Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyebab utama terjadinya era globalisasi saat ini salah satunya

adanya kemajuan teknologi yang semakin modern. Penerapan dari

teknologi yang modern seperti adanya internet, electronic commerce,

electronic data interchange dll. Dengan adanya teknologi yang serba

modern, manusia menjadi lebih menyukai aktivitas yang praktis sehingga

manusia tidak mengeluarkan banyak tenaga. Implementasi adanya

teknologi menyebabkan manusia memenuhi kebutuhannya melalui online

atau e-commerce. Karena , belanja melalui online dianggap sebagai sesuatu

yang praktis dan dipandang lebih lengkap dalam memenuhi kebutuhannya.

Selain itu, belanja melalui online memperlihatkan harga secara detail dari

yang terendah hingga tertinggi disesuaikan dengan budget dan yang paling

menggiurkan adalah seringkali menawarkan diskon. Oleh karena itu,

masyarakan menjadi tertarik dan mengubah cara pandang masyarakat dari

belanja yang mengandalkan toko fisik beralih menjadi belanja online.

Akibatnya, pertumbuhan ekonomi pada perusahaan perdagangan ritel

menurun.

Setiap perusahaan yang dibangun pasti masing masing memiliki

tujuan yaitu salah satunya memperoleh keuntungan atau laba dan kemudian

digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan jangka panjang ataupun

untuk mengembangkan usahanya. Namun kenyataannya , beberapa


2

perusahaan ada yang tidak sesuai dengan harapan yang di inginkan, tetapi

justru perusahaan mereka mengalami jatuh bangun dan pada akhirnya

mengalami kebangkrutan karena kondisi perekonomian yang selalu

mengalami perubahan. Akibat adanya perubahan kondisi perekonomian

yang tidak stabil akan berdampak pada beberapa perusahaan, salah satunya

di sektor perdagangan eceran (ritel).

Seperti di lansir dari berita elektronik CNN Indonesia

(www.cnbcindonesia.com), ditahun 2017 mengatakan bahwa PT

Ramayana Lestari Sentosa Tbk. (RALS) menutup delapan gerai yang

diakibatkan karena merugi. Selain itu, di tahun 2018 PT Hero Supermarket

Tbk (HERO) menutup enam gerai ritel Giant yang diakibatkan karena

penurunan penjualan. Ada pula kasus yang terjadi di tahun 2018 yaitu pada

PT Matahari Putra Prima (MPPA) yang menutup enam gerai Hypermart .

Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Haryadi

Sukamdani dikutip dari Kompas.com mengatakan bahwa terdapat beberapa

faktor yang menyebabkan perusahaan menutup retailnya diantaranya faktor

eksternal yang menyebabkan beberapa perusahaan retail menutup gerainya

yaitu disebabkan oleh beralihnya tren masyarakat dari belanja offline

menjadi belanja online, daya beli masyarakat menurun , dan ketatnya

persaingan. Adapun faktor internal perusahaan itu sendiri disebabkan

karena hasil pendapatan retail mengalami penurunan.


3

TAHUN

KODE 2014 2015 2016 2017 2018

CENT 43.660.455.227 (63.392.239.973) (29.810.785.133) (119.047.000.000) 35.637.000.000

ECII 129.462.483.738 33.040.963.609 (32.270.199.731) (9.801.947.790) 21.825.792.298

HERO 43.755.000.000 (144.078.000.000) 120.588.000.000 (191.406.000.000) (1.250.189.000.000)

KOIN 26.699.439.872 (14.408.465.567) (6.699.824) (14.597.991.710) (9.993.012.908)

MPPA 554.017.000.000 221.741.000.000 38.483.000.000 (1.243.414.000.000) (898.272.000.000)

RALS 355.663.000.000 336.054.000.000 408.479.000.000 406.580.000.000 587.105.000.000

RIMO (4.767.242.682) 4.726.863.957 (3.146.812.361) 61.464.405.361 116.415.688.322

Tabel 1.1. Data perusahaan yang mengalami penurunan laba berturut turut

Sumber : www.Idx.co.id

Berdasarkan tabel tersebut, bebrapa perusahaan mengalami

penurunan laba, akan tetapi di tahun 2018 mereka bisa memperbaiki

kondisi keuangannya yang terpuruk. Hanya saja, pada perusahaan PT Hero

Supermarket Tbk (HERO) dan PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) yang

paling tajam dalam penurunan laba. Dari informasi yang telah di telusuri,

bahwa adanya penutupan gerai menjadi bukti adanya penurunan laba yang

mengakibatkan kerugian PT Hero Supermarket Tbk (HERO) dan PT

Matahari Putra Prima Tbk (MPPA). Untuk memperbaiki kondisi

keuangannya, terpaksa perusahaan harus memutus hubungan kerja dengan

beberapa karyawannya. Dari kasus perusahaan tersebut, apabila perusahaan

dari tahun ke tahun terjadi penurunan laba yang terus menerus , maka
4

menjadi kegelisahan bagi perusahaan karena akan mengalami kondisi

financial distress jika tidak di perbaiki. Oleh karena itu, penting bagi

perusahaan untuk menganalisa financial distress.

Financial distress merupakan sebuah kondisi dimana perusahaan

mengalami kesulitan keuangan. Adapun menurut Fahmi (2012 : 143)

financial distress merupakan suatu keadaan beresiko pada kelangsungan

hidup perusahaan yang mengarah pada kebangkrutan. Pentingnya

memprediksi financial distress adalah memberikan arahan bagi perusahaan

bagaimana masa hidup perusahaan tersebut , apakah mengalami kesulitan

atau tidak dimasa yang akan datang. Salah satu sinyal untuk mendeteksi

perusahaan tersebut mengalami financial distress adalah dengan melihat

kondisi laporan keuangannya. Itu mengapa perusahaan menerbitkan

laporan keuangan dengan tujuan untuk mengukur sehat atau tidaknya

kondisi keuangan disuatu perusahaan. Apabila dari hasil laporan keuangan

tersebut terdeteksi adanya masalah, maka perusahaan dapat

mengantisipasinya dengan melakukan pencegahan supaya kondisi

keuangan dapat kembali stabil sehingga terhindar dari adanya kepailitan

perusahaan dan mengancam perusahaan mengalami kebangkrutan.

Tabel 1.2. Penelitian Terdahulu (Research Gap)


5

Variabel Independen (X)

Nama Peneliti
Sales Ukuran
Likuiditas Profitabilitas Leverage Aktivitas
Growth Perusahaan

Hill, Thorley
Nancy., Perry,
E Susan.., dan B B B B
Andes Steven
(2011)
Lakhsan,A.M.
I., dan
Wijekoon, B B B
W.M.H.N
(2013)
Kazemian,S.,
B B B
et al (2017)
Waqas, H.,
dan
B B B
Rohani ,Md-
Rus (2018)
Erawati (2016) TB B B B TB

Marfungatun
TB TB B
(2017)
Nur Aisyah,
Farida dan
TB TB TB TB
Djusnimar
(2017)
Rismawati,
Edi dan
TB B B
Nurhayati
(2017)

Aprillia (2019) B B TB TB B

Christine, dkk
B B TB
(2019)
Lienanda dan
Agustin B B TB
Ekadjaja (2019)

Variabel Dependen : Financial Distress


6

Berdasarkan tabel 1.2 , ditemukan research gap antara jurnal yang

satu dengan jurnal yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk menguji

kembali seberapa besar pengaruh rasio keuangan terhadap financial

distress, karena masih terdapat ketidakkonsistenan antara satu jurnal

dengan jurnal yang lain. Pengukuran kondisi kesulitan keuangan (financial

distress) dapat dilakukan menggunakan rasio keuangan diantaranya adanya

rasio likuiditas. Rasio likuiditas sering disebut juga rasio modal kerja.

Rasio likuiditas merupakan rasio yang bertujuan untuk mengukur seberapa

likuid suatu perusahaan (Kasmir, 2012). Perusahaan dapat tergolong likuid

apabila mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya saat jatuh tempo,

akan tetapi apabila perusahaan tidak bisa memenuhi kewajiban jangka

pendeknya maka perusahaan tersebut dikatakan non likuid atau illikuid.

Pada penelitian ini , rasio likuiditas di proksikan dengan current

rasio. Adapun hubungannya dengan keadaan financial distress yaitu bahwa

kesulitan keuangan berawal dari ketika perusahaan tidak mampu memenuhi

kewajiban jangka pendeknya . Jika perusahaan mengalami masalah dalam

likuiditasnya maka perusahaan tersebut telah memasuki kondisi kesulitan

keuangan (financial distress) dan apabila kesulitan tersebut tidak segera

diatasi maka akan mengancam perusahaan dan mengakibatkan

kebangkrutan (Fahmi, 2016). Seperti pada jurnal Hill, Thorley Nancy., et al

(2011) menunjukkan hasil penelitian bahwa rasio likuiditas berpengaruh

terhadap financial distress. Kemudian lain hal nya pada penelitian yang
7

dilakukan oleh Marfungatun (2017) dari hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa rasio likuiditas tidak berpengaruh terhadap financial distress.

Selain itu , pengukuran financial distress dapat diukur melalui rasio

profitabilitas. Menurut Mamduh dan Abdul (2007 : 13) Rasio profitabilitas

merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar

perusahaan dalam menghasikan laba bersih pada tingkat penjualan, aset

dan modal saham. Rasio profitabilitas pada penelitian ini di proksikan

menggunakan Return On Asset. Semakin besar return on asset, itu artinya

perusahaan semakin baik dalam mengelola assetnya dan akan terhindar dari

financial distress. Kemudian pada rasio profitabilitas mempunyai hasil

penelitian yang berbeda pula. Dalam penelitian Aprilia (2019)

menunjukkan hasil penelitian bahwa rasio profitabilitas berpengaruh

terhadap financial distress, berbanding terbalik pada penelitian yang

dilakukan oleh Nur Aisyah, dkk (2017) bahwa rasio profitabilitas tidak

berpengaruh terhadap financial distress.

Menurut Fahmi (2014 : 127) Rasio Leverage merupakan rasio yang

mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai oleh utang . Pada penelitian

ini, rasio leverage di proksikan dengan debt to asset ratio. Adapun

hubungannya dengan financial distress bahwa apabila perusahaan

menggunakan hutang yang terlalu tinggi , maka dikhawatirkan perusahaan

tidak mampu membayar hutangnya ketika jatuh tenpo dan nantinya akan

beresiko pada perusahaan mengalami financial distress. Pada rasio

leverage memiliki perbedaan hasil penelitian antara jurnal yang satu


8

dengan jurnal yang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Christine, dkk

(2019) memiliki hasil penelitian rasio leverage berpengaruh terhadap

financial distress. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Aprilia (2019)

menemukan hasil bahwa rasio leverage tidak berpengaruh terhadap

financial distress.

Selanjutnya pengukuran financial distress dapat diukur melalui

rasio aktivitas. Rasio aktivitas merupakan rasio yang menggambarkan

sejauh mana perusahaan menggunakan sumber daya yang dimili guna

menunjang keperluan perusahaan (Fahmi, 2014 : 132). Rasio aktivitas pada

penelitian ini di proksikan dengan Total Asset Turnover. Semakin besar

total asset turnover menandakan bahwa semakin efektif total asset dalam

menghasilkan penjualan. Semakin efektif perusahaan dalam

menmggunakan assetnya untuk menghasilkan penjualan , maka diharapkan

dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan dan terhindar dari

financial distress (Asfali : 2019). Pada rasio aktivitas juga terdapat

perbedaan hasil penelitian, yang mana pada penelitian yang dilakukan oleh

Erawati (2016) menghasilkan penelitian bahwa rasio aktivitas dapat

berpengaruh terhadap financial distress. Berbanding terbalik pada

penelitian yang dilakukan oleh Nur Aisyah, dkk (2017) menemukan hasil

penelitian bahwa rasio aktivitas tidak berpengaruh terhadap financial

distress.

Rasio pertumbuhan merupakan rasio yang mengukur seberapa besar

perusahaan mampu dalam mempertahankan posisinya didalam industri


9

(Fahmi, 2014 : 137). Rasio pertumbuhan pada penelitian ini menggunakan

rasio sales growth. Sales growth merupakan presentasi pertumbuhan

penjualan perusahaan dari tahun ke tahun. Semakin tinggi , maka akan

semakin baik dan terhindar dari financial distress (Harahap, 2013). Dari

tabel 1.2 ditemukan adanya perbedaan hasil penelitian dengan variabel

sales growth . Pada penelitian yang dilakukan oleh Rismawati,Edi dan

Nurhayati (2017) bahwa sales growth berpengaruh terhadap financial

distress. Sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh Aprilia (2019)

menemukan bahwa sales growth tidak berpengaruh terhadap financial

distress.

Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu

perusahaan yang dapat dinyatakan dengan total aset atau total penjualan

bersih (Susilawati dkk, 2017). Aset yang dimiliki oleh perusahaan apabila

mampu dikelola dengan efektif akan dapat meningkatkan laba.

Berdasarkan teori sinyal, asset yang besar akan memberikan sinyal positif

bagi investor bahwa perusahaan memiliki kemampuan besar dari segi

keuangan (Nora,2016). Perusahaan yang memiliki asset yang besar, lebih

mamu menciptakan laba yang besar pula. Apabila perusahaan mampu

menghasilkan laba yang besar, maka akan mampu menyelesaikan hutang

jangka pendek maupun jangka panjangnya sehingga dapat meminimalisir

terjadinya financial distress. Dari hasil penelitian terdapat research gap

antara jurnal yang satu dengan jurnal yang lain. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Hill, Thorley Nancy , et al (2011) bahwa ukuran perusahaan


10

berpengaruh terhadap financial ditsress. Berbeda pada penelitian yang

dilakukan oleh Christine, dkk(2019) bahwa ukuran perusahaan tidak

berpengaruh terhadap financial distress.

Dari latar belakang yang telah diuraikan , maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH ANALISIS

RASIO KEUANGAN DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP

FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN SEKTOR

PERDAGANGAN ECERAN PERIODE 2014-2018”

B. Rumusan Masalah

Salah satu tujuan utama perusahaan didirikan adalah untuk

meningkatkan nilai perusahaan dengan cara memaksimalkan laba. Dari

keuntungan tersebut diharapkan dapat mengembangkan perusahaan untuk

jangka panjang kedepan. Tetapi kenyataanya apa yang perusahaan

harapkan tidak sesuai, banyak perusahaan yang justru mengalami kerugian

seperti perusahaan yang terjadi pada sektor perdagangan eceran.

Perusahaan yang mengalami kerugian dari tahun ke tahun tanpa adanya

penanggulangan, akan mengakibatkan kebangkrutan. Oleh karena itu,

perlunya perusahaan untuk mengantisipasi terjadinya kepailitan, yaitu

dengan dilakukan analisis financial distress untuk mengatasinya. Untuk

menganalisis financial distress, maka perusahaan perlu mengamati dari

laporan keuangannya. Indikator keuangan perusahaan dapat memprediksi

kondisi keuangan perusahaan dimasa depan. Selain rasio keuangan ,

ukuran perusahaan juga dapat mengukur kondisi financial distress, karena


11

total asset yang besar menggambarkan seberapa besar ukuran perusahaan.

Perusahaan yang berskala besar dianggap lebih mampu berkembang dan

mengurangi kecenderungan kebangkrutan. Berdasarkan intisari

permasalahan tersebut, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai

berikut :

1. Apakah Rasio Likuiditas Berpengaruh Terhadap Financial Distress?

2. Apakah Rasio Profitabilitas Berpengaruh Terhadap Financial Distress?

3. Apakah Rasio Leverage Berpengaruh terhadap Financial Distress?

4. Apakah Rasio Aktivitas Berpengaruh Terhadap Financial Distress?

5. Apakah Rasio Pertumbuhan Berpengaruh Terhadap Financial Distress?

6. Apakah Ukuran Perusahaan Berpengaruh Terhadap Financial Distress?

C. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian berguna untuk membatasi pada lingkup

permasalahan yang akan dibahas. Pada ruang lingkup penelitian, penulis

hanya akan membahas tentang Pengaruh analisis ratio keuangan dan

ukuran perusahaan terhadap Financial Distress pada perusahaan sektor

Perdagangan Tahun 2014-2018. Pemberian batasan Variabel Independen

yang digunakan pada penelitian ini adalah Rasio Likuiditas, Rasio

Profitabilitas, Rasio Leverage, Rasio Aktivitas, Rasio Pertumbuhan dan

Ukuran Perusahaan .Sementara variabel dependen dalam penelitian ini

adalah Financial Distress.


12

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dibedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis ratio keuangan

dan ukuran perusahaan terhadap financial distress pada sektor

perdagangan eceran pada tahun 2014-2018.

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis Pengaruh rasio likuiditas terhadap financial

distress.

2. Untuk menganalisis Pengaruh rasio profitabilitas terhadap financial

distress.

3. Untuk menganalisis pengaruh rasio leverage terhadap financial distress.

4. Untuk menganalisis pengaruh rasio aktivitas terhadap financial distress.

5. Untuk menganalisis pengaruh rasio pertumbuhan terhadap financial

distress.

6. Untuk menganalisis pengaruh ukuran perusahaan terhadap financial

distress.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
13

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pengetahuan tentang

pengaruh analisis laporan keuangan dan ukuran perusahaan terhadap

financial distress pada sektor perdagangan eceran tahun 2014-2018.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Perusahaan

Untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan untuk terhindar

dari resiko kebangkrutan yang diketahui dari analisis rasio keuangan

sehingga menghasilkan gambaran dan pertimbangan bagi perusahaan

di sektor perdagangan eceran dalam pengambilan keputusan dimasa

yang akan datang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran dalam penilaian kinerja keuangan instansi dan

membantu dalam pengambilan keputusan untuk masalah keuangan

yang dihadapi.

b. Bagi Pembaca

Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk menghadapi

permasalahan yang sama dan sebagai wadah dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan.

c. Bagi Penulis

Untuk sarana menambah ilmu pengetahuan dan penerapan teori

yang diperoleh dengan praktek yang sesungguhnya.

Anda mungkin juga menyukai