahan


dan pengobatan)

- Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:

a. Health Advice:

1. Melakukan kebersihan tangan rutin, terutama sebelum memegang mulut,


hidung dan mata; serta setelah memegang instalasi publik.

2. Mencuci tangan dengan air dan sabun cair serta bilas setidaknya 20 detik. Cuci
dengan air dan keringkan dengan handuk atau kertas sekali pakai. Jika tidak ada
fasilitas cuci tangan, dapat menggunakan alkohol 70-80% handrub.

3. Menutup mulut dan hidung ketika bersin atau batuk menggunakan tisu, atau
sisi dalam lengan atas. Tisu yang digunakan dibuang ke tempat sampah dan cuci
tangan setelahnya.

4. Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke fasilitas
layanan kesehatan.

b. Travel Advice

1. Hindari kontak dengan hewan (baik hidup maupun mati).

2. Hindari mengonsumsi produk hewan mentah atau setengah matang.

3. Hindari mengunjungi pasar basah, peternakan atau pasar hewan.

4. Hindari kontak dekat dengan pasien yang memiliki gejala infeksi saluran
napas.

5. Patuhi petunjuk keamanan makanan dan aturan kebersihan.


28

6. Jika merasa kesehatan tidak nyaman ketika di daerah outbreak terutama


demam atau batuk, gunakan masker dan cari layanan kesehatan.

7. Setelah kembali dari daerah outbreak, konsultasi ke dokter jika terdapat gejala
demam atau gejala lain dan beritahu dokter riwayat perjalanan serta gunakan
masker untuk mencegah penularan penyakit.

Terdapat beberapa prinsip yang perlu diikuti untuk membantu mencegah


COVID-19, yaitu menjaga kebersihan diri/personal dan rumah dengan cara:

a. Mencuci tangan lebih sering dengan sabun dan air setidaknya 20 detik atau
menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol (hand sanitizer).

b. Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang belum dicuci

c. Jangan berjabat tangan

d. Hindari interaksi fisik dekat dengan orang yang memiliki gejala sakit

e. Tutupi mulut saat batuk dan bersin dengan lengan atas bagian dalam atau
dengan tisu lalu langsung buang tisu ke tempat sampah dan segera cuci
tangan

f. Segera mengganti baju/mandi sesampainya di rumah setelah berpergian

g. Bersihkan dan berikan desinfektan secara berkala pada benda-benda yang


sering disentuh dan pada permukaan rumah dan perabot (meja, kursi, dan lain
lain).

Dalam melawan penyakit COVID-19, menjaga sistem imunitas diri merupakan


hal yang penting, terutama untuk mengendalikan penyakit penyerta (komorbid).

Terdapat beberapa hal yang dapat meningkatan imunitas diri pada orang yang
terpapar COVID-19, yaitu sebagai berikut:

a. Konsumsi gizi seimbang

b. Aktifitas fisik/senam ringan

c. Istirahat cukup

d. Suplemen vitamin

e. Tidak merokok
29

f. Mengendalikan komorbid (misal diabetes mellitus, hipertensi, kanker).

2.8 Keaslian Penelitian


Perkembangan riset tentang COVID -19 terus berlangsung (KEMENKES
2020b). Penelitian tentang kesiapsiagaan perawat yang dihubungkan dengan
pengetahuan dan sikapnya masih terbatas. Penelitian yang hampir mirip dengan
konsep penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan (Mahdi 2014) yaitu
kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi wabah flu burung ( avian influensa) di
instalasi gawat darurat RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh . Terjadinya
Pandemi di Indonesia, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana
kesiapsiagaan perawat IGD dalam menghadapi pandemi COVID-19.

Tabel 2.1 Tabel keaslian penelitian kesiapsiagaan perawat dalam


menghadapi wabah flu burung ( avian influensa) di instalasi gawat darurat RSUD
Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2014.

NO Jusul Karya Ilmiah Metode Hasil


. & Penulis (Desain, Sampel, Variabel,
Instrumen, Analisis)
1 Kesiapsiagaan D : Cross sectional Terdapat hubungan bermakna
perawat dalam antara pengetahuan perawat
P: seluruh perawat pelaksana
menghadapi wabah dengan kesiapsiagaan wabah
di IGD RSUD dr Zaenul
flu burung ( avian flu burung di IGD RSUD dr
Abidin
influensa) di instalasi Zainoel Abidin Banda Aceh
gawat darurat RSUD S : 42 Perawat IGD tahun 2014 ( p = 0,008 )
Dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh V: Terdapat hubungan yang
bermakna antara sikap perawat
Variabel dependen:
dengan kesiapsiagaan wabah
Kesiapsiagaan wabah flu flu burung di IGD RSUD dr
burung Zainoel Abidin Banda Aceh
tahun 2014 ( p = 0,005 )
Variabel independen:
30

