Anda di halaman 1dari 16

Aspek- aspek HUKUM PERBURUHAN

sebelum hubungan kerja

Hukum ketenagakerjaan
Nama : Maesya nurdilla khairunnisa
Nim 12020726413
Menurut Molenaar:
Bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur
hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja
dengan tenaga kerja, dan antara tenaga kerja dengan penguasa.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa “Ketenagakerjaan adalah
segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu
sebelum, selama, dan sesudah masa kerja”.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, istilah buruh sangat dikenal dalam
hukum perburuhan karena sering digunakan sejak zaman
penjajahan Belanda. Dahulu yang dimaksud dengan buruh adalah
orang-orang pekerja kasar seperti kuli, mandor, tukang, dan lain-
lain yang melakukan pekerjaan kasar sejenisnya dan disebut
dengan Blue Collar, sedangkan orang-orang yang melakukan
pekerjaan halus oleh Pemerintah Hindia Belanda disebut dengan
istilah “karyawan/pegawai” dan disebut dengan White Collar.
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa:“Pekerja/buruh adalah
setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain”.
Definisi dan Istilah Pilkada di Indonesia

Pihak-pihak yang terkait dalam hukum ketenagakerjaan tidak hanya pekerja/buruh dan
pengusaha/majikan saja. Melainkan juga badan-badan lain seperti organisasi
pekerja/buruh, organisasi pengusaha/majikan, dan badan-badan pemerintah.
Dalam perkembangan perundang-undangan perburuhan sekarang tidak dibedakan antara
buruh halus dan buruh kasar yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama tidak
mempunyai perbedaan apapun. Bahkan istilah buruh diupayakan diganti dengan istilah
pekerja, sebagaimana yang diusulkan oleh pemerintah (Depnaker) pada waktu Kongres FBSI
II tahun 1985, karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa, buruh lebih
menunjuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada di bawah pihak lain yakni majikan.
Namun karena pada masa orde baru istilah pekerja khususnya istilah serikat pekerja banyak
diintervensi oleh kepentingan pemerintah, maka kalangan buruh trauma dengan
penggunaan istilah tersebut sehingga untuk mengakomodir kepentingan buruh dan
pemerintah, istilah tersebut disandingkan.
 
Definisi dan Istilah Pilkada di Indonesia

Pada dasarnya hukum ketenagakerjaan mempunyai sifat melindungi dan menciptakan rasa
aman, tentram, dan sejahtera dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Hukum ketenagakerjaan dalam memberi perlindungan harus berdasarkan pada dua aspek,
Pertama, hukum dalam perspektif ideal diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan
(heterotom) dan hukum yang bersifat otonom. Ranah hukum ini harus dapat
mencerminkan produk hukum yang sesuai cita-cita keadilan dan kebenaran, berkepastian,
dan mempunyai nilai manfaat bagi para pihak dalam proses produksi. Hukum
ketenagakerjaan tidak semata mementingkan pelaku usaha, melainkan memperhatikan dan
memberi perlindungan kepada pekerja yang secara sosial mempunyai kedudukan sangat
lemah, jika dibandingkan dengan posisi pengusaha yang cukup mapan.
Definisi dan Istilah Pilkada di Indonesia

Hukum memberi manfaat terhadap prinsip perbedaan sosial serta tingkat ekonomi bagi
pekerja yang kurang beruntung, antara lain seperti tingkat kesejahteraan, standar
pengupahan serta syarat kerja, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
dan selaras dengan makna keadilan menurut ketentuan Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang
Dasar 1945, bahwa : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”. Demikian pula ketentuan Pasal 28 D ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945, bahwa : “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” ; Kedua, hukum normatif pada tingkat
implementasi memberikan kontribusi dalam bentuk pengawasan melalui aparat penegak
hukum dan melaksanakan penindakan terhadap pihak-pihak yang tidak mematuhi
ketentuan hukum.
Sejarah dan Model perkembangan di Indonesia

Hukum ketenagakerjaan yang berperan mengatur keajekan hubungan kerja, selain


pengaturannya melalui peraturan perundang-undangan terbit pula melalui bentuk
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, dan perjanjian kerja.
Pada dasarnya ketentuan hukum ini, berlandaskan pada asas kepastian, keadilan, manfaat,
keseimbangan kepentingan, musyawarah-mufakat, serta persamaan kedudukan dalam
hukum. Asas-asas ini mempunyai nilai sebagai cita hukum ketenagakerjaan dalam
memberikan landasan bagi perlindungan dan penegakan hukum bidang ketenagakerjaan.
Dasar Konstitusi Pilkada
Hak dan perlindungan hukum bagi pekerja yang bersumber dari Undang-Undang No.13Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, antara lain (aspek hukum) :
a. Hak dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja ;
b. Hak dan perlindungan kesejahteraan (Jamsostek) ;
c. Hak dan perlindungan kebebasan berserikat ;
d. Hak dan perlindungan pemutusan hubungan kerja terselubung atau sepihak ;
e. Hak dan perlindungan pengupahan ;
f. Hak dan perlindungan waktu kerja (meliputi : kerja lembur) ;
g. Hak dan perlindungan kepentingan ibadah, melahirkan, haid, cuti tahunan, istirahat antara jam kerja,
istirahat mingguan ;
h. dan lain perlindungan yang bersifat normatif.
Pilkada; Rezim Pemilu
Perlindungan hukum yang bersumber dari peraturan perusahaan/ perjanjian kerja dan perjanjian
kerja bersama (syarat-syarat kerja yang belum diatur atau peningkatan kualitas atas standar
minimum peraturan perundang-undangan), antara lain :
a. Fasilitas kesejahteraan (koperasi, klinik, perumahan, dan keluarga berencana), kantin, rekreasi,
olah raga, tempat beribadah dan penitipan anak) ;
b. Gaji berkala dan tunjangan tetap ;
c. Bonus akhir tahun dan bonus berdasarkan prestasi ;
d. dan lain perlindungan yang ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja bersama atau peraturan
perusahaan, perjanjian kerja.
Pilkada; Rezim Pemilu
Penggunaan sarana hukum yang bersifat otonom ini cenderung lebih mengadopsi (walapun tidak
secara keseluruhan), atau penyesuaian diri yang bersifat tambal sulam dari Undang-Undang No. 13
Tahun 2003.
Perlindungan hukum bagi pihak pengusaha yang bersumber dari Undang-Undang No. 13 Tahun
2003, antara lain (aspek hukum) :
a. Upah tidak dibayar, jika pekerja tidak bekerja bukan atas kehendak pengusaha atau perusahaan
(no pay, no work) ;
b. Hak mutasi terhadap pekerja untuk kepentingan perusahaan ;
c. Hak mengatur, dan perintah untuk melakukan pekerjaan ;
d. Hak sanksi bagi pekerja yang terbukti melakukan pelanggaran perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama ;
e. Pemutusan hubungan kerja bagi pekerja yang melakukan pelanggaran hukum;
f. Pemutusan hubungan kerja dalam masa percobaan ;
g. dan lain perlindungan yang bersifat normatif.
PENYELESAIAN SENGKETA PILKADA
• Tugas legislasi bagi DPR dan Pemerintah untuk mengatur mengenai kewenangan penanganan sengketa
pilkada. Secara teknis, tidak ada batas waktu pembentukan UndangUndang tersebut. Namun, pilihan yang
tepat adalah memasukannya dalam dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah yang sedang
dibahas oleh DPR dan Pemerintah.
• Persoalan dari sisi substansi, pihak MA menilai MK melempar tanggungjawab, sebab MK sesungguhnya
banyak menangani sengketa Pilkada berarti konstitusional.
• Alternatif yang mungkin dituangkan dalam Undang-undang yang baru adalah sengketa Pilkada menjadi
kewenangan PT TUN, karena yang digugat adalah keputusan KPUD, sehingga lebih administratif. Dalam hal
ini PT TUN mengadilinya dengan pemeriksaan langsung seperti PTUN pada tingkat pertama. PT TUN harus
diberi batas waktu tertentu untuk memutus sengketa Pilkada agar cepat selesai. Pemikiran lain dapat dalam
bentuk badan khusus untuk penyelesaian sengketa Pilkada.
PENYELESAIAN SENGKETA PILKADA
Permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu yang terjadi antara peserta dengan Penyelenggara Pemilu
dapat diajukan dengan cara:
• langsung, yaitu diajukan ke Sekretariat Jenderal Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, atau Sekretariat
Bawaslu Kabupaten/Kota; atau
• tidak langsung, yaitu diajukan melalui laman penyelesaian sengketa di laman resmi Bawaslu dan Bawaslu
Provinsi.
• Petugas Penerima Permohonan memeriksa kelengkapan dokumen/berkas administrasi Permohonan
penyelesaian sengketa proses Pemilu yang diajukan secara langsung.
• Petugas Penerima Permohonan mengeluarkan tanda terima berkas setelah memeriksa kelengkapan
dokumen/berkas administrasi dengan menggunakan formulir model PSPP 02.
• Petugas Penerima Permohonan melakukan verifikasi formal terhadap dokumen/berkas administrasi
Permohonan selanjutnya disampaikan kepada pejabat struktural di bidang penyelesaian sengketa untuk
dilakukan verifikasi materiil.
• Pejabat struktural meregister Permohonan dan menuangkan dalam formulir model PSPP 05 setelah
mendapatkan persetujuan dari anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota.
PENYELESAIAN SENGKETA PILKADA
• Dalam hal dokumen/berkas administrasi Permohonan belum lengkap, Petugas Penerima Permohonan
memberitahukan Permohonan belum lengkap kepada Pemohon pada hari yang sama. Pemohon wajib
melengkapi dokumen/berkas administrasi Permohonan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja
sejak pemberitahuan diterima Pemohon. Apabila dalam jangka waktu Pemohon tidak melengkapi atau
dokumen/berkas administrasi Permohonan belum lengkap, pejabat struktural menyampaikan surat
pemberitahuan Permohonan tidak dapat diregister dengan menggunakan formulir model PSPP 07 setelah
mendapatkan persetujuan dari anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota.
• Apabila dokumen/berkas administrasi Permohonan dinyatakan lengkap, pejabat struktural meregister
Permohonan yang dituangkan dalam formulir model PSPP 05 setelah mendapatkan persetujuan dari
anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota.\
• Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa proses
Pemilu dibacakan secara terbuka dan dapat dihadiri oleh Pemohon, Termohon, dan pihak terkait.
Pertanggung jawaban kepala daerah dan
wakil kepala daerah
Kewajiban kepala daerah tersebut tertuang dalam Pasal 27 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, dimana
kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah ;
a) memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI.
b) meningkatkan kesejahteraan rakyat
c) memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.
d) melaksanakan kehidupan demokrasi.
e) menaati dan menegakan seluruh peraturan perundang-undangan.
f) menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
g) mengajukan dan mengembangkan daya saing daerah.
h) melaksanakan prinsiptat pemerintahan yang bersih dan baik
i) melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah.
j) menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah.
k) menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah dihadapan Rapat
l) Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai