BPS3202
LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOPROSES
Modul Praktikum:
Difusi Fasa Gas (DFG)
Dosen : Yulisa Lestari, S.Si., M.T
Astiti Aditia, S.T., M.T
Asisten :Theodora Lumbangaol
Kelompok: LABTEK/1819/007
Ruth Ivo Tampubolon (31S16014)
Windy Astry Angelika Nainggolan (31S16015)
Monika Grace Sella Situngkir (31S16017)
Tanggal Praktikum:
26 Maret 2019
Kata kunci : difusi fasa gas, difusivitas, fluks molar, etanol, udara
II.1 Pendahuluan
Transfer massa atau difusi adalah pergerakan (perpindahan) suatu zat dalam
campuran dari satu lokasi ke lokasi lain karena adanya perbedaan konsentrasi. Zat dengan
konsentrasi yang lebih tinggi akan berpindah ke daerah yang konsentrasinya lebih rendah.
Dalam sistem pemisahan, transfer massa sering terjadi didaerah penghubung antar fase.
Dua mekanisme transfer massa adalah (1) difusi molekuler dengan gerakan
mikroskopis acak dan spontan dari molekul karena adanya gerakan termal; dan (2) difusi
eddy (turbulent) dengan gerakan cairan makroskopik acak. Difusi molekuler dan eddy
(turbulent) tergantung pada pergerakan zat yang berbeda, terutama arah pergerakan yang
berlawanan. Ketika aliran massa terjadi, laju total transfer massa suatu zat meningkat atau
berkurang bergantung pada aliran massa ini, yang merupakan mekanisme ketiga dari
transfer massa.
Perpindahan massa dapat terjadi dalam fasa gas maupun cair. Peristiwa difusi akan
terus berlangsung hingga tercapainya kondisi kesetimbangan antara dua keadaan dimana
sebelumnya terdapat perbedaan besarnya konsentrasi suatu komponen pada masing-masing
keadaan.
1. Transfer massa dengan difusi molekuler dalam campuran biner terjadi karena adanya
gradien konsentrasi; yaitu, suatu zat berdifusi ke arah zat dengan konsentrasi lebih
rendah.
2. Kecepatan transfer massa sebanding dengan luas daerah transfer dan arah perpindahan
massa.
3. Transfer massa berhenti ketika terjadi kesetimbangan.
Pada Gambar II.1 dapat dilihat bahwa pipa kapiler diisi dengan cairan volatil A dan B
adalah udara dalam fasa gas yang dialirkan pada permukaan pipa kapiler. Senyawa
berdifusi dari permukaan cairan di pipa kapiler ke arah atas pipa kapiler (arah positif
sumbu Z), sementara udara akan berdifusi dari permukaan pipa kapiler ke arah bawah
(arah negatif sumbu z). Pernyataan matematis dari hukum dapat dinyatakan persamaan
berikut.
𝐽𝐴 = −𝐷𝐴𝐵𝛻 𝑐𝐴
dengan JA adalah fluks komponen A, DAB adalah sebuah konstanta, dan 𝛻𝑐𝐴 menyatakan
gradien konsentrasi A.
𝑑𝐶𝐴
𝐽𝐴𝑍 = −𝐷𝐴𝐵 𝑑𝑧
Dimana 𝐽𝐴𝐵 adalah fluks molar A dengan difusi molekul biasa relatif terhadap kecepatan
rata-rata molar campuran dalam arah z, DAB adalah koefisien difusi timbal balik atau
difusivitas A dalam B, CA adalah konsentrasi molar A, dan dCA= dz gradien konsentrasi A,
yang negatif dalam arah difusi.
𝑑𝐶𝐵
𝐽𝐵𝑍 = −𝐷𝐴𝐵
𝑑𝑧
Fluks A dan B berada di arah yang berlawanan. Jika media difusi terjadi adalah isotropik,
maka nilai k dan DAB tidak tergantung arah. Persamaan dapat disederhanakan menjadi
persamaan berikut.
𝑑𝑋𝐴
𝐽𝐴𝑍 = −𝑐𝐷𝐴𝐵 𝑑𝑧
Dimana z subscript pada J telah diturunkan, c adalah konsentrasi molar total, dan x A
adalah frraksi molar A.
II.3 Difusivitas
Koefisien difusi (difusivitas) didefinisikan untuk campuran biner. Pengukuran koefisien
difusi (difusivitas) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.
𝑛𝐴 𝑑𝑥
𝑁𝐴 = = 𝑥𝐴 𝑁 − 𝑐𝐷𝐴𝐵 ( 𝑑𝑧𝐴 )
𝐴
𝑛𝐵 𝑑𝑥
𝑁𝐴 = = 𝑥𝐵 𝑁 − 𝑐𝐷𝐴𝐵 ( 𝑑𝑧𝐵 )
𝐴
Dengan NA adalah laju aliran molar dalam mol per satuan waktu, A adalah area transfer
massa.
Skema unit dasar perangkat eksperimen difusi fasa gas dapat dilihat pada gambar 3.1.1
berikut.
Gambar III.1.1 Skema unit dasar perangkat eksperimen difusi fasa gas EdibonTM
Mulai
Dipasang mikroskop
monokuler
Diatur temperatur
Selesai
Pada percobaan ini diperoleh data berupa perubahan ketinggian cairan etanol yang
terdapat pada pipa kapiler dengan interval waktu 10 menit selama 50 menit pada variasi
temperatur 45, 50, 55, dan 60oC. Perubahan tinggi dapat diolah menjadi jumlah senyawa
etanol yang berdifusi ke udara. Data tersebut akan diolah untuk menentukan koefisien
difusivitas etanol menurut hukum Fick, pengaruh suhu terhadap difusivitas, profil densitas
fluks molar terhadap waktu, dan profil konsentrasi senyawa etanol dan udara selama proses
difusi berlangsung.
(1)
t
Data pada tabel IV.1.1 diolah dan diplot hubungan antara (menit/cm) sebagai
(z-z0 )
250
t / (z-z0) (menit/cm)
200
150
y = 574.32x + 111.69
100
R² = 0.3189
50
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
(z-z0) (cm)
Gambar IV.1. 1 Grafik Hubungan Antara t/(z-z0) (menit/cm) dengan (z-z0) (cm) pada T =
45oC
Pada Gambar IV.1.1 diperoleh persamaan linier yaitu y = 574.31x + 111.69 dengan
nilai R2 = 0.3189. Nilai R2 < 0.95 ini menunjukkan bahwa korelasi bernilai sangat rendah.
Korelasi yang sangat rendah ini diakibatkan oleh kondisi temperatur water bath yang jauh
dari titik didih dari etanol yaitu 78oC. Dikarenakan suhu pada water bath lebih rendah dari
titik didih etanol, sehingga etanol yang berdifusi pada pipa kapiler pada t = 0 menit dan yang
Pada praktikum difusi fasa gas ini senyawa etanol dengan T = 50oC didapatkan data
ketinggian etanol yang diamati setiap 10 menit selama 50 menit sehingga didapatkan 6 titik
yang berbeda. Data tersebut dapat dilihat pada tabel IV.1.2 berikut.
t
Data pada tabel IV.1.2. diolah dan diplot hubungan antara (menit/cm) sebagai
(z-z0 )
200
150
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
(z-z0) (cm)
Gambar IV.1.2 Grafik Hubungan Antara t/(z-z0) (menit/cm) dengan (z-z0) (cm) pada T =
50oC
Pada praktikum difusi fasa gas ini senyawa etanol dengan T = 55oC didapatkan data
ketinggian etanol yang diamati setiap 10 menit selama 50 menit sehingga didapatkan 6 titik
yang berbeda. Data tersebut dapat dilihat pada tabel IV.1.3 berikut.
140
120
100
y = 327.53x + 83.266
80
R² = 0.3525
60
40
20
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
(z-z0) (cm)
Gambar IV.1.3 Grafik Hubungan Antara t/(z-z0) (menit/cm) dengan (z-z0) (cm) pada T =
55oC
Pada Gambar IV.1.3 diperoleh persamaan linier yaitu y = 327.53x + 83.266 dengan
nilai R2 = 0.3525. Nilai R2 < 0.95 ini menunjukkan bahwa korelasi bernilai sangat rendah.
Korelasi yang sangat rendah ini diakibatkan oleh kondisi temperatur water bath yang jauh
dari titik didih dari etanol yaitu 78oC. Dikarenakan suhu pada water bath lebih rendah dari
titik didih etanol, sehingga etanol yang berdifusi pada pipa kapiler pada t = 0 menit dan yang
berdifusi pada t = 10 menit memiliki perbedaan yang sangat sedikit sehingga jika data
tersebut di plot maka pernyebaran data akan memiliki nilai yang hampir sama.
Pada praktikum difusi fasa gas ini senyawa etanol dengan T = 60oC didapatkan data
ketinggian etanol yang diamati setiap 10 menit selama 50 menit sehingga didapatkan 6 titik
yang berbeda. Data tersebut dapat dilihat pada tabel IV.1.4 berikut.
Tabel IV.1. 4 Perubahan Ketinggian Etanol pada T = 60oC
t
Data pada tabel IV.1.4. diolah dan diplot hubungan antara (menit/cm) sebagai
(z-z0 )
60
50
y = 72.419x + 31.83
40 R² = 0.4645
30
20
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
(z-z0) (cm)
Gambar IV.1.4 Grafik Hubungan Antara t/(z-z0) (menit/cm) dengan (z-z0) (cm) pada T =
60oC
Pada Gambar IV.1.4 diperoleh persamaan linier yaitu y = 72.419x + 31.83 dengan
nilai R2 = 0.4645. Nilai R2 < 0.95 ini menunjukkan bahwa korelasi bernilai sangat rendah.
Korelasi yang sangat rendah ini diakibatkan oleh kondisi temperatur water bath yang jauh
dari titik didih dari etanol yaitu 78oC. Dikarenakan suhu pada water bath lebih rendah dari
titik didih etanol, sehingga etanol yang berdifusi pada pipa kapiler pada t = 0 menit dan yang
berdifusi pada t = 10 menit memiliki perbedaan yang sangat sedikit sehingga jika data
tersebut di plot maka pernyebaran data akan memiliki nilai yang hampir sama.
Nilai R2 dari keempat suhu tersebut semuanya bernilai dibawah 0.95. Hal ini
menunjukkan bahwa data dari variasi keempat suhu tersebut memiliki nilai korelasi yang
sangat rendah, dikarenakan suhu penugasan jauh dibawah titik didih etanol yaitu 78oC. Suhu
yang jauh ini menyebabkan data ketinggian etanol yang berdifusi bernilai < 1 mm, dan
pembacaan skala yang kurang akurat yang disebabkan skala pada pipa kapiler paling kecil
adalah 1 mm. Oleh karena itu, nilai R2 yang didapatkan dari hasil regresi linier data (z-z0)
(cm) dengan t/(z-z0) (menit/cm) tidak terlalu akurat.
Berdasarkan data yang didapatkan dari keempat suhu yang berbeda diamati bahwa
semakin tinggi suhu yang diberikan kepada larutan etanol maka semakin meningkat
kemampuan etanol untuk berdifusi. Hal ini ditandai dengan semakin besar nilai D AB mulai
dari suhu 45, 50, 55, hingga 60oC. Nilai DAB yang berbanding lurus dengan kenaikan suhu ini
sesuai dengan persamaan Hirschfelder (Welty, 1984). Adapun persamaan Hirschfelder adalah
sebagai berikut:
(2)
Dari tabel IV.2.1. dapat diamati bahwa pada saat t = 0 menit belum ada konsentrasi
etanol yang mengalami pengurangan atau belum ada etanol yang berdifusi ke udara. Hal ini
ditandai dengan nilai NAZ sama dengan 0 mol/cm2s. Pada saat t = 10 menit sampai t = 50
menit diperoleh nilai NAZ yang semakin lama semakin menurun. Hal ini sesuai dengan
persamaan berikut.
ρA .z
NAZ = (3)
M.t k
Berdasarkan persamaan (3) diperoleh bahwa semakin lama waktu berdifusi maka nilai
NAZ akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu berdifusi maka jumlah
cairan etanol dalam pipa kapiler akan berkurang seiring berjalannya waktu, sehingga nilai
fluks molar (NAZ) akan semakin berkurang (Herti, 2017). Selain itu NAZ juga dipengaruhi
oleh ketinggian cairan dan suhu di dalam pipa kapiler (z). Semakin banyak etanol yang
berdifusi maka ketinggian cairan di dalam pipa kapiler akan semakin berkurang. Semakin
rendah suhu water bath maka semakin lambat etanol untuk berdifusi, sehingga ketinggian
cairan di dalam pipa kapiler akan mengalami pengurangan yang sangat sedikit. Pengurangan
ketinggian cairan yang sangat sedikit pada suhu yang rendah akan membuat ketinggian cairan
lebih tinggi (tersisa lebih banyak di pipa kapiler) dibandingkan dengan ketinggian cairan pada
suhu yang lebih tinggi pada waktu yang sama. Hubungan ketinggian cairan dan nilai N AZ
adalah berbanding lurus dapat dilihat dari persamaan (3), dimana semakin tinggi cairan maka
nilai NAZ juga akan semakin tinggi.
10
9
8
DAB (cm2/menit)
7
6
5
4
3
2
1
0
35 40 45 50 55 60 65
Suhu (oC)
Dari gambar IV.3 1 diatas dapat diamati bahwa peningkatan suhu berpengaruh pada
nilai DAB. Bila suhu semakin ditingkatkan maka kemampuan suatu zat untuk berdifusi akan
semakin besar. Hal ini disebabkan oleh senyawa etanol yang semakin cepat menguap pada
suhu yang tinggi. Hasil ini sesuai dengan pendapat dari (Bird, 1924) yang mengatakan
koefisien difusivitas pada sistem biner merupakan fungsi dari suhu, dimana suhu akan
meningkatkan laju difusi, Karena akan menambah driving force proses difusi dengan
meningkatkan laju penguapan etanol. Pada jurnal (Agustina, 2013) juga dijelaskan bahwa
suhu pemanasan cairan oleh water bath berbanding lurus dengan koefisien konduktivitas.
Pendapat lainnya yang sesuai dengan hasil praktikum ini didapatkan dari jurnal
tulisan Lapuerta (2014) yaitu temperatur yang berbanding lurus dengan nilai koefisien
difusivitas, dengan kata lain semakin dekat temperatur yang diberikan pada water bath
dengan titik didih etanol yaitu 78oC maka akan semakin besar nilai DAB. Temperatur
berbanding lurus dengan nilai DAB tetapi hal ini tidak akan berlaku jika temperatur diatas titik
didih yaitu 78,32 oC (Krik & R F, 1951) Jika variasi suhu melebihi dari suhu titik didih
etanol, maka pada saat melakukan percobaan, pengamatan difusi fasa gas dari etanol tidak
Praktikum ini dilakukan untuk mengamati profil konsentrasi etanol yang berdifusi ke
dalam udara. Perubahan konsentrasi etanol akan diamati setiap 10 menit pada setiap variasi
suhu. Jumlah etanol yang menguap dapat dihitung sesuai dilampirkan pada lampiran B.3.
Dengan rumus dibawah ini:
𝑧/𝐿
1−𝑥
𝑥𝐴 = 1 − (1 − 𝑥𝐴,0 ) [1−𝑥𝐴,𝐿 ] (4)
𝐴,0
Dari persamaan (4) dapat diperoleh nilai XA, sedangkan nilai XB akan diperoleh
melalui persamaan (5).
XA + XB = 1 (5)
Dapat diperoleh nilai XA dan nilai XB dari masing-masing variasi temperatur dengan
interval waktu 10 menit selama 50 menit sehingga terdiri dari 6 titik fraksi A dan B. Kedua
fraksi tersebut akan diplot dengan tinggi cairan etanol yaitu z (cm). Grafik XA dan XB VS
ketinggian (z) dapat dilihat pada dibawah ini:
15.7
15.65
15.6
z (cm)
15.55
Fraksi etanol
15.5 Fraksi udara
15.45
15.4
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Fraksi
Gambar IV. 4.1 Profil Konsentrasi Senyawa Etanol dan Udara Disepanjang Pipa Kapiler pada
suhu T = 45oC
17
16.95
16.9
z (cm)
16.75
16.7
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Fraksi
Gambar IV. 4.2 Profil Konsentrasi Senyawa Etanol dan Udara Disepanjang Pipa Kapiler pada
suhu T = 50oC
16.75
16.7
16.65
16.6
z (cm)
16.55
Fraksi Etanol
16.5
Fraksi Udara
16.45
16.4
16.35
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Fraksi
Gambar IV. 4.3 Profil Konsentrasi Senyawa Etanol dan Udara Disepanjang Pipa Kapiler pada
suhu T = 55oC
16 Fraksi etanol
15.9 Fraksi udara
15.8
15.7
15.6
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Fraksi
Gambar IV.4.4 Profil Konsentrasi Senyawa Etanol dan Udara Disepanjang Pipa Kapiler pada
suhu T = 60oC
Dari Gambar IV.4.1 sampai Gambar IV.4.4 dapat diamati bahwa semakin lama waktu
untuk berdifusi maka fraksi etanol akan semakin berkurang. XA pada t = 10 menit akan lebih
besar dibandingkan pada saat t = 20 menit. XA adalah fraksi konsentrasi etanol yang berdifusi
di sepanjang pipa kapiler hingga senyawa tersebut keluar dari pipa kapiler dan berdifusi
dengan udara. XA dapat dipengaruhi oleh lamanya waktu percobaan, dimana semakin lama
waktu percobaan maka semakin lama juga proses penguapan. Bila proses penguapan semakin
lama maka jumlah senyawa A pada pipa kapiler akan berkurang sehingga konsentrasi
senyawa A yang berdifusi juga mengalami penurunan. Selain itu XA dipengaruhi oleh suhu
dari water bath, dimana semakin tinggi suhu yang diterima oleh cairan di dalam pipa kapiler
maka semakin besar fraksi mol etanol yang berdifusi. Sedangkan XB adalah senyawa B
(udara) yang bersifat tetap atau stagnant dikarenakan udara hanya mengalir di atas pipa
kapiler. Oleh karena itu untuk mencapai titik kesetimbangan diperlukan waktu yang lebih
lama lagi. Hal ini sesuai dengan hukum matematis fraksi total dapat dilihat dari persamaan
(4).
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan difusi fasa gas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Koefisien difusivitas yang diperoleh pada suhu 45⁰C adalah 2.952 cm2/menit.
2. Koefisien difusivitas yang diperoleh pada suhu 50⁰C adalah 4.024 cm2/menit.
3. Koefisien difusivitas yang diperoleh pada suhu 55⁰C adalah 4.236 cm2/menit.
4. Koefisien difusivitas yang diperoleh pada suhu 60⁰C adalah 9.158 cm2/menit.
5. Semakin tinggi suhu, maka proses difusi akan berlangsung semakin cepat dan
menyebabkan nilai koefisien difusivitas etanol semakin tinggi seiring
bertambahnya suhu.
6. Fluks molar yang diperoleh pada suhu penugasan tertinggi yaitu 60⁰C adalah
0; 0.000488; 0.000242; 0.000160; 0.000119; dan 0.000097 (mol/cm2s) pada
waktu t = 0; 10; 20; 30; 40; 50 menit.
7. Semakin lama waktu etanol untuk berdifusi, maka semakin kecil jumlah mol
A yang mengalami penguapan.
8. Semakin lama waktu yang diberikan untuk etanol mengalami difusi, maka
nilai xA mengalami penurunan, sedangkan nilai xB semakin lama semakin
meningkat dimana xA + xB = 1.
V.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum sifusi fasa gas adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pemanasan air pada water bath terlebih dahulu saat hendak
memulai praktikum agar tidak menghabiskan waktu dalam menunggu
pemanasan air sampai pada suhu yang diinginkan.
2. Memilih variasi suhu yang mendekati titik didih dari senyawa volatil.
3. Melakukan percobaan dengan selang waktu yang lebih lama dan senyawa
volatil yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan untuk mengetahui apakah ada
pengaruh waktu pengamatan yang lebih lama terhadap difusivitas senyawa
tersebut.
4. Melakukan percobaan dengan selang waktu yang lebih lama agar didapatkan
titik kesetimbangan antara senyawa A dengan udara.
Agustina, N. d. (2013). Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap Koefisien Difusi dan Sifat
Fisik Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris L). Jurnal Teknik Pertanian Lampung, Vol.2,
No 1: 3542.
Bird, R. Byron.1924. Transport Phenomena. 2nd ed. United States of America: Hamilton
Printing.
Ernest J. Henley; J.D. Seader; D. Keith Roper. 2011. Separation Process Principles :
Chemical and Biochemical Operation. 3rd edition. United states of America : John
Wiley & Sons,Inc
(Geankoplis, C. J. 2003)
Dengan 𝑁𝐴𝑍 adalah fluks massa dan 𝑁𝐵𝑍 = 0 karena tidak ada difusi B pada sumbu z,
sehingga diperoleh persamaan berikut.
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 = 𝑥𝐴 𝑁𝐴𝑍 − 𝑐𝐷𝐴𝐵
𝑑𝑍
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 − 𝑥𝐴 𝑁𝐴𝑍 = −𝑐𝐷𝐴𝐵
𝑑𝑍
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 (1 − 𝑥𝐴 ) = −𝑐𝐷𝐴𝐵
𝑑𝑍
𝑑𝑥
𝑁𝐴𝑍 𝑑𝑍 = −𝑐𝐷𝐴𝐵 (1−𝑥𝐴 ) (1)
𝐴
A dan B tidak bereaksi, jadi tidak ada produk yang dihasilkan, sehingga :
Laju massa Ain − Laju massa Aout = 0
𝑁𝐴𝑍 = 𝐶1
𝐶1 adalah hasil integral yang konstan, persamaan ini menunjukkan bahwa nilai dari 𝑁𝐴𝑍
senyawa A, akan sama sepanjang sumbu “z”.
Dari persamaan (1),
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 𝑑𝑍 = −𝑐𝐷𝐴𝐵
(1 − 𝑥𝐴 )
𝑍 𝑥𝐴
𝑑𝑥𝐴
∫ 𝑁𝐴𝑍 𝑑𝑍 = ∫ −𝑐𝐷𝐴𝐵
0 𝑥𝐴,𝑜 (1 − 𝑥𝐴 )
Diperoleh:
1−𝑥
𝑁𝐴𝑍 . 𝑧 = 𝑐𝐷𝐴𝐵 ln (1−𝑥 𝐴 ) ............................................(2)
𝐴,𝑜
Kemudian,
𝑁𝐴𝑍 . 𝑧 1 − 𝑥𝐴
= ln ( )
𝑐𝐷𝐴𝐵 1 − 𝑥𝐴,𝑜
𝑁𝐴𝑍 .𝑧
1 − 𝑥𝐴
( ) = 𝑒 𝑐𝐷𝐴𝐵
1 − 𝑥𝐴,𝑜
𝑁𝐴 .𝑧
𝑍
𝑥𝐴 = 1 − (1 − 𝑥𝐴,𝑜 )𝑒 𝑐𝐷𝐴𝐵
..………….……(3)
Tinjau kembali persamaan (1),
𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴𝑍 𝑑𝑍 = −𝑐𝐷𝐴𝐵
(1 − 𝑥𝐴 )
𝐿 𝑥𝐴,𝐿
𝑑𝑥𝐴
∫ 𝑁𝐴𝑍 𝑑𝑍 = ∫ −𝑐𝐷𝐴𝐵
0 𝑥𝐴,𝑜 (1 − 𝑥𝐴 )
1−𝑥𝐴,𝐿
𝑁𝐴𝑍 . 𝐿 = 𝑐𝐷𝐴𝐵 ln ( ) ....................................(4)
1−𝑥𝐴,𝑜
𝑁𝐴𝑍 .𝐿 1
𝐷𝐴𝐵 = . 1−𝑥𝐴,𝐿 .........................................(5)
𝑐 𝑙𝑛
1−𝑥𝐴,𝑜
1−𝑥
𝑥𝐴 = 1 − (1 − 𝑥𝐴,𝑜 ). (1−𝑥𝐴,𝐿 )𝑧/𝐿 …………………... (6)
𝐴,𝑜
(𝑧 2 − 𝑧02 )
𝛼. 𝐷𝐴𝐵 . (𝑡 − 0) =
2
(𝑧 − 𝑧0 )(𝑧 + 𝑧0 )
𝛼. 𝐷𝐴𝐵 . 𝑡 =
2
(𝑧 − 𝑧0 )(𝑧 + 𝑧0 )
𝛼. 𝐷𝐴𝐵 . 𝑡 =
2
2𝛼. 𝐷𝐴𝐵 . 𝑡 = (𝑧 − 𝑧0 )(𝑧 + 𝑧0 )
𝑡 1
= (𝑧 + 𝑧0 )
(𝑧 − 𝑧0 ) 2𝛼. 𝐷𝐴𝐵
Dari persamaan 9yang diperoleh, dibentuk persamaan linear dari hubungan garis dengan
𝑡
sumbu x: (𝑧 − 𝑧0 ) , dan sumbu y: (𝑧−𝑧 ), sehingga diperoleh persamaan garis y =
0
2
574.32x + 111.69, dengan R = 0,3189. Dari persamaan garis linear ini akan diperoleh
nilai dari 𝐷𝐴𝐵 (koefisien difusivitas) untuk suhu 45oC. Setelah memperoleh persamaan garis,
dengan 574.32x, dapat ditentukan nilai dari 𝐷𝐴𝐵 dengan menggunakan persamaan berikut.
1
574.32 = (𝑧 − 𝑧0 )
2𝛼. 𝐷𝐴𝐵
1
574.32 cm2 /menit =
2𝛼. 𝐷𝐴𝐵
1
𝐷𝐴𝐵 =
574.32 (2𝛼)
dengan nilai dari 𝛼 :
𝑃. 𝑀𝐴 1 − 𝑥𝐴
𝛼= ln ( )
𝑅𝑇𝜌 1 − 𝑥𝐴,𝑜
Dimana nilai dari densitas etanol diperoleh dengan percobaan menggunakan piknometer
sehingga diperoleh nilai densitas etanol sebagai berikut:
Massa Etanol = massa piknometer berisi etanol – massa piknometer kosong
= 40.8581 gram – 20.8581 gram
= 20 gram
20 gram
Densitas etanol =
25 cm3
Densitas etanol = 0.8 g/cm3
Dengan menggunakan nilai dari tekanan (P) dalam ruang Laboratorium Teknik Bioproses,
yaitu P = 72 cmHg yang diubah ke dalam bentuk atm, yaitu:
1 atm = 760 mmHg
P = 71.1 cmHg
= 0.9355 atm
T = 45oC = 318.15 K
15.68 0.96
Maka dilakukan perbandingan : = xA,L
15.64
xA, L = 0.957