Pengetahuan , sikap , Terdapat hubungan yang


Penggunaan fasilitas RS bermakna antara penggunaan
fasilitas RS oleh perawat
I : Kuesioner
dengan kesiapsiagaan wabah

A : Uji Chi-Square ( X²) flu burung di IGD RSUD dr


Zainoel Abidin Banda Aceh
tahun 2014 ( p = 0,046 )

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL


DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Bencana

Faktor Alam : Gempa, Faktor Non Alam: Pandemi COVID Faktor Sosial
Tsunami,dll 19
Kesiapsiagaan BNPB:
Perawat Pedoman kesiapsiagaan
Kebijakan,
Surveilans dan respon Covid -19 untuk Nakes
Variabel Dependen Rencana tanggap
Manajemen klinis , pengelolaan lab
darurat, Sistim
Pencegahan & pengendalian infeksi
peringatan
Komunikasi Resiko & Pemberdayaan masy
bencana,
Mobilisasi
sumberdaya
Masyarakat
Pengetahuan dan Sikap Perawat Variabel Independen

Ketahanan Bencana
31

Keterangan :

------------ : yang diteliti : tidak diteliti

3.2 Hipotesis
Hipotesis (H1) :

H1a. : Ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan kesiapsiagaan


menghadapi pandemi COVID 19

H1b. : Ada hubungan antara sikap perawat dengan kesiapsiagaan menghadapi


pandemi COVID 19

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN


4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan
pendekatan cross sectional dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan.

4.2 Lokasi Penelitian


IGD RS Haji Surabaya

4.3 Ruang lingkup penelitian


Penelitian ini hanya mengkaji tentang hubungan pengetahuan dan sikap
perawat dengan kesiapsiagaan menghadapi pandemi covid 19 di IGD RS haji
surabaya

4.4 Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang aktif
bertugas di IGD RS Haji Surabaya yang berjumlah 50 orang.

Sampel

Seluruh populasi menjadi sampel penelitian

4.5 Variabel Penelitian


Variabel Independen : Pengetahuan dan Sikap perawat

Variabel Dependen : Kesiapsiagaan Bencana pandemi covid 19

4.5.1 Definisi Operasional Variabel penelitian


32

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui perawat berkaitan


dengan Covid 19 termasuk kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana pandemi
covid 19 diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 20 pertanyaan
dengan menggunakan skala Guttman dan dikelompokkan menjadi dua kategori
yaitu (Azwar 2009):

a. Baik , jika skor ≥ 60


b. Kurang , jika skor < 60

Sikap merupakan respon tertutup dari perawat terutama yang berkaitan


dengan pandemi covid 19 diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari
10 pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman dan dikelompokkan menjadi
dua kategori yaitu (Azwar 2009):

Positif , jika total skor ≥ 60

Negatif , jika total skor < 60

Kesiapsiagaan merupakan kesiapan perawat dalam menghadapi pandemi


covid 19 yang diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 10
pernyataan dengan skala Guttman dan dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:

Siap , jika skor ≥ 60

Kurang siap , jika skor < 60

4.6 Teknik Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang diperoleh dari
kuesioner. Data primer yang dikumpulkan adalah data pengetahuan, sikap , dan
kesiapsiagaan perawat IGD RS Haji Surabaya tentang COVID -19.

4.7 Instumen Pengumpulan Data


Peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data .
Kuesioner berisi pertanyaan dan pernyataan tertutup untuk mengukur variabel
penelitian.

4.8 Pengolahan Data


Editing mengedit data
33

Merupakan kegiatan memastikan data yang diperoleh apakah sudah


lengkap, jelas, dan konsisten. Tahap ini memeriksa tiap item pertanyaan yang ada
di kuesioner.

Coding Mengkode data

Pengkodean data memudahkan pemaknaan data sehingga pengenalan data


lebih singkat.

Skoring Memberi nilai

Adalah pemberian skor setiap pertanyaan sesuai jawaban yang telah


diberikan.

Memasukkan data ( data entry)

Setelah data diberi kode , kemudian dimasukkan kedalam proses entry


data dengan bantuan komputer untuk selanjutnya diolah.

4.9 Analisis Data


Analisa data menggunakan software program SPSS antara lain analisis univariat
dan bivariat.

Analisis univariat digunakan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dan


presentase variabel.

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan tingkat pengetahuan dan


sikap perawat dengan kesiapsiagaan menghadapi pandemi covid 19 , yakni
dengan menggunakan analisis statistik uji chi square test.

4.10 Etika Penelitian


Etika dalam penelitian merupakan salah satu komponen yang penting di
dalam penelitian keperawatan, hal ini dikarenakan penelitian berhubungan secara
langsung dengan manusia atau masyarakat. Kode etik dalam penelitian secara
khusus belum dinyatakan secara universal, akan tetapi ada beberapa kriteria
etik yang dapat diterapkan dalam melaksanakan penelitian. Berikut
merupakan beberapa etika penelitian yang dapat diterapkan oleh peneliti
yaitu:

a. Anonimity
34

Anonimity merupakan prinsip dalam etika penelitian yang memberikan


jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan
atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan. Kode
diberikan oleh peneliti untuk mempermudah pengolahan data.

b. Beneficience (kemanfaatan)

Penelitian ini bermanfaat bagi subyek penelitian, masyarakat dan ilmu


pengetahuan. Seluruh proses yang dilakukan dalam penelitian ini
mengandung prinsip kebaikan yaitu mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap
perawat dengan kesiapsiagaan menghadapi pandemi COVID –19 di IGD RS Haji
Surabaya.

c. Non-maleficience

Penelitian ini dilakukan dengan menghindari bahaya terhadap responden dan


bersifat mengurangi risiko-risiko berat yang mungkin dapat terjadi pada
responden.penelitian ini tidak melakukan perlakuan terhadap responden dan
selama penelitian berlangsung tidak terdapat unsur bahaya atau merugikan
responden penelitian.

d. Confidentiality (kerahasiaan)

Confidentiality merupakan prinsip dalam etika penelitian dengan memberikan


jaminan kerahasiaan hasil penelitian. Seluruh informasi yang berupa data-data
penelitian dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu
yang dilaporkan dalam hasil riset.

e. Veracity (kejujuran)

Peneliti menjelaskan dengan jujur mengenai tujuan, manfaat dan dampak


penelitian serta hak subjek juga dijelaskan apakah akan terlibat atau tidak
terlibat dalam penelitian yang termasuk ke dalam informed consent.
Pertanyaan yang disampaikan oleh responden juga dijawab dengan jujur oleh
responden.

f. Justice (keadilan)
35

Justice adalah prinsip dalam etika penelitian dimana peneliti memperlakukan


seluruh responden dengan sama tanpa membedakan jenis kelamin, ras, agama, dan
lainnya baik sebelum dan selama maupun setelah penelitian. Hak-hak diwakili
dalam sampel penelitian yang meliputi hakhak untuk mempergunakan
pengetahuan yang sama, dan hak untuk tidak

didiskriminasi menurut kelas atau kategori tertentu.

Daftar Pustaka
Aminudin. 2013. Mitigasi Dan Kesiapan Bencana Alam. Bandung: Penerbit
Angkasa.

Azwar, S. 2009. Reliabilitas Dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baack, Sylvia Thereesa. 2011. “Analysys Texas Nurses Preparadness and


Percieved Competence in Managing Disaster.” University of Texas.

BNPB. 2017. Membangun Kesadaran , Kewaspadaan Dan Kesiapsiagaan Dalam


Menghadapi Bencana. Edited by Tasril Mulyadi Novi Kumalasari,
Susilowati , Jimmy Tarigan. Vol. 1. Jakarta: BNPB.
https://doi.org/10.24198/jkk.v1i1.6031.

ICN. 2009. “Fremework of Disaster Nursing Competencies.” In . Switzerland.

Kemdikbud KBBI. 2016. “Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring.” Badan


Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa. 2016.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/definisi.

KEMENKES, RI. 2020a. Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel


Coronavirus (2019-NCoV) 0. Edited by Maulidiah Aziza, Listiana.Aqmarina,
36

Adistikah.Ihsan. 1st ed. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Dirjen


Pencegahan dan pengendalian penyakit direktorat surveilans dan karantina
kesehatan sub direktorat penyakit infeksi emerging.

———. 2020b. “Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease


(Covid-19) Revisi Ke-4 1.”

Mahdi, Mukhsal. 2014. “Kesiapsiagaan Perawat Dalam Menghadapi Wabah Flu


Burung ( Avian Influenza ) Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh.” Jurnal Kedokteran Syiah Kuala.

Mangahas, Teodora Luz S, Rosemarie R Casimiro, and Arneil G Gabriel. 2018.


“Economically Challenged Women in Disaster Risk Management : Toward a
Resilient Filipino Community,” 42–56.
https://doi.org/10.4236/oje.2018.81004.

Notoatmojo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan.


Jakarta: Rhineka Cipta.

PDPI. 2020. Pneumonia COVID-19 Diagnosis & Penaltalaksanaan Di Indonesia.


Edited by Dwi Agus.et al Burhan, Erlina.Isbaniah, Fathiyah.Susanto. 1st ed.
Jakarta: Persatuan Dokter Paru Indonesia.

Robbins, SP. Judge. 2008. Perilaku Organisasi. 2nd ed. Jakarta: Salemba.

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Pendidikan. Jakarta: EGC.

UU No. 38, Tahun 2014. 2014. Salinan Undang Undang No 38 Tahun 2014
Tentang Keperawatan. Indonesia: Presiden RI.

WHO. 2020. “COVID 19 as Pandemic.” Jeneva.


https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coranavirus-2019/events-
as-they-happen.

Zarea, K. et all. 2014. “Disaster Nursing in Iran : Chalanggers and Opportunities.”


In . Teheran: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai