Laporan Pendahuluan Retensio Urine
Laporan Pendahuluan Retensio Urine
PENDAHULUAN
Urin merupakan hasil dari ekskresi manusia yang dihasilkan dari penyaringan
darah yang dilakukan di ginjal. Urin normal berwarna kekuning-kuningan atau terang
dan transparan.Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme
(seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin
berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses
reabsorbsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke
dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam
kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan
dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui
urinalisis.
Dalam urin bisa terdapat amonia. Amonia adalah suatu produk yang dihasilkan
ketika proses pencernaan protein. Hati memproduksi amonia yang berbahaya terutama
jika fungsi hati juga tidak berjalan dengan baik. Setiap menit akan mengalir sejumlah
1060 ml darah (1/5 cardic out put) menuju ke 2 ginjal melalui arteri renalis. Dari jumlah
tersebut darah yang akan kembali melalui vena renalis sejumlah 1059 ml sedangkan
sisanya sebesar 1 ml akan keluar sebagai urin.
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang
terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk
merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding
kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh
relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus
dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara
volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya
dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis
dan otak masih utuh. Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi
inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine
(kencing tertahan).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini secara umum adalah agar mahasiswa dapat memahami
“LANDASAN TEORI “Retensi urine” dan bisa di terapkan dalam praktek
keperawatan nantinya.
2. Tujuan Khusus
Tujuan penulisan dari makalah ini diantaranya sebagai berikut :
a) Memahami tentang pengertian dari Retensi urine
b) MemahamikembalianatomidanfisiologiPerkemihan
c) MemahamitentangetiologidariRetensi urine
d) Memahamitentangfaktor resiko dari Retensi urine
e) MemahamitentangklasifikasidariRetensi urine
f) Memahamitentangpatofisiologi/pathway dariRetensi urine
g) MemahamitentangmanifestasiklinisdariRetensi urine
h) MemahamikomplikasidariRetensi urine
i) MemahamitentangpemerikaandiagnosadariRetensi urine
j) MemahamitentangpenatalaksanaanmedisdariRetensi urine
k) Memahami tentang pencegahan dari Retensi urine
l) Memenuhi tugas matakuliah Sistem perkemihan
BAB II
PEMBAHASAN
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan
tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine
adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta
Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi
secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995). Retensio urine adalah
ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan
terhadap hal tersebut.(Brunner & Suddarth). Retensio urine adalah suatu keadaan
penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya kemampuan untuk
mengosongkannya secara sempurna. (PSIK UNIBRAW).
Sistem urinaria bagian bawah terdiri atas buli-buli dan uretra yang keduanya
harus bekerja secara sinergis untuk dapat menjalankan fungsinya dalam menyimpan
(storage) dan mengeluarkan (voiding) urine. Buli-buli merupakan organ berongga yang
terdiri atas mukosa, otot polos destrusor, dan serosa. Pada perbatasan antara buli-buli
dan uretra, terdapat sfingter uretra interna yang terdiri atas otot polos. Sfingter interna ini
selalu tertutup pada saat fase miksi atau pengeluaran (evacuating). Disebelah distal dari
uretra posterior terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris dari otot
dasar panggul. Sfingters ini membuka pada saat miksi sesuai dengan perintah dari
korteks serebri. (buku dasar-dasar urologi)
Pada fase pengisian, terjadi relaksasi otot destrusor dan pada fase pengeluaran
urine terjadi kontraksi otot detrusor. Selama pengisian urine, buli-buli mampu untuk
melakukan akomodasi yaitu meningkatkan volumenya dengan mempertahankan
tekanannya dibawah 15 cm H2O, sampai volumenya cukup besar. (buku dasar-dasar
urologi )
2.3 ETIOLOGI
Pada retensi urin akut di tandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang penuh dan
distensi kandung keimih yan ringan. Pada retensi kronik ditandai dengan gejala iritasi
kandung kemih ( frekuensi,disuria,volume sedikit) atau tanpa nyeri retensi yang nyata.
Adaun tanda dan gejala dari pnyakit retensi urin ini adalah :
1. Di awali dengan urin mengalir lambat
2. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena pengosongan kandung kemih
tidak efisien.
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
4. Terasa ada tekanan, kadang trasa nyeri dan kadang ingin BAK
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc
2.6 FATOFISIOLOGI
Secara garis besar penyebab retensi dapat dapat diklasifikasi menjadi 5 jenis yaitu :
1. Obstruksi
2. Infeksi
3. Farmakologi
4. Neurologi
5. Faktor trauma
Obstruksi pada saluran kemih bawah dapat terjadi akibat faktor intrinsik atau faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari sistem saluran kemih dan bagian yang
mengelilinginya seperti pembesaran prostat jinak, tumor buli-buli, striktur uretra,
phimosis, paraphimosis, dan lainnya. Sedangkan faktor ekstrinsik, sumbatan berasal dari
sistem organ lain, contohnya jika terdapat massa di saluran cerna yang menekan leher
buli-buli, sehingga membuat retensi urine. Dari semua penyebab, yang terbanyak adalah
akibat pembesaran prostat jinak. Penyebab kedua akibat infeksi yang menghasilkan
peradangan, kemudian terjadilah edema yang menutup lumen saluran uretra. Reaksi
radang paling sering terjadi adalah prostatitis akut, yaitu peradangan pada kelenjar prostat
dan menimbulkan pembengkakan pada kelenjar tersebut. Penyebab lainnya adalah
uretritis, infeksi herpes genitalia, vulvovaginitis, dan lain-lain. 3 Medikasi yang
menggunakan bahan anti kolinergik, seperti trisiklik antidepresan, dapat membuat retensi
urine dengan cara menurunkan kontraksi otot detrusor pada bulibuli.
Obat-obat simpatomimetik, seperti dekongestan oral, juga dapat menyebabkan retensi
urine dengan meningkatkan tonus alpha-adrenergik pada prostat dan leher bulibuli.
Dalam studi terbaru obat anti radang non steroid ternyata berperan dalam pengurangan
kontraksi otot detrusor lewat inhibisi mediator prostaglandin. Banyak obat lain yang dapat
menyebabkan retensi urine.
Secara neurologi retensi urine dapat terjadi karena adanya lesi pada saraf perifer,
otak, atau sumsum tulang belakang. Lesi ini bisa menyebabkan kelemahan otot detrusor
dan inkoordinasi otot detrusor dengan sfingter pada uretra.
Penyebab terakhir adalah akibat 5 trauma atau komplikasi pasca bedah. Trauma
langsung yang paling sering adalah straddle injury, yaitu cedera dengan kaki
mengangkang, biasanya pada anak-anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari
pedalnya, sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda.
2.7 KOMPLIKASI
1. Urolitiasis atau nefrolitiasis
Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau kalkulus dalam velvis renal, sedangkan
urolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam sistem urinarius. Urolithiasis
mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu terbentuk dari traktus
urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat,
dan asam urat meningkat.
2. Pielonefritis
Pielonefritis adalah radang pada ginjal dan saluran kemih bagian atas. Sebagian besar
kasus pielonefritis adalah komplikasi dari infeksi kandung kemih (sistitis). Bakteri
masuk ke dalam tubuh dari kulit di sekitar uretra, kemudian bergerak dari uretra ke
kandung kemih. Kadang-kadang, penyebaran bakteri berlanjut dari kandung kemih
dan uretra sampai ke ureter dan salah satu atau kedua ginjal. Infeksi ginjal yang
dihasilkan disebut pielonefritis.
3. Hydronefrosis
4. Pendarahan
5. Ekstravasasi urine
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan specimen urine.
2. Pengambilan: steril, random, midstream.
3. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit.
4. Sistoskopy, IVP
Table urinalitis
Protein 0-8 mg/dl Protein uria dapat terjadi karena diet tinggi
protein dan karena banyak gerakan
(terutama yang lam )
2.9 PENATALAKSANAAN
1. Kateterisasi
2. Sistostomi suprapubik
3. Pungsi suprapubik
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
1. Anamnesa
Data yang perlu didapatkan adalah mengenai :
a. Riwayat retensi urin sebelumnya
b. Pengkajian mengenai disfungsi bladder, Lama waktu pasien mengalami rentesi
urin, infeksi saluran kemih atau inkontinensia.
c. Kaji riwayat lower urinary tract syndrom seperti urgensi, frekuensi, nokturia,
nokturnal euneresia, disuria dan hesitansi.
d. Kaji mengenai reflek keinginan berkemih pasien, disadari ataukah tidak?
e. Kaji apakah pasien dapat menjelaskan mengenai aliran urin saat berkemih,
apakah harus mengedan dulu, apakah aliran urinnya tersendat- sendat, menetes ?
f. Kaji apakah pasien merasakan nyeri saat berkemih?
g. Kaji riwayat penggunaan obat- obatan sebelumnya yang diidentifikasi dapat
menyebabkan retensi urin seperti atropin,
2. General
Kaji status dehidrasi pada pasien seperti mulut kering, kelemahan dan
kelelahan, penurunan urin output, sakit kepala penurunan berat badan dan
penurunan kesadaran. Hal lain yang harus dikaji adalah gejala gagal jantung
kongestive yang mengindikasikan ada masalah pada pendistribusian cairan yang
menyebabkan terjadinya nokturia dan nokturnal enuresis.
3. Pemeriksaan Abdomen
a. Kaji massa, pembesaran abdomen, perasaan kembung atau tidak nyaman
b. Palpasi dan perkusi pada area suprapubic untuk menemukan PVR volume.
Suara dullnes pada area umbilikus menunjukkan perkiraan terdapat sisa
residual urin sebesar 500 cc dan akan meningkat menjadi 1000 cc bila suara
dullnes ditemukan saat perkusi setinggi umbilikus. Palpasi dalam pada bladder
tidak dianjurkan karena akan semakin menambah perasaan tidak nyaman pada
perut dan merangsang reflek vagal. Sebagai pemeriksaan tambahan dapat
dilakukan USG Abdomen.
5. Pemeriksaan rektal
a. Perlu dilakukan digital rectal untuk memeriksa sfingter
b. Pada pria, pemeriksaan ini untuk memeriksa pembesaran prostat dan striktur
uretra yang mungkin dapat di palpasi melalui temuan kulit skrotal atau kulit
perineal yang menegang sebagai tanda terjadinya penebalan uretra.
6. Pemeriksaan Bladder
Pemeriksaan PVR dilakukan dengan menggunakan tindakan kateterisasi atau
USG. Nilai PVR normal setiap individu bervariasi yaitu dari 75 – 100 ml. Dimana
kapasitas normal bladder adalah sekitar 400 – 500 ml. Pemeriksaan lanjutan perlu
dilakukan bila pada pasien ditemukan nilai PVR lebih dari 200 cc atau 25 % dari
kapasitas kandung kemihnya. Pada pemeriksaan fisik , massa yang teraba di atas
simpisis pubis yang menghilang setelah pemasangan kateter uretra memberi kesan
ke arah distensi buli .
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan hasil analisa dari bab I sampai pada bab III dapat
disimpulkan bahwa Retensio urine adalah ketidakmampuan melakukan urinasi meskipun
terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut atau tertahanya urine didalam
kandung kemih.
Klien dengan retensio urine dapat terjadi karena berbagai factor seperti:
a. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang,
b. pembesaran porstat
c. kelainan patologi urethra.
Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan dan Penatalaksanaan pada kasus retensio urine
dengan cara :
a. Kateterisasi urethra.
b. Dilatasi urethra dengan boudy.
c. Drainage suprapubik.
4.2 SARAN