Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM I

INFEKSI MENULAR LEWAT TRANSFUSI DARAH I

Dosen:
Francisca Romana Sri Supadmi, A.Md.Kes., SKM., M.Sc.

LANDASAN HUKUM UJI SARING IMLTD 

Disusun Oleh:

Fathimah Maulidya Robithoh


201206011

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BANK DARAH (D-3)
TAHUN 2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Indonesia  adalah negara hukum. Hal ini berarti bahwa segala
tatanan kebudayaan berbangsa dan bernegara di Indoneisa harus selalu
berdasarkan dan berlandaskan hukum. Landasan hukum adalah peraturan baku
sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu. Kata landasan dalam hukum berarti melandasi, mendasari atau titik
tolak. Sementara itu kata hukum bisa diartikan sebagai aturan baku yang patut
dan harus ditaati. Hukum atau aturan baku tersebut tidak selalu dalam bentuk
tertulis.
Darah sebagai material transfusi merupakan elemen yang dapat
menyelamatkan nyawa pasien yang membutuhkan jika dikelola dan diberikan
dengan baik dan benar. Tetapi, kasus penularan penyakit infeksi melalui
transfusi darah masih dapat dijumpai. Berbagai macam infeksi dapat ditularkan
melalui darah baik berupa virus, bakteri, maupun parasit misalnya seperti HIV,
Hepatitis B, Hepatitis C, CMV, Sifilis dan lain sebagainya. Oleh sebab itu,
sangat diperlukan uji saring terhadap darah yang akan di tranfusikan.
Landasan hukum yang mengatur tentang uji saring infeksi menular lewat
transfusi darah (IMLTD) antara lain Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang
kesehatan, Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah,
Peraturan Menteri Kesehatan RI No 91 Tahun 2015 tentang standar pelayanan
transfusi darah, Peraturan Menteri Kesehatan RI No 83 Tahun 2014 tentang
UTD, BDRS, dan jejaring pelayanan transfusi darah, Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 10 tahun 2017 tentang Penerapan
Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) di unit transfusi darah dan pusat
plasmaferesis, dan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
622/Menkes/SK/1992 tentang kewajiban Pemeriksaan HIV pada darah donor.
Landasan hukum ini tersebut mengatur tentang kesehatan, pelayanan darah, dan
hal-hal yang berkaitan dengan transfusi darah.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui landasan hukum uji saring IMLTD
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan
2. Mengetahui Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah
3. Mengetahui Peraturan Menteri Kesehatan RI No 91 Tahun 2015 tentang standar
pelayanan transfusi darah
4. Mengetahui Peraturan Menteri Kesehatan RI No 83 Tahun 2014 tentang UTD,
BDRS, dan jejaring pelayanan transfusi darah

2
5. Mengetahui Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Nomor 10 tahun 2017 tentang Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik
(CPOB) di unit transfusi darah dan pusat plasmaferesis
6. Mengetahui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 622/Menkes/SK/1992
tentang kewajiban Pemeriksaan HIV pada darah donor.

3
BAB II
LANDASAN HUKUM UJI SARING IMLTD

A. Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
- Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya
memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.
Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan,
mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.
- Bab III bagian ke-1 (Hak)
 Pasal 4: Setiap orang berhak atas kesehatan.
 Pasal 5 ayat (2): “Setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau
- Bab VI Upaya Kesehatan
 Pasal 46 : Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan
yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan
perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat
 Pasal 47 : Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk
kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan
berkesinambungan
 Pasal 48 : (1) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan melalui kegiatan
pelayanan darah
 Pasal 86 : Darah yang diperoleh dari pendonor darah sukarela
sebagaimana dimaksud pada ayat sebelum digunakan untuk
pelayanan darah harus dilakukan pemeriksaan laboratorium guna
mencegah penularan penyakit.
 Pasal 88 : Pelaksanaan pelayanan transfusi darah dilakukan
dengan menjaga keselamatan dan kesehatan penerima darah dan
tenaga kesehatan dari penularan penyakit melalui transfusi darah.
B. Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 18, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5197);
- Sebagai upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia
sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan
komersial. Penyediaan darah adalah rangkaian kegiatan pengambilan dan
pelabelan darah pendonor, pencegahan penularan penyakit, pengolahan
darah, dan penyimpanan darah pendonor.

4
- Bab III Pelayanan Transfusi Darah
 Bagian ke-3 Penyediaan Darah, Paragraf Kedua tentang
Pencegahan Penularan Penyakit
- Pasal 11 ayat :
(1) Tenaga kesehatan wajib melakukan uji saring darah untuk
mencegah penularan penyakit.
(2) Uji saring darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit meliputi pencegahan penularan penyakit HIV-AIDS,
Hepatitis B, Hepatitis C, dan Sifilis.
(3) Pemeriksaan uji saring darah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) harus dilakukan sesuai dengan standar.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar uji saring darah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
Menteri.
C. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 91 Tahun 2015 tentang standar
pelayanan transfusi darah
- Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 91
Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Trasfusi Darah
- Bab I Pendahuluan
- 1.1 Latar belakang
- Definisi Point 5 : Penyediaan darah adalah rangkaian kegiatan
pengambilan darah dan pelabelan darah pendonor, pencegahan penularan
.penyakit, pengolahan darah, dan penyimpanan darah pendonor
- 1.4 Ruang Lingkup
- Point 3. Pelayanan Transfusi Darah di UTD meliputi : Uji Saring
IMLTD
D. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 83 Tahun 2014 tentang UTD, BDRS,
dan jejaring pelayanan transfusi darah
- Bab II Bagian ke-6 tentang Penyelenggaraan UTD
- Pasal 26 : Penyelenggaraan Pelayanan Transfusi Darah di UTD meliputi
kegiatan:
a. rekrutmen pendonor;
b. seleksi pendonor;
c. pengambilan darah;
d. pengamanan darah;
e. pengolahan darah;
f. penyimpanan darah;
g. pendistribusian darah; dan
h. pemusnahan darah.
- BAB II UTD
 Bagian Keenam tentang Penyelenggaraan UTD
- Pasal 26

5
 Penyelenggaraan Pelayanan Transfusi Darah di UTD meliputi
kegiatan:
 Point (d) pengamanan darah
- Pasal 29
(1) Pengamanan darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf
d harus dilaksanakan untuk menjaga keselamatan pasien dan
mencegah penularan penyakit akibat transfusi darah.
(2) Pengamanan darah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan dengan cara pemeriksaan serologi terhadap semua
darah sebelum ditransfusikan.
(3) Pemeriksaan serologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit meliputi :
a. uji saring darah pendonor terhadap Infeksi Menular Lewat
Transfusi Darah (IMLTD); dan
b. uji konfirmasi golongan darah.
E. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 10
tahun 2017 tentang Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)
di unit transfusi darah dan pusat plasmaferesis
- Pasal 1, Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan:
1. Cara Pembuatan Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat
CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk
memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan dan tujuan penggunaan.
2. Produk Plasma adalah sediaan jadi hasil fraksionasi plasma yang
memiliki khasiat sebagai obat.
3. Unit Transfusi Darah yang selanjutnya disingkat UTD adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan donor
darah, penyediaan darah, dan pendistribusian darah.
4. Pusat Plasmaferesis adalah unit yang melaksanakan penyediaan
plasma dari pendonor darah melalui cara aferesis.
- Pasal 2
(1) UTD dan Pusat Plasmaferesis dalam semua tahap untuk
menghasilkan bahan baku plasma, mulai dari pengambilan
daran/plasma sampai dengan penyimpanan, transportasi,
pengolahan, pembekuan, pengawasan mutu, dan pengiriman
plasma wajib menerapkan Pedoman CPOB di UTD dan pusat
plasmaferesis
(2) Pedoman CPOB di UTD dan Pusat Plasmaferesis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan
ini.
- Pasal 3

6
(1) Pemenuhan persyaratan Pedoman CPOB di UTD dan Pusat
Plasmaferesis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibuktikan
dengan sertifikat CPOB.
(2) Penerbitan Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
- Pasal 4, pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan
ini dapat dikenai sanksi administratif berupa :
a. peringatan;
b. peringatan keras;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. pembekuan Sertifikat CPOB;
e. pencabutan Sertifikat CPOB; dan
f. rekomendasi pencabutan izin operasional.
F. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 622/Menkes/SK/1992 tentang
kewajiban Pemeriksaan HIV pada darah donor
- Uji Saring terhadap HIV menganut Prinsip unlinked anonymous
- Tujuan mendapatkan darah yang aman dari HIV
- Aman dalam hal ini berarti aman bagi 3 pihak:
 Yang utama adalah aman bagi pasien/resipien dari penularan
penyakit infeksi maupun komplikasi akibat ketidak cocokan
darah transfusi.
 Aman kedua bagi donor dari risiko penularan penyakit akibat
penusukan jarum ke pembuluh darah maupun komplikasi setelah
mendonorkan darah.
 Aman ketiga bagi petugas PMI dari risiko penularan penyakit
infeksi melalui darah donor, maupun alat-alat yang digunakan
dalam proses donor darah.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pernyataan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwasanya
landasan hukum yang mengatur tentang uji saring infeksi menular lewat
transfusi darah (IMLTD) antara lain Undang - Undang No 36 tahun 2009
tentang kesehatan, Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan
Darah, Peraturan Menteri Kesehatan RI No 91 Tahun 2015 tentang standar
pelayanan transfusi darah, Peraturan Menteri Kesehatan RI No 83 Tahun 2014
tentang UTD, BDRS, dan jejaring pelayanan transfusi darah, Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 10 tahun 2017 tentang
Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) di unit transfusi darah dan
pusat plasmaferesis, dan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
622/Menkes/SK/1992 tentang kewajiban Pemeriksaan HIV pada darah donor.
Landasan hukum tersebut mengatur tentang kesehatan, pelayanan darah, dan hal
- hal yang berkaitan dengan transfusi darah.
Dan tentunya setiap Undang - Undang yang telah ditentukan memiliki
poin yang memang harus ditaati dan dilaksanakan sebagaimana mestinya untuk
menunjang pelayanan bagi kenyamanan para konsumen.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diambil dari makalah landasan hukum uji
saring infeksi menular lewat transfusi darah (IMLTD) dimulai dari Undang-
Undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, Peraturan Pemerintah No 7 Tahun
2011 tentang Pelayanan Darah, Peraturan Menteri Kesehatan RI No 91 Tahun
2015 tentang standar pelayanan transfusi darah, Peraturan Menteri Kesehatan RI
No 83 Tahun 2014 tentang UTD, BDRS, dan jejaring pelayanan transfusi darah,
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 10 tahun
2017 tentang Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) di unit
transfusi darah dan pusat plasmaferesis, dan Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 622/Menkes/SK/1992 tentang kewajiban Pemeriksaan HIV pada darah
donor, yaitu kita sebagai mahasiswa Teknologi Bank Darah yang nantinya akan
menjadi Teknisi Pelayanan Darah harus memahami dan mentaati segala
peraturan yang ada, agar kedepannya setiap melakukan sesuatu yang berkaitan
tentang uji saring infeksi menular lewat transfusi darah (IMLTD) tidak salah
melangkah dan meminimalisir terjadinya sanksi hukum.

8
DAFTAR PUSTAKA

 PMK_No.91_ttg_Standar_Transfusi_Pelayanan_Darah
 Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah
 PerKa BPOM 10 Tahun 2017 tentang Penerapan Pedoman CPOB di Unit
Transfusi Darah dan Pusat Plasmaferesis
 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 622/Menkes/SK/1992 tentang
kewajiban Pemeriksaan HIV pada darah donor
 Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan
 Peraturan Menteri Kesehatan RI No 91 Tahun 2015 tentang standar pelayanan
transfusi darah
 Peraturan Menteri Kesehatan RI No 83 Tahun 2014 tentang UTD, BDRS, dan
jejaring pelayanan transfusi darah

Nama Anggota Kelompok 2 IMLTD (pembagian tugas)

Latar Belakang : Yulia Salsabila Ayu 201206037


Landasan Hukum : - Amanda Surya Putri 201206003
- Fathimah Maulidya Robithoh 201206011
Kesimpulan : Lutfika Sukma Damayanti 201206016
Mengetik Laporan : Raudhah Muna 201206027
Saran : Sherliana Alfianni 201206031

Anda mungkin juga menyukai