Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perencanaan Geometrik


Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan
penting dalam pengembangan suatu wilayah. Perkembangan suatu wilayah akan
meningkatkan kebutuhan sarana dan prasarana transportasi. Kondisi tersebut
apabila tidak diantisipasi sedini mungkin, dikhawatirkan akan terjadinya
permasalahan transportasi seperti, kemacetan, kerusakan jalan, dan sebagainya.
Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalu lintas dari suatu
tempat ke tempat yang lain. Arti lintasan disini dapat diartikan sebagai tanah yang
diperkeras atau jalan tanah tanpa perkerasan, sedangkan lalu lintas adalah semua
benda dan makhluk hidup yang melewati jalan tersebut baik kendaraan bermotor,
tidak bermotor, manusia, ataupun hewan.
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan secara
keseluruhan. Perencanaan geometrik adalah bagian dari perencanaan jalan dimana
bentuk dan ukuran yang nyata dari suatu jalan yang direncanakan beserta bagian
bagiannya disesuaikan dengan kebutuhan serta sifat lalu lintas yang ada. Dengan
perencanaan geometrik ini diharapkan dapat diciptakan hubungan yang harmonis
antara waktu dan ruang sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan,
sehingga dapat menghasilkan efisiensi, keamanan dan kenyamanan yang optimal
dalam batas-batas ekonomi yang layak (PPGJR No. 13/1970). Ditinjau dari
keseluruhannya, perencanaan geometrik harus dapat menjamin keselamatan
maupun kenyamanan dari para pemakai jalan, untuk itu diperlukan suatu data dasar
yang baik pula.
Perencanaan geometrik jalan adalah perencanaan rute dari suatu ruas jalan
secara lengkap yang meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan
kelengkapan dan data yang ada ataupun data dari hasil survey lapangan yang telah
dianalsis, serta mengacu pada ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Perencanaan geometrik jalan merupakan salah satu persyaratan dari
perencanaan jalan yang merupakan perencanaan rute dari suatu ruas jalan secara
lengkap, meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan dan data.
Dasar yang ada atau tersedia dari hasil survei lapangan dan telah di analisis, serta

5
Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
mangacu pada ketentuan yang berlaku (Shirley L. Hendarsin, 2000).
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang
dititik beratkan pada alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal sehingga dapat
memenuhi fungsi dasar dari jalan itu sendiri yang memberikan kenyamanan yang
optimal pada arus lalu lintas sesuai dengan kecepatan yang direncanakan.
Perencanaan geometrik ini secara umum terdiri dari aspek-aspek perencanaan trase
jalan, badan jalan yang terdiri dari bahu jalan dan jalur lalu lintas, tikungan,
drainase, kelandaian jalan serta galian dan timbunan. Saat ini jalan merupakan salah
satu sektor yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Pemilihan terhadap
penggunaan jalan pada umumnya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain
jangkauan yang relatif lebih luas, dan biaya oprasional yang lebih murah.
Perencanaan konstruksi dan geometrik jalan raya membutuhkan data - data
perencanaan yang meliputi data lalu lintas, data topografi, data penyelidikan tanah,
data penyelidikan material dan data penunjang lainnya. Semua data ini sangat
diperlukan dalam merencanakan suatu konstruksi jalan raya, karena data ini
memberikan gambaran yang sebenarnya dari kondisi surtu daerah dimana ruas jalan
ini akan dibangun. Dengan adanya data-data ini, kita dapat menentukan geometrik
dan tebal perkerasan yang diperlukan dalam merencanakan suatu konstruksi jalan
raya (Sukirman, 1999).
Tujuan perencanaan geometrik jalan adalah untuk menghasilkan kondisi
geometrik jalan yang mampu memberikan pelayanan lalu lintas secara optimum
sesuai dengan fungsi jalan. Disamping itu, fungsi dari perencanaan ini adalah
berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan dalam berlalu lintas bagi pemakai
jalan.

2.2 Bagian-bagian Jalan


Perencanaan geometrik jalan memiliki beberapa parameter-parameter
perencanaan yang harus diperhatikan seperti kendaraan rencana, kecepatan rencana,
volume kapasitas jalan dan tingkat pelayanan yang diberikan oleh jalan itu sendiri.
Parameter-parameter ini merupakan penentu tingkat kenyamanan dan keamanan
yang dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan.
Trase jalan atau biasa disebut sumbu jalan merupakan garis-garis lurus yang
saling berhubungan yang terdapat pada peta topografi suatu muka tanah dalam

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 6


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
perencanaan jalan baru yang mana biasanya akan dipilih satu dari beberapa trase
yang dibuat yang tentunya memenuhi syarat suatu perencanaan jalan. Dalam
menentukan trase, ada beberap persoalan yang akan dihadapi seperti bentuk dari
permukaan tanah yang tidak teratur, permukaan yang turun naik, keadaan tanah
dasar dan lain sebagainya.
Dalam menentukan suatu trase untuk perencanaan geometrik jalan, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagi berikut:
1. Perencanaan garis trase dibuat sependek mungkin.
2. Route rencana jalan yang dipilih harus sedatar mungkin mengikuti garis kontur
atau transisi.
3. Syarat antara sudut belokan pertama dan sudut belokan yang kedua diusahakan
sepanjang-panjangnya.
4. Perencanaan sudut belok pada masing-masing tikungan disesuaikan dengan
kecepatan rencana kendaraan (Vr).
Pada saat menghitung koordinat, ada dua alternatif cara yang bisa digunakan
yaitu sebagai berikut:
1. Pengukuran lapangan secara langsung.
2. Pengukuran menggunakan peta topografi.

2.2.1 Ruang Manfaat Jalan (Rumaja)


Ruang manfaat jalan atau biasa disebut rumaja merupakan ruang sepanjang
jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman tertentu. Ruang manfaat jalan
meliputi badan jalan, median jalan, bahu jalan, jalur pemisah, trotoar, saluran tepi
jalan, lereng, ambang pengaman, gorong-gorong, dan bangunan pelengkap lainnya.
Badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas untuk menunjang pelayanan lalu
lintas dan angkutan jalan serta pengamanan konstruksi jalan yang mana lebar ruang
bebas tersebut sesuai dengan lebar badan jalan, sedangkan kedalaman ruang bebas
jalan paling rendah adalah 1,5 meter dari permukaan jalan.
Saluran tepi jalan merupakan saluran yang diperuntukkan untuk menampung
dan menyalurkan air agar badan jalan dapat terbebas dari pengaruh air. Ukuran
saluran tepi jalan ditetapkan sesuai dengan lebar permukaan jalan dan keadaan
lingkungan sekitar.
Ambang pengaman jalan dapat berupa bidang tanah dan atau konstruksi

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 7


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
bangunan pengaman yang berada diantara tepi badan jalan dan batas ruang manfaat
jalan yang hanya diperuntukkan bagi pengamanan konstruksi jalan.

2.2.2 Ruang milik jalan (Rumija)


Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu
diluar ruang manfaat jalan. Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan
yang mana ruang ini diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan dan
penambahan jalur lalu lintas dimasa yang akan datang serta diperuntukkan untuk
pengaman jalan. Ruang milik jalan ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan
keluasan keamanan penggunaan jalan yang mana antara lain untuk keperluan
pelebaran ruang manfaat jalan. Ruang milik jalan memiliki lebar paling sedikit
sebagai berikut :
Tabel 2.1 Ukuran Minimun Rumija
Lebar jalur lalu
Rumija
Tipe Jalan lintas minimum Komponen
minimum (m)
(m)
Median (3), lebar jalur (3,5),
Jalan bebas bahu jalan (2), saluran tepi jalan
2 [2x3,5] = 14 m 30
hambatan (2), ambang pengaman
(2,5), marginal strip (0,5)

Median (2), lebar jalur (3,5),


bahu jalan (2), saluran tepi jalan
Jalan raya 2 [2x3,5] = 14 m 25
(1,5), ambang pengaman
(1), marginal strip (0,25)
Lebar jalur (7), bahu jalan (2),
Jalan sedang 2 x 3,5 = 7 m saluran tepi jalan (1,5), ambang 15
pengaman (0,5)
Lebar jalur (5,5), bahu jalan
Jalan kecil 2 x 2,75 = 5,5 m 11
(2), saluran tepi jalan (0,75)
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

2.2.3 Ruang pengawasan jalan (Ruwasja)


Ruang pengawasan jalan merupakan ruang yang tertentu yang berada diluar
ruang milik jalan yang mana pengguna nya berada di bawah pengawasan
penyelenggara jalan yang diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan
pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan yang dibatasi oleh
lebar dan tinggi tertentu. Berikut merupakan lebar luas pengawasan jalan yang
ditentukan dari tepi badan jalan.

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 8


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
Tabel 2.2 Lebar Minimun Pengawasan Jalan
No Klasifikasi Jalan Lebar minimum (m)
1 Jalan arteri primer 15
2 Jalan kolektor primer 10
3 Jalan lokal primer 7
4 Jalan lingkungan primer 6
5 Jalan arteri sekunder 15
6 Jalan kolektor sekunder 5
7 Jalan lokal sekunder 3
8 Jalan lingkungan sekunder 2
9 Jembatan 100 (kearah hilir dan hulu)
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
Untuk keselamatan pengguna jalan daerah pengawasan didaerah tikungan,
lebar ini ditentukan oleh jarak pandang bebas. Penampang melintang jalan adalah
suatu potongan jalan yang tegak lurus pada sumbu jalan yang menunjukkan bentuk
serta susunan bagian-bagian jalan yang bersangkutan dalam arah melintang.
Penampang melintang yang digunakan harus sesuai dengan klasifikasi jalan dan
kebutuhan lalu lintas yang bersangkutan, demikian pula lebar badan jalan, drainase
dan kebebasan pada jalan raya harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku
yang mana bagian bagian nya adalah sebagai berikut :
1. Bagian yang langsung berguna untuk lalu lintas

Gambar 2.1 Penampang Melintang Jalan Dengan Median


(Sumber : Hamirham Saodang, 2004)

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 9


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
a. Jalur Lalu Lintas
Jalur lalu lintas merupakan bagian jalan yang digunakan untuk lalu lintas
kendaraan secara fisik berupa perkerasan jalan. Jalur lalu lintas (travelled
way / carriage way) adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang
diperuntukkan untuk lalu lintas jalan. Lebar jalur lalu lintas ini ditentukan
oleh jumlah dan lebar jalur yang mana lebar jalur minimum adalah 4,5
meter, dengan lebar tersebut memungkinkan dua kendaraan kecil dapat
saling berpapasan. Beberapa tipe jalur lalu lintas, antara lain :
2/2 TB : 2 lajur, 2 jalur, tak terbagi
2/1 TB : 2 lajur, 1 jalur, tak tebagi
4/2 B : 4 lajur, 2 jalur, terbagi
n/2 B : n lajur, 2 jalur, terbagi
Keterangan:
TB : Tidak Berbagi
B : Berbagi
b. Lajur
Lajur merupakan bagian dari jalur lalu lintas yang dibatasi oleh marka lajur
jalan yang memiliki lebar yang cukup untuk dilintasi suatu kendaraan
bermotor sesuai dengan keadaan rencana.
c. Bahu Jalan
Bahu jalan merupakan bagian jalan yang terletak pada bagian tepi jalan lalu
lintas dengan tepian berupa saluran, parit dan lain-lain. Bahu jalan
mempunyai kemiringan untuk keperluan pengairan air dari permukaan jalan
dan juga untuk memperkokoh konstruksi perkerasan.

Gambar 2.2 Kemiringan Bahu Jalan


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 10


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
Bahu jalan atau biasa disebut tepian jalan mempunyai fungsi tersendiri yaitu
sebagai berikut :
1) Ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau
yang sekedar berhenti karena pengemudi ingin berorientasi mengenai
jurusan yang akan ditempuh, atau untuk istirahat.
2) Ruangan untuk lintasan kendaraan-kendaraan patroli, ambulans, yang
sangat dibutuhkan pada keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaan.
3) Ruangan untuk menghindarkan diri dari saat-saat darurat, sehingga dapat
mencegah terjadinya kecelakaan.
4) Memberikan kelegaan pada pengemudi dengan demikian dapat
meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan.
5) Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah
samping.
d. Median
Median merupakan bagunan yang memisahkan dua jalur lalu lintas yang
berlawanan arah. Jalan 2 arah dengan 4 lajur atau lebih harus dilengkapi
median. Median terdiri dari beberapa jenis, antara lain sebagai berikut:
1) Median direndahkan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah yang
direndahkan.
2) Median ditinggikan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur
yang ditinggikan.

Gambar 2.3 Jenis Median


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 11


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
Lebar minimum median terdiri atas jalur tepian selebar 0,25 – 0,50 meter
dan bangunan pemisah lajur, ditetapkan sebagai berikut :
Tabel 2.3 Penentuan Lebar Media
Jenis Median Lebar Minimum (m)
Median Ditinggikan 2,0
Median Direndahkan 7,0
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
e. Trotoar
Trotor meupakan sebuah jalur yang diletakkan berdampingan dengan jalur
lalu lintas yang mana jalur ini dibuat khusus untuk digunakan oleh para
pejalan kali atau pedestrian. Lebar trotoar yang dibutuhkan ditentukan oleh
volume pejalan kaki, tingkat pelayanan pejalan kaki yang diinginkan, dan
fungsi jalan. Lebar trotoar yang umum digunakan berkisar 1,5 – 3,0 m. Ada
atau tidak nya trotoar ditentukan dari volume pedestrian dan volume lalu
lintas pemakai jalan tersebut.
2. Bagian yang berguna untuk drainase jalan
a. Saluran Samping
Saluran samping biasanya dibuat untuk mengalirkan air dari permukaan
perkerasan jalan ataupun dari bagian luar jalan dan juga untuk menjaga agar
konstruksi jalan tidak terendam genangan air. Umumnya bentuk saluran
samping berbentuk trapesium ataupun persegi panjang tergantung dari
daerah dan lingkungan sekitarnya. Dinding saluran dapat dengan
mempergunakan pasangan batu kali, atau tanah asli. Lebar dasar saluran
disesuaikan dengan besarnya debit yang diperkirakan akan mengalir pada
saluran tersebut, minimum sebesar 30 cm.
b. Kemiringan Lereng (Talud)
Talud pada jalan biasa nya dibuat 2H : 1V tergantung pada kondisi
lingkungan sekitarnya, untuk daerah yang mudah longsor talud jalan dibuat
sesuai dengan besarnya landau yang aman yang mana kestabilan lereng
harus terlebih dahulu diperhitungkan dengan baik.
c. Kemiringan melintang jalur lalu lintas
Kemiringan melintang jalur lalu lintas di jalan lurus diperuntukkan terutama
untuk kebutuhan drainase jalan. Air yang jatuh di atas permukaan jalan
Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 12
Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
supaya cepat dialirkan ke saluran-saluran pembuangan. Kemiringan
melintang bervariasi antara 2% - 3%, untuk jenis lapisan permukaan dengan
menggunakan bahan pengikat seperti aspal dan semen. Semakin kedap air
lapisan tersebut semakin kecil kemiringan melintang yang dapat
dipergunakan. Sedangkan untuk jalan dengan lapisan permukaan belum
mempergunakan bahan pengikat seperti jalan berkerikil kemiringan
melintang dibuat sebesar 4-5%.
Kemiringan melintang jalur lalu lintas di tikungan dibuat untuk kebutuhan
keseimbangan gaya sentrifugal yang bekerja, di samping kebutuhan akan
drainase. Besarnya kemiringan melintang yang dibutuhkan pada tikungan
akan dibicarakan akan dibicarakan pada bab tentang “Alinyemen
Horizontal”.
3. Bagian pelengkap jalan
a. Kereb
Kereb merupakan peninggian tepi perkerasan jalan atau bahu jalan yang
dimaksudkan untuk keperluan drainase, mencegah keluar jalurnya
kendaraan dari tepi perkerasan dan memberikan ketegasan tepi perkerasan.
Berdasarkan fungsinya, kereb dibedakan menjadi :
Kereb peninggi adalah kereb yang direncanakan agar dapat didaki
kendaraan, biasanya terdapat di tempat parkir di pinggir jalan ataupun jalur
lalu lintas. Untuk kemudahan didaki oleh kendaraan maka kereb harus
mempunyai bentuk permukaan lengkung yang baik yang mana tingginya
berkisar antara 10-15 cm.
Kereb penghalang adalah kereb yang direncanakan untuk menghalangi atau
mencegah kendaraan meninggalkan jalur lalu lintas, terutama di median,
trotoar, pada jalan-jalan tanpa pagar pengaman yang mana tingginya
berkisar antara 25-30 cm.
Kereb berparit adalah kereb yang direncanakan untuk membentuk sistem
drainase perkerasan jalan. Kereb ini dianjurkan pada jalan yang memerlukan
sistem drainase perkerasan lebih baik. Pada jalan lurus diletakkan di tepi
luar dari perkerasan, sedangkan pada tikungan diletakkan pada tepi dalam
yang mana tingginya berkisar antara 10-20 cm.

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 13


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
Kereb penghalang berparit adalah kereb penghalang yang direncanakan
untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan yang mana tingginya
berkisar antara 20-30 cm.

Gambar 2.4 Jenis Kereb


(Sumber : Silvia Sukirman, Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik)
b. Pengaman Tepi
Pengaman tepi dimaksudkan untuk meminimalisir kecelakaan yang terjadi
pada jalan di daerah-daerah jurang dan mencegah keluarnya kendaraan dari
badan jalan.

Gambar 2.5 Jenis-jenis Pengaman Tepi


(Sumber : Silvia Sukirman, Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik)

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 14


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
4. Daerah Manfaat Jalan (Damaja)
Daerah manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa pemisah
dan bahu jalan.
5. Daerah Milik Jalan (Damija)
Daerah milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar
dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan dengan suatu hak tertentu.
Biasanya pada tiap jarak 1 km dipasang patok Damija berwarna kuning. Tinggi
5 meter si atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan dan kedalaman ruang
bebas 1,5 meter di bawah muka jalan.
6. Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja)
Daerah pengawasan jalan adalah sejalur tanah tertentu yang terletak di luar
Daerah Milik Jalan, yang penggunaannya diawasi oleh Pembina Jalan, dengan
maksud agar tidak mengganggu pandangan pengemudi dan konstruksi
bangunan jalan, dalam hal ini tak cukup luasnya Damija.

Gambar 2.6 Damaja, Damija, dan Dawasja di lingkungan jalan antar kota
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
2.3 Fungsi Hirarki dan Kelas Jalan
Klasifikasi jalan atau hirarki jalan merupakan pengelompokan jalan
berdasarkan fungsi jalan itu sendiri berdasarkan administrasi pemerintah dan
berdasarkan muatan sumbu yang menyangkut dimensi dan berat kendaraan.
Penentuan klasifikasi jalan ini terkait dengan besarnya volume lalu lintas, besarnya
kapasitas jalan, serta pembiayaan pembangunan dan perawatan jalan. Berdasarkan

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 15


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
pasal 8 UU No. 38 tahun 2004, menurut fungsinya jalan dikelompokkan menjadi
beberapa kelompok yaitu :
1. Jalan Arteri
Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan Kolektor
Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul
atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata- rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal
Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
4. Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah.
Pasal 6 dan pasal 9 Peraturan Pemerintah No 34 tahun 2006 tentang jalan
dijelaskan bahwa fungsi jalan terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan sistem
jaringan jalan sekunder yang merupakan bagian dari sistem jaringan jalan
merupakan suatu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan
primer dan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki.
Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan yang
menghubungkan kawasan antar perkotaan yang diatur secara berkala sesuai dengan
peran perkotaan yang dihubungkannya. Untuk melayani lalu lintas secara terus
menerus, ruas-ruas jalan dalam sistem jaringan jalan primer tidak terputus
walaupun memasuki kawasan perkotaan. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan
sistem jaringan jalan yang menghubungkan antar kawasan di dalam perkotaan yang
diatur secara berjenjang sesuai dengan fungsi kawasan yang dihubungkannya.
2.3.1 Klasifikasi Fungsi Jalan
PP no 26 tahun 1985 tentang jalan menjelaskan bahwa sistem jalan dibagi
dalam 2 kategori, yaitu sistem jaringan primer dan sistem jaringan sekunder.

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 16


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
1. Sistem Jaringan Primer
a. Sistem jaringan primer disusun mengikuti ketentuan peraturan tata ruang
dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional yang menghubungkan
simpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut :
1) Dalam suatu wilayah pengembangan menghubungkan secara menerus
dari kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota
jenjang dibawahnya sampai ke persil.
2) Menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota kota jenjang kesatu
dan seterusnya antar satuan wilayah pengembangan.
b. Jalan arteri primer. Jalan ini menghubungkan kota jenjang kesatu yang
terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan
kota jenjang kedua.
c. Jalan kolektor primer. Jalan ini menghubungkan kota jenjang kedua dengan
kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota
jenjang ketiga.
d. Jalan lokal primer. Jalan ini menghubungkan kota jenjang kesatu dengan
persil atau kota jenjang kedua dengan persil, atau menghubungkan kota
jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota
jenjang dibawahnya atau kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawah
jenjang ketiga.

2.3.2 Klasifikasi jalan menurut fungsi jalan


Klasifikasi jalan atau hirarki jalan merupakan pengelompokan jalan
berdasarkan fungsi jalan itu sendiri berdasarkan administrasi pemerintah dan
berdasarkan muatan sumbu yang menyangkut dimensi dan berat kendaraan.
Penentuan klasifikasi jalan ini terkait dengan besarnya volume lalu lintas, besarnya
kapasitas jalan, serta pembiayaan pembangunan dan perawatan jalan. Berdasarkan
pasal 8 UU No. 38 tahun 2004, menurut fungsinya jalan dikelompokkan menjadi
beberapa kelompok yaitu:
1. Jalan arteri
Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna.

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 17


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
2. Jalan kolektor
Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-
rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan lokal
Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
4. Jalan Lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah.

2.3.3 Klasifikasi jalan menurut status jalan


Sesuai dengan undang-undang republik Indonesia nomor 38 tahun 2004
tentang jalan dan peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, maka
sesuai dengan kewenangan atau status, maka jalan umum dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Jalan nasional
Penyelenggaraan jalan nasional merupakan kewenangan kementerian
pekerjaan umum dan perumahan rakyat, yaitu di direktorat jenderal bina marga
yang dalam pelaksanaan tugas penyelenggaraan jalan nasional dibentuk balai
besar pelaksanaan jalan nasional sesuai dengan wilayah kerjanya masing-
masing. Jalan nasional terdiri dari pembagian yaitu:
a. Jalan arteri primer.
b. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi.
c. Jalan tol.
d. Jalan strategis nasional.
2. Jalan provinsi
Penyelenggaraan jalan provinsi merupakan kewenangan pemerintah provinsi.
Jalan provinsi terdiri dari:
a. Jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan
ibukota kabupaten atau kota.
b. Jalan kolektor primer menghubungkan antar ibukota kabupaten atau kota.

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 18


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
c. Jalan strategis provinsi.
3. Jalan kabupaten
Penyelenggaraan jalan kabupaten merupakan kewenangan pemerintah
kabupaten. jalan kabupaten terdiri dari:
a. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi.
b. Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan,
ibukota kecamatan dengan desa, dan antar desa.
c. Jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi dan jalan sekunder dalam
kota.
d. Jalan strategis kabupaten.
4. Jalan kota
Jalan kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota,
merupakan kewenangan pemerintah kota. ruas-ruas jalan kota ditetapkan oleh
walikota dengan surat keputusan walikota.
5. Jalan desa
Jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak
termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan
umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam
desa.

2.3.4 Klasifikasi jalan menurut kelas jalan


Kelas jalan diatur dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang lalu
lintas dan angkutan jalan. Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
1. Fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan jalan
dan kelancaran lalu lintas angkutan jalan.
2. Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan
bermotor.
Kelas jalan dapat dikelompokkan kedalam beberapa kelas berdasarkan Pasal
11 PP No.43/1993, antara lain sebagai berikut:
1. Jalan Kelas I
Jalan Kelas I merupakan jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 19


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan lebih besar dari 10 ton.
2. Jalan Kelas II
Jalan kelas II yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10
ton.
3. Jalan Kelas III A
Jalan kelas III A yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 8 ton.
4. Jalan Kelas III B
Jalan kelas III B adalah jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton.
5. Jalan Kelas III C
Jalan kelas III C yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton.
Tabel 2.4 Klasifikasi berdasarkan kelas jalan
Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat (Ton)
Arteri I >10
II 10
III A 8
Kolektor III A 8
III B 8
III C 8
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 20


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
2.3.5 Klasifikasi jalan menurut medan jalan
Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar
kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Keseragaman kondisi
medan yang diproyeksikan harus memperhitungkan keseragaman kondisi medan
menurut rencana trase jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada
bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut. Berdasarkan medan jalan, jalan
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 2.5 Klasifikasi berdasarkan medan jalan
No Jenis medan Notasi Kemiringan medan (%)
1 Datar D <3
2 Berbukit B 3-25
3 Pegunungan G >25
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

2.4 Parameter Desain Geometrik Jalan


Dalam perencanaan geomterik jalan terdapat beberapa parameter
perencanaan yang harus dipahami seperti, kendaraan rencana, kecepatan rencana,
volume dan kapasitas jalan, dan tingkat pelayanan yang diberikan oleh jalan
tersebut. Parameter-parameter ini merupakan penentuan tingkat kenyamanan dan
keamanan yang dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan yang disesuaikan
dengan tuntutan lalu lintas yang harus diperhatikan seperti berikut ini:
1. Kenyamanan : Tidak banyak tikungan dan gangguan serta tidak terlalu
terjal.
2. Keamanan : Minim nya tingkat kecelakaan.
3. Biaya : Faktor ekonomi.
4. Keindahan : Diusahakan tikungan jalan tidak membuat orang
bosan ataupun jenuh.

2.4.1 Volume lalu lintas


Volume lalu-lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik
pengamatan selama satu satuan waktu (kendaraan/hari, kend/jam). Volume lalu-
lintas untuk keperluan desain kapasitas geometrik jalan perlu dinyatakan dalam
satuan mobil penumpang, yaitu dengan menyesuaikan dengan nilai smp pada setiap
jenis kendaraan.

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 21


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
1. Satuan mobil penumpang
Satuan mobil penumpang merupakan angka satuan kendaraan standar dalam
hal kapasitas jalan, dari berbagai kendaraan telah diubah menjadi kendaraan
ringan (termasuk mobil penumpang) dengan cara yaitu menggunakan
ekivalen mobil penumpang.
Tabel 2.6 Satuan Mobil Penumpang
Jenis Kendaraan Nilai SMP
Sepeda 0,5
Mobil penumpang / Sepeda motor 1,0
Truk ringan < 5 ton 2,0
Truk sedang > 5 ton 2,5
Truk berat > 10 ton 3,0
Bus 3,0
Kendaraan tak bermotor 7,0
( Sumber : Tata cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bima
Marga, 1997)
2. Ekivalen mobil penumpang (EMP)
Ekivalen mobil penumpang adalah suatu faktor konversi untuk
menyetarakan berbagai tipe kendaraan yang beroperasi di suatu ruas jalan
kedalam satu jenis kendaraan yakni mobil penumpang. Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI) 1997 telah menetapkan nilai-nilai EMP untuk
berbagai jenis kelompok kendaraan bermotor. Nilai EMP berbagai tipe
kendaraan tidak bersifat mutlak karena faktorfaktor yang mempengaruhinya
dapat berubah seiring dengan perkembangan teknologi otomotif.
Tabel 2.7 Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP)
No Jenis Kendaraan Darat/Perbukitan Pegunungan

1 Sedan, Jeep, Station wagon 1,00 1,00

2 Pick Up, Bus kecil, Truk 1,20-2,40 1,90-3,5


kecil

3 Bus dan Truk besar 1,20-5,00 2,20-6,00


( Sumber : Tata cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bima
Marga, 1997 )
Pada persimpangan bersignal atau terdapat lampu pengaturan lalu lintas,
nilai faktor pengali SMP (EMP) suatu kendaraan tergantung dari tipe
Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 22
Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
pendekat jalan yaitu pendekat terlindung (pergerakan kendaraan tidak ada
gangguan dari arah pendekat atau jalan yang lain) dan pendekat terlawan.
Tabel 2.8 Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP)
EMP
Jenis Kendaraan
Terlindung Terlawan
Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0
Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3
Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4
( Sumber : Tata cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bima
Marga, 1997 )
Pada persimpangan tak bersignal (tidak ada lampu pengaturan lalu lintas)
nilai faktor pengali SMP (EMP) suatu kendaraan untuk semua pendekat
adalah sama.
a. Kendaraan Ringan = 1,0.
b. Kendaraan Berat = 1,3.
c. Sepeda Motor = 0,5.
Faktor pengali pada jalan perkotaan tergantung dari fungsi dan kondisi jalan
serta jumlah kendaraan yang bergerak melintasi suatu titik pengamatan pada
suatu satuan periode waktu (jam) yaitu jalan perkotaan yang tidak terbagi
atau jalan yang tidak mempunyai median jalan, dan jalan perkotaan terbagi
atau jalan satu arah.
Tabel 2.9 Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP) Pada Jalan Perkotaan Yang
Tidak Terbagi
Arus Lalu Lintas EMP
Total 2 Arah MC
Tipe Jalan
(Kend/jam) LV HV Lebar jalur lalu lintas
≤ 6m ≥ 6m
Dua lajur tak 0 1,3 0,5 0,4
terbagi (2/2) UD ≥ 1800 1,2 0,35 0,25
1,0
Empat lajur tak 0 1,3 0,4
terbagi (4/2) UD ≥ 1800 1,2 0,25
( Sumber : Tata cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bima
Marga, 1997 )
Tabel 2.10 Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP) Pada Jalan Perkotaan Terbagi
Arah lalu lintas per EMP
Tipe jalan
jalur (kend/jam) LV HV MC

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 23


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
Dua lajur satu arah (2/1) 0 1,3 0,4
dan empat lajur dua arah
≥ 1050 1,2 0,25
(4/2)
1,0
Tiga lajur satu arah (3/1) 0 1,3 0,4
dan enam lajur dua arah ≥ 1100 1,2 0,25
(6/2)
( Sumber : Tata cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bima
Marga, 1997 )
Jalan luar kota merupakan suatu segmen jalan yang menghubungkan antara
dua kabupaten/kota yang mana pada sisi jalan tanpa perkembangan atau
perkembangan permanen yang sebentar terjadi. Pembagian jenis kendaraan
pada jalan luar kota adalah sebagai berikut:
a. Kendaraan Ringan.
b. Kendaraan Berat Menengah.
c. Truk Besar.
d. Bis Besar.
e. Sepeda Motor.
f. Kendaraan Tak Bermotor.

2.4.2 Kecepatan rencana (VR)


Kecepatan rencana (VR), pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang
dipilihsebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-
kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu
lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
1. Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh
kendaraan dibagi waktu tempuhnya (satuan km/jam atau mph).
2. Kecepatan rencana (vR) adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar
perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan bergerak
dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang
lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
3. Kecepatan rencana digunakan untuk perancangan:
a. Tikungan,
b. Kemiringan jalan,
c. Tanjakan dan turunan,

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 24


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
d. Jarak pandangan.
4. Faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana seperti berikut:
a. Kondisi Medan (terrain)
1) VR di daerah datar > VR di daerah perbukitan & gunung.
2) Kecepatan truk di daerah datar bisa menyamai kecepatan kendaraan
kecil, tetapi di daerah perbukitan, kecepatan truk akan berkurang.
Bahkan di daerah gunung kadang-kadang diperlukan jalur khusus
untuk truk (jalur pendakian).
3) Kondisi medan ruas jalan yang diproyeksikan harus diperkirakan
untuk keseluruhan panjang jalan.
b. Sifat dan tingkat penggunaan daerah
1) Untuk jalan arteri mempunyai vR yang lebih tinggi dibandingkan
dengan jalan kolektor maupun jalan lokal.
2) Jalan raya untuk daerah luar kota akan mempunyai vR yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan jalan di dalam kota. Pada tabel 2.3
dibawah menunjukkan VR untuk masing-masing fungsi jalan.
Tabel 2.11 Kecepatan Rencana, VR sesuai klasifikasi fungsi dan medan jalan
Fungsi Kecepatan rencana,VR (km/jam)
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70-120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30
(Sumber : TPGJAK No.083/TBM/1997)
Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan
syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.
Tabel 2.12 Kecepatan Rencana Berdasarkan Klasifikasi Jalan
No Klasifikasi Jalan Kecepatan Rencana (km/jam)
1. Arteri primer 60
2. Kolektor primer 40
3. Lokal primer 20
4. Lingkungan primer 15
5. Arteri sekunder 30
6. Kolektor sekunder 20
7. Lokal sekunder 10
8. Lingkungan sekunder 10
(Sumber : TPGJAK No.083/TBM/1997)

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 25


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
2.4.3 Kendaraan rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya
dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Adapun dimensi Kendaraan
Rencana dapat dilihat pada Tabel 2.10 dibawah ini:
Tabel 2.13 Dimensi Kendaraan Rencana
Kategori Radius putar Radius
Dimensi Kendaraan (cm) Tonjolan (cm)
Kendaraan (cm) tonjolan
Rencana Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Min Maks (cm)
Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780
Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Besar 410 260 2100 120 90 290 1400 1370
( Sumber : Tata cara Perencanaan Geometrik Antar Kota, Departemen PU, Ditjen Bima Marga)
Dimensi kendaraan yang sering dijumpai di jalan raya dapat dilihat pada
gambar-gambar dibawah ini:

Gambar 2.7 Dimensi Kendaraan Kecil


(Sumber : Pedoman Bina Marga, 1997)

Gambar 2.8 Dimensi Kendaraan Sedang


(Sumber : Pedoman Bina Marga, 1997)

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 26


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155

Gambar 2.9 Dimensi Kendaraan Besar


(Sumber : Pedoman Bina Marga, 1997)
2.4.4 Penentuan lebar jalur dan lajur lalu lintas
Jalur lalu lintas adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang
diperuntukan untuk lalau lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa
lajur kendaraan. Lajur kendaraan yaitu bagian dari jalur lalau lintas yang khusus
diperuntukan untuk dilewati oleh satu rangkaian kendaraan beroda empat atau lebih
dalam satu arah. Jadi jumlah lajur minimal untuk jalan 2 arah adalah 2 dan pada
umumnya disebut sebagai jalan 2 lajur 2 arah. Jalur lalu lintas untuk 1 arah minimal
terdiri dari 1 lajur lalau lintas (Silvia Sukirman, 1999). Pada Tabel 2.8 dapat dilihat
lebar jalur dan bahu jalan sesuai dengan volume lalu lintas hariannya.
Tabel 2.14 Lebar Jalur dan Bahu Jalan Sesuai dengan VLHR
ARTERI KOLEKTOR LOKAL
Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum
VLHR (smp/hari)

Lebar bahu (m)

Lebar bahu (m)

Lebar bahu (m)

Lebar bahu (m)

Lebar bahu (m)

Lebar bahu (m)


Lebar jalur (m)

Lebar jalur (m)

Lebar jalur (m)

Lebar jalur (m)

Lebar jalur (m)

Lebar jalur (m)

<3.000 6 1,5 4,5 1 6 1,5 4,5 1 6 1 4,5 1


3.000- 7 2 6 1,5 7 1,5 6 1,5 7 1, 6 1
10.000
5
10.001- 7 2 7 2 7 2 **) **) - - - -
25.000
>25.000 2n×3 2,5 2×7 2 2n×3 2 **) **) - - - -
*) *) *)
,5 ,0 ,5
(Sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.038/T/BM/1997)

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 27


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
2.4.5 Jarak pandang
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi
pada saat mengemudi sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya
tersebut dengan aman (Hamirhan Saodang, 2004). Jarak pandang terbagi menjadi
dua bagian yaitu, jarak pandang henti dan jarak pandang mendahului.
1. Jarak pandang henti (Jh)
Jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi unuk menghentikan
kendaraannnya dengan aman saat melihat adanya halangan didepan. Jarak
pandang henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi
adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan
(Hamirhan Saodang, 2004). Jarak pandang henti terdiri dari dua komponen,
yaitu adalah:
a. Jarak tanggap jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi
sadar melihat adanya halangan yang menyebabkan harus berhenti sampai
pengemudi menginjak rem (waktu PIEV). AASHTO merekomendasikan
waktu tanggap adalah 2,5 detik.
b. Jarak pengereman, adalah jarak yang diperlukan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
AASHTO 2004 menyarankan menggunakan nilai perlambatan
kendaraan sebesar 3,4 m/detik² untuk penentuan Jarak pandang henti. Jh
dalam satuan meter dapat dihitung dengan sebuah rumus, rumus yang
digunakan yaitu:

3,6
ℎ= +
3,6 2
Dimana:
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik g = percepatan gravitasi,
ditetapkan 9,8 m/det
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-
0,55.
Persamaan tersebut disederhanakan menjadi:

JBhB = 0,694 . VBRB +0,004

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 28


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
Tabel 2.15 Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum untuk Perencanaan Geometrik Jalan
antar Kota
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jh Minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16
(Sumber: TPGJAK No. 038/TBM/1997)

2. Jarak pandang mendahului (Jd)


Jarak pandang mendahului atau menyiap (Jd) adalah jarak yang
memungkinkan suatu kendaraan mendahului kendaraan lain di depannya
dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur semula (lihat
Gambar 3.4). Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi
adalah 105 cm dan tinggi adalah 105 cm.

Gambar 2.10 Sketsa Jarak Pandang Mendahului


(Sumber : TPGJAK No.083/TBM/1997)
Jd, dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut:
Jd = d1 + d2 + d3 + d4
Dimana:
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m).
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula
(m).
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari
arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m).
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan,yang
besarnya diambil sama dengan 213.d2 (m).
2.4.6. Tingkat Pelayanan
Tingkat pelayanan jalan merupakan kondisi gabungan yang di tunjukkan
dari hubungan V/C dan kecepatan. Pengertian tingkat pelayanan jalan dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Level of service (LOS) yang ditentukan oleh volume, kapasitas, dan kecepatan
lalu lintas.
Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 29
Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
2. Tingkat Pelayanan Jalan merupakan kondisi gabungan dari rasio volume dan
kapasitas (V/C) dan kecepatan. Rasio V/C juga disebut derajat kejenuhan
(MKJI 1997).

2.5 Komponen-Komponen Geometrik Jalan


Komponen-komponen geometrik jalan mempunyai beberapa bagian seperti
berikut ini:

2.5.1 Alinyemen horizontal


Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horisontal
atau proyeksi horisontal dari sumbu jalan tegak lurus bidang peta situasi.
Alinyemen horisontal sering disebut situasi jalan atau trase jalan yang terdiri atas
garis lurus atau tangent dan garis lengkung horisontal circle yang terdiri dari busur
lingkaran dengan lengkung peralihan atau hanya lengkung peralihan. Konsep dasar
perencanaan tikungan adalah penentuan bagian-bagian didasarkan pada
keseimbangan gaya yang bekerja pada kendaraan yang melintas suatu tikungan
(Suryadharma, dan Susanto, 1999).
Pada perencanaan alinyemen horizontal, umumnya akan ditemui dua jenis
dari bagian jalan yaitu bagian lurus dan bagian lengkung (tikungan). Perencanaan
bagian jalan yang lurus perlu mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai
jalan, ditinjau dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian
jalan yang lurus harus ditempuh dalam waktu maksimal 2,5 menit (sesuai Vr).
Tabel 2.16 Panjang Bagian Lurus Maksimum
Fungsi Jalan Panjang Bagian Lurus Maksimum
Datar Bukit Gunung
Arteri 3000 2500 2000
Kolektor 2000 1750 1500
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997)
1. Jarak pandang dan daerah bebas samping pada lengkung horizontal
Jarak pandang pengemudi kendaraan yang bergerak pada lajur tepi sebelah
dalam sering kali dihalangi oleh gedung, hutan kayu, tebing galian dan lain
sebagainya karena banyaknya penghalang yang mungkin terjadi dan sifat-
sifat yang berbeda dari masing-masing penghalang, sebaiknya setiap faktor-
faktor yang menimbulkan halangan tersebut ditinjau sendiri-sendiri. Untuk

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 30


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
menjaga kenyamanan dan keamanan pengemudi, perlu ditentukan jarak
pandang henti minimum berdasarkan daerah bebas samping dibagian dalam
tikungan, disepanjang lengkung horizontal tersebut. Penentuan batas
minimum jarak antara sumbu lajur sebelah dalam ke penghalang ditentukan
berdasarkan kondisi dengan jarak pandang lebih kecil daripada panjang
lengkung horizontal. Kondisi yang menentukan jarak daerah bebas samping
dalam proses desain:
a. Jarak pandang lebih pendek dari panjang lengkung horizontal (Jh < Lt).
b. Jarak pandang lebih panjang dari panjang lengkung horizontal (Jh > Lt).
Penentuan batas minimum objek penghalang pandangan atau daerah bebas
samping ditikungan berdasarkan kondisi simetris untuk Jh < Lt seperti pada
gambar dibawah ini dan hanya diperhitungkan hanya untuk bentuk
lingkaran sederhana.

Gambar 2.11 Daerah bebas samping ditikungan untuk Jh < Lt


(Sumber : Hamirham Saodang, 2004)

E = R’ (1-cos )
Jika Jh > Lt,

Gambar 2.12 Daerah bebas samping ditikungan untuk Jh > Lt


(Sumber : Hamirham Saodang, 2004)

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 31


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
, "#$ ,
E = R’ (1-cos !+( . &'(. )
Keterangan :
E = Jarak bebas samping (m)
R = Jari-jari tikungan (m)
R’ = Jari-jari sumbu jalur dalam (m)
Jh = Jarak pandang henti (m)
Lt = Panjang tikungan (m)

Gambar 2.13 Pergerakan Mendahului


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
Keterangan gambar:
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
d2 = Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur
semula (m)
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang
dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan
(m)
2. Tikungan
Lengkung horizontal atau tikungan terdiri dari 3 bentuk yang masing-
masing mempunyai ketajaman, besar kecilnya radius lengkung dan
superelevasi yang berbeda.
a. Busur Lingkaran (FC)

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 32


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
FC (Full Circle), adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian
suatu lingkaran saja. Tikungan FC hanya digunakan untuk R (jari-jari
tikungan) yang besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan R kecil
maka diperlukan superelevasi yang besar (Hendarsin, 2000).

Gambar 2.14 Full Circle (FC)


(Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya)
Keterangan:
∆ = sudut tikungan
O = titik pusat lingkaran
Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT
Rc = jari-jari lingkaran
Lc = panjang busur lingkaran
Ec = jarak luar dari PI ke busur lingkaran
Rumus yang digunakan:
Tc = Rc tan ½ ∆
Ec = Tc ran ¾ ∆
∆ *
Lc =
+ °
b. Lengkung Spiral-Circle-Spiral (SCS)
Dalam bentuk tikungan ini spiral disini merupakan lengkung peralihan
dari bagian lurus (tangent) berubah menjadi lingkaran (circle). Pada saat
kendaraan melaju di daerah spiral, maka terjadi perubahan gaya
sentrifungal yang terjadi mulai dari 0 ke harga F = (Suryadharma,
Susanto, 1999).

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 33


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155

Gambar 2.15 Spiral Circle Spiral (SCS)


(Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya)
Keterangan :
Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak lurus lengkung
peralihan)
Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak lurus ke titik
SC pada lengkung
Ls = panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST)
Lc = panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS)
Ts = panjang tangen dari titik P1 ke titik TS atau ke titik ST TS= titik dari tangen
ke spiral
SC = titik dari spiral ke lingkaran
Es = jarak dari P1 ke busur lingkaran
θs = sudut lengkung spiral
Rc = jari-jari lingkaran
p = pergeseran tangen terhadap spiral
k = absis dari p pada garis tangen spiral

Rumus yang digunakan:


/0
Xs = Ls -1 4
1 23
/0
Ys =
23
/0
5s =
6 23
/0
p = - Rc (1-cos 5&)
23
/07
k = Ls - -Rc sin 5&
1 23

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 34


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
Ts = (Rc + p) tan ½ ∆ + k
Es = (Rc + p) sec ½ ∆ - Rc
8∆" 9:!
Lc = . <. Rc
;
L=> = Lc = 2Ls

Jika diperoleh Lc < 25 m, maka sebaiknya tidak digunakan


lengkung SCS tetapi digunakan lengkung SS, yaitu lengkung yang
terdiri dari dua lengkung spiral.
c. Spiral-Spiral
Lengkung horizontal bentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur
lingkaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang busur
lingkaran Lc = 0, θs = ½ Δ. Rc yang dipilih harus sedemikian rupa
sehingga Ls yang dibutuhkan lebih besar dari Ls yang menghasilkan
landai relatif minimum yang disyaratkan. Panjang lengkung peralihan
Ls yang dipergunakan haruslah yang diperoleh dari rumus Ls = Ls/2Rc
radial, sehingga bentuk spiral dengan sudut θs
= ½ Δ. (Sukirman, 1994).

Gambar 2.16 Spiral-Spiral (SS)


(Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya)
Rumus yang digunakan:
Lc = 0
5s = ½ ∆

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 35


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
L=> = 2Ls
?0.6.23
Ls =

/0
p = - Rc (1-cos 5&)
23
/07
k = Ls - -Rc sin 5&
1 23
Ts = (Rc + p) tan ½ ∆ + k
Es = (Rc + p) sec ½ ∆ - Rc
3. Superelevasi
Superelevasi adalah kemiringan melintang jalan pada daerah tikungan.
Untuk bagian jalan lurus, jalan mempunyai kemiringan melintang yang
biasa disebut lereng normal atau normal trawn yaitu diambil minimum 2 %
baik sebelah kiri maupun sebelah kanan AS jalan. Harga elevasi (e) yang
menyebabkan kenaikan elevasi terhadap sumbu jalan diberi tanda (+) dan
yang menyebabkan penurunan elevasi terhadap jalan diberi tanda (-).
Sedangkan yang dimaksud diagram superelevasi adalah suatu cara untuk
menggambarkan pencapaian superelevasi dan lereng normal ke kemiringan
melintang (superelevasi). Diagram superelevasi pada ketinggian bentuknya
tergantung dari bentuk lengkung yang bersangkutan.

Gambar 2.17 Superelevasi Full Circle


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 36


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155

Gambar 2.18 Superelevasi Spiral-Circle-Spiral


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Gambar 2.19 Superelevasi Spiral-Spiral


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
1.5.2. Alinyemen vertikal
Alinyemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik
yang ditinjau, berupa profil memanjang, Pada perencanaan alinemen vertikal akan
ditemui kelandaian positif (tanjakan) dan kelandaian negatif (turunan). Alinyemen
vertikal direncanakan untuk merubah secara bertahap perubahan dari dua macam
kelandaian arah memanjang jalan pada setiap lokasi yang diperlukan. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian dan
menyediakan jarak pandang henti yang cukup untuk keamanan dan kenyamanan.
Alinyemen vertikal terdiri dari 2 jenis yaitu alinyemen vertikal cembung dan
alinyemen vertikal cekung (Hendarsin, 2000).
Pada alinyemen vertikal perhatian tidak hanya ditujukan ke bagian lengkung
tetapi justru yang penting adalah bagian yang lurus pada umumnya merupakan
suatu kelandaian. Alinyemen vertikal harus direncanakan sebaik-baiknya dengan

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 37


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
mengikuti medan sehingga dapat menghasilkan keindahan jalan yang harmonis
dengan alam disekelilingnya.
a. Kelandaian alinyemen vertikal
1) Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan
kendaraanbergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan
penuh yangmampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari
separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah. Kelandaian
maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel 2.18
berikut ini :
Tabel 2.17 Jari – Jari Minimum Yang Tidak Memerlukan Lengkung
Peralihan
Landai Max (%) 3 3 4 5 6 7 10 10
VR (km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
2) Kelandaian minimum
Kelandaian minimun untuk tanah timbunan yang tidak
menggunakan kerb, maka lereng melintang jalan dianggap sudah cukup
untuk dapat mengalirkan air diatas badan jalan yang selanjutnya dibuang ke
lereng jalan. Untuk jalan – jalan diatas tanah timbunan dengan medan datar
dan menggunakan kerb, kelandaian yang dianjurkan adalah sebesar 0,15%,
yang dapat membantu mengalirkan air dari atas badan jalan dan
membuangnya ke saluran tepi atau saluran pembuangan.
Sedangkan untuk jalan – jalan di daerah galian atau jalan yang
memakai kerb, kelandaian jalan minimum yang dianjurkan adalah 0,3 –
0,5%. Lereng melintang jalan hanya cukup untuk mengalirkan air hujan
yang jatuh diatas badan jalan, sedangkan landai jalan dibutuhkan untuk
membuat kemiringan dasar saluran sampin, untuk membuang air permukaan
sepanjang jalan.
3) Panjang kritis suatu kelandaian
Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus
disediakan agarkendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 38


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
sehingga penurunankecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan
tersebut ditetapkan tidaklebih dari satu menit. Panjang kritis dapat
ditetapkan dari Tabel 2.20 dibawah ini :
Tabel 2.18 Jari – Jari Minimum Yang Tidak Memerlukan Lengkung
Peralihan
Kecepatan pada awal Kelandaian Maksimum (%)
tanjakan (km/jam) 4 5 6 7 8 9 10
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80
(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
b. Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami
perubahankelandaian dengan tujuan:
1) Mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian.
2) Menyediakan jarak pandang henti.
Lengkung vertikal adalah lengkung yang dipakai untuk mengadakan
peralihan secara berangsur-angsur dari suatu landai kelandai berikutnya.

Gambar 2.20 Lengkung Vertikal


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)
1) Lengkung vertikal cembung
Lengkung vertikal cembung, yaitu lengkung dimana titik
perpotongan antara kedua tangen berada dibawah permukaan jalan.

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 39


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155

Gambar 2.21 Vertikal Cembung


(Sumber : Hamirhan Saodang, 2004)

2) Lengkung Vertikal Cekung


Titik perpotongan antara ke 2 tangen berada dibawah permukaan
jalan.

Gambar 2.22 Vertikal Cekung


(Sumber : Hamirhan Saodang, 2004)
c. Jarak pandang alinyemen vertikal
Jarak pandangan pada alinyemen vertikal dapat dibagi menjadi dua yaitu
jarak pandangan pada alinyemen vertikal cekung dan vertikal cembung.
1) Jarak panjang alinyemen vertikal cekung
Jarak pandangan bebas pengemudi pada jalan raya yang melintasi
bangunan-bangunan seringkali terhalang oleh bagian bawah dari bangunan
tersebut. Panjang lengkung vertikal cekung minimum diperhitungkan
berdasrakan jarak pandang henti minimum dengan mengambil tinggi mata
pengemudi kendaraan truk yaitu 1,80 meter dengan tinggi objek 0,50 meter

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 40


Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
(tinggi lampu belakang kendaraan). Ruang bebas vertikal minimum 5 meter.
Dalam perencanaan disarankan untuk mengambil ruang bebas ± 5,50 meter.
Untuk memberi kemungkinan adanya lapisan tambahan (overlay) di
kemudian hari.
2) Jarak pandang alinyemen vertikal cembung
Pada lengkung veetikal cembung, untuk menghitung jarak
pandangan dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
; #
S= (2 x (h1 – h2) (2.24)
@

Dimana jika dalam perencanaan dipergunakan jark pandangan


henti menurut Bina Marga h = 10 cm atau 0,10 meter dan h = 120 cm atau
1,20 meter.

2.6 Perencanaan Galian dan Timbunan


Didalam perencanaan jalan antar kota diusahakan agar volume galian sama
dengan volume timbunan. Dengan mengkombinasikan alinyemen horizontal dan
alinyemen vertikal memungkinkan kita untuk menghitung banyaknya volume
galian dan timbunan. Langkah-langkah perhitungan galian dan timbunan adalah
sebagai berikut:
1. Penentuan stasioning sehingga diperoleh panjang horizontal jalan dari
alinyemen horizontal (trase).
2. Gambarkan profil memanjang (alinyemen vertikal) untuk memperlihatkan
perbedaan tinggi muka tanah asli dengan tinggi muka perkerasan yang akan
direncanakan.
3. Gambarkan profil melintang pada tiap titik stasioning sehingga dapat luas
penampang galian dan timbunan.
4. Hitung volume galian dan timbunan dengan mengkalikan luas penampang
rata-rata dari galian atau timbunan dengan jarak antar patok.
Perlu diketahui bahwa perhitungan volume galian dan timbunan ini
dilakukan secara pendekatan. Semakin kecil jarak antar Sta, maka harga volume
galian dan juga timbunan semakin mendekati harga yang sesungguhnya. Sebaliknya
semakin besar jarak antar Sta, maka semakin jauh ketidak tepatan hasil yang
diperoleh. Ketelitian dan ketepatan dalam menghitung besarnya volume galian dan
timbunan akan sangat berpengaruh terhadap biaya yang akan dikeluarkan pada
Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 41
Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan PTS 155
waktu pelaksanaan lapangan nantinya. Pekerjaan tanah yang terlalu besar akan
berdampak terhadap semakin mahalnya biaya pembuatan jalan yang direncanakan.
Oleh sebab itu, faktor-faktor yang perlu diperhatikan guna menghindari
ketidak hematan tersebut perlu diperhatikan sejak dini. Faktor-faktor tersebut antara
lain:
1. Pengambilan data lapangan oleh surveyor harus seakurat mungkin dan
didukung dengan peralatan yang berfungsi baik.
2. Penuangan data lapangan kedalam bentuk gambar harus seakurat mungkin
baik skala maupun ukuran yang digunakan.
3. Perhitungan luas penampang harus seteliti mungkin.
4. Penentuan jarak antar Sta harus sedemikian rupa sehingga informasi-
informasi penting, seperti perubahan elevasi, dapat dideteksi dengan baik.

Rifqi Ihsan Muzakki – M1C119038 42

Anda mungkin juga menyukai