Anda di halaman 1dari 16

MONILOPHYTA = PAKU-PAKUAN

Monilofita (Monilophyta/Monilophytes) berkembang biak dengan spora, bukan


biji, seperti halnya Lycofita/Lycophyta/Lycophytes. Karena memiliki spora
itulah, lebih dikenal sebagai “pteridofita” atau “paku” dan “kerabat paku”.
Secara filogenetik, ternyata istilah “kerabat paku” tidak valid, dan sekarang
tidak dianjurkan untuk digunakan, sehingga pengunaan istilah paku digunakan
dengan lebih inklusif (termasuk Psilotopsida dan Equisetopsida), dan
karenanya digunakan istilah baru, Monilofita.

Namun istilah paku-pakuan tetap dapat digunakan, dan valid untuk


menggambarkan kelompok tumbuhan yang dalhulu disebut pteridofita/fern
tersebut.

Pendahuluan
Paku telah ada sejak 450--300 jtl, dan selama itu keanekaragamannya
sangat mengagumkan, tumbuh pada berbagai tipe habitat yang berbeda .

Kejayaan paku ada pada periode Carboniferous, saat mereka merupakan


vegetasi yang dominan di permukaan bumi. Pada era tersebut, beberapa
berevolusi membentuk biji (seed fern), mendominasi separuh
keanekaragaman flora Carboniferous dan akhirnya menjadi nenek
moyang tumbuhan berbunga.

Hampir seluruh keanekaragaman yang ada pada periode Carbonifeous


punah, tinggal sebagian yang berevolusi membentuk paku yang kita
temui sekarang. Ada sekitar 12.000 jenis yang masih hidup hingga saat
ini.

1
2
(3) Daun majemuk (Fronds)
Frond adalah bagian yang kita lihat di atas
permukaan tanah. Dibagi menjadi 2 bagian
utama: tangkai (stipe) dan lamina

A. ujung/apex frond
B. pinnae
C. rachis
D. Pinnae basal
E. stipe atau petiolus
F. rhizoma
G. lamina
H. frond

I . Lamina
J. Daun muda “ukel”
K. Pinna
L. Stipe atau petiolus
M. rhizoma
N. Akar

3
(4) Lamina dapat
tunggal, hingga berbagi
menjadi anak-anak daun
(pinnae); bipinnatus,
tripinnatus. Anak daun
di tingkat tertinggi
disebut pinnula
(pinnules).

Jika cangap daun tidak


sampai membagi lamina
menjadi anak daun,
maka daun tersebut
disebut pinnatifid.

Daun majemuk (fronds)


berbeda-beda dalam
ukuran dari semanggi
yang sangat kecil,
hingga paku pohon
raksasa

4
5
Siklus hidup
Siklus hidup paku,
walaupun rumit, namun
terbukti sebagai strategi
yang sukses selama
jutaan tahun. Spora
jatuh ke tanah, dan jika
beruntung dapat
bergerminasi menjadi
prothallium(a) yang
berbentuk hati. Ukuran
prothallium sangat kecil
sehingga sering tidak
diperhatikan.
Prothallium memiliki
sisrtem perakaran
rhizoid yang sederhana.

Prothallium kemudian menumbuhkan antheridium dan/atau arkegonium.


Antheridium memproduksi spermatozoid yang kemudian berenang melalui
media air menuju ovum yang diproduksi oleh arkegonium. Telur yang
difertilisasi kemudian menumbuhkan sporofit, tumbuhan yang kita kenal
sebagai tumbuhan paku.

6
Sejarah alam paku
Paku adalah bentuk tumbuhan vaskular yang dominan hingga masa Mesozoic
(zaman dinosaurus) yaitu saat munculnya tumbuhan berbunga.

Bukti fosil paku ditemukan pada Era Devonian (345—395 jtl). Mereka berevolusi dari
tumbuhan vaskular pertama yang ada di Era Silurian, 395—435 jtl.

Untuk melalui transisi dari tumbuhan air menuju tumbuhan darat di Era Silurian,
tumbuhan mengembangkan cara memperoleh air dan nutrisi yang penting untuk
pertumbuhan. Mereka juga membutuhkan epidermis yang berguna untuk
mengurangi kehilangan air. Namun epidermis juga harus dilengkapi oleh stomata
untuk ”bernafas”.

Pada Era Devonian lima kelompok paku telah mengembangkan strategi yang
meliputi ketiga hal tersebut. Mereka adalah: Psilotopsida, Trimerophytopsida,
Zosterophyllopsida, Lycopodiopsida, dan Equisetopsida. Dari kelompok awal ini
berkembanglah kelompok paku-pakuan dan kerabat paku yang kita temui sekarang

7
PENGELOMPOKAN PAKU

Seluruh kelompok ”paku” (Lycophyta dan Monilophyta) dapat dikategorikan


berdasarkan beberapa karakter. Dahulu karakter ini menjadi dasar untuk
pengelompokan taksonomi

(1) berdasarkan karakter sporangia:


a. EUSPORANGIATE – sporangia besar muncul dari beberapa sel (epidermis)
awal dan menghasilkan spora dalam jumlah banyak, hingga 7000 spora tiap
sporangium. Kelompok eusporangiate terdiri dari Lycophyta (Lycopodiaceae,
Isoetaceae dan Selaginellaceae), Psilotopsida (Psilotaceae dan
Ophioglossaceae), Equisetopsida (Equisetaceae) dan Marattiopsida
(Marattiaceae). Atau, dapat dikatakan seluruh kelompok yang bukan
Polypodiopsida temasuk dalam Eusporangiate
b. LEPTOSPORANGIATE – sporangia kecil, berasal dari satu sel (epidermis)
asal dan memproduksi spora dengan jumlah tertentu (sedikit <128). Seluruh
Kelas Polypodiopsida termasuk dalam Leptosporangiate

(2) Berdasarkan ukuran spora:


a. Homosporus:. Ukuran spora sama memproduksi gametofit normal
biseksual/uniseksual. Kelompok homosporus meliputi Lycopodiaceae,
Psilotopsida, Equisetopsida, Marattiopsida dan Polypodiopsida
(kecuali Salviniales).
b. Heterospora: Dua ukuran spora yang memproduksi dua jenis
gametofit: Megaspora, membentuk megagametofit menghasilkan telur;
dan Mikrospora, membentuk mikrogametofit, memproduksi sperma.
Kelompok “paku” heterosporus meliputi Selaginellales, Isoetales dan
paku air Polypodiopsida dari bangsa Salviniales.

8
(3) Berdasarkan pertumbuhan gametofit:
a. ENDOSPORIC (di dalam dinding spora). Paku endosporik, tumbuhan
gametofitnya tidak pernah tumbuh keluar dari spora yang
menghasilkannya, karena tidak pernah tumbuh lebih besar daripada
ukuran dinding sporanya. Sebagai paku endosporik, kelompok ini
justru lebih mirip dengan tumbuhan berbiji. Kelompok endosporik
termasuk suku Salviniaceae, Selaginellales, Isoetales dan paku
Polypodiopsida dari bangsa Salviniales

• EXOSPORIC (germinasi spora dan pertumbuhan gametofit di luar


spora). Merupakan jenis paku yang umum kita ketahui, yang sporanya
akan menghasilkan gametofit/prothallus yang berbentuk (biasanya)
jantung.

F. CYATHEALES
MONILOPHYTA 1. Thrysopteridaceae
2. Loxomataceae
IV. POLYPODIOPSIDA 3. Culcitaceae
I. PSILOTOPSIDA A. OSMUNDALES 4. Plagiogyriaceae
A. OPHIOGLOSSALES 1. Osmundaceae 5. Cibotiaceae
1. Ophioglossaceae 6. Cyatheaceae
B. HYMENOPHYLLALES 7. Dicksoniaceae
1. Hymenophyllaceae 8. Metaxyaceae
B. PSILOTALES
1. Psilotaceae
C. GLEICHENIALES G. POLYPODIALES
1. Gleicheniaceae 1. Lindsaeaceae
II. EQUISETOPSIDA 2. Dipteridaceae 2. Saccolomataceae
A. EQUISETALES 3. Matoniaceae 3. Dennstaedtiaceae
1. Equisetaceae 4. Pteridaceae
D. SCHIZAEALES 5. Aspleniaceae
1. Lygodiaceae 6. Woodsiaceae
III.MARATTIOPSIDA 2. Anemiaceae 7. Thelypteridaceae
A. MARATTIALES 3. Schizaeaceae 8. Blechnaceae
1. Marattiaceae 9. Onocleaceae
E. SALVINIALES 10. Dryopteridaceae
1. Salviniaceae 11. Lomariopsidaceae
2. Marsileaceae 12. Tectariaceae
13. Oleandraceae
14. Davalliaceae
15. Polypodiaceae

9
1. Ophioglossaceae
1. Daun muda yang mengangguk, bukan menggulung.
2. Rimpang berdaging; jenis yang tumbuh di darat memiliki rimpang di bawah
permukaan tanah (subterranean), menjalar atau tegak.
3. Akar tanpa rambut-rambut akar.
4. Daun tunggal atau berbagi. Pangkal tangkai daun dilindungi oleh organ yang
berbentuk seperti daun penumpu yang juga kita lihat pada suku Marattiaceae
(paku gajah, Angiopteris evecta, misalnya).
5. Rimpang dan pangkal tangkai daun tidak dilindungi oleh rambut, sehingga
organ-mirip-daun-penumpu tadi adalah satu-satunya perlindungan bagi daun
muda yang baru muncul.
6. Setiap daun fertil dengan tangkai (sporofor) yang muncul dari pangkal atau
tepi daun steril (tropofor), atau di pangkal lamina steril.
7. Sporangia besar, dengan dinding dilindungi sel tebal (bukan anulus) sebanyak
dua lapis.
8. Spora membulat-tetrahedral, trilet, banyak (>1000) tiap sporangium.
9. Perhitungan kromosom menunjukkan suku ini memiliki jumlah kromosom
dasar x = 45 (46) (Holttum 1966, Smith dkk. 2006).
10. Protalium paku suku Ophioglossaceae berbentuk seperti umbi yang kecil,
hidup di bawah tanah (subterranean), bersimbiosis dengan mikoriza untuk
kebutuhan nutrisinya, karena tidak memiliki klorofil untuk berfotosintesis.

11. Spora yang jatuh tidak akan dapat berkecambah jika terkena sedikit saja
cahaya, walaupun dengan intensitas rendah. Mekanisme ini memberikan
keleluasaan bagi spora untuk tertimbun dahulu dalam humus sebelum
berkecambah, sehingga mempermudah gametofit untuk hidup dalam tanah
(Whittier 1987).
12. Kemudian, saat spora mulai berkecambah tidak segera diinfeksi oleh jamur
mikoriza, maka kecambah tersebut akan segera mati karena tidak mampu
mengambil nutrisi langsung secara independen dari tanah (Holttum 1966).
13. Hampir seluruh jenis suku ini adalah paku-pakuan darat, dan beberapa epifit.
14. Ophioglossaceae tersebar di daerah empat musim, boreal atau pantropis.
15. Empat marga (Botrychium, Helminthostachys, Ophioglossum dan Mankyua)
dan sekitar 80 jenis.

10
Psilotales… Psilotaceae “The Whisk Fern” terdiri
dari hanya 2 marga: Psilotum yang ditemukan di seluruh tropik
dan Tmesipteris yang ditemukan di Australia, Selandia Baru dan
Kaledonia Baru.

Masih merupakan teka-teki bagi para Pteridolog. Jika


bukan sisa-sisa bentuk primitif dari jalur kehidupan kuno,
MAKA merupakan kelompok paling modern/terspesialisasi
dari paku sejati

11
1. Memiliki jaringan pembuluh
2. Tidak punya daun, kecuali organ kecil yang disebut ”enation”.
Enation tidak dianggap daun sejati karena di dalamnya tidak
ada ikatan pembuluh
3. Tidak memiliki akar, namun rhizoid. Penyerapan nutrisi
dibantu dengan simbiosis mikoriza
4. Tiga sporangia bersatu membentuk Synangium, yang
dianggap sebagai kelompok cabang yang sangat terreduksi.
5. Terdapat organ tapetum yang menyediakan nutrisi bagi
spora, seperti pada paku eusporangium lain
6. Gametofit seperti batang bawah tanah/sub-teran (namun
tentunya memproduksi antheridia dan arkegonia)

12
Equisetopsida….. Equisetaceae
Paku ekor kuda terdiri dari sekitar 15 jenis dengan 1
marga Equisetum, 1 suku: Equisetaceae, 1 bangsa:
Equisetales dan 1 kelas: Equisetopsida. Kelompok
paku ekor kuda merupakan kelompok tumbuhan yang
penting pada Periode Carboniferous.

Nama paku ekor kuda diambil dari sporofit yang


menyerupai ekor kuda. Latin ”Equus” = kuda; ”Seta” =
rambut

N = nodus,
I = internodus,
B = cabang dalam
lingkaran,
L = megafil yang bersatu

Marga ini tumbuh hampir-kosmopolitan,


kecuali Australasia dan Antarctica.
Herbaceus, perennial, atau pada jenis-jenis
temperate menghilang pada musim dingin.
Biasanya merupakan tumbuhan yang
pendek, kecuali E. giganteum (5 m) dan E.
myriochaetum (8 m).
Daun sangat terreduksi, meninggalkan sisa
berupa lingkaran sisik yang tembus
pandang.

Batang udara (aerial stem) hijau dan fotosintetik, berrongga, berbuku


atau bersegi (3-)6—40. Batang udara biasanya bercabang di buku.
Batang mengandung silika dan pada masa lalu digunakan untuk
menggosok pantat panci.

13
Batang (rhizoma) menjalar di bawah tanah pada radius yang sangat luas.

Spora terbentuk di struktur yang dinamakan strobilus, di ujung batang udara


(tertentu). Pada jenis-jenis temperate, strobili keluar dari batang udara khusus
yang berbeda dari batang fotosintesis, dan keluar pada awal musim semi.
Hampir seluruh Equisetum adalah jenis homosporus, kecuali pada E. arvense
yang prothallus jantannya keluar dari spora yang berukuran lebih kecil. Spora
memiliki 4 elater yang berfungsi sebagai pegas

Jenis yang di Indonesia Equisetum ramosissimum ssp. debile ( E. debile)


menyukai habitat berair (semi-akuatik).

Equisetum kadang menjadi gulma yang sukar diberantas, karena rhizome-


nya yang tumbuh ekstensif dan masuk jauh ke dalam tanah, dan
kelihatannya tidak terpengaruh oleh herbisida. Ternak yang makan batang
Equisetum dapat mengalami keracunan

Genus Calamites yang telah punah merupakan jenis dengan perawakan


pohon mencapai tinggi 30 m dan sering ditemui sebagai batu bara

14
MARATTIACEAE
1. Akar besar, berdaging, dengan xilem tipe polyarch
2. Rambut akar beruang-ruang.
3. roots, stems, and leaves with mucilage canals;
4. rhizomes fleshy, short, upright or creeping, with a polycyclic dictyostele;
5. vernation circinate;
6. leaves large, fleshy, 1–3-pinnate (rarely simple in Danaea, or 3–5-foliate in
7. Christensenia)
8. DAUN DENGAN with enlarged, fleshy, starchy stipules at the base and
swollen pulvinae along petioles and rachises (and sometimes other axes);
9. petiole and stem xylem polycyclic;
10. stems and blades bearing scales; pneumathodes (lenticels) scattered all
around petioles and/or rachises;
11. sporangia free or in round or elongate synangia (fused sporangia), lacking an
annulus, enclosing 1000–7000 spores;
12. spores usually bilateral or ellipsoid, monolete;
13. gametophytes green, surficial;
14. x = 40 (39).
15. Terrestrial (rarely epipetric) pantropical, fossils beginning in Carboniferous.
16. Angiopteris and Christenseniaare restricted to eastern and southeastern
Asia, Australasia, and Polynesia, while Marattiais pantropical. Ca. 150 spp.,

15
16

Anda mungkin juga menyukai