Anda di halaman 1dari 25

PAPER MSDM STRATEGI

LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS DAN PERENCANAAN SDM

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Ariq Athallah Arfandito (141200047)


2. Helena Veda Kriska V. (141200048)
3. Oktavia Putri Bunga P. (141200058)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2022
A. LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

SDM Strategis memegang peranan penting dan signifikan dalam pengelolaan suatu
organisasi. SDM dituntut untuk mampu menerbitkan kebijakan dan langkah-langkah
strategis bagi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan objektifnya. Salah satunya ialah
berkaitan dengan kemampuan untuk menafsirkan dan mengimplementasikann serta
menaati hukum positif yang berlaku di mana organisasi tersebut berada. Keberadaan
organisasi tidak dapat terlepas dari wilayah dan konteks hukum positif setempat dan
kebijakan strategis harus disesuaikan untuk dapat memberikan suatu kepastian dan jaminan
bagi para pihak yang terkait, entah itu pemilik, pemegang saham, manajemen dan
karyawan dalam memenuhi hak dan kewajiban secara adil.

Hukum mengalami suatu perkembangan dari waktu ke waktu seiring dengan kondisi
politk, ekonomi, sosial budaya, terutama isu-isu human right yang bersifat universal. Fakta
ini tampak dari pemberlakuan hukum ketenagakerjaan di negara Amerika Serikat, yang
kemudian diadopsi oleh berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.

1. Employment-At-Will
Faktor-faktor seperti ras,agama, asal kebangsaan, usia, dan ketidakmampuan tidak boleh
dipertimbangkan sebagai standar untuk mempekerjakan seseorang. Prinsip dasar yang
sama harus digunakan sebagai cara untuk memberhentikan karyawan. Sebagai contoh,
kenyataan bahwa seseorang berusia tertentu tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk
memberhentikannya. Terlepas dari berbagai standar kekaryawanan yang harus dihindari
berdasarkan hukum, keputusan pengadilan, dan peraturan pemerintah, kira-kira dua dari
tiga karyawan AS hampir sepenuhnya bergantung pada berlanjutnya iktikad baik para
pemberi kerja mereka. Orang-orang yang termasuk kategori ini dikenal sebagai
Employment at will. Yang bukan termasuk di sini adalah orang-orang yang dikontrak
perundingan bersama antara pekerja dan manajemen. Para guru biasanya memiliki kontrak
tahunan dan bukan merupakan employment at will. Selain itu, para karyawan yang
melaporkan tindakan illegal (whistle-blower) tidak termasuk dalam employment at will.
Employment at will adalah kontrak tidak tertulis yang tercipta ketika seorang karyawan
setuju bekerja untuk pemberi kerja, tetapi tidak ada kesepakatan mengenai seberapa lama
pihak-pihak tersebut mengharapkan hubungan kerja itu berlangsung. Umumnya. Sebagian
besar sistem hukum AS beranggapan bahwa pekerjaan para karyawan memiliki hak yang
sama untuk melepaskan pekerjaan mereka kapan saja.

Pernyataan dalam dokumen-dokumen seperti formulir lamaran dan manual-manual


kebijakan yang mengemukakan jaminan kerja dan pekerjaan tetap harus dihindari jika para
pemberi kerja ingin meminimalkan tuntutan karena pemberhentian illegal. Seseorang tidak
boleh di pekerjakan tanpa pernyataan yang ditandatangani atas ketentuan at will. Selain itu,
manual kebijakan harus dinyatakan secara jelas dengan huruf cetakan yang tebal dan lebih
besar dari normal sehingga sangat jelas bagi karyawan bahwa ini adalah hubungan at will.

2. Hukum Antidiskriminasi Federal/Federal Antidiscrimination Laws


2.1 Equal Pay Act
Undang-Undang tahun 1963 tentang kesetaraan pendapatan membahas tentang hak warga
negara baik pria maupun wanita yang bekerja pada posisi yang setara serta sesuai dengan
kemampuan dan jabatannya berhak untuk mendapatkan upah yang sama.

2.2 Civil Rights Act of 1964


Undang-Undang Hak Sipil tahun 1964 dibagi menjadi beberapa bagian. Masing-masing
mengatur tentang perilaku diskriminasi tertentu (hak suara dan Pendidikan). Undang-
Undang ini cukup relevan digunakan dalam konteks lingkungan kerja karena berisi tentang
larangan untuk melakukan tindakan diskriminasi pada ras, warna kulit, kepercayaan, jenis
kelamin, dan suku bangsa. Berikut pengecualian dari Undang-Undang tahun 1964 tentang
hak sipil :
a. Bona Fide Occupational Qualifications (BFOQS).
b. Seniority systems (sistem senioritas).
c. Pre-employments inquiries (lowongan pekerjaan).
d. Testing (magang atau masa percobaan).
e. Preferential treatment (perlakuan istimewa).
f. National security (keamanan negara).

2.3 Age Discrimination in Employment Act of 1967


Berdasarkan amandemen tahun 1986, undang-undang ini melarang diskriminasi terhadap
gaji dan benefit bagi karyawan yang berusia di atas 40 tahun kecuali kemampuannya
dipertanyakan terkait BFOQ di tempat dia bekerja. Tujuannya adalah untuk mencegah
permasalahan finansial yang disebabkan oleh perusahaan yang memotong gaji bagi tenaga
kerja yang sudah tua. Jika ada kasus yang bersentuhan dengan undang-undang ini maka
pihak yang merasa dirugikan dapat membuat gugatan hukum dengan catatan bahwa
perlakuan yang diterima tidak ada di dalam perjanjian kerja.

2.4 Rehabilitation Act of 1973


Undang-undang yang menuntut seorang employer atau pengusaha untuk mempekerjakan
orang cacat, melarang diskriminasi kecuali dia membawa suatu kesukaran yang tidak
semestinya pada seorang employer. Pengadilan distrik federal menyatakan bahwa
kerusakan yang bersifat kompensasi (pembayaran untuk kerugian keuangan masa
mendatang, rasa sakit emosional, penderitaan, gangguan, penderitaan mental, hilangnya
kegembiraan hidup, dan kerugian non keuangan) ada di bawah Undang-Undang
Rehabilitasi 1973. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menghapuskan diskriminasi
sistematis, yaitu, setiap praktik bisnis yang melakukan penolakan kesempatan kerja yang
sama.

2.5 Pregnancy Discrimination Act of 1978


EEOC dan perwakilan Kongres mengesahkan Undang-Undang Diskriminasi Kehamilan di
tahun 1978. Pregnancy Discrimination Act melarang diskriminasi oleh majikan dengan
dasar kehamilan, termasuk mempekerjakan, memecat, membayar, memberi tugas dalam
pekerjaan dan promosi. Berdasarkan peraturan tersebut, kehamilan dipandang sebagai
kondisi tak mampu sementara. Diskriminasi terhadap perempuan hamil di AS meliputi
pemecatan, cuti paksa tanpa bayaran, tak disediakan tempat untuk menyusui bagi ibu yang
memiliki bayi dan dilarang melakukan pekerjaan tertentu.
2.6 Americans with Disabilities Act of 1990
Americans with Disabilities Act (ADA) merupakan undang-undang yang menuntut para
pimpinan usaha untuk menciptakan akomodasi yang layak untuk karyawan penyandang
cacat serta melarang tindak diskriminasi terhadap kaum penyandang cacat.

Penting untuk memahami bahwa pelanggaran akan hal ini bisa menjadi faktor penghambat
dalam sebuah bisnis. Sebagai contoh, para penyandang cacat khusus itu tidak terdaftar,
sebaliknya, implementasi dari pertauran ECOC menyangkut ADA mengemukakan bahwa
seorang individu itu cacat bila ia memiliki kerusakan fisik atau mental yang secara hakiki
yang membatasi satu atau lebih satu aktivitas utama hidupnya, dikemukakan juga bahwa
kerusakan itu menyangkut penyakit fisiologis apa saja atau kondisi, atau kehilangan
anatomi yang memengaruhi satu atau lebih beberapa sistem tubuh, ataupun penyakit
mental. Dipihak lain undang-undang menetapkan secara lebih lanjut kondisi tertentu yang
tidak dianggap sebagai cacat, termasuk homoseksual, biseksualitas, ketagihan judi,
HIV/AIDS, dan penyakit-penyakit tertentu yang diakibatkan karena penggunaan obat-obat
terlarang. Menjadi cacat tidak mengualifikasikan seseorang untuk suatu pekerjaan.
Sebaliknya, undang-undang melarang tindak diskriminasi terhadap individu berkualitas.
Dengan kata lain, mereka yang dengan atau tanpa akomodasi yang wajar, dapat melakukan
fungsi-fungsi yang esensial dari jabatan tersebut. Itu berarti bahwa individu harus memiliki
keterampilan yang dituntut, latar belakang Pendidikan dan pengalaman untuk melakukan
fungsi-fungsi esensial dari kedudukan tersebut.

2.7 Civil Rights Act of 1991


Undang-Undang hak sipil tahun 1991 terdiri dari beberapa rincian hukum dalam konteks
ketenagakerjaan di antaranya:
a. Monetary Damages and Jury Trials
Mengatur hak dan perlindungan bagi tenaga kerja yang mendapatkan perlakuan
diskriminasi dengan sengaja terhadap ras, jenis kelamin, agama, dan disabilitas. Korban
dapat mengajukan pengaduan dan ganti rugi atas kerugian yang diterima (pemotongan gaji
tanpa alasan).
b. Adverse Impact
Diskriminasi secara tidak langsung mengatur hak individu untuk mengajukan laporan
terhadap perlakuan diskriminasi yang secara tidak sengaja dianggap dilakukan dam
dianggap merugikan pihak tertentu. Agar laporan dapat ditindaklanjuti, pengadu harus
menunjukkan bukti mengenai praktik-praktik yang berkaitan dengan tindak diskriminasi
secara tidak langsung. Contohnya : seorang karyawan tidak diperbolehkan menjadi seorang
manajer karena dia memiliki keterbatasan fisik.

c. Protection in Foreign Country


Perlindungan bagi warga negara yang bekerja di luar Amerika. Agar klaim atau pengaduan
tidak bertentangan dengan hukum yang ada di negara tempat pengadu bekerja maka harus
ada keterangan resmi yang menyatakan bahwa pengadu adalah pekerja yang dipekerjakan
dan dikontrol oleh warga negara Amerika.

d. Racial Harassment
Mengatur jaminan bagi seluruh pekerja terhadap perlakuan rasis dalam seluruh aspek
ketenagakerjaan, termasuk dalam perekrutan dan promosi kerja.
e. Mix Motive Case
Mix motive case biasa terjadi akibat dari kombinasi kriteria penilaian yang diberlakukan
oleh pihak manajemen terhadap pihak atau golongan tertentu seperti jenis pekerjaan
dengan jenis kelamin, agama, ras, dan disabilitas. Contohnya : seorang pekerja ditegur
karena terlambat masuk kantor dan karena dia seseorang dengan keterbatasan fisik.
f. Seniority System
Undang-Undang dapat menindaklanjuti laporan pengaduan terhadap penerapan sistem
senioritas yang secara tidak disengaja merugikan pihak-pihak yang dilindungi oleh hukum
anti diskriminasi di tempat kerja dengan ketentuan :
(1) Sistem memang benar ada dan diterapkan
(2) Seseorang menjadi subjek dari sistem senioritas
(3) Seseorang dirugikan oleh sistem yang diterapkan
Contohnya : seorang senior yang mem-bully juniornya.
g. Race Norming
Perilaku perusahaan yang dalam proses perekrutan tenaga kerja memisahkan pelamar
berdasarkan ras, jenis kelamin, warna kulit, agama, dan suku bangsa. Penggolongan ini
dijadikan pembanding dalam penilaian tes antara kaum minoritas dan mayoritas kemudian
dijadikan acuan dalam proses pengambilan keputusan.
h. Extension to U.S. Senate and Appointed Officials
Undang-Undang memberikan perlindungan bagi pekerja yang bekerja di bidang politik.

2.8 Family and Medical Leave Act of 1992 (FMLA)


Hukum menjamin cuti dibayar 12 minggu untuk sebagian besar karyawan untuk merawat
anak-anak yang baru lahir atau yang baru saja diadopsi, atau untuk berurusan dengan
penyakit serius atau cedera yang diderita oleh karyawan atau anak sakit, pasangan, atau
orang tua karyawan.
2.9 Genetic Information Non-Discrimination Act of 2008 (GINA)
Undang-Undang ini melarang penggunaan informasi karyawan yang berkaitan dengan
riwayat kesehatan atau DNA. Apabila terjadi penyalahgunaan informasi riwayat kesehatan
seorang karyawan, perusahaan bisa saja melakukan tindakan diskriminasi terhadap
karyawan tersebut.
2.10 Enforcement of Federal Laws Under The EEOC
EEOC menerbitkan panduan-panduan yang menegaskan bahwa para pemberi kerja
berkewajiban menjaga tempat kerja bebas dari pelecehan seksual. EEOC mendefinisikan
diskriminasi atas dasar kebangsaan karena leluhur, tempat lahir atau karakterisitik fisik,
budaya atau bahasa. Guideline atau panduan memberikan sekumpulan prinsip tunggal yang
dirancang untuk membantu para pemberi kerja, organisasi tenaga kerja, agen tenaga kerja,
serta dewan lisensi dan sertifikasi dalam mematuhi larangan federal terhadap praktik
kekaryawanan yang mendiskriminasi gender, ras, warna kulit, agama dan asal kebangsaan.
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa EEOC diciptakan untuk mengawasi dan
menegakkan hukum perburuhan federal. Setiap individu yang merasa bahwa hak-hak
mereka telah dilanggar di dapat mengajukan keluhan kepada EEOC dalam upaya untuk
memperbaiki situasi. Proses Penegakan EEOC :

1. Mengajukan tuntutan
Proses tersebut dimulai ketika seseorang mengajukan klaim kepada EEOC. Klaim
diskriminasi harus diajukan dalam waktu 300hari. Mahkamah Agung amerika serikat
dalam Ledbetter v. goodyear menyatakan bahwa karyawan yang mengklaim adanya
diskriminasi bayaran title VII harus mengajukan klaim mereka dalam waktu 180 hari dari
saat pertama kali menerima dugaan bayaran diskriminatif tersebut.

2. Penerimaan Tuntutan

Adalah untuk menerima tututan dan secara lisan merujuknya pada agensi Negara baian
atau local atas nama pihak yang menuntut. Jika agensi tersebut melepaskan yurisdiksi atau
tidak bisa mendapatkan solusi yang memuaskan EEOC memprosesnya pada akhir periode

3. Memberikan Pemberitahuan

setelah tuntutan di ajukan EEOC mempunyai waktu 10 hari untuk memberikan


pemberitahuan kepada pemberi kerja

4. Konfrensi Investigasi

EEOC kemudian akan menginvestigasi tuntutan tersebut untuk menentukan apakah


terdapat penyebab yag cukup untuk menyakini bahwa hal itu benar, mereka mendapatkan
waktu 120 hari untuk memutuskan

5. Penyebab

Jika mereka tidak menemukan punyebab EEOC harus menolak tuntutan tersebut dan harus
mengeluarkan pemberitahuan hak untuk menurut kepada pihak penuntut. Orang tersebut
kemudian mempunyai 90 hari untuk mengajukan tuntutan atas namanya sendiri

6. Konsiliasi

Jika EEOC menemukan penyebab mereka mempunya waktu 30 hari untuk mengusahakan
persetujuan konsiliasi.

7. Pemberitahuan Untuk Menuntut


Jika konsiliasi ini tidak memuaskan EEOC dapat membawa gugatan sipil ke pengadilan
distrik federal atau mengeluarkan pemberitahuan hak untuk menuntut kepada orang yang
mengajukan tuntutan.

3. Affirmative Action
Pendekatan yang dikembangkan organisasi dengan kontrak pemerintah untuk
membuktikan bahwa karyawan dipekerjakan dalam proporsi yang sesuai dengan
keterwakilan mereka dalam pasar tenaga kerja yang relavan bagi perusahaan. Tindakan
afirmatif yang diwajibkan oleh presidential dalam tindakan diskriminasi yaitu Executive
Orders 11246 mengharuskan pemberi kerja mengambil langkah positif guna memastikan
adanya kesempatan kerja bagi pelamar dan perlakuan setara tanpa memandang ras,
keyakinan, warna kulit atau asal kebangsaan.

3.1 Pelecehan Seksual


Isu pelecehan seksual muncul ke permukaan public dan akhir-akhir nya menjadi ranah
hukum pada tahun 1980-an. Pendapat Cascio (2013), pelecehan seksual dalam dunia kerja
bukan semata-mata tentang sex per se, tetapi tentang kekuasaan (power), yang lebih
tepatnya suatu penyalahgunaan kekuasaan. Menurut pedoman EEOC, sebagaimana
diungkapkan Dessler (2010), pelecehan seksual merupakan rayuan seksual yang tidak
dikehendaki, permintaan hadiah seksual, dan perlakuan verbal atau fisik yang bersifat
seksual yang terjadi pada salah satu dari kondisi berikut :
a. Penyerahan diri pada perlakuan demikian yang terjadi, baik secara terang-terangan
maupun secara mutlak karena syarat atau kondisi dari pekerjaan seseorang.
b. Penyerahan diri atau penolakan pada perlakuan demikian digunakan sebagai dasar
untuk menentukan keputusan pekerjaan yang memengaruhi orang tersebut.
c. Perlakuan demikian memiliki tujuan atau efek yang sangat mengganggu prestasi
kerja seseorang atau menciptakan lingkungan kerja yang mengintimidasi, bermusuhan,
atau tidak sopan.

3.2 Apa itu Pelecehan Seksual ?


Pengadilan telah mengidentifikasi beberapa konsep penting dan perilaku untuk
mengungkapkan definisi dari pelecehan seksual. Ada pun konsep dan perilaku tersebut
adalah:
a. Adanya suatu pendekatan dan perilaku yang tidak diinginkan (“unwelcome”
nature). Seseorang yang menjadi sasaran pelecehan seksual harus menunjukkan secara
jelas dan tegas bahwa pendekatan dan perilaku tersebut sangatlah mengganggu dan tidak
layak.
b. Ada 2 jenis pelecehan, yakni Quid Pro Quo (Anda memberi saya sesuatu, saya akan
memberikan Anda sesuatu) dan hostile environment (lingkungan kerja yang saling
bermusuhan, mengintimidasi).
c. Adanya perilaku yang ditunjukkan secara nyata.
d. Adanya tuduhan yang dapat dibuktikan dan diverifikasi melalui para saksi atau
dukungan dokumen tertulis.

3.3 Persoalan dalam Menangani Pelecehan Seksual


Dalam menangani persoalan pelecehan seksual, organisasi harus berhadapan dengan empat
masalah penting, yakni :
a. Kebanyakan para pekerja dan manajer tidak terlalu mengetahui apa itu pelecehan
seksual dan apa yang dikategorikan sebagai suatu pelecehan.
b. Walaupun organisasi mempunyai suatu kebijakan yang melarang bentuk pelecehan
seksual, tetapi banyak pekerja tidak terlalu tahu tentang kebijakan tersebut atau mereka
mengetahuinya, tetapi tidak tahu isinya apa.
c. Para pekerja sering takut untuk melaporkan kejadian pelecehan seksual karena
risiko yang harus diterimanya.
d. Perlunya cara yang terbaik untuk melakukan suatu penyelidikan atas tuduhan
terjadinya pelecehan seksual.

3.4 Strategi dan Pendoman dalam Menangani Pelecehan Seksual


Dalam menangani kasus pelecehan seksual, organisasi harus memiliki kebijakan dan
tindakan strategis sebagai berikut :
a. Organisasi harus melakukan penyelidikan tentang tuduhan pelecehan seksual.
Ketidaktahuan tidak dapat dijadikan alat pembelaan.
b. Organisasi harus melakukan penyelidikan yang menyeluruh dan secepatnya,
terutama untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang bersentuhan dengan hukum.
c. Organisasi harus memastikan bahwa penyidik haruslah netral, objektif, dan tidak
terlibat dalam konflik kepentingan.
d. Organisasi harus memastikan bahwa tidak ada usaha-usaha pembalasan, biarpun
tuduhan pelecehan seksual tidak terbukti.
e. Organisasi harus memperlakukan pekerja yang dituduh secara adil dan benar.
f. Organisasi harus mengondisikan bahwa para pihak harus menandatangani surat
pernyataan untuk menghindari usaha-usaha manipulasi atas fakta-fakta.
g. Organisasi harus mengambil tindakan yang cepat dan memberikan konsekuensi
nyata.
h. Organisasi harus mempunyai proses-proses yang jelas dan pasti untuk investigasi,
mengaplikasikan secara tertulis setiap proses.

3.5 Persoalan yang Kompleks di Luar Negeri


Globalisasi telah memperluas ruang lingkup kerja perusahaan. Banyak perusahaan
Amerika merambah bisnis usaha di mancanegara, dan mereka berkewajiban untuk tunduk
terhadap hukum dalam menangani isu-isu pelecehan seksual. Namun demikian, persoalan
muncul dalam mengaplikasikannya karena banyak budaya tidak menganggap bahwa
pelecehan seksual sebagai suatu persoalan di tempat kerja dan masyarakat, yang akhirnya
menimbulkan dilemma etika. Dalam menghadapi situasi tersebut, tetaplah perlu
ditekankan pentingnya kejelasan dan ketegasan kebijakan tentang pelecehan seksual di
organisasi agar tercipta kondisi kerja yang kondusif untuk kinerja yang lebih tinggi.

3.6 Tren dalam Hukum Ketenagakerjaan


Aspek hukum yang mengatur hubungan antara pekerja dan organisasi sangatlah kompleks.
Beberapa tren yang saat ini berkembang adalah sebagai berikut :
a. Beban pihak organisasi semakin besar untuk menciptakan, mengomunikasikan dan
mengimplementasikan kebijakan yang jelas dan tegas.
b. Terdapat kecenderungan tentang definisi diskriminasi yang bias dan tidak jelas
serta sulit dibuktikan secara hukum.
c. Penggunaan media komunikasi sosial dapat menjadi boomerang bagi pekerja di
mana semua data dapat tersimpan secara elektronik.
d. Semakin banyak keluhan dari para pemilik modal.
e. Penyelesaian kasus-kasus hukum semakin mahal, dan dapat menguras sumber dana
organisasi.
f. Penggunaan Use of Employment Practice Liability Insurance (EPLI) untuk
menghindari keharusan membayar penyelesaian kasus-kasus hukum yang demikian mahal.
g. Penggunaan peraturan bahasa di tempat kerja.

4. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia


Dengan mendasarkan diri pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang
menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak,
pemerintah telah mengupayakan hubungan antara pemilik modal/pengusaha dan pekerja
berada dalam kondisi harmonis dan saling mendukung. Peraturan demi peraturan dibuat
untuk melindungi, dan menjamin kesejahteraan, keselamatan, dan keberlangsungan hidup
(secara kemanusiaan) para pekerja.

a. Masa Penjajahan
Periode sebelum kemerdekaan diwarnai dengan masa-masa yang suram bagi riwayat
hukum perburuhan, yakni zaman perbudakan, rodi dan poenale sanctie. Hubungan
perburuhan diisi dengan penindasan dan perlakuan di luar batas kemanusiaan yang
dilakukan oleh orang maupun penguasa pada saat itu. Mereka tidak diberikan hak apa pun;
yang mereka miliki hanyalah kewajiban untuk menaati perintah. Mereka hanya dijadikan
barang atau objek yang kehilangan hak kodratinya sebagai manusia. Dalam hukum
perburuhan saat itu, dikenal adanya Panca Krida Hukum Perburuhan yang merupakan
perjuangan yang harus dicapai, yakni:
1) Membebaskan manusia Indonesia dari perbudakan, perhambaan.
2) Pembebasan manusia Indonesia dari rodi atau kerja paksa.
3) Pembebasan buruh/pekerja Indonesia dari poenale sactie.
4) Pembebasan buruh/pekerja Indonesia dari ketakutan kehilangan pekerjaan.
5) Memberikan posisi yang seimbang antara buruh/pekerja dan pengusaha.
Krida kesatu sampai dengan krida ketiga secara yuridis sudah lenyap bersamaan dengan
dicetuskannya proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
b. Masa Orde Lama
Dalam merebut kemerdekaan Indonesia, gerakan buruh memainkan peranan yang penting.
Keterlibatan mereka melalui organisasi seperti “Laskar Buruh, Kaum Buruh, dan Serikat
Buruh di Indonesia” sangat aktif dalam perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia.
Beberapa peraturan hukum perburuhan dapat dikatakan “progresif” atau maju, yang artinya
sangat protektif atau melindungi kaum buruh, seperti :
1) UU No 33 Tahun 1947 tentang Keselamatan di Tempat Kerja.
2) UU No 12 Tahun 1948 tentang Perlindungan Buruh dan UU No 23 Tahun 1948
tentang Pengawasan Perburuhan, yang mencakup banyak aspek perlindungan bagi buruh,
seperti larangan diskriminasi di tempat kerja, ketentuan 40 jam kerja dan 6 hari kerja
seminggu, kewajiban perusahaan untuk menyediakan fasilitas perumahan, larangan
mempekerjakan anak di bawah umur 14 tahun, termasuk juga menjamin hak perempuan
mengambil cuti haid 2 hari dalam sebulan dan cuti melahirkan 3 bulan.
3) UU No 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan
Majikan yang sungguh amat terasa nuansa demokratis dalam ketentuan pasal-pasalnya,
termasuk sebuah UU tahun 1956 yang meratifikasi Konvensi ILO No. 98 tentang Hak
Berorganisasi sekaligus menjamin lebih jauh lagi memberi serikat buruh status hukum
4) UU No 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, disusul UU
Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta yang memberikan
proteksi yang sangat kuas kepada para buruh atau pekerja dengan kewajiban meminta izin
kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4) untuk Pemutusan Hubungan
Kerja.
c. Masa Orde Baru
Masa Orde Baru mewarisi kondisi politik dan ekonomi yang porak poranda sehingga
Presiden Soeharto memprioritaskan penciptaan kestabilan politik, ekonomi, dan hukum.
Untuk mengembalikan citra negara hukum, dikeluarkan Tap MPRS No.XX yang
menetapkan sumber tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-Undangan Republik Indonesia, harus melaksanakan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen, yaitu Pancasila.

Kebijakan industrialisasi yang dijalankan pemerintah Orde Baru juga mengimbangi


kebijakan yang menempatkan stabilitas nasional sebagai tujuan dengan menjalankan
industrial peace, khususnya sejak awal Pelita III (1979-1983) menggunakan sarana yang
diistilahkan dengan HPP (Hubungan Perburuhan Pancasila). Dengan menerapkan strategi
modernisasi defensive (defensive modernization) di mana penguasa berusaha mengatur
segalanya dan mengontrol organisasi buruh untuk mengejar pertumbuhan ekonomi.

Ciri utama akomodasi buruh majikan-negara selama Orde Baru adalah kontrol negara yang
sangat kuat atas organisasi buruh dan pengingkaran terus-menerus kelas buruh sebagai
kekuatan sosial. Serikat Pekerja ditunggalkan dalam SPSI (Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia). Merujuk pada UU No.18 Tahun 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 98
Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan Berunding
Bersama, serta Peraturan Menakertranskop No 8/EDRN/1974 dan No. 1/MEN/1975
perihal Pembentukan Serikat Pekerja/Buruh di Perusahaan Swasta dan Pendaftaran
Organisasi Buruh terlihat bahwa pada masa ini kebebasan berserikat tidak sepenuhnya
dilaksanakan oleh pemerintah. Peran militer dalam praktiknya sangat besar dalam
penyelesaian perselisihan perburuhan.

d. Masa Reformasi
Sejak berakhirnya masa Orde Baru, peluang untuk lahirnya gerakan buruh dimulai dengan
dibukanya kebebasan berserikat, meskipun tetap hanya satu serikat yang diakui
pemerintah. Pada masa ini SPSI melahirkan jaringan perburuhan yang dimotori oleh LSM
dengan aksi-aksi menolak militerisme dan menolak UU Ketenagakerjaan No 25 Tahun
1997 tentang ketenagakerjaan.

LSM memegang peranan penting dalam membangun jaringan dan menggerakkan (isu-isu)
buruh. Tergabung dalam jaringan yang dinamai KPHP (Komisi Pembaruan Hukum
Perburuhan), LSM menyatakan secara sistematis dan substansial bahwa undang-undang
tersebut belum memuat hak-hak dasar buruh seperti jaminan atas pekerjaan, kebebasan
berorganisasi, dan mogok Lembaga penyelesaian perselisihan perburuhan yang adil.

Pada masa pemerintahan BJ.Habibie (1998-1999), dikeluarkan Keputusan Presiden No 83


Tahun 1998 yang mengesahkan Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan
Berserikat dan Perlindumgan Hak untuk Berorganisasi (Concerning Freedom of
Asscociation and Protection of the Right to Organise) berlaku di Indonesia. Selain itu,
pemerintah meratifikasi Konvensi ILO tentang Usia Minimum untuk diperbolehkan
Bekerja/Concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi No. 138
Tahun 1973) yang memberi perlindungan terhadap hak asasi anak dengan membuat
Batasan usia untuk diperbolehkan bekerja melalui UU NO.20 Tahun 1999. Hal ini
didukung dengan pengundangan UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan
Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No. 1 tahun 1999 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia.

e. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003


UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan payung hukum bagi undnag-
undang dan peraturan ketenagakerjaan di Indonesia. Hukum ketenagakerjaan adalah
merupakan suatu peraturan-peraturan tertulis atau tidak tertulis yang mengatur seseorang
mulai dari sebelum, selama, dan sesudah tenaga kerja berhubungan dalam ruang lingkup
di bidang ketenagakerjaan dan apabila di langar dapat terkena sanksi perdata atau pidana
termasuk lembaga-lembaga penyelenggara swasta yang terkait di bidang tenaga kerja UU
No 13 Tahun 2013 terdiri dari XVII Bab dan 193 Pasal dengan sistematika sebagai berikut
:
Undang-Undang lainnya yang masih berhubungan dengan ketenagakerjaan dalam arti
selama bekerja adalah UU No 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan UU
No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

5. Realitas dan Strategi Ketenagakerjaan di Indonesia


Kemajuan yang telah banyak dicapai dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003,
khususnya dari segi substansinya, harus didukung oleh kesadaran pihak pengusaha,
buruh/pekerja dan pengawasan/penegakan hukum oleh pemerintah. Berbagai aspek
kemanusiaan terangkum secara objektif tanpa ada keberpihakan kepada masing-masing
pihak. Unsur-Unsur tersebut mengacu kepada 3 hal utama bagi seseorang sebelum, selama,
dan sesudah masa kerja dengan memperhatikan :
a. Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis.
b. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha atau
majikan.
c. Adanya orang bekerja pada dan di bawah orang lain dengan mendapat upah sebagai
balas jasa dan berprinsip kesamaan dan kesetaraan.
d. Mengatur perlindungan pekerja/buruh, meliputi masalah keadaan sakit, hamil,
melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/buruh, dan sebagainya. UU No 13 Tahun 2003
telah mengakomodasi dan mengadopsi berbagai isu politik ekonomis, sosial, budaya yang
berkaitan dengan hak-hak asasi manusia untuk mendapat relevansinya saat sekarang.

Langkah-Langkah Strategis :

a. Law enforcement
Salah satu aspek penting dalam rangka law enforcement/ penegakan hukum adalah proses
pembudayaan, permasyarakatan, dan Pendidikan hukum (law socialization and law
education). Perusahaan harus mampu menjalankan keseluruhan aktivitas bisnis sesuai
dengan aturan dan perundangan yang berlaku. Pihak Departemen Tenaga Kerja bekerja
sama dengan pihak penegak hukum harus melakukan supervise secara berkala untuk
mengecek dan mengevaluasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan.
b. Affirmative action
Perusahaan harus mengusahakan kesetaraan bagi semua karyawan khususnya mengenai
treatment, gaji, dan fasilitas (penyediaan alat keselamatan/safety.
c. Training education
Untuk semua lapisan baik foreigners maupun local. Well educated bagi semua orang
mengenai hukum. Character and attitude building bagi semua karyawan.
d. Cross cultural education/understanding
Merupakan perpaduan atau kolaborasi budaya organisasi dan kearifan local. Belajar
mengenai kebudayaan satu sama lain, terutama bagi warga asing dalam bentuk seminar
atau kegiatan tertentu. Mengikuti dan komitmen atas kontrak yang telah disepakati bersama
agar semua karyawan patuh terhadap kontrak dan konsekuensi, komitmen terhadap kontrak
harus dipelajari secara cermat oleh semua karyawan.
e. Do and don’t
Setiap anggota perusahaan mulai dari top management sampai pada bottom line harus bisa
menjalankan prinsip bisnis, apa yang harus diperhatikan, dijalankan, dan apa yang tidak
perlu “jangan” dilakukan.

B. STRATEGI PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA

1. Strategi Bisnis – Dasar Semua Keputusan Organisasi


Analisis Strategi menentukkan elemen-elemen penting dan essensial untuk
kesuksesan strategi. Dengan menganalisis seluruh strategi dan melihat implikasi dari
elemen-elemen penting akan membantu untuk memfokuskan perhatian pada eksekusi
strategi bisnis yang lebih luas. Dengan kemampuan umum tentang strategi bisnis, para
pemimpin di semua level dapat menjamin bahwa semua sumber dikelola dan diarahkan
dengan cara yang memungkinkan organisasi mempertahankan keunggulan kompetitifnya.
Kemudian, implementasi strategi (eksekusi) yaitu dimana perusahaan mengambil tindakan
penting untuk mengimplemenrtasikan strategi yang dirancang menjadi terwujud.

2. Menjamin Koherensi pada Arah Strategi


Organisasi akan sukses jika setiap orang yang terlibat berupaya dan mengarahkan
pada tujuan umum bersama. Mulai dari yang umum ke khusus, tujuan-tujuan khusus
membentuk sebuah hierarki yang meliputi visi, misi, dan tujuan strategis. Pernyataan misi
berbeda dengan visi mencakup baik tujuan perusahaan maupun dasar kompetisi dan
keunggulan kopetitif.
Pernyataan misi adalah ketika karyawan dapat membantu membangun pemahaman
umum tentang tujuan organisasi dan keunggulan kopetitif yang diharapkan di pasaran.
Tujuan strategis mengoperasionalkan pernyataan misi. Tujuan tersebut adalah SMART
yaitu Specific (memiliki kekhususan), measurable (dapat diukur), appropriate (tepat),
realistic (realistis), timely (tepat waktu). SMART memiliki beberapa keunggulan :
1) Membantu mengarahkan usaha karyawan untuk mencapai tujuan umum
perusahaan
2) Memotivasi dan menginspirasi karyawan pada tingkat komitmen dan upaya
yang lebih tinggi
3) Dapat menjadi sebuah panduan untuk mengukur kinerja dan karenanya dapat
membantu mendistribusikan reward dan insentif.

3. Hubungan Strategi HR dengan Strategi Bisnis


Strategi HR menyatukan dan memfasilitasi implementasi perencanaan bisnis
strategis. Strategi HR merupakan serangkaian berbagai prioritas yang digunakan oleh
perusahaan untuk menyelaraskan sumber, kebijakan, dan program- program dengan
rencana bisnis strategis.
Secara singkat, model hubungan strategi HR dengan strategi bisnis tersebut
memperlihatkan bahwa proses perencanaan bersifat top down sedangkan proses
eksekusinya bersifat bottom up. Untuk proses perencanaan bisa dimulai dari pertanyaan
yang paling atas “bagaimana kita berkonpetisi dan kemudian bisa dilanjutkan dengan
pertanyaan dibawahnya. Untuk proses eksekusi bisa dimulai dari pertanyaan paling bawah
“apa kompetensi, insentif dan praktik kerja yang mendukung kinerja yang tinggi”. Untuk
me-manage dan memotivasi karyawan agar berjuang menampilkan yang terbaik,
kompetensi yang intensif, dan praktik kerja perlu ditempatkan secara tepat seperti
kompetensi yang cocok, insentif yang merangsang, dan menginspirasi kinerja yang baik
sehingga membuat semuanya senang. Pada level umum, praktik kerja berkinerja mencakup
hal berikut :

1. Tenaga, partisipasi, dan otonomi karyawan


2. Komiten terhadap produk unggul dan berkualitas
3. Struktur organisasi yang datar
4. Menggunakan kesatuan karyawan
5. Desain kerja yang fleksibel dan beragam
6. Praktik manajemen tentang penempatan dan kinerja yang tegas
7. Kebijakan HR yang ramah terhadap karyawan, menghargai kemajuan
karyawan, belajar terus menerus, dan mengupayakan hidup kerja yang fit.

4. Perencanaan Tenaga Kerja Strategis


Perencanaan tenaga kerja strategis adalah proses menentukan kebutuhan sumber
daya manusia masa depan perusahaan dan merekrut orang-orang yang akan membawa
keahlian masa depan.

Gambar diatas memperlihatkan hubungan antara perencanaan bisnis jangka


panjang, jangka menengah, dan tahunan dengan penyatuan proses yang muncul dalam
perencanaan tenaga kerja strategis. Seperti yang terlihat pada gambar, perencanaan
tenaga kerja strategis berfokus pada respon level perusahaan terhadap isu-isu bisnis
terkait masyarakat di seluruh zona waktu.

5. Akhir dari Pekerjaan


Pada pertengahan tahun 1990-an banyak buku dan majalah yang menyatakan
“The End of The Job” (akhir dari pekerjaan). Para pekerja pocokan yang menjadi alasan
mereka pada pergi, mungkin bisa menjadi pekerja kontrak swakerja, disewa untuk
bekerja pada proyek atau tim. Hal ini mungkin akan terjadi suatu saat meski sekarang
belum dikarenakan revolusi internet. Terkadang, perubahan muncul pada tahap yang
belum jelas karena fluiditas organisasi yang mempertahankan kompetisi menuntut
pekerja mereka untuk beradaptasi secara terus menerus. Pada tahun 1995, Rifkin
berpendapat dalam bukunya “The End of Work” bahwa puluhan juta manusia suatu saat
akan kehilangan pekerjaan dikarenakan peningkatan teknologi informasi di sektor
manufaktur, pertanian, dan jasa.

6. Perspektif Alternatif pada Pekerjaan


Pekerjaan adalah sebuah pekerjaan yang artinya jika tidak dibayar dengan layak,
pekerjaan itu tidak ada artinya. Pekerjaan penting bagi individu karena pekerjaan
membantu menentukan standar hidup, lingkungan tempat tinggal, status, dan perasaan
harga diri seseorang. Pekerjaan juga penting untuk organisasi karena dengannya
pekerjaan dan tujuan organisasi dapat diselesaikan.
6.1 Desain Pekerjaan
Desain pekerjaan berfokus pada proses dan hasil bagaimana pekerjaan
distrukturisasi, diorganisasikan, dialami, dan diselesaikan. Jika suatu pekerjaan
berubah, proses diserahkan pada perancangan ulang pekerjaan tersebut. Desain
pekerjaan mesti berhubungan erat dengan strategi bisnis karena strategi tersebut
barangkali menuntut tugas baru dan berbeda.

7. Manajemen Ilmiah “Sebuah Cara Terbaik”


Manajemen ilmiah merupakan pendekatan yang dominan tentang desain
pekerjaan pada komunitas industry abad 20. Tailor percaya bahwa cara terbaik
melakukan pekerjaan, tenaga kerja harus diseleksi berdasarkan kemampuan mereka
melakukan pekerjaan tersebut dan mereka juga harus di training agar kemampuannya
standar dengan pekerjaan tersebut. Pendekatan desain pekerjaan ini konsisten dengan
strategi bisnis biaya kepemimpinan dimana meminimalkan kemampuan yang dibutuhkan
untuk melakukan pekerjaan, meminimalisasi biaya training, dan menekan biaya keluar-
masuk karyawan.
7.1 Mengidentifikasi Karakteristik Pribadi yang Diperlukan untuk
Melakukan Pekerjaan
Saat ini, beberapa organisasi mulai mengembangkan uraian tugas perilaku atau
spesifikasi persyaratan peran kerja. Uraian tugas perilaku menggabungkan laporan
perilaku yang lebih luas seperti aktif mendengarkan, membangun kepercayaan, dan
dan menyesuaikan gaya serta taktiknya agar sesuai dengan permintaan. Spesifikasi
pekerjaan harus memperlihatkan kualifikasi minimal yang dapat diterima untuk
pemegang jabatan.
7.2 Analisis Pekerjaan
Praktik professional menunjukkan bahwa analisis pekerjaan dilakukan karena tiga
alasan :
1) UU menjelaskan bahwa pelamar kerja harus mampu memahami apa fungsi
penting dari pekerjaan
2) Ada pekerjaan analisis mungkin perlu diperbarui untuk mencerminkan dimensi
tambahan pekerjaan
3) Sebuah deskripsi pekerjaan tertulis dapat mengakibatkan beberapa kandidat diri
memilih keluar. Hal ini dapat meminimalkan kemungkinan tantangam hukum.
Untuk memastikan keterkaitan pekerjaan, pengusaha harus mampu menghubungkan
pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, dan karakteristik lain untuk fungsi pekerjaan
penting.

7.3 Model Kompetensi


Model Kompetensi mengidentifikasi variabel yang terkait dengan fit organisasi
secara keseluruhan dan mengidentifikasi karakteristik pribadi yang konsisten dengan
visi dan misi organisasi. Model ini berfokus pada pengetahuan, kemampuan,
ketrampilan, dan karakteristik lain yang diperlukan untuk kinerja yang efektif di
tempat kerja.
7.4 Bagaimana Kajian Persyaratan Kerja
Ada 5 metode umum analisis jabatan :
1. Kinerja dan kerja : Prestasi kerja. Dengan pendekatan ini, seorang peneliti benar-
benar melakukan pekerjaan yang diteliti untuk mendapatkan exposure langsung
dengan permintaan
2. Pengamatan : penelitian hanya mengamati pekerjaan atau kelompok pekerja yang
melakukan pekerjaan tanpa ikut campur didalamnya.
3. Wawancara : pengumpulan data dan informasi dengan cara mengajukan
pertanyaan langsung kepada karyawan
4. Insiden kritis : metode penilaian kerja yang mencatat mengenai tindakan-tindakan
karyawan yang memengaruhi efektivitas organisasi baik positif maupun negatif.
5. Kuesioner terstruktur : pengumpulan data dengan menyajikan sebuah daftar yang
berisi pertanyaan yang harus dijawab oleh karyawan baru kemudian akan
dianalisis jabatannya.
7.5 Analisis Pekerjaan Perencanaan Tenaga Kerja Strategis
Proses perencanaan tenaga kerja strategis (strategic work plan) adalah proses formal
yang menghubungkan strategi bisnis dengan strategi dan praktik SDM serta
memastikan perusahaan memiliki orang yang tepat, ditempat yang tepat, waktu yang
tepat, dan biaya yang tepat. Beberapa kegiatan yang terhubung dengan sistem
Strategic Work Plan (SWP) :
1. Inventaris Talenta : sebuah data base yang terorganisasi dengan baik yang berisi
tentang skill, ability, ketertarikan karir, dan juga pengalaman karyawan sampai
dengan saat ini.
2. Workforce Forecast : tujuan dari forecast ini adalah memperkirakan kebutuhan
pekerja dalam suatu waktu di masa depan. Ada 2 jenis forecast :
a. Penyediaan tenaga kerja eksternal dan internal
b. Permintaan pekerja secara keseluruhan baik eksternal maupun internal
Forecasting external workforce supply : beberapa agensi secara regular membuat
gambaran mengenai kondisi pasar pekerja eksternal dan memperkirakan jumlah
kebutuhan karyawan yang harus tersedia dalam kategori general.

Forecasting internal workforce supply : menggambarkan suplai dimasa depan dari


sebuah Lembaga dengan mengetahui suplai pekerja dimasa sekarang. Cara termudah
memperkirakan internal supply adalah dengan succession plan.

Leadership-Succession planning : Kunci utama dari hal ini adalah :

a. CEO memegang kendali utama atas agenda talenta


b. Identifikasi dan komunikasi sebagai peta jalan untuk mereka yang berada di posisi
pemimpin dan juga untuk karyawan lainnya
c. Gunakan review performa yang komperhensive dan tersembunyi untuk membangun
assessment, pengembangan, dan consensus manajemen mengenai performa dan
potensial
d. Tetaplah pada jadwal regular untuk review performa
e. Hubungkan semua keputusa dengan strategi organisasi
Forecasting workforce demand : forecasting permintaan workforce memiliki banyak
ketidakpastian seperti perubahan teknologi, sikap customer, pola pembelian, ekonom,
kebijakan pemerintah,dsb. Permintaan workforce lebih kearah subjektif daripada
kuantitatif meskipun kadang menggunakan kombinasi keduanya.

8. Kontrol dan Evaluasi Sistem Perencanaan Kerja (SWP)


Tujuan dari kontrol dan evaluasi adalah untuk mengarahkan aktivitas SWP,
mengidentifikasi deviasi/penyimpangan, dan penyebabnya. Tujuan kuantitatif mmbuat
proses kontrol dan evaluasi lebih objektif dan pengukuran deviasi dari kinerja yang
diharapkan lebih tepat. Dalam SWP terbaru, evaluasi lebih banyak dilakukan dalam bentuk
kualitatif dengan sedikit penekanan pada pengontrolan karyawan. Hal ini karena forecast
supply dan demand lebih berdasarkan pada firasat dan pendapat daripada data.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arief Subyantoro, Manajemen Sumber Daya Manusia Strategi, Penerbit Andi, Penerbit
CV Andi Offset,Yogyakarta
2. Dessler, Gary : Manajemen Sumber Daya Manusia
3. https://hr.proxsisgroup.com/5-tips-perencanaan-tenaga-kerja-
strategis/#:~:text=Perencanaan%20tenaga%20kerja%20strategis%20adalah,tepat%2C%2
0pada%20waktu%20yang%20tepat.
4. https://en.wikipedia.org/wiki/The_End_of_Work

Anda mungkin juga menyukai