Anda di halaman 1dari 5

Nama : M Kalami Ash Shiddiqy

Kelas : X IPA 7
Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku, paku-pakuan, atau pakis-pakisan adalah sekelompok tumbuhan dengan sistem pembuluh
sejati (Tracheophyta) tetapi tidak pernah menghasilkan biji untuk reproduksi seksualnya. Alih-alih biji, kelompok
tumbuhan ini melepaskan spora sebagai alat penyebarluasan dan perbanyakannya, menyerupai kelompok
organisme seperti lumut dan fungi.
Tumbuhan paku tersebar di seluruh bagian dunia, kecuali daerah bersalju abadi dan lautan, dengan
kecenderungan ditemukan tumbuh di tempat-tempat yang tidak subur untuk pertanian. Total spesies yang
diketahui sekitar 12.000, dengan perkiraan 1.300 sampai 3000 lebih[4] spesies di antaranya tumbuh di kawasan
Malesia (yang mencakup Indonesia).
Pengelompokan klasik anggota tumbuhan paku (Pteridophyta, dalam arti luas, mis. menurut Haeckel (1866)
pada pengetahuan terkini dianggap bersifat parafiletik. Dari kelompok-kelompok cabang utama tumbuhan
berpembuluh, satu kelompok yang mencakup paku kawat, kumpai, serta rane, ternyata memisah paling awal
dari kelompok lainnya. Kelompok tersebut sekarang dimasukkan dalam divisio Lycopodiophyta. Ini
menyebabkan "Pteridophyta" sekarang memiliki dua pengertian: arti luas (sebagaimana arti klasik, mencakup
Lycopodiophyta) dan arti sempit (arti klasik minus Lycopodiophyta). Kelompok tumbuhan paku arti sempit
bersifat holofiletik atau monofiletik, dan sekarang disebut Pteridophyta atau, untuk menghindari kebingungan,
disebut Polypodiophyta atau Monilophyta.
Fosil paku tertua berasal dari kala Devon, sekitar 360 juta tahun yang lalu tetapi suku-suku dan jenis-jenis
modern baru muncul sekitar 145 juta tahun yang lalu, di awal kala Kapur, di saat tumbuhan berbunga sudah
mendominasi vegetasi bumi.
Pemanfaatan tumbuhan paku oleh manusia terbatas. Kebanyakan menjadi tanaman hias, sebagian kecil
dimakan, sebagai tumbuhan obat, atau bahan baku untuk alat bantu kegiatan sehari-hari.

A. Ciri dan botani


Bentuk luar (morfologi) tumbuhan paku bermacam-macam, sesuai dengan hasil evolusi adaptasinya. Secara
umum, pakis dikenal karena daunnya tumbuh dari tunas secara "gulungan membuka" (bahasa Jawa: mlungker)
atau circinate vernation dalam bahasa Inggris. Namun demikian, ciri ini sebenarnya hanya berlaku untuk paku
leptosporangiatae dan anggota Marattiales.
Penampilan luar paku ada yang berupa pohon (paku pohon, biasanya tidak bercabang), semak, epifit, tumbuhan
merambat, mengapung di air, hidrofit, tetapi biasanya berupa terna dengan rimpang yang menjalar di tanah atau
humus. Organ fotosintetik dan reproduktif paku disebut ental (bahasa Inggris frond) dengan ukuran yang
bervariasi, dari beberapa milimeter sampai enam meter. Ental paku sejati yang masih muda selalu menggulung
seperti gagang biola dan menjadi satu ciri khas.

Sebagian besar anggota paku-pakuan tumbuh di daerah tropika basah. Paku-pakuan cenderung ditemukan
pada kondisi tumbuh marginal, seperti lantai hutan yang lembap, tebing perbukitan, menempel atau merayap
pada batang pohon atau bebatuan, di dalam airkolam/danau, daerah sekitar kawah vulkanik, serta sela-sela
bangunan yang tidak terawat. Ketersediaan air yang mencukupi pada rentang waktu tertentu diperlukan karena
salah satu tahap hidupnya tergantung pada keberadaan air, yaitu sebagai media bergeraknya sel sperma
menuju sel telur. Karena itulah, tumbuhan ini juga lebih banyak dijumpai di kawasan pegunungan yang basah
dan teduh.
B. Pergiliran keturunan (metagenesis)

Daur hidup tumbuhan paku mengenal pergiliran keturunan (metagenesis), yang terdiri dari dua tahap: gametofit
dan sporofit. Tumbuhan paku yang mudah kita lihat merupakan bentuk fase sporofit (sporophyte, berarti
"tumbuhan dengan spora") karena menghasilkan spora. Bentuk generasi gametofit (gametophyte, berarti
"tumbuhan dengan gamet") dinamakan protalus (prothallus) atau protalium (prothallium), yang berwujud
tumbuhan kecil berupa lembaran berwarna hijau, mirip lumut hati, tidak berakar (tetapi memiliki akar semu
(rizoid) sebagai penggantinya), tidak berbatang, tidak berdaun. Prothallium tumbuh dari spora yang jatuh di
tempat yang lembap. Protalium menghasilkan anteridium (antheridium, penghasil spermatozoid atau sel kelamin
jantan) dan arkegonium (archegonium, organ penghasil ovum atau sel telur). Baik anteridium maupun
arkegonium berukuran mikroskopik, tidak mudah dilihat mata tanpa bantuan alat khusus. Pembuahan sel telur
mutlak memerlukan bantuan air sebagai media spermatozoid berpindah dengan berenang menuju arkegonium
untuk membuahi sel telur. Ovum yang terbuahi berkembang menjadi zigot, yang pada gilirannya tumbuh menjadi
sporofit baru.
Beberapa tumbuhan paku (seperti anggota Selaginellales dan Salviniales) memiliki spora jantan berukuran lebih
kecil, disebut mikrospora, daripada spora betina, disebut megaspora atau makrospora. Gejala ini disebut
heterospori (tumbuhannya disebut heterospor). Kelompok dengan ukuran spora sama besar disebut homospor.
Tumbuhan berbiji (Spermatophyta) juga memiliki daur hidup seperti paku heterospor tetapi telah berevolusi lebih
jauh sehingga tahap gametofitnya tidak dapat hidup mandiri dan harus disangga kehidupannya oleh sporofit.
Spora yang dihasilkan langsung tumbuh menjadi serbuk sari (jantan) atau kantung embrio (betina).

C. Cakupan anggota dan klasifikasi

1. Cakupan tradisional

Paku laut Acrostichum aureum, tumbuh di rawa mangrove.


Secara tradisional, sebagaimana diajarkan di sekolah menengah, tumbuhan paku (Pteridophyta, arti
luas) mencakup semua tumbuhan berpembuluh (Tracheophyta) berspora, atau kormofita berspora
selain lumut hati (Hepatophyta), lumut tanduk (Anthocerophyta), dan tumbuhan lumut sejati (Musci)[7].
Pteridophyta ditempatkan pada takson divisio dengan lima kelas:

 Psilotiinae (misalnya paku telanjang Psilotum)


 Lycopodiinae (misalnya rane, kumpai, dan paku kawat)
 Isoëtinae
 Equisetinae (rumput betung atau paku ekor kuda)
 Filicinae / Filices (paku sejati/benar, mencakup Eusporangiatae (ordo Ophioglossales dan
Marattiales) dan Leptosporangiatae).
Sampai sekarang, ilmu yang mempelajari anggota lima kelompok tumbuhan ini disebut pteridologi dan
ahlinya disebut pteridolog.

2. Cakupan dengan dukungan biologi molekuler

Perubahan mendasar dipublikasikan oleh Smith et al. (2006), dengan mengajukan revisi terhadap
tumbuhan paku masa kini (tidak mencakup tumbuhan paku fosil yang sudah punah) berdasarkan data
morfologi dan didukung dengan hasil analisis molekular (sekuens DNA plastid). Berdasarkan usulan ini,
Lycopodiinae dan Isoëtinae dianggap merupakan tumbuhan berpembuluh yang pertama kali terpisah
dari yang lain, sehingga dikelompokkan dalam divisio tersendiri: Lycopodiophyta (atau Lycophyta).
Paku-pakuan serta tumbuhan berbiji berada pada kelompok lain, disebut Euphyllophytina (atau
Pterophyta). Selanjutnya semua kormofita berspora yang tersisa tergabung dalam satu kelompok
besar, yang layak dikatakan sebagai anggota divisio tumbuhan paku (Pteridophyta) yang sebenarnya.
Nama baru yang diusulkan untuk mencegah kerancuan cakupan Pteridophyta adalah "Monilophyta"
(dari moniliform, "berbentuk kalung", mengacu pada bentuk stele seperti kalung yang dimiliki tumbuhan
yang dianggap moyang semua tumbuhan paku modern) atau ""Polypodiophyta" (dari Polypodium,
genus yang menjadi genus tipe).

Akibat revisi ini, pengelompokan tradisional menjadi parafiletik (tidak mencakup seluruh cabang),
karena cabang Euphyllophytina "terbelah". Kelompok yang parafiletik tidak dianjurkan untuk dipakai
dalam taksonomi modern, meskipun dalam hal-hal praktis masih dapat digunakan.

Revisi Smith et al. (2006) juga menunjukkan bahwa sejumlah paku-pakuan yang dulu dianggap sebagai
paku primitif, seperti anggota Psilotales, ternyata lebih dekat berkerabat dengan Ophioglossales (yang
sebelumnya merupakan anggota kelas Filicinae yang dianggap lebih "modern"), sementara paku ekor
kuda (Equisetales) sama dekatnya dengan paku sejati maupun terhadap Marattiales.

Semenjak klasifikasi baru ini diterbitkan, ditambah dengan beberapa perbaikan lanjutan[, kesepakatan
klasifikasi tumbuhan paku sampai 2013, adalah sebagai berikut (hingga takson bangsa/ordo):

Trachaeop Lycopodiophyta Lycopodiopsida Eusporangiat


hyta Lycopodiales ae
   
  Isoetopsida   Leptosporang
Selaginellales iatae
   

Isoetales

Euphyllophytina  
Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
   
Pteridophyta Equisetopsida
 Equisetales

(paku ekor kuda / rumput betung)
Psilotopsida
 Psilotales 

 Ophioglossales
(jukut siraru, paku tunjuk langit
Marattiopsida
 Marattiales 
Polypodiopsida
 Osmundales 

 Hymenophyllales 

 Gleicheniales 
Penggolongan terhadap tumbuhan paku dengan cakupan menyempit ini membagi menjadi empat
kelas:

Psilotopsida (mencakup bangsa Psilotales dan Ophioglossales) dengan sekitar 92 spesies,


Equisetopsida (paku ekor kuda dan termasuk kerabatnya yang sudah punah) dengan sekitar 15 spesies
yang masih bertahan di bumi,
Marattiopsida dengan sekitar 150 spesies,
Polypodiopsida (mencakup seluruh paku leptosporangiataea) dengan lebih dari 9000 spesies.
Penelitian lanjutan kemudian ada yang memisahkan Psilotales dari Ophioglossales. Akibat
pengelompokan ini, Marattiales dan Ophioglossales, yang secara tradisional dianggap sebagai "paku
sejati" (salah satunya karena tunas daun mudanya yang berkembang secara gulungan membuka),
tidak termasuk dalam golongan paku yang "benar-benar sejati" (sensu Leptosporangiatae).

Perkembangan penggolongan tanaman paku sampai 2014 secara umum menyepakati penggolongan
sampai tingkat bangsa (ordo), tetapi masih mempermasalahkan bagaimana hubungan di antara
bangsa-bangsa tersebut serta anggota masing-masing di dalamnya. Misalnya, Rai dan Graham (2010)
menyatakan "sampai sekarang barangkali yang dapat dikatakan berdasarkan kajian-kajian modern
mengenai bentuk hubungan di antara kelompok besar silsilah dalam monilophyta adalah bahwa kita
tidak benar-benar mengenal mereka". Grewe et al. (2013) tetap memastikan dimasukkannya paku ekor
kuda dalam tumbuhan paku, namun juga mengingatkan ada ketidakjelasan dalam posisi sebenarnya..
Mereka memperlihatkan bahwa paku ekor kuda membentuk satu kelompok dengan Psilotopsida,
berbeda dengan Smith et al. (2006) yang menempatkan paku ekor kuda sebagai sepupu dari
Marattiopsida dan Polypodiopsida.

Penggolongan paling terbaru yang menunjukkan arah perubahan penggolongan tumbuhan paku,
termasuk Lycopodiales, dipublikasi oleh Christenhusz dan Chase (2014)

D. . Pemanfaatan

Karena kecenderungan untuk tumbuh di tempat marginal, tumbuhan paku bukanlah kelompok
tumbuhan yang memiliki peran budaya yang menonjol.

Banyak anggotanya menjadi tanaman hias, baik taman, pekarangan, atau ditaruh di pot sebagai
tanaman beranda atau dalam rumah (indoor plant). Contoh-contohnya adalah berbagai paku pedang
(Nephrolepis), berbagai paku epifit (misalnya paku tanduk rusa, kadaka, Davallia, Drynaria, sering kali
tumbuh secara spontan lalu dipelihara), suplir (Adiantum), berbagai paku pohon, dan beberapa paku air
untuk penghias akuarium (mis. Ceratopteris thalictroides).

Ental muda beberapa jenis paku dapat menjadi sayur, seperti paku sayur Diplazium esculentum,
kadaka (di Taiwan), dan Cyathea (oleh orang Maori di Selandia Baru).
Berbagai jenis Azolla bersimbiosis dengan bakteri pengikat nitrogen bebas dari udara (Anabaena
azollae). Akibatnya, biomassa Azolla ("azo" berarti berikatan dengan nitrogen) mengandung nitrogen
yang tinggi dan dimanfaatkan dalam pertanian sebagai pupuk hijau.
Ada jenis paku yang bersifat sebagai penimbun logam berat dan potensial dalam fitoremediasi, seperti
Pteris vittata dan Azolla spp..
Spora yang diekstrak dari strobilus Lycopodium dimanfaatkan sebagai lycopodium powder yang biasa
digunakan untuk efek ledakan karena akan menyala sangat kuat namun dengan suhu rendah sehingga
cukup aman untuk hiburan.

Anda mungkin juga menyukai