Anda di halaman 1dari 64

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA – ANAK

REMAJA DALAM MEMBERIKAN PENDIDIKAN SEKSUAL


PADA MASA PUBERTAS DI KABUPATEN GARUT

Studi Deskriptif Kualitatif Pada Orang Tua Di Kabupaten Garut


Mengenai Peran Komunikasi Antarpribadi Dalam Memberikan
Pendidikan Seksual Kepada Anak Remaja Dalam Masa Pubertas

INTERPERSONAL COMMUNICATION BETWEEN PARENTS


AND TEENAGERS IN PROVIDING SEXUAL EDUCATION
DURING PUBERTY IN GARUT REGENCY

Qualitative Descriptive Study On Parents in Garut Regency Regarding


Interpersonal Communication In Providing Sexual Education To
Adolescents During Puberty

Oleh :
Dikry Hadian Al-Ghifari
182050229

SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG

2022
LEMBAR PERSETUJUAN

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA – ANAK REMAJA


DALAM MEMBERIKAN PENDIDIKAN SEKSUAL PADA MASA
PUBERTAS DI KABUPATEN GARUT

Studi Deskriptif Kualitatif Pada Orang Tua Di Kabupaten Garut


Mengenai Peran Komunikasi Antarpribadi Dalam Memberikan
Pendidikan Seksual Kepada Anak Remaja Dalam Masa Pubertas

Oleh:

Dikry Hadian Al-Ghifari

182050229

USULAN PENELITIAN

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pada Program Studi Ilmu Komunikasi

Telah disetujui oleh Pembimbing pada tanggal

Seperti tertera dibawah ini

Bandung, ……………….. 2022

Pembimbing

H. Rasman Sonjaya, S.sos., M.Si.

2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan


penulis kemudahan sehingga dapat menyelesaikan proposal
penelitian dengan judul “KOMUNIKASI ANTARPRIBADI
ORANG TUA – ANAK REMAJA DALAM MEMBERIKAN
PENDIDIKAN SEKSUAL PADA MASA PUBERTAS DI
KABUPATEN GARUT” dengan baik dan tepat waktu. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda Nabi
Muhammad Saw. Proposal penelitian ini menjadi syarat untuk
menyelesaikan Tugas Akhir program Sarjana Ilmu Komunikasi di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univeritas Pasundan Bandung.
Dalam proses penyelesaiannya, penulisa mendapatkan banyak
dukungan, motivasi, serta bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena
itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak M. Budiana, S.Ip., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung.
2. Bapak H. Rasman Sonjaya, S.Sos., M.Si. selaku Ketua Program Studi
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univeritas
Pasundan Bandung.
3. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Pasundan Bandung yang telah memberi ilmu yang
sangat bermanfaat bagi penulis.
4. Kedua orang tua, ayahanda Rosadi dan ibunda Nida Nur Gustina yang
telah memberikan bantuan moril dan materil serta do’a yang tiada hentinya
kepada penulis.
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1. Latar Belakang......................................................................................................4
1.2. Fokus dan Pertanyaan Penelitian.........................................................................12
1.2.1. Fokus Penelitian..................................................................................................12
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................................13
1.4. Manfaat Penelitian...............................................................................................13
1.4.1. Manfaat Teoritis..................................................................................................13
1.4.2. Manfaat Praktis...................................................................................................13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN............................................14
2.1. Kajian Pustaka.....................................................................................................14
2.1.1. Tinjauan Penelitian Sejenis.................................................................................14
2.2. Kerangka Konseptual..........................................................................................17
2.2.1. Komunikasi.........................................................................................................17
2.2.3. Komunikasi Antarpribadi....................................................................................26
2.2.4. Orang Tua............................................................................................................36
2.2.5. Remaja dan Masa Pubertas..................................................................................39
2.2.6. Pendidikan Seksual..............................................................................................48
2.3. Kerangka Teoritis................................................................................................49
2.4. Kerangka Pemikiran............................................................................................50
BAB III
SUBJEK, OBJEK, DAN METODOLOGI PENELITIAN..........................................53
3.4. Subjek Penlitian...................................................................................................53
3.1.1. Informan Penelitian.............................................................................................53
3.2. Objek Penelitian..................................................................................................54
3.3. Metodologi Penelitian.........................................................................................55
3.3.1. Desain/Paradigma Penelitian...............................................................................56
3.3.2. Prosedur Pengumpulan Data...............................................................................57
3.3.3. Rancangan Analisis Data.....................................................................................58

4
3.3.4. Kredibilitas dan Tingkat Kepercayaan Hasil Penelitian.......................................59
3.3.5. Membuka Akses dan Menjalin Hubungan dengan Subjek Penelitian..................61
3.4. Lokasi dan Jadwal Penelitian..............................................................................61
3.4.1. Lokasi Penelitian.................................................................................................61
3.4.2. Jadwal Penelitian.................................................................................................62
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu indikasi manusia sebagai makhluk sosial adalah perilaku


komunikasi antar manusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri, pasti membutuhkan
orang lain. Dari lahir sampai mati, cenderung memerlukan bantuan dari orang lain
(tidak terbatas pada keluarga, saudara, dan teman). Kecenderungan ini dapat
dilihat dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukan fakta bahwa semua
kegiatan yang dilakukan manusia selalu berhubungan dengan orang lain.

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi dari


komunikator kepada komunikan melalui media untuk mencapai suatu tujuan dan
mendapatkan timbal balik atau feedback. Komunikasi merupakan kebutuhan
pokok manusia semenjak ia lahir. Komunikasi menjadi alat utama seorang
manusia untuk menunjang kehidupannya, karena dengan berkomunikasi seorang
manusia akan saling mengetahui dan memahami maksud keinginannya.

Praktisnya komunikasi dibagi menjadi dua bagian, komunikasi verbal dan


komunikasi non-verbal. Secara sederhana komunikasi verbal dan non-verbal
dibedakan dari tindakan penyampaian pesan yang dilakukan, yang mana
komunikasi verbal merupakan komunikasi yang terjadi dalam bentuk lisan
maupun tulisan. Sedangkan komunikasi non-verbal umumnya terjadi melalui
simbol atau bahasa tubuh misalnya seperti raut wajah, gerakan tangan, gelengan
kepala, dll.

Komunikasi sendiri tentunya menjadi jembatan yang menghubungkan antara


satu orang ke orang yang lainnya. Hal itulah yang menjadikan indikator secara
umum yang membedakan komunikasi berdasarkan jumlah peserta yang terlibat

6
atau juga dikenal sebagai tipe-tipe komunikasi. Ada beberapa macam tipe
komunikasi, salah satunya yaitu komunikasi interpersonal atau komunikasi
antarpribadi.

Komunikasi interpersonal adalah proses mengkomunikasikan pesan atau


informasi yang melibatkan dua orang atau lebih. Komunikasi antarpribadi juga
merupakan proses penyampaian pesan yang dapat terjadi dimana saja, dan karena
sifatnya yang terbuka dan komunikatif, maka komunikasi antarpribadi dapat
digolongkan menjadi dua jenis komunikasi yaitu komunikasi verbal dan
komunikasi nonverbal. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang
berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara
terorganisir maupun dalam keramaian (Wiryanto, 2004).

Devito (1997: 259-264), menyatakan bahwa komunikasi antarpribadi


merupakan penyampaian pesan oleh satu orang & penerimaan pesan oleh orang
lain atau sekelompok orang, menggunakan aneka macam dampaknya &
menggunakan peluang untuk menaruh umpan balik segera. Selain itu, Devito pula
menyatakan efektifitas komunikasi antarpribadi dimulai menggunakan 5 kualitas
generik yg dipertimbangkan, yaitu; 1. Keterbukaan (openness), merupakan
perilaku bisa mendapat pendapat atau masukan dan berkenan mengungkapkan
pesan atau keterangan pada orang lain, 2. Empati (emphaty), merupakan perilaku
seorang atau syarat seorang yg bisa mengetahui & tahu suatu keadaan orang lain,
3. Sikap mendukung (supportiveness), perilaku masing-masing pihak yg
berkomunikasi mempunyai komitmen untuk saling mendukung supaya
terlaksananya suatu hubungan secara terbuka, 4. Sikap positif (positiveness),
perilaku positif pada saat berkomunikasi bisa ditujukan melalui suatu perilaku, 5.
Kesetaraan (equality), kedua belah pihak yg berkomunikasi sama bernilai &
berharga. Dalam artian keduanya saling menghargai & merasa saling
memerlukan.

Julia T. Wood berpendapat bahwa komunikasi interpersonal melibatkan


keintiman emosional dan seksual, biasanya intim, dan digunakan oleh orang-
orang yang sudah lama saling kenal. Komunikasi interpersonal juga merupakan
transaksi selektif. Artinya setiap orang memilih dengan siapa mereka ingin
berkomunikasi, terutama jika mereka ingin berkomunikasi secara intim sesuai
dengan kebutuhan, dan minat mereka. Komunikasi antarpribadi juga merupakan
transaksi yang bersifat sistemik, melibatkan berbagai sistem seperti latar belakang
sosial dan budaya, pendidikan, dan sebagainya sebagai bentuk sistem yang ada di
masyarakat. Selanjutnya, komunikasi antarpribadi bersifat unik, kita bisa
mengganti lawan bicara kita namun kita tidak bisa menggantikan sifat dan
kepribadian suatu orang dengan orang lain. Ketika kita sudah kehilangan
seseorang yang sudah kita anggap dekat dan akrab, kita juga akan kehilangan
hubungan dekat tersebut. Komunikasi antrapribadi juga bersifat prosesual, atau
bersifat berkesinambungan, tidak berhenti di satu sisi. Komunikasi akan terus
berlangsung dan berkembang sesuai perkembangan zaman dari waktu ke waktu.
Dan terakhir, komunikasi antarpribadi bersifat transaksional, dimana proses
komunikasi merupakan kegiatan pertukaran informasi antara satu orang dengan
orang yang lain. Setiap orang yang terlibat dalam sebuah percakapan memiliki
tanggung jawab untuk membuat percakapan tersebut efektif dan berjalan sesuai
dengan keinginan komunikator dan komunikan yang terlibat.

Beberapa sifat komunikasi antarpribadi diatas merupakan konsep yang


disusun oleh Wood, konsep tersebut merupakan konsep yang berkelanjutan
sebagai bahan dasar untuk mudah memahami proses dari komunikasi antarpribadi.
Dewasa ini perkembangan teknologi semakin pesat berkembang, tak terkecuali
teknologi media dan pengetehuan komunikasi. Orang akan lebih mudah
mengetahui berita dan informasi dari berbagai penjuru dunia hanya dalam
hitungan detik melalui internet. Perkembangan teknologi tersebut tentunya
memberikan banyak dampak bagi manusia yang ada di muka bumi, dampak
tersebut dapat tercipta karena banyaknya informasi yang akan didapat manusia
sesuai dengan apa yang ia cari dan temukan. Dampak penyebaran informasi yang
cepat tersebut tentunya ada yang bersifat positif dan negatif. Bersifat positif dalam
artian pesan dan informasi tersebut tidak terlepas dari norma-norma dan aturan

8
yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Sedangkan pesan dan
informasi yang bersifat negatif adalah pesan dan informasi yang tidak sesuai
dengan aturan dan melanggar norma-norma dalam bermasyarakat. Hal tersebut
tentunya berkaitan dengan kemudahan setiap orang untuk melakukan komunikasi
antarpribadi dengan orang lain.

Komunikasi antarpribadi paling sederhana yang bisa kita amati adalah dalam
keluarga kita. Sebuah keluarga terdiri dari orang-orang seperti ayah, ibu dan anak-
anak. Peran keluarga dalam menciptakan suasana kekeluargaan sangat kuat.
Setiap individu diharapkan mengetahui perannya dalam keluarga. Keluarga adalah
suatu sistem yang merupakan kesatuan dari bagian-bagian yang saling
berhubungan dan berinteraksi. Orang tua dan anak perlu memahami tujuan yang
diharapkan untuk komunikasi yang seimbang. Keluarga yang seimbang adalah
keluarga yang dicirikan oleh hubungan yang harmonis antara ayah dan ibu, ayah
dan anak, serta ibu dan anak (Satrio, 2010: 3).

Dalam hal hubungan orang tua-anak, orang tua terlebih dahulu perlu
memahami sikap dan perilaku anaknya, terutama saat memasuki masa remaja.
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa. Dimana orang sedang mengalami perubahan fisik dan psikologis pada
saat ini (Hurlock, 1993: 206).

Pada masa ini, remaja cenderung menghadapi berbagai masalah fisik dan
psikologis. Karena masa pubertas adalah masa syok dan obat (a time of shock),
masa remaja cenderung tidak stabil dalam segala hal. Menurut Salzman (Yusuf,
2004: 184), masa remaja adalah masa untuk mengembangkan sikap
ketergantungan terhadap orang tua mengenai kemandirian, minat seksual,
introspeksi, perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan masalah moral.

Saat masa remaja seorang anak mulai mengalami masa pubertas. Pubertas
adalah masa yang khusus dimana seorang anak akan merasakan adanya kebutuhan
yang sangat kuat pada lawan jenis atau keinginan bercinta begitu mendalam.
Pubertas sendiri memiliki dampak yang serius pada tingkah laku anak. Anak
terkadang merasa kebingungan disertai kebahagiaan yang berlebihan. Pada masa
pubertas anak cenderung bertingkah laku yang antagonis seks, yaitu menunjukan
keagresifannya dalam masalah pergaulan dengan lawan jenis (Haqani, 2004 :
8284). Pada masa remaja pula seorang anak akan memiliki keingintahuan tinggi
tentang lawan jenisnya, sehingga munculah berbagai masalah yang menyangkut
tentang lawan jenis (Soesilowindradini : 150), seperti :

- Bagaimana menarik perhatian dari lawan jenis.


- Bagaimana saya harus menghilangkan rasa malu terhadap lawan jenis.
- Bagaimana pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang benar.
- Siapa yang harus saya ajak berkencan.

Pada masa remaja juga mereka akan dihadapkan pada perkembangan sikap
comformity yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat,
nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya).
Perkembangan komformitas ini dapat memberikan dampak positif dan negatif
bagi diri seorang anak. Dengan demikian, para remaja harus dibatasi dan
diarahkan agar tidak terlalu mudah dipengaruhi, oleh sebab itu orangtua memiliki
peranan yang sangat penting dalam memberikan informasi-informasi yang baik
dan benar sesuai kebutuhan anak remajanya. Orang tua harus membangun sebuah
komunikasi intens dalam menyampaikan informasi-informasi yang dibutuhkan
anak remajanya, yaitu komunikasi antarpribadi yang melibatkan orang tua dengan
anak secara langsung, karena orang tua merupakan ikatan keluarga terdekat dan
lingkungan pertama yang dijumpai oleh anak. Terkadang anak akan menjadikan
orang tua sebagai model sekaligus panutan atau contoh bagi anak-anaknya dalam
membimbing dan mengantarkan anak untuk memiliki pribadi yang mandiri dan
berguna di masyarakat. Adapun peran dari orang tua tentunya akan dapat
terlaksana salah satunya dengan melakukan komunikasi. Dengan melakukan
komunikasi antara orang tua dengan anak, orang tua dapat bertatap muka secara
langsung dengan anak sehingga mereka dapat menyampaikan secara langsung apa
saja yang sedang mereka rasakan atau permasalahan apa saja yang sedang mereka
hadapi. Di sisi lain, melalui komunikasi antarpribadi, orang tua dapat

10
menyampaikan apa saja yang mereka inginkan, sebaliknya seorang anak dapat
menyampaikan apa yang menjadi keinginan mereka, dan mereka mengetahui apa
yang menjadi keinginan orang tuanya, sehingga ketika anak menginjak masa
remaja mereka merasa bahwa mereka diperhatikan dan mendapatkan pengajaran
yang membimbing mereka menuju masa dewasa.

Proses komunikasi yang buruk antara orang tua dengan anak akan
mengakibatkan umpan balik dari komunikasi antarpribadi yang tidak efektif.
Terkadang banyak hal-hal mendalam yang dirasakan oleh remaja tentang orang
tua mereka, seperti orang tua sering memaksa mereka untuk berbuat yang tidak
sesuai dengan keinginan mereka. Orang tua terlalu percaya bahwa mereka tahu
yang benar tentang berbagai hal, berusaha untuk memaksa kepada anak atau
berlaku berkuasa terhadap anak mereka. Orang tua seringkali melakukan dua
kesalahan dalam menghadapi sikap anak remajanya. Yang pertama, menerima
remaja sebagai tataran yang dilewati oleh setiap individu, dan perilaku tidak
menyenangkan dianggap sebagai gejala sementara saja, dan akan menghilang bila
anak menjadi lebih matang. Kesalahan yang kedua yaitu, memandang
meningkatnya kemandirian remaja sebagai ancaman yang harus dihadapi orang
tua dengan meningkatkan pengawasan dan kekuasaan yang terkadang dianggap
terlalu berlebihan.

Untuk mendorong anak-anak, khususnya remaja agar bertingkah sesuai


dengan keinginan orang tua, perlu dilakukan dengan cara yang berdasar pada
saling pengertian, menghargai, bekerjasama, percaya, berbagi tanggung jawab,
dan penyetaraan dalam masyarakat. Penggunaan komunikasi antarpribadi dalam
menyampaikan informasi khususnya tentang pendidikan seksual kepada remaja
yang sedang mengalami masa pubertas merupakan hal yang sangat penting,
karena dengan adanya komunikasi yang baik setidaknya remaja dapat menerima
apa maksud dan tujuan dari pesan atau informasi yang disampaikan orang tua
dalam komunikasi tersebut, terutama yang menyangkut efek dari komunikasi.
Di Indonesia, pendidikan seksual secara umum masih dianggap sebagai hal
yang tabu, terkadang anak merasa malu untuk bercerita kepada orang tua mereka,
ditambah lagi SDM dari orang tua di Indonesia yang seringkali masih kurang
perhatian terhadap informasi yang mengandung unsur seksual, orang tua
terkadang merasa kebingungan tentang apa yang harus mereka sampaikan
mengenai pendidikan seksual kepada anak-anak mereka. Inilah yang
menyebabkan mengapa di Indonesia pendidikan seksual dianggap tabu,
komunikasi antarpribadi antara orangtua dan anak tentang pendidikan seksual
tidak berjalan efektif, padahal pendidikan seksual bisa menjadi salah satu bekal
untuk mereka menghadapi masa dewasa. Dampaknya, banyak kasus perilaku
penyimpangan seksual yang diakibatkan karena kurangnya informasi mengenai
pendidikan seksual saat anak remaja masih dibawah bimbingan orang tua.

Di Kota Garut sendiri, masih sering dijumpai anak remaja yang perilaku
seksualnya menyimpang dan menyalahi norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Itu disebabkan karena kurangnya komunikasi antara orang tua dan
anak yang mengakibatkan anak lebih banyak mendapatkan informasi – informasi
yang mereka butuhkan dari teman – temannya, melalui televisi, radio, atau
mencari sendiri melalui media internet. Meskipun mendapatkan informasi dari
orang tua namun terkadang informasi tersebut hanya alakadarnya saja. Padahal
masalah pendidikan seksual merupakan salahsatu masalah dari sekian banyak
masalah yang dihadapi oleh seorang anak pada masa remaja dimana pada masa ini
mereka akan mulai membentuk hubungan sosial dengan orang lain khususnya
dengan lawan jenis. Selain itu, dikhawatirkan juga bila anak yang mencari
informasi sendiri melalui media yang tidak jelas sumbernya, anak akan semakin
banyak mendapatkan informasi yang sifatnya negatif tidak sesuai dengan norma-
norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.

Salah satu dampak dari terlalu banyaknya informasi negatif yang mereka
terima adalah kecanduan konten pornografi, seperti gambar, video dan tulisan
berbau seksual yang bisa mereka akses di internet yang berawal dari rasa
penasaran. Selain itu, seperti yang dilansir dari Kompas Health, dampak dari

12
kecanduan konten pornografi juga diantaranya seperti penurunan fungsi otak yang
dapat mengganggu kestabilan emosi, pemusatan perhatian, pergerakan,
kecerdasan dan pengambilan keputusan. Seorang remaja bisa mencontoh perilaku
seperti yang dilihat dalam tayangan atau gambar pornografi. Dampak jangka
panjang bagi orang yang kecanduan pornografi adalah ketika ia dewasa cenderung
akan menganggap pasangannya sebagai objek seksual semata, sehingga harga diri
pasangannya dianggap rendah dan berhak melakukan apapun.

Seperti yang dilansir dari situs resmi ANTARANEWS.com, Pusat Pelayanan


Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut, Jawa
Barat, mencatat selama tahun 2019 ada 34 kasus kekerasan seksual atau asusila
menimpa perempuan dan anak. Dengan keterangan kasus terdiri dari 18 kasus
menimpa perempuan dewasa dan 16 kasus menimpa kalangan anak-anak dengan
jumlah korban sebanyak total 52 orang.

Kejadian ini tentunya tidak lepas dari kurangnya komunikasi antara orang tua
dengan anak mereka khususnya mengenai pendidikan seksual terhadap anak
remaja ketika mereka sedang mengalami masa pubertas. Untuk memulai
membentuk hubungan sosial baru yang menyenangkan, seorang remaja
membutuhkan informasi yang benar terutama dari orang tua sebagai orang yang
paling dekat dengan mereka.

Dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih
mendalam tentang hal ini, guna mengetahui peranan komunikasi antarpribadi
dalam membentuk sikap remaja yang sedang mengalami masa pubertas, melalui
penyampaian informasi pendidikan seksual dari orang tua. Oleh karena itu peneliti
menulis skripsi dengan judul :“Komunikasi Antarpribadi Orang Tua – Anak
Remaja Dalam Memberikan Pendidikan Seksual Pada Masa Pubertas di
Kabupaten Garut”.
1.2. Fokus dan Pertanyaan Penelitian

1.2.1. Fokus Penelitian

Berdasarkan gejala-gejala yang ditemui, maka maka penulis memfokuskan


penelitian “Bagaimana peran komunikasi antarpribadi orang tua dengan anak
remaja yang sedang mengalami masa pubertas dapat memberikan informasi
terkait pendidikan seksual di Kabupaten Garut?”

1.2.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan konteks penelitian diatas, maka dari itu penulis memperoleh


beberapa pertanyaan penelitian yang akan diteliti, diantaranya :

1. Bagaimana sikap keterbukaan (openness) komunikasi antarpribadi yang


dilakukan oleh orang tua dengan anak yang sedang mengalami masa
pubertas?
2. Bagaimana orang tua dan anak yang sedang mengalami masa pubertas
menanamkan sikap empati (emphaty) satu sama lain?
3. Bagaimana sikap mendukung (supportiveness) yang dilakukan orang tua
dalam menjalin komunikasi antarpribadi untuk keefektifan penyampaian
pesan pendidikan seksual terhadap anak yang sedang mengalami masa
pubertas?
4. Bagaimana sikap positif (positiveness) yang dilakukan orang tua dengan
anak yang sedang mengalami masa pubertas dalam menjalankan proses
komunikasi antarpribadi mengenai penyampaian pendidikan seksual?
5. Bagaimana sikap kesetaraan (equality) yang dilakukan orang tua terhadap
anak yang sedang mengalami masa pubertas?

14
1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui “bagaimana peran komunikasi


antarpribadi orang tua dengan anak yang sedang mengalami masa pubertas dapat
memberikan informasi terkait pendidikan seksual di Kabupaten Garut?”

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti untuk


perkembangan ilmu pengetahuan umum, ilmu komunikasi, dan ilmu psikologi
khususnya dalam mempelajari dan mengerti perkembangan komunikasi antara
orang tua dengan anak remaja.

1.4.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan masukan bagi


setiap individu yang memasuki usia remaja awal dan pada orangtua khususnya
dalam membangun komunikasi antarpribadi dengan anak-anak mereka yang mulai
mengalami masa pubertas.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Tinjauan Penelitian Sejenis

Pada bab tinjauan penelitian teradahulu, penulis gunakan sebagai bahan


referensi penelitian yang sedang dilakukan. Dalam tinjauan penelitian, penullis
mengawali dengan menelaah penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dan
relevansi dengan penelitian yang dilakukan penulis. Dengan demikian penulis
mendapatkan rujukan sebagai pendukung, pelengkap serta pembanding yang
memadai untuk memberikan gambaran awal mengenai kajian terkait
permasalahan dalam penelitian ini. Selain itu, dengan adanya tinjauan penelitian
terdahulu untuk menambah pemahaman penulis mengenai penelitian yang akan
dilakukan.

Berikut beberapa penelitian terdahulu yang akan menjadi acuan dan akan
menjadi bahan referensi bagi penulis :

1. Penelitian pertama yang digunakan sebagai acuan adalah penelitiaan milik


Anissa Fathrika Jannah, mahasiswa Universitas Pasundan Bandung, tahun
2017 dengan skripsi yang berjudul “Pola Komunikasi Antarpribadi Guru
dan Siswa Tunarungu Di Sekolah Luar Biasa Kabupaten Majalengka”.
Menggunakan metode penelitian pendekatan deskriptif kualitatif.
2. Penelitian kedua yang penulis gunakan sebagai acuan adalah penelitian
milik MHD Rifai, mahasiswa Universitas Sumatera Utara Medan, Tahun
2018 dengan skripsi yang berjudul “ Efektifitas Komunikasi Antarpribadi
Orang Tua Dan Anak Bermasalah di Desa Dolok Masango”.
Menggunakan metode penelitian studi deskriptif kualitatif.

16
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Sejenis

Nama Penulis Judul Metode Hasil Analisis


Penelitian Penelitian Penelitian Perbedaan

Anissa Pola Metode Pola Perbedaan


Fathrika Komunikasi Penelitian komunikasi terletak pada
Jannah Antarpribadi Deskriptif antara guru subjek dan
Guru Dan Kualitatif dan sisa objek
Siswa tunarungu di penelitian
Tunarungu Di SLB-B Kab.
Sekolah Luar Majalengka
Biasa menekankan
Kabupaten pada
Majalaya komunikasi
isyarat dan
bahasa verbal
atau lisan.
Terjadinya
komunikasi
diadik dalam
interaksi yang
digunakan
oleh siswa.

MHD Rifai Efektifitas Metode Penelitian ini Perbedaan


Komunikasi Penelitian menunjukkan terletak pada
Antapribadi Deskriptif bahwa objek
Orang Tua Kualitatif komunikasi penelitian
dan Anak antapribadi
Bermasalah di orang tua dan
Desa Dolok anak
Masango bermasalah
berjalan
cenderung
tidak efektif.
Dari lima
komponen
komunikasi
efektif
menurut
DeVito,
Informan
pertama
memenuhi
empat
komponen,
informan
kedua hanya
memenuhi
satu
komponen,
dan informan
ketiga
memenuhi
lima
komponen

18
2.2. Kerangka Konseptual

2.2.1. Komunikasi

Komunikasi yaitu proses pertukaran pesan atau informasi dari komunikator


kepada komunikan baik melalui media ataupun secara tatap muka. Komunikasi
bertujuan untuk mendapatkan timbal balik baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal
dari kata latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang berarti
sama. Sama disini maksudnya adalah Sama Makna.

Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih yang
mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi
dalam suatu kontek tertentu, mempunyai pegaruh tertentu, dan ada kesempatan
untuk melakukan umpan balik.

Sedangkan menurut Effendy (1984:6), komunikasi adalah peristiwa


penyampaian ide manusia. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa
komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan berupa pesan dan
informasi, ide, emosi, keterampilan dan sejenisnya melalui simbol atau lambing
yang dapat memberikan dampak berupa efek tingkah laku yang dilakukan dengan
media-media tertentu.

Harold Lasswell, dalam karyanya “Struktur dan Fungsi Komunikasi dalam


Masyarakat” (Effendy, 2005:10), menunjukkan bahwa komunikasi paling baik
dapat dijelaskan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Atau " Who
Says What in Which Channel To Whom With What Effect." Jadi berdasarkan
paradigm Lasswell tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan
proses ekspresi pikiran atau perasaan seorang individu yang disampaikan kepada
individu yang lain, berupa pesan atau informasi dalam bentuk bahasa sebagai alat
yang menyalurkan sehingga dari proses tersebut dapat menimbulkan efek baru.
2.2.1.1. Proses Komunikasi

Proses komunikasi dapat diartikan sebagai “transfer informasi” atau pesan-


pesan (messages) dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima
pesan sebagai komunikan. Tujuan dari proses komunikasi adalah tercapainya
saling pengertian (mutual understanding) antara kedua belah pihak.

Komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang


diterima oleh komunikan. Prosesnya sebagai berikut, pertama komunikator
menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti
komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang
atau bahasa yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan.

Kemudian giliran komunikan untuk menerjemahkan (decode) pesan dari


komunikator. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan
atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang penting dalam
proses penyandian adalah komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat
menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).

2.2.1.2. Tujuan Komunikasi

Menurut Berlo ada 2 (dua) ukuran tujuan komunikasi (dimension of purpose),


yaitu :

1. Kepada “Siapa” seseorang melakukan komunikasi. Dalam hal ini harus


dibedakan antara sasaran yang dituju dengan sasaran yang bukan dituju.
Dalam berkomunikasi paling sedikit terdapat dua keinginan bereaksi.
2. Bagaimana seseorang melakukan komunikasi. Tujuan komunikasi dapat
diletakan di sepanjang ukuran continuum, yang menunjukan apakah tujuan
itu segera diperoleh atau tertunda. Schramm menyebutnya sebagai
“immediate reward” dan “delayed reward”.

20
Selain itu, komunikasi pun mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Perubahan sikap (attitude change)


Komunikan dapat merubah sikap setelah dilakukan suatu proses
komunikasi.
2. Perubahan pendapat (opinion change)
Perubahan pendapat dapat terjadi dalam suatu komunikasi yang
tengah dan sudah berangsur dan tergantung bagaimana komunikator
menyampaikan pesannya.
3. Perubahan perilaku (behavior change)
Perubahan perilaku dapat terjadi bila dalam suatu proses komunikasi,
apa yang dikemukakan komunikator sesuai dengan yang disampaikan, hal
ini tergantung pada kredibilitas komunikator itu sendiri.
4. Perubahan sosial (social change)
Perubahan yang terjadi dalam tatanan masyarakat itu sendiri sesuai
dengan lingkungan ketika berlangsungnya komunikasi.

2.2.1.3. Fungsi Komunikasi

Dalam berinteraksi, manusia tidak semata-mata melakukan kegiatan


komunikasi begitu saja tanpa mengetahui fungsi komunikasi dalam kehidupannya.
William L. Gordon, menguraikan empat fungsi komunikasi sebagai berikut :

1. Fungsi Komunikasi Sosial


Komunikasi sebagai fungsi komunikasi sosial setidaknya
mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri,
aktualitas diri, kelangsungan hidup, memperoleh kebahagiaan, terhindar
dari tekanan dan ketegangan melalui komunikasi yang menghibur dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Selain itu dengan berkomunikasi
mampu membina kerjasama dengan anggota masyarakat. Orang yang tidak
pernah berkomunikasi dengan manusia akan tersesat, karena tidak
berkesempatan menata dirinya dan alam di lingkungan sosialnya.
Schramm menyebutkan bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua
kata kembar yang tidak dapat dipisahkan. Sebab tanpa komunikasi tidak
mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka
manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi.
Komunikasi juga memungkinkan individu membangun kerangka
tujuan dan menggunakannya sebagai panduan untuk menafsirkan situasi
yang sedang dihadapi. Dengan komunikasi memungkinkan manusia untuk
mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi
berbagai macam situasi. Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi,
seseorang tidak akan tahu bagaimana caranya makan, minum, berbicara
sebagai manusia, dan memperlakukan manusia secara beradab, karena
cara-cara berperilaku seperti itu harus dipelajari melalui pola asuh
keluarga dan pergaulan dengan orang lain melalui proses komunikasi.
Pada dasarnya komunikasi sosial merupakan komunikasi yang
berhubungan dengan kultur atau budaya, karena istilah sosial dan kultur
seperti halnya dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Budaya
menjadi perilaku komunikasi, dan komunikasi dapat menentukan,
memelihara, mengembangkan, dan mewariskan budaya. Menurut Hall,
Komunikasi adalah budaya, sebaliknya budaya adalah komunikasi. Satu
sisi, komunikasi merupakan mekanisme sosial budaya masyarakat baik
secara horizontal (dari satu anggota masyarakat ke anggota masyarakat
lainnya), ataupun secara vertikal (dari generasi ke genari berikutnya).
Laki-laki tidak gampang menangis, dan tidak bermain boneka. Anak
perempuan tidak bermain pistol-pistolan, atau mobil-mobilan. Jangan
makan dengan tangan kiri, jangan melawan kepada orang tua, duduklah
dengan sopan, bersikaplah sopan kepada orang lain, jangan tertawa di
dalam masjid, dan sebagainya. Dalam proses komunikasi fungsi
komunikasi sosial mampu menciptakan beberapa manfaat, yaitu :

22
a. Pembentukan konsep diri, artinya pandangan tentang siapa diri kita
dapat diperoleh melalui informasi yang orang lain beritahu kepada
kita.
b. Pertanyaan eksistensi diri, artinya dengan berkomunikasi setiap
individu diketahui keberadaannya. Sesuai dengan istilah Cogito Ergo
Sum yang artinya saya berfikir maka saya ada.
c. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh
kebahagiaan, terhindar dari tekanan, artinya komunikasi dalam
konteks apapun, merupakan bentuk dasar penyesuaian dengan
lingkungan. Dapat pula memenuhi kebutuhan emosional dan
meingkatkan kesehatan mental, antara lain belajar makna cinta, kasih
sayang, keintiman, simpati, dan rasa hormat.
2. Fungsi komunikasi ekspresif
Komunikasi ekspresif tidak otomatis dapat mempengaruhi orang lain,
namun dapat dilakukan sejauh komunikasi dapat dijadikan instrument di
dalam penyampaian perasaan sayang, peduli, rindu, gembira, sedih, dan
benci dapat dilakukan melalui pesan verbal maupun non-verbal. Emosi
juga dapat disalurkan melalui bentuk-bentuk seni seperti puisi, novel,
musik, tarian, atau lukisan. Komunikasi menjadi instrument untuk
menyampaikan perasaan-perasaan (emosi), perasaan-perasaan tersebut
dikomunikasikan melalui pesan verbal dan non-verbal.
3. Fungsi komunikasi ritual
Suatu komunitas atau organisasi sering melakukan upacara berlainan
sepanjang tahun dan sepanjang hidup dalam istilah antropolog sebagai
rites of passage, peristiwa komunikasi yang dilakukan secara kolektif oleh
suatu komunitas melalui upacara-upacara berlainan sepanjang hidup,
seperti upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman,
pernikahan meliputi ijab Kabul, sungkem kepada orangtua, sawer, ulang
tahun pernikahan hingga upacara kematian. Dalam upacara tersebut orang
mengucapkan kata-kata dan menampilkan perilaku tertentu yang bersifat
simbolik. Selain itu ritual-ritual lain seperti berdo’a, membaca kitab suci,
salat dan sembahyang, naik haji, upacara bendera, upacara wisuda,
perayaan hari raya idul fitri, atau natal serta upacara peribadatan lainnya
juga termasuk komunikasi ritual.
4. Fungsi komunikasi instrumental
Dalam fungsi komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan
umum, yaitu menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap
dan keyakinan, serta perilaku atau menggerakan tindakan, serta
menghibur. Namun semua kegiatan tersebut pada dasarnya cenderung
bersifat persuasif, komunikasi memberitahukan atau menerangkan (to
inform), mengandung muatan pembicara yang menginginkan
pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikan
akurat dan layak diketahui. Ketika dosen menyatakan bahwa ruangan
kuliah kotor, pernyataannya dapat membujuk mahasiswa membersihkan
ruang kuliah tersebut. Bahkan komunikasi yang menghibur (to entertain)
pun secara tidak langsung membujuk khalayak melupakan persoalannya.
Komunikasi sebagai instrument, tidak saja digunakan untuk
menciptakan dan membangun hubungan. Studi komunikasi membuat lebih
peka terhadap strategi yang digunakan untuk bekerja lebih baik dengan
orang lain demi kepentingan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai
instrument untuk mencapai tujuan-tujuan peribadi dan pekerjaan, baik
tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan jangka pendek
misalnya untuk memperoleh pujian, simpati, menumbuhkan kesan baik,
empati, keuntungan ekonomi, politik, dan sebagainya dapat diraih melalui
pengelolaan kesan dengan cara verbal maupun non-vorbal. Seperti
berbicara sopan, mengobral janji, mengenakan pakaian necis, dan
sebagainya.
Sedangkan jangka panjang dapat diperoleh melalui keahlian
berkomunikasi, misalnya berpidato, berunding, berbahasa asing, keahlian
menulis, dan piawai mengoperasikan teknologi komunikasi dan informasi
seperti computer, internet dan sebagainya.

24
2.2.1.4. Unsur Unsur Komunikasi

Berikut adalah lima unsur Komunikasi yang dikemukakan oleh Harold


Lasswell :

1. Sumber (source)
Sumber atau sender, coomunicator, speaker, encoder, atau orfinator.
Merupakan individu yang berperan sebagai inisiator atau mempunyai
kebutuhan untuk berkomunikasi. Tidak hanya sebagai individu, sumber
juga dapat berupa kelompok, organisasi perusahaan bahkan Negara.
2. Pesan (message)
Merupakan satu perangkat simbol verbal atau non-verbal yang
mewakili perasaan, ekspresi, nilai, gagasan atau maksud dari sumber
(source).
3. Saluran (channel)
Saluran merupakan alat atau wahana yang digunakan oleh sumber
(source) sebagai peyampai pesan dan informasinya kepada penerima.
Saluran pun merujuk pada bentuk pesan dari cara penyajian pesan.
4. Penerima (receiver)
Istilah lain dari penerima yakin destination, decoder, communicant,
audience dan listener, dimana penerima merupakan orang yang menerima
pesan dan informasi dari sumber.
5. Efek (effect)
Merupakan akibat atau serangkaian dampak kejadian yang terjadi
pada penerima setelah penerima menerima pesan tersebut.

2.2.2. Pola Komunikasi

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau
lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan
yang dimaksud dapat dipahami. Komunikasi antarpribadi hakekatnya mempunya
pola yang menghubungkan antara komunikator dengan komunikan.
Pola komunikasi adalah suatu gambaran yang sederhana dari proses
komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi
dengan komponen lainnya. Dari pengertian diatas maka suatu pola komunikasi
merupakan bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses
mengkaitkan dua komponen seperti gambaran atau rencana yang menjadi
langkah-langkah pada suatu aktifitas dengan komponen-komponen yang berupa
bagian penting atas terjadinya hubungan antar organisasi ataupun juga manusia.

2.2.2.1. Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak

Terdapat tiga pola komunikasi di dalam hubungan orang tua dengan anak,
yaitu :

1. Authotarian (cenderung bersikap bermusuhan). Dalam pola perilaku


sebagai pola hubungan acceptance dari orang tua rendah, namun
kendalinya tinggi, cenderung menghukum fisik, bersikap memberi
komando (mengharuskan / memerintah anak untuk melakukan sesuatu
tanpa kompromi), bersikap kaku (keras), terkadang emosional dan
bersikap menolak. Sedangkan sebagai seorang anak, anak akan mudah
tersinggung, penakut, murung dan merasa tidak bahagia, stress dan mudah
terpengaruh, merasa tidak punya arah masa depan yang jelas, dan tidak
bersahabat.
2. Permissive (cenderung berperilaku bebas). Dalam hal ini sikap acceptance
orang tua tinggi, akan tetapi kendalinya rendah, memberikan kebebasan
bagi anak untuk menyatakan keinginan atau dorongannya. Sedangkan
anak yang bersifat impulsif serta agresif, kurang memiliki rasa percaya
diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya dan prestasinya
cenderung rendah.
3. Authoritative (cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekaucauan). Hal
ini acceptance dan kendali dari orang tua sama tinggi, bersikap responsif
terhadap kebutuhan anak, memberikan keleluasaan bagi anak untuk

26
menyatakan pendapat dan pertanyaan, memberi penjelasan tentang
dampak perbuatan yang baik dan buruk. Sedangkan anak bersikap
bersahabat, anak juga cenderung lebih percaya diri, memiliki self control
yang baik, bersikap sopan, bisa diajak bekerja sama, memiliki rasa ingin
tahu tinggi, mempunyai tujuan / arah hidup yang jelas dan berorientasi
pada prestasi.

Suatu proses komunikasi dapat berjalan baik jika terjalin rasa saling percaya
antar komunikator dengan komunikan, bersikap terbuka dan sportif untuk saling
menerima satu sama lain. Adapun dengan sikap yang dapat mendukung
kelancaran komunikasi dengan anak-anak adalah :

a. Bersikap menghargai dengan cara mau mendengarkan, sehingga anak –


anak lebih berani membagi perasaan sesering mungkin, hingga anak
memiliki perasan berani untuk mengutarakan perasaan dan
permasalahan yang mendalam dan mendasar.
b. Menggunakan empati untuk pandangan – pandangan yang berbeda
dengan menunjukkan perhatian melalui isyarat – isyarat verbal dan non-
verbal saat komunikasi berlangsung.
c. Memberikan kebebasan dan dorongan penuh pada anak sehingga anak
mengutarakan pikiran atau perasaannya dan kebebasan untuk
menunjukan reaksi atau tingkah laku tertentu, sehingga anak dapat
memberikan tanggapan positif tanpa adanya unsur keterpaksaan.

2.2.3. Komunikasi Antarpribadi

Dalam memberikan definisi tentunya banyak sekali pendapat dan opini yang
bisa dijelaskan. Namun, belum tentu semua pendapat tersebut dapat diterima oleh
semua pihak termasuk tentang definisi atau pengertian dari komunikasi
antarpribadi. Layaknya seperti konsep-konsep ilmu lainnya, komunikasi
antarpribadi pun memiliki berbagai definisi atau pengertian sesuai dengan
persepsi para ahli komunikasi yang memberikan batasan penelitian.

Menurut Wiryanto (2004), komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang


berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara
terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Artinya komunikasi antarpribadi
atau interpersonal berbeda dengan komunikasi intrapersonal yang tidak
melibatkan individu lain. Komunikasi antarpribadi dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan manusia dalam bertukar informasi, ide, pendapat dan perasaan antara
satu individu dengan individu lainnya.

Komunikasi antarpribadi adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan


penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai
dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera. (Effendy,
2003).

2.2.3.1. Fungsi Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi dinilai berbeda dengan bentuk-bentuk komunikasi


lainnya, komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam mencapai tujuan
untuk mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya
komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka (face-to-face).
Oleh karena itu individu (komunikator) dengan individu (komunikan) saling
bertatap muka, maka terjadilah kontak pribadi (personal contact); pribadi
komunikator menyentuh pribadi komunikan.

Adapun fungsi komunikasi antarpribadi ialah berusaha meningkatkan


hubungan antara individu satu dengan yang lain (human relations), menghindari
dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian seuatu, serta
berbaagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Ketika komunikator
menyampaikan pesan atau informasi, umpan balik berlangsung seketika itu juga
(immediate feedback), dalam artian komunikator bisa langsung mengetahui dan

28
memahami tanggapan dari komunikan terhadap pesan, ekspresi wajah, dan gaya
bicara komunikator. Jika umpan baliknya positif, dapat diartikan komunikan
menyenangkan komunikator, sehingga komunikator mempertahankan gaya
komunikasinya. Namun sebaliknya, jika tanggapan komunikan negatif,
komunikator harus mengubah gaya komunikasinya sampai berhasil. Yang pada
intinya, tujuan dari komunikator memberikan pesan tentunya untuk mencapai
tujuan menerima umpan balik positif dari komunikan.

Maka dari itu keampuhan dalam mengubah sikap dan perilaku, kepercayaan,
opini, dan perilaku komunikan itulah maka bentuk komunikasi antarpribadi
seringkali digunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif atau juga teknik
komunikasi mempengaruhi psikologis manusiawi yang sifatnya tidak memaksa,
halus, berupa ajakan, bujukan dan rayuan.

2.2.3.2. Unsur-Unsur Komunikasi Antarpribadi

Beberapa unsur komunikasi antarpribadi, diantaranya :

1. Konteks
Konteks adalah situasi atau keadaan, suasana yang bersifat fisik,
historis, psikologis tempat terjadinya komunikasi. Suatu konteks yang
terdapat di dalam komunikasi antarpribadi bisa ternyata bisa
mempengaruhi harapan maupun tingkat partisipan yang dapat menentukan
pemaknaan terhadap suatu pesan. Situasi tempat interaksi berlangsung,
misalnya di ruangan, kantor, atau di luar rumah. Konteks sosial juga perlu
dipertimbangkan, misalnya peran, tanggung jawab dan status relatif
partisipan. Kondisi emosional juga akan mempengaruhi komunikasi
tersebut dapat mempenagaruhi sikap dan perilaku komunikan.
2. Komunikator & Komunikan
Di dalam komunikasi antarpribadi terjadi pertukaran pesan atau
informasi antara individu satu dengan individu yang lain. Manusia yang
terlibat dalam pertukaran pesan dan informasi tersebut memiliki peran
tertentu yaitu sebagai pengirim pesan (komunikator) maupun penerima
pesan (komunikan) yang umumnya dilakukan secara simultan atau terjadi
dalam waktu yang bersamaan, sebagai seorang pengirim pesan maka ia
akan menyusun suatu pesan dan mulai mengkomunikasikannya kepada
orang lain, dengan tujuan akan mendapatkan umpan balik positif. Pesan-
pesan itu dapat berbentuk tanpa isyarat serta simbol-simbol secara verbal
maupun non-verbal.
3. Pesan
Komunikasi antarpribadi berjalan melalui proses umum yaitu
pengirim dan penerima pesan dalam artian pesan-pesan dalam komunikasi
dapat dialami melalui tiga unsur utama :
a. Makna yang terbentuk oleh semua orang
b. Simbol-simbol yang dipergunakan untuk menyampaikan makna
c. Bentuk organisasi pesan-pesan itu.
Pesan tidak hanya berarti pidato yang digunakan atau informasi yang
disampaikan, tapi juga berupa pesan non-verbal dipertukarkan semacam
ekspresi wajah, nada suara, gerak dan bahasa tubuh.
4. Saluran
Dalam proses penyampaian pesan dari seorang komunikator (setelah
proses encoding) maka pesan harus melewati suatu tempat, atau melalui
alur-alur lewatnya pesan tersebut, saluran tersebut bisa dianalogikan
seperti sarana transportasi yang mengangkut manusia atau barang dari satu
tempat ke tempat lainnya. Ketika proses komunikasi berjalan, terdapat
suatu kata yang berisikan pesan yang dibawa oleh seseorang kepada orang
lain melalui gelombang suara, ekspresi atau raut wajah, gerakan tubuh,
gerakan mata. Secara umum semakin banyak saluran yang dipergunakan
untuk mendistribusikan pesan akan menghasilkan komunikasi yang
semakin sukses.

30
5. Gangguan
Gangguan yang berupa rangsangan yang menghambat pembagian
pesan dari komunikator kepada komunikan ataupun sebaliknya. Secara
umum kesuksesan daripada proses penyampaian pesan dan informasi ini
diukur dari bagaimana individu dapat mengatasi gangguan yang berbentuk
eksternal maupun semantik.
Gangguan eksternal merupakan gangguan yang berasal dari luar,
mengganggu penglihatan, suara maupun stimulus lain dari lingkungan
yang menarik seseorang untuk memperhatikannya sehingga pemaknaan
terhadap pesan akan semakin jauh.
Sedangkan gangguan semantik bisa terjadi karena tidak benarnya
proses decoding terhadap pesan. Gangguan semantik sering terjadi pada
gaya bahasa, kata-kata, ungkapan atau dialek yang berbeda dengan yang
dimaksud oleh pengirimnya.
6. Umpan Balik
Umpan balik adalah bentuk dari respon atau pemberian tanggapan
terhadap pesan yang dikirimkan dengan suatu makna tertentu. Umpan
balik menunjukan bahwa suatu pesan telah didengar, dilihat, dimengerti
apalagi jika pemaknaannya sama. Jadi tanggapan dari proses komunikasi
baik secara verbal dan non-verbal dapat dilihat dari reaksi penerima yang
secara tidak langsung dapat menceritakan kepada pengirim bahwa pesan
itu diterima atapun ditolak juga dikoreksi. Dengan jalan ini maka penerima
akan memahami pesannya belum atau bahkan tidak mencapai sasaran
sama sekali.
7. Model Proses
Menurut DeVito model komunikasi sebenarnya mempunyai beberapa
fungsi, diantaranya yaitu :
a. Model menyajikan pengorganisasian dari berbagai unsur dalam
suatu proses komunikasi.
b. Model merupakan alat bantu yang berfungsi heuristik atau
penemuan baru sebagai solusi terhadap sebuah masalah.
Model juga memungkinkan kita untuk melakukan suatu prediksi
terhadap berjalannya komunikasi, terhadap apa yang terjadi pada suatu
kondisi tertentu. Model membantu kita mengadakan pengukuran terhadap
unsur dan proses komunikasi di dalam berbagai keadaan tertentu.

2.2.3.3. Sifat-sifat Komunikasi Antarpribadi

Ada tujuh sifat yang menunjukan bahwa suatu komunikasi antara dua orang
dapat dikatakan sebagai komunikasi antarpribadi, antara lain :

1. Komunikasi antarpribadi di dalamnya melibatkan perilaku verbal ataupun


non-verbal
Di dalam proses pelaksanaan komunikasi antarpribadi, manusia setiap
harinya sering melibatkan perilaku non-verbal sebagai penguat pesan-
pesan verbal yang diucapkan. Ini berupa unsur isi yang terdiri atas apa
yang dikatakan dan dibuat, sedangkan unsur hubungan/relasi terdiri atas
bagaimana sesuatu itu dikatakan dan diperbuat. Maka dari itu, baik
perilaku verbal atau non-verbal masing-masing dapat menunjukan
seberapa jauh hubungan antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
2. Komunikasi antarpribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted and
contrived
Perilaku spontan bisa timbul karena adanya kekuasaan emosi yang
bebas dari campur tangan kognisi, orang berperilaku spontan terjadi karena
suatu tekanan emosi belak, meskipun terkadang perilaku ini tidak masuk
dalam pertimbangan akal sehat seseorang. Kemudia perilaku scripted yang
dapat disebabkan karena suatu hasil belajar seseorang secara terus-
menerus sebelumnya. Dan terakhir perilaku contrived terjadi karena
dikuasai sebagian besarnya oleh keputusan-keputusan yang rasional.
3. Komunikasi antarpribadi sebagai proses berkembang
Sifat yang ketiga dapat menunjukan bahwa komunikasi antar pribadi
sebenarnya bersifat dinamis. Dengan demikian jika hubungan bersifat

32
statis maka hubungan diantara mereka tidak bermut, tidak ada kemajuan,
karena tidak bertambahnya suatu informasi baru atau yang lebih bermutu
daripada sebelumnya.
4. Komunikasi antarpribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai
interaksi, dan koherensi
Suatu komunikasi antarpribadi ditandai dengan adanya umpan balik.
Umpan balik mengacu pada respon verbal dan non-verbal dari seorang
komunikan maupun komunikator secara bergantian. Tidak memungkinkan
terjadinya umpan balik apabila tidak ada interaksi atau kegiatan dan
tindakan yang menyertainya.
Interaksi inilah yang menunjukan bahwa di dalam komunikasi
antarpribadi harus menghasilkan suatu keterpengaruhan tertentu. Tanpa
adanya pengaruh interaksi tidak ada manfaatnya.
5. Komunikasi antarpribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat
intrinsik dan ekstrinsik
Intrinsik dimaksudkan sebagai suatu standar dari perilaku yang
dikembangkan oleh sebagai pandu bagaimana mereka melaksanakan
proses pertukaran pesan atau informasi. Dengan demikian tata aturan
intrinsik biasanya disetujui diantara individu sebagai peserta komunikasi
antarpribadi untuk meneruskan dan menghentikan tema-tema percakapan,
perilaku verbal dan non-verbal selanjutnya. Sedangkan ekstrinsik yang
dimaksudkan dengan adanya aturan lain yang timbul karena adanya
pengaruh dari pihak ketiga. Selain itu, situasi dan kondisi bisa menjadi
suatu pengaruh sehingga komunikasi antarpribadi harus diperbaiki atau
malah harus dihentikan.
6. Komunikasi antarpribadi menunjukkan adanya suatu tindakan
Sifat keenam dari komunikasi antarpribadi yaitu adanya sesuatu yang
diciptakan oleh partisipan yang terlibat di dalam proses komunikasi
tersebut. Kedua pihak diharuskan sama-sama memiliki kegiatan, atau aksi
tertentu sebagai tanda bagi mereka memang sedang berkomunikasi. Para
ahli menjabarkan bahwa yang disebut komunikasi itu merupakan sebuah
upaya untuk memulai suatu pesan dari sumber dan berakhir pada respon
penerimanya. Hal ini dapat diartikan bahwa komunikasi tidak perlu
perhatian hanya pada sebab datangnya suatu pesan kepada akibat terpaan
pesan, namun lebih dari itu harus memperhatikan seluruh proses dari
pertukaran informasi sebagai bagian dari komunikasi tersebut.
7. Komunikasi antarpribadi merupakan persuasi antar manusia
Komunikasi antarpribadi melibatkan usaha yang sifatnya persuasif
atau tidak memaksa. Karena untuk mencapai sukses harus dikenal melalui
latar belakang psikologis, dan sosiologis seseorang. Maka dari itu seorang
komunikator menyiapkan pesan yang baik sehingga mampu mengenal
keadaan, lapangan psikologis dan sosiologis komunikan. Artinya
memanfaatkan pengetahuan, pendapatm perasaan seta kebiasaan seorang
darimana perasaan itu perlu disesuaikan agar dapat diterima.

2.2.3.4. Aspek-Aspek Komunikasi Antarpribadi

DeVito (Liliweri 1991, h.13) menyatakan bahwa komunikasi antarpribadi


memiliki beberapa aspek, diantaranya sebagai berikut :

1. Keterbukaan
Kualitas dari keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari
komunikasi antarpribadi. Pertama, komunikator antarpribadi yang efektif
harus terbuka kepada orang yang diajaknya untuk berinteraksi. Hal ini
bukan berarti bahwa seorang individu harus segera membuka semua
riwayat hidupnya. Jika dikaitkan ke dalam hubungan komunikasi
berkeluarga tentunya harus ada kesediaan bagi orang tua dan anak untuk
saling berbagi pesan dan informasi, serta membuka diri untuk menerima
saran dan masukan tanpa ada paksaan dari pihak manapun agar
komunikasi dapat berjalan efektif, misalkan orang tua memiliki suatu
permasalahan dengan anak orang tua harus bersedia untuk

34
mengungkapkan permasalahan tersebut sehingga anak mampu mengerti
situasi apa yang sedang terjadi di dalam lingkungan keluarganya.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu pada kesediaan komunikator
untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang dating.orang yang
diam, tidak ekspresif, tidak kritis dan tidak tanggap pada umumnya
merupakan peserta yang menjemukan. Semua orang tentunya ingin orang
lain bereaksi secara terbuka terhadap apa yang telah ia ucapkan. Pada
hubungan berkeluarga, keterbukaan diperlihatkan dengan cara bereaksi
spontan terhadap anggota keluarga satu sama lain, seperti ketika anak
bercerita kepada orang tuanya maka orang tua perlu memberikan umpan
balik secara langsung contohnya seperti menyatakan ketidaksependapatan
terhadap apa yang diceritakan sang anak ataupun sebaliknya. Komunikasi
akan berjalan lebih baik jika semua peserta komunikasi bereaksi secara
spontan ataupun tanggap terhadap apa yang telah diucapkan.
Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran.
Terbuka dalam pengertian ini dapat diartikan bahwa seseorang mampu
mengakui bahwa perasaan dan pemikiran yang dilontarkan merupakan
mutlak dari dirinya sendiri dan dapat dipertanggung jawabkan. Contohnya
ketika orang tua terganggu dengan perkataan dari anaknya, maka orang tua
perlu mengatakan kepada sang anak bahwa dirinya merasa tersinggung
karena perkataan sang anak bukan mengalihkan pembicaraan dan beralih
ke topic yang lain. Jika terjadi perselisihan pendapat antara orang tua dan
anak lebih baik katakan saja daripada harus menutupi atau memendamnya.
2. Sikap Mendukung
Hubungan antarpribadi yang efektif dalam hubungan dimana terdapat
sikap mendukung (supportive). Dalam artian individu satu dengan yang
lainnya saling memberikan dukungan terhadap pesan dan informasi yang
disampaikan. Sikap mendukung juga merupakan sikap yang mengurangi
sikap defensive dalam komunikasi yang dapat terjadi karena faktor –
faktor personal seperti rasa takut, kecemasan, dan lain-lain yang
menyebabkan terjadinya kegagalan dalam komunikasi antarpribadi, karena
orang defensive akan melindungi diri dari ancaman yang ditanggapi dalam
komunikasi disbanding dengan memahami orang lain.
Pada hubungan keluarga, orang tua dengan anak spontan membantu
menciptakan suasana yang mendukung. Orang tua atau anak yang dapat
spontan dalam komunikasinya dan terbuka dalam megutarakan pikirannya
biasanya bereaksi dengan cara yang sama, yaitu terus terang dan terbuka.
Jika sebuah keluarga mampu berpikiran terbuka serta bersedia mendengar
pandangan yang berlawanan dan bersedia untuk mengubah posisi jika
keadaan mengharuskan, maka dapat membantu menciptakan suasana yang
mendukung (supportive).
3. Empati
Orang yang empatik akan memiliki kemampuan untuk memahami
motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, disertai
harapan dan keinginan mereka untuk masa yang akan datang. Seseorang
dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non-verbal.
Secara non-verbal kita dapat mengkomunikasikan empati dengan
memperlihatkaan : (1) keterlibatan aktif dengan orang lain melalui
ekspresi wajah serta gerak gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat
meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, serta keadaan
fisik; (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya
4. Kesetaraan
Setiap situasi dan kondisi, seringkali terjadi ketidaksetaraan. Salah
satu individu mungkin lebih pandai, lebih kaya, lebih cantik atau tampan
daripada individu yang lainnya. Tidak pernah ada dua orang yang betul-
betul setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini,
komunikasi antarpribadi akan lebih efektif apabila suasananya setara.
Artinya harus ada pengakuan secara diam – diam bahwa kedua pihak yang
berkomunikasi sama – sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing –
masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Di
dalam hubungan antarpribadi yang ditandai oleh kesetaraan,
ketidaksependapatan dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk

36
memahami perbedaan yang ada, bukan sebagai kesempatan untuk
menjauhkan pihak lain. Kesetaraan tidak selalu mengharuskan kita
menerima dan setuju begitu saja terhadap semua perilaku verbal dan non-
verbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain.
5. Sikap Positif
Seseorang mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi
antarpribadi dengan setidaknya dua cara : (1) menyatakan sikap positif,
dan (2) secara positif memberikan dorongan kepada orang yang menjadi
teman berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari
komunikasi antarpribadi. Pertama, komunikasi antarpribadi terhadap diri
mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi yang
pada umumnya sanggat penting untuk interkasi yang efektif.
Berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak
berekspresi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi,
tentu akan mengganggu dan menciptakan reaksi negatif dan membuat
komunikasi terputus.
Sikap positif dapat dijelaskan dengan istilah dorongan (stroking),
dorongan dinilai begitu penting dalam interaksi dengan orang lain,
perilaku mendorong seperti menghargai keberadaan dan pentingnya orang
lain, perilaku ini bertentangan dengan ketidakacuhan. Dorongan positif ini
sama halnya dengan sikap positif, misalnya berbentuk pujian atau
penghargaan, dan terdiri atas perilaku yang biasanya diharapkan,
dinikmati, dan dibanggakan. Dorongan positif ini mendukung citra pribadi
dan membuat diri merasa lebih baik. Ketika berinteraksi anggota keluarga
berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya, perlu menyatakan sikap
positif satu sama lain seperti memperlihatkan bahwa mereka menikmati
setiap interaksi yang dilakukan, atau bereaksi menyenangkan terhadap
situasinya. Setiap individu juga dapat memberikan dorongan positif
kepada lawan bicaranya.
2.2.4. Orang Tua

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, orang tua adalah ayah dan ibu
kandung. Sedangkan menurut Gunarsa, orang tua dibagi menjadi tiga macam,
yaitu :
1. Orang Tua Kandung yakni orang tua kandung adalah ayah dan ibu yang
mempunyai hubungan darah secara biologis (yang melahirkan).
2. Orang Tua Angkat yakni pria dan wanita yang bukan kandung akan tetapi
dianggap sebagai orang tua sendiri berdasarkan dari ketentuan hukum atau
adat yang berlaku.
3. Orang Tua Asuh yakni orang tua yang membiayai hidup seseorang yang
bukan anak kandungnya atas dasar kemanusiaan.

Dari pengertian diatas maka dapat diartikan orang tua adalah pria dan wanita
yang memiliki hubungan atau ikatan baik secara biologis maupun sosial dan
mampu mendidik, merawat, membiayai serta membimbing hidup orang lain yang
dianggap anak secara berkesinambungan.

2.2.4.1 Peran Orang Tua

Sederhananya peran orang tua dalam keluarga sangat penting terhadap


perkembangan anak. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang sering
dijumpai anak. Lingkungan keluarga akan mempengaruhi perilaku anak. Oleh
karena itu, orang tua harus membimbing dan memberikan contoh yang baik pada
anak.

Menurut Gunarsa, dalam keluarga yang ideal (lengkap) maka ada dua
individu yang memainkan peranan penting yaitu peranan ayah dan peran ibu,
secara umum peran kedua individu tersebut adalah :

a. Peran ibu :
1) Memenuhi kebutuhan biologi dan fisik

38
2) Merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra dan konsisten
3) Mendidik, mengatur dan mengendalikan anak
4) Menjadi contoh dan teladan bagi anak
b. Peran ayah :
1) Ayah sebagai pencari nafkah
2) Ayah sebagai suami yang penuh pengertian dan memberi rasa aman
3) Ayah berpartisipasi dalam pendidikan anak
4) Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana, mengasihi
keluarga

2.2.4.2. Upaya Orang Tua dalam Mempersiapkan Masa Pubertas Anak

Orang tua tentunya harus mempersiapkan hal-hal yang akan dihadapi saat
anak mulai menginjak masa pubertas, diantaranya :

1. Pemahaman Religius
Pembinaan religious merupakan hal penting dalam hal
mempersiapkan anak memasuki masa pubertas. Musa (2003)
mengungkapkan bahwa dalam mempersiapkan diri, jalan teraman untuk
orang tua adalah berpegang pada landasan keagamaan. penjelasan terkait
kesehatan reproduksi bagi anak senantiasa dibingkai dalam nuansa moral
dan keagamaan.
2. Memberikan Pemahaman Lebih Tentang Kesehatan Reproduksi
Chairiah mengatakan bahwa orang tua yang tidak memiliki
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja akan sulit membekali
pengetahuan kesehatan reproduksi secara aktif. Pemahaman orang tua
yang dianggap keliru tentang kesehatan reproduksi juga akan memberikan
dampak pada upaya dalam mempersiapkan anak menuju masa pubertas.
3. Interaksi Orang Tua dan Anak
Interaksi ini terjadi di dalam proses komunikasi. Komunikasi adalah
inti suksesnya hubungan orang tua dan anak. Komunikasi dilandasi rasa
menghargai sang anak, langsung dan proaktif (tidak perlu menunggu anak
untuk bertanya). Semakin banyak informasi yang diperoleh, maka semakin
besar kesiapan seorang anak menghadapi masa remaja dengan baik.
4. Menanamkan Konsep Diri Yang Positif
Konsep diri merupakan segala jenis perasaan dan pemikiran seorang
individu mengenai dirinya sendiri. Hal itu termasuk ke dalam kemampuan,
karakter diri, tujuan hidup, sikap, kebutuhan dan penampilan diri.
Gambaran pribadi remaja terhadap dirinya sendiri meliputi penilaian diri
dan penilaian sosial.
5. Mengondisikan Lingkungan Keluarga Yang Harmonis dan Kondusif
Upaya berikutnya adalah menciptakan hubungan harmonis di dalam
keluarga. Hal ini mempermudah terjalinnya proses komunikasi antar
anggota keluarga. Dari berbagai studi dan pendapat para ahli
memperlihatkan bahwa sikap keterbukaan, perhatian, cinta dan rasa
persahabatan yang orang tua berikan kepada anak remaja mampu membina
pendidikan reproduksi dalam keluarga.
6. Pengawasan Peer Group
Pada masa ini terbentuk peer group sesuai dengan tahap
perkembangannya, kebanyakan anak – anak remaja umumnya cenderung
percaya pada apa yang diucapkan teman – temannya. Orang tua sama –
sama berhak menunjukkan otoritas bila persoalan mengenai hal – hal yang
prinsip yang tentu saja tetap dengan menggunakan tekhnik yang tepat,
tanpa adanya prinsip duel sehingga ada pihak yang menang dan yang
kalah.
7. Memfasilitasi Tersedianya Media Massa Yang Terpercaya
Salah satu ciri dari media pengajaran mengandung atau membawa
pesan dan informasi kepada penerima. Banyak media massa yang
memberikan informasi tidak benar tentang reproduksi. Sama halnya
dengan mudahnya akses terhadap penyedia layanan yang cenderung
merusak kondisi dan perilaku seksual remaja.

40
8. Partisipasi Dalam Program Kesehatan Reproduksi Remaja peer education
di Sekolah.
Program ini dilakukan melalui pendekatan komunikasi yang
berkesinambungan antara keluarga dan sekolah. Pembinaan keluarga di
sekolah dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakulikuler dan metode
pemecahan permasalahan pada siswa yang bermasalah. Peer education
juga dipilih dari teman – teman yang suaranya didengar sehingga memiliki
nilai kepercayaan bagi teman – teman yang lain.

2.2.5. Remaja dan Masa Pubertas

2.2.5.1. Definisi Remaja

Remaja berasal dari latin “adolescene” yang berarti tumbuh ke arah


kematangan, baik kematangan berupa fisik, kematangan dalam bersosial, maupun
kematangan psikologis (Soetjiningsih, 2007). Masa remaja juga merupakan masa
periode peralihan dari masa kanak – kanak ke masa dewasa, masa transisi yang
ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi, dan psikis (Widyastuti, dkk. 2009).

Menurut Monks (2006), batas usia pada remaja dibagi ke dalam tiga bagian
yaitu remaja awal 12 – 15 tahun, remaja tengah 15 – 18 tahun, remaja akhir 18 –
21 tahun. Pada masa remaja tersebut sering terjadi suatu perubahan pada organ –
organ fisik (organobiologik) secara cepat, dan terkadang perubahan tersebut tidak
seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental emosional) (Widyastuti dkk. 2009).

Adapun tugas perkembangan remaja menurut Dinarti (2009), diantaranya :

1. Mencapai relasi yang lebih matang dengan teman seusia dari kedua jenis
kelamin
2. Meminta, menerima dan mencapai perilaku bertanggung jawab secara
sosial
3. Mencapai peran sosial feminism atau maskulin
4. Mencapai kemandirian secara emosional dari orang tua dan orang dewasa
lain
5. Mempersiapkan untuk karir ekonomi
6. Mempersiapkan untuk menikah dan berkeluarga
7. Menerima fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif
8. Memperoleh suatu set nilai dan system etis untuk mengarahkan perilaku

Maka dari itu, remaja secara sederhana masa peralihan dari masa anak ke
masa dewasa, meliputi berbagai perkembangan yang dialami sebagai persiapan
menginjak masa dewasa.

2.2.5.2. Ciri – Ciri Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi
perubahan yang melibatkan fisik dan psikologis. Adapun beberapa perubahan
yang terjadi selama masa remaja (Hurlock, 2004), yaitu :

1. Meningkatnya kadar emosional yang terjadi secara cepat pada masa


remaja awal yang biasa dikenal sebagai masa storm & stress. Peningkatan
emosional merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormin yang
kerap dialami pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan
emosi ini merupakan suatu tanda seorang remaja berada dalam kondisi
baru yang tentunya berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak
tuntutan dan tekanan yang ditunjukan pada remaja, misalnya mereka
diharapkan untuk bersikap tidak seperti anak – anak, mereka harus lebih
mandiri dan memiliki rasa tanggung jawab lebih.
2. Kebutuhan yang cepat secara fisik juga disertai kematangan seksual.
Terkadang terjadinya perubahan ini akan menjadikan remaja merasa tidak
yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Berubahnya fisik secara
cepat baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan
sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat

42
badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri
remaja.
3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan
orang lain. Selama masa remaja banyak hal yang menarik bagi dirinya
dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru
dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang
lebih besar ketika anak sudah menginjak masa remaja, maka diharapkann
remaja dapat mengontrol dan mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-
hal yang lebih penting dan berdampak positif. Perubahan lain yang akan
terjadi adalah dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak hanya
akan berhubungan dengan individu dengan jenis kelamin yang sama,
melainkan juga berhubungan dengan lawan jenis, dan dengan orang
dewasa.
4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa
kanak – kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
5. Secara umum remaja cenderung bersikap ambivalen dalam menghadapi
perubahan yang terjadi. Disatu bsisi mereka menginginkan kebebasan,
namun disisi lain mereka merasa takut terhadap tanggung jawab yang
menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka
sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

2.2.5.3. Perkembangan Masa Remaja

Masa remaja merupakan masa datangnya pubertas (11 – 14 tahun) sampai


usia sekitar 18 tahun, masa transisi dari kanak-kanak menuju ke dewasa. Masa ini
hampir menjadi masa-masa yang sulit bagi remaja maupun orang tua.
Perkembangan masa remaja sebagai berikut (Yudrik Jahja, 2014) :

1. Remaja mulai menyampaikan kebebasan dan haknya untuk


mengemukakan pendapatnya sendiri.
2. Remaja lebih mudah dipengaruhi teman-temannya daripada ketika masih
lebih muda.
3. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa baik pertumbuhan
maupun seksualitasnya.
4. Remaja sering menjadi terlalu percaya diri dan ini bersama-sama
5. Dengan emosinya yang biasanya meningkat, mengakibatkan dia susah
menerima nasihat orang tua.

2.2.5.4. Faktor – Faktor Timbulnya Masalah Pada remaja

Soetjiningsih (2004), menyebutkan beberapa faktor yang menimbulkan


masalah pada remaja, diantaranya :

1. Kurang terkendalinya rem psikis yang dikendalikan oleh hati nurani dan
tidak berfungsinya atau melemahnya sistem pengendalian diri oleh
lembeknya kemauan.
2. Kurang adanya pembentukan karakter.
3. Perasaan tidak mampu atau kecewa.
4. Ada yang berpendapat mengenai faktor munculnya masalah pada remaja
karena :
a. Faktor internal, adalah faktor yang berasal dari dalam diri sendiri
seperti lemahnya iman dan prinsip atau pandangan hidup yang salah.
b. Faktor eksternal, adalah faktor yang berasal dari luar diri semacam
lingkungan rumah yang kurang baik, tetangga, sekolah, teman sebaya
dan pergaulan.

Selain itu, ada juga masalah pada remaja yang berkaitan dengan kondisi
seksualitas saat remaja mengalami masa pubertas, diantaranya :

1. Hubungan Dengan Pacar


Problematika remaja yang melibatkan hubungan dengan pacar yaitu
masalah kekerasan oleh pacar, tekanan untuk melakukan hubungan

44
seksual, pacar yang cemburuan, perselingkuhan dan bagaimana
menghadapi pacar yang pemarah. Tindakan seseorang dapat digolongkan
ke dalam tindak kekerasan dalam percintaan apabila salah satu pihak
merasa terpaksa, tersinggung dan tersakiti oleh apa yang dilakukan
pasangangannya.
2. Hubungan Seksual Sebelum Nikah
Kebanyakan remaja berpacaran saat ini adalah dengan melakukan
ciuman bibir, meraba-raba daerah sensitif, seling menggesekkan alat
kelamin (petting), sampai ada yang bersenggama. Pada perkembangan
zaman sekarang sangat berpengaruh pada perilaku seksual dalam
berpacaran oleh remaja. Hal ini dibuktikan dengan hal-hal yang ditabukan
remaja beberapa tahun lalu seperti berciuman dan bercumbu yang kini
sudah dianggap hal yang biasa.
3. Penyakit Menular Seksual
Hubungan seksual sebelum menikah juga sangat beresiko mengidap
penyakit menular seksual seperti sifilis, gonorhoe (kencing nanah), herpes,
sampai terinfeksi HIV/AIDS.
4. Masturbasi
Cara remaja menyalurkan hasrat seksual dalam hal ini dicerminkan
dengan keadaan bahwa para remaja sering melakukan masturbasi
5. Tumbuh Jerawat dan Bau Badan
Masalah yang satu ini menjadi masalah terberat bagi para remaja
khususnya dalam hal penampilan. Karena tumbuhnya jerawat dan timbul
bau badan bisa mengurangi rasa percaya diri para remaja.
6. Keputihan Pada Remaja Putri
Sebagian remaja putri merasa malu untuk berobat atau bahkan sekadar
konsultasi dan memeriksa alat kelaminnya, sehingga mereka mencoba
untuk mengobati segala jenis keluhan pada kelaminnya sendiri dengan
berbekal ilmu yang mereka dapatkan dari hasil membaca informasi di
internet yang terkadan belum bisa dipastikan keberhasilannya.
7. Keperawanan
Hal ini masih berlaku dikalangan masyarakat baik desa maupun di
perkotaan, bahwasannya remaja yang belum menikah dinilai memiliki
sikap yang baik berdasarkan kondisi keperawanannya.

2.2.5.5. Pengertian Pubertas

Pubertas adalah suatu periode perubahan diri yang semula tidak matang
menjadi matang (Soetjiningsih, 2004). Menurut Santrock (2003) pubertas adalah
tanda yang paling penting dimulainya masa remaja, merupakan bagian dari
perubahan cepat pada kematangan fisik yang meliputi hormonal yang utama
terjadi pada masa remaja awal. Pada wanita pubertas biasanya terjadi diantara usia
8 – 14 tahun sedangkan laki – laki terjadi pada usia diantara 9 – 14 tahun (NHS
Choices dalam Margaret Perry, 2012).

2.2.5.6. Tahapan Masa Pubertas

Al-Mighwar (2006) menjelaskan masa pubertas terjadi secara bertahap, yaitu:

1. Tahap prapubertas (9 – 10 tahun)


Pada tahap ini disebut juga tahap pematangan, pada satu atau dua
tahun terakhir masa kanak – kanak, yaitu periode sekitar 2 tahun sebelum
pubertas ketika anak pertama kali mengakami perubahan fisik yang
menandakan kematangan seksual. Masa ini juga disebut dengan masa
“prapubertas”, sehingga ia tidak disebut sebagai seorang anak dan tidak
juga disebut sebagai seorang remaja. Pada tahapan ini, ciri – ciri seks
sekunder mulai tampak, namun organ – organ reproduksinya belum
berkembang secara sempurna.

46
2. Tahap Puber (12 – 15 tahun)
Pada tahapan ini biasa disebut dengan tahap matang, yaitu terjadi pada
garis antara masa kanak – kanak dan masa remaja. Pada tahap ini pula
kriteria kematangan seksual mulai muncul. Pada anak perempuan ditandai
dengan terjadinya haid pertama dan laki – laki terjadi dengan mimpi basah
pertama kali. Mulailah terjadi perkembangan ciri- ciri seks sekunder dan
sel – sel reproduksi dalam organ – organ seks.
3. Tahap Pasca Puber (17 – 18 tahun)
Tahap ini menyatu dengan tahun pertama dan kedua pada masa
remaja. Pada tahapan ini ditandai dengan ciri – ciri seks sekunder sudah
berkembang dengan baik disertai organ – organ seks juga berfungsi secara
matang. Hal ini merupakan periode 1 sampai 2 tahun setelah pubertas,
ketika pertumbuhan tulang telah lengkap dan fungsi reproduksinya
terbentuk dengan cukup baik.

2.2.5.7. Perubahan Remaja Pada Masa Pubertas

Masa pubertas merupakan masa dimulainya berbagai perubahan baik


biologis, psikologis maupun psikososial. Perubahan biologis meliputi perubahan
primer dan perubahan sekunder yang bisa disebut juga sebagai perubahan fisik.
Adapun penjelasan terkait adalah sebagai berikut :

1. Perubahan Primer
Perubahan kelamin primer dimulai dengan berfungsinya organ-organ
genitalia yang ada. Perubahan primer bagi perempuan dintandai dengan
menarche atau haid untuk pertama kali (Soetjiningsih, 2007). Normalnya
menarche ini berlangsung antara usia 11 – 16 tahun (Zein, 2005). Pubertas
bisa dikatakan terlambat atau tertunda pada seorang perempuan paling
telat muncul pada usia 13 tahun (Argente dalam Perry, 2012). Begitupula
dengan pubertas yang dating terlalu cepat, yaitu pubertas dini yang
ditandai oleh fisik dan hormone terjadi lebih awal dikatakan bahwa
seorang perempuan yang mengalami pubertas dini pada usia 6 – 8 tahun
(Kaplowitz dalam Perry, 2012).
2. Perubahan Sekunder (Perubahan Fisik)
Menurut Marshall dan Tanner dalam Perry (2012) perubahan yang
ditunjukan pada fisik perempuan berfokus pada pekembangan payudara,
pertumbuhan rambut pubis, berat badan, pertumbuhan massa tulang,
berubahnya tingkat emosional disertai menstruasi. Sedangkan menurut
BKKBN (2009) menyebutkan perubahan kelamin sekunder pada
perempuan ditandai dengan membesarnya payudara, dan melebarnya
pinggul, dada membesar, tinggi dan berat badan yang terus bertambah
cukup cepat, keluar minyak di area sekitaran rambut dan kulit yang kadang
disertai tumbuhnya jerawat, mulai tumbuh rambut dibagian tertentu seperti
ketiak dan sekitar kemaluan, lebih banyak berkeringat yang mengeluarkan
bau, dan berubahnya suara menjadi lebih halus.
Sementara tanda-tanda kelamin sekunder pada laki-laki ditandai
dengan perubahan suara yang memberat, tumbuhnya jakun, bertambah
besarnya ukuran penis dan buah zakar, terjadinya ereksi dan ejakulasi,
badan berotot, tumbuhnya rambut di aera tertntu seperti ketiak dan
kemaluan, kumis dan juga janggut.
3. Perubahan Psikososial
Perubahan fisik yang cepat dan terjadi secara berkelanjutan pada
remaja menyebabkan tingkat kesadaran mereka terhadap bentuk tubuh
semakin sensitif, sehingga seringkalli remaja mencoba membandingkan
dengan teman – teman sebayanya. Terkadang, jika perubahan tidak
berjalan dengan lancer maka berpengaruh terhadap perkembangan psikis
dan emosi, bahkan timbul ansietas, terutama pada anak perempuan bila
tidak dipersiapkan untuk menghadapinya.
Perubahan psikososial pada remaja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
remaja awal (early adolescent), pertengahan (middle adolescent), dan
akhir (late adolescent). Periode yang pertama disebut remaja awal atau
early adolescent, terjadi pada usia 12 – 14 tahun. Pada masa remaja awal

48
anak akan terpapar pada perubahan pada tubuh yang sangat cepat, adanya
akselarasi pertumbuhan, dan berubahnya komposisi pada tubuh yang
disertai awal pertumbuhan seks sekunder. Karakteristik periode remaja
awal ditandai oleh terjadinya perubahan – perubahan sempurna. Perubahan
psikososial yang ditemui antara lain (Sari Pediatri, 2010) :
a. Identitas diri jauh lebih kuat
b. Mampu memikirkan ide
c. Lebih menghargai orang lain
d. Mampu mengekspresikan perasaan dengan kata – kata
e. Bangga dengan hasil yang dicapai
f. Selera humor lebih berkembang
g. Lebih konsisten terhadap minatnya
h. Emosi cenderung lebih stabil

Pada fase remaja akhir, lebih memperhatikan masa depan, termasuk


peran yang diinginkan nantinya. Mulai serius dalam berhubungan dengan
lawan jenis, dan dapat menerima tradisi dan kebiasaan di lingkungan
sekitar.

2.2.6. Pendidikan Seksual

Pendidikan seksual atau pendidikan seks merupakan salah satu bentuk dari
pengenalan fungsi seks dan organ-organ seksual untuk menjamin kesehatan dan
fungsi seks yang normal. Banyaknya penafsiran terhadap arti pendidikan seks
membuat orang salah mengartikan kata pendidikan seks sebagai hal yang
dianggap jorok, hanya mengajarkan tentang hubungan kelamin antara laki-laki
dan perempuan.

Pada kenyataannya pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan secara


keseluruhan. Pendidikan seks juga berkaitan dengan pendidikan pada umumnya.
Definisi pendidikan seks dapat diperhatikan dari kata yang membentuk istilah
tersebut yakni pendidikan dan seks. Sulaiman (dalam Suraji, 2008), Pendidikan
merupakan suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan maksud agar
anak, atau individu yang dihadapi itu bisa meningkat pengetahuannya,
kemampuannya, akhlaknya, hinga seluruh kepribadiannya.

Gendel, 1968 dalam (Payne, 1981) mengungkapkan bahwasannya pendidikan


seks secara deskriptif disebut pendidikan mengenai sekualitasnya manusia dan ia
mendefinisikan seks sebagaimana kita adanya, bukan sesuatu yang kita lakukan.
Pendidikan seksual tidak sama dari pengajaran seksual, namun mengajarkan seks
merupakan bagian penting dari pendidikan seks, agar anak mengetahui fungsi
organ seks, dan panduan agar anak terhindar dari penyimpangan perilaku seksual
sejak dini. Pendidikan seks juga memberikan bekal pengetahuan serta membuka
wawasan terhadap anak seputar masalah seks secara benar dan jelas. Memberikan
pendidikan seks yang benar bisa menghindarkan anak dari berbagai resiko negatif
perilaku seksual, seperti kasus kehamilan diluar nikah, pelecehan seksual dan
terhindari dari penyakit menular seksual.

Pendidikan seks pada anak remaja mencakup pengajaran pengetahuan-


pengetahuan yang berguna dan keterampilan-keterampilan yang berkaitan
terhadap masalah-masalah penting yang berhubungan dengan seksualitas, seperti
pengenalan identitas yang berkaitan erat dengan organ biologis mereka, serta
mengenali perbedaan antara laki – laki dan perempuan, memperkenalkan anatomi
tubuh, proses reproduksi, pubertas, dan perubahan fisik yang terjadi, termasuk
keintiman, hubungan antar mansuai, identitas seksual dan peran gender, anatomi
reproduksi dan citra tubuh, aspek emosional dari sikap pendewasaan, cara – cara
pencegahan kehamilan dan pencegahan HIV/PHS (Penyakit akibat Hubungan
Seksual), dan akibat kesehatan lainnya dari tidak memakai alat kontrasepsi dan
cara – cara pencegahan diantaa remaja – remaja yang aktif secara seksual.

Pendidikan seks yang baik juga harus disertai dengan pendekatan religion,
psikis, sosial, moral, dan sebagainya. Bila pendidikan seksual meliputi hal – hal
tersebut, tidak aka nada lagi yang menolak pendidikan seks diberikan kepada

50
anak. Pendidikan seksual yang diberikan kepada anak secara kompleks dan utuh
serta disesuaikan dengan tingkat usia sangat diperlukan oleh setiap anak tanpa
melihat latar belakang fisik dan mental, seperti apakah anak tersebut normal atau
memiliki keterbelakangan, karena pada dasarnya semua pengetahuan tersebut
akan membantu mereka dalam bersosialisasi di masyarakat. Sehingga tidak akan
timbul masalah penyimpangan – penyimpangan seksual.

2.3. Kerangka Teoritis

Dalam kerangka teoritis ini, penulis mencoba untuk mendalami atau mengkaji
dan menjabarkan permasalahan yang sedang penulis teliti dengan menggunakan
teori yang ada kaitannya dengan permasalahan yang ada. Tahap yang paling
penting di dalam pemahaman konsep komunikasi antarpribadi adalah proses
penyampaian pesan atau informasi yang terjadi antara dua orang atau lebih.

Julia T. Wood (2013) menuliskan dalam bukunya yang berjudul “Komunikasi


Interpersonal” menyatakan bahwa semua komunikasi merupakan komunikasi
interpersonal terkecuali komunikasi intrapersonal, dan definisi dari komunikasi
antarpribadi yang lebih lengkap disebutkan yang pertama, yaitu selektif (setiap
orang akan memilih dengan siapa dia akan berkomunikasi). Kedua sistemik
(sisten seperti budaya, pengalaman pribadi dan sebagainya menjadi pengaruh
dalam berjalannya komunikasi antarpribadi), dan ketiga unik (masing-masing
hubungan mengembangkan ritme serta pola tersendiri yang memiliki ciri khas).
Keempat yakni prosesual, adalah setiap individu yang berlangsung (ongoing) dan
berkesinambungan (continuous). Kelima, transaksi atau proses transaksi diantara
invidiu satu dengan individu yang lain yang berkomunikasi secara kontinyu dan
bersamaan (stimultaneously).
2.4. Kerangka Pemikiran

Komunikasi antarpribadi secara definisi yaitu proses penyampaian pesan atau


informasi yang terjadi antara dua orang atau lebih. Komunikasi antarpribadi juga
bisa terjadi dimana saja dan sifatnya terbuka serta komunikatif, komunikasi
antarpribadi juga merupakan komunikasi yang memungkinkan terjadinya
penerimaan pesan secara lansgung, baik secara verbal maupun non-verbal.

Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang berlangsung secara tatap


muka, yang menjadikan setiap individu yang berperan sebagai peserta menangkap
reaksi orang lain secara langsung baik secara verbal maupun non-verbal
(Mulyana, 2004). Komunikasi antarpribadi dianggap menjadi yang paling efektif
mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis
atau terbuka dan komunikatif.

Bentuk dari komunikasi antarpribadi sangat dapat terjadi di lingkungan


pertama yang kita jumpai dalam suatu hubungan yaitu keluarga, baik ayah dengan
ibu, ayah dengan anak, ataupun ibu dengan anak. Komunikasi antarpribadi bisa
menjadi jembatan bagi orang tua dengan anak dalam menyampaikan pesan dan
informasi bagi satu sama lain. Terutama ketika orang tua memiliki peran dalam
membimbing dan memberikan pendidikan baik pendidikan formal atau non-
formal bagi anak. Semakin baik komunikasi antarpribadi yang terjalin antara
orang tua dengan anak maka semakin besar kemungkinan untuk berhasil bagi
orang tua dalam mendidik anaknya.

Dibawah ini penulis memaparkan bagan dari kerangka pemikiran dari


penelitian yang penulis teliti. Bagan kerangka pemikiran memudahkan penulis
maupun pembaca dalam pembahasan dan praktek langsung di lapangan.

52
Gambar 2.4 Bagan Kerangka Pemikiran

Komunikasi Orang Tua – Anak


Dalam Memberikan Pendidikan
Seksual Pada Masa Pubertas

Komunikasi Antarpribadi Menurut


Joseph A. DeVito

Efektifitas Komunikasi
Antarpribadi:

1. Keterbukaan
2. Empati
3. Dukungan
4. Perasaan Positif
5. Kesetaraan
Sumber : Joseph A. DeVito dalam buku “Komunikasi Antarpribadi” (2011)
BAB III

SUBJEK, OBJEK, DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.4. Subjek Penlitian

Subjek penelitian merupakan suatu bahasan yang akan sering dimunculkan di


dalam suatu penelitian. Subjek penelitian juga merupakan seseorang yang
dimintai keterangan mengenai suatu fakta, gejala, ataupun pendapat. Subjek
penelitian merupakan subjek yang dituju untuk diteliti, subjek penelitian ini
sebagai sumber informasi yang digali untuk mengungkap fakta dan informasi
yang nantinya akan dijadikan kesimpulan sebagai jawaban dari penelitian ini.
Subjek penelitian bisa berupa individu yang berada di dalam organisasi ataupun
individu yang memiliki fakta, data dan informasi untuk dikaji.

Di dalam penelitian kualitatif, subjek penelitian disebut sebagai informan


penelitian, informan penelitian dapat diartikan sebagai seseorang yang
pengetahuannya dimanfaatkan untuk memberikan data dan informasi tentang
situasi dan kondisi latar belakang penelitian.

3.1.1. Informan Penelitian

Informan penelitian merupakan orang yang dianggap mengetahui dengan baik


mengenai masalah yang sedang diteliti, serta bersedia untuk memberikan
informasi kepada penulis. Dalam penelitian ini, subjek yang diambil oleh penulis
adalah orang tua yang memiliki anak remaja dalam masa pubertas (dalam hal ini
menurut Al-Mighwar ditetapkan pada usia remaja 12-18 tahun), di Kabupaten
Garut. Adapun subjek penelitian itu sendiri dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :

54
1. Informan Ahli
Informan ahli merupakan informan dari pelaku pendekatan itu sendiri
dan memahami segala aspek tentang objek yang sedang diteliti. Yaitu
orang tua yang memiliki anak remaja yang sedang menginjak masa
pubertas di Kabupaten Garut sebagai pelaku komunikasi antarpribadi yang
memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan seksual kepada
anak remajanya.

2. Informan Akademisi
Informan akademisi merupakan individu atau seorang informan yang
berada di dunia akademik yang bersangkutan dengan penelitian,
memahami dan mengetahui tentang komunikasi antarpribadi. Dalam
penelitian ini, penullis menentukan informan akademisi sebagai orang
yang berprofesi sebagai tenaga pendidik khususnya dosen, dan atau orang
yang berprofesi sebagai psikolog.

3. Informan Umum
Informan umum merupakan subjek penelitian yang sedang diteliti.
yaitu anak remaja yang sedang mengalami masa pubertas dan masih dalam
pengawasan dan pendidikan dari orang tua.

3.2. Objek Penelitian

Bungin (2018) menyatakan bahwa objek penelitian adalah apa yang menjadi
sasaran penelitian. Objek penelitian yang penulis ambil adalah komunikasi
antarpribadi terhadap penyampaian pendidikan seksual dari orang tua kepada anak
remaja yang sedang mengalami masa pubertas.
3.3. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian merupakan suatu teknik atau cara dalam mencari,


memperoleh, mengumpulkan dan mencatat data, baik berupa data primer maupun
data sekunder yang digunakan untuk kepentingan menyusun karya ilmiah dan
kemudian menganalisa faktor – faktor yang berhubungan dengan pokok – pokok
permasalahan sehingga akan mengungkapkan suatu kebenaran dari data – data
yang akan diperoleh.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif.


Moleong (2007) berpendapat bahwa metode penelitian kualitatif pada dasarnya
menerangkan cara yang akan ditempuh oleh seorang peneliti dalam proses
penelitian. Metode ini menjabarkan atau menguraikan banyak hal yang meliputi
penjelasan tempat dan waktu penelitian, jenis penelitian, sumber – sumber data
yang dimanfaatkan, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Seluruh
bagian akan dijelaskan sampai diperolehnya gambaran yang akurata mengenai
penelitian yang dilakukan.

Tujuan dari penelitian deskriptif yaitu untuk mengumpulkan informasi yang


actual secara rinci yang menggambarkan gejala yang ada, menghasilkan gambaran
akurat mengenai suatu kelompok, menggambarkan mekanisme sebuah proses atau
hubungan, menciptakan seperangkat kategori dan mengklasifikasikan subjek
peneliti, menjelaskan seperangkat tahapan serta proses, dan untuk menyimpan
informasi yang bersifat kontradiktif mengenai subjek penelitian.

Penelitian kualitatif jelas berbeda dengan penelitian kuantitatif. Metode


kualitatitf memiliki kedalaman bahasa yang tidak ada batasannya. Selain itu
metode kualitatitf harus memiliki wawasan yang luas mengenai analisis suatu
objek atau memfokuskan penelitian untuk bertanya pada seseorang yang
memahami suatu hal yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Dalam penelitian
kualitatif tidak menggunakan statistik, tetapi menggunakan analisa dan

56
pengumpulan data kemudian diinterpretasikan. Penelitian dengan metode
kualitatif menekankan pada kehidupan dan permasalahan sosial tergantung
dengan kondisi dan situasi yang ada.

3.3.1. Desain/Paradigma Penelitian

Paradigma merupakan cara atau sudut pandang peneliti terhadap suatu teori
atau keadaan. Berdasarkan pemaparan diatas, penulis menggunakan tipe
penelitian dengan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan
penelitian yang memaparkan atau menjelaskan suatu gejala dan peristiwa di
sekitar yang terjadi saat sekarang (Sudjana & Ibrahim, 1989).

Poerwandari (2007) mengungkapkan bahwa paradigma penelitian adalah satu


cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam
kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisnya. Paradigma menunjukan pada
mereka apa yang dianggap penting, abash, dan logis. Istilah paradigma sebenarnya
mengarah kepada pernyataan yang menerangkan bagaimana dunia dan kehidupan
dipersepsikan.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan paradigma interpretif, yang mana


paradigma interpretif merupakan sebuah sistem sosial yang memaknai suatu
perilaku secara detail dan langsung mengobservasi. Pendekatan interpretif
berangkat dari upaya mencari penjelasan tentang kejadian-kejadian sosial atau
budaya yang didasari oleh perspektif dari pengalaman orang yang diteliti.

Bungin (2010) mengungkapkan tentang desain penelitian deskriptif-kualitatif


merupakan desain penelitian yang digunakan untuk memaknai proses – proses
komunikasi linier (satu arah), interaktif, maupun pada proses – proses komunikasi
transaksional. Desain ini bersifat deskriptif sebagai bahan untuk menjelaskan
makna – makna dalam gejala sosial.
Penelitian deskriptif ini mengganti objeknya dan, menjelajahi dan menemuka
pengetahuan sepanjang proses penelitian lebih jauh dan lebih dalam khususnya
Komunikasi.

3.3.2. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik wawancara mendalam


untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi guna memenuhi kebutuhhan
penelitian. Selain itu, penulis juga melakukan observasi untuk mengetahui
komunikasi antarpribadi dari Orang Tua dengan Anak yang sedang mengalami
masa pubertas.

Pengumpulan data merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi dalam


sebuah penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang penulis lakukan adalah
sebagai berikut :

1. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah sebuah proses pengumpulan informasi dari
berbagai sumber dan macam – macam bahan yang ada di perpustakaan,
seperti penelitin terdahulu, buku, dokumen dan catatan. Studi pustaka juga
digunakan untuk mendapatkan informasi dan sumber dari sebuah
penelitian terdahulu sebagai acuan dan melengkapi data yang dibutuhkan.
2. Wawancara
Wawancara juga merupakan bagian dari teknik pengumpulan data
dengan melakukan Tanya-jawab dan bertatap langsung dengan informan
terkait. Informan harus memberikan keterangan dan informasi yang
nantinya akan dijadikan bahan untuk melengkapi data penelitian.
Wawancara ini bersifat luwes, terbuka, tidak terstruktur, dan tidak baku.
Intinya ialah pertemuan berulang kali secara langsung antara peneliti dan
subjek penelitian. Tujuannya tentu untuk memahami sudut pandang
subjek penelitian tentang kehidupan, pengalaman, atau situasi dari subjek
penelitian, sebagaiamana diungkapkan dalam bahasanya sendiri.
3. Observasi

58
Teknik yang dilakukan selanjutnya yakni observasi, atau teknik
pengumpulan data dengan melakukan pengamtatan terhadap subjek yang
diteliti secara langsung. Observasi yang akan dilakukan adalah mengamati
subjek dari penelitain. Hal ini dilakukan sebagai bentuk interaksi penulis
dengan subjek agar dapat berjalan dengan lancer, dan subjek dapat
memberikan informasi dan data yang dibutuhkan saat wawancara.
4. Penelusuran Internet
Penelusuran di internet merupakan salah satu upaya yang bisa
dilakukan untuk mendapatkan dan melengkapi data yang penulis
butuhkan. Mengingat penelitian ini dilakukan di masa pandemi Covid-19,
maka penelusuran internet menjadi satu langkah efisien untuk melengkapi
data penelitian.

3.3.3. Rancangan Analisis Data

Teknik analisis data yang penulis gunakan yaitu model analisis data interaktif
yang terdiri dari tiga tahapan yaitu reduksi data, display data, dan kesimpulan.
Sesuai dengan yang penulis kutip dari buku Sugiyono yang berjudul “memahami
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif”, bahwa :

1. Reduksi
Reduksi data adalah bagian dari analisis, reduksi data merupakan
suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih, memfokuskan,
membuang, menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhirnya
dapat digambarkan. Reduksi data terjadi secara berkelanjutan hingga
laporan akhir.
2. Display Data
Display data merupakan sebuah kesimpulan informasi yang tersusun
sehingga membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan pengambilan
tindakan
3. Kesimpulan
Kesimpulan dari pemulaan data, penelitain kualitatif mulai
memutuskan apabila makna sesuatu, mencatat keteraturan, pola – pola,
penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi –
proposisi (Sugiyono, 2014).

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa reduksi data


merupakan sebuah proses menajamkan materi atau data, membuang data yang
tidak diperlukan, menggolongkan data dengan cara sedemikian rupa. Setelah
langkah – langkah diatas dilakukan, maka penulis dapat menarik kesimpulan.
Sedangkan display data menjadi kegiatan yang dilkukan ketika informasi yang
didapat telah disusun dan dapat dijelaska kesimpulannya, sehingga dapat
dilakukan pengambilan tindakan. Sementara itu untuk kesimpulan dilakukan oleh
peneliti secara terus menerus saat berada di lapangan.

3.3.4. Kredibilitas dan Tingkat Kepercayaan Hasil Penelitian

Kredibilitas hasil penelitan dapat dilihat dari interaksi yang dilakukan antara
penulis dengan informan. Dalam penelitian kualitatif, penliti akan mencoba
mencocokan informasi yang didapat dari informan dengan kejadian yang ada di
lapangan. Bila sudah dirasa valid, maka tidak ada perbedaan antara yang
dilaporkan oleh penulis dengan apa yang terjadi sesungguhnya di lapangan atau
dengan objek penelitian.

Sugiyono (2008) mengungkapkan tujuan dari pengecekkan anggota ini adalah


cara untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang
diberikan dan dimaksud oleh pemberi data. Apabila terdapat data yang ditemukan
disepakati oleh para pemberi data berarti data tersebut dapat dikatakan sebagai
data yang valid dan dapat dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan penulis
dengan berbagai penafsiran tidak disepakati oleh pemberi data, dan apabila
perbadaannya tajam, maka penulis diharuskan untuk mengubah semua dan harus
menyesuaikan dengan apa yang dierikan oleh pemberi data.

60
Bachtiar S. Bachri (2010) menyatakan bahwa pengecekkan data untuk
mendapatkan keabsahan informasi dapat menggunakan beberapa cara diantaranya
sebagai berikut :

1. Teknik Triangulasi Sumber


Teknik triangulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan
data dan informasi dari beberapa informan yang berbeda. Teknik
triangulasi sumber ini membandingkan hasil dari wawancara setiap
informan.
2. Teknik Triangulasi Waktu
Teknik triangulasi waktu adalah sebuah proses observasi beberapa kali
pada waktu dan kondisi yang berbeda – beda. Proses validitas ini
berhubungan dengan proses perubahan pada perilaku manusia.
3. Teknik Triangulasi Teori
Teknik trianguliasi teori merupakan pengamatan beberapa teori.
Teknik ini mengadu teori sekurang-kurangnya dua teori yang berbeda
kemudia dipadukan atau disentesiskan.
4. Teknik Triangulasi Peneliti
Teknik tirangulasi peneliti menggunakan lebih dari satu peneliti dalam
melakukan penelitian. Setiap peneliti biasanya memiliki kinerja dan
peforma yang berbeda. Ketika melakukan tirangulasi peneliti, pengamatan
dan wawancara dengan meggunakan beberapa pengamat akan
mendapatkan data yang lebih abash. Namun, sebelum melakukan
penelitain, tim peneliti harus membuat kesepakatn dalam menentukan
kriteria pengamatan.
5. Teknik Triangulasi Metode
Triangulasi metode adalah bagian dari proses cek dan recek.
Tirangulasi metode merupakan sebuah usaha untuk mengecek keabsahan
data penelitian. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu
teknik penelitian.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik triangulasi sumber. Yang
mana penulis melakukan perbandingan terhadap tingkat keabsahan data dan
informasi yang telah diambil dari berbagai sumber yang berbeda

3.3.5. Membuka Akses dan Menjalin Hubungan dengan Subjek Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis akan melakukan beberapa langkah


sebagi cara untuk membuka akses dengan subjek penelitian, diantaranya yaitu :

1. Observasi kepada orang tua dan remaja di daerah Kabupaten Garut.


2. Megumpulkan data yang berhubungan dengan komunikasi antarpribadi
mengenai penyampaian pesan dan pendidikan seksual.
3. Menyusun pedoman wawancara, penulis menyusun pedoman wawancara
agar tidak melenceng dari tujuan penelitian yang dilakukan.
4. Persiapan pengumpulan data dilakukan peneliti dengan mengumpulkan
informasi tentang informan. Setelah mendapat informasi yang cukup,
maka peneliti akan menghubungi calon informan yang nantinya akan
memberikan penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan dan
menanyakan tentang kesediaan calon informan tesebut untuk dimintai
penjelasannya.

3.4. Lokasi dan Jadwal Penelitian

3.4.1. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan subjek dan objek yang tertera pada judul penelitian. Maka
penulis akan memfokuskan lokasi penelitian yakni di daerah Kabupaten Garut.

62
3.4.2. Jadwal Penelitian

Adapun waktu penelitain dilaksanakan mulai dari bulan November Tahun


2021 dengan target selesai bulan Mei 2022. Yakni dalam kurun waktu 7 bulan.
Sehingga upaya penelitian ini dapat selesai tepat pada waktunya. Adapun penulis
membuat jadwal sehingga diharapkan dapat berlangsung tepat waktu dan sesuai
target.

Tabel 3.4

Jadwal Penelitian

2021-2022
Kegiatan Desember Januari Februari Maret April Mei

Tahap Persiapan
Penyusunan dan
Pengajuan Judul
Pengajuan
Proposal
Perizinan
Penelitian
Tahap Pelaksanaan
Pengumpulan Data
Utama Melalui
Wawancara,
Observasi
Partisipan, dan
Dokumentasi
Proses Analisis
dan Pembahasan
Hasil Data
Penyusunan Hasil
Penelitian Berupa
Kesimpulan
Sumber : catatan peneliti.

64

Anda mungkin juga menyukai