Anda di halaman 1dari 9

ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DAN STRUKTUR PENDAPATAN PETANI JAGUNG

DI KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

(Climate Change Adaptation And Income Structure of Corn Farmers In Sub District South Lampung)

Ktut Murniati, Adia Nugraha, dan Rizki Rahmadani

Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1
Bandar Lampung 35145, Telp.082179960186, e-mail: ktutmurniati@gmail.com.

ABSTRACT

The purpose of this study to analyze the corn farmer adaptation to climate change, the level of production
and household income of corn farmers, and the welfare of corn farmers in the district of mediation. The
research was conducted in the District of Mediation, South Lampung regency in November to December
2018 using a survey method. The data used in the primary and secondary data. The samples in this study of
53 respondents were selected randomly (simple random sampling). Data were analyzed using quantitative
descriptive analysis and farm income of farmers. The results showed that corn growers have learned and
conducting repairs maize for adaptation to change, the revenue contribution of 86.69 percent corn growers
derived from corn farming.

Key words: Adaptation, climate, farm income.

PENDAHULUAN

Sektor pertanian berkontribusi dalam penyediaan pangan dan selalu menghadapi banyak masalah, seperti
masalah ekologi, ekonomi, sosial, budaya, dan masalah kebijakan politik. Perubahan iklim yang berkaitan
dengan pertanian berdampak signifikan terhadap fluktuasi produksi pertanian, khususnya produksi pangan
(Ali et al., 2017). Perubahan iklim yang berdampak kepada sektor pertanian adalah suhu udara meningkat
(panas yng berkepanjangan/kekeringan), hujan yang terus menerus (kebanjiran), tanah longsor, dan angin
sangat kencang. Perubahan suhu dan kelembaban udara yang terjadi dapat memicu perkembangan dan
ledakan hama dan penyakit tanaman. Banjir dan kekeringan yang berkepanjangan sebagai akibat dari
pengelolaan air yang tidak baik mengakibatkan penurunan produksi yang signifikan. Salah satu subsektor
tanaman pangan yang rentan terhadap perubahan iklim adalah tanaman jagung. Permasalahan yang dihadapi
oleh komoditas jagung antara lain fluktuasi harga jagung dikarenakan produksi jagung sensitif terhadap iklim
(Dawan, Syauta, dan Wambrauw, 2019).

Di Indonesia Jagung merupakan bahan pangan pokok kedua setelah beras. Menurut Suarni dan M. Yasin
(2011) selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang penting dalam menu
makanan masyarakat di Indonesia, karena mengandung komponen pangan fungsional seperti: serat pangan,
asam lemak esensial, antosianin, betakaroten, isoflavon, mineral (Ca, Mg, K, Na, P, Ca dan Fe). Jagung
selain digunakan sebagai bahan pangan dan pakan, juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri untuk
menghasilkan bioethanol. Jagung digunakan sebagai bahan baku penghasil bioethanol dengan melalui proses
fermentasi, karena mengandung pati yang cukup tinggi (Suarni dan M. Yasin, 2011).

Usahatani jagung di Provinsi Lampung dengan salah satu sentra penghasil jagung yakni Kecamatan
Penengahan Kabupaten Lampung Selatan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2013-2016) cenderung
menurun dengan rata-rata produksi jagung sebesar 80.951 ton per tahunnya. Hal tersebut dikarenakan
adanya perubahan iklim berupa pergeseran curah hujan yang tidak menentu. Terjadinya penurunan
intensitas curah hujan pada bulan Mei hingga November jauh di bawah normal pada tahun 2015 sampai
dengan 2016 di Provinsi Lampung. Rendahnya intensitas curah hujan tersebut berdampak pada produksi
jagung yang dihasilkan. Kebutuhan curah hujan normal untuk tanaman jagung berkisar antara 250 mm
sampai 500 mm (Balitbang 2015).

Usahatani jagung yang mengandalkan hujan membuat petani harus melakukan penanganan awal ketika
musim kemarau berkepanjangan. Hal tersebut berpengaruh terhadap proses produksi yang secara tidak
langsung berdampak pada biaya produksi. Sektor pertanian sangat rentan terhadap perubahan iklim yang
1
mempengaruhi pola tanam, waktu tanam, kualitas dan kuantitas tanaman (Nurdin 2011). Perlunya upaya
strategis yang harus dilakukan petani untuk mempertahankan sekaligus meningkatkan produksi pertanian
salah satunya yakni melalui adaptasi petani terhadap perubahan iklim. Menghindari resiko kegagalan panen
yang besar, pemilihan waktu tanam sesuai jenis tanaman dan varietas tanaman harus tepat, terutama untuk
tanaman pangan yang sangat dipengaruhi oleh intensitas hujan. Penurunan produksi yang terjadi akibat
dampak perubahan iklim secara tidak langsung berdampak pada tingkat pendapatan petani jagung di
Kecamatan Penengahan Kabupaten Lampung Selatan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adaptasi petani jagung terhadap perubahan iklim, tingkat
produksi, dan struktur pendapatan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Penengahan, Kabupaten
Lampung Selatan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Penengahan yang merupakan sentra penghasil jagung di
Kabupaten Lampung Selatan. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
bahwa kecamatan tersebut merupakan salah satu sentra penghasil jagung di Provinsi Lampung.

Penelitian ini menggunakan metode survei. Pengambilan data dilaksanakan pada Bulan November hingga
Desember 2018 di Desa Klaten, Gandri, dan Tetaan Kecamatan Penengahan. Metode pengambilan sampel
yang digunakan menggunakan sistem acak sederhana (simple random sampling). Jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 53 responden petani jagung. Penentuan sampel di masing-masing desa/pekon
ditentukan menggunakan alokasi proporsional, sehingga diperoleh jumlah responden petani jagung sebanyak
27 responden dari Desa Klaten, sebanyak 11 responden dari Desa Gandri, dan sebanyak 15 responden dari
Desa Tetaan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian yakni data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui
teknik wawancara menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Data
sekunder diperoleh dari dinas atau instansi terkait.

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif
untuk mengetahui besarnya tingkat produksi, dan pendapatan usahatani jagung, sedangkan analisis deskriptif
kualitatif digunakan untuk menggambarkan objek penelitian yakni strategi adaptasi terhadap perubahan iklim
di Kecamatan Penengahan Kabupaten Lampung Selatan.

Adaptasi Petani Terhadap Perubahan Iklim

Indikator yang digunakan dalam analisis persepsi petani jagung terhadap perubahan iklim yakni awal mulai
musim hujan, berakhirnya musim hujan, kondisi angin, aspek curah hujan, kondisi suhu, kelembaban, dan
lama penyinaran sinar matahari. Pengukuran persepsi menggunakan sistem skoring pada masing-masing
indikator.

Pengukuran adaptasi petani menggunakan 10 indikator utama meliputi, penyesuaian waktu tanam,
menggunakan varietas tahan terhadap kekeringan, menggunakan varietas tahan hama penyakit,
menggunakan pola tanam dan jarak tanam sesuai rekomendasi, melakukan pengaturan mengenai drainase,
menggunakan pupuk organik, menggunakan sumur bor, melakukan pengolahan tanah ringan, dan
mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida kimia.

Pendapatan Usahatani Jagung

Pendapatan usahatani jagung diperoleh dengan menghitung selisih antara penerimaan dari hasil usahatani
dengan biaya produksi yang dikeluarkan dalam satu tahun produksi. Usahatani jagung dilakukan sebanyak
dua kali musim tanam dalam satu tahun. Untuk mengetahui pendapatan usahatani digunakan rumus
Suratiyah (2000) :
Y = TR – TC ………………………………...(1)
TR = P.Q ……………………………………...(2)
TC = TFC + TVC ……………………………..(3)

2
Keterangan:
Y = Pendapatan usahatani (Rp)
TR = Total penerimaan (Rp)
TC = Total biaya (Rp)
P = Harga (Rp)
Q = Jumlah produksi (Kg)
TFC = Total biaya tetap (Rp)
TVC = Total biaya variabel (Rp)

Pendapatan Rumah Tangga Petani Jagung

Mengetahui pendapatan rumah tangga petani menggunakan rumus menurut Rodjak (2002) sebagai berikut :
Prt = Pon farm + P off farm + P non farm. …….(4)

Keterangan:

Prt = Pendapatan Rumah Tangga petani/tahun


P on farm = Pendapatan dari usahatani
Poff farm = Pendapatan dari luar usahatani yang masih berkaitan dengan pertanian
P non farm= Pendapatan dari luar pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Responden

Sebesar 75,48 persen petani jagung tergolong usia produktif yang masih optimal dalam menjalankan
kegiatan usahatani, yakni pada usia 32-55 tahun. Tingkat pendidikan petani jagung tergolong cukup baik
yaitu pada tingkatan SMP (47,17%). Petani jagung memiliki rata-rata luas lahan seluas 1,45 hektar. Sebesar
43 persen petani jagung memiliki pekerjaan sampingan. Pengalaman usahatani jagung yang di miliki petani
rata-rata selama 17 tahun. Sebagian besar usahatani jagung dilakukan oleh petani sebanyak dua kali musim
tanam dalam satu tahunnya.

Keragaan Usahatani Jagung

a) Penggunaan Sarana Produksi

Usahatani jagung dipanen pada usia tanaman mencapai 100 hari atau 3 bulan sejak tanam. Penggunaan
sarana produksi usahatani jagung meliputi penggunaan bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan penggunaan
alat pertanian. Lahan yang dimiliki oleh petani secara keseluruhan yakni lahan milik sendiri

Besarnya produksi jagung yang dihasilkan dalam usahatani tergantung pada jumlah dan kualitas benih.
Penggunaan sarana produksi usahatani jagung terbesar yakni biaya benih sebesar Rp1.488.014,71 per ha
pada MT I, sedangkan MT II sebesar Rp1.473.614,57 per ha. Penggunaan benih jagung pada MT II lebih
sedikit dibandingkan MT I yaitu sebesar 28,96 kg/ha. Jenis pupuk yang paling banyak digunakan petani
jagung adalah pupuk urea, NPK phonska, Sp 36, dan pupuk kandang. Rata-rata biaya pupuk pada MT I
sebesar Rp1.377.832,44 dan pada MT II sebesar Rp1.602.226,24. Jenis pestisida yang digunakan dalam
usahatani jagung berbeda-beda yakni Nara, Tuntas, Gramaxone, dan Jatrax. Rata-rata biaya penggunaan
pestisida dalam usahatani jagung pada MT I sebesar Rp160.828,99 dan pada MT II sebesar Rp162.027,18.
Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja usahatani jagung sebesar Rp1.684.654,09 pada MT I, dan pada
MT II sebesar Rp1.696.540,88 per hektar per tahun. Peralatan yang digunakan pada usahatani jagung
meliputi cangkul, arit, sprayer, dan golok. Rata-rata biaya peralatan usahatani jagung sebesar Rp159.433
dengan biaya penyusutan/MT yakni sebesar Rp79.717.

Penggunaan biaya untuk sarana produksi usahatani jagung pada MT I dan MT II tidak jauh berbeda. Hal
tersebut dikarenakan pemberian pupuk, pestisida, dan perlakukan pada usahatani jagung yang tidak jauh
berbeda. Terdapat beberapa perbedaan dalam pemberian sarana produksi namun tidak terlalu signifikan.

b) Persepsi dan Adaptasi Petani Jagung Terhadap Perubahan Iklim

3
Persepsi petani jagung diketahui dengan menggunakan tujuh indikator yang dapat mengukur bagaimana
persepsi petani jagung terhadap perubahan iklim. Tujuh indikator tersebut yaitu awal musim hujan,
berakhirnya musim hujan, lamanya penyinaran sinar matahari, kondisi angin, aspek curah hujan, kondisi
suhu yang stabil, dan kelembaban yang stabil berpengaruh dalam usahatani jagung. Hasil persepsi petani
jagung terhadap perubahan iklim disajikan pada Gambar 1.

Persepsi petani jagung terhadap perubahan iklim


94,34 %
100
80 Frekuensi (org)
50
60 %
40
Skor

20 1 1,89 % 2 3,77 %
0
18-21

Kategori

Gambar 1. Persepsi petani jagung terhadap perubahan iklim

Rata-rata persepsi petani jagung di Kecamatan Penengahan terhadap perubahan iklim tergolong sedang
dengan rentang skor 13 - 17 dengan persentase 94,34 petani jagung (Gambar 1). Kondisi ini menjelaskan
bahwa petani jagung mempersepsikan perubahan iklim sudah cukup sesuai dengan indikator perubahan
iklim. Hasil penelitian ini sejalan dengan Prihantini, A (2015) yang melalukan penelitian mengenai
pengaruh pemahaman petani padi tentang perubahan iklim menyimpulkan bahwa adanya hubungan yang
positif antara pemahaman petani padi tentang perubahan iklim dengan persepsi petani padi dalam
menentukan masa awal tanam.

Menurut Diposaptono (2011) adaptasi perubahan iklim adalah upaya untuk mengatasi dampak perubahan
iklim baik yang bersifat reaktif maupun antisipatif. Petani dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan
iklim adalah bagaimana menemukan cara adaptasi yang membutuhkan biaya terendah, sehingga
meminimalkan dampak negatif yang tejadi dengan beradapatasi menyesuaikan fenomena yang terjadi serta
mempertahankan pendapatan akhir.

Adaptasi yang dilakukan petani yakni adaptasi yang membutuhkan biaya terendah, sehingga meminimalkan
dampak negatif. Secara keseluruhan petani telah melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi,
seperti penyesuaian waktu tanam, penggunaan varietas tahan hama dan penyakit, melakukan pengolahan
tanah ringan, dan mengurangi pengguanaan pupuk dan pestisida kimia. Sejalan dengan penelitian Syafe’I A,
Abidin Z, dan Soelaiman A (2018) bahwa fenomena El Nino di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung
Selatan pada tahun 2015 menyebabkan turunnya curah hujan, sehingga persediaan air menurun yang
berdampak kekeringan dan mengakibatkan kematian pada tanaman. Hal tersebut mempengaruhi waktu
tanam, musim, dan pola tanam.

c) Produksi dan Penerimaan

Penerimaan jagung dihitung berdasarkan jumlah produksi yang diperoleh petani dan dengan harga jagung
yang berlaku saat ini. Produksi jagung selain dipengaruhi kualitas benih dan perawatan usahatani jagung
juga dipengaruhi oleh iklim saat. Kondisi iklim saat ini mengalami pergeseran pola hujan. Bergesernya pola
hujan berpengaruh terhadap usahatani jagung yang diusahakan. Secara tidak langsung dampak dari hal
tersebut menyebabkan perolehan produksi jagung yang menurun. Produksi yang dihasilkan petani tentunya
berpengaruh terhadap penerimaan usahatani jagung yang diterima per musim tanamnya
Menurut BPS (2017), Rata-rata penurunan intesitas curah hujan terjadi pada bulan April hingga Mei.
Perubahan intensitas curah hujan tersebut berdampak pada pertumbuhan jagung yang tidak optimal, sehingga
mempengaruhi produksi jagung yang dihasilkan pada musim tanam II. Penerimaan petani dari usahatani
jagung dipengaruhi oleh harga jagung saat ini. Tidak ada perubahan harga jagung yang signifikan yang
diterima petani pada musim tanam I dan musim tanam II. Hal ini terjadi karena petani menjual hasil

4
produksinya kepada pengepul yang jumlahnya sedikit sehingga harga jual yang diterima tidak jauh berbeda.
Tabel 1, menunjukkan bahwa hasil produksi jagung MT I lebih besar dibandingkan dengan MT II. Hal
tersebut dikarenakan pada MT II terjadi perubahan intensitas curah hujan yang berpengaruh terhadap
produksi jagung. Produksi dan penerimaan usahatani jagung per musim tanam per hektar disajikan pada
Tabel 1.

Tabel 1. Produksi dan penerimaan usahatani jagung per musim tanam per hektar

No MT Produksi Jagung (Kg) Penerimaan (Rp)


1 MT I 7.125,79 15.367.497,33
2 MT II 6.452,83 13.916.197,94
Total 13.578,62 29.283695,30

Sejalan dengan penelitian Handayani SA, Effendi I, dan Viantimala B (2017) yang menyatakan bahwa
produksi padi di Musim Tanam I lebih besar dibandingkan dengan Musim Tanam II dikarenakan karena
pengaruh musim yakni pada MT I dilakukan pada musim hujan, sedangkan MT II pada musim kemarau atau
kering.

d) Pendapatan Usahatani Jagung

Rata-rata peneriman usahatani petani jagung masing-masing luasan lahan tersebut sebesar Rp15.367.497,33
dan Rp13.916.197,94 dengan biaya total masing masing Rp6.356.353,85 dan Rp6.674.273,69. Rata-rata
penerimaan,biaya, dan pendapatan usahatani petani jagung per 1,50 hektar dan per hektar pada musim tanam
I di Kecamatan Penengahan tahun 2018 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2, menunjukan bahwa peneriman usahatani jagung MT I pada masing-masing luasan lahan tersebut
juga diperoleh dari produksi sebesar 7.125,79 kg/ha. Hasil perhitungan dari penerimaan dengan biaya
usahatani, diperoleh pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total usahatani jagung yang
dihitung dalam per hektar pada musim tanam satu, untuk pendapatan atas biaya tunai masing masing sebesar
Rp16.694.892,15 dan Rp 11.129.928,10 dan pendapatan atas biaya total masing-masing Rp12.813.100,03
dan sebesar Rp8.542.066,69.

Berkurangnya curah hujan akibat musim kemarau menjadi salah satu faktor utama menurunya tingkat
produktivitas petani jagung di Kecamatan Penengahan, sehingga penerimaan petani jagung di Kecamatan
Penengahan menurun. Menurut Badan Litbang Pertanian (2015), pergeseran pola hujan mempengaruhi
sumberdaya dan infrastuktur pertanian yang menyebabkan bergesernya waktu tanam, musim, dan pola
tanam. Menurunnya curah hujan menyebabkan persediaan air menurun sehingga membuat tanah menjadi
kering dang mengakibatkan kematian pada tanaman. Hal tersebut mempengaruhi waktu tanam, musim, dan
pola tanam. Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan petani jagung MT I dan MT II di Kecamatan
Penengahan Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018 disajikan pada Tabel 2.

5
Tabel 2. Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan petani jagung MT I dan MT II di Kecamatan
Penengahan Kabupaten Lampung Selatan, tahun 2018

Usahatani 1,50 ha Per 1 ha Usahatani 1,50 ha Per 1 ha

Uraian Satuan MT I MT II
(MT I) (MT II)

Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp)

Penerimaan
10.688,6
23.051.246,00 15.367.497,33 9.679,25 20.874.296,90 13.916.197,94
Produksi Kg 8

23.051.246,00 15.367.497,33 20.874.296,90 13.916.197,94


Total Penerimaan

Biaya Produksi

I. Biaya Tunai
29,25 2.232.022 1.488.014,71 28,96 2.210.422 1.473.614,57
Benih Kg

a. Pupuk
360,38 944.461 629.640,44 400,00 1.048.302 698.867,92
Pupuk Phonska Kg
338,68 775.831 517.220,72 399,06 914.141 609.427,20
Pupuk Urea Kg
129,25 294.947 196.631,66 168,40 384.293 256.195,27
Pupuk SP36 Kg
128,77 51.509 34.339,62 141,51 56.604 37.735,85
Pupuk Kandang Kg

b. Pestisida
0,10 8.368 5.578,62 0,10 8.368 5.578,62
Nara Lt
1,23 77.883 51.921,70 1,25 79.680 53.119,89
Tuntas Lt
1,66 86.778 57.852,14 1,66 86.778 57.852,14
Gramaxone Lt
1,13 68.215 45.476,54 1,13 68.215 45.476,54
Jatrax Lt
28,75 1.724.905,66 1.149.937,11 28,77 1.726.038 1.150.691,82
TKLK HOK

Biaya Lainnya
16.433,96 10.955,97 16.434 10.955,97
PBB Rp
75.000,00 50.000,00 75.000 50.000,00
Biaya Angkut Rp
6.356.353,85 4.237.569,23 6.674.273,69 4.449.515,79
Total Biaya Tunai
II. Biaya
diperhitungkan
13,37 802.075,47 534.716,98 13,65 818.773,58 545.849,06
TKDK HOK

6
79.716,64 53.144,43 79.716,64 53.144,43
Pentusutan alat Rp
3.000.000 2.000.000,00 3.000.000,00 2.000.000,00
Sewa Lahan
Total biaya diperhitungkan 3.881.792,12 2.587.861,41 3.898.490,23 2.598.993,49

10.238.145,96 6.825.430,64 10.572.763,92 7.048.509,28


Total Biaya

Pendapatan
I. Pendapatan Atas Biaya Tunai 16.694.892,15 11.129.928,10 14.200.023,22 9.466.682,14
II. Pendapatan Atas Biaya Total 12.813.100,03 8.542.066,69 10.301.532,99 6.867.688,66

3,63 3,63 3,13 3,13


R/C Atas biaya tunai
2,25 2,25 1,97 1,97
R/C Atas biaya total  

Tabel 2, menunjukan peneriman usahatani jagung pada musim tanam dua (MT II) pada masing masing
luasan lahan tersebut juga diperoleh dari produksi sebesar 9.679,25 kg/1,50 ha. Diperoleh pendapatan atas
biaya tunai dan pendapatan atas biaya total usahatani jagung dengan luasan 1,50 hektar dan 1 hektar pada
MT II, untuk pendapatan atas biaya tunai Rp9.466.682,14 dan pendapatan atas biaya total sebesar
Rp6.867.688,66 per hektar. Perolehan pendapatan yang rendah diakibatkan karena adanya penurunan
produksi jagung akibat perubahan iklim saat ini. Sehingga, pendapatan yang diperoleh petanipun jauh
berbeda ketika pola tanam tidak mengalami pergeseran akibat adanya perubahan iklim.

MT I menghasilkan R/C atas biaya tunai sebesar 3,63 R/C atas biaya total sebesar 2,25. Sedangkan pada MT
II menghasilkan R/C atas biaya tunai sebesar 3,13 dan atas biaya total sebesar 1,97. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada MT I dan MT II usahatani jagung menguntungkan untuk diusahakan dengan nilai
R/C lebih dari satu.Namun R/C rasio pada MT I lebih besar dibanding R/C rasio MT II, sehingga pada MT I
usahatani jagung lebih menguntungkan untuk diusahakan . Struktur pendapatan rumah tangga yang diterima
oleh petani jagung di Kecamatan Penengahan tahun 2018 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Struktur pendapatan rumah tangga yang diterima oleh petani jagung di Kecamatan Penengahan
tahun 2018

No Sumber Pendapatan Pendapatan (Rp/MT/Thn) Kontribusi (%)


1 On farm
MT I 16.755.193 46,83
II 14.262.714 39,86
Jumlah 31.017.906 86,69
2 Pendapatan selain usahatani jagung 926.250 2,59
3 Off farm 630.769 1,76
4 Non farm 3.204.082 8,96
Total 35.779.007 100,00

Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan rumah tangga petani berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga. Semakin tinggi pendapatan
yang diperoleh maka semakin tinggi kemampuan petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendapatan
rumah tangga usahatani jagung terbagi menjadi tiga bagian yaitu pendapatan usahatani tanaman jagung (on
farm), pendapatan selain usahatani tanaman jagung, pendapatan diluar usahatani yang masih berkaitan
dengan pertanian (off farm), dan pendapatan dari luar pertanian (non farm). Keseluruhan pendapatan yang
diperoleh petani dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga petani.

7
Tabel 3, menunjukan rata rata pendapatan rumah tangga petani jagung terbesar diperoleh dari pendapatan
usahatani jagung sebesar Rp31.017.906 (86,69%) dari total pendapatan rumah tangga petani. Hal ini
menunjukan petani responden di daerah penelitian masih mengutamakan sektor pertanian sebagai
penyumbang terbesar pendapatan mereka khususnya dari usahatani jagung dibandingkan sumber pendapatan
lainnya. Besarnya sektor kontribusi jagung dikarenakan sebagian besar lahan yang diusahakan merupakan
lahan kering. Lahan kering tersebut secara keseluruhan diusahakan dengan komoditas jagung. Oleh sebab
itu, usahatani jagung berperan penting dalam pendapatan yang diterima oleh petani. Sejalan dengan
penelitian Datau EF, Saleh Y, dan Murtisari A (2017) bahwa kontribusi pendapatan rumah tangga paling
besar diperoleh dari usahatani jagung (80,6 %).

Pendapatan dari sektor non farm memberikan kontribusi sebesar 8,96 persen dengan rata rata pendapatan
Rp3.204.08. Sektor usaha non farm yang diusahakan oleh petani jagung yakni dari kegiatan berdagang dan
menjagi karyawan pabrik. Pendapatan off farm memberikan kontribusi paling kecil sebesar 1,76 persen
dengan rata rata pendapatan Rp630.769 dari total pendapatan rumah tangga petani responden jagung.
Pendapatan off farm merupakan pendapat yang diperoleh dari petani yang melakukan kegiatan lain yakni
menjadi buruh tani. Kegiatan jasa buruh tani meliputi pemetikan saat panen, pemeliharaan pohon,
penyiangan gulma, dan pemberian atau penyemprotan obat obatan.

KESIMPULAN

Adaptasi yang dilakukan petani jagung terhadap dampak perubahan iklim yaitu dengan menyesuaikan waktu
tanam usahatani jagung, penggunaan varietas tahan hama dan penyakit, melakukan pengolahan tanah ringan,
dan mengurangi penggunaan pupuk serta pestisida kimia. Produksi jagung pada MT I sebesar 7.125,79 kg per
hektar dan pada MT II sebesar 6.452,83 kg per hektar. Kontribusi pendapatan petani jagung sebesar 86,69
persen berasal dari usahatani jagung.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, S., Liu, Y., Ishaq, M., Shah, T., Abdullah, Ilyas, A., & Din, I. (2017). Perubahan Iklim dan Its Dampak
pada Hasil Tanaman Pangan Utama: Bukti dari Pakistan. Makanan, 6(6): 39.
doi:10.3390/makanan6060039
Badan Litbang Pertanian . 2015. Pergeseran Pola Hujan. Badan Litbag Pertanian. Jakarta.
BPS [Badan Pusat Statistik] . 2015. Indikator Kesejahteraan Core Walfare Indicator (CWI). BPS. Jakarta.
BPS [Badan Pusat Statistik]. 2017. Intensitas Curah Hujan. BPS. Jakarta.
Datau EF, Saleh Y, dan Murtisari A. 2017. Analisis Ekonomi Rumah Tangga Petani Jagung Di Desa Tolotio
Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo. Jurnal Agrinesia, 2 (1): 1-
9.http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/AGR/article/view/2433. [28 Desember 2019].
Dawan, Syauta, dan Wambraw. 2019. Analisis Ekonomi Usahatani di Kelurahan Koya Barat Distrik Muara
Tami Kota Jayapura. Jurnal Manajemen dan Bisnis, 3 (2). 67-75.
https://core.ac.uk/download/pdf/268242976.pdf. [27 Oktober 2021]
Diposaptono S. 2011. Mitigasi Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir
danPulau-Pulau Kecil, Modul Materi Pelatihan Sertifikasi Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Tahun 2011. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Bandung.
Handayani SA, Effendi I, dan Viantimala B. 2017. Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Di Desa Pujo
Asri Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah.Jurnal JIIA, 5 (4)
422-429.http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1752. [28 Desember 2019].
Las I. 2007. Menyiasati Fenomena Anomali Iklim bagi Pemantapan Produksi Padi Nasional Pada Era
Revolusi Hijau Lestari. Jurnal Biotek-LIPI. Riset Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Nurdin. 2011 . Antipasi Perubahan Iklim untuk Keberlanjutan Ketahanan Pangan. Pertanian Universitas
Negeri Gorontalo. Gorontalo.
Rodjak A. 2002 . Manajemen Usahatani. Pustaka Giratuna. Bandung.
Sari DK, Haryono D, dan Rosanti N. 2014. Analisis Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga
Petani Jagung Di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.JIIA, 2 (1) 64-70. [28 Desember
2019].
Suarni dan M. Yasin. 2011. Jagung sebagai sumber bahan pangan fungsional. Bulletin IPTEK Tanaman
Pangan.

8
Suratiyah K. 2000. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syafe IA, Abidin Z, dan Soelaiman A. 2018. Analisis Dampak El Nino Tahun 2015 Terhadap Pendapatan
Petani Pisang Di Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan. JIIA, 6 (4) 393-399.[28
Desember 2019].
Prihantini A. 2015. Pengaruh Pemahaman Petani Padi Tentang Perubahan Iklim Terhadap Persepsi Petani
Padi Dalam Menentukan Masa Awal Tanam Padi Di Kelurahan Pabean Kecamatan Purwokerto Kota
Cilegon. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